Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

100
untukharmoni.com #17an 13 suara untuk 68 tahun Indonesia Ind one sia Rumah Bersama buku #2 Ind one sia Rumah Bersama

description

Buku kompilasi 13 cerita.Sebanyak 13 penulis bercerita tentang Indonesia Rumah BersamaHadiah dari untukharmoni.com untuk 68 tahun Indonesia.

Transcript of Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Page 1: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

untukharmoni.com#17an

13 suara untuk 68 tahun Indonesia

IndonesiaRumahBersama

buku #2

IndonesiaRumahBersama

Page 2: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

13 suara untuk 68 tahun Indonesia

IndonesiaRumahBersama

Penulis Koordinator :Rio Tuasikal

Penulis :Anastasia Monica

Azizah SitiBastinus Matjan

Clara TobingIsti Toq’ah

Glenysz FebryantiMasduki

Ping SetiadiRia Apriyani

Risa Sarah SeptiaraniRisdo Simangunsong

Vida SemitoWilly Illuminatoz

Diterbitkan oleh :untukharmoni.com

#17an

Page 3: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Rio Tuasikal :

“Melakukan Tunggal Ika”

Islam, Sunda-Maluku

Catatan penulis koordinator

Page 4: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

N a m u n i n i b u ka n l a h i s e n g

sembarang iseng. Saya merasa ini tepat

w a k t u l a n t a r a n l o n g g a r n y a

penghormatan kita terhadap mereka

yang berbeda. Salah satunya, nyaris

persis tahun lalu, kawan-kawan Syiah di

Sampang harus terusir dari kampungnya

s e n d i r i . K i n i m e re ka h i d u p d i

pengungsian dan kurang perhatian.

Tengok juga kawan-kawan GKI Yasmin

dan HKBP Filadelfia yang tak kenal lelah

memperjuangkan hak mereka.

Betul, seperti itulah kondisi kita

sebagai bangsa. Di sana-sini, konflik atas

nama beda merajalela. Ada yang merasa

congkak mengatakan orang lain salah

dan dirinya tidak. Ada yang merasa

berhak memukuli dan melempari orang,

padahal kekerasan tak pernah memberi

jalan keluar. Satu sinyal bahwa di

usianya sekarang, rakyat Indonesia

masih belum dewasa.

Hey, bangsa ini sepertinya lupa

kesepakatan pendiri bangsa. Bahwa 68

tahun lalu, pendiri bangsa sepakat

menyatukan Sabang hingga Merauke

dalam satu nama : Indonesia. Ketika

mereka sadar bahwa kita terlalu

berbeda, 17.000 pulau 1.300 suku dan

500 bahasa, maka dibuatlah Pancasila

dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai

pedoman bergaul kita. Mereka berpesan

pada kita untuk bekerjasama, bukan

saling hina. Mereka ingin kita melihat

perbedaan sebagai kekayaan, yang

justru patut kita banggakan.

13

Page 5: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Semangat itulah yang kami hayati di

untukharmoni.com. Lahir dua bulan lalu

(ya, memang web ini masih begitu

muda) kami mencoba terlibat dalam

upaya membangun persahabatan lintas-

iman. Kami percaya bahwa perbedaan

adalah kekayaan dan keberagaman

adalah sarana saling belajar. Kami

percaya lebih banyak orang yang ingin

damai, hanya saja mereka tak pernah

dapat kesempatan bersuara. Maka kami

berkelana mencari para pecinta damai

yang mau menyumbangkan artikel,

cerpen, curhat, gambar, foto, kata-kata

mutiara, video, apa pun. Perdamaian

harus vokal.

Begitu pula dengan buku digital ini,

y a n g d a r i i s i n y a s a j a , s u d a h

menunjukkan perbedaan di antara para

penulisnya. Sebanyak 13 orang dari

berbagai kepercayaan, suku dan latar

belakang, menuliskan apa yang mereka

lihat tentang Indonesia, dengan bentuk,

gaya dan cara mereka masing-masing.

Untuk itu saya ingin berterimakasih

kepada nama-nama yang sudah

mencurahkan idenya di sini. Terimakasih

dan dua jempol untuk Ping Setiadi, Vida

Semito, Bastinus Matjan, Azizah Siti,

Clara Tobing, Risa Sarah, Glenysz

Febryanti, Isti Toq'ah, Ria Apriyani, Risdo

Simangunsong, dan Anastasia Monica

atas tulisan yang menggugah.

Spesial untuk Pak Masduki dan

Willy Illuminatoz, yang keduanya baru

saya kenal akhir Jul i la lu saat

mengomentari berita VOA Indonesia,

terimakasih banyak telah menjadi

bagian keluarga pecinta damai.

Ter imakas ih pu la pada Wawan

Gunawan, Firman Sebastian, Yunita

Chen dan lainnya di Jaringan Kerja

Antarumat Beragama (Jakatarub)

Bandung atas dukungannya terhadap

untukharmoni.com sejak awal.

Selama saya menyunting 12 tulisan,

tak jarang saya terharu sekaligus

optimis. Ternyata masih banyak orang

yang t idak mempermasa lahkan

perbedaan. Sebagaimana buku digital ini

pun berisi macam-macam tulisan dan

fokus : mulai dari surat personal ala Risa

hingga makalah akademik ala Isti, mulai

dari tema Islam ramah ala Masduki

h ingga nasional isme ala Risdo.

Semuanya berbeda-beda, namun punya

satu cita-cita.

Dan itulah kenapa saya memberi

pembuka ini judul Melakukan Tunggal

I k a . K a r e n a k a m i b e r u s a h a

melakukannya.

Dirgahayu Republik Indonesia

Mari berteman,

RioPenulis koordinator pemulauntukharmoni.com

Page 6: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Daftar Isi

Rio Tuasikal : Melakukan Tunggal Ika 3

Risa Sarah Septiarani :Indonesia Rumah Bersama 10

Clara Ignatia Tobing : Indonesia Punya Siapa? 12

Willy Illuminatoz : Kenapa Harus di Sini? 21

Bastinus Matjan : Rumah Kita 25

Isti Toq'ah : Is Islamophobia an

Inextinguishable (Re) Action? 34

Vida Semito : Merah Putih dan Reruntuhan 49Surat Untuk Presiden 53

Masduki : Jadi Sumber Kedamaian Sesama

Itu Indah 57

II Identitas, Konflik dan Upaya Damai 33

I Ngobrolin Indonesia 8

Pengantar

III Bangga Sebagai Bangsa 84

Para penulis cinta damai 94

Gabriella Ria Apriyani : Etnis Tionghoa (Katanya) Tidak

Mau Berbaur 70

Azizah Siti : Tuhan dalam Pasal-Pasal 75

Ping Setiadi : Damai Itu Ada Dalam

Kebersamaan 78

Risdo Simangunsong : Sehabis Tujuh Belasan 85

Anastasia Monica : Radio Rusak 87

Glenysz Febryanti : Ketika Kemerdekaan Bukan

Berarti Kebebasan 91

Page 7: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

TAK PERNAH SATU WARNA

Page 8: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

untukharmoni.com#17an

INgobrolin Indonesia

Page 9: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

Indonesia

kami lahir

untukmu ...

lirik

1/9

Page 10: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Islam, Jawa-Sunda

Risa SarahSeptiarani :

“Indonesia Rumah Bersama”

Page 11: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Indonesia Rumah Bersama - Risa

Saya suka sekali dengan tema Untuk Harmoni kali ini yang bertujuan

untuk memperingati HUT RI ke-68 yaitu “Indonesia Rumah

Bersama”. Kenapa ya saat saya membaca tema ini, berbagai

perasaan muncul seperti senang, bangga, haru sekaligus sedih.

Perasaan senang, bangga dan haru bahwa memang ternyata bangsa

kita tercinta ini yaitu Indonesia adalah “rumah” di mana berbagai

macam suku, agama, dan kewarganegaraan ada. Are you realize

that buddies? Dan seharusnya yang berada di dalamnya harus

merasakan kenyamanan seperti rasanya teman-teman saat berada

di rumah masing-masing.

Rumah bagaikan tempat teman-teman untuk berteduh, berlindung

dan merasakan nyaman, bukan? Dan itu sudah berlangsung sejak

lama, sejak kerajaan-kerajaan di Indonesia masih kokoh berdiri

sampai sekarang. Di mana para saudagar dari Cina, Belanda,

Portugis dan berbagai bangsa lain sering singgah di Indonesia, baik

untuk melakukan transaksi atau sekedar beristirahat.

Salah satu faktor yang menyebabkan mereka kembali lagi ke

Indonesia karena kehangatan dari masyarakat Indonesia itu sendiri

yang kembali lagi menimbulkan perasaan seperti di “rumah”.

Sedih karena seringkali konsep “rumah bersama” yang seharusnya

memang menjadi jati diri bangsa kita ini malah membuat banyak

perselisihan. Dapat dilihat banyak bentrokan antarwarga yang

mengatasnamakan perbedaan agama atau perbedaan suku sebagai

penyebabanya. Tidakkah kalian sadar bahwa perbedaanlah yang

membuat bangsa kita indah dengan berbagai macam

keragamannya?

HUT-RI yang bisa kita rasakan dan kita rayakan sekarang ini juga

berkat perjuangan yang tiada kenal lelah dari para pejuang kita,

tanpa kenal perbedaan. Semua bersatu. Kalau tidak bersatu, apakah

bisa kita menikmati kemerdekaan yang luar biasa indah ini?

_ Risa Sarah Septiarani | @risarahs _

Page 12: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Kristen Katolik, Batak

Clara IgnatiaTobing :

“Indonesia PunyaSiapa?”

Page 13: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Indonesia Punya Siapa? - Lala

Beliau, teman tersebut, adalah

seseorang yang pintar, telah lama tinggal

di luar negeri, menjunjung tinggi apa

yang disebutnya sebagai nilai-nilai

tradisional asli milik Indonesia. Saya,

yang lebih muda, telah sering dikatakan

dididik untuk tidak berpikir sebagai

orang Indonesia, melainkan berpikir

seperti produk masyarakat kapitalis. Di

akhir diskusi teman tersebut berkata “Ya,

karena kelihatannya segalanya alami

bagi kalian, anak muda Indonesia

sekarang, yang tidak lagi mengetahui

mana budaya yang pantas dan tidak

untuk orang Indonesia. Pemikiran

seperti itu bukan milik orang Indonesia.”

Setelah diskusi tersebut usai, saya

terkejut. Secara tidak langsung, saya

dipojokkan dan dikatakan bahwa saya

b u k a n o ra n g I n d o n e s i a . Wa h ,

membingungkan. Di akte lahir, KTP dan

semua dokumen saya tertulis jelas

bahwa saya berkebangsaan Indonesia.

Lahir, tinggal, menetap dan hidup di sini.

Saya diajari sejarah Indonesia, semua

nama-nama presidennya, semua nama

negara penjajah, semua pergantian

jumlah provinsi Indonesia. Saya

berpenampilan 100% orang Indonesia,

ras mongoloid yang berkulit coklat. Saya

berbahasa Indonesia sebagai bahasa

ibu, sebagaimana yang disiratkan oleh

janji Sumpah Pemuda. Saya tidak kurang

Indonesia dari berjuta-juta masyarakat

Indonesia lainnya. Lantas, mengapa saya

dikatakan demikian?

Saya pernah berbicara dengan

seorang teman mengenai

kecenderungan preferensi seksual seseorang, dengan

mengemukakan argumen satu

sama lain. Diskusinya berjalan

alot, dengan dua pihak

yang memiliki jalan pikiran

begitu berbeda satu sama

lainnya.

Page 14: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Indonesia Punya Siapa? - Lala

Secara tidak langsung, bukan

hanya saya yang pernah dilabeli

stereotype “bukan Indonesia”, karena

memiliki ciri yang berbeda dengan ciri

yang menjadi kekhasan, trademark apa

yang disebut “Indonesia” itu.

Berkulit putih, mata sipit, bukan

Indonesia! Wanita bekerja, tidak punya

suami tetapi membesarkan anak sendiri,

bukan Indonesia! Beragama lain dari 6

agama yang d i tentukan, bukan

Indonesia! Pria menyukai sesama pria,

wanita menyukai sesama wanita, bukan

Indonesia! Berpikir dengan pemikiran

tokoh diluar Indonesia, bukan Indonesia!

Bla bla bla, bukan Indonesia! Bla bla bla,

bukan Indonesia!

Lebih mengerikan lagi, label-label

“bukan Indonesia” itu biasanya diikuti

tindakan kekerasan untuk mengusir jauh

orang-orang yang berbeda itu.

Banyak kita dengar mereka yang

diberi label demikian menjadi korban

kekerasan didalam negara Indonesia

sendiri. Tentu kita masih ingat peristiwa

kerusuhan Mei 1998 di mana ribuan

keturunan etnis Tionghoa di Indonesia

menjadi korban kekerasan, penculikan,

pemerkosaan bahkan dibunuh. Mereka

ini dibantai dalam negaranya

sendiri, negara yang memberikan KTP

terhadap mereka dan mengakui mereka

sebagai bangsa Indonesia. Tetapi apa,

pada prakteknya mereka tidak diakui

sebagai bagian dari bangsa ini.

Label semacam ini mau tidak mau masih dilakukan sampai sekarang, contoh kecilnya dari penamaan “Cina” terhadap etnis tionghoa di Indonesia. Padahal, sudah berpuluh-puluh tahun nenek moyang mereka hijrah dan m e n e ta p d i n e ga ra i n i , sebagaimana yang dilakukan nenek moyang kita berjuta tahun yang lalu.

Ada lagi kekerasan berdasarkan

agama yang begitu menjamur sekian

tahun lamanya. Sebagai contoh kasus

pengungsi Syiah yang masih berlangsung

sampai sekarang. Mereka meninggalkan

kampung halamannya di Madura karena

agama yang mereka anut dinilai sesat

dan tidak sesuai dengan ajaran agama

masyarakat di situ. Ratusan warga Syiah

sampai sekarang berada dalam

pengungsian, tidak bisa mendapatkan

pendidikan, tidak punya tempat tinggal,

tidak bekerja, tidak mempunyai

penghidupan yang layak. Seakan mereka

bukan bagian dari negara ini.

Tak jarang juga kita melihat dalam

kehidupan sehar i -har i , seorang

transgender atau mereka yang

melakukan operasi pergantian kelamin,

Lebih mengerikan lagi, label-label “bukan

Indonesia” itu biasanya diikuti tindakan kekerasan untuk

mengusir jauh orang-orang yang berbeda itu.

Page 15: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

... Berkarya dan

mengabdi bagimu

lirik

2/9

Page 16: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Indonesia Punya Siapa? - Lala

dipersulit kehidupannya. Pilihan

pekerjaan bagi mereka terbatas,

kebanyakan berkisar di industri

kecantikan, atau lebih naas, menjadi

pengamen di persimpangan jalan.

Selebihnya? Jangan harap. Mereka

dianggap bukan bagian dari masyarakat

Indonesia yang hanya mengenal 2 jenis

ke lamin dar i lah i r, le lak i atau

perempuan. Selebihnya, tidak ada

tempat dalam masyarakat. Padahal

Indonesia menjamin kebebasan bekerja

dan berserikat. Indonesia tidak bisa

menyediakan penghidupan yang lebih

baik bagi mereka-mereka ini. Indonesia

tidak bolehkah dimiliki mereka?

Indonesia juga punya mereka-mereka ini!

Orang-orang yang diberi label

“bukan Indonesia” tentu bertanya,

kenapa kami disebut demikian? Lantas,

Indonesia ini punya siapa? Indonesia itu

nama negara, nama suatu bangsa.

Didalamnya ada yang kita sebut sebagai

manusia, datang dari berbagai ras,

macam suku, daerah, kebiasaan,

pemikiran, dan agama. Setiap suku

tersebut merupakan hasil migrasi atau

perpindahan suku-suku yang lebih tua di

Tanggal 29 Juli 1956 di Semarang Bung Karno, bapak negara Indonesia pernah berkata dalam pidatonya “Bahwa

dunia ini dihidupi oleh manusia. Bahwa manusia di dunia ini, Saudara-saudara, "basically" - pada dasar dan hakekatnya - adalah sama; tidak beda satu sama lain. Dan oleh karena itu

manusia inilah yang harus diperhatikan.”

berbagai daratan Asia dahulu kala.

Perpindahan, pencampuran, itulah yang

membentuk Indonesia sekarang, suatu

bangsa yang melintang di khatulistiwa.

Yang membuat seseorang menjadi orang

Indonesia adalah kesamaan cita-cita,

cita-cita ingin membentuk bangsa ini

menjadi bangsa yang lebih besar.

Tanggal 29 Juli 1956 di Semarang

Bung Karno, bapak negara Indonesia

pernah berkata dalam pidatonya

“Bahwa dunia ini dihidupi oleh manusia.

Bahwa manusia di dunia ini, Saudara-

saudara, "basically" - pada dasar dan

hakekatnya - adalah sama; tidak beda

satu sama lain. Dan oleh karena itu

m a n u s i a i n i l a h y a n g h a r u s

diperhatikan.”

Bung Karno menyiratkan, bahwa

yang terpenting, bagi kebesaran suatu

bangsa, adalah penghormatan terhadap

manusia di dalam negara tersebut.

Penghormatan terhadap manusia yang

membentuk bangsa tersebut. Tidak ada

perbedaan satu dengan yang lainnya,

semua sama di mata dunia.

Menarik sekali bahwa pidato Bung

Karno yang saya kutip diatas adalah

bagian dari sebuah pidato panjang

mengenai bagaimana Indonesia, yang

dikatakan beliau sebagai “tanah air yang

Page 17: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Indonesia Punya Siapa? - Lala

paling cantik di dunia”, agar

menjadi bangsa yang lebih besar,

mengalahkan rekan-rekan kita di dunia

Barat. Bahwa kunci untuk menjadi

bangsa demikian, salah satunya adalah

penghormatan satu sama lainnya. Masih

beranikah kita membedakan bangsa

kita, mengkotak-kotakkan mereka

sebaga i “ Indones ia dan Bukan

Indonesia” kalau cita-cita kita adalah

sama?

Orang muda adalah orang-orang

yang biasanya dijuluki sebagai orang-

orang yang bukan orang Indonesia lagi.

Tidak mengenal kebudayaannya, tidak

mengenal kakek neneknya. Berpikir di

luar tradisi yang telah ditetapkan, tidak

sesuai dengan ciri Indonesia.

Padahal, negara ini adalah negara dinamis. Kita adalah orang-orang yang percaya perubahan. Ini telah kita b u k t i k a n s a a t d e n g a n beraninya kita bangkit dari beratus tahun penjajahan dan membentuk negara yang berdaulat sendiri.

Saat dengan beraninya kita

b e r u l a n g - u l a n g m e m b e n t u k

pemerintahan yang berbeda, belajar

dari negara-negara yang lebih maju agar

negara ini lebih sempurna lagi. Kita

mengadopsi berbagai teknologi,

m e m p e r m u d a h k e h i d u p a n ,

mensejahterakan rakyat. Kita bukan

masyarakat yang mau berhenti di satu

titik.

Kemudian kenapa begitu marah

kepada orang-orang muda yang

b e r p i k i ra n t i d a k s a m a s e p e r t i

pendahulunya? Orang-orang muda

Indonesia adalah orang-orang muda

yang dididik secara dinamis. Orang-

orang muda yang dilahirkan dari

perjuangan berpuluh-puluh tahun

lamanya. Untuk saat inilah dahulu para

p e j u a n g g u g u r d i b a t a s - b a t a s

peperangan, agar rakyat Indonesia di

dalam tanah airnya sendiri dapat

berpikir, berbicara, membentuk

peradaban yang lebih maju lagi. Tidak

adil rasanya kalau orang-orang muda

seperti ini dikungkung dengan apa yang

telah ada, tanpa kebebasan untuk

membentuk masyarakat yang lebih baik

lagi dengan caranya sendiri.

Terkadang orang-orang muda ini

b e r j u a n g d e n g a n m e m b e n t u k

kepedulian terhadap sesama manusia.

Banyak dari orang muda yang percaya

bahwa batas-batas seperti agama, suku,

s t e r e o t y p e ( ya n g m e n g h a l a n g i

pendahulu kami untuk mau membantu),

bukanlah penghalang untuk saling

menghormati dan beriteraksi.

Orang muda adalah orang-orang

yang kecewa saat apa yang telah ada di

Indones ia t idak lag i membawa

kese jahteraan bag i sesamanya.

Kekerasan berdasarkan suku, misalnya.

Bahwa kunci untuk menjadi bangsa

demikian, salah satunya adalah penghormatan

satu sama lainnya

Page 18: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Indonesia Punya Siapa? - Lala

Bila perbedaan menjadi halangan

dahulu untuk saling menghormati, maka

niscaya ada begitu banyak orang muda

yang percaya bahwa perbedaan bukan

rintangan, melainkan bagian dari

kekayaan yang membentuk Indonesia.

Banyak dari orang muda yang terus belajar dari negara lain yang ingin membantu I n d o n e s i a m e l e p a s k a n prasangka terhadap apa yang berbeda darinya. Karena toh p r a s a n g k a m u n c u l d a r i k e t a k u t a n k a r e n a ketidaktahuan, maka biarkan orang-orang muda yang ingin mencari tahu ini menjelaskan u n t u k m e m u s n a h k a n prasangka. Kebencian karena p e r b e d a a n , i n i l a h y a n g dihadapi Indonesia tahun-tahun sekarang.

Orang-orang muda, meski tidak

hidup pada jaman dahulu kala, tetapi

merupakan orang-orang yang belajar

dari sejarah kelam tersebut. Orang-

orang inilah yang menyaksikan bahwa

kebencian karena perbedaan tidak

m e n g h a s i l k a n a p a p u n s e l a i n

perpecahan, padahal persatuanlah yang

Banyak dari orang muda yang percaya bahwa batas-batas seperti agama, suku, stereotype (yang menghalangi pendahulu

kami untuk mau membantu), bukanlah penghalang untuk saling menghormati dan beriteraksi.

menjadi dasar didirikannya negara ini.

Orang-orang muda ini juga orang

Indonesia, yang mempunyai dan ingin

menjadikan Indonesia lebih baik lagi.

Mengutip sepenggal tulisan dari

surat terbuka oleh Romo Franz Magnis

Suseno yang berkeberatan atas

penganugerahaan World Statesman

Award kepada Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono yang ditulis pada bulan Mei

2013, beliau mengatakan bahwa:

“I have to add that I am not a

radical, not even a "human right

extremist" (if such exist). I am just

appealed about so much hypocrisy. You

are playing in the hands of those - still

few - radicals that want to purify

Indonesia of all what they regard as

heresies and heathen.”

Penghormatan terhadap sesama

manusia tidak perlu menjadi seorang

yang radikal, tidak perlu "pake otot",

tidak perlu menjadi seorang ekstrimis

seperti yang telah banyak ditunjukkan

oleh orang-orang yang mengaku “sangat

Indonesia. Dan yang menarik adalah

kata-kata "not even a human right

extremist, if such exist". Jadi, seorang

ekstrimis hak asasi manusia itu tidak

pernah ada? Untuk menghormati hak-

hak dasar manusia, tidak pernah ada

Page 19: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Indonesia Punya Siapa? - Lala

Beliau mengatakan bahwa: “I have to add that

I am not a radical, not even a "human right extremist" (if

such exist). I am just appealed about so much

hypocrisy. You are playing in the hands of those - still few - radicals that want to

purify Indonesia of all what they regard as heresies and

heathen.”

Jalan yang benar selalu adalah jalan mencintai sesama. Penghormatan,

penghargaan, pertolongan adalah

jalan untuk mencintai Tuhan dalam entitasnya

yang paling dekat dengan kita.

jalan ekstrim. Penghormatan terhadap

nilai-nilai kemanusiaan, adalah jalan

panjang yang sepi dan damai, tanpa huru

hara, tanpa perlu kobaran api dan

bahkan amarah.

Bahwa penghormatan itu muncul

dari pemikiran-pemikiran terdalam yang

didapat dari perenungan lama dan tidak

berbenturan. Bahwa penghormatan

adalah jalan yang lembut dan tidak

menghakimi. “I am just appealed about

so much hypocrisy.” Ya, saya juga kagum

dengan banyaknya kemunafikan yang

saya temui. Saya kagum dengan

banyaknya orang yang berkata dia

membela jalan yang benar, tetapi

menyakiti orang lain dengan tangannya.

Jalan yang benar selalu adalah

jalan mencintai sesama. Penghormatan,

penghargaan, pertolongan adalah jalan

untuk mencintai Tuhan dalam entitasnya

yang paling dekat dengan kita. Demikian

adanya untuk membentuk suatu bangsa,

untuk membangun Indonesia menjadi

negara yang lebih baik lagi, yakinilah

bahwa kita semua yang mempunyai

Indonesia. Jalan kita adalah membentuk

Indonesia menajdi bangsa yang lebih

besar lagi. Dengan jalan menghormati

sesama manusia Indonesia, dan

manusia-manusia lain di luar sana. (H)

Page 20: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

Bersatu untuk

membangun

Bagi negeri tercinta

lirik

3/9

Page 21: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Kristen Protestan, Dayak

WillyIlluminatoz :

“Kenapa Harusdi Sini?”

Page 22: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Pernah melintas pertanyaan di benakku, mengapa aku

dilahirkan di sini?Minder rasanya menjadi

manusia di tempat seperti ini.

Mengapa Harus di Sini? - Willy

Masih lekat benar di pikiranku ide

yang mengajarkan bahwa orang-orang

yang dilahirkan di sini derajatnya lebih

rendah dari pada orang-orang di

seberang sana. Lihat saja orang-orang

sini: kurus, dekil, pendek, dan, maaf,

agak bodoh.

Selalu saja diulang-ulang bak petisi

pemikiran yang menyebutkan kalau

orang-orang di sini kalah bersaing, tidak

dapat diandalkan, malas, terbelakang

dan tidak senang bekerja keras. Bahkan

setelah 68 tahun merdeka, tiada apapun

yang bisa dibanggakan kecuali bualan

serta buaian tentang sumber daya

alamnya melimpah ruah yang entah

sampai kapan tersisa. Ironisnya, orang-

orang di seberang sanalah yang malah

menikmatinya!

Aku tak habis pikir, selama 68 tahun

apa yang dilakukan orang-orang di sini?

Mereka sibuk mengejar kuasa dan

menimbun harta. Menggadaikan cita-

cita pendiri bangsa demi melayani

kepentingan para penguasa yang haus

harta. Tak peduli apa pun agamanya dan

seberapa tinggi tingkat pendidikannya,

di hadapan harta semua jadi gelap mata.

Dulu di sini pernah dijajah. Sekarang pun tetap terjajah.

Apakah 68 Tahun sekadar ilusi?

Tak ada sama sekali arti? Apakah merdeka jika masih

seperti ini?

Page 23: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Mengapa Harus di Sini? - Willy

Aku sama sekal i t idak bisa

memahami dan mengerti mengapa

semuanya harus begini. Jika bisa

memilih, aku tak mau dilahirkan di sini.

Tapi kenyataan tidak bisa dipungkiri, aku

di sini.

Di sini, kenapa aku di sini? Itulah

yang ingin aku mengerti. Aku tak ingin

sekadar hidup begini. Menjalani hari

demi hari tanpa satu pun arti. Batinku

meronta dan hatiku meratap, marah

membara di benakku dan sinisme

memuncah sikapku. Percuma menjadi

baik, merenda hidup lurus kalau pada

akhirnya merana, terinjak-injak karena

nekat mengelana demi melawan arus

dunia.

Namun, tiba-tiba aku berhenti dan

tersentak! Di mana bumi dipijak disitu

pulalah langit dijunjung. Aku dilahirkan

di sini, tak seharusnya mencela seperti

ini. Aku telah bangun, nur Ilahi itu

menerangi hatiku, kini aku sadar.

D i s i n i l a h Ya n g M a h a E s a

memelihara aku, memberikan aku

sesuap nasi dan menghilangkan

dahagaku. Semua yang kukenal, kerabat,

Di sini pula aku berkarya, membuat hidupku

bermanfaat dan berguna bagi orang-orang seraya

bersama-sama giat bekerja. Di sini aku

menghirup udara bebas, merasakan hangatnya mentari dan semilirnya

hembusan angin.

sahabat, dan keluarga ada di sini

bersamaku. Di sini pula aku berkarya,

membuat hidupku bermanfaat dan

berguna bagi orang-orang seraya

bersama-sama giat bekerja. Di sini aku

menghirup udara bebas, merasakan

hangatnya mentari dan semilirnya

hembusan angin. Di sini, di tengah isak

tangis Ibu Pertiwi, aku hadir untuk

menghibur dan menyenangkan rahim

y a n g t e l a h m e l a h i r k a n k u d a n

membentuk diriku menjadi seperti

sekarang ini.

Barangkali di sini bukanlah tempat

terbaik, tapi aku tak ingin lagi terus

menyesali kenapa harus di sini. Aku ingin

hidupku memberi sejumput arti bagi Ibu

Pertiwi, karena aku sadari, hidup itu

ternyata singkat sekali. (H)

Page 24: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

Mari majulah

Indonesiaku

lirik

4/9

Page 25: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Kristen, Dayak

Bastinus N.Matjan :

“Rumah Kita”

Page 26: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Dari barat sampai ke timur

berjajar pulau-pulau,

sambung menyambung menjadi satu

itulah Indonesia.

Indonesia tanah airku......

Ya, Indonesia tanah airku, tanah air kita semua. Tempat kita dilahirkan, tempat darah ibu kita menetes ketika kita dilahirkan. Indonesia adalah rumah kita dan kita adalah saudara. Tetapi, sebagai pemilik rumah tahukah Anda apa dan bagaimana rumah kita yang bernama Indonesia? Jawabannya bisa “tahu”, bisa tidak “tahu”.

Dengan semakin tenggelamnya pelajaran sejarah Indonesia, maka saya merasa yakin sebagian besar saudara-saudara saya rakyat Indonesia hanya sebagian kecil yang tahu. Selebihnya adalah yang tidak tahu, termasuk para pejabat negara sekarang.

Indonesia adalah gugusan pulau-pulau seperti yang dikatakan dalam syair lagu di atas. Sebagai gugusan pulau maka nama yang diberikan sejak jaman dahulu kala pun bermacam-macam. Cina, misalnya, sejak zaman purbakala menyebutnya Nan-Hai (Kepulauan Laut Selatan). India kuno menyebutnya Dwipantara, bangsa Arab menyebutnya Jaza'ir al-Jawi (kepulawan Jawa). Selanjutnya bangsa Eropa menyebutnya “Kepulauan Hindia” kemudian pada zaman penjajahan Belanda disebut Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda). Sedangkan pemerintah pendudukan Jepang pada 1942-1945 menyebutnya To-Indo (Hindia Timur).

Pada era tahun 1820-1887, Eduard Douwes Dekker, yang dikenal dengan nama Multatuli, mengusulkan nama yang spesifik, yaitu Insulinde, artinya “Kepulauan Hindia”. Selanjutnya pada 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), menyebut unsur kata 'India' memberi nama untuk Indonesia dengan sebutan

Cina, misalnya, sejak zaman purbakala

menyebutnya Nan-Hai (Kepulauan Laut Selatan). India kuno menyebutnya Dwipantara, bangsa Arab

menyebutnya Jaza'ir al-Jawi (kepulawan Jawa).

Selanjutnya bangsa Eropa menyebutnya “Kepulauan Hindia”

kemudian pada zaman penjajahan Belanda

disebut Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda). Sedangkan

pemerintah pendudukan Jepang pada 1942-1945 menyebutnya To-Indo

(Hindia Timur).

Rumah Kita - Bastinus

Page 27: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Nusantara. Setiabudi mengambil nama itu dari Kitab Pararaton, kitab kuno Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad 19, yang lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada 1920. Namun pengertian nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian nusantara pada masa Majapahit.

Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk menyebutkan “pulau-pulau di luar Jawa” ('antara' berarti luar/seberang dalam Sansekerta), dan Jawa disebut Jawadwipa. Seperti kita ketahui Gajah Mada pernah bersumpah yang bunyinya sebagai berikut, “lamun huwus kalah nusantara, ingsun amukti palapa” yang berarti “kalau pulau-pulau seberang telah kalah, barulah aku akan istirahat”.

Nusantara pada Majapahit yang berkonotasi penjajahan itu diubah oleh Dr. Setiabudi. Dia menggunakan kata

Melayu asli yang makananya diubah menjadi lebih nasionalis, nusa – antara. Artinya pulau di antara dua benua dan dua samudra. Dengan demikian Jawa pun termasuk di dalamnya. Nama terssebut dengan c e p a t m e n j a d i p o p u l e r d a n penggunaannya hingga sekarang tetap dipakai untuk menyebutkan Indonesia.

Dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA) volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations”.

Dalam artikelnya, Earl menegaskan sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain.

Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ('nesos'

gambar milik : indocropcircles.wordpress.com

Rumah Kita - Bastinus

Page 28: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

berarti pulau dalam bahasa Yunani). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:

“the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians”.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa).

Earl juga berpendapat bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl m e m a n g m e n g g u n a k a n i s t i l a h Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA volume IV itu juga, halaman 252-347, Logan menulis artikel “ T h e Et h n o l o g y o f t h e I n d i a n Archipelago”. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah Indian Archipelago terlalu panjang dan membingungkan.

Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl. Huruf 'u' digantinya dengan huruf 'o' agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:

“ M r . E a r l s u g g e s t s t h e ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago”.

K e t i k a m e n g u s u l k a n n a m a “Indonesia”, agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini pun menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

Pada 1884, guru besar etnologi di Universitas Berlin, Adolf Bastian (1826-

1 9 0 5 ) , m e n e r b i t k a n b u k u “Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel” sebanyak lima v o l u m e , y a n g m e m u a t h a s i l penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada 1864-1880.

B u k u B a s t i a n i n i l a h y a n g mempopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam “Encyclopedie van Nederlandsch-Indië” tahun 1918.

Rumah Kita - Bastinus

gambar milik : indocropcircles.wordpress.com

Page 29: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

Reff:

Bersatulah semua

raih kejayaan ...

lirik

5/9

Page 30: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Padahal Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.

Orang pribumi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (K i Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke Belanda pada 1913, beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama “Indonesische Pers-bureau”. Nama Indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917).

Sejalan dengan itu, sebutan inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia).

P a d a 1 9 2 2 , a t a s i n i s i a t i f Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk pada 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya: “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik, karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya”.

D i I n d o n e s i a , D r. S u t o m o mendirikan Indonesische Studie Club pada 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 1925, Jong Islamieten Bond membentuk

Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”.

Akhirnya nama “ Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air,

Rumah Kita - Bastinus

Bung Hatta menegaskan

dalam tulisannya:

“Negara Indonesia

Merdeka yang akan

datang (de toekomstige

vrije Indonesische

staat) mustahil

disebut “Hindia Belanda”.

Juga tidak “Hindia” saja,

sebab dapat menimbulkan

kekeliruan dengan

India yang asli.

Bagi kami nama

Indonesia menyatakan

suatu tujuan politik,

karena melambangkan

dan mencita-citakan

suatu tanah air

di masa depan, dan

untuk mewujudkannya

tiap orang Indonesia

(Indonesier) akan berusaha

dengan segala tenaga

dan kemampuannya”.

Page 31: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Rumah Kita - Bastinus

bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada Agustus 1939, tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat / parlemen Hindia Belanda); Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch-Indie”. Namun, Belanda menolak mosi ini.

Ketika pendudukan Jepang pada 8 Maret 1942, secara otomatis lenyaplah nama “Hindia Belanda”. Lalu pada 17 Agustus 1945, seiring dengan proklamasi kemerdekaan, lahir lah Republ ik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdiri sendiri tanpa penjajahan dari bangsa asing.

Sekarang 68 tahun sudah kita merdeka dari penjajahan asing, 68 tahun sudah kita memeliki rumah besar yang bernama Indonesia. Di dalam rumah kita ada banyak harta karun, namun sayang harta karun itu banyak dirampok oleh orang asing dan para tokoh politik dan pengusaha laknat.

Mungkinkah pada

masa mendatang

tetap berada dalam

sutu rumah yang

bernama Indonesia,

atau mungkin hanya

beberapa tahun lagi

kita akan berpisah

dan tidak lagisebagai saudara?

Dalam usianya yang sudah 68 tahun itu keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat yang diamanatkan oleh Pancasila masih saja belum terwujut. Korupsi dan berbagai tindak kekerasan muncul terus akibat hukum hanya tertera di dalam kertas atau buku.

M u n g k i n k a h p a d a m a s a mendatang tetap berada dalam satu rumah yang bernama Indonesia, atau mungkin hanya beberapa tahun lagi kita akan berpisah dan tidak lagi sebagai saudara? (H)

Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan

sebagai nama tanah air, bangsa

dan bahasa pada Kerapatan

Pemoeda-Pemoedi Indonesia 28

Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan

Sumpah Pemuda.

Page 32: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

... Melengkapi

dalam perbedaan

lirik

6/9

Page 33: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

untukharmoni.com#17an

IIIdentitas,Konflikdan Usaha Damai

Page 34: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Islam, Orang Balikpapan

IstiToq’ah:

“Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? “

Page 35: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 36: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 37: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

Bersatulah demi

merah putih

tercinta

lirik

7/9

Page 38: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 39: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 40: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 41: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

Bangkitlah

Indonesia

Tunjukkan

pada dunia...

lirik

8/9

Page 42: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 43: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 44: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bersatulah IndonesiaCipt. Liliana Tanoesoedibjo

... Mari majulah

Indonesiaku

lirik

9/9

Page 45: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 46: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 47: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Is Islamophobia an Inextinguishable (Re) Action? - Isti

Page 48: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

546 bahasa1.340 suku17.504 pulauTak ada, dan takkan pernah ada,bangsa setajir ini.

Cuma Indonesia.

Page 49: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

VidaSemito :

“Merah Putih danReruntuhan”& “Surat Untuk Presiden”

Page 50: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Wida Semito

Page 51: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Merah Putih dan Reruntuhan - Vida

Masih segar kuingatKala bunda menganyun manja diriku di peraduan depan rumah kamiLirih lembut suaranya senandungkan lagu rinduRindu pada Sang Pencipta; Rindu pada Sang Nabi

Masih segar ku ingatKala riuh tawa canda teman-teman bermain di depan halaman rumah kamiKuning, merah, hitam atau putih warna kulit kami, tidak masalahKe masjid, gereja atau pura kami pergi mengaji kitab suci kala senja menutup hari, tidak masalahDan masih segar kuingatKala bapak sibuk memancang tiang, naikkan kain dua warna; Merah dan Putih, di depan halaman rumah kami

“Itu Bendera kita Nak! Merah Putih yang harus selalu kau jaga dengan segenap hati” ujar bapak dengan sinar bangga menatap kain itu yang gagah menari dibiru angkasa langit Indonesiaku

Dan masih segar kuingat jugaKala si Acong, Rahman, Made dan Poltak menghormat takjim pada sang Merah Putih yang berkibar gagah di depan rumah

Tapi.....itu semua masa lalu

Kini, Warna kulit kami, kini jadi masalah!Masjid, Gereja dan Pura kami mengaji kitab suci, kini jadi masalah!

Ucap “sesat” sudah jadi santapan kami setiap saatNama Tuhan Maha Pengasih yang dulu syahdu lembut disebutkini, garang berkawan parangsiap menebas siapapun yang menghadang

Dulu kawan sekarang lawanDulu sayang sekarang garangSunyi....senyap sesaat Sesakkan dada

Pelan ku dongakkan kepala, kulihat dilangit angkasa raya IndonesiakuMerah Putih ku tak lagi utuhDicabik, dikoyak, terkulai lusuh

~~

[Menteng, 14 Agustus 2013]22:32

Merah Putih dan Reruntuhanoleh: Vida Semito

Page 52: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Satu Rasa Satu HatiOleh Fortuna Band

@FortunaBands

Satu rasa satu hati

Semestinya kita itu...

lirik

1/7

Page 53: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Malam semakin larut, dingin hembusan sang bayu lenakan rembulan genit yang enggan bersinar di langit kota ini untuk semakin menciutkan tubuh bulat mungilnya berselimut dibalik awan tebal.

Dentang bening suara bel di ruang tengah sebanyak dua belas kali memecah keheningan malam yang kian sepi.

“Ah, panas sekali malam ini!”, ujarku yang sejak tadi tak jua bisa pejamkan mata meski hanya untuk sekejap.

Kupaksa bangkitkan tubuh renta ini dari ranjang kecil hadiah ulang tahunku dari ibuku berpuluh tahun yang lalu. Gundah gulana sudah kurasa sejak kemarin.

Kemarin sore, kata cerita yang kudengar dari seorang perempuan cantik dari dalam kotak bersuara mengisahkan te lah ter jad i lag i penyegalan sebuah masjid karena konon dianggap “sesat” dan lagi, pembakaran rumah-rumah penduduk di Sampang, lagi-lagi karena dianggap “sesat”.

Manakala sudah tujuh tahun berlalu tanpa sebuah kepastian, nun jauh di sebrang pulau ini disebuah tempat bernama Transito hanya untuk menyembah Tuhan Yang Esa saja warga negri ini harus dibuang dari tanah

kelahirannya, dicerabut dari akarnya, kini, hal serupa terjadi lagi si sebuah pulau bernama Madura.

Hanya karena dianggap “tidak sama”, lantas sang raja merasa berhak untuk memisahkan mereka dari tanah dan makam leluhur mereka ke sebuah tempat yang jauh dari kampung halamannya, katanya orang-orang menyebut daerah baru itu: Sidoarjo.

“Ah! lagi-lagi”ujarku pilu.Akan terus lekat kuingat, manakala

aku, ibuku, ayahku, uwakku, pamanku, nenekku, kakekku dan teman-temanku harus terus berpanas matahari dan bersiram deras air hujan hanya untuk berdoa memuja Tuhan yang sama yang disembah semua manusia di setiap minggu siangnya di depan Istana kami, b e r h a ra p s u d i s a n g p e n g u a s a melembutkan hati mendengar kisah kami.

Kuberanjak menuju meja tulisku, kucari pena dan secarik kertas, coba tuliskan sebuah surat; surat cintaku yang terindah untuk presidenku. Karena ku yakin, dia pasti punya solusi terbaik untuk semua gundah yang ku rasa sejak kemarin sore.

Tinta meluncur diatas kertas putih polos dan kucoba tuangkan kegelisahan diatasnya seperti berikut:

Surat Untuk PresidenKetika beragama dipermasalahkan di negeri ini

Dramatisasi oleh: Vida Semito

Surat Untuk Presiden - Wida

Page 54: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Surat Untuk Presiden - Wida

“Dear Presidenku yang baikMohon kiranya bapak sudi

berbaik hati menyinggahi kami dan sodara-sodara saya sebangsa setanah air yang hanya untuk menyembah Tuhan saja dilarang!”[stop]

“Ah! formal sekali”, gumamku sambil kuremas kertas tersebut dan kulempar ke dalam keranjang rotan yang kualihkan fungsinya menjadi keranjang sampah di sisi meja tempatku menulis.

Kuambil lagi kertas dan coba mencoretkan tinta di atasnya, tapi lagi-lagi tak ada kalimat yang tepat untuk kutuliskan kepada presidenku yang bisa mewakili rasa gundahku sejak kemarin.

Senyap....Hari semakin larut beranjak

mendaki pagi dan aku termangu saja di depan serakan kertas dan pena. Pandanganku teralihkan pada sebuah foto tua di layar komputerku yang

sengaja kubiarkan menyala sejak tadi sore; sebuah foto yang menunjukkan gambar seorang anak laki-laki usia 12 tahunan dengan senyumnya yang gagah dan sorot matanya yang cerdas dan berani sambil menggengam secarik kertas.

Secarik kertas, sepertinya itu bukan kertas biasa, mungkin secarik surat pikirku dalam hati. Kugeserkan kursor pada icon loop untuk memperbesar gambar di foto dan tepat seperti dugaanku, itu adalah sebuah surat, tulisannya seperti ini: “Selamat siang Pak Presiden SBY, Apa Kabar”

Hei! tunggu!Presiden?!...surat itu menyebutkan

kata “presiden”?!“Berarti, surat dalam foto itu adalah

surat untuk presiden!”, pekikku keg i rangan sambi l meneruskan memperbesar gambar di foto tersebut untuk membaca isi suratnya yang ditulis dengan tulisan tangan.

Tertulis demikian:

Bogor, 27 Juli 2013

Selamat siang Pak Presiden SBYApa Kabar?Bapak masih ingat saya?Saya Edo pak, Edward Matthew Sitorus, yg tahun lalu pernah kirim surat

sama Bapakmungkin Bapak lupa atau tidak baca surat saya, ya udah gak apa-apa, Saya

tahu kok Bapak sibuk. Waktu buat surat itu, saya masih kelas 6 SD di SD BPK Penabur, sekarang saya sudah SMP

sekarang, saya buat lagi surat utk Bapak SBY, isinya masih sama kayak yg dulu kok. Kalo bisa, tolong bapak bilang ke walikota Bogor utk buka gereja saya, GKI Yasmin itu yg sampai sekarang masih disegel

Pak Presiden pernah lihat gereja saya akhir-akhir ini?kasian gak terawat, rumputnya sudah setinggi pagar. mungkin sudah jadi

sarang ularminggu lalu kami ibadah didepan istana Bapak lagi. Kata ibu, kebaktian di

situ sudah 30 kali. Saya aja gak inget loh, saking seringnya, tapi tak sekalipun Bapak melihat kami

Minggu lalu itu, hujan derass sekali. Kami kehujanan pak. Baju kami basah pulang dari sana, pada pilek dan masuk angin. Ibu saya bilang itu perjuangan.

Emangnya salah kami dimana? mau ibadah saja harus panas-panasan sampe hujan-hujanan segala.

Page 55: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Surat Untuk Presiden - Wida

Saya tahu Pak SBY pasti sibuk. mungkin juga gk sempet baca surat saya ini. tapi saya mohon, dengarkan permintaan saya ini, pak. 6 bulan lagi saya mau natalan.

Sudah 3 kali kami natalan di trotoar. sedih sekali. Semoga tahun ini, kami bisa merayakan Natal di dalam gereja. Kami mohon Pak SBY.

Salam damai dan selamat hari anak Pak SBY

EdoGKI Yasmin

Unwanted and Abandoned; Tak diinginkan dan ditinggalkan [untuk mati secara perlahan], mungkin itulah perasaan yang kini bisa kurasakan akan perasaan-perasaan mereka yang hanya karena 'beda' dengan kebanyakanorang lalu dituding “sesat”.

Masih diam termanggu kutatap foto dilayar komputerku. Hening terus hinggapi bumi dan kini hening yang sama juga merayapi dinding kalbu ini usai membaca bait demi bait kerinduan seorang anak untuk bisa kembali berdoa pada Sang Khalik dan merayakan Natal bersama handai taulannya di dalam sebuah tempat yang disebut GEREJA.

Sayup-sayup kudengar dari music playerku lirik lagu ini:for someone must stand up for what is right, cause where there's a man has no voice, there ours shall go singing...we're God eyes, God's Hands, God's minds

Kupejamkan mata coba resapkan dalam hati setiap kalimat dari lirik lagu tersebut dan bisikku: every life is beautiful; rencana-Nya selalu indah. (H)

Sayup-sayup kudengar dari music playerku lirik

lagu ini:for someone must stand up for what is right, cause where there's a man has no

voice, there ours shall go singing...we're God

eyes, God's Hands, God's minds

*Terinspirasi dari grafiti disebuah kawasan di Cikini dan sebuah surat yang ditulis oleh Edo (Edward Matthew Sitorus), salah seorang jemaat dari GKI Yasmin.

note: isi surat Edo di dalam tulisan ini, sama seperti tertulis dalam surat yang asli

Page 56: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Satu Rasa Satu HatiOleh Fortuna Band

@FortunaBands

Sudahkah engkau mengerti

Indahnya hitam dan putih

itu sama?

lirik

2/7

Page 57: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Masduki :

“Jadi Sumber Kedamaian SesamaItu Indah”

Islam, Jawa

Page 58: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

Ada yang mengatakan bahwa

kematangan pribadi seseorang tergantung

level pendidikannya. Namun jika dilihat

dari kenyataan yang ada, pendapat ini

tidak seratus persen benar. Sebab bisa kita

lihat dilapangan tidak sedikit yang

berpendidikan tinggi, sarjana, namun

perilakunya mencerminkan pribadi yang

masih sangat kurang dewasa.

M u d a h m e n g h a k i m i , r i n ga n

berkomentar buruk, terhadap pendapat

yang tidak sama dengan pendapat

pribadinya. Padahal orang yang dewasa

akan berpikir dulu sebelum mengambil

keputusan. Orang yang cukup matang

akan mendahulukan hati dan pikiran

ketimbang lidah atau mulut. Jadi lidah

harus ditaruh di belakang hati, bukan di

depan hati. Sebab kata orang lidah itu tak

bertulang.

Pada hakikatnya, perbedaan suku

atau budaya jarang sekali menciptakan

konflik, walau pernah terjadi (seperti di

Sampit, Kalimantan beberapa tahun

silam). Namun sesungguhnya, setahu

saya, pemicunya bukan soal suku tapi

ekonomi.

Meski demikian, perbedaan agama

cukup sering menjadi alasan terjadinya

konflik antar penduduk di Indonesia,

seperti kasus Poso. Padahal biasanya

pemicunya hanya masalah spele. Dari

Tidak disangsikan lagi bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal

dengan keragaman baik budaya, suku maupun agamanya. Keragaman ini bisa berdampak negatif juga bisa berdampak positif, tergantung kualitas

kematangan berpikir pribadi penduduknya.

masalah spele inilah emosi bangkit,

tersulut karena diobori perbedaan

agama yang terlibat dalam persoalan ini.

Dari sinilah lahir sifat balas dendam

dan menelorkan konflik besar sampai

terjadi bunuh membunuh. Jika sudah

seperti ini, konsep baik yang ditawarkan

oleh Nabi Muhammad maupun Yesus

bahwa “memaafkan itu lebih baik”

sudah tak mempan. Ini sesungguhnya

pelajaran besar bagi kita bahwa di saat

kita gagal mengendalikan emosi di level

awal, maka untuk mengendalikan emosi

yang sudah tak terkendali itu semakin

sulit dan runyam.

Cek saja pengalaman kita sendiri,

bukankah di saat gagal mengkontrol

emosi maka akibatnya penyesalan.

Kenapa begitu? Sebab banyak hal yang

seharusnya tidak dilakukan, namun

dilakukan karena out of control. Nabi

Padahal biasanya pemicunya hanya

masalah spele. Dari masalah spele inilah

emosi bangkit, tersulut karena

diobori perbedaan agama yang terlibat dalam persoalan ini.

Page 59: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

Muhammad memberikan pesan

cukup bagus dalam hal ini, “sabar adalah

pada pukulan pertama”. Artinya kualitas

sabar sangat ditentukan bagaimana

sikap awal kita saat dihantam musibah,

saat emosi ditekan.

Konflik yang terjadi antarpenduduk

berbeda agama ini akan menjadi konflik

besar ketika para pemimpin agama

sendiri tidak mampu mengendalikan diri

dan hanyut dalam emosi pengikutnya.

Pada saat kasus Poso, kebetulan saya

mengikutinya lewat BBC London. Saat itu

seorang pendeta diwawancarai oleh

penyiar BBC lewat telepon. Emosinya

cukup tinggi, dan tentu dalam hal ini

setan yang tertawa, karena dia berhasil

menyulut emosi. Mungkin pemimpin

Islam demikian juga, walaupun saat itu

saya nggak menyempatkan dir i

mendengarkan kelanjutan wawancara

BBC kepada pemimpin muslim di Poso.

Ada konflik –yang menurut s aya – l e b i h m e n ge r i ka n ketimbang konflik antar agama, yaitu konflik yang bersumber dari perbedaan pendapat di dalam satu agama. Dikenal juga dengan beda aliran, grup atau kelompok. Ini biasanya lebih lama dan bisa dibilang tak ada ending-nya.

D a l a m I s l a m , s e d a r i d u l u

perbedaan selalu ada dalam hal-hal

tertentu. Setiap ahli tafsir bisa saja tidak

sependapat dengan ahli tafsir lainnya.

Perbedaan ini terjadi saat mengambil

kesimpulan atas ayat tertentu atau pada

masalah yang tidak disebutkan secara

gamblang oleh Al Quran maupun hadits.

Sehingga dalam hal ini subyektivitas ikut

menentukan dalam pengambilan

k e s i m p u l a n . Y a n g s a n g a t

menentukannya adalah level spiritual

atau kebersihan hati.

Namun perbedaan diantara ahli

tafsir ini tidak menjadikan masalah,

sebab beliau-beliau ini dewasa dalam

b e r p i k i r d a n b i s a m e n g h a r ga i

perbedaan. Imam Al-Ghozali, setahu

saya, pernah mengatakan pemahaman

firman Allah itu tergantung pada level

kebersihan hati, semakin bersih hati

seseorang maka semakin luas dan dalam

pemahaman yang diperoleh. Ini karunia

Allah. Sebab semakin bersih hati

seseorang semakin hati itu menjadi

rumah bagi Allah.

Perbedaan akan menjadi masalah

jika pribadi yang ada di aliran-aliran ini

tidak dewasa, mengedepankan emosi,

dan seperti anak kecil bahwa hanya

pendapatnya saja yang paling benar,

paling “ber-Al Quran-Hadits”. Maka

komentar-komentar tak sedap,

Namun perbedaan diantara ahli tafsir ini tidak menjadikan masalah, sebab beliau-beliau ini dewasa dalam berpikir dan bisa menghargai

perbedaan.

Page 60: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Satu Rasa Satu HatiOleh Fortuna Band

@FortunaBands

Pernahkah engkau sadari

Begitu banyak terjadi

Kerapuhan persaudaraan?

lirik

3/7

Page 61: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

menyinggung dan menyakitkan keluar

dari mulut mereka. Yang parah, sudah

salah, mengajak melakukan kesalahan

secara berjamaah. Akhirnya bisa

mengarah kepada tindakan anarkis,

seperti pembakaran Masjid Ahmadiyah

dan pembakaran serta perusakan rumah

warga Syi'ah di Madura.

Mengedepankan hati nurani dalam

setiap tindakan, dan berpikir keras

sebelum bertindak atau berkomentar,

adalah salah satu sinyal karakter pribadi

yang dewasa. Pandai dalam beragama

tidak menjamin pribadinya punya

wawasan luas dan matang dalam

berpikir. Ada yang tambah pinter

beragama (secara syari'at) tetapi

komentar-komentarnya semakin tidak

menyejukkan dan beringas. Sehingga

pendewasaan karakter dan pribadi

tergantung kepada banyak aspek.

Satu hal yang pasti, bahwa kita

sebagai orang yang beriman mesti ngerti

tujuan syari'at, rahasia diturunkannya

aturan tersebut. Misalnya konflik sekte

yang terjadi dalam Islam. Sebagian kecil

kelompok Sunni di Indonesia – tidak

semua – merasa paling berpegang Al

Quran Sunnah dan merasa pendapatnya

saja yang benar sehingga mereka dengan

enteng mencap sekte lain seperti Syi'ah

sebagai sesat. Mereka tidak sadar bahwa

didalam Sunni sendiri juga begitu banyak

perbedaan. Dan semua mengaku

rujukannya Al Quran dan Sunnah.

Kita mesti ingat bahwa Nabi

M u h a m m a d d i t u r u n k a n u n t u k

menyempurnakan akhlak. Tujuannya

agar kita punya koneksi batin dengan

Tuhan, dapet arahan-Nya, bimbingan-

Nya sehingga betul-betul bisa punya

karakter menjadi wakil-Nya untuk

memakmurkan Bumi tercinta ini. Peduli

dengan yang kurang mampu, menjaga

Bumi agar tetap hijau, tidak serakah,

senang berbagi, suka menolong, dan

lain-lain.

Mengedepankan hati nurani dalam setiap

tindakan, dan berpikir keras

sebelum bertindak atau berkomentar, adalah salah satu

sinyal karakter pribadi yang dewasa.

Kita mesti ingat bahwa Nabi Muhammad

diturunkan untuk menyempurnakan akhlak. Tujuannya

agar kita punya koneksi batin dengan

Tuhan, dapet arahan-Nya,

bimbingan-Nya sehingga betul-betul bisa punya karakter menjadi wakil-Nya

untuk memakmurkan Bumi

tercinta ini. Peduli dengan yang kurang

mampu, menjaga Bumi agar tetap

hijau, tidak serakah, senang berbagi, suka menolong, dan lain-

lain.

Page 62: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

Perbedaan sudut pandang dalam

melihat satu masalah, jika tidak diiringi

dengan kematangan pribadi, ini bisa

menyulut konflik, baik antar suku, sekte

maupun antara agama. Jika tidak salah

ingat Almarhum Nurcholis Majid,

mantan rektor Paramadina pernah

berkata, “Agama itu seperti roda,

semakin keluar semakin berbeda tetapi

semakin kedalam semakin sama, jadi

satu.” Artinya tujuannya sama hanya

jalan yang diambil berbeda, dan

memang orang mendekati Tuhan

dengan jalan yang berbeda-beda.

Mana yang tercepat? Saya melihat

setiap pengikut agama merasa bahwa

yang diikutinya jalan yang paling cepat.

Ini tidak salah, selama tidak mencela

yang lain. Namun Imam Al Ghozali

m e m b e r i i sya rat , “A d a l a h j i ka

pengetahuannya semakin bertambah,

semakin bertambah rendah hatinya,

tunduknya, takutnya akan Tuhan.

Ssemakin sadar akan kekurangan dan

cacat diri, sehingga tak sempat melihat

cacat orang lain. Mencintai

kesederhanaan sehingga lebih punya

peluang untuk berbagi dan lebih

mencintai kehidupan setelah mati.”

Saya melihat dan saya yakin jika

batin seseorang hidup, punya koneksi

dengan Tuhan, persoalan-persoalan

hidup lebih bisa disederhanakan. Sebab

sabar dan doa dijadikan sebagai

penolong dalam hidupnya. Logikanya

begini jika seseorang melibatkan Tuhan

dalam kehidupannya otomatis Tuhan

melibatkan diri-Nya dalam kehidupan

seorang hamba. Dia menganugerahkan

kesabaran, memampukan dalam

m e n g n a n g a n i p e r s o a l a n y a n g

dihadapinya, menurunkan kedamaian

dan ketenangan Ilahiyah, yang mungkin

orang lain mampu lihat dari raut

wajahnya mungkin juga nggak.

Satu hal yang pasti, si penerima

sakinah dari Allah ini bisa merasakannya.

“ I n g a t A k u , m a k a a k u a k a n

mengingatmu.” Jika Allah ingat kita,

tentu bukan sekadar ingat, tetapi lebih

dari itu, Dia membantu dan menemani

hidup kita. Dan bagaimana kita menduga

Tuhan, begitu Dia kepada kita. Kualitas

hati kita kepada Allah, menentukan sikap

Dia kepada kita.

Mengapa kualitas hati harus

diprioritaskan? Sejarah membuktikan di

saat nabi Muhammad dalam ancaman

mati, di Gua Tsur –dalam perjalan hijrah

menuju Madinah (Yatsrib) – bersama

Abu Bakar. Para pembunuh telah berada

di mulut Gua tersebut, dan Abu Bakar

sangat gelisah. Ini normal, sebab jika saja

para musuh nabi tersebut sedikit

jongkok, maka Nabi Muhammad dan

Perbedaan sudut pandang dalam

melihat satu masalah, jika tidak

diiringi dengan kematangan pribadi,

ini bisa menyulut konflik, baik antar

suku, sekte maupun antara agama.

Page 63: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

Abu bakar terlihat dan mungkin saja

habis riwayatnya.

Tapi Tuhan Maha Bijak dan Maha

Pemaksa, Jika Dia menghendaki apapun

akan terjadi. Saat Nabi Muhammad

melihat Abu Bakar gel isah, dia

meluncurkan sebuah kalimat yang

menunjukkan bahwa dia sedang

diselimuti oleh sakinah Ilahiyah. “Jangan

bersedih, Allah bersama kita,” yang

diabadikan dalam QS. At Taubat (9):40.

Setinggi apapun ilmu kita, sekaya

apapun kita, jika tidak menambah

kerendahan hati dan ketundukan batin

kepada Tuhan maka kebahagiaan yang

didapat akan mudah datang dan pergi.

Lebih tidak stabil dan rentan terhadap

situasi.

Berbeda dengan kebahagiaan

Ilahiyah yang berada di batin, yang jika

hanya dilengkapi dengan kebutuhan

dasar hidup saja, sudah mampu

menciptakan kedamaian diri. Artinya

income yang nggak begitu gede bisa

membuat seseorang bahagia, dan jika

lebih, mampu berbagi. Berbeda dengan

yang tidak dihinggapi oleh sakinah

ilahiyah, seberapapun income didapat

akan terasa kurang dan berat untuk

berbagi. Seandainya mau berbagi toh

biasanya karena diwajibkan dan

bukan keinginan batin yang murni.

Ada standar yang cukup baku

tentang “Manusia Surga”, karakter yang

melekat pada diri seorang peace maker

di dunia ini, dan menjadi penduduk surga

setelah mati nanti. Simak kisah singkat

figur ahli surga “Sa'd bin Abi Waqqash”

berikut yang sedikit dimodifikasi dari

aslinya.

Suatu hari di sebuah masjid ketika

rasullullah saw bersama-sama para

sahabat selesai melaksanakan sholat,

rasul mendapat informasi dari langit

bahwa sebentar lagi akan datang ahli

surga. Rasul informasikan itu pada para

sahabat. Kemudian masuklah seseorang

yang melakukan sholat dan langsung

berlalu ketika dia selesai melakukannya.

Hari berikutnya, di waktu yang

sama, rasulullah saw Mmenyampaikan

kalimat yang sama. Datanglah juga

orang yang sama. Ahli syurga yang

berjalan di madinah. Kejadian ini

mengusik rasa ingin tahu seorang

sahabat yang lain. Maka Abdullah Ibn

Amr mengikuti Sa'd. Berpura-pura ingin

menumpang di rumahnya. Tiga hari. Dia

pikir cukup untuk mengorek rahasia

Setinggi apapun ilmu kita, sekaya apapun kita, jika tidak menambah kerendahan hati dan

ketundukan batin kepada Tuhan maka kebahagiaan yang didapat akan mudah datang

dan pergi. Lebih tidak stabil dan rentan terhadap situasi.

Page 64: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

amal-amal Sa'd untuk dia tiru, agar

bisa mendapat syurga Allah sebelum

kematiannya.

Namun rupanya, sahabat ini tidak

mendapati keistimewaan ibadah yang

Sa'd lakukan. Maka, dia tak tahan lagi.

Dia sampaikan semua niatnya dengan

kejujuran yang putih. Sa'd mendengar.

S a n g a t s e k s a m a . N a m u n S a ' d

menyampaikan bahwa ibadah yang dia

lakukan sama seperti yang terlihat.

Tak ada yang dianggap spesial. Tidak

dikurang-kurangi, apalagi dilebih-

lebihkan.

Sahabat yang penasaran ini

kemudian meminta undur diri dari

hadapan Sa'd. Sambil berterima kasih

karena mau menerima tumpangannya.

Beberapa langkah berjalan, Sa'd

memanggilnya.

“Wahai saudaraku, kemarilah

sebentar”, pinta Sa'd.

Kemudian sahabat ini berjalan

mendekati Sa'd. Setelah cukup dekat dia

berkata

“Ada apa wahai Sa'd”

“Mungkin,”, kata Sa'd “Kalau amal

ini yang bisa dianggap membuatku

menjadi penghuni syurga. Adalah,

setiap menjelang berbaring dan

beristirahat di malam hari, aku berusaha

memaafkan saudara-saudaraku dan

melepaskan hasad dari dalam hatiku…”

Kisah ini menunjukkan bahwa

p e m b a h a r u a n b a t i n i t u m e s t i

diutamakan, sebab dari sanalah

t i n d a k a n - t i n d a k a n s e s e o r a n g

bersumber. J ika yang di dalam

kualitasnya baik, maka secara otomatis

yang diluar akan mengikutinya. Begitu

juga dengan negara ini, step awal agar

Indonesia betul-betul menjadi rumah

b e r s a m a h a r u s d i m u l a i d a r i

pembentukan karakter.

“Bangunlah jiwanya, bangunlah

badanya” bangunan dalam didahulukan.

Jika yang di dalam damai maka yang di

luar ikut damai dan insya Allah mampu

mendamaikan. Jika hati kita sendiri

nggak damai, tenang, bagaimana

mampu mendamaikan yang lain? Ketika

hati kita benar, semakin bersih dari

kebencian, hasad dan iri terhadap

sesama dan penuh dengan maaf, maka

surga menanti.

“Mungkin,”, kata Sa'd “Kalau amal ini yang bisa dianggap membuatku menjadi penghuni syurga. Adalah, setiap

menjelang berbaring dan beristirahat di malam hari, aku berusaha memaafkan saudara-saudaraku dan melepaskan

hasad dari dalam hatiku…”

Page 65: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Satu Rasa Satu HatiOleh Fortuna Band

@FortunaBands

Jangan dengar kata mereka

yang tak ingin kita satu...

lirik

4/7

Page 66: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

Simak potongan do'a Nabi Ibrahim

berikut ini: “….dan janganlah Engkau

hinakan aku pada hari para manusia

dibangkitkan, hari di mana harta dan

anak-anak tidak lagi berguna, kecuali

mereka yang menghadap Allah dengan

hati yang bersih.”.(QS.26:87-89)

Sejauh yang saya tahu, untuk

membangkitkan, menghidupkan batin

atau secara spiritual ada yang bilang

dengan istilah inisiasi ini melalui banyak

cara. Saya secara pribadi juga pernah

mengikuti satu jalur spiritual dan pernah

ke sana-sini mencari pemandu. Namun

ternyata kuncinya “kesungguhan tanpa

palsu” dari diri kita. Seperti kata Allah

sendiri “Siapa yang serius, berjuang

keras, tulus untuk hidup dijalan-Ku akan

Kutunjukkan jalan-Ku untuk mereka”

(QS.29:69).

Reaksi awal yang muncul biasanya

kerendahan hat i dan hi langnya

fanatisme. Tuhan mempertemukan kita

dengan seseorang yang menunjukkan

start awal dan seterusnya kita sendiri

yang mesti serius. Terus ekonomi? Tuhan

akan mencukupkan kita seir ing

keseriusan kita menuju Dia. Memberkati

kita dengan cinta kesederhanaan dan

suka berbagi.

Di tengah gemerlapan dunia, di mana orang berlomba m e n u n j u k k a n m e r e k a ekonominya maju, baik itu lewat kepunyaan mobil dan kendaraan lain, kita justru dianugerahi mencintai hidup simple dan hanya mengambil dunia sebatas kebutuhan bukan keinginan.

Di sisi lain, Tuhan akan terus

menguji keseriusan kita. Apakah ketika

jatuh kita akan bangun lagi atau malah

tidur? Di sini diperlukan satu do'a, minta

kepada-Nya agar diberi semangat

berjuang yang tanpa lelah untuk menjadi

orang benar menurut Dia. Jika semangat

tanpa kenal lelah bersemayam di dalam

diri, terus mengisi hari-hari dan waktu

luang untuk memahami firman-Nya,

maka kehadiran-Nya dalam hidup kita,

sinyalnya juga akan semakin menguat.

Dia akan mengingatkan kita saat

setan sedang menggoda, ini adalah cara

Dia membantu kita agar tidak terlalu

sering jatuh dan mudah bangkit lagi.

Namun – seperti kata SupremMaster

Ching Hai, lupa dan salah tetap akan

menjadi bagian kita. Artinya Allah masih

tetap memberi ruang untuk salah dan

lupa, agar kita terus semakin rendah hati

dihadapan-Nya. Semakin lekat kepada-

Nya dan mohon ampun atas dosa-dosa

yang merupakan buah dari salah dan

lupa tersebut.

Saat kita memahami hal-hal

tersebut di atas, akan ada kontrol yang

cukup kuat untuk tidak mudah komentar

buruk atau yang menyakiti pihak lain.

Dari sini kita akan ngerti Sabda Rasul

“Berkatalah yang benar, jika tidak bisa,

diamlah”. Sehingga diam itu lebih baik

ketimbang ngomong salah atau

menyakiti.

Reaksi awal yang muncul biasanya

kerendahan hati dan hilangnya fanatisme.

Page 67: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

Dan tahap berikutnya rasul

mengingatkan kita agar kita menjadi

sumber kedamaian bagi sesama,

memastikan bahwa tetangga, teman,

saudara-saudara kita selamat dari

tangan, mulut dan kaki kita. Sebab kata

Muslim itu dalam bahasa Arab bisa

berarti “ Yang memberi keselamatan”

dan “Yang menyerahkan diri kepada

Tuhan”. Bahwa yang terbaik adalah yang

paling banyak manfaatnya terhadap

sesame, dan kita berupaya bergerak

kesana.

Indonesia memang membutuhkan

pribadi-pribadi yang rendah hati, senang

berbagi, yang punya toleransi tinggi

terhadap perbedaan, lebih banyak lagi,

agar Indonesia betul-betul menjadi

“a home for all”. Keragaman agama,

suku, sekte mampu hidup berdampingan

dan bahu membahu dalam menjalani

hidup. Dan itu mesti dimulai dari kita-

kita ini.

Kita harus mampu menjadikan

iman sebagai sumber damai yang

Saat kita memahami hal-hal tersebut di

atas, akan ada kontrol yang cukup kuat untuk tidak mudah komentar buruk atau yang

menyakiti pihak lain.

Indonesia memang membutuhkan

pribadi-pribadi yang rendah hati, senang berbagi, yang punya

toleransi tinggi terhadap perbedaan,

lebih banyak lagi, agar Indonesia betul-betul menjadi “a home for

all”. Keragaman agama, suku, sekte

mampu hidup berdampingan dan

bahu membahu dalam menjalani hidup. Dan itu mesti dimulai dari

kita-kita ini.

Islam ramah yes!

Page 68: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Jadi Sumber Kedamaian Sesama Itu Indah - Masduki

mendamaikan. Jika kita menganggap diri

k i ta b e l u m p u nya ke m a m p u a n

memahami firman Tuhan secara

sendirian, hendaklah mencari seseorang

yang kita perhitungkan batinnya hidup.

Jika kita kreatif, di zaman internet

ini sesungguhnya sangat mudah untuk

mencari sumber yang kita cari. Cukup

dengan satu klik saja kita bisa terbang ke

Amerika, Arab, London dan lain-lain.

Situs-situs yang kita perlukan juga

tersedia untuk semua dan kebanyakan

gratis. Bisa dijadikan guru di setiap saat,

yang mampu menggiring kita meraih

kedamaian batin.

Saya secara pribadi jarang secara

khusus menonton tv, kecuali “orang

Pinggiran, IndonesiaKu, Golden Ways

dan Tv luar seperti Global 300 (DW-TV)

dan Tv Iqraa (Saudi Arabia). Selebihnya

waktu di luar kerja saya gunakan untuk

menyimak penceramah Islam, seperti

Oemar Sulaiman, Nouman Ali Khan, Yasir

Qadhi, Muhammad Ibnu Adam Al

Kautsari, Moutasem Al-Hameedi,

Hamzah yusuf, Ingrid Mattson, Mustafa

Umar, dan lainnya.

Penceramah-penceramah di atas,

menurut saya, level spiritualnya sangat

bagus, mampu menembus batin.

Sehingga saya pribadi tidak pernah

bosan untuk mengulanginya hingga

berkali-kali. Tidak boleh bosan untuk

belajar. Hampir semua resources bisa

didapat secara gratis dengan download

dari Youtube. Ini betul-betul karunia dan

mukjizat besar dari Allah.

Akhir kata, Ya Allah.. damaikan

Indonesiaku, lembutkan yang hatinya

kasar, dinginkan yang hatinya panas.

Saudarakan yang hatinya penuh

kebencian, limpahkan kepada kami-kami

hati yang pemaaf, yang rendah hati dan

penuh kasih terhadap sesama. Hiasilah

hati kami dengan kesederhanaan dan

suka berbagi, serta penuhilah dengan

cinta kepada-Mu dan kepada hamba-

hamba-Mu. Serta jadikan pribadi-

pribadi penghuni Indonesia yang

beragam ini menjadi sumber kedamaian

bagi sesama. Amien. (H)

Ya Allah.. damaikan Indonesiaku, lembutkan yang hatinya kasar, dinginkan yang hatinya

panas. Saudarakan yang hatinya penuh kebencian, limpahkan kepada kami-kami hati

yang pemaaf, yang rendah hati dan penuh kasih terhadap sesama. Hiasilah hati kami dengan

kesederhanaan dan suka berbagi, serta penuhilah dengan cinta kepada-Mu dan kepada hamba-

hamba-Mu. Serta jadikan pribadi-pribadi penghuni Indonesia yang beragam ini menjadi

sumber kedamaian bagi sesama. Amien.

Page 69: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Satu Rasa Satu HatiOleh Fortuna Band

@FortunaBands

... Lakukan saja

kata hatimu

lirik

5/7

Page 70: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Kristen Katolik, Tionghoa-Sunda

Gabriella RiaApriyani :

“Etnis Tionghoa (Katanya) Tak Mau Berbaur”

Page 71: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Etnis Tionghoa (Katanya) Tak Mau Berbaur - Ria

Pertanyaan tersebut terlontar dari salah seorang teman pada saat presentasi budaya Cina di kelas Komunikasi Lintas Budaya (KLB) Jumat lalu. Alih-alih bertanya mengenai budaya d a r i n e g a r a y a n g s e d a n g dipresentasikan, kelas KLB yang seharusnya menjadi ajang pertukaran pengetahuan soal budaya tersebut justru berubah menjadi kelas untuk memperdebatkan masalah sosial. Sebagai seseorang(dan mungkin satu-satunya di kelas itu) yang setengah darahnya Cina, saya merasa tertohok.

Premis selanjutnya dari teman saya adalah bahwa semua peranakan Cina di Indonesia sampai sekarang masih eksklusif. Mulai dari sekolah, gereja, hingga pergaulan. Semua berkumpul dalam satu komunitas tertutup dan ia menyebut peranakan Cina di Indonesia tidak mau berbaur dengan masyarakat yang bukan keturunan Tionghoa, atau dengan istilah yang mereka gemar gunakan adalah pribumi. Dalam hati saya, saya bertanya-tanya, benarkah?

Sejak TK saya masuk ke sekolah swasta Katolik dimana mayoritas siswa di sana memang keturunan Tionghoa. Yang s a y a i n g a t , k e t i k a a y a h s a y a menyekolahkan saya di sana sama sekali tidak bermaksud membuat sebuah pagar pembatas antara saya dengan kelompok pribumi.

Ayah saya hanya ingin agar saya tetap dapat dekat dengan tradisi kami, dimana dia berharap saya bisa banyak belajar dan berbagi dengan teman-teman saya, apa yang mungkin tidak bisa dia berikan secara maksimal mengenai tradisi leluhur kami. Tidak ada maksud sama sekali untuk menjadikan saya manusia eksklusif.

“Mengapa semua Cina peranakan

di Indonesia sejak dulu

sampai sekarang tidak pernah mau berbaur

dengan pribumi?"

.. ketika ayah saya menyekolahkan saya di sana, ia sama sekali tidak

bermaksud membuat sebuah pagar pembatas antara saya

dengan kelompok pribumi.

Page 72: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Lingkungan tempat tinggal saya 99% bukan keturunan Tionghoa. Kami hidup rukun dan baik-baik saja. Teman main saya saat kecil semuanya bukan keturunan Tionghoa dan kami tidak pernah memperdebatkan soal suku dan identitas saat itu. Kami bermain, kami bertengkar, kami saling curang, tanpa harus berpikir apakah saya Tionghoa atau bukan.

Di sekolah saya, banyak juga mahasiswa yang bukan berasal dari keturunan Tionghoa. Dan selama 14 tahun saya bersekolah di sana, tidak pernah sekalipun saya dengar ada perdebatan mengenai asal-usul suku

Etnis Tionghoa (Katanya) Tak Mau Berbaur - Ria

Lingkungan tempat tinggal saya 99% bukan keturunan Tionghoa. Kami hidup rukun dan baik-baik saja. Teman main saya saat kecil semuanya

bukan keturunan Tionghoa dan kami tidak pernah memperdebatkan soal suku dan identitas saat itu. Kami bermain, kami bertengkar, kami saling

curang, tanpa harus berpikir apakah saya Tionghoa atau bukan.

ataupun etnis. Tidak sekali-kalipun. Teman-teman saya juga tidak. Kami tumbuh dan berkembang bersama, tanpa perlu memikirkan perbedaan

Sekalipun saya tidak memungkiri bahwa ada saja beberapa keluarga yang memang masih tertutup pemikirannya seperti yang dikatakan teman saya tersebut. Misalnya saja ada beberapa teman saya yang berasal dari keturunan Tionghoa diharuskan oleh orang tuanya untuk memilih pacar(pasangan) yang juga merupakan keturunan Tionghoa. Tapi lebih daripada itu, berkaitan dengan pergaulan pertemanan tidak pernah ada pembatasan.

Kalaupun mungkin misalnya yang tampak bahwa sebagian besar anak-anak etnis Tionghoa disekolahkan dan dikuliahkan di sekolah dan kampus ter tentu , saya p ik i r i tu bukan sepenuhnya karena tidak mau berbaur. Saya tidak akan bicara soal kualitas di sini. Tapi lebih kepada kedekatan identitas dan efisiensi.

Sebagian besar etnis Tionghoa di Indonesia memeluk agama Kristen,

Budhist, atau Khonghucu. Dan sebagian besar dari orang tua mereka ingin anaknya bersekolah dan kuliah di Universitas yang berbasis agama Kristen, Buddhisme, atau Konghucu (saya kurang tahu apakah ada universitas yang berbasis agama-agama ini. Kalau sekolah saya tahu ada). Tindakan itu didasarkan alasan supaya mereka mendapat pelajaran agama yang layak dan memadai, tidak kesulitan. Menurut saya ini logis. Apa bedanya dengan orang tua Muslim yang menyekolahkan anaknya di sekolah berbasis agama Islam?

Untuk semua ketidaksetujuan saya itu, saya merasa perlu memberikan

sebuah argumen. Saya tidak memungkiri bahwa memang masih ada saja keturunan Tionghoa yang cenderung bersikap eksklusif. Mungkin lebih tepatnya saya tidak suka dengan kata 'semua' yang teman saya itu gunakan. Yang saya tahu, sekarang ini sebagian besar dari kami sudah berbaur. Karena perkembangan zaman, interaksi itu tidak bisa dihindarkan lagi.

Tapi pertanyaan teman saya itu pada akhirnya menjadi sebuah bahan renungan bagi saya selama beberapa hari ini. Mungkin saya dan orang-orang keturunan Tionghoa yang lain harus mengecek ke dalam diri kami, apakah benar kami masih saja terlalu eksklusif?

Mungkin saya dan orang-orang keturunan Tionghoa yang lain harus

mengecek ke dalam diri kami, apakah benar kami masih saja

terlalu eksklusif? Namun, intropeksi diri ini juga menurut saya tidak bisa

dilakukan sepihak saja.

Page 73: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Etnis Tionghoa (Katanya) Tak Mau Berbaur - Ria

Namun, intropeksi diri ini juga menurut saya tidak bisa dilakukan sepihak saja. Saya tidak mau menutupi bahwa sampai saat ini masih ada saja masyarakat yang bukan keturunan Tionghoa yang melontarkan ejekan bernada SARA, sekalipun tidak frontal. Jadi bukankah ini berarti kedua belah pihak harus sama-sama intropeksi?

Entah kenapa sampai saat ini saya pribadi tidak pernah bisa menyukai istilah pribumi dan non pribumi. Istilah itu menjadikan identitas asal saya seolah sangat jauh dari Indonesia. Padahal saya lahir di Indonesia, besar di Indonesia, pertama kali menapakkan kaki di sini, meminum airnya, menghirup udaranya. Saya benar-benar merasa Indonesia. Bukan berarti kan mata yang sipit dan kulit yang lebih putih menjadikan saya bukan bagian dari Indonesia?

Entah kenapa sampai saat ini saya pribadi tidak pernah bisa menyukai istilah pribumi dan

non pribumi.

Jujur, saya takut terlalu lama istilah itu dipakai, nasionalisme saya terkikis karena lama-kelamaan saya bisa jadi merasa bahwa saya bukan orang Indonesia. Saya tidak kehilangan cinta pada negara ini, hanya saja pada sebagian masyarakatnya. Saya harap hanya saya sendiri yang merasa takut akan hal ini. Saya harap istilah pribumi dan non pribumi bisa terdengar lebih ramah di sini. (H)

Page 74: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Satu Rasa Satu HatiOleh Fortuna Band

@FortunaBands

Satu rasa satu hati

Semestinya kita itu...

lirik

6/7

Page 75: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

AzizahSiti :

“Tuhan dalamPasal-Pasal”

Islam, Jawa

Page 76: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Tuhan dalam Pasal-Pasal - Azizah

Sebagai pengatur atau regulator dipegang teguh oleh pemerintah yang bertindak membuat tata aturan bagi rakyat yang mendiami daerah yang di aturnya.

M e n u r u t S o c ra t e s , n e g a ra bukanlah semata-mata merupakan keharusan yang bersifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah mencipatan hukum yang harus dilakukan oleh para pemimpin atau para penguasa yang dipilih secara seksama oleh rakyat.

Keseimbangan dan keadi lan merupakan impian yang diharapkan dari adanya regulasi yang dibuat oleh pemerintah terhadap rakyatnya. Regulasi yang termuat tentu berasal dari gejolak sosial yang muncul di dalam kehidupan sosial rakyatnya. Regulasi yang dibuat terkadang membuat sebagian orang merasa tidak bebas d a l a m m e n j a l a n ka n ke h i d u p a n bermasyarakat.

Indonesia merupakan negara yang menerapkan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah. Pemerintah pusat member ikan hak kepada pemerintah daerah dalam bentuk otonomi daerah. Penyelenggara pemerintahan daerah dilakukan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. Sebagai wujud penyelenggaraan pemerintahan daerah, penyelenggara pemerintahan daerah menerbitkan peraturan untuk daerahnya dalam bentuk peraturan daerah (perda). Peraturan daerah selanjutnya disebut adalah peraturan daerah provinsi d a n / a t a u p e r a t u r a n d a e r a h kabupaten/kota.

Penerbitan peraturan daerah (perda) yang mengandung unsur

diskriminatif di tingkat kabupaten/kota bahkan provinsi marak terjadi pasca munculnya reformasi di Negara Indonesia.

Pemerintah melalui pembagian kewenangan pusat dan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republ ik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, d i a ra h ka n u nt u k m e m p e rc e p at terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi , pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perda yang diterbitakan oleh penyelenggara daerah terkadang bersinggungan dengan hak asasi manusia sebagai pemilik hak yang diberikan oleh Tuhan. Sebagai contoh kabupaten Sampang mengeluarkan SK Bupati tentang wajib jilbab untuk pegawai negeri sipil. Selain itu, adanya Peraturan Gubernur Jabar tentang larangan untuk Jemaat Ahmadiyah. C o nto h l a i n d a e ra h ya n g j u ga mengeluarkan perda yang diskriminatif terhadap agama terjadi di Aceh, Maluku Utara dan Se latan, Poso serta Ka l i m a nta n B a rat d a n Te n ga h , Monokwari, Purwakarta, Situbondo, Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Cianjur, dan lain-lain.

Dari beberapa contoh di atas, dapat dis impulkan bahwa perda yang dikeluarkan daerah banyak yang

Page 77: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Tuhan dalam Pasal-Pasal - Azizah

berbenturan dengan hak asasi manusia dalam hal beragama. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara yang m e m i l i k i b a n y a k a g a m a d a n kepercayaan, sehingga munculnya Perda berbasis agama akan mempersempit gerak kehidupan beragama di dalam masyarakat karena timbul sekat pemisah. Peraturan tersebut memicu konflik yang berpotensi mengganggu keseimbangan sosial, terlebih lagi dapat mengahancurkan tatanan sosial melalui aksi-aksi kekerasan bertendensi agama.

Kondisi yang terjadi di daerah adalah bahwa perda di daerah tertentu diikuti oleh daerah lain bahkan kadang dari anggota DPRD datang untuk studi banding mengenai Perda yang akan di buat di daerah sehingga terkadang tidak sesuai dengan local wisdom dari daerah yang dipimpinnya. Kenyataanya ini

membuat miris keadaan beragama di Indonesia mengingat kemajemukan beragama dan kepercayaan yang ada di dalam negara ini.

Konflik datang atas nama Perda yang berbasis agama tersebut. Kebijakan daerah yang “demokratis” ternyata menjadi bumerang bagi idealisme demokrasi, yaitu lahirnya peraturan yang anti toleransi. Hak-hak asasi manusia terenggut oleh deretan pasal-pasal yang mengatasnamakan Tuhan. Kesatuan dan persatuan merupakan cita-cita luhur dari founding father atas kemerdekaan bangsa Indonesia tercerabut oleh g e n e r a s i b a n g s a n y a d e n g a n mengatasnamakan Tuhan.

Dalam pelaksanaan kehidupan beragama, agama adalah masalah yang peka. Jika tidak tertanam saling pengertian dan toleransi di antara pemeluk agama yang berbeda-beda, akan mudah timbul pertentangan, bentrokan, bahkan permusuhan antarpemeluk agama.

Hukum yang dibuat berbasis agama jauh dari cita-cita luhur yang diharapkan, b a h k a n d a p a t d i k a t a k a n “membunuh”nya. Kualitas pemimpin mencerminkan kualitas dari regulasi yang dibuat. Sehingga pemilihan pemimpin yang berkualitas akan mempengaruhi isi dari hukum yang akan dibuat di tempatnya, sehingga tidak ada lagi wakil (yang mengatasnamakan) Tuhan di atas kekerasan yang intoleransi dalam beragama. (H)

Page 78: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

PingSetiadi :

“Bahagia Itu Ada Dalam Kebersamaan”

Page 79: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bahagia Itu Ada Dalam Kebersamaan - Ping

Jawaban-jawaban di balik negara

yang terpilih kemudian menggambarkan

negara yang dianggap ideal untuk

ditinggali, negara yang aman dan

tentram untuk melahirkan atmosfir

kebebasan beraktualisasi diri, dan

sejumlah alasan yang terpapar bahwa

sebuah negara dianggap cukup ideal

untuk bisa dianggap sebagai “rumah

tinggal”.

Kita juga sering mendengar

pengalaman cerita bahwa ketika kita

berada jauh dari rumah dari negara kita

berasal di mana kita tinggal, biasanya

kita baru tersadar bahwa kita memiliki

rumah. Kesadaran itu yang melahirkan

rasa rindu, kangen dengan segala atribut

dan suasana tentang rumah, tentang

tanah air. Dan biasanya juga “rasa” itu

semakin meng”indonesia”kan kita,

karena kita berjarak secara fisik dengan

keberadaan rumah dan negara yang

membuat “rasa” itu terlahirkan.

Rumah adalah saksi sejarah tempat

kita bertumbuh, tempat kita mengenal

dunia untuk pertama kalinya secara

lingkup kecil. Jendela yang terdapat di

rumah rumah memampukan kita

menatap dunia luar, memandang

bagaimana kehidupan tetangga kita,

kehidupan segala di luar lingkungan

hidup terkecil kita. Sedang pintu rumah

berfungsi untuk mempersilahkan

mereka yang di luar untuk bisa masuk

dan mengenal bagaimana kita di mata

pihak luar rumah.

Di dalamnya juga kita mengenal

konsep kehidupan keluarga. Keluarga

yang pada hakikatnya yang dianggap

paling mampu memberi rasa aman kita

Sering saya mengajukan pertanyaan pada teman-teman saya tentang pertanyaan ini :

Kira-kira kalau Anda memiliki

kesempatan untuk bisa bebas memilih

tinggal di mana saja di belahan dunia ini,

negara mana yangakan Anda pilih?

Page 80: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bahagia Itu Ada Dalam Kebersamaan - Ping

s e b a ga i p u s a t b e r t u m b u h -

kembangnya segala hal yang disebut

kebajikan dan kebenaran hidup.

Jendela dan pintu rumah kita,

setelah menjadi media kita memandang

dunia, hendaknya menjadi t it ik

berangkat kita untuk bisa membuka

ruang dialog dengan dunia.

Begitu kita keluar melangkah dari

pintu rumah kita, kita membawa

berbagai bekal rumah berupa nilai-nilai

kecil kita tentang mengenal dunia. Nilai-

ni la i i tu mau t idak mau harus

terbenturkan dengan realita hidup yang

lebih luas selain realita rumah. Nilai-nilai

yang mengiring itu layaknya berdiri

bukan sebagai batu cadas yang keras,

melainkan sebentuk air yang mudah

melebur yang begitu lentur memperkaya

nilai-nilai kecil yang telah kita miliki

sebelumnya untuk terus membesar

melalui tempaan.

M e n u r u t A r i s t o t e l e s “manusia adalah mahluk sos ia l”, art inya manus ia bahagia bila hidup bersama orang lain. Dan untuk membuat dunia kehidupan itu harmonis dan layak untuk kita huni bersama, manusia mengenal dan belajar tentang nilai-nilai moralitas.

Ketika dalam skala kecil keluarga

dan lingkungan rumah kita mengenal

nilai-nilai moralitas untuk dipatuhi demi

menjaga keharmonisan keluarga. Ketika

skala itu kita zoom out lagi di lingkungan

RT maka kita mengenal nilai-nilai

moralitas lingkungan RT, dan terus skala

itu membesar hingga lingkungan bangsa

dan dunia.

Sapaan sesama, tangan-tangan

sesama, bentuk ketulusan orang lain

memberikan kita kekuatan hidup.

Kekuatan-kekuatan ini melahirkan

budaya yang luhur, memberi spirit yang

membebaskan kita untuk berbuat baik

bagi siapa saja dan melahirkan karya-

karya terbaik untuk peradaban.

Menolong mereka yang berbeda

bukan menjadi hal yang perlu ditakutkan

karena ikatan kekuatan keluarga yang

Jendela dan pintu rumah kita, setelah menjadi

media kita memandang dunia, hendaknya menjadi titik berangkat kita untuk

bisa membuka ruang dialog dengan dunia.

Sapaan sesama, tangan-tangan sesama, bentuk ketulusan orang lain memberikan kita kekuatan hidup.

Page 81: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bahagia Itu Ada Dalam Kebersamaan - Ping

telah terjalin begitu rupa. Kesakitan

seorang sesama merupakan kesakitan

kita juga karenanya. Kekuatan budaya ini

melebihi kekuatan kekayaan alam atau

luas suatu wilayah bangsa yang kita

miliki.

Kekuatan ini juga tidak tiba-tiba

turun dari langit begitu rupa. Tetapi lebih

merupakan proses panjang yang

terbentuk dari usaha kolektif sebuah

keluarga dengan peran-peran unik di

setiap anggota-anggota di dalamnya.

Menyadar akan keunikan-keunikan

dan keragaman dalam sebuah keluarga

besar membutuhkan toleransi sebagai

jalinan untuk memeliharanya. Toleransi

yang bukan sekedar membiarkan orang

lain yang berbeda berbahagia, tetapi

melibatkan kita juga untuk bisa turut

berbahagia karenanya. Kita tidak

terpisah dengan kebahagiaan orang lain.

Rasa ketidakterpisahan ini membuat kita

menjadi tulus dalam bertoleransi.

Secara fisik kita mungkin memang

berada di rumah, berada di tanah air

rumah bersama kita Indonesia, tetapi

rasa untuk bisa merasa bahwa rumah

dan tanah air itu kita miliki belum tentu

kita miliki secara otomatis. Kita butuh

berjarak dari perspektif kita memandang

keseharian kita lebih luas, bahwa

persoalan-persoalan kehidupan itu

bukan hanya melulu permasalahan kita

sendir i secara personal , secara

lingkungan kecil rumah secara harafiah.

Toleransi yang bukan sekedar membiarkan orang lain yang berbeda berbahagia, tetapi melibatkan kita juga untuk bisa

turut berbahagia karenanya.

Cara pandang yang berjarak dan berpikir jernih

melahirkan sikap empati sebagai kunci memahami

dan menyelesaikan persoalan-persoalan

kehidupan dari lingkup

Kemampuan mengambil jarak ini

membuat kita tidak mudah tenggelam

dalam situasi negatif. Berjarak bukan

berarti tidak terlibat. Manusiawi, bila di

dalamnya kita melibatkan emosi pribadi,

tapi dengan keberjarakan juga tidak

membuat kita tertutup untuk bisa

berpikir jernih menghadapi situasi. Cara

pandang yang berjarak dan berpikir

jernih melahirkan sikap empati sebagai

kunci memahami dan menyelesaikan

persoalan-persoalan kehidupan dari

lingkup personal hingga kebangsaan.

Tatanan sebuah bangsa memang

dilahirkan dari bagaimana bangsa itu

menyelesaikan konflik-konflik yang

dihadapinya. Sebagaimana hubungan

antar manusia juga ditempa oleh konflik

dan pertengkaran.

Page 82: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bahagia Itu Ada Dalam Kebersamaan - Ping

Musuh besar persoalan dalam kebersamaan di lingkar kebangsaan itu kini bukan lagi ke persoalan tentang siapa

musuh kita secara fisik (etnis, agama, ras, dan perbedaan yang tampak secara lahiriah)

Yang dibutuhkan kemudian ada lah k i ta b i sa segera terbangun dan sadar bahwa kita berada di tengah konflik-konflik yang membutuhkan k e b e r s a m a a n d a l a m penyelesaiannya.

Konflik atau musuh besar persoalan

d a l a m ke b e rs a m a a n d i l i n g ka r

kebangsaan itu kini bukan lagi ke

persoalan tentang siapa musuh kita

secara fisik (etnis, agama, ras, dan

perbedaan yang tampak secara lahiriah).

Musuh bersama itu kini bersifat abstrak,

melingkupi lingkar personal dari nafsu

hasrat kuasa pribadi, hingga persoalan

lingkar sosial dari kemiskinan, konflik

horisontal dengan segala sekat-sekat

perbedaannya yang jadi pemicu.

Ya, sebab kita dahulu pernah

disatukan bersama oleh musuh secara

fisik yang mewujud mereka yang kita

sebut bangsa penjajah. Musuh besar

secara fisik itu kini terurai menjadi

p o to n ga n - p o to n ga n ke c i l ya n g

berhambur bagai puzzle-puzzle yang

harus kita pungut dan kumpulkan dalam

perjalanan kebersamaan kita sebagai

sebuah keluarga.

Sebab kebahagiaan dalam sebuah

keluarga itu bukan dalam kesendirian,

kebahagiaan itu lahir karena keberadaan

orang di luar diri kita, bahagia itu ada

dalam kebersamaan. (H)

Musuh besar secara fisik itu kini terurai menjadi

potongan-potongan kecil yang berhambur bagai

puzzle-puzzle yang harus kita pungut

Page 83: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Satu Rasa Satu HatiOleh Fortuna Band

@FortunaBands

... Jangan pernah

saling hancurkan

sesama yang berbeda

lirik

7/7

Page 84: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

untukharmoni.com#17an

IIIBanggaSebagai Bangsa

Page 85: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

RisdoSimangunsong :

“Sehabis Tujuh Belasan”

Kristen Ortodoks, Batak

Page 86: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Sehabis Tujuh Belasan - Risdo

Tangan anak itu memegang merah-putih kecil, yang dipakai upacara tadi. Aku terdiam sejenak memandang wajahnya. Wajah itu penuh gundah dan sedih. Dalam benakku, aku bergulat tanya, akankah anak ini nanti bisa berdiri dengan kepala tegak di tengah teman sepergaulannya dari berbagai bangsa. Ataukah dia malu menyebut nama negeri yang hampir lebur diinjak-injak kebrengsekan ini.

Aku mencoba menghiburnya dengan mencoba mengingatkannya akan sejarah agung peradaban di bumi Nusantara, tapi aku sadar segala kisah itu hanya akan membuainya jika ia toh tak bangga atas keadaan kini.

Aku mencoba menejejalkan betapa indahnya falsafah kebhinekaan, tapi matanya sudah pasti lebih melihat betapa banyak kekerasan dibingkai ego-etnoreligi.

Lantas aku berusaha menggerus cerita tentang disiplin, kreatifitas, keramah-tamahan, keindahan, dan banyak anugerah ilahi lainnya bagi bangsa ini. Tapi aku khawatir ia hanya akan mengira itu adalah sempalan kecil dari sekian banyak kebobrokan.

Lalu aku mulai diam…Hati-hati aku mulai berbisik:“Dik, kita memang lahir di masa kita

hampir tak punya lagi teladan untuk dibanggakan dari negeri ini … kepercayaan kita pada diri sendiri dan diri kita sebagai bangsa telah remuk redam diremas orang-orang dewasa, pemimpin, bapak dan ibu yang kita berikan hormat… kita jadi kecil hati, tak bangga bahkan semakin tak peduli…”

Aku genggam tangan anak itu… “Tapi

tangan kecil kita ini bisa mengembalikan bahkan menopang kebanggaan luhur yang baru. Tangan ini dipakai dalam doa, dijejalkan dalam karya dan dianjungkan dalam gelora … bisa memberi suatu arti…”

“Bahwa Tuhan tak pernah salah mendaulatkan Indonesia sebagai suatu bangsa, bahwa Pertiwi takkan mati di hati orang yang mau mengabdi … Bahwa negeri ini masih punya kita dan begitu banyak orang yang mau mengembang nadi demi kebangkitan …”

Ia diam dalam ketakmengertian… bahasaku mungkin aneh baginya, tapi ia kemudian berkata:

“Jadi Allah sayang Indonesia, Kak?”Sedikit tergagap aku jawab… “Ya, tentu

saja. Kemerdekaan kita adalah hadiah dari-Nya… “ dalam hati aku berharap ia ingat alinea ketiga mukadimah konstitusi negeri ini.

Ia menitipkan bendera kecilnya ke tanganku, lalu mulailah tampangnya jadi syahdu, “Ya Allah…,” ia menengadahkan tangan, “Ampunilah dosa-dosa bangsa kami, ampunilah kami, aku juga sayang Indonesia ya Allah… aku pengen Indonesia bangkit dari kehancuran ya Allah.. Amin Ya Rabbal alamin”

Kucium bendera kecil itu, seraya membuat tanda salib, “Ya Tuhan yang diseru sekalian alam… Ya Tuhan yang berdaulat atas bangsa ini… dengarkanlah doa anak kecil ini, aku juga mengamininya ya Bapa…”

Aku tersenyum simpul… pemandangan kecil ini pasti sudah amat jarang terjadi di persada Nusantara… Tidak untuk doa bersama, mungkin juga tidak untuk karya bersama.. (H)

Seorang perempuan kecil menghampiriku, ia bertanya :

“Masihkah kakak bangga dengan Indonesia? Masihkah kakak cinta Indonesia?”

foto milik : karangturi.com

Page 87: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

AnastasiaMonica :

“Radio Rusak”

Islam, Betawi-Tionghoa

Page 88: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Radio Rusak - Anastasia

Indonesia tanah airku,Tanah tumpah darahku...D i s a n a l a h a ku b e r d i r i ,Jadi pandu ibuku...

DUAR! DUAR!Ketika meriam di luar tengah sibuk

saling menyahut, seorang anak laki-laki kecil sibuk dengan radio yang baru saja ditemukannya; milik tentara Jepang yang telah gugur, sepertinya. Ia baru saja menghapal satu lagu, meskipun takkan bisa membaca teks liriknya jika diberi—ia belum diajarkan bagaimana cara membaca dan menulis sejak kecil.

Ayahnya gugur di medan perang jauh sebelum ia lahir dan ibunya baru saja wafat beberapa hari yang lalu karena penyakit TBC.

Jadi kini, ia menyusuri jalan dengan tanah basah sambil sembunyi-sembunyi mendengarkan lagu Indonesia Raya dari radionya. Waktu itu Agustus 1945,

Indonesia sudah merdeka, katanya. Entahlah apa makna dar i kata merdeka—ia tidak tahu.

Ia hanya tahu bahwa tanah yang ia pijak kini direbut dengan gelimpangan mayat dan lautan darah.

Seorang remaja berkulit sawo matang lewat di depan Istana Merdeka, dengan dada membusung dan tangan kanan membentuk sikap hormat, ia mengikuti upacara bendera. Hari itu tanggal tujuh belas Agustus tahun 1955. Indonesia. Negara yang baru beberapa tahun diakui dunia.

Tangan kiri remaja itu memegang radio yang dimilikinya sejak sepuluh tahun lalu, masih bagus dan berfungsi

Indonesia kebangsaanku,Bangsa dan tanah airku,M a r i l a h k i t a b e r s e r u ,Indonesia bersatu...

foto milik : djejakmasa.blogspot.com

Page 89: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Radio Rusak - Anastasia

dengan sangat baik karena ia selalu merawatnya, dibersihkan setiap malam sebelum tidur, dibawa kemanapun ia pindah tempat tinggal.

Ia tersenyum ketika pengibaran bendera usai, nanti malam pasti di radio diulangi lagi lagu Indonesia Raya serta pidato kepresidenan.

Sambil merangkul sahabat karibnya dari Sumatera, ia berjalan menyusuri jalan Medan Merdeka.

Ia belajar untuk tumbuh bersama dengan tanah yang ia pijak; berkembang bersama negrinya.

Radio berwarna hijau tosca dengan bulatan besar di sisi kirinya dan tombol tombol kecil di kanan itu disimpan rapi oleh seorang pemuda berpakaian kaus putih, agak lusuh. Tidak ada seorang pun yang berani menyentuhnya. Tidak sang istri, tidak juga anak-anaknya.

Kadang-kadang kalau malam tiba, keluarga kecil itu mendengarkan lagu Indonesia Raya. Ah, hanya beberapa f r e k u e n s i r a d i o s a j a y a n g memperdengarkannya, itupun di jam-jam tertentu.

Mereka hidup di salah satu kota di Jawa Tengah, tempat salah satu penghasil beras, makanya pemuda itu kini bekerja sebagai petani. Tidak ada keluhan walau tinggal di bawah atap bolong-bolong dan dinding anyaman. Ini lebih baik daripada beberapa puluh tahun lalu, saat Indonesia masih dibelenggu penjajah.

Agustus 1978, Indonesia sudah bisa berdiri dengan dua kakinya sendiri, kokoh, negara yang sudah dikenal oleh dunia dengan keramahannya.

Sambil tersenyum ramah, bapak dari tiga orang anak itu melangkah meninggalkan rumah sambil membawa cangkul di pundaknya. Disapanya tetangga yang tengah duduk-duduk sambil membaca koran di teras; namanya Van Dwight Everhart,

H i d u p l a h t a n a h k u ,H i d u p l a h n e g ' r i k u ,B a n g s a k u , R a k y a t k u , semuanya...

keturunan Belanda.Hari ini panen, ya?

Agustus 1998, aku melihat kakek duduk di kursi goyangnya, tangannya mengetuk-ngetuk pelan radio berwarna hijau tosca yang mungkin sudah tidak berfungsi itu. Setahuku, kakek tidak pernah menyalakannya.

Kuhampiri kakek dengan rasa penasaran, disambut dengan senyum yang diukir indah di wajah tua itu. Diletakkannya radio itu ke atas meja yang ada di dekat kursi goyang, kemudian ia mengangkat tubuh mungilku ke dalam pangkuannya, sambil mengelus-elus rambut hitamku pelan.

“Susah ya sekarang kalau mau dengar lagu Indonesia Raya,” ujarnya pelan-pelan.

“Ada kok, Kek!” ujarku cepat.“Iya? Kapan?”“Di televisi sering muncul, lalu kalau

ada pertandingan olahraga dengan luar negri, lalu... lalu... ummm...” aku berpikir sambil menempelkan telunjukku ke dahi.

“Hehehe...” kakek terkekeh sambil menggoyangkan kursinya, “...dulu waktu kakek muda, di radio ini, setiap hari dan s e t i a p b e b e r a p a j a m s e r i n g memperdengarkannya.”

A k u m e n g a n g g u k - a n g g u k mengerti; ah, lagu kebangsaan. Siapapun akan hapal kalau nanti sudah mulai masuk sekolah. Itu kan fungsi upacara.

Aku menatap layar televisi layar datar sambil memangku adikku yang masih kecil. Usiaku sekarang sembilan belas. Disiarkan upacara bendera di

B a n g u n l a h j i w a n y a ,B a n g u n l a h b a d a n n y a ,Untuk Indonesia Raya...

I n d o n e s i a R a y a ,M e r d e k a , m e r d e k a ,Tanahku, neg'riku yang kucinta!I n d o n e s i a R a y a ,M e r d e k a , m e r d e k a ,Hiduplah Indonesia Raya.

Page 90: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Radio Rusak - Anastasia

televisi. Kakek, seperti biasa, memangku radio tuanya, ikut menonton bersama aku dan adik.

Radio itu mungkin adalah bagian lain dari hatinya selain nenek yang bulan lalu sudah kembali kepada Sang Pencipta dan anak-cucunya.

“Kek, mau kubelikan radio baru?” tawarku.

Kakek tersenyum, “Tidak. Radio kakek masih bagus, kok.”

“Bukannya sudah tidak berfungsi?”“ A h , k a k e k t i d a k b i s a

mendengarkan lagu kesukaan kakek di radio baru.”

Ya, Indonesia Raya, entahlah, kakek sangat senang mendengarnya.

“Kalau dengar lagu itu, kakek tahu bahwa dulu, buyut kamu ndak berjuang di medan perang seperti robot yang disetel; merdeka atau mati tanpa tahu maknanya. Kalo kata kamu, belum ada settingnya,” kakek terkekeh sendiri sebelum melanjutkan kalimatnya, “kayak radio rusak, toh? Cuma bersuara

saja, yang penting didengar.”Aku mengerutkan kening bingung.“Walaupun sekarang tanah sudah

jadi aspal, gubuk sudah jadi gedung t ing g i , tap i tu lang dan daging bersemayam dipeluk ibu pertiwi, diperjuangkan dengan tumpahan darah. Kamu ndak paham?” kakek menghela nafas, “Indonesia Raya itu kenapa kakek suka? Biar ndak lupa. Kalo kakek lupa, siapa toh yang mau nyanyiin ke cucu-cucu kakek?”

Aku terkesiap; bagaimana bisa aku cinta jika aku belum sepenuhnya mengerti tentang Indonesia?

S e u l a s s e n y u m k u b e r i k a n , kemudian aku merogoh ponselku yang buatan Korea dan mengunduh lagu Indonesia Raya.

Ah, biarlah, ponsel ini bukan buatan Indonesia, yang penting kalau ada yang melihat isinya, semua tahu bahwa ini milik orang Indonesia; ada lagu kebangsaannya di sana. (H)

Page 91: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

GlenyszFebryanti :

“Ketika KemerdekaanBukan BerartiKebebasan”

Kristen Protestan, Batak

Page 92: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Ketika Kemerdekaan Bukan Berarti Kebebasan - Glen

Pada hari tersebut selalu kita dapati pemandangan yang menguji rasa memiliki kita terhadap bangsa ini. Lagu kemerdekaan yang dinyanyikan dengan lantang seakan berlomba untuk menunjukkan jiwa nasionalisme siapa yang lebih tinggi. Bendera yang digerek perlahan oleh anak-anak di setiap sekolah, lagu pembebasan yang dinyanyikan oleh peserta upacara, artikel dari berbagai media cetak tentang sejarah Indonesia atau setiap stasiun televisi yang menayangkan megahnya Upacara Kemerdekaan di Istana Negara.

Ini jelas kebanggan! Sebuah proses panjang telah berlangsung di bawah langit bernama Indonesia enam puluh delapan tahun silam. Ratusan bahkan ribuan nyawa pejuang negeri ini telah berkorban. Dan sebuah penantian panjang yang akhirnya menghasilkan pengakuan dan kebebasan dari penjajahan. Jadi apakah sudah bisa dibilang 'bebas'?

Sayangnya, Indonesia belum mampu membuat semua warga negaranya percaya pada Indonesia itu sendiri. Bentuk demonstrasi anarkis masih sering terjadi karena kekecewaan dalam pemerintahan, kasus korupsi yang

Setiap tahun perayaan 17 Agustus tidak pernah menjadi hal yang 'biasa saja' untuk bangsa

Indonesia. Akan selalu ada pidato kebanggaan, perlombaan dan upacara 17-an yang memberikan

nilai lebih dibanding hari lainnya.

tidak pernah berhenti mengalir dilakukan pejabat negeri ini, tindak kriminal karena masalah ekonomi, konflik antar agama di beberapa daerah, kasus narkoba yang merajalela di kalangan anak muda, banyaknya perokok aktif yang meracuni orang lain yang tidak merokok (yang sebagian besar adalah anak-anak), dan rentetan kasus lainnya yang mendampingi negeri ini.

Apakah ini bukti Indonesia belum benar-benar bisa dikatakan merdeka? Ini salah masyarakat atau pemerintah? Tidak adil jika kita mempersalahkan satu nama atas nama lainnya untuk jutaan kasus di negeri ini. Terus menyudutkan pemerintah dengan tuntutan ataupun aksi anarkis bukanlah upaya yang tepat.

Indonesia perlu pemerataan di setiap wilayah dalam hal infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Mahalnya biaya operasional setiap infrastruktur turut menjadi alasan terhambatnya pembangunan di daerah, rendahnya kesadaran akan kesehatan, kurangnya sarana pendidikan di tempat terpencil, masih rendahnya kesejahteraan guru dan pengajaran maksimal. Karena dari itu setiap anak muda harus peka dan inisiatif memulai pergerakan membantu Indonesia mewujudkan apa yang dikatakan 'merdeka'.

Di saat kita memperingati hari kemerdekaan, banyak anak Indonesia di luar sana yang terancam putus sekolah, kelaparan, kedinginan, tidur di jalanan, atau terlibat kasus kriminal. Saat membaca atau mendengar kata ' I n d o n e s i a ' d i s e b u t d e n g a n penggambaran yang demikian, jawaban

Ini jelas kebanggan! Sebuah proses panjang telah berlangsung di bawah langit bernama Indonesia enam puluh delapan tahun silam.

Page 93: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

bagaimana potret Indonesia masa depan adalah tanggung jawab wajib setiap warga negara.

Indonesia telah memiliki banyak orang yang mampu berwacana dengan sempurna, menghasilkan pikiran dan ide paling bijak yang pernah ada, tetapi sekarang Indonesia membutuhkan realisasi atas mimpi-mimpi di atas kertas tersebut. Bagaimana sinkronisasi masyarakat dan pemerintah untuk mencipkatan kenyamanan bersama adalah yang terpenting.

“Mimpi saya yang terbesar, yang ingin

saya laksanakan adalah, agar

mahasiswa Indonesia berkembang menjadi

“manusia-manusia yang biasa”. Menjadi

pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang

manusia yang normal, sebagai seorang

manusia yang tidak mengingkari

eksistensi hidupnya sebagai seorang

mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang

manusia.” ― Soe Hok Gie

Indonesia telah memiliki banyak orang yang mampu berwacana

dengan sempurna, menghasilkan pikiran dan ide paling bijak

yang pernah ada, tetapi sekarang

Indonesia membutuhkan realisasi atas mimpi-mimpi di atas kertas

tersebut.

Kepada set iap anak muda Indonesia, negara ini bukan untuk para koruptor, bukan untuk mereka yang membeli kekuasaan, bukan untuk orang yang ragu akan negaranya sendiri, bukan untuk orang yang tidak peduli akan bangsanya, bukan untuk orang yang hanya ingin jadi follower dan bukan untuk orang yang enggan berjuang.

Kita adalah anak Indonesia yang ditakdirkan lahir untuk menjadi teladan, yang menawarkan diri membantu orang-orang miskin dan terpinggirkan, merangkul perbedaan, memahami s e j a ra h d a n b e r t i n d a k d e n ga n menegakkan ni la i kemanusiaan. Indonesia tidak membutuhkan orang yang hanya dapat mengkritik tetapi Indonesia butuh anak muda yang

mampu menciptakan solusi dan realisasinya untuk setiap masalah. Kita bisa mulai dari detik ini.

Karena kebebasan adalah harga yang harus dibayar mati! Untuk sebuah kata 'merdeka'.

Indonesia, 17 Agustus 2013

Ketika Kemerdekaan Bukan Berarti Kebebasan - Glen

Page 94: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

untukharmoni.com#17an

ParaPenulisCintaDamai

Page 95: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Bernama pena: Ararancha Hanazono), berstatus sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas Bunda Mulia. Tertarik pada sastra dan jurnalistik, saat ini menjabat sebagai koordinator majalah kampus dan wakil ketua klub Jurnalistik.

D a p a t d i k o n t a k v i a e m a i l [email protected] atau Twitter @ararancha

Anastasia MonicaPenulis pernah menjadi dosen FPOK Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dan kini telah pensiun. Kini penulis menjabat sebagai sekretaris umum Dewan Adat Dayak Jawa Barat.

Kontak penulis di email:[email protected]

Bastinus Matjan

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, dan saat ini sedang menjalani pendidikan Pasca Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung. Ketertarikan utama dalam bidang penegakan hak asasi manusia dalam berbagai cabang dengan dasar filosofis filsafat manusia atau humanisme. Saat ini sedang menyusun riset untuk tesis dalam bidang pencari suaka/ asylum seeker.

Dapat dihubungi di: [email protected] atauTwitter @lalatobing atau B log lalaignatiatobing.blogspot.com

Clara Tobing

Saat ini kuliah magister Hukum di Universitas Padjajaran. Ngebolang ke sana ke sini dan foto -foto adalah hobinya. Intens terhadap isu Hak Azasi Manusia dan keberagaman.

Dapat dihubungi di: email [email protected] atauTwitter @zahguuulll

Azizah Siti

Page 96: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Dear Brothers and Sisters,

I am Isti Toq'ah. In social media, people

know me as Meccisti Mecca. I was born

and grown up in Balikpapan at the last

day of 1992. That's why I prefer to be

k n o w n a s B a l i k p a p a n e s e t o

Javanese—although my parents are

Javanese. I'm proud of being guided by

my faith, Islam. I don't want to enjoy it

alone because Islam is rahmatan

lil'alaamiin (blesses for every being).

Warm Regards,

Your Sister

Twitter @meccistimecca

B l o g p e a c e o f h u m a n i t a r i a n -

brotherhood.blogspot.com

Isti Toq’ahGlenysz Febryanti

Nama saya Glenysz Febryanti Limbong, akrab dipanggil Glen. Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Saya seorang Christian, berdomisili di Depok, Jawa Barat. Menyukai hal tulis menulis berbau isu sosial, agama dan fiksi. Menarik bagi saya ketika kita bisa berbicara, meredakan konflik dan menciptakan perubahan lewat tulisan.

Kontak bisa melalui :Twitter @gleenfbrBlog gleenfebry.tumblr.com

Page 97: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Saya Masduki, lahir, -menurut ijazah dan KTP – 9 Januari 1968, di sebuah pelosok dusun kayang, Desa Bader, kec. Dolopo Kab. Madiun, 15 menit perjalanan sepeda motor menuju Danau Ngebel Ponorogo. Hidup saya banyak dipenuhi oleh kekecewaan saat belajar disekolah – yang menurut saya – karena kualitas gurunya yang minim dan hanya mengikuti kurikulum, yang nggak peduli anak2 bisa atau tidak. Khususnya bahasa Arab dan Inggris. Dari tekanan batin yang pengen mampu berbahasa Inggris, saya pernah bertanya gimana caranya bisa, tapi guru saya bilang “Pergi saja ke Australia” saya kecewa.

Kekecewaan di PGAN Ponorogo, membuatsaya di tahun 1988 hijrah ke Jogja, ke PP. Al-Munawir Krapyak. Asuhan Mbah Yai Ali maksum. Di Jogja saya hanya mondok selama 3 tahun dengan biaya sendiri, maksudnya sambil kerja. Lalu hijrah ke Sampang Madura 1 setengah tahun. Desember 1993 saya pergi Balikpapan untuk cari kerja dan sempat bekerja di Plywood PT Inne

Dongwha (KORINDO) sekitar 4 tahun. Tahun 1998 menikah dijawa dan istri saya bawa ke Balikpapan. Karena sakit saya keluar dari perusahaan dan nganggur selama 1 tahun.Desember 1999 pulang ke Blitar sampai sekarang. Tapi anak saya kelahiran Balikpapan. Hidup ini memang berliku dan kita pasti p e r n a h b e r b u at s a l a h . N a m u n keterpurukan bisa memaksa kita menjerit kepada Tuhan. Dan Tuhan menunjuki jalan, menuju Dia, kecil tapi cukup menarik dan menantang, sekaligus menyenangkan.

E-mail [email protected] thevalueofsincerity.blogspot.com

Masduki

Keseharian beraktivitas sebagai guru gambar di SDK Yahya, Bandung. Montir Garasi 10, Bandung, dan pekerja lepas ilustrasi dan desain.

Kontak penulis di email: [email protected] Blog mystupidmind-mystupidmind.blogspot.com

Ping Setiadi

Page 98: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Mahasiswi jurnalistik. Hobinya hujan-hujanan. Terobsesi pada anak kecil. Menulis untuk waktu luang dan waktu tidak luang. Cinta damai.

Kontak penulis di email [email protected] atau twitter @GRiaA_ juga blog inilahtandatitiknya.blogspot.com

Ria Apriyani

Rio Tuasikal3/4 Sunda 1/4 Maluku. Gemar obrolan

dan aktivitas keberagaman. Suka

promosi persahabatan lintas-iman.

Lulusan jurnalistik. Penulis koordinator

di untukharmoni.com. Cinta damai.

Berteman dengannya di email [email protected] twitter @riotuasikal blog riotuasikal.com

Mengambil jurusan manajemen di Universitas Gunadarma angkatan 2011. Membaca, mendengarkan musik dan bermain musik (gitar) adalah sebagian hobinya. Saat ini aktif sebagai Kepala Bidang Seni dan Budaya di BEM Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma, Sebagai Secretary-General di organisasi kepemudaan yang baru dirintisnya yaitu iCare (Interfaith Trajectory) yang bergerak di bidang toleransi keagamaan (interfaith) di Indonesia. Tergabung pula di Young On Top Campus Ambassador (YOTCA) batch 4 dan juga aktif menjadi volunteer di organisasi kepemudaan YEP! (YouthEmPowering).

D a p a t d i h u b u n g i d i e m a i l [email protected] twitter @risarahs

Risa Sarah

Page 99: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

Penulis adalah seorang blogger pemula,

pengiat media sosial yang tertarik pada

dunia tulis menulis terutama filsafat,

agama, dan fiksi. Penulis lulusan Teknik

Informat ika , ber wirausaha dan

pemerhati kesehatan ginjal. Saat ini

berdomisili di Bantul, Yogyakarta.

K o n t a k p e n u l i s d i e m a i l :

[email protected]

Willy Illuminatoz

Baca, nerjemahin, ngedit, ngoceh sesekali nulis dan baca puisi sambil berdoa syafaat di atas kuda lumping

Twitter @RisdoMangun

Blog· beranirukun.wordpress.com

Risdo Simangunsong Vida SemitoWidayati Semito yang oleh rekan-

rekannya biasa dipanggil Wida Semito

atau Vida Semito. Warga Indonesia yang

100% proud to be Baha'i and proud to be

Indonesian. Lahir di Yogyakarta pada 26

Desember dan menyelesaikan S3 nya

(SD, SMP, SMA) di Bandung, jadi lebih

senang di sebut Indonesian born

Sundanesse. Karena kecintaannya pada

nasionalisme salah satu bapak bangsa

Soekarno, sempat mempelajari Ilmu

Hukum di Universitas Bung Karno.

M a s i h m e m e n d a m k e i n g i n a n

terbesarnya untuk menjadi ahli dalam

bidang wine dan menjadi editor dan

kritikus dalam bidang kuliner & restoran,

penyuka makanan tapi tak bisa

memasak, senang menari, tapi bukan

penari dan pencinta menulis but not a

writer yet, aktifitas sehari-harinya

sebagai kontibutor lepas beberapa

media online dan mengajar TK dan SD di

bilangan Jakarta Pusat.

Kontak penulis di email :

[email protected]

Page 100: Buku Untukharmoni.com - Indonesia Rumah Bersama

untukharmoni.com#17an

IndonesiaIndonesiaRumahRumahBersamaBersama

Sebab Indonesia rumah bersama

negara harus ramah pada semua

Download buku kompilasi lainnya di :untukharmoni.com/search/label/Buku

13 suara untuk 68 tahun Indonesia