BUKU RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KEUANGAN...
Transcript of BUKU RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KEUANGAN...
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
BUKU
RENCANA STRATEGIS
DEPARTEMEN KEUANGAN
TAHUN 2005-2009
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
1
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang ………………………………………………………… 1 B. Tugas, Fungsi dan Peran …………………………………………….. 2 C. Struktur Organisasi ………………………………………………….. 3 D. Profil Sumber Daya Manusia ……………………………………….. 6 E. Sarana dan Prasarana ……………………………………………… 7
BAB II VISI DAN MISI …..………………..…………………………………….. 8 A. Visi Departemen Keuangan …………………………………………. 8 B. Misi Departemen Keuangan ………………………………………. 8
BAB III INDENTIFIKASI PERMASALAHAN …………………………………….. 10 A. Pendapatan Negara ………………………………………………… 13 B. Belanja Negara ……………………………………………………….. 14 C. Pembiayaan Anggaran …………………………………………….. 15 D. Kekayaan Negara ……………………………………………………. 15 E. Sistem Pengelolaan Keuangan Negara ……………………………. 16
BAB IV STRATEGI DAN KEBIJAKAN ………………………………………… 17 A. Fokus Strategi ………………………………………………………… 18 B. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah ………………………… 39 C. Kerjasama Internasional …………………………………………… 40 D. Kelembagaan Keuangan Non Bank, Akuntan, dan Penilai ………. 41 E. Pasar Modal . ………………………………………………..…….. 41 F. Pengembangan Sumber Daya ………………………………………….. 41 G. Kesiapan Sarana dan Prasarana ……………………………………… 56
BAB V PROGRAM DAN KEGIATAN DEPARTEMEN KEUANGAN………. 58 A. Program Peningkatan Penerimaan dan Pengamanan Keuangan
Negara………………………………………………………………… 58
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
2
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
B. Program Peningkatan Efektivitas Pengeluaran Negara ………… 58 C. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Pemerintah ………. 60 D. Program Pemantapan Pelaksanaan Sistem Penganggaran ……… 61 E. Program Pembinaan Akuntansi Keuangan Negara …………….. 62 F. Program Stabilisasi Ekonomi dan Sektor Keuangan ……………... 63 G. Program Pengembangan Kelembagaan Keuangan …………….. 63 H. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan
Kepemerintahan ……………………………………………………… 64
I. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Negara ………………………………………………………………. 64
J. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Negara ……………………………………………………..……… 65
K. Program Pendidikan Kedinasan …………………………………… 66 L. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur ………… 66
BAB VI PENUTUP ………………………………………………………………… 67
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
3
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra–KL) adalah dokumen
perencanaan Kementerian/Lembaga jangka menengah (5 tahun) yang memuat visi,
misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan
tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, yang disusun dengan menyesuaikan kepada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) dan bersifat
indikatif. Renstra-KL Departemen Keuangan Tahun 2005–2009 selain menyesuaikan
kepada RPJM Nasional Tahun 2004-2009 juga menyesuaikan kepada Road-Map
Departemen Keuangan Tahun 2005–2009.
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, disebutkan bahwa
setiap kementerian/lembaga wajib menyusun Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga (Renstra-KL) untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan serta menjamin
tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan. Di samping itu, sesuai dengan Diktum Kedua Instruksi Presiden Nomor
7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, disebutkan setiap
instansi pemerintah sampai tingkat Eselon II wajib menyusun Rencana Strategis untuk
melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud
pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memuat
berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran. Perubahan
mendasar tersebut, meliputi aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan
prospektif jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework), penerapan
penganggaran secara terpadu (Unified Budget), dan penerapan penganggaran
berdasarkan kinerja (Performance Budget). Dengan mengacu kepada perubahan
mendasar dalam pendekatan penyusunan anggaran tersebut, akan lebih menjamin
peningkatan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut,
khususnya berdasarkan Pasal 12 ayat (2), telah ditetapkan Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan berdasarkan Pasal
14 ayat (6) telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA–KL).
Dalam Pasal 1 butir 9 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 dan Pasal 2 ayat (1)
beserta penjelasannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tersebut di atas
disebutkan bahwa rencana kerja kementerian negara/lembaga untuk periode 1 (satu)
tahun yang dituangkan dalam RKA–KL merupakan penjabaran dari RKP dan
Renstra–KL. Dengan demikian dalam tahap implementasinya fungsi Renstra–KL
menjadi sangat penting, karena digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan
dokumen perencanaan jangka pendek (1 tahun), yaitu Rencana Kerja Kementerian
Negara/Lembaga (Renja–KL), dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL) sebagai lampiran Nota Keuangan dalam rangka
mengantarkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).
B. Tugas, Fungsi, dan Peran
Departemen Keuangan dalam Pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi , Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia merupakan unsur
pelaksana pemerintah dipimpin oleh Menteri Keuangan yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Presiden.
Departemen Keuangan mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang Keuangan dan Kekayaan
Negara. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2005 tersebut, dalam
melaksanakan tugasnya Departemen Keuangan menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di
bidang keuangan dan kekayaan negara.
2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Pengelolaan barang milik kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya.
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
5
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan
fungsinya kepada Presiden.
Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi tersebut, terkandung beberapa peran
yang sangat strategis, yaitu:
1. Menyusun Rancangan APBN yang merupakan perwujudan pengelolaan keuangan
negara yang dilaksanakan secara transparan dan bertanggung jawab sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
2. Mengamankan dan meningkatkan pendapatan negara dari pajak, bea masuk dan
cukai serta penerimaan negara bukan pajak sesuai peraturan perundangan yang
berlaku sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri.
3. Mengalokasikan belanja negara dengan setepat-tepatnya sesuai dengan arah yang
telah ditetapkan dalam RPJM Nasional Tahun 2004-2009 dan Undang-Undang
APBN, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan masyarakat.
4. Ikut serta memajukan pertumbuhan dunia usaha dan industri dalam negeri melalui
pemberian kemudahan dalam rangka pengelolaan bahan baku impor untuk
memproduksi barang ekspor, meningkatkan kelancaran arus barang impor dan
ekspor, serta melakukan pencegahan pemberantasan penyelundupan.
5. Menetapkan kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, dan antar Daerah.
6. Membina, mengelola dan menatausahakan Barang Milik/Kekayaan Negara (aset
negara) dalam rangka lebih meningkatkan dayaguna dan hasilguna aset negara
serta pengamanannya.
7. Menyusun Laporan Keuangan Pemerintah sebagai pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN.
C. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63
Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
6
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Indonesia, Departemen Keuangan terdiri dari 10 (sepuluh) unit organisasi Eselon I, dan
Staf Ahli dengan susunan sebagai berikut :
1. Sekretariat Jenderal.
2. Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan.
3. Direktorat Jenderal Pajak.
4. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
6. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara.
7. Inspektorat Jenderal.
8. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
9. Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional.
10. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.
11. Staf Ahli
Sedangkan Instansi Vertikal di lingkungan Departemen Keuangan sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen
Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun
2004, terdiri dari :
1. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
2. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
3. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4. Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara.
Bagan organisasi Departemen Keuangan saat ini dapat dilihat pada Bagan I.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
7
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Bagan I
5 Staf Ahli : 1. Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional. 2. Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara. 3. Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara. 4. Staf Ahli Bidang Pengembangan Pasar Modal. 5. Staf Ahli Bidang Pembinaan Umum Pengelolaan Kekayaan Negara
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
8
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
D. Profil Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia memegang peranan penting dalam pelaksanaan
kegiatan Departemen Keuangan. Data pegawai berikut merupakan data yang
distribusinya masih berdasarkan struktur organisasi sebelum adanya reorganisasi
Departemen Keuangan. Jumlah pegawai Departemen Keuangan per 18 Oktober
2005 sebanyak 61.648 orang (termasuk pegawai yang diperbantukan/dipekerjakan
pada instansi di luar Departemen Keuangan) dengan klasifikasi sebagai berikut :
I. Berdasarkan Golongan
No. Golongan Laki – Laki Perempuan Total Orang
1. Golongan I 1.046 97 1.143
2. Golongan II 22.159 6.277 28.436
3. Golongan III 23.081 6.868 29.949
4. Golongan IV 1.950 170 2.120
TOTAL 48.236 13.412 61.648
II. Berdasarkan Pendidikan
No. Pendidikan Laki - Laki Perempuan Total Orang
1. SD 1.372 53 1.425
2. SLTP 2.151 353 2.504
3. SLTA 21.968 7.834 29.802
4. Sarjana
Muda/DIII
7.475 1.644 9.119
5. Sarjana (S1) 13.030 3.170 16.200
6. Master (S2) 2.195 355 2.550
7. Doktor (S3) 45 3 48
TOTAL 48.236 13.412 61.648 Sumber : Biro Kepegawaian
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
9
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
E. Sarana dan Prasarana
Departemen Keuangan sebagai instansi pemerintah yang sangat besar
menempati gedung kantor yang tersebar baik di pusat maupun unit-unit vertikal
di daerah. Gedung kantor Departemen Keuangan terletak di Jl. Lapangan
Banteng Timur Nomor 2 - 4 dan Jl. dr. Wahidin Nomor 1 Jakarta Pusat yang
ditempati oleh Menteri Keuangan, Staf Ahli, Sekretariat Jenderal, Inspektorat
Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan, Direktorat
Jenderal Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat
Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Badan
Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional. Sedangkan
Direktorat Jenderal Pajak berlokasi di Jl. Gatot Subroto Kavling 40 - 42 Jakarta
Selatan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jl. Ahmad Yani Jakarta Timur, dan
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan di Jl. Purnawarman Nomor 99
Jakarta Selatan. Selain itu, Departemen Keuangan juga mempunyai unit di
daerah yang tersebar di berbagai Provinsi, Kabupaten, dan Kota, yaitu Direktorat
Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, dan Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.
Sesuai dengan neraca Departemen Keuangan per 31 Desember 2004, total
aset Departemen Keuangan sebesar Rp32.432.596.895.058 dengan rincian sebagai
berikut: aset lancar sebesar Rp25.973.216.573.392, aset tetap sebesar
Rp6.440.255.345.124, dan aset lainnya sebesar Rp19.124.976.542.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
10
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
BAB II VISI DAN MISI
A. Visi Departemen Keuangan
Visi Departemen Keuangan adalah Menjadi Pengelola Keuangan dan
Kekayaan Negara Bertaraf Internasional yang Dipercaya dan Dibanggakan
Masyarakat, serta Instrumen Bagi Proses Transformasi Bangsa Menuju
Masyarakat Adil, Makmur, dan Berperadaban Tinggi.
Dari visi yang telah ditetapkan tersebut, yang dimaksud dengan
Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara adalah Departemen Keuangan
sebagai lembaga/institusi yang mempunyai tugas menghimpun dan
mengalokasikan keuangan negara dan memelihara barang milik negara. Bertaraf
Internasional artinya setara atau tidak berbeda dengan lembaga/institusi yang
ada di negara maju sebagai refleksi cita-cita dalam mencapai tingkatan standar
dunia atau standar internasional baik kualitas aparatnya maupun kualitas
kinerja serta hasil-hasilnya. Dipercaya dan Dibanggakan Masyarakat adalah
semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat karena pengelolaan keuangan
dan kekayaan negara dilakukan secara transparan, yaitu semua penerimaan
negara, belanja negara, dan pembiayaan defisit anggaran dilakukan melalui
mekanisme APBN. Instrumen Bagi Proses Transformasi Bangsa Menuju
Masyarakat Adil, Makmur, dan Berperadaban Tinggi, artinya Departemen
Keuangan memegang peran sangat penting dalam menuju masyarakat adil dan
makmur sebagaimana dicita-citakan dalam pembukaan UUD 1945 dengan tetap
berpegang teguh pada nilai budaya dan kepribadian bangsa Indonesia.
B. Misi Departemen Keuangan
Untuk merealisasikan Visi yang telah ditetapkan, maka Departemen
Keuangan memiliki Misi yang terbagi dalam 5 (lima) bidang.
I. Misi Bidang Fiskal
Misi di Bidang Fiskal adalah Mengembangkan Kebijaksanaan Fiskal yang
Sehat dan Berkelanjutan serta Mengelola Kekayaan dan Utang Negara Secara
Hati-hati (Prudent), Bertanggungjawab, dan Transparan.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
11
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
II. Misi Bidang Ekonomi
Misi di Bidang Ekonomi adalah Mengatasi Masalah Ekonomi Bangsa serta
Secara Proaktif Senantiasa Mengambil Peran Strategis Dalam Upaya
Membangun Ekonomi Bangsa, yang Mampu Mengantarkan Bangsa
Indonesia Menuju Masyarakat yang Dicita-citakan Konstitusi.
III. Misi Bidang Sosial Budaya
Misi di Bidang Sosial Budaya adalah Mengembangkan Masyarakat Finansial
yang Berbudaya dan Modern.
IV. Misi Bidang Politik
Misi di Bidang Politik adalah Mendorong Proses Demokratisasi Fiskal dan
Ekonomi.
V. Misi Bidang Kelembagaan
Misi di Bidang Kelembagaan adalah Senantiasa Memperbaharui Diri (Self
Reinventing) Sesuai Dengan Aspirasi Masyarakat dan Perkembangan
Mutakhir Teknologi Keuangan serta Administrasi Publik, serta Pembenahan
dan Pembangunan Kelembagaan di Bidang Keuangan yang Baik dan Kuat
yang Akan Memberikan Dukungan dan Pedoman Pelaksanaan yang Rasional
dan Adil, Dengan Didukung oleh Pelaksana yang Potensial dan Mempunyai
Integritas yang Tinggi.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
12
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
BAB III IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Departemen Keuangan dalam pembangunan nasional, berperan besar di
bidang fiskal, yaitu dalam upaya memantapkan stabilitas ekonomi makro.
Mengingat pentingnya stabilitas ekonomi makro bagi kelancaran dan
pencapaian sasaran pembangunan nasional, Departemen Keuangan yang sangat
berperan di bidang fiskal membantu Pemerintah bertekad untuk terus
menciptakan dan memantapkan stabilitas ekonomi makro. Salah satu arah
kerangka ekonomi makro dalam jangka menengah adalah untuk menjaga
stabilitas ekonomi makro dan mencegah timbulnya fluktuasi yang berlebihan di
dalam perekonomian.
Stabilitas ekonomi makro masih rentan terhadap gejolak. Di sisi
keuangan negara, kesinambungan fiskal masih menghadapi ancaman. Rasio stok
utang pemerintah terhadap PDB masih relatif tinggi yang diperkirakan sekitar
53,9 % (lima puluh tiga koma sembilan persen) dari PDB pada akhir tahun 2004.
Dalam beberapa tahun mendatang jumlah obligasi pemerintah yang jatuh tempo
akan mencapai puncaknya. Di sisi lain tingkat penerimaan, terutama pajak,
masih jauh dari optimal dibanding potensi penerimaan yang tersedia. Pada sisi
belanja, efektivitas dan efisiensi belanja masih belum optimal. Dengan demikian,
tantangan dalam 5 (lima) tahun mendatang adalah melaksanakan pengelolaan
pinjaman baik luar negeri maupun dalam negeri yang lebih baik, meningkatkan
penerimaan negara dan mengefektifkan belanja negara dalam rangka menjaga
ketahanan fiskal.
Kondisi lembaga keuangan yang belum mantap. Masih lemahnya
pengaturan dan pengawasan terhadap produk perbankan dan keuangan yang
semakin bervariasi dan kompleks, serta dalam mengantisipasi globalisasi
perdagangan jasa dan inovasi teknologi informasi, telah meningkatkan arus
transaksi keuangan masuk dan keluar Indonesia. Disamping itu adanya
kecenderungan pemusatan aset lembaga jasa keuangan pada sektor perbankan.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
13
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Hal ini merupakan ancaman sekaligus tantangan terutama bagi lembaga
perbankan di masa depan. Sementara itu, peran lembaga jasa keuangan non
bank yang sesungguhnya dapat menjadi sumber pendanaan jangka panjang bagi
pembiayaan pembangunan masih relatif kecil. Total aset yang terhimpun melalui
asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura,
dan pegadaian, baru sekitar 10 % (sepuluh persen) dari PDB dibandingkan
dengan perbankan yang telah mencapai 51 % (lima puluh satu persen) dari PDB
(tahun 2003). Hal ini disebabkan oleh lemahnya law enforcement dan belum
sepenuhnya menerapkan standar internasional dalam pengaturan dan
pengawasan industri jasa-jasa lembaga keuangan non bank yang menyebabkan
kurangnya kepercayaan masyarakat pada jasa-jasa keuangan tersebut.
Pasar modal yang diharapkan dapat menjadi sumber pendanaan jangka
panjang bagi sektor swasta masih perlu ditingkatkan. Pada tahun 2003,
kontribusi pasar modal dalam perekonomian yang dicerminkan dari nilai
kapitalisasi pasar saham dan obligasi korporasi terhadap PDB walaupun telah
mencapai 24 % (dua puluh empat persen), masih jauh di bawah penghimpunan
dana oleh sektor perbankan yang mencapai sekitar 43 % (empat puluh tiga
persen) terhadap PDB. Pertumbuhan berbagai produk jasa keuangan yang cepat
(seperti reksadana), berpotensi menimbulkan risiko jika tidak diikuti dengan
pengaturan dan pengawasan yang memadai. Nilai Aktiva Bersih (NAB)
reksadana pada tahun 2004 telah mencapai sekitar 13 kali lipat dari NAB tahun
2001. Lonjakan akumulasi dana pada industri reksadana tersebut memerlukan
pengaturan yang selalu mengedepankan prinsip-prinsip kehati-hatian.
Penyiapan mekanisme pencegahan dan pengelolaan krisis melalui
konsep Jaring Pengaman Sektor Keuangan Indonesia hingga saat ini belum
berjalan seperti diharapkan. Hal ini dikarenakan belum ada kesepakatan
diantara lembaga terkait terhadap pelaksanaan fungsi pengatur dan pengawas
jasa keuangan yang terintegrasi (melalui pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan/OJK).
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
14
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Secara singkat tantangan untuk terus menciptakan dan memantapkan
stabilitas ekonomi adalah kemungkinan timbulnya gejolak ekonomi baik yang
berasal dari luar maupun dari dalam. Gejolak ekonomi dari luar antara lain
dengan kemungkinan adanya policy reversal dari negara-negara industri maju
dari kebijakan moneter yang longgar kepada kebijakan moneter yang lebih ketat
dan meningkatnya harga minyak bumi. Sedangkan yang berasal dari dalam
negeri berupa ancaman kesinambungan fiskal, belum mantapnya kondisi
perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya, lemahnya kondisi struktural,
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketidakseimbangan eksternal,
ketahanan fiskal, dan stabilitas moneter.
Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Namun pada kenyataannya sampai
dengan saat ini, reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan
masyarakat. Banyaknya permasalahan birokrasi belum sepenuhnya teratasi baik
dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan
desentralisasi telah membawa dampak pada proses pengambilan keputusan
kebijakan publik, khususnya dari sisi internal birokrasi itu sendiri berbagai
permasalahan masih banyak yang dihadapi. Dari sisi eksternal, faktor globalisasi
dan kebijakan serta strategi nasional pengembangan e-Government sesuai dengan
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 merupakan tantangan tersendiri dalam
upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, baik dan berwibawa.
Dibutuhkan suatu upaya yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam
mendorong peningkatan kinerja birokrasi aparatur negara dalam menciptakan
pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang merupakan amanah reformasi
dan tuntutan seluruh rakyat Indonesia.
Secara spesifik identifikasi permasalahan dan kendala yang dihadapi
Departemen Keuangan dapat dibagi berdasarkan fungsi-fungsi yang
dilaksanakan. Adapun fungsi-fungsi tersebut dijelaskan di bawah ini.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
15
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
A. Pendapatan Negara
Peningkatan pendapatan negara bersumber dari pungutan pajak, bea dan
cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Adapun identifikasi
permasalahan yang dihadapi dalam rangka pendapatan negara sebagai berikut :
I. Pajak
1. Kurangnya akses informasi transaksi keuangan (lack of access to financial
transactions information).
2. Kurangnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplikasi (KISS) antar
instansi (lack of KISS to non financial transaction information).
3. Rendahnya kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak yang menjadi
kewajibannya.
4. Belum terbentuknya Bank Data Nasional dan SIN (Single Identification
Number).
5. Penerapan teknologi informasi untuk mendukung pelayanan dan
pengawasan Wajib Pajak belum memadai.
6. Sistem manajemen sumber daya manusia belum memadai dan masih
rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat.
II. Bea dan Cukai
1. Sistem dan prosedur pelayanan kurang efisien dan sulit.
2. Sistem dan prosedur pengawasan kurang efektif.
3. Organisasi dan tatakerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kurang
mengakomodir tuntutan stakeholder.
4. Integritas pegawai masih kurang memadai.
5. Sarana, prasarana, dan anggaran yang tersedia dalam rangka mendukung
sistem pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai kurang
memadai.
6. Banyak hal teknis di bidang kepabeanan dan cukai yang belum diatur
atau sudah diatur dengan peraturan namun tidak memadai.
III. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
− Pengelolaan PNBP belum memadai.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
16
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
B. Belanja Negara
Efisiensi dan tepat sasaran merupakan kata kunci dalam pengelolaan
belanja negara baik belanja pusat maupun belanja di daerah. Identifikasi
permasalahan terhadap belanja negara sebagai berikut:
I. Belanja Pusat
1. Komposisi dan struktur belanja negara yang tidak sehat dimana ruang
gerak fiskal pemerintah yang sangat terbatas, diantaranya seperti :
a. Terlihat dari besarnya belanja wajib yang harus dialokasikan
Pemerintah (non discretionary) yang antara lain meliputi belanja
pegawai, subsidi, dan pembayaran bunga utang yang menyebabkan
alokasi untuk belanja yang bersifat investasi menjadi sangat terbatas.
b. Penetapan jumlah belanja (terutama belanja wajib/non discretionary)
masih banyak bersifat incremental.
c. Belanja yang belum direncanakan secara terprogram untuk
kesinambungan pembangunan.
d. Besarnya beban bunga dan denda yang terus meningkat seiring
dengan kenaikan jumlah pokok utang dan penurunan nilai rupiah
serta penundaan pelunasan pokok utang serta commitment fee yang
cukup besar bahkan untuk utang yang belum dicairkan.
2. Subsidi belum tepat sasaran, diantaranya seperti:
a) Penyaluran subsidi yang masih banyak disalahgunakan.
b) Subsidi diterima oleh pihak-pihak yang tidak seharusnya menerima.
II. Belanja Daerah
Dari sisi alokasi ke daerah yang meliputi dana desentralisasi, dana
dekonsentrasi, dan dana tugas pembantuan, diantaranya seperti:
1. Dalam pelaksanaannya masih terdapat duplikasi sumber dana untuk suatu
kegiatan. Duplikasi sumber dana untuk membiayai kegiatan yang sama
karena pemerintah pusat dan daerah masing-masing merencanakan
program yang mirip satu sama lain.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
17
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
2. Kurangnya akuntabilitas pengelolaan dana dekonsentrasi, desentralisasi
dan tugas pembantuan.
C. Pembiayaan Anggaran
Pembiayaan anggaran berasal dari pinjaman luar negeri maupun dalam
negeri. Identifikasi permasalahan yang ada sebagai berikut:
I. Luar Negeri
1. Besarnya beban pembayaran cicilan pokok utang dan bunga utang, yang
disebabkan pemerintah menggunakan utang sebagai instrumen untuk
mencukupi kebutuhan belanja dan menutup defisit.
2. Kurang baiknya perencanaan saat menentukan bentuk utang serta
penggunaannya dan pemanfaatan utang luar negeri belum efisien dan
efektif. Dalam kaitannya dengan penarikan utang baru ternyata tidak
semua utang dapat dicairkan karena pemerintah tidak dapat memenuhi
semua persyaratan lender. Besarnya commitment fee untuk utang baru juga
cukup besar, bahkan untuk utang yang belum dicairkan.
II. Dalam Negeri
1. Pengelolaan portofolio Surat Utang Negara (SUN) yang belum memadai.
2. Belum optimalnya pasar dan infrastruktur SUN.
D. Kekayaan Negara
Kekayaan negara meliputi aktiva lancar seperti piutang pemerintah dan
aktiva tidak lancar yang berupa barang milik negara. Identifikasi permasalahan
yang ada sebagai berikut:
I. Piutang
1. Banyaknya piutang negara yang macet yang tidak didukung barang
jaminan atau barang jaminan tidak mengcover jumlah piutang negara.
2. Besarnya tunggakan baik kepada pemerintah daerah, BUMN/D, maupun
kredit program kepada usaha kecil. Sehingga kebijakan penyaluran,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
18
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
penatausahaan, pemantauan, serta penghapusan/pemutihan pinjaman
perlu segera disusun.
3. Perangkat peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan piutang
negara dan lelang kurang lengkap dan fasilitas sarana dan prasarana yang
tersedia dalam rangka mendukung pelayanan kepada publik kurang
memadai.
II. Barang Milik Negara
1. Masih banyak barang milik negara yang pengurusan dan penguasaannya
tersebar di berbagai departemen/lembaga dan belum dikelola dengan
baik.
2. Belum optimalnya pengamanan terhadap kekayaan negara, seperti
terjadinya penjarahan hutan (illegal logging) maupun terhadap
penyerobotan tanah negara oleh masyarakat setempat.
3. Belum difokuskan pada optimalisasi pemanfaatan (mengurangi idle assets)
guna mempertahankan nilai modal (capital value) kekayaan negara.
E. Sistem Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
yang dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil
pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana
yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut permasalahan yang dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
I. Kesinambungan fiskal belum terjamin.
II. Sistem penganggaran belum transparan dan akuntabel.
III. Sistem pelaksanaan anggaran belum berjalan dengan baik.
IV. Sistem penyusunan laporan keuangan (termasuk necara) belum memadai.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
19
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
BAB IV STRATEGI DAN KEBIJAKAN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 memuat
sasaran-sasaran program ekonomi nasional yang hendak dicapai pada tahun
2009, yang antara lain meliputi:
1. peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi 7,6%,
2. pengurangan angka pengangguran menjadi 5,1%,
3. pengurangan tingkat kemiskinan menjadi 8,2%,
4. peningkatan daya saing, dan
5. peningkatan investasi.
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut terdapat beberapa upaya, antara
lain berupa:
1. memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi makro sebagai prasyarat
atau prakondisi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan;
2. mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan sumber-
sumber pendorong pertumbuhan yang berimbang dan bertumpu pada
peningkatan investasi dan ekspor non-migas;
3. meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang merupakan kunci utama
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan;
4. meningkatkan partisipasi sektor swasta melalui kemitraan antara pemerintah
dan swasta untuk mengatasi kendala keterbatasan sumber daya pemerintah;
5. menciptakan lapangan kerja sekaligus mengentaskan kemiskinan melalui
strategi dan kebijakan yang tepat dengan prioritas pada sektor-sektor yang
mempunyai dampak multiplikasi tinggi terhadap penciptaan lapangan kerja;
serta
6. membangun landasan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
dengan memberikan prioritas lebih besar kepada sektor pendidikan dan
kesehatan, serta masalah perbaikan lingkungan.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
20
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
A. Fokus Strategi
Untuk mendukung pencapaian target-target makro ekonomi dan fiskal di
atas, Departemen Keuangan selaku pengelola fiskal telah mempersiapkan
langkah-langkah kebijakan fiskal yang akan ditempuh melalui 4 (empat) fokus
strategi dapat dijelaskan sebagaimana tersebut di bawah ini.
I. Pendapatan Negara
Fokus strategi di bidang pendapatan negara diarahkan pada pencapaian 4
(empat) target, yaitu (a) optimalisasi pendapatan negara, (b) peningkatan
kualitas pelayanan kepada masyarakat, (c) terwujudnya keadilan dan
perlindungan masyarakat, serta (d) citra baik Departemen Keuangan terkait
dengan layanan publik dalam rangka peningkatan pendapatan.
Pencapaian keempat target tersebut secara sinergis menjadi landasan kuat
bagi keseimbangan baru kapasitas fiskal Pemerintah yang sekaligus
menunjukkan signifikansi peningkatan dari keseimbangan awal.
Fokus strategi di bidang pendapatan negara pada prinsipnya diarahkan
pada peningkatan pendapatan negara. Strategi peningkatan pendapatan
dilaksanakan dalam 3 (tiga) kebijakan. Pertama, peningkatan target pendapatan
perpajakan secara terencana sesuai kondisi perekonomian dengan
memperhatikan kendala, potensi, dan coverage ratio yang ada. Kedua, optimalisasi
penerimaan dari bea dan cukai dengan melakukan pengkajian kelompok
industri dalam rangka optimalisasi dan harmonisasi sistem pentarifan. Ketiga,
peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sesuai perkembangan
perekonomian dengan melakukan perbaikan regulasi.
Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari perpajakan dan
peningkatan tax ratio secara bertahap dibutuhkan langkah-langkah
penyempurnaan kebijakan perpajakan, modernisasi sistem administrasi
perpajakan, pemanfaatan informasi dan teknologi dalam rangka pembentukan
bank data secara nasional, dan upaya koordinasi dengan lembaga keuangan dan
otoritas moneter dalam rangka peningkatan kemampuan akses informasi atas
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
21
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
transaksi keuangan WP. Upaya tersebut diarahkan kepada perluasan basis pajak,
optimalisasi pemungutan perpajakan dari potensi pajak yang tersedia, dan
penyempurnaan referensi perpajakan dalam rangka pengawasan WP.
Penyempurnaan kebijakan perpajakan pada prinsipnya diarahkan untuk
meningkatkan kapasitas fiskal guna mendukung dan memperkuat sumber-
sumber pendanaan APBN tanpa mengabaikan peran pajak dalam mendorong
investasi, memperkuat daya saing, dan meningkatkan efisiensi perekonomian.
Upaya tersebut dilakukan melalui penyempurnaan peraturan perpajakan terkait
dalam rangka pengurangan distorsi pajak dalam perekonomian dan mendorong
peningkatan rasa keadilan masyarakat.
Upaya penyempurnaan kebijakan juga mendesak diperlukan dalam
rangka peningkatan penerimaan dari bea dan cukai dengan mempertimbangkan
faktor keselarasan/harmonisasi dengan berbagai ketentuan lain yang berlaku,
baik tingkat nasional maupun yang berlaku secara internasional. Kebijakan
dimaksud seperti terkait dengan dukungan kepada perkembangan industri
dalam negeri dan fasilitasi perdagangan melalui pembebasan bea masuk untuk
industri tertentu.
Demikian pula halnya dengan penyempurnaan regulasi terkait dengan
upaya peningkatan penerimaan PNBP, yang jenis penerimaannya sangat
beragam. Penyempurnaan kebijakan berkenaan dengan penetapan pay out ratio,
misalnya dengan tanpa mengabaikan kondisi kesehatan dan kinerja BUMN
sangat erat kaitannya dengan proporsi peningkatan penerimaan PNBP dari laba
BUMN (deviden). Hal yang sama diperlukan pula dalam rangka peningkatan
penerimaan dari sumber-sumber lain seperti peningkatan surplus Badan
Layanan Umum (BLU) yang disetorkan ke Kas Negara, jika dimungkinkan.
Penyempurnaan regulasi berkenaan dengan PNBP tidak hanya dilakukan
terhadap pola penetapan tarif dan pemberian insentif lainnya, tetapi juga dari
sisi pengelolaan dan pelaporan. Oleh karena itu, kebijakan berkenaan dengan
pengembangan IT dan penyempurnaan sistem administrasi mutlak diperlukan.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
22
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, kebijakan operasional di bidang
pendapatan negara dilaksanakan dengan 2 (dua) cara yaitu, peningkatan
kepatuhan dan peningkatan pelayanan.
1. Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak
Pemungutan pajak dengan sistem self-assessment menuntut kesadaran
yang tinggi dari wajib pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakannya.
Strategi yang ditempuh guna meningkatkan dan menjaga kepatuhan wajib pajak
adalah:
(a) Peningkatan jumlah wajib pajak, yaitu melalui upaya pembentukan bank
data dan single indentification number (SIN), e-mapping & smart mapping,
peningkatan kerjasama/akses data dengan instansi lain, serta penyisiran
wilayah-wilayah di mana banyak terdapat anggota masyarakat yang belum
terdaftar sebagai wajib pajak;
(b) Pengungkapan SPT wajib pajak tidak jujur atau tidak benar. Strategi ini
dilaksanakan untuk memastikan wajib pajak yang telah terdaftar memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perpajakan; dan
(c) Peningkatan program penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak, memperluas, dan meningkatkan
pengetahuan pajak. Upaya penyuluhan pajak dilaksanakan dengan cara: (i)
penerapan pendidikan perpajakan kepada generasi muda, baik melalui jalur
pendidikan formal maupun non formal, (ii) sosialisasi perpajakan kepada
masyarakat, dan (iii) penyediaan hotline service bagi masyarakat untuk
memperoleh pengetahuan tentang perpajakan, serta (iv) optimalisasi fungsi
public relation juga dilaksanakan untuk dapat meningkatkan citra positif
aparatur pajak.
2. Peningkatan Pelayanan Pajak
Pelayanan yang baik kepada wajib pajak dilaksanakan agar wajib pajak
dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan mudah. Strategi yang
ditempuh dalam rangka peningkatan pelayanan kepada wajib pajak, adalah:
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
23
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
(a) Peningkatan kualitas pelayanan administrasi.
Pelayanan administrasi meliputi pelayanan lengkap dan baik kepada wajib
pajak di tempat pelayanan terpadu serta penyederhanaan prosedur
perpajakan dan pemanfaatan teknologi informasi. Penyederhanaan prosedur
perpajakan berupa penyederhanaan program pelayanan restitusi dan
penyederhanaan surat pemberitahuan pajak. Sedangkan pemanfaatan
teknologi informasi meliputi pengembangan program on-line dalam
pelaksanaan pajak dan penyempurnaan program pelayanan hotline service.
(b) Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak.
Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak dilaksanakan dengan
pengembangan risk analysis sebagai dasar pemeriksaan, pengembangan
sistem administrasi pemeriksaan pajak, dan pengembangan data matching
sebagai basis electronic audit.
(c) Perbaikan manajemen penyidikan pajak.
Perbaikan manajemen penyidikan pajak dilaksanakan dengan
pengembangan kegiatan intelijen sebagai dasar penyidikan, pengembangan
kerjasama dengan instansi penegak hukum lainnya, dan pengembangan
sistem administrasi penyidikan pajak.
(d) Perbaikan manajemen penagihan pajak.
Upaya perbaikan tersebut adalah melalui pengembangan analisis umur
tunggakan dan kemampuan bayar, pengembangan sistem administrasi
penagihan pajak, dan pengembangan sistem informasi pendukung pelunasan
tunggakan pajak.
Di bidang kepabeanan dan cukai, penyempurnaan administrasi dilakukan
untuk menjamin 3 (tiga) hal, yaitu: (a) kepastian penerimaan pendapatan negara
yang berasal dari pemungutan bea masuk dan cukai, (b) terlaksananya prakarsa
fasilitasi perdagangan, dan (c) keberhasilan pemberantasan penyelundupan dan
undervaluation.
Pertama, kepastian penerimaan pendapatan negara : Untuk menjamin
kepastian penerimaan pendapatan negara dari bea masuk, upaya optimalisasi
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
24
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
pendapatan dilakukan melalui penyempurnaan administrasi dan optimalisasi
penagihan tunggakan. Hal ini terkait dengan adanya kecenderuangan
penurunan pendapatan bea masuk sebagai konsekuensi dari kebijakan
pemerintah dalam mendukung liberalisasi perdagangan internasional melalui
penurunan tarif secara bertahap. Sedangkan untuk penerimaan negara dari
pemungutan cukai dilaksanakan melalui (i) peningkatan pengawasan atas
peredaran produksi barang kena cukai, (ii) pemberantasan peredaran rokok
polos, rokok yang dilekati pita cukai palsu, dan rokok yang dilekati dengan pita
cukai yang bukan haknya, (iii) pengujian tingkat kepatuhan melalui audit, dan
(iv) peningkatan pelayanan dalam rangka penyediaan dan distribusi pita cukai.
Kedua, prakarsa fasilitasi perdagangan: Prakarsa fasilitasi perdagangan
dimaksudkan untuk menciptakan iklim perdagangan yang kondusif melalui
sistem pelayanan kepabeanan yang prima berbasis teknologi informasi. Iklim
perdagangan yang kondusif dapat menarik investor baik dari dalam maupun
luar negeri untuk menanamkan dan mengembangkan investasinya di bidang
perdagangan. Iklim yang kondusif tersebut pada akhirnya akan dapat
mendorong peningkatan perdagangan internasional dan arus keluar masuk
komoditas perdagangan (ekspor dan impor).
Ketiga, upaya pemberantasan penyelundupan dan undervaluation:
Luasnya wilayah perbatasan antar negara memberikan peluang terbukanya
pintu masuk tidak resmi komoditas perdagangan dalam upaya penghindaran
terhadap pengenaan bea masuk. Di sisi lain, ketersediaan personil, kantor
pelayanan, sarana detektor, fasilitas patroli, dan sarana dan prasarana lain dalam
rangka pelayanan kepabeanan sangat terbatas. Hal ini dimanfaatkan dengan
baik oleh oknum penyelundup untuk melakukan illegal trading dan
undervaluation. Pencegahan penyelundupan baik dari illegal trading maupun
undervaluation dilakukan melalui upaya pembukaan tempat/kantor pelayanan
bea dan cukai baru pada titik-titik strategis di sepanjang perbatasan antar
negara, pengadaan fasilitas patroli kepabeanan beserta personil operatornya,
perbaikan sistem dan prosedur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
25
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
II. Belanja Negara
Fokus strategi belanja negara diarahkan pada peningkatan efektifitas dan
efisiensi belanja negara. Peningkatan efektifitas dan efisiensi dilakukan dalam
rangka mencapai 5 (lima) target, yaitu: (a) efisiensi pengadaan barang dan jasa,
(b) alokasi belanja yang tepat sasaran, (c) alokasi belanja yang berkeadilan sosial,
(d) peningkatan kualitas pelayanan, dan (e) citra baik Departemen Keuangan
dalam mengelola belanja negara. Pencapaian kelima target tersebut dilakukan
melalui mekanisme berikut ini.
1. Penetapan kebijakan belanja yang ekonomis, efektif, dan efisien
Anggaran belanja negara, sekalipun volumenya relatif kecil terhadap
PDB, memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, penyusunan dan pelaksanaannya harus realistis dan
memperhatikan aspek kemampuan dalam menghimpun pendapatan. Untuk itu,
penyelenggaraan riset yang unggul sangat diperlukan dalam upaya menetapkan
kebijakan belanja —yang efektif, ekonomis, dan efisien— secara tepat.
Fokus strategi kebijakan belanja yang research based menghendaki agar
penyusunan dan pelaksanaan anggaran dilakukan berdasarkan informasi
yang merupakan produk riset yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.
Fokus strategi yang mengarah pada efisiensi pengadaan barang dan jasa
dimaksudkan untuk mencapai target tingkat optimum pemanfaatan sumber
daya keuangan dalam membiayai kegiatan pemerintahan. Untuk itu penerapan
prioritas belanja dan efektifitas penggunaan sumber daya keuangan —melalui
penajaman prioritas alokasi— merupakan faktor penting dalam pengendalian
efisiensi belanja.
Pencapaian efisiensi ini besar artinya bagi upaya perluasan jangkauan
alokasi belanja pemerintah dalam membiayai keperluan pemberian layanan
publik. Dengan peningkatan/perluasan capaian target ini, upaya percepatan
peningkatan pertumbuhan, penguatan stabilitas perekonomian, serta
peningkatan pemerataan pendapatan dapat terdukung.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
26
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Pada aspek administrasi, upaya efisiensi belanja juga dilakukan melalui
pemantapan (establishment) pelaksanaan unifikasi anggaran (unified budget),
penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budget), dan
penerapan alokasi belanja negara dalam kerangka pengeluaran jangka
menengah (medium term expenditure framework/MTEF).
Terkait dengan alokasi untuk belanja pemerintah daerah dalam rangka
pelaksanaan perimbangan keuangan, efisiensi belanja negara diarahkan untuk
mendukung penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab
sesuai dengan pembagian tugas, kewenangan, dan tanggung jawab antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Bertanggung jawab dalam pengertian
bahwa penyerahan atau pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada
daerah yang selanjutnya diikuti dengan pendanaannya (money follows function)
harus dapat menjamin efisiensi alokasi belanja dengan cara menghindarkan
duplikasi pembiayaan dan perluasan penyelenggaraan layanan publik sesuai
bidang tugas masing-masing. Dengan demikian, pemerintah daerah diminta
untuk melakukan alokasi belanja secara sinergis dengan Pemerintah Pusat.
Sinergis dalam pengertian bahwa alokasi belanja pemerintah daerah dan alokasi
belanja pemerintah pusat harus saling mendukung dan tidak terjadi tumpang-
tindih/duplikasi. Implementasi kebijakan ini secara konsekuen akan dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti yang dicita-citakan.
Adapun kebijakan berkenaan dengan efektifitas dan efisiensi belanja
negara terkait dengan kebijakan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan ditempuh antara lain melalui:
(a) pelaksanaan alokasi belanja daerah sesuai dengan pembagian kewenangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
(b) perumusan kebijakan alokasi dana perimbangan tahunan dan jangka
menengah;
(c) penetapan alokasi dana perimbangan dan belanja daerah lainnya secara tepat
waktu;
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
27
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
(d) perumusan karakteristik pendanaan kegiatan dan perumusan kriteria
kegiatan yang dapat didanai dengan dana dekonsentrasi dan tugas
pembantuan;
(e) pemetaan pendanaan sektoral di daerah yang mengacu pada peraturan
perundang-undangan; dan
(f) pelaksanaan koordinasi dalam rangka sinkronisasi kebijakan menyangkut
alokasi belanja yang berasal dari dana desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan.
2. Perencanaan dan alokasi anggaran yang tepat sasaran dan adil
Perencanaan dan alokasi anggaran dilakukan berdasarkan prioritas
program pembangunan pemerintah yang mengacu kepada rencana kerja
pemerintah (RKP), seperti alokasi dana untuk fungsi pendidikan dan kesehatan.
Perencanaan dan alokasi anggaran, khususnya belanja pemerintah pusat,
disusun dalam kerangka penyusunan penganggaran terpadu (unified budget)
secara konsisten.
Perencanaan dan alokasi anggaran diawali dengan penyusunan
perhitungan dasar anggaran (baseline budget) sesuai dengan kebutuhan belanja
pemerintah pusat yang rasional. Untuk itu, akurasi, kelengkapan, dan
komprehensitas data dan model perencanaan dan alokasi anggaran yang
kredibel menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan perencanaan dan
alokasi anggaran secara tepat dan adil. Selanjutnya, dilakukan penyusunan
langkah-langkah kebijakan (policy measures) dengan memperhitungkan dampak
fiskalnya terhadap belanja Pemerintah Pusat secara keseluruhan, defisit, dan
pembiayaan anggaran.
Adapun langkah-langkah dalam kaitannya dengan penajaman prioritas
alokasi anggaran yang tepat sasaran dan adil meliputi penetapan kebijakan:
(a) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dalam batas kemampuan keuangan
negara;
(b) peningkatan efisiensi belanja barang dan jasa;
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
28
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
(c) pengurangan secara bertahap subsidi yang tidak langsung menyentuh
kepentingan rakyat miskin;
(d) pengurangan beban bunga utang;
(e) peningkatan belanja modal untuk infrastruktur;
(f) peningkatan bantuan sosial yang langsung menyentuh kepentingan rakyat
miskin; dan
(g) penyediaan dana cadangan umum untuk mengantisipasi perubahan asumsi
makro atau tidak tercapainya langkah-langkah kebijakan yang direncanakan.
Khusus, terkait dengan mekanisme perhitungan dasar anggaran (baseline
budget) berkenaan dengan perencanaan dan alokasi anggaran untuk keperluan
pemerintah daerah, penajaman prioritas dilakukan melalui:
(a) pengembangan dan peningkatan kualitas database; dan
(b) penetapan besaran alokasi dengan mempertimbangkan besaran-besaran
pendapatan dalam negeri sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Pelaksanaan anggaran yang transparan dan akuntabel
Pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan anggaran
meliputi penyiapan dokumen pelaksanaan anggaran, penyaluran
anggaran/pelaksanaan pembayaran, pengelolaan kas/uang negara, dan
pertanggungjawaban atas realisasi anggaran. Sejalan dengan penerapan prinsip
good governance, keseluruhan pelaksanaan anggaran dimaksud diupayakan
dilakukan sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan fiskal (fiscal
transparency).
Selanjutnya, untuk mendukung pelaksanaan anggaran sesuai prinsip good
governance, Departemen Keuangan selaku otoritas pengelolaan fiskal menyusun
rumusan kebijakan/peraturan dan petunjuk teknis berkenaan dengan
pelaksanaan anggaran, termasuk ketentuan-ketentuan tentang penyusunan dan
penetapan dokumen pelaksanaan anggaran, mekanisme pembayaran, sistem
pengelolaan kas, dan sistem akuntansi transaksi keuangannya. Penyusunan
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
29
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
rumusan kebijakan dan/atau peraturan (Peraturan Pemerintah/Peraturan
Presiden), dan petunjuk teknis (Peraturan Menteri Keuangan/Peraturan
Direktur Jenderal) dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara.
Adapun untuk mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan kas negara
secara akurat, efisien, dan andal, Departemen Keuangan bertekad menerapkan
mekanisme pengelolaan rekening sesuai pola Treasury Single Account (TSA).
Mekanisme yang sudah mulai diujicobakan ini diharapkan sudah dapat efektif
berlaku pada tahun 2009 mendatang. Pengelolaan kas tersebut dilakukan dalam
rangka efisiensi dengan prinsip pokok “meminimalkan biaya” dan
“memaksimalkan manfaat”, sebagai contoh efisiensi kas berkenaan dengan
pemanfaatan idle cash.
Sementara itu, untuk mewujudkan percepatan penyelesaian peningkatan
kualitas laporan keuangan pemerintah pusat secara tepat waktu, andal,
transparan, dan komprehensif, Pemerintah (d.h.i. Departemen Keuangan) telah
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
yang selanjutnya menjadi standar dalam penyusunan sistem akuntansi
pemerintah pusat. Sistem akuntansi pemerintah pusat dimaksud selanjutnya
menjadi pedoman dalam proses akuntansi transaksi keuangan dalam rangka
APBN untuk menghasilkan suatu laporan keuangan pemerintah pusat yang
diperlukan baik dalam mendukung kebutuhan pimpinan Departemen Keuangan
(management report) dalam pengambilan keputusan sepanjang tahun anggaran
maupun laporan keuangan tahunan dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran (accountability report) sesuai ketentuan undang-undang.
Laporan keuangan berbasis harian untuk pertimbangan pimpinan dalam
pengambilan keputusan (management report) merupakan hasil pokok dari proses
akuntansi dalam sistem akuntansi pemerintah pusat. Laporan manajemen ini
bersifat interim dan akan dapat berubah setelah dilakukan verifikasi atas
kebenaran (validitas) data transaksinya. Atas laporan ini akan diterbitkan
laporan penyesuaian setelah dilakukan berbagai perbaikan sesuai hasil verifikasi
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
30
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
akuntansi yang dapat disebut sebagai laporan akuntabilitas. Laporan manajemen
yang berbasis harian ini dapat diterbitkan secara harian, mingguan, bulanan,
semester, dan tahunan.
Sejalan dengan proses akuntansi di atas, secara khusus, lazimnya
diterbitkan secara bulanan, harus dikeluarkan laporan keuangan yang bersifat
pernyataan (statement) dan merupakan bagian dari pertanggungjawaban
(accountability report) pelaksanaan anggaran. Laporan ini, sesuai undang-undang,
sekurang-kurangnya terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan
Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) tersebut.
Selain laporan-laporan intern Departemen, Departemen Keuangan selaku
bendahara umum negara (BUN) juga membuat laporan keuangan tahunan
dalam rangka pertanggungjawaban pemerintah —yang terdiri atas Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK), neraca keuangan
pemerintah (Neraca), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)— yang
dihimpun dari berbagai Kementerian Negara/Lembaga. Laporan-laporan yang
dihasilkan dalam rangka pertanggungjawaban pemerintah ini diatur dalam
sistem akuntansi pemerintah yang berlaku baik untuk pengguna anggaran
maupun BUN.
III. Pembiayaan Anggaran
Fokus strategi di bidang pembiayaan anggaran diarahkan pada
pencapaian target 5 (lima) indikator menguatnya kemampuan pembiayaan
pemerintah, yaitu: (a) penurunan stok utang, (b) penggunaan utang secara
selektif, (c) optimalisasi pemanfaatan hibah dan utang, (d) terwujudnya rasa
aman bagi masyarakat, dan (e) citra yang baik bagi Departemen Keuangan.
Capaian tertinggi yang diharapkan dari arah fokus strategi pembiayaan adalah
mewujudkan rasa aman bagi masyarakat dalam bertransaksi keuangan.
Kondisi tersebut diyakini akan menaikkan citra Pemerintah (d.h.i. Departemen
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
31
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Keuangan) di mata publik. Pembentukan citra dilakukan melalui uraian sebagai
berikut.
1. Kebijakan pembiayaan anggaran
Fokus strategi di bidang pembiayaan anggaran diarahkan pada
peningkatan ketahanan utang yang ditandai dengan tingkat likuiditas (liquidity),
solvabilitas (solvability), dan daya tahan (vulnerability) yang mantap. Sejalan
dengan itu, orientasi kebijakan pembiayaan adalah untuk menurunkan stok
utang dan menciptakan sumber-sumber pembiayaan alternatif guna menutup
defisit anggaran yang terjadi. Dengan terciptanya kondisi tersebut ketahanan
utang yang berkelanjutan (debt sustainability) akan dapat terwujud.
Kebijakan pokok penurunan stok utang dalam negeri dilakukan melalui
pengelolaan utang secara baik dengan kematangan perhitungan (sound and
prudent debt management policy). Langkah yang harus ditempuh adalah dengan
pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo
dan pengaturan pembayaran kembali pokok dan bunga utang. Pengaturan
pembayaran kembali difokuskan pada pendistribusian beban pembayaran utang
pada suatu tahun ke tahun-tahun berikutnya dengan memperhatikan
kemampuan membayar.
Kebijakan pokok penurunan stok utang luar negeri dilakukan melalui
upaya pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh
tempo secara tepat waktu, melakukan percepatan pembayaran kembali utang
berbiaya tinggi dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara,
peningkatan ketepatan waktu pencairan pinjaman, pertukaran utang dengan
program-program pembangunan (debt swap for development), dan pengurangan
pinjaman baru. Sejalan dengan upaya penciptaan alternatif sumber pembiayaan
dalam negeri, upaya pengurangan stok utang luar negeri diharapkan dapat
berjalan dengan baik.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
32
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Kebijakan pengurangan stok utang juga perlu ditekankan kepada jajaran
pimpinan pemerintahan daerah, agar daerah dapat mengendalikan dengan baik
stok utang dan kegiatan peminjamannya. Kebijakan terkait dengan pengurangan
stok utang daerah dapat dilakukan melalui penyiapan peraturan pemerintah
untuk memberikan batasan dan/atau peraturan lainnya yang dapat dijadikan
panduan.
Khusus, terkait dengan strategi pengamanan pembiayaan daerah perlu
dilakukan:
(a) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan ketentuan mengenai batas kumulatif
pinjaman daerah dan batas kumulatif defisit anggaran daerah;
(b) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah, pelaksanaan
penerusan pinjaman luar negeri, dan penerbitan obligasi daerah; serta
(c) penyusunan ketentuan mengenai mekanisme pelaksanaan pinjaman daerah
dan penerusan pinjaman luar negeri dan obligasi daerah.
2. Perencanaan pembiayaan anggaran
Perencanaan anggaran yang baik dan matang yang didasarkan atas
informasi akurat dapat memperkecil peluang terjadinya pembiayaan.
Pembiayaan yang merupakan gap antara pendapatan negara dan belanja negara
dapat terjadi baik untuk yang bernilai defisit maupun surplus. Pembiayaan
defisit pada prinsipnya adalah upaya memperoleh sumber dana untuk menutup
defisit, sedangkan pembiayaan surplus dilakukan sebagai upaya pemanfaatan
saldo dalam rangka memperoleh nilai tambah ekonomi.
Fokus strategi pembiayaan hingga tahun 2009 mendatang masih
diarahkan pada upaya peningkatan kemampuan untuk menutup defisit hingga
dicapainya kondisi surplus yang diharapkan sebesar 0,3%. Dengan demikian
perencanaan pembiayaan harus dilakukan sebaik mungkin, terutama terkait
dengan perencanaan kebutuhan dan pemilihan sumber - sumber pembiayaan
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
33
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
anggaran, agar terwujud pembiayaan anggaran yang realistis, akurat, efisien dan
sustainable.
Untuk itu kebijakan perencanaan pembiayaan harus dimulai dengan
merencanakan baseline estimate (estimasi dasar) sesuai dengan kebutuhan
pembiayaan anggaran. Estimasi dasar tersebut harus didukung oleh kualitas
data yang akurat, lengkap, komprehensif dan penggunaan model perencanaan
pembiayaan anggaran yang kredibel.
Perencanaan pembiayaan anggaran juga dilaksanakan dengan
merumuskan langkah-langkah kebijakan (policy measures) dan memperhitung-
kan dampak fiskalnya terhadap defisit APBN dan pembiayaan anggaran di
masa datang agar dapat mendukung kesinambungan fiskal. Langkah-langkah
kebijakan yang dapat ditempuh meliputi:
(a) merumuskan komposisi pembiayaan anggaran, baik dari dalam maupun luar
negeri, dengan biaya terendah;
(b) pengurangan pinjaman luar negeri khususnya pinjaman komersial secara
bertahap;
(c) pengurangan privatisasi dan penjualan aset-aset program restrukturisasi
perbankan secara bertahap;
(d) perumusan Debt Swap sebagai sumber pembiayaan alternatif; serta
(e) mengendalikan penggunaan rekening pemerintah pada Bank Indonesia.
Strategi pinjaman luar negeri pemerintah dilaksanakan dengan
melakukan seleksi terhadap proyek-proyek yang akan dibiayai pinjaman luar
negeri dan sesuai dengan prioritas pembangunan nasional. Proyek-proyek yang
dibiayai dengan pinjaman luar negeri diharapkan dapat menjadi pemacu bagi
pertumbuhan ekonomi dalam negeri sehingga utang dapat menjadi suatu
pembiayaan yang menguntungkan. Sementara, pinjaman pemerintah yang
berasal dari dalam negeri dimaksudkan guna menutup defisit anggaran tahun
berjalan dan mengatasi kekurangan kas negara.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
34
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Strategi pinjaman dalam negeri pemerintah dilaksanakan dengan
manajemen portofolio SUN dengan tujuan untuk:
(a) menurunkan refinancing risk;
(b) memperpanjang rata-rata jatuh tempo,
(c) menyeimbangkan struktur jatuh tempo sejalan dengan anggaran pemerintah
dan kapasitas penyerapan pasar;
(d) mengembangkan dan meningkatkan likuiditas pasar sekunder; dan
(e) menurunkan stok utang dalam negeri dengan program buyback di pasar
sekunder.
3. Pengelolaan utang pemerintah
Kebijakan pengelolaan utang pemerintah diarahkan untuk meminimalkan
biaya dan memaksimalkan manfaat utang. Strategi minimasi biaya ditempuh
melalui upaya peningkatan penyerapan pinjaman (loan disbursement).
Peningkatan penyerapan pinjaman dimaksudkan untuk menghindari biaya yang
tidak perlu seperti commitment fee atau pun tambahan biaya bunga. Seiring
dengan upaya peningkatan penyerapan pinjaman, aspek kesesuaian terhadap
persyaratan pinjaman juga harus menjadi perhatian guna menghindari
penarikan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (ineligible disbursement).
Strategi maksimasi manfaat utang ditempuh melalui peningkatan
efektifitas pelaksanaan program atau proyek yang dibiayai utang agar dapat
diselesaikan sesuai rencana dan tepat waktu. Efektifitas pelaksanaan program
atau proyek yang dibiayai utang, baik dari segi waktu maupun spesifikasi teknis,
akan dapat memberi manfaat/kontribusi langsung terhadap perekonomian
nasional dan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Dengan
demikian, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan pendanaan
proyek yang dibiayai dengan pinjaman maupun hibah, serta pelaksanaan
replenishment oleh Executing Agency (EA) perlu ditingkatkan.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
35
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Selain strategi minimax (minimasi biaya dan maksimasi manfaat),
pemerintah memandang perlu untuk menerapkan strategi penatausahaan utang
secara lebih baik. Penatausahaan utang yang baik akan dapat meningkatkan
daya saing untuk mengimbangi dan menghadapi kecepatan arus informasi era
global. Oleh karena itu perbaikan database dan penggunaan teknologi informasi
adalah kunci keberhasilan pengelolaan utang.
Wacana penatausahaan utang yang diperkenalkan oleh UNCTAD-UNDP
melalui program DMFAS (Debt Management Financial Analysis System) patut
dipertimbangkan untuk dimanfaatkan dan menjadi benchmark dalam
membangun mekanisme penatausahaan utang pemerintah. Hal ini penting,
mengingat database utang sangat penting artinya bagi perencanaan utang dan
pembayarannya agar terhindar dari kemungkinan biaya yang tidak perlu seperti
tambahan biaya bunga atau bahkan denda.
Sementara itu, khusus terkait dengan pengelolaan portofolio SUN, perlu
diupayakan strategi pengelolaan portofolio SUN secara baik dan dengan
kematangan perhitungan (sound and prudent debt management) sesuai strategi
pinjaman dalam negeri. Sejalan dengan itu, dapat ditempuh kebijakan:
(a) Pembayaran bunga dan pokok tepat waktu
Kebijakan ini dapat meningkatkan kredibilitas pemerintah dalam
pengelolaan utang.
(b) Penerbitkan SUN dalam mata uang rupiah dan mata uang asing
Kebijakan ini, selain memberikan pilihan investasi kepada pelaku pasar,
dapat pula membuka alternatif sumber pembiayaan baru di luar utang luar
negeri. Kendati demikian, pemberlakuan kebijakan ini perlu diawali dengan
suatu kajian mendalam terkait dengan komposisi, risiko baik biaya maupun
akibat yang ditimbulkannya, dan kemampuan membayar Pemerintah.
(c) Pembelian kembali SUN (buy back)
Kebijakan pembelian kembali SUN (buy back) diarahkan membagi beban
pembayaran bunga dan pokok suatu tahun ke tahun berikutnya. Oleh karena
itu program buy back lebih bersifat perpanjangan tanggal jatuh tempo. Hal ini
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
36
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
diperlukan mengingat kemampuan anggaran pemerintah untuk membayar
dan penyerapan pasar untuk refinancing. Dengan demikian buy back
ditujukan untuk mengurangi jumlah SUN berjangka pendek (jatuh tempo
2005-2009). Program ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan pasar
terhadap kebijakan fiskal pemerintah (termasuk debt management).
(d) Pertukaran SUN (debt switching)
Program perpanjangan jatuh tempo SUN dapat pula dijalankan melalui
mekanisme pertukaran (switching). Program ini menawarkan SUN jangka
panjang sebagai pengganti SUN jangka pendek melalui mekanisme pasar
sehingga dapat mengurangi refinancing risk.
(e) Pengembangan instrumen SUN
Pengembangan instrumen SUN dapat dilakukan dengan menerbitkan SUN
yang dapat dijadikan benchmark dan likuid di pasar sekunder.
(f) Peningkatan koordinasi dengan otoritas moneter
Koordinasi dengan otoritas moneter harus menjadi komitmen kebijakan
dalam rangka evaluasi berkala terhadap indikator makro ekonomi,
pertukaran informasi dan dialog, serta menyelaraskan program SUN dengan
kebijakan moneter.
Pengelolaan penerusan pinjaman (on-lending) di masa mendatang harus
merupakan bagian integral dari pengelolaan utang. Kendati demikian, dalam
rangka transparansi dan akuntabilitas pengelolaannya perlu diselenggarakan
akuntansi penerusan pinjaman secara khusus. Demikian pula dengan legal aspect
berkenaan dengan penerusan pinjaman. Syarat-syarat, mekanisme, dan hak dan
kewajiban terkait dengan pemberian dan/atau penyaluran serta pengembalian
pinjaman berkenaan dengan penerusan pinjaman perlu diatur secara jelas.
IV. Kekayaan Negara
Kekayaan negara merupakan potensi kekuatan yang dapat dipergunakan
untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
37
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
fokus strategi di bidang kekayaan negara diarahkan pada optimalisasi
pengelolaan dan penilaian kekayaan negara. Pengelolaan kekayaan negara harus
dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan prinsip-prinsip good
governance, dalam melakukan perencanaan kebutuhan, pelaksanaan pengadaan,
penguasaan, penatausahaan, sampai dengan pertanggungjawaban. Pengelolaan
kekayaan negara seyogianya dilakukan oleh otoritas tertentu yang ditunjuk
untuk tugas tersebut. Hal ini sangat penting artinya untuk menciptakan
kejelasan akuntabilitas pengelolaan kekayaan negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
yang mengamanatkan kepada Menteri Keuangan untuk mengelola kekayaan
negara mengandung konsekuensi bahwa Menteri Keuangan bertanggung jawab
atas manfaat yang dapat diperoleh dan biaya yang timbul dari kekayaan negara
yang dikelola. Dengan demikian, akuntabilitas pengelolaan kekayaan negara
selanjutnya dapat diukur dari seberapa besar manfaat yan diperoleh dari
sejumlah biaya yang dikeluarkan. Sementara itu, penilaian kekayaan negara
sangat penting artinya guna memperoleh data, “seberapa besar nilai aset yang
dimiliki pemerintah”. Hal ini akan berpengaruh dalam penentuan posisi
Pemerintah Republik Indonesia dalam rating guna mendongkrak tingkat
kepercayaan pasar terhadap pemerintah.
Dari fokus strategi ini, diharapkan melalui upaya optimalisasi
pemanfaatan kekayaan negara, baik secara sosial maupun ekonomis citra
Departemen Keuangan sebagai pengelolaan kekayaan negara yang baik akan
dapat terwujud. Untuk mencapai sasaran dimaksud, lebih lanjut perlu diuraikan
secara jelas pokok-pokok kebijakan, rencana pemanfaatan, dan pelaksanaan
pemanfaatan kekayaan negara yang seyogyanya dilakukan oleh otoritas
pengelola kekayaan negara.
1. Kebijakan pengelolaan kekayaan negara
Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor : Kep. 225/MK/V/4/1971,
yang dimaksud barang - barang milik/kekayaan negara yaitu : “semua barang-
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
38
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
barang milik negara/kekayaan negara yang berasal/dibeli dengan dana yang
bersumber untuk keseluruhannya atau sebagian dari Anggaran Belanja Negara
yang berada di bawah pengurusan atau penguasaan departemen-departemen,
lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga pemerintah non departemen serta
unit-unit dalam lingkungannya yang terdapat baik di dalam maupun di luar
negeri. Barang-barang ini tidak termasuk kekayaan negara yang telah dipisahkan
(kekayaan perum dan persero) dan barang-barang/kekayaan daerah otonom”.
Sebagaimana dikemukakan di atas, kekayaan negara mencerminkan
potensi nilai yang dimiliki pemerintah dan oleh karenanya menempati peran
strategis dalam upaya memperbaiki kondisi keuangan negara. Untuk itu,
kekayaan negara harus dikelola dengan baik dan dilakukan penilaian dengan
memperhatikan kondisi pasar, lingkungan, dan perkembangan teknologi yang
sangat cepat.
Pengelolaan kekayaan negara pada hakekatnya diarahkan untuk
mencapai tujuan meningkatkan daya guna kekayaan negara, sementara
penilaian kekayaan negara ditujukan untuk menentukan nilai ekonomi (existing
value) serta nilai potensi (potential value) kekayaan negara. Oleh karena itu,
kebijakan pemanfaatan kekayaan negara harus diarahkan kepada optimalisasi
manfaat dan pengurangan biaya. Dengan demikian, kebijakan pengelolaan dan
penilaian kekayaan negara sekurang-kurangnya fokus pada:
(a) pemanfaatan kekayaan negara secara optimal,
(b) pengamanan kekayaan negara, dan
(c) efisiensi,
(d) terhindarnya penetapan harga di bawah standar yang berpotensi
menimbulkan kerugian negara,
(e) akurasi nilai kekayaan negara,
(f) kemudahan dalam pengendalian,
(g) jaminan kepastian hukum.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
39
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Kebijakan di bidang pengelolaan kekayaan negara diarahkan untuk
mensinergikan pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan negara untuk
kepentingan nasional. Dalam konteks otonomi daerah, kebijakan di bidang
pengelolaan kekayaan negara tidak dimaksudkan sebagai campur tangan
pemerintah pusat untuk menguasai kekayaan suatu daerah.
2. Pengelolaan kekayaan negara
Pengelolaan Kekayaan Negara baik yang dikelola Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah dan BUMD, BUMN, dan Badan Hukum Milik Negara
meliputi inventarisasi, perolehan, pengamanan, penggunaan, pemanfaatan,
penggunaan, pemindahtanganan, serta penghapusan. Inventarisasi merupakan
pencatatan seluruh kekayaan negara termasuk pembukuan, penyusunan
database, dan pelaporan yang dapat digunakan sebagai informasi dan bahan
untuk penyusunan dan pengadaan kekayaan negara.
Perolehan/pengadaan barang milik/kekayaan negara dapat dilakukan
dengan perencanaan dan pengadaan, penerimaan hibah, atau kekayaan yang
dikuasai negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai
kebijakan umum pemerintah, pengadaan barang mengutamakan barang
produksi dalam negeri dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan, harga
yang wajar, dan kualitas yang baik.
Selanjutnya, pengamanan kekayaan negara meliputi kegiatan
pengamanan secara administratif, hukum, dan fisik, sehingga keberadaannya
dalam keadaan utuh, tidak rusak, tidak hilang, dan dapat dipergunakan serta
dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu upaya pengamanan kekayaan negara
dilaksanakan dengan melakukan sertifikasi nasional atas tanah dan bangunan
milik negara.
Penggunaan kekayaan negara merupakan kegiatan pendayagunaan
kekayaan negara untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
instansi yang bersangkutan. Penggunaan kekayaan negara secara maksimal
diharapkan dapat mengurangi adanya aset yang menganggur (idle asset).
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
40
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Sedangkan pemanfaatan kekayaan negara merupakan pendayagunaan
barang milik/ kekayaan negara oleh pihak lain dalam bentuk penyewaan,
peminjaman, dan bangun guna serah (BOT = Built, Operate, and Transfer) dengan
mempertimbangkan nilai tambah ekonomis bagi negara.
Kemudian, pemindahtanganan barang milik kekayaan negara yang
dilakukan baik dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, disertakan
sebagai modal Pemerintah sesuai dengan nilai ekonomis yang optimal.
Pemindahtangan tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan baik nilai riil
(existing value) maupun nilai potensial (potential value), sehingga kemungkinan
timbulnya kerugian negara (potential loss) yang disebabkan hilangnya kekayaan
negara yang tidak dapat diukur dapat dihindarkan.
Penghapusan merupakan kegiatan penghapusan kekayaan negara dari
daftar inventaris dengan mempertimbangkan aspek ekonomis maupun non-
ekonomis atas pengelolaan barang milik/kekayaan negara tersebut. Pelaksanaan
penghapusan dilaksanakan secara bertanggung jawab sehingga kerugian negara
dapat dihindarkan.
3. Penilaian kekayaan negara
Untuk memperjelas Pelaksanaan pengelolaan dan penilaian kekayaan
negara dimaksudkan untuk memperoleh estimasi/perkiraan nilai suatu barang
milik kekayaan negara. Dengan adanya penilaian ini, maka kekayaan negara
yang sudah terukur nilai nominalnya dan terbukti keberadaannya akan diserap
dalam laporan keuangan khususnya neraca keuangan pemerintah. Dengan
demikian, penilaian kekayaan negara merupakan langkah awal dari usaha
pengelolaan aset/harta kekayaan negara menuju tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance).
Kegiatan penilaian ditujukan untuk melakukan estimasi dan memprediksi
nilai dari sesuatu barang dengan tujuan mendapatkan perkiraan nilainya.
Penilaian kekayaan negara merupakan langkah awal dari usaha pengelolaan
aset/ harta kekayaan negara, yang merupakan salah satu langkah menuju
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
41
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
kepemerintahan yang baik (good governance). Dengan adanya penilaian ini, maka
kekayaan negara yang sudah terukur nilai nominalnya dan terbukti
keberadaannya akan diserap dalam laporan neraca keuangan pemerintah.
Kegiatan penilaian yang diperlukan dalam rangka pengelolaan kekayaan
negara meliputi inventarisasi, pemindahtanganan, dan jenis pengelolaan harta
kekayaan negara yang lain yang harus didasarkan atas kondisi nilai terkini dari
harta yang bersangkutan.
B. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Sejalan dengan maksud Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18A ayat (2)
pelaksanaan otonomi daerah mulai digulirkan pada tahun 2001 lalu dan
membawa konsekuensi penyerahan beberapa kewenangan kepada Pemerintah
Daerah yang memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Penyerahan
wewenang tersebut harus pula diikuti oleh pendanaannya sesuai dengan prinsip
money follows function.
Pendanaan yang terkait dengan pemerintah daerah dapat dibedakan
menjadi pendanaan langsung kepada Daerah dan pendanaan tidak langsung.
Selain pendanaan secara langsung kepada Daerah seperti dana desentrasilasi,
dana dekonsentrasi, dan dana tugas pembantuan, Departemen Keuangan juga
melaksanakan kewenangan dalam kaitannya dengan hubungan Pemerintah
Pusat dan Daerah yang meliputi antara lain evaluasi pajak daerah, penetapan
pinjaman daerah, dan pembangunan sistem informasi keuangan daerah.
Pelaksanaan kewenangan tersebut memiliki tujuan agar terwujudnya hubungan
yang harmonis antara Pemerintah Pusat dan daerah untuk mendukung
pencapaian kesinambungan fiskal sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
42
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Kewenangan di bidang hubungan pusat dan daerah juga mencakup
mengenai evaluasi dan pengawasan terhadap peraturan daerah atas pajak dan
retribusi daerah. Dalam kaitannya dengan pinjaman daerah, sasaran yang akan
dicapai adalah terwujudnya perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pinjaman
dan obligasi daerah yang efektif dan efisien serta terciptanya redefinisi
perencanaan dan pemanfaatan pinjaman untuk daerah dalam kontribusi
terhadap pembangunan nasional. Untuk mencapai hal tersebut, akan dilakukan
pengukuran dan analisis potensi daerah dalam kaitannya dengan perekonomian
dan kemampuan membayar kembali pinjaman dan sumber-sumber
pembiayaannya, serta fasilitasi dan pemberian bimbingan teknis terhadap
pinjaman daerah dan obligasi daerah dalam kerangka pengendalian jumlah
kumulatif pinjaman.
Pemantauan terhadap pajak daerah, defisit daerah dan pinjaman daerah
harus ditopang oleh sistem informasi keuangan daerah yang transparan, akurat,
relevan, tepat waktu, dapat diperbandingkan, dan dapat dipertanggung-
jawabkan. Untuk mencapai hal tersebut, langkah pertama adalah penerapan
prinsip-prinsip penganggaran (seperti penganggaran berbasis kinerja, unifikasi
anggaran, dan pengklasifikasian belanja mengacu pada praktek terbaik
internasional), pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban (seperti
penerapan Standar Akuntansi Pemerintah). Selanjutnya, dilakukan langkah-
langkah untuk mengakomodasi prinsip-prinsip tersebut, seperti penyempurnaan
format APBD dan penyajian dan penyusunan laporan keuangan. Hal ini
merupakan syarat bagi terselenggaranya konsolidasi antara informasi
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyempurnaan format-format
tersebut selanjutnya difasilitasi dengan pengembangan aplikasi pelaporan
informasi keuangan daerah.
C. Kerjasama Internasional
Kerjasama Internasional dilakukan dalam rangka meningkatkan
kerjasama ekonomi dan keuangan dengan lembaga-lembaga keuangan
internasional, regional, multilateral, dan bilateral. Untuk mencapai hal tersebut,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
43
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
strategi yang dilakukan Departemen Keuangan adalah pengkajian dan
pemantauan (surveillance) perkembangan ekonomi dan keuangan internasional
serta peran pemerintah dalam forum ekonomi internasional. Selanjutnya,
dilakukan pengkoordinasian, pemantauan, dan perumusan kebijakan kerjasama
ekonomi dan keuangan internasional agar pelaksanaannya lebih efisien dan
efektif serta dapat mendukung kebijakan fiskal.
D. Kelembagaan Keuangan Non Bank, Akuntan, dan Penilai
Dalam kaitannya dengan Kelembagaan Keuangan Non Bank, Akuntan,
dan Penilai fokus strategi Departemen Keuangan dalam rangka hal ini adalah
berkaitan dengan kebijakan baik dengan menyusun peraturan perundang-
undangan pendukung, peningkatan pengawasan dan kepastian hukum di sektor
jasa keuangan, serta peningkatan pengembangan infrastruktur lembaga
keuangan.
E. Pasar Modal
Melakukan diversifikasi sumber-sumber pendanaan pembangunan jangka
panjang dan perlindungan terhadap investor pasar modal dilakukan dengan
strategi yang berkaitan dengan perangkat kebijakan dalam rangka meningkatkan
pengawasan dan kepastian hukum di bidang pasar modal, meningkatkan
infrastruktur teknologi informasi dalam rangka pengembangan pasar dan
meningkatkan peran dan kualitas para pelaku sektor jasa keuangan.
F. Pengembangan Sumber Daya
Sebagai potensi, sumber daya yang terbatas harus dikelola secara efektif,
terencana, dan sinergis. Bagi organisator yang sukses, pengelolaan sumber daya
baik manusia, informasi, maupun organisasi merupakan kegiatan yang
menantang dan tiada akhir. Oleh karena itu kreatifitas dalam mengelola sumber
daya dipandang sebagai tantangan untuk maju dan berkembang secara terus-
menerus (learning growth perspective). Kreatifitas tinggi dalam mengelola sumber
daya merupakan energi besar bagi sukses sebuah organisasi.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
44
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Berikut ini fokus strategi Departemen Keuangan dalam mengelola sumber
daya, baik sumber daya manusia, sumber daya informasi, maupun sumber daya
organisasi dari sudut pandang proses pembelajaran dan pertumbuhan (learning
growth perspective).
I. Sumber Daya Manusia
Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai sangat
dipengaruhi oleh modal sumber daya manusia (human capital) yang dimiliki.
Human capital merupakan perpaduan dari commitment, commpetence, character,
dan courage yang dimiliki oleh setiap pegawai. Keberhasilan pencapaian kinerja
tidak hanya ditentukan oleh penguasaan pengetahuan yang mendalam (hardskill
atau hard competence), tetapi juga sangat dipengaruhi oleh sikap perilaku yang
dimiliki pegawai dalam menghadapi pekerjaan (softskill). Karena itu,
pengembangan pegawai agar menjadi modal sumber daya menjadi salah satu
bagian penting dalam pengelolaan organisasi yang diwujudkan dalam bentuk
pendidikan dan pelatihan pegawai.
Dalam konteks perubahan, pegawai merupakan faktor utama dan
penentu yang menjadi subyek pelaku perubahan (agent of change) sekaligus
sebagai obyek (sumber daya) yang harus dikelola secara benar, terencana, dan
komprehensif. Faktor manusia tidak saja dituntut untuk memproses perubahan,
tetapi juga harus dapat turut berproses dalam perubahan.
Tuntutan untuk memproses perubahan dapat dimengerti sebagai faktor
dinamis yang harus memberi efek pengubah dari satu kondisi (old status) ke
kondisi lain (new status) yang direncanakan. Sebagai contoh, posisi tax-ratio
sebesar 11% (sebelas persen) pada tahun 2005 merupakan salah satu penilaian
posisi Departemen Keuangan. Dengan keberadaan pegawai sebagai salah satu
faktor pengubah, diharapkan posisi tax-ratio pada Tahun 2009 dapat diubah atau
ditingkatkan dengan menghasilkan suatu keseimbangan baru, misalnya menjadi
sebesar 16%.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
45
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Adapun tuntutan untuk berproses dalam perubahan mengandung
pengertian bahwa pegawai itu sendiri, sebagai sumber daya, harus
diperhitungkan perubahannya dari posisi pada tahun 2005 ke posisi tahun 2009
untuk dapat mencapai target posisi tax-ratio sebesar 16% tersebut. Misalnya,
perlu penambahan pegawai dan perlu pengembangan kualitas, kapasitas, dan
loyalitas pegawai.
Target tax ratio di atas menghendaki pegawai untuk bekerja keras
meningkatkan jumlah wajib pajak, dengan angka peningkatan yang jauh
melampaui angka perkembangan populasi penduduk yang ada. Dengan
demikian, kebutuhan yang perlu dikelola berkenaan dengan faktor pegawai
berupa peningkatan ketrampilan dan keahlian dalam menjaring subyek pajak
dan penambahan jumlah aparatur untuk dapat dipekerjakan menangani
administrasi perpajakan di berbagai sentra wajib pajak yang harus dilayani.
Menyikapi perubahan sebagai sesuatu yang tiada pernah berhenti (change
is eternal), kita perlu menyiapkan faktor-faktor penyanggah agar proses
perubahan tidak bergerak ke posisi menurun (declining). Faktor penyanggah
berperan sebagai stabilisator gerakan perubahan ke arah puncak secara
terencana dan terus-menerus.
Faktor penyanggah sumber daya manusia (SDM) yang penting dalam
proses perubahan tersebut adalah revitalisasi dan regenerasi. Revitalisasi dapat
dipahami sebagai proses pengelolaan sumber daya yang ada agar selalu dalam
kondisi fit dan produktif. Proses ini diarahkan pada peningkatan produktifitas
dan perpanjangan usia produktif. Sementara, regenerasi merupakan proses
membentuk kader atau kaderisasi yang dapat meneruskan dan mengembangkan
proses produksi dan/atau pelaksanaan kegiatan di lingkungan Departemen
Keuangan. Regenerasi dapat berarti menjaga kesinambungan kualitas populasi.
Regenerasi juga bermakna sebagai proses meningkatkan dan mengembangkan
jumlah populasi. Kedua faktor penyanggah ini harus menjadi bagian dari
rencana kerja seluruh unit organisasi di lingkungan Departemen Keuangan.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
46
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Pertumbuhan SDM yang proporsional dengan tuntutan kebutuhan
Departemen Keuangan harus dapat dijaga kelangsungannya. Untuk menjaga
stabilitas pertumbuhan tersebut, baik proses revitalisasi maupun regenerasi
harus dilaksanakan secara terus-menerus dan konsisten. Proses revitaliasi dapat
ditempuh melalui peningkatan motivasi, peningkatan kemampuan adaptasi
terhadap perkembangan, pelatihan, peningkatan jenjang pendidikan, dan
pemberian reward and punishment. Sedangkan proses regenerasi dapat dilakukan
melalui penerimaan pegawai baru (recruitment) dan peningkatan jumlah pegawai
dalam kelas/tingkatan tertentu.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan human capital
meliputi kegiatan identifikasi jenis pekerjaan strategis yang ada, mendefinisikan
profil kompetensi yang harus dimiliki SDM, membuat assessment atas
kompetensi SDM yang ada, dan membangun program pengembangan SDM
(human capital development) yang dapat meliputi rekruitmen, pelatihan,
penyusunan sistem remunerasi yang diperlukan, dan penilaian kesiapan
organisasi.
Dalam posisinya yang sangat menentukan sebagai agent of change, SDM
dituntut memiliki kemampuan yang memadai, baik dari segi ilmu pengetahuan
(basic competence), keterampilan dan keahlian (value of competence), maupun
profesionalitas (code of conduct). Faktor kemampuan tersebut dibutuhkan di
setiap bidang tugas guna mendukung terwujudnya peran institusional
Departemen Keuangan sebagai Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara serta
tercapainya tujuan instruksional Departemen Keuangan. Oleh karena itu, untuk
pencapaian tujuan organisasi pada tingkat optimum, tuntutan terhadap faktor
kemampuan SDM menyangkut ketiga hal tersebut (kemampuan, keterampilan
dan keahlian, serta profesionalitas) perlu dijawab dengan proses penyiapan SDM
secara baik dan profesional. Langkah yang perlu dilakukan terkait dengan faktor
kemampuan dimaksud adalah menyandingkan peta kompetensi SDM yang ada
dengan kebutuhan yang diinginkan. Dengan demikian perlu proses kalkulasi
(assessment) kompetensi secara benar.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
47
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Memperhatikan kebutuhan SDM unggul dengan spesifikasi dan
diversifikasi kompetensinya, diyakini bahwa perencanaan SDM yang baik sejak
pengadaan, pembinaan, pengembangan, serta penajaman keahlian merupakan
suatu keniscayaan. Oleh karena itu pelaksanaannya perlu dilakukan secara
komprehensif dan seimbang tidak saja dengan tuntutan kebutuhannya, tetapi
juga dengan faktor-faktor yang dapat memotivasi SDM untuk menunjukkan
kinerja sesuai yang diharapkan. Dengan kedudukan tersebut, SDM menempati
posisi sentral di antara 4 (empat) aspek penting lainnya, yakni Aspek Hukum,
Aspek Organisasi, Aspek Sistem dan Prosedur, dan Aspek Sarana dan Prasarana.
Upaya memahami posisi SDM saat ini baik dari segi kuantitas, kualitas,
ragam kompetensi maupun penyebarannya sangat penting dalam
mempersiapkan kelangsungan proses perencanaan dan pertumbuhan SDM yang
diinginkan untuk kurun waktu tertentu di masa datang, seiring dengan tuntutan
kebutuhan pencapaian tujuan organisasi. Dengan mengetahui posisi tersebut
kita dapat mengukur kemampuan serta menjadikan posisi tersebut sebagai
barometer dalam penetapan target pencapaian tiap-tiap sasaran yang
membutuhkan dukungan SDM.
Peta pencapaian sasaran akan dengan sendirinya menunjukkan apa dan
berapa kekuatan SDM yang dibutuhkan dalam kurun tertentu dan bagaimana
pertumbuhan yang diharapkan terjadi. Oleh karena itu, kejelasan kebutuhan
SDM terkait dengan jumlah dan komposisi turut pula menentukan langkah
pengelolaan yang harus dilakukan selama kurun waktu lima tahun ke depan.
Kejelasan tersebut di sisi lain membantu dan memungkinkan kita dapat
memanfaatkan SDM yang ada secara optimal dengan tingkat efektifitas dan
efisiensi yang tinggi dan terkendali. Dengan demikian, proses pertumbuhan
SDM dapat berjalan secara terencana dan terukur. Dengan demikian, selanjutnya
dapat ditetapkan pilihan strategi dan kebijakan pengelolaan SDM yang relevan
dengan rencana perjalanan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Pertumbuhan SDM sebagaimana disebutkan merupakan bagian dari
investasi penting dalam rangka capacity building. Pertumbuhan yang terus-
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
48
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
menerus berproses, dipandang sebagai proses pembelajaran yang panjang
(learning growth perspective).
II. Sumber Daya Informasi
Pengelolaan sumber daya informasi difokuskan pada upaya
penyelenggaraan fasilitasi pemberian informasi kepada masyarakat mengenai
kebijakan pemerintah terkait dengan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
Departemen Keuangan. Hal tersebut dilaksanakan sebagai bentuk dukungan
terhadap penyelenggaraan good governance khususnya terkait dengan
penyelenggaraan transparansi fiskal. Upaya ini dilakukan melalui
pengembangan sistem pengolahan data berbasis teknologi informasi (Information
Technology). Pengembangan sistem dan teknologi informasi dalam tahun 2005 –
2009 dilakukan atas dasar suatu kebijakan ditetapkan Departemen Keuangan
sebagai kebijakan pemanfaatan teknologi informasi (IT Policy). Selanjutnya IT
Policy akan dijabarkan dalam Rencana Pengembangan Sistem dan Teknologi
Informasi (IT Plan) Departemen Keuangan. Untuk menjamin konsistensi dan
integritas selanjutnya disusun suatu IT Standard sebagai pedoman dalam
menyusun strategi di bidang arsitektur data dan teknologi. Selanjutnya,
berdasarkan IT Policy, IT Plan, dan IT Standard unit eselon I dapat menyusun IT
Strategy, yaitu strategi dalam rangka membangun dan mengembangkan sistem
informasi dan teknologi informasi di lingkungan unit eselon I masing-masing,
sesuai IT Strategy Framework. Ilustrasi mengenai Korelasi antara IT Policy, IT Plan,
dan IT Standard dalam rangka Information Capital tersebut dapat dilihat pada
Gambar berikut ini.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
49
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Terkait dengan strategi tersebut, inisiatif pengembangan sistem informasi
pada unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan diarahkan pada hal-hal
terkait dengan pengolahan data transaksi, analisis dan pelaporan, serta
penyiapan teknologi dan infrastruktur pendukungnya. Proses ini dilaksanakan
secara terus menerus dan berulang sesuai kebutuhan operasional organisasi dan
pengembangan teknologi dan merupakan proses pembelajaran dan
pertumbuhan (learning growth).
Penyusunan IT Strategy unit eselon I perlu diarahkan kepada kebutuhan
adanya prosedur yang dapat menghasilkan produk dan layanan, meningkatkan
layanan kepada pengguna, menumbuhkan pengembangan produk layanan baru,
serta meningkatkan hubungan komunikasi antar pemerintah (G2G), pemerintah
dengan bisnis (G2B), dan antara pemerintah dengan masyarakat (G2C). Dengan
demikian kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu mendorong
peningkatan dan perbaikan citra Departemen Keuangan di mata publik. IT
Strategy yang disusun harus berdasarkan pada 6 (enam) strategi yang saling
terkait erat, yaitu:
DDeeppaarrtteemmaann KKeeuuaannggaann
UUnniitt EEsseelloonn II
IITT PPoolliiccyy
IITT PPllaann IITT SSttaannddaarrdd
IT Strategy Framework
• Keandalan Pelayanan
• Sistem yang komprehensif dan terintegrasi
• Optimalisasi pemanfaatan teknologi
• Pemanfaatan potensi dunia usaha
IT Strategy Business Process Business Process Visualization
(e-payment, etc.)
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
50
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
(a) Pengembangan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau
oleh masyarakat luas;
Kelancaran arus informasi untuk menunjang hubungan dengan lembaga-
lembaga negara, serta untuk memberi stimulan bagi partisipasi masyarakat
yang merupakan faktor penting dalam pembentukan kebijakan pemerintah
yang baik. Oleh karena itu, pelayanan publik harus transparan, terpercaya,
serta terjangkau oleh masyarakat luas melalui jaringan komunikasi dan
informasi.
(b) Penataan sistem manajemen dan proses kerja pemerintah secara
komprehensif dan terintegrasi;
Pencapaian Strategi-1 harus ditunjang dengan penataan sistem manajemen
dan proses kerja di semua instansi pusat dan daerah. Penataan sistem
manajemen dan prosedur kerja pemerintah harus dirancang agar dapat
mengadopsi kemajuan teknologi informasi secara cepat.
(c) Pemanfaatan teknologi informasi secara optimal;
Pelaksanaan setiap strategi memerlukan kemampuan dalam melaksanakan
transaksi, pengolahan, dan pengelolaan berbagai bentuk dokumen dan
informasi elektronik dalam volume yang besar, sesuai dengan tingkatannya.
Sasaran yang perlu diupayakan pencapaiannya, adalah sebagai berikut :
1) Standardisasi yang berkaitan dengan interoperabilitas pertukaran dan
transaksi informasi antar portal pemerintah.
2) Standardisasi prosedur yang berkaitan dengan manajemen dokumen dan
informasi elektronik (electronic document management system) serta
standardisasi meta-data yang memungkinkan pemakai menelusuri
informasi tanpa harus memahami struktur informasi pemerintah.
3) Perumusan kebijakan tentang pengamanan informasi serta pembakuan
sistem otentikasi dan public key infrastructure (untuk menjamin keamanan
informasi dalam penyelenggaraan transaksi dengan pihak-pihak lain,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
51
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
terutama yang berkaitan dengan kerahasiaan informasi dan transaksi
finansial).
4) Pengembangan aplikasi dasar, seperti e-billing, e-procurement, dan e-
reporting, yang dapat dimanfaatkan oleh setiap situs pemerintah dan
andal serta dapat menjamin kerahasiaan, keamanan, dan interoperabilitas
transaksi informasi dan pelayanan publik.
5) Pengembangan jaringan intra pemerintah untuk mendukung keandalan
dan kerahasiaan transaksi informasi antar instansi pemerintah dan antara
pemerintah dan daerah otonom.
(d) Pemanfaatan potensi dunia usaha;
Partisipasi dunia usaha dapat mempercepat pencapaian tujuan strategis.
Beberapa kemungkinan partisipasi dunia usaha dalam :
1) pengembangan komputerisasi, sistem manajemen, proses kerja, serta situs
dan pembakuan standard (Pemerintah dapat mendayagunakan keahlian
dan spesialisasi yang telah berkembang di sektor swasta).
2) peningkatan nilai informasi dan jasa kepemerintahan bagi keperluan-
keperluan tertentu.
3) pengembangan jaringan komunikasi dan informasi di seluruh wilayah.
(e) Pengembangan kapasitas SDM;
Sumber daya manusia (SDM), baik sebagai pengembang, pengelola, maupun
pengguna sistem informasi merupakan faktor yang turut menentukan
bahkan menjadi kunci keberhasilan pelaksanakan dan pengembangan sistem
informasi. Untuk itu, perlu upaya peningkatan kapasitas SDM, penataan, dan
pendayagunaan secara terencana, komprehensif, dan berkelanjutan sesuai
kebutuhan.
(f) pengembangan secara bertahap, sistematis, realistis dan terukur.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
52
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Pengembangan sistem informasi dan teknologi informasi perlu direncanakan
dan dilaksanakan secara sistematis melalui tahapan yang realistis dan sasaran
yang terukur, sehingga dapat dipahami dan diikuti oleh semua pihak.
III. Sumber Daya Organisasi
Selain manusia dan informasi, sumber daya yang dapat menjadi modal
penting dalam suatu organisasi adalah organisasi itu sendiri. Organisasi sebagai
suatu entitas, dengan kemampuan adaptasi dan komunikasi yang tinggi dalam
mengintegrasikan visi, misi, nilai-nilai, dan strategi membentuk satu kekuatan
dalam satu kultur kinerja (performance culture) sehingga energi seluruh
komponen dapat fokus pada pencapaian tujuan strategis yang telah digariskan
merupakan modal penting dalam proses manajemen sumber daya. Fleksibilitas
tiap-tiap komponen organisasi untuk mengarahkan fokus strateginya ke sasaran
utama organisasi perlu terus dikembangkan sebagai modal/kemampuan
internal organisasi yang sangat penting (organization capital).
Organisasi pada umumnya, dengan spesialisasi yang diterapkannya,
sering terjebak pada pencapaian tujuan spesialitasnya. Organisasi dewasa ini
sering kali di disain sebagai organisasi fungsional, dimana pencapaian tujuan
dibagi sesuai fungsi masing-masing seperti fungsi-fungsi keuangan, produksi,
pemasaran, penjualan, pembelian, rekayasa, dan lain sebagainya. Setiap fungsi
memiliki kepribadian sendiri baik kompetensi keahlian, kultur, maupun
bahasanya. Arogansi fungsional pada akhirnya dapat menghambat optimalitas
pencapaian tujuan organisasi.
Organisasi Departemen Keuangan yang cenderung mengarah pada
kondisi di atas perlu segera diselamatkan. Setiap komponen fungsional harus
benar-benar mampu mengendalikan diri, melihat, dan segera menyelaraskan
langkah terhadap langkah (strategi) Departemen dalam mencapai tujuan
strategisnya. Kultur kinerja seperti inilah yang harus tumbuh kembang di
lingkungan Departemen Keuangan. Untuk pencapaian kondisi ini komitmen
(political will), peran, dan kemampuan pimpinan puncak (top manager) untuk
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
53
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
mengkomunikasikan merupakan kunci utama keberhasilan. Keberhasilan
dimaksud ditunjukkan melalui profil sejauh mana setiap pegawai Departemen
tanpa memandang spesialisasi fungsinya mampu dengan benar memahami
strategi yang digariskan dan bertindak dalam kerja kesehariannya sesuai atau
mengarah pada sukses yang ingin dicapai dari strategi tersebut.
Kemampuan organisasi Departemen Keuangan dibangun di atas 4
(empat) komponen utama yaitu budaya organisasi, kepemimpinan, keselarasan
pegawai dan organisasi, dan pola diseminasi pengetahuan dalam organisasi.
Dalam upaya mengefektifkan organization capital Derpartemen Keuangan, perlu
identifikasi berkenaan dengan “perubahan apa saja yang mempengaruhi strategi dan
proses”. Perubahan/pergeseran yang terjadi pada komponen organisasi dapat
berpengaruh pada perilaku, proses internal, fitur-fitur output, dan nilai-nilai
organisasi.
Jika ditilik dari sejarah, perubahan dalam organisasi Departemen
Keuangan lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat stabilitas ekonomi makro serta
fungsi-fungsi yang dijalankan dalam mencapai tingkat tertentu stabilitas
ekonomi makro tersebut. Perubahan ini tampak lebih nyata pada struktur
organisasi melalui pengembangan organisasi yang berbasis administrasi modern
terkait dengan penyempurnaan organisasi dan tata kerja.
Sehubungan dengan itu, dalam perkembangan ke depan, dalam rangka
mewujudkan organisasi Departemen Keuangan yang bersih, efektif, efisien, serta
mampu berkomunikasi dengan Departemen lain, Departemen Keuangan
melakukan penataan organisasi yang difokuskan pada kejelasan pembagian
kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara antara pengkajian kebijakan
ekonomi, keuangan dan fiskal, perumusan kerangka ekonomi makro dan pokok-
pokok kebijakan fiskal, perencanaan dan penyusunan APBN, serta pelaksanaan
dan pertanggungjawaban APBN. Arah perubahan organisasi terkait dengan
pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
54
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
Pembagian Kewenangan Pengelolaan Keuangan Negara Departemen Keuangan – Tahun 2009
FUNGSI/ BIDANG
Perumusan Kebijakan Fiskal
Perencanaan dan Alokasi
Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
Pelaporan Pengawasan Fungsional
PENDAPATAN NEGARA
BKF
DJA
DJP, DJBC,
DJPBN & DJA*
DJPBN
ITJEN**
BELANJA NEGARA
BKF***
DJA
DJKD, DJPBN
DJPBN
ITJEN**
PEMBIAYAAN ANGGARAN
BKF
DJA
DJPUR
DJPBN
ITJEN**
KEKAYAAN NEGARA
BKF
DJA
DJPKN
DJPBN
ITJEN**
Keterangan : * PNBP (termasuk BLU) ** Penambahan peran sebagai compliance office untuk good governance dan risk management *** Penambahan fungsi kebijakan PNBP, perpajakan, dan kepabeanan dan cukai
Kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara pada Departemen
Keuangan sebagaimana dimaksud pada gambar di atas pada pokoknya terbagi
ke dalam 3 (tiga) area besar yaitu:
1. Kebijakan fiskal (fiscal policy) – mencakup perumusan kerangka ekonomi
makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal;
2. Perencaaan penganggaran (budget planning) – mencakup perencanaan,
alokasi, dan penyusunan APBN; dan
3. Pelaksanaan anggaran (budget execution) – mencakup pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN.
Pembagian kewenangan tersebut merupakan upaya penajaman tugas dan
fungsi unit eselon I agar tidak overlapping, menerapkan norma di bidang
penataan organisasi, pembagian beban kerja yang seimbang mungkin antar unit
eselon I, dan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan stakeholder dalam
rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan negara. Pembagian kewenangan dan tanggung jawab juga harus
diikuti dengan penyesuaian kembali tata kerja unit-unit terkait di dalam
Departemen Keuangan. Penyesuaian tata kerja tersebut dituangkan dalam
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
55
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
perencanaan reengineering organisasi Departemen Keuangan tahun 2005-2009,
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pembentukan Badan Kebijakan Fiskal (BKF)
Saat ini fungsi kebijakan fiskal tersebar di beberapa unit pelaksana, seperti
fungsi kebijakan PNBP di DJAPK, fungsi kebijakan perpajakan di Direktorat
Jenderal Pajak, dan fungsi kebijakan kepabeanan dan cukai di Direktorat
Jenderal Bea Cukai. Sebagai organisasi terpadu, Departemen Keuangan
melalui pembentukan BKF akan menyatukan fungsi kebijakan fiskal secara
penuh, termasuk kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan
fiskal, serta kebijakan PNBP, perpajakan, dan kepabeanan dan cukai.
2. Pemisahan fungsi pengelolaan PNBP dan Badan Layanan Umum (BLU)
Terkait dengan PNBP dan BLU, saat ini Direktorat PNBP dan BLU
melaksanakan fungsi-fungsi alokasi, kebijakan, dan pengelolaan kas. Hal ini
akan ditata ulang dengan dipisahkannya fungsi-fungsi tersebut, yaitu
pemindahan fungsi kebijakan makro PNBP ke BKF, pemindahan fungsi
pengelolaan kas pungutan PNBP dan setoran surplus BLU (sepanjang
dipersyaratkan) ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan, sedangkan fungsi
alokasi tetap berada di Direktorat Jenderal APK.
3. Pembentukan Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara (DJPKN)
Pembentukan DJPKN yang merupakan penggabungan fungsi yang ada pada
Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara pada Direktorat
Jenderal Perbendaharaan dan fungsi yang dilaksanakan DJPLN serta
beberapa fungsi dari Direktorat Jenderal Pajak (khususnya fungsi penilaian)
dimaksudkan untuk memperkuat fungsi pengelolaan kekayaan negara dan
melakukan reposisi fungsi lelang. Pada prinsipnya fungsi lelang akan
diserahkan kepada mekanisme swasta melalui pembentukan lembaga privat
dan independen, kecuali untuk lelang eksekusi. Secara umum pembentukan
DJPKN dimaksudkan untuk memberdayakan tugas-tugas di bidang
pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara mulai dari inventarisasi,
penilaian, pengawasan, pertanggungjawaban, laporan, akuntansi, dan
pembuatan neraca barang milik/kekayaan negara.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
56
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
4. Penggabungan BAPEPAM dan DJLK.
Dalam rangka memfasilitasi pembentukan Otorita Jasa Keuangan (OJK), telah
dilakukan penggabungan dua unit eselon I Departemen Keuangan, yakni
BAPEPAM dan DJLK. Langkah ini merupakan tahap awal pembentukan
OJK, sementara sebelum pembentukan lembaga OJK yang mandiri dapat
dilakukan. Dalam proses penggabungan tersebut, keseluruhan unit Eselon II
DJLK akan bergabung dengan BAPEPAM, kecuali fungsi Pembinaan
Akuntan dan Jasa Penilai yang akan digabungkan ke Sekretariat Jenderal.
5. Pembentukan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Risiko (DJPUR)
DJPUR merupakan pecahan dari salah satu fungsi yang dijalankan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan. Masalah utang yang dihadapi semakin kompleks
karena Indonesia melakukan diversifikasi sumber pembiayaan untuk
menutup defisit anggaran. Secara umum DJPUR mengemban tugas
meningkatkan tugas-tugas di bidang pengelolaan utang negara, baik yang
berasal dari SUN maupun pinjaman dan hibah luar negeri, mulai dari analisis
ekonomi dan pasar keuangan, perencanaan, kebijakan, dan manajemen risiko
sampai dengan cara pembayaran, akuntansi, dan sistem informasinya.
6. Pembentukan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (DJKD)
Pembentukan DJKD merupakan upaya penataan hubungan keuangan antara
pusat dan daerah seiring dengan perkembangan dinamis yang terkait dengan
keuangan pusat dan daerah. Saat ini fungsi tersebut ditangani Direktorat
Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK) yang nantinya akan
berevolusi menjadi Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).
Jadwal pelaksanaan penataan organisasi Departemen Keuangan tahun
2005-2009 adalah sebagaimana tersaji dalam Tabel Evolusi Organisasi Eselon I
sebagaimana tertera pada Tabel di bawah ini.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
57
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
E V O L U S I O R G A N I S A S I U N I T E S E L O N I
2005 2006 2007 2008 2009 BAPEKKI BKF BKF
DJAPK DJA DJKD
DJA DJKD
DJP DJP DJP DJBC DJBC* DJBC*
DJPBN DJPB
DJPKN DJPUR
DJPB DJPKN DJPUR
BAPEPAM-LK BAPEPAM-LK OJK SETJEN SETJEN** SETJEN**
ITJEN*** ITJEN*** ITJEN*** Keterangan : * DJBC memiliki peran tambahan yaitu dukungan kepada industri, fasilitasi perdagangan, dan perlindungan
masyarakat. ** Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai dipindahkan dari DJLK ke SETJEN *** ITJEN memiliki peran tambahan sebagai compliance office untuk good governance dan risk management.
Dari tabel tersebut dapat diketahui pula bahwa Inspektorat Jenderal
Departemen Keuangan memperoleh tambahan peran dan fungsi, yakni sebagai
compliance office untuk good governance dan penyelenggaraan audit terkait dengan
risk management.
Penambahan peran dan fungsi dimaksud terkait dengan tekad kuat untuk
mewujudkan penyelenggaraan good governance sejalan dengan prinsip
pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang dituangkan dalam paket
undang-undang bidang keuangan negara (Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara). Sementara
itu, tambahan peran dan fungsi pengendalian risiko didasari pertimbangan
semakin besarnya risiko kerugian yang dapat timbul baik secara langsung
maupun tidak langsung sebagai akibat dari pelaksanaan pengelolaan keuangan
dan kekayaan negara yang mengabaikan prinsip-prinsip manajemen risiko (risk
management). Untuk keperluan tersebut, Inspektorat Jenderal sebagai unsur
organisasi Departemen Keuangan yang diberi tugas pokok menyelenggarakan
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
58
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
fungsi pengendalian intern (internal control) perlu dilengkapi dengan
kewenangan tersebut.
Dari pemberian kewenangan ini diharapkan Inspektorat Jenderal dapat
menjamin agar seluruh komponen organisasi Departemen Keuangan benar-
benar dapat menerapkan prinsip-prinsip good governance dan risk management
dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara yang
dilakukannya.
Hal-hal terkait dengan asumsi perubahan organisasi berkenaan dengan
kerangka evolusi organisasi Departemen Keuangan Tahun 2005-2009
sebagaimana diuraikan dalam Tabel di atas lebih merupakan gambaran arah dan
target pencapaian Departemen Keuangan hingga Tahun 2009 mendatang. Oleh
karena itu, bagaimanapun, asumsi-asumsi kelembagaan tersebut bersifat ceteris
paribus terhadap berbagai penyesuaian sehubungan dengan upaya koordinasi
dengan otoritas kelembagaan pemerintahan seperti Kementerian Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara maupun Sekretariat Kabinet/Sekretariat
Negara.
G. Kesiapan Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan Departemen Keuangan terdiri
dari sarana prasarana yang umum dibutuhkan oleh suatu organisasi serta sarana
dan prasarana khusus untuk fungsi tertentu. Strategi penyiapan sarana dan
prasarana umum diarahkan pada perbaikan kondisi lingkungan kerja.
Sementara strategi penyiapan sarana dan prasarana untuk fungsi tertentu
diarahkan pada terjaminnya target pencapaian dari penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi tertentu dimaksud.
Penyiapan sarana dan prasarana sering diidentikkan sebagai upaya
membeli barang (pengadaan barang), walau sesungguhnya tidak semata bersifat
pengadaan barang dalam artian fisik. Penyiapan dimaksud dapat berupa
pemanfaatan barang yang telah ada untuk siap dioperasikan, pengamanan
barang yang telah ada agar dapat dimanfaatkan secara lebih baik atau
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
59
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
pengembangan dari sarana yang ada untuk memperoleh manfaat yang
maksimal.
Penyiapan sarana dan prasarana yang bersifat pengadaan pada umumnya
dilakukan untuk mendukung tugas-tugas baru seperti fungsi pegawasan
fungsional yang memperoleh tugas baru di bidang investigasi memerlukan
penambahan sarana baru di bidang investigasi/intelijen, atau terkait dengan
pembukaan kantor-kantor baru seperti fungsi kepabeanan, cukai, dan pajak yang
membuka kantor-kantor baru dan memerlukan pengadaan speedboat dan alat
deteksi pita cukai dan lain-lain.
Isu strategis berkenaan dengan penyiapan sarana dan prasarana
sebenarnya bukan pada pengadaannya tetapi pada pengamanan serta
penggunaannya secara baik di samping pelaksanaan penghapusan sarana
prasarana yang sudah tidak digunakan lagi. Salah satu bentuk pengamanan
yang dilakukan adalah sertifikasi tanah atas nama Menteri Keuangan. Melalui
pola ini diharapkan pemanfaatan tanah milik negara dapat lebih ditingkatkan.
Penghapusan sarana dan prasarana yang tidak digunakan akan mengurangi
biaya pemeliharaan yang harus ditanggung.
Dengan demikian, isu penyiapan sarana dan prasarana yang justru kapital
adalah pelaksanaan pengkajian kebutuhannya, sehingga pengadaan sarana dan
prasarana yang bersifat incremental dapat dihindari. Strategi penyiapan sarana
dan prasarana untuk jangka waktu Tahun 2005-2009 seyogianya sudah
dilakukan sejak sekarang, mengingat hal tersebut sangat terkait dengan
pencanangan target pencapaian pada Tahun 2009.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
60
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
BAB V
PROGRAM DAN KEGIATAN
DEPARTEMEN KEUANGAN
Berdasarkan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, dan kebijakan yang telah
ditetapkan, dengan mengacu kepada RPJM Nasional 2004-2009, Departemen
Keuangan menetapkan 12 (dua belas) program, yaitu :
A. Program Peningkatan Penerimaan dan Pengamanan Keuangan Negara.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama
penerimaan yang bersumber dari pajak dengan mempertimbangkan
perkembangan dunia usaha dan aspek keadilan masyarakat, termasuk di
dalamnya pengelolaan kekayaan negara berupa piutang negara, dengan
kegiatan pokok antara lain:
1. Melakukan reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan;
2. Melakukan reformasi kebijakan dan administrasi sengketa pajak;
3. Melakukan reformasi kebijakan dan administrasi kepabeanan dan cukai;
4. Melakukan reformasi kebijakan dan administrasi Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP)
5. Memantapkan pengelolaan pinjaman RDI, RPD, dan SLA;
6. Meningkatkan penerimaan negara yang berasal dari penerimaan biaya
administrasi pengurusan piutang negara dan Bea Lelang.
B. Program Peningkatan Efektifitas Pengeluaran Negara.
Program ini bertujuan untuk mendukung langkah konsolidasi fiskal dalam
rangka menjaga kesinambungan fiskal, termasuk di dalamnya pengelolaan
kekayaan negara, dengan kegiatan pokok antara lain:
1. Memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan aparatur negara dan
pensiunannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan
negara;
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
61
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang dan jasa yang
digunakan untuk pelaksanaan pelayanan publik setiap instansi
pemerintah serta pemeliharaan aset negara;
3. Menyediakan sarana dan prasarana pembangunan yang memadai untuk
rnendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatan
kesejahteraan rakyat, pengentasan kemiskinan dan pengurangan
pengangguran;
4. Mengurangi beban pembayaran bunga utang pemerintah;
5. Mengarahkan pemberian subsidi agar lebih tepat sasaran;
6. Mengarahkan belanja bantuan sosial yang dapat langsung membantu
meringankan beban masyarakat miskin serta masyarakat yang tertimpa
bencana nasional;
7. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan desentralisasi fiskal
dalam rangka penyempurnaan hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah melalui penyusunan dan perumusan
kebijakan dalam penetapan Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,
Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak termasuk Dana Reboisasi;
8. Meningkatkan koordinasi dengan instansi pusat terkait dalam melakukan
pemantauan dan evaluasi dana perimbangan;
9. Melanjutkan langkah-langkah pemutakhiran data yang menyangkut
perumusan kebijakan dana perimbangan;
10. Menyusun dan merumuskan kebijakan pendapatan daerah yang berasal
dari APBN dan harmonisasi peraturan daerah (Perda) yang antara lain
terkait dengan perluasan dan peningkatan sumber penerimaan daerah;
11. Meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah serta pengawasan
atas Perda pajak daerah dan retribusi daerah yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau bertentangan
dengan kebijakan nasional;
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
62
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
12. Menyusun dan merumuskan kebijakan penataan pengelolaan keuangan
daerah, yang antara lain terkait dengan ketentuan mengenai transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, perbaikan manajemen
keuangan daerah, pengendalian defisit dan surplus anggaran daerah,
serta pelaporan dan pengelolaan informasi keuangan daerah;
13. Menyusun dan merumuskan kebijakan pelaksanaan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan yang meliputi pengelolaan dan pertanggungjawaban,
pemantauan dan evaluasi, serta pengalihan/pergeseran secara bertahap
dari sebagian anggaran Kementerian/Lembaga yang digunakan untuk
membiayai urusan daerah menjadi DAK;
14. Inventarisasi Barang Milik/Kekayaan Negara (BM/KN) yang ditujukan
untuk memperoleh informasi yang jelas, lengkap dan akurat mengenai
BM/KN yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyusunan
Neraca Kekayaan Negara;
15. Pemanfaatan BM/KN untuk mendayagunakan BM/KN oleh pihak luar
dalam bentuk penyewaan, peminjaman, atau Bangun Guna Serah (BOT =
Built, Operate, and Transfer); serta
16. Penatausahaan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN dan
BHMN dalam rangka penyusunan Neraca Kekayaan Negara.
C. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Pemerintah.
Program ini bertujuan mengoptimalkan pembiayaan anggaran termasuk di
dalamnya pengelolaan utang, baik yang berasal dari surat utang negara
(government securities) maupun pinjaman (official loan), sebagai alternatif
pembiayaan defisit APBN, agar diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya
rendah dan pada tingkat risiko yang dapat ditolerir, dengan kegiatan pokok
antara lain:
1. Melanjutkan penyelesaian RUU tentang pengelolaan Pinjaman dan Hibah
Luar Negeri;
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
63
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
2. Mengamankan rencana penyerapan pinjaman luar negeri baik pinjaman
program maupun pinjaman proyek.
3. Menyempurnakan mekanisme penyaluran pinjaman dan/atau hibah yang
diteruspinjamkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004;
4. Mengamankan pipeline pinjaman luar negeri untuk pengamanan
pembiayaan anggaran negara di tahun-tahun berikutnya melalui
penyempurnaan strategi pinjaman pemerintah;
5. Menyempurnakan rumusan kebijakan pinjaman dan hibah daerah yang
disesuaikan dengan kemampuan fiskal masing-masing daerah;
6. Melakukan pengelolaan portofolio Surat Utang Negara (SUN);
7. Mengembangkan pasar dan infrastruktur Surat Utang Negara (SUN);
8. Mengembangkan dan meningkatkan pemeliharaan sistem informasi dan
pelaporan manajemen SUN;
9. Mengevaluasi kemungkinan penerapan penggunaan Treasury
Management Information System.
D. Program Pemantapan Pelaksanaan Sistem Penganggaran.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabititas
sistem penganggaran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, dengan kegiatan pokok antara lain:
1. Penyatuan anggaran belanja negara (unified budget) dengan menggunakan
format belanja pemerintah pusat dalam APBN menjadi menurut jenis
belanja, organisasi, dan fungsi;
2. Penyusunan anggaran belanja negara dalam kerangka pengeluaran
berjangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF);
3. Penyusunan anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting);
4. Penyusunan sistem penganggaran berbasis akrual (accrual based
budgeting);
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
64
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
5. Penerapan Treasury Single Account (TSA) dalam pengelolaan keuangan
negara;
6. Perbaikan pengelolaan keuangan pemerintah dengan menerapkan
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance);
7. Penyempurnaan format APBN yang mengacu kepada statistik keuangan
pemerintah sesuai standar internasional (Government Finance
Statistics/GFS Manual 2001);
8. Pengembangan model perencanaan APBN yang terintegrasi dengan
sektor ekonomi lainnya;
9. Penyempurnaan sistem informasi dan data base yang berkualitas sebagai
alat analisis dalam pengambilan kebijakan fiskal;
10. Peningkatan sinergi dan sinkronisasi dalam perumusan kebijakan,
penganggaran, dan perbendaharaan negara melalui penegasan secara
formal tugas pokok dan fungsi dari unit yang berwenang melakukan
fungsi ordonansi, otorisasi, dan perumusan kebijakan;
11. Peningkatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan APBN; serta
12. Peningkatan capacity building sumber daya dalam rangka penyusunan,
pelaksanaan, dan pelaporan APBN;
E. Program Pembinaan Akuntansi Keuangan Negara.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara, dengan kegiatan pokok antara lain:
1. Menyusun standar akuntansi pemerintah dan penyempurnaan sistem
akuntansi;
2. Mempercepat penyelesaian dan peningkatan kualitas laporan keuangan
pemerintah pusat;
3. Mengintegrasikan informasi keuangan perusahaan negara ke dalam
laporan keuangan pemerintah;
4. Meningkatkan cakupan informasi secara berjenjang untuk mendukung
penyusunan laporan keuangan yang terintegrasi;
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
65
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
5. Menyusun pedoman dan penyajian statistik keuangan pemerintah;
6. Membimbing pengembangan sistem akuntansi pemerintah daerah;
7. Menyajikan informasi perbendaharaan negara secara berkala atau non
berkala;
8. Mendukung pengembangan dan penyempurnaan sistem perbendaharaan;
9. Mengembangkan jabatan fungsional perbendaharaan.
F. Program Stabilisasi Ekonomi dan Sektor Keuangan.
Program ini bertujuan untuk: (a) mengendalikan laju inflasi, nilai tukar, dan
suku bunga; (b) mengembangkan mekanisme Jaring Pengamanan Sektor
Keuangan; (c) meningkatkan kinerja dan kesehatan, lembaga jasa keuangan,
dengan kegiatan pokok antara lain:
1. Mengoptimalkan forum koordinasi fiskal dan moneter secara berkala
guna mengevaluasi sasaran-sasaran inflasi, dan nilai tukar;
2. Menbentuk kerangka pengembangan sektor keuangan secara utuh;
3. Memperkuat struktur perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya
melalui peningkatan pengawasan terhadap penerapan persyaratan modal
minimum;
4. Meningkatkan fungsi pengawasan bank dan lembaga jasa keuangan
lainnya;
5. Meningkatkan kualitas pengaturan bank dan jasa perasuransian;
6. Meningkatkan kualitas manajemen dan operasi bank, dan lembaga jasa
keuangan lainnya.
G. Program Pengembangan Kelembagaan Keuangan.
Program ini bertujuan untuk: (a) mengembangkan lembaga jasa keuangan
non bank; (b) memperkuat struktur lembaga jasa keuangan guna
meningkatkan fungsi intermediasi untuk UMKM; (c) mengupayakan
tersedianya infrastruktur pendukung jasa-jasa keuangan, serta (d)
meningkatkan perlindungan terhadap nasabah, pemilik polis asuransi, dan
investor pasar modal, dengan kegiatan pokok antara lain:
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
66
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
1. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan untuk memberikan
peluang terhadap berkembangnya inovasi baru produk-produk pasar
modal;
2. Menyempurnakan peraturan perundang-undangan untuk pengembangan
jasa keuangan berprinsip syariah;
3. Memberikan dukungan terhadap peningkatan penyaluran kredit untuk
UMKM;
4. Mengupayakan percepatan pengembangan infrastruktur perbankan dan
jasa-jasa keuangan lainnya;
5. Meningkatkan perlindungan kepada nasabah, pemilik polis asuransi, dan
investor pasar modal.
H. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan.
Program ini bertujuan untuk membantu kelancaran tugas pimpinan dan
fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan,
dengan kegiatan pokok antara lain :
1. Menyediakan fasilitas kebutuhan kerja pimpinan;
2. Mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi kantor kenegaraan
dan kepemerintahan;
3. Menyelenggarakan koordinasi dan konsultasi rencana dan program kerja
kementerian dan lembaga;
4. Mengembangkan sistem, prosedur dan standarisasi administrasi
pendukung pelayanan;
5. Meningkatkan fungsi manajemen yang efisien dan efektif.
I. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara.
Program ini bertujuan untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem
pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
67
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN, dengan kegiatan
pokok antara lain:
1. Meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaan pengawasan dan audit
internal, eksternal, dan pengawasan masyarakat;
2. Menata dan menyempurnakan kebijakan sistem, struktur kelembagaan
dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan
dan terakunkan;
3. Meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum;
4. Meningkatkan koordinasi pengawasan yang lebih komprehensif;
5. Mengembangkan penerapan pengawasan berbasis kinerja;
6. Mengembangkan tenaga pemeriksa yang profesional;
7. Mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja dan mendorong
peningkatan implementasinya pada seluruh instansi;
8. Mengembangkan dan meningkatkan sistem informasi APFP dan
perbaikan kualitas informasi hasil pengawasan;
9. Melakukan evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil pengawasan.
J. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara.
Program ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan
administrasi pemerintahan secara efisien dan efektif serta terpadu, dengan
kegiatan pokok antara lain:
1. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan;
2. Meningkatkan fasilitas pelayanan umum dan operasional termasuk
pengadaan, perbaikan dan perawatan gedung dan peralatan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan negara;
K. Program Pendidikan Kedinasan.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keterampilan dan
profesionalisme pegawai dan calon pegawai negeri departemen atau lembaga
pemerintah non departemen dalam pelaksanaan tugas kedinasan yang
diselenggarakan melalui jalur pendidikan profesi, dengan kegiatan pokok
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
68
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
antara lain pelaksanaan evaluasi pendidikan kedinasan terhadap kebutuhan
tenaga kerja kedinasan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan kedinasan.
L. Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas
sumber daya manusia aparatur sesuai denga kebutuhan dalam melaksanakan
tugas kepemerintahan dan pembangunan, dengan kegiatan pokok antara
lain:
1. Menata kembali sumber daya manusia aparatur sesuai dengan kebutuhan
akan jumlah dan kompetensi, serta perbaikan distribusi PNS;
2. Menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia
aparatur terutama pada sistem karier dan remunerasi;
3. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia aparatur dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya;
4. Menyempurnakan sistem dan kualitas penyelenggaraan diklat PNS;
5. Menyiapkan dan menyempurnakan berbagai peraturan dan kebijakan
manajemen kepegawaian;
6. Mengembangkan profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurna-
an aturan etika dan mekanisme penegakan hukum disiplin.
Kegiatan Departemen Keuangan secara rinci melekat pada masing-masing
program tersebut di atas, yang secara lengkap dijabarkan pada Lampiran II
Keputusan Menteri Keuangan ini.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
69
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 84/KMK.01/2006 TENTANG RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KEUANGAN TAHUN 2005-2009
BAB VI
PENUTUP
Renstra Departemen Keuangan Tahun 2005-2009 disusun memenuhi
amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, mengacu kepada RPJM Nasional Tahun 2004-2009 dan
menyesuaikan dengan Road-Map Departemen Keuangan Tahun 2005-2009.
Renstra Departemen Keuangan Tahun 2005-2009 diharapkan mampu
menentukan arah dan kebijakan dalam mengemban sebagian tugas
pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara.
Untuk selanjutnya Renstra Departemen Keuangan Tahun 2005-2009
sebagai acuan dan perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam Renstra pada tiap-tiap
unit di lingkungan Departemen Keuangan. Tidak tertutup kemungkinan
Renstra Departemen Keuangan Tahun 2005-2009 dikemudian hari mengalami
penyempurnaan seiring dengan perkembangan dinamis Departemen Keuangan.
MENTERI KEUANGAN,
SRI MULYANI INDRAWATI
LampiranII