Bulaksumur, Yogyakarta 55281

8

Transcript of Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Page 1: Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Page 2: Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Juma] Per]indungan Tanaman Indonesia, Vol. 16, No.2, 2010: 55-6]

HUBUNGAN ANTARA INOKULUM AWAL PATOGEN DENGANPERKEMBANGAN PENYAKIT HAWAR UPIH PADA PADI VARIETAS CIHERANG

RELATIONSHIP BETWEEN INITIAL PATHOGEN INOCULUMS WITHDISEASE DEVELOPMENT OF SHEATH BLIGHT ON CIHERANG RICE VARIETY

Bambang Nuryanto*I), Achmadi Priyatmojo2), Bambang Hadisutrisno2), dan Bambang Hendro Sunarminto2)

IIBaiai Besar Pene/itian Tanaman Padi, JI. Raya IX Sukamandi, Subang, Jawa Barat 41256

2JFakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, JI. Flora 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281

*Penu/is untuk korespondensi. E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Study on the role of initial inoculums on disease development of rice sheath blight caused by Rhizoctonia solaniKiihn was conducted in glass house at the Faculty of Agriculture University ofGadjah Madafrom December of2009to July of 2010. The aim of this study was to evaluate the importance of sclerotia and mycelium in plant debris asprimary inoculum form ofR. solani. Results indicated that both sclerotia and mycelium in plant debris significantlyaffect the development of rice sheath blight. Disease severity was closely related to the number of sclerotia on rice plant.The highest disease severity was observed in plant inoculated with 10 sclerotia per hills. Treatments of 6 sclerotia and5 g plant debris per hills had comparable effect on disease severity and area under disease progress curve of ricesheath blight. The results suggested that sclerotia and mycelia in plant debris might playa major role as primaryinocula of the disease in rice growingfield.

Key words: rice plant debris, rice sheath blight, sclerotia

INTI SARI

Kajian tentang peranan inokulum awal dalam perkembangan penyakit hawar upih padi (Rhizoctonia solani Kiihn)telah dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada dari bulan Desember 2009 sampai Juli2010. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi arti penting sklerotium dan miselium dalam serasah jerami sebagaibentuk inokulum utama dan R. solani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sklerotium dan mis~lium dalam serasahjerami berpengaruh nyata terhadap perkembanganpenyakit hawar upih. Keparahan penyakit berhubungan erat denganjumlah sklerotium yang menempel pada tanaman. Keparahan tertinggi terjadi pada tanaman dalam pot yang diinoku-lasi lO sklerotium per rumpun. Perlakuan dengan 6 sklerotium dan 5 g serasah jerami mempunyai pengaruh yang se-banding terhadap keparahan dan luas area di bawah kurva perkembangan penyakit. Sklerotium dan miselium dalamserasah jerami mempunyai peran penting sebagai inokulum awal penyakit hawar upih di persawahan.

Kata kunci: hawar upih padi, serasahjerami, sklerotium

PENGANTAR

Penyakit hawar upih padi yang disebabkan olehjamur Rhizoctonia solani Kuhn. AG-l, merupakansalah satu penyakit penting padi di daerah tropik(Ou, 1985). Pengendalian penyakit ini sulit dilaku-kan karena patogennya memiliki inang yang bera-gam. Patogen selalu tersedia di tanah dan dapatbertahan hidup dalam bentuk aktif maupun dorman(Suparyono & Sudir, 1999; Miller & Webster,2001), sedangkan varietaspadi tahan belum tersedia(Mien et al., 1990;Eizenga et ai, 2002). Di Indone-sia, keparahan penyakit hawar upih terus mening-kat akhir-akhir ini, terutama di daerah pertanianpadi yang intensif.Penanamanpadi unggul tipepen-dek dan beranakan banyak makin tersebar luas; disamping itu, ada kecenderungan pemberian pupuknitrogen dengan dosis tinggi. Praktik budidaya se-macam ini menyebabkan tanaman padi tumbuh de-

ngan daun lebat, sehingga membuat lingkungan disekitar tanaman cocok untuk perkembangan penya-kit hawar upih (Kardin et ai, 1988; Jia et ai, 2007).

Inokulum awal penyakit hawar upih telah dike-tahui yaitu berupa sklerotium yang terdapat disawah. Groth & Bond (2007), melaporkan bahwakeparahan penyakit tergantung pada jumlah inoku-lum awal, kondisi lingkungan dan manajemen bu-didaya. Di negara beriklim sedang, sumber infeksiberupa sklerotium, miselium pada serasah tanaman,dan basidiospora. Pada musim dingin miseliumdalam serasah tanaman dapat hilang kemampuanmenginfeksi karena pengaruh suhu rendah, sedang-kan sklerotium lebih mampu bertahan hidup(Kobayashi et aI., 1997~

Di daerah tropik, peranan basidiospora belumbanyak diketahui, sedangkan miselium dalam sera-sah tanaman kemungkinan mempunyai peranan

........

Page 3: Bulaksumur, Yogyakarta 55281

56 Jumal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 16 No.2

penting sebagai inokulum awal penyakit. Infonnasitentang peranan miselium dalam sisa tanamansangat bennanfaat sebagai dasar usaha pengenda-lian penyakit hawar upih yang berorientasi pada pe-nekanan jumlah dan potensi inokulum awal.Penelitian ini bertujuan mengkaji arti pentingmiselium dalam serasah tanaman dan sklerotium

jamur R. so/ani sebagai inokulum awal penyakithawar upih padi.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Pereobaan pot dilakukan di rumah kaea JurusanRama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas PertanianUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pereobaan Ipada bulan Desember 2009-Maret 2010, dilanjut-kan dengan pereobaan II pada bulan Maret-Juni2010. Tanah yang digunakan sebagai medium per-semaian dan penanaman adalah jenis regosol yangdiambil dari sawah kemudian disterilkan. Padi yangditanam adalah varietasCiherang karena disukaipe-tani dan mendominasi pertanaman padi di Indone-sia, yaitu meneapai 50% (Anonim, 2006). Benihpadi disemaikan dalam bak plastik berukuran40x30x 15 em. Bibit padi berumur 21 hari dipin-dahkan ke dalam pot plastik yang berdiameter 25em dan tinggi 20 em. Tiap pot berisi 5 kg tanah ste-ril dan ditanami 3 bibit padi. Inokulasi dengan skle-rotium dan miselium jamut R. so/ani dilakukanpada tanaman padi berumur 40 hari setelah tanampindah. Pereobaan ditata dalam raneangan aeaklengkap, pada pereobaan I diulang 5 kali sedangkanpereobaan II diulang 10 kali.

Inokulum Penyakit Hawar Upih

Seresah jerami yang tersebar di sawah setelah,panen,dikumpulkan untuk digunakan sebagai sum-

o her inokulum yang berupa miselium aktif. Di sam-ping itu, dilakukan isolasi jamur R. so/ani dariseresah jerami menurut eara Sinclair (1970) yangdimodifikasi yaitu dengan menempelkan potonganjerami ukuran lx2 em pada medium agar kentang(PDA) dalam eawan petri berdiameter 9 em. JamurR. so/ani yang tumbuh selanjutnya dipisahkan darijamur lain untuk memperoleh biakan mumi. Skle-rotium dapat dipanen dari biakan mumi jamur R.so/ani yang telah berumur 8-10 hari. Untuk men-dapatkan keseragaman ukuran, sklerotium dipilihyang kira-kira berdiameter 1-1,5 mm, dengan earameletakkan sejumlah sklerotium di atas kertas mili-meter blok, kemudian dipilih satu per satu. Mise-lium dalam potongan/serasahjerami dan sklerotiumsiap digunakan sebagai inokulan.

Inokulasi

Inokulasi dilakukan dengan eara menyisipkansklerotium ke dalam upih dekat pangkal daun, ma-sing-masing sebanyak 0 (sebagai kontrol), 2, 4, 6,8, dan 10 biji tiap pot. Inokulasi dengan miseliumdilakukan dengan menaburkan 5 g serasah jeramipada media tumbuh tanaman padi berupa tanahseberat 5 kg dalam pot, ini setara dengan pemberianbahan organik seberat 2 ton/ha tanah sawah. An-juran penambahan bahan organik ke lahan pertanianseberat 2-5 ton/ha (Anonim, 2007).

Pengamatan

Variabel yang diamati meliputi keparahan pe-nyakit, laju penyakit, dan area di bawah kurvaperkembangan penyakit (AUDPC). Keparahan pe-nyakit diamati pada setiap anakan tanaman dalamrumpun dengan mengaeu kepada eara pengamatanhawar upih menurut Ahn et a/. (1986), yaitu mem-bandingkan tinggi relatif gejala dengan tinggi ta-naman, dan dihitung menggunakan rumus sebagaiberikut:

DS(a) =Tinggi relatif gejala penyakit

x 100%Tinggi tanaman

DS(P) = DS(a)1 + DS(a)2 + DS(a)3 + ... DS(a)XX

DS(a) = Keparahan penyakit per anakan

DS(P) = Keparahan penyakit per pot

Pola perkembangan penyakit ditentukan denganeara memplotkan keparahan penyakit tiap waktupengamatan, dimulai saat setelah inokulasi sampaidengan umur 1 minggu menjelang panen. Lajupenyakit dihitung dengan rumus epidemiologiyaitu:

2,3 1 1= - (log - - log -),

tz-tl I-XZ I-XI

(Zadoks & Seein, 1979), sedangkan area di bawahkurva perkembangan (AUDPC) dihitung denganrumus:

ll-\

L [(Xi+\+ x;)/2] x (tj.,.\- tj), (Katherine et al.,1997).

Xi = Proporsi penyakit pada saat i danti = umur tanaman saat i.

Data pengamatan dianaIisis dengan sidik ragamdan perlakuan yang berp~ruh nyata dianalisislanjut dengan uji beda nyata terkeeil (BNT) padaderajat kesalahan 0,05.

-

Page 4: Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Nuryanto et al.: Hubungan Inokulum Awal Patogen dengan Perkembangan Penyakit Hawar Upih Padi 57

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Penyakit

Penyakit hawar upih berkembang dengan baikkarena didukung suhu lingkungan di bawah kanopitanaman padi pada pukullO.OOWIB, yaitu berkisar27-30°C dan kelembapan berkisar 95-97%. Menu-rut Ou (1985), suhu optimum untuk perkecambahansklerotium adalah 28°C dan kelembapan relatif diatas 95%. Inokulum awal penyakit yang diinokula-sikan berhasil menginfeksi bagian upih tanamanpadi. Penyakit berkembang dengan baik dan ditun-jukkan dengan munculnya gejala hawar, sepertiyang disajikan pada Gambar 1.

Gejala hawar terus berkembang pada tanamanpadi yang diinokulasi, hal ini membuktikan bahwabaik sklerotium maupun miselium dalam serasahjerami mempunyaiperanan yang penting dalam per-kembangan penyakit hawar upih. Kecepatan mun-culnya gejala serta pola perkembangan penyakitdipengaruhi oleh jumlah dan jenis inokulum yangdiinokulasikan (Gambar 2).

Pada percobaan I, gejala hawar mulai munculpada 6, 7, dan 9 hari; sedangkan pada percobaanII pada 9, 12,dan 16hari setelah inokulasi,berturut-turut untuk perlakuan dengan 10, 8, dan 6sklerotium per pot, hal ini menunjukkan bahwasemakin banyak inokulum awal yang kontak

Gambar 1. Inokulasi dengan sklerotium (a) dan gejala hawar pada upih padi (b)

Percobaan II

60__ kontrol

2 sklerotium__ 4 sklerotium

__ 6 sklerotium-- 8 sklerotium

10 sklerotium

5 g serasah j erami

50

40

30

::Lo 28 35

"-.:.5642 497 14 21

Waktu (hari setelah inokulasi)

Gambar 2. Pola perkembangan penyakit hawar upih pada berbagai perlakuan inokulum awal penyakit

-

Percobaan I70

60

50'-'.....:.g 40CI:I>-s=Q)

30s=CI:I

..s:: 20CI:I1-0CI:I0..Q)

10

0

0 7 14 21 28 35 42 49 56 63

Page 5: Bulaksumur, Yogyakarta 55281

58 Jumal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 16 No.2

dengan tanaman semakin pendek waktu yang dibu-tuhkan patogen untuk melakukan proses infeksi.Keefektifan miselium pada seresah jerami sebagaiinokulum awal penyakit dapat diketahui denganmunculnya gejala hawar pada 10dan 13hari setelahinokulasi, berturut-turut pada percobaan I dan II.Hal ini menunjukkan bahwa serasah jerami yangterinfeksi mempunyai peranan penting sebagaiinokulum awal penyakit hawar upih.

Keparahan Penyakit

Perkembangan penyakit hawar upih pada setiapperlakuan menyebabkan tingkat keparahan di akhirmusim berbeda. Pada umur tanaman 1minggu men-jelang panen, keparahanpenyakit nyata dipengaruhioleh jumlah dan jenis inokulum awal penyakit(Gambar 3).

Keparahan penyakit hawar upih pada tanamanpadi yang diinokulasi dengan sklerotium dan mise-lium dalam seresah jerami terlihat lebih tinggi di-bandingkan dengan kontrol, dan secara statistikamenunjukkan beda nyata. Penyakit yang berkem-bang pada tanaman kontrol (tidak diinokulasi) ter-tular dari tanaman sakit di sebelahnya akibat daridaun tua pada tanaman kontrol terkulai dan ber-singgungan dengan gejala hawar pada upih dari ta-

80

o Percobaall I

. Percobaall n60

o

naman sakit di sebelahnya, selanjutnya miseliummerambat dan menginfeksi tanaman kontrol. Pro-ses penularan semacam ini membutuhkan waktuyang relatiflama, sehingga terjadi perbedaan waktuuntuk mulai terjadinya infeksi pada tanaman yangdiinokulasi dan tidak. Perbedaan waktu awal prosesinfeksi menyebabkan terjadinya perbedaan kecepat-an perkembanganpenyakit dan keparahan, sehinggasaat menjelang panen keparahan hawar upih me-nunjukkan masih rendah pada tanaman kontrol. Per-lakuan 10 sklerotium menyebabkan perkembanganpenyakit parah, kemudian diikuti dengan perlakuan8 dan 6 sklerotiumlrumpunlpot.

Area di Bawah Kurva Perkembangan dan LajuPenyakit.

Perkembangan penyakit hawar upih yang diaki-batkan dari tiap perlakuan jumlah dan jenis inoku-lum awal penyakit juga didukung oleh perbedaanluas area di bawah kurvaperkembangan dan lajupe-nyakit. Variasi luas area di bawah kurva perkem-bangan dan laju penyakit disajikan pada Tabel I.

Luas area di bawah kurva perkembangan danlaju penyakit menunjukkan paling tinggi padainokulasi dengan 10 sklerotium kemudian diikutiperlakuan dengan 8 dan 6 sklerotium. Luas area di

,

o sklerotitnn 2 sklerotitnn 4 skIerotitnn 6 skIerotitnn 8 skIerotitnn 10sklerotitnn(kontrol)

5g jeramiterinfeksi

Inokulum awallrumpun

Gambar 3. Keparahan hawar upih pada 1 minggu menjelang panen~

-

Page 6: Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Nuryanto et at.: Hubungan Inokulum Awal Patogcn dcngan Pcrkcmbangan Pcnyakit Hawar Upih Padi 59

bawah kurva perkembangan menunjukkan tidakberbeda nyata secara statistika pada perlakuaninokulasi menggunakan 5 g jerami terinfeksi dan6 sklerotium. Keadaan ini membuktikan bahwa

tekanan penyakit akibat perlakuan inokulasi meng-gunakan 5 g jerami terinfeksi dan 6 sklerotiummempunyai pengaruh yang sebanding. MenurutSuparyono et a/. (1997), pemberian bahan organikberupa jerami segar terinfeksi ke pertanamanberarti menambahkan inokulum penyakit, sehinggadapat meningkatkan keparahan dan kerusakantanaman. Kerusakan tanaman padi yang diakibatkandari masing-masing perlakuan disajikan pada(Gambar 4).

Sklerotium merupakan bentuk pertahanan hidupjamur R. so/ani pada kondisi lingkungan yang ku-rang menguntungkan dan juga sebagai alat penye-baran. Hashiba & Mogi (1975) melaporkan bahwasklerotium dibentukdari kumpulan sel-sel hifa yangmemadat dan mengering di lapisan luar, tetapisel-sel di lapisan dalam masih hidup. Populasisklerotium makin tinggi berarti makin banyak selhidup yang berfungsi sebagai inokulum awalpenyakit. Serasahjerami yang terapung di air sawahdengan tidak terduga juga menjadi sumber inoku-lum penyakit hawar upih. Kobayashi et a/. (1997),melaporkanbahwajamur R. so/ani penyebab hawarupih dapat diisolasi dari serasah jerami yang ter-

Tabel 1. Area di bawah kurva perkembangan dan laju penyakit (unit/hari) pada perbedaan inokulum awalpenyakitInokulurn

awal penyakitper rurnpun

Pereooaan 1

Area di bawah kurvaperkernbangan penyakit

Pereobaan II

Area di bawah kurvaperkernbangan penyakit

Lajupenyakit

Lajupenyakit

Keterangan: Data yang diikuti huruf sarna dalarn satu lajur menunjukkan tidak berbeda nyata rnenurut BNT 0,05

r-

Gambar 4. Kerusakan tanaman padi oleh serangan hawar upih pada perlak~ inokulum awal berupao sklerotium (1), 2 sklerotium (2), 4 sklerotium (3), 6 sklerotium (4),8 sklerotium (5), dan 10sklerotium (6), serta 5 g serasahjerami/rumpun

-

o sklerotiurn (kontrol) 0,35 f 0,03 e 0,35 e 0,04 e2 sklerotiurn 1,38 e 0,07 d 0,61 e 0,07 d4 sklerotiurn 5,48 d 0,08 d 4,04 d 0,08 e6 sklerotiurn 10,36 e 0,14 be 6,65 e 0,12 b8 sklerotiurn 15,46 b 0,16 b 10,74 b 0,12 b

10 sklerotiurn 19,62 a 0,20 a 15,80 a 0,14 a5 g jerarni terinfeksi 10,89 e 0,12 e 6,40 e 0,09 e

BNT (0,05) 0,79 0,02 0,59 0,01

Page 7: Bulaksumur, Yogyakarta 55281

60 Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol. 16 NO.2

apung di air sawah. Hal ini menunjukkan bahwadalam serasah jerami terdapat miselium yang dapatmenginfeksi tanaman.

Baik pada percobaan I maupun percobaan II,perlakuan inokulasi dengan menggunakan 6sklerotium dan 5 g serasah jerami mengakibatkankeparahan akhir dan luas area di bawah kurvaperkembangan penyakit tidak berbeda. MenurutKobayashi et al. (1997), miselium yang terkandungdalam 1.140 kg serasah jeramilha sebanding de-ngan 1.000.000 sklerotiumlha. Ini berarti bahwaperlakuan menggunakan serasah jerami seberat 5 gdalam 5 kg tanah pot sarna dengan 2.000 kg je-ramilha. Oleh karena itu, miselium dalam 5 g sera-sah jerami/rumpunJpot sebagai inokulum awalpenyakit keefektifannya setara dengan 1.754.385sklerotiumlha. Bilajarak tanam 20x20 cm, populasitanaman sebanyak 250.000 rumpunlha, sehinggadiperkirakan terdapat 7 sklerotiumlrumpun padi.Kerapatan sklerotium sebanyak ini merupakaninokulum yang potensial untuk menimbulkan pe-nyakit hawar upih padi pada musim tanam berikut-nya. Mew et ai, 2004, melaporkan bahwa padapertanaman padi yang terserang berat oleh hawarupih jumlah sklerotium lebih dari 3 jutalha sawahsaat setelah panen. Sklerotium menurun jumlahnyamenjadi sekitar 2 jutalha setelah proses pengolahantanah.

Anjuran pengembalian bahan organik ke lahanpertanian perlu dikoreksi karena bahan organiksegar dapat menjadi sumber inokulum penyakit.Pemberian bahan organik sebaiknya sudah berben-tuk kompos. Suhu tinggi yang terjadi pada prosespengomposan dapat mematikan patogen. Di sam-ping itu, kompos matang dikoloni oleh mikro-organisme termofilik dan mesofilik yang umumnyabersifat menghambat perkembangan patogen

. (Sulivan, 2003). Menurut Bulluck & Ristaino(2002), jamur R. solani sebagai patogen tular tanahdapat tertekan perkembangannya dengan pe-nambahan kompos. Penekanan jumlah inokulunawal penyakit merupakan salah satu cara pengen-dalian yang dapat dikombinasikan dengan carapengendalian lain. Pengendalian penyakit secaraterpadu melalui penekanan inokulum awal dan lajuperkembangan penyakit mempunyai peluang ke-berhasilan yang tinggi. Oleh karena itu, peran mi-selium R. solani dalam seresah jerami padimerupakan inokulum awal penyakit yang perlu di-perhatikan dalam usaha pe-ngendalian penyakithawar upih yang berorientasi pada penekanan danpotensi inokulum awal.

KESIMPULAN

1. Inokulasi yang dilakukan dengan sklerotium danmiselium dalam seresah jerami berhasil denganbaik, setiap perlakuan dapat menunjukkanpengaruh yang berbeda terhadap perkembanganpenyakit hawar upih.

2. Sklerotium dan miselium R. solani pada serasahjerami menjadi inokulum awal penyakit hawarupih padi yang efektif.

3. Semakin tinggi kerapatan inokulum awal yangtersedia semakin cepat penyakit berkembang.

4. Kerapatan 6 sklerotiumlrumpun dan 5 g jeramisakit/rumpun sebagai inokulum awal penyakitmempunyai efektivitas yang sebanding dalammenyebabkan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, S.W., R.C. dela Pena, B.L. Candole, & T.W.Mew. 1986. A New Scale for Rice Sheath Blight(ShB) Disease Assessment. IRRN 11: 17.

Anonim. 2006. Direktori Padi Indonesia. BalaiBesar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian. 360 p.

Anonim. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu(PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.40p.

Eizenga, G.C., EN. Lee, & J.N Rutger. 2002.Screening Oryza Species Plant for Rice SheathBlight Resistance. Plant Disease 86: 808-812.

Groth, D.E. & J.A. Bond. 2007. Effects ofCultivarand Fungicides on Rice Sheath Blight, Yield, andQuality. Plant Disease 91: 1647-1650.

Guo, Q., A.Kamio, B.S. Sharma, Y. Sagara,M. Arakawa, & K. Inagaki. 2006. Survival andSubsequent of Rice Sclerotial Diseases Fungi,Rhizoctonia oryzae and Rhizoctonia oryzae-sativae,in Paddy Fields. Plant Disease 90: 615-622.

Hashiba, T. & S. Mogi. 1975. DevelopmentalChanges in Sclerotia of the Rice Sheath BlightFungus. Phytopathology 65: 159-162.

Jia, Y., E Correa-Victoria,A. McClung, L. Zhu,.G.Liu, Y. Wamishe, J. Xie, M.A. Marchetti, S.R.M.Pinson, J.N. Rutger, & J.C. Correll. 2007. RapidDetermination of Rice Cultivar Responses to theSheath Blight Pathogen Rhizoctonia solani UsingMicro-Chamber Screening Method. Plant Disease91: 485-489.

Kardin, M.K., M. Oniki.,'h..:.Ogoshi, & R. Sakai.1988. Effect of Air Temperature on Mycelial

1..-

-

Page 8: Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Nuryanto et al.: Hubungan Inokulum Awal Patogcn dcngan Pcrkcmbangan Pcnyakit Hawar Upih Padi

Growth Rate of Rhizoctonia solani from Indonesiaand Japan. Penelitian Pertanian 8: 23-28.

Katherine, L., Reynold, & M. C. Barry. 1997.Components of Partial Host Resistance andEpidemic Progress, p. 111-114. In Leonard, J.P. &A.N. Deborah (eds.), Excercises in Plant DiseaseEpidemiology. APS Press, St. Paul. Minnesota.

Kobayashi, T., T.W. Mew, & T. Hashiba. 1997.Relationship Between Incidence of Rice SheathBlight and Primary Inoculum in the Philippines:Mycelia in Plant Debris and Sclerotia.Annals of thePhytopathological Society of Japan. 63: 324-327.

Mew, T.W., B. Cottyn, R. Pomplona, H. Barrios,L. Xiangmin, C.Zhiyi, L. Fan, N. Nilpanit, P.Arunyanart, P.V.Kim,& P.v. Du. 2004. ApplyingRice Seed-Associated Antagonistic Bacteriato Manage Rice Sheath Blight in DevelopingCountries. Plant Disease 88: 557-564.

Miller, T.G. & R.K.Webster. 2001. Soil SamplingTechniques for Determining the Effect of CulturePractices on Rhizoctonia oryzae-sativae Inoculumin Rice Field Soil. Plant Disease 85: 967-972.

Min, A., G.L. Sciambato, D.G. Kanter, B.R.Jackson, & J.P. Domicone. 1990. Identification of

61

Rice Sheath Blight Resistance. BioI. Cult. TestsControl. Plant Disease 75: 66-71.

Ou, S.H. 1985. Rice Diseases. CommonwealthMycological Institute. Kew, England. 380 p.

Sinclair, J.B. 1970. Rhizoctonia solani: SpecialMethod of Study, p. 199-217. In Parmeter (ed.),Rhizoctonia solani, Biology and Pathology.University of California Press, California.

Suparyono, I. Suwanto, H. Utami, & Sudir. 1997.Sclerotia of Rhizoctonia solani, their Production onInfected Rice Plants and their Population inDifferent Soil Types. Indonesian Journal of PlantProtection 3: 100-105.

Suparyono & Sudir. 1999. Peran Sklerosia danBentuk Lain Pathogen Rhizoctonia solani sebagaiSumber Inokulum Awal Penyakit Hawar PelepahPadi. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 5:7-12.

Sulivan, P. 2003. Organic Rice Production.http://www.attra.ncat.org, modified 9/1/10.

Zadoks, J.C. & R.D. Schein. 1979. Epidemiologyand Plant Disease Management. Oxford Univ.Press, New York. 427 p.

,

-