Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

download Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

of 92

Transcript of Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    1/92

    1

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    2/92

    2

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    3/92

    3

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    4/92

    4

    Mobil Sedot Tinja

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    5/92

     Assalamu’alaikum Wr. Wb,

    Salam sejahtera untuk kita semua,

    Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan

    karunia-Nya, buku panduan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah

    (Ranperda) Pengelolaan Air Limbah Domestik dapat tersusun.

    Buku panduan ini disusun guna menjadi acuan Satker PAMS,Pemerintah Kabupaten/Kota dan Konsultan dalam melaksanakan

    kegiatan Penyusunan Ranperda Pengelolaan Air Limbah Domestik

    di provinsi masing-masing. Buku panduan ini berisikan informasi

    mengenai Umum, Pembentukan Peraturan Daerah, Penyusunan

    Ranperda Pengelolaan Air Limbah Domestik.

    Semoga buku panduan ini memberikan manfaat bagi pelaksanaan

    kegiatan Bantek Penyusunan Ranperda Pengelolaan Air Limbah

    Domestik, TA. 2015.

    Kepada semua pihak kami ucapkan terimakasih atas bantuan dan

    kerjasamanya. Masukan dan saran sangat kami harapkan demi

    penyempurnaan buku panduan ini.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

     Jakarta, Juni2015

     

    Tim Penyusun

     Direktorat PPLP Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

    KATA PENGANTAR

    5i

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    6/92

    Kata Pengantar i

    Daftar Isi ii

    Daftar Tabel iii

    Daftar Gambar iii

    BAB I UMUM 1

    1.1 HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1

    1.2 KEDUDUKAN PERATURAN DAERAH 3

    1.3 FUNGSI PERATURAN DAERAH 3

    1.4 LANDASAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 4

    1.5 ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 5

    1.6 MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH 6

    1.7 ASAS MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH 8

     

    BAB II PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 13 

    2.1 PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 13

    2.2 PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH 20

    BAB III PENYUSUNAN RANPERDA PENGELOLAAN AIR LIMBAH

    DOMESTIK 33

    3.1 KEWENANGAN PEMBENTUKAN PERDA PENGELOLAAN AIR

    LIMBAH DOMESTIK 33

    3.2 MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PENGELOLAAN

     AIR LIMBAH DOMESTIK MENURUT HIRARKI PERUNDANG-

    UNDANGAN 35

    3.3 MODEL RANPERDA PENGELOLAAN AIR

    LIMBAH DOMESTIK 44

    DAFTAR ISI

    6ii

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    7/92

    Tabel 3.1  Kewenangan Urusan Persampahan 34

    Tabel 3.2 Muatan Ranperda Pengelolaan Sampah 41

    Gambar 2.1  Tahap Penyusunan Prolegda 14

    Gambar 2.2  Tahap Penyusunan Ranperda 15

    Gambar 2.3  Tahap Pembentukan Ranperda 19

    DAFTAR TABEL

    DAFTAR GAMBAR

    7iii

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    8/92

    8

    Sanimas Bali - Mck Jempiring

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    9/92

    9

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    10/92

    10

     iplt kota palangkaraya

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    11/92

    BAB 1UMUM1.1 HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

      Pasal 1 (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara Indonesia

    adalah negara hukum. Hal ini bermakna bahwa Indonesia

    adalah Negara Hukum (rechtstaat) dan bukan Negara

    Kekuasaan (machtstaat); dengan demikian penyelenggaraan

    kekuasaan negara didasarkan pada prinsip-prinsip hukum

    sebagai landasan untuk menjalankan program pembangunan

    nasional. Ketentuan pasal 1 (3) UUD 1945 tersebut adalah

    sebagai bentuk titah konstitusi kepada seluruh rakyat Indonesia

    terutama para pejabat di tataran pemerintahan baik di pusatmaupun di daerah untuk dapat memposisikan hukum sebagai

    titik tolak dalam bertingkah laku dan merumuskan kebijakan

    publik.

      Sebagai negara hukum dalam mengimplementasikan berbagai

    produk hukum menggunakan teori norma hukum yang

    berjenjang (hirarki) dalam artian bahwa produk hukum yang

    berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan produk

    1

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    12/92

    hukum yang lebih tinggi diatasnya (lex superior derogat

    legi inferior). Hal ini sebagaimana diimplementasikan dalam

    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

    Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan hirarkinorma hukum yang dianut adalah :

    1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;

    2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

    3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

    Undang;

    4. Peraturan Pemerintah;

    5. Peraturan Presiden;

    6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

    7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

    Jenis Peraturan Perundang-undangan lain mencakup peraturan

     yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

    Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah

     Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,

    Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga,

    atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-

    Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,

    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan

    Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,Kepala Desa atau yang setingkat, diakui keberadaannya dan

    mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan

    oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau

    dibentuk berdasarkan kewenangan.1

      Peraturan Daerah dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 dibedakan

    menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah

    Kabupaten/Kota. Mengingat lingkup berlakunya PeraturanDaerah hanya terbatas pada daerah yang bersangkutan

    1. Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

    2

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    13/92

    sedangkan lingkup berlakunya Peraturan Menteri mencakup

    seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, maka dalam

    hirarki, Peraturan Menteri berada diatas Peraturan Daerah.2

    1.2 KEDUDUKAN PERATURAN DAERAH

      Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis Peraturan

    Perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem

    hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. Pada saat

    ini Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang sangat

    strategis karena diberikan landasan konstitusional yang jelas

    sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang

    Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

    Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain berhak

    ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan

    otonomi daerah dan tugas pembantuan sesuai dengan

    ketentuan Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945.

    1.3 FUNGSI PERATURAN DAERAH

    Peraturan Daerah mempunyai berbagai fungsi yaitu:

    a. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi

    daerah dan pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam

    Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia tahun

    1945 dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.

    b. Merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan

    Perundang-undangan yang lebih tinggi.

      Dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada ketentuan

    2. Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia RI, “Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah

    3

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    14/92

    hirarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian

    Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan

    Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

    c. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah

    serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam

    pengaturannya tetap dalam koridor Negara Kesatuan

    Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan

    Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia tahun

    1945.

    d. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan

    kesejahteraan daerah.

    1.4 LANDASAN PEMBENTUKAN PERATURAN

    DAERAH

    Dalam Pembentukan Peraturan Daerah paling sedikit harusmemuat 3 (tiga) landasan yaitu:

    a. Landasan filosofis, adalah landasan yang berkaitan dengan

    dasar atau ideologi Negara;

    b. Landasan sosiologis, adalah landasan yang berkaitan

    dengan kondisi atau kenyataan empiris yang hidup dalam

    masyarakat, dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang

    dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapanmasyarakat; dan

    c. Landasan yuridis, adalah landasan yang berkaitan dengan

    kewenangan untuk membentuk, kesesuaian antara jenis

    dan materi muatan, tata cara atau prosedur tertentu, dan

    tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

     yang lebih tinggi.

    Mengingat Peraturan Daerah adalah merupakan produk

    4

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    15/92

    politis maka kebijakan daerah yang bersifat politis dapat

    berpengaruh terhadap substansi Peraturan Daerah. Oleh

    karena itu, perlu dipertimbangkan kebijakan politis tersebut

    tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat.

    1.5 ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

      Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik

    termasuk Peraturan Daerah sebagaimana tercantum pada

    Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 meliputi :

    a. Kejelasan Tujuan

    Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-

    undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak

    dicapai.

    b. Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat

    Bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus

    dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk

    peraturan perundang-undangan yang berwenang karena

    peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan

    atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga Negara

    atau pejabat yang tidak berwenang.

    c. Kesesuaian Antara Jenis, Hirarki, dan Materi Muatan

    Bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-

    undangan harus benar-benar memperhatikan materi

    muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hirarki peraturan

    perundang-undangan.

    d. Dapat Dilaksanakan

    Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-

    undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan

    5

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    16/92

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    17/92

    berbunyi sebagai berikut:

      “Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan

    Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka

    penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan

    serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran

    lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.

    Materi muatan Peraturan Daerah juga dapat memuat sanksi

    pidana sebagaimana ketentuan Pasal 15 Undang-Undang

    Nomor 12 Tahun 2011. Materi muatan yang berupa sanksi

    pidana dalam Peraturan Daerah berupa ancaman pidana

    kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling

    banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Peraturan

    Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota juga

    dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda

    sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-

    undangan lainnya.

      Selanjutnya materi Peraturan Daerah dilarang bertentangan

    dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi,

    kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Hal tersebut sesuai

    dengan ketentuan dalam Pasal 250 Undang-Undang Nomor

    23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

      Adapun yang dimaksud dengan “Bertentangan dengan

    kepentingan umum” meliputi:

    a. Terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;

    b. Terganggunya akses terhadap pelayanan publik;

    c. Terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;

    d. Terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat; dan/atau

    e. Diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras,

    antar-golongan, dan gender.

    7

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    18/92

    1.7 ASAS MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

      Peraturan Daerah mempunyai materi muatan yang mengandung

    asas-asas sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (1)

    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang mempunyai

    pengertian sebagai berikut :

    a. Pengayoman

    Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan

    harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka

    menciptakan ketentraman masyarakat.

    b. Kemanusiaan

    Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus

    mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak

    asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga

    Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

    c. KebangsaanBahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus

    mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang

    pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip

    Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    d. Kekeluargaan

    Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus

    mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat

    dalam setiap pengambilan keputusan.

    e. Kenusantaraan

      Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan

    senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah

    Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-

    undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian darisistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

    8

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    19/92

    f. Bhineka Tunggal Ika

    Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus

    memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan

    golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya

     yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

    g. Keadilan

    Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus

    mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap

     warga negara tanpa kecuali.

    h. Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan

    Pemerintahan

    Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan tidak

    boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan

    latar belakang, antara lain: agama, suku, ras, golongan,

    gender, atau status sosial.

    i. Ketertiban dan Kepastian Hukum

      Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan harus

    menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan

    adanya kepastian hukum.

     j. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan

      Bahwa setiap Materi Peraturan Perundang-undangan

    harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan

    keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat

    dengan kepentingan bangsa dan negara.

    9

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    20/92

    Pengelolaan Air Limbah Jawa Tengah

    10

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    21/92

    11

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    22/92

    12

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    23/92

    BAB 2PEMBENTUKANPERATURAN DAERAH

    2.1 PROSES PEMBENTUKANPERATURAN DAERAH

      Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014

    tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah menyebutkan

    bahwa Pembentukan Produk Hukum Daerah adalah

    pembuatan peraturan perundang-undangan daerah yang

    mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,

    pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Usulan

    pembentukan produk hukum daerah - yang dimaksud dalam

    hal ini adalah Peraturan Daerah – dapat berasal dari dua jalur,

     yaitu atas usulan eksekutif (Pemerintah Daerah) dan atas

    usulan legislatif (DPRD).

    Proses dalam tiap-tiap tahapan tersebut adalah sebagai

    berikut:

    13

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    24/92

     A. Perencanaan

    Perencanaan adalah tahap dimana pemerintah daerah dan

    DPRD menyusun daftar Peraturan daerah yang akan disusun kedepan. Proses ini umumnya dikenal dengan istilah penyusunan

    Program Legislasi Daerah (Prolegda). Hasil pembahasan

    tersebut kemudian dituangkan dalam Keputusan DPRD.

      Secara umum ada lima tahap dalam penyusunan Prolegda,

     yaitu:

      Pada tahap mengumpulkan masukan, Pemerintah Daerah

    dan DPRD secara terpisah membuat daftar Ranperda, baikdari SKPD, anggota DPRD, fraksi dan masyarakat. Hasil dari

    proses pengumpulan masukan tersebut kemudian disaring/ 

    dipilih untuk kemudian ditetapkan oleh masing-masing pihak

    (Pemerintah Daerah dan DPRD). Tahap selanjutnya adalah

    pembahasan masing-masing usulan dalam forum bersama

    antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Dalam tahap inilah

    seluruh masukan tersebut diseleksi dan kemudian, setelah

    ada kesepakatan bersama, ditetapkan oleh DPRD melalui

    Keputusan DPRD.

    B. Penyusunan

      Tahap Penyusunan Ranperda merupakan tahap penyiapan

    sebelum sebuah Ranperda dibahas bersama antara DPRD dan

    Pemerintah Daerah. Secara garis besar tahap ini terdiri dari:

    1   2   3   4   5

    Tahap

    Mengumpulkan

    Masukan

    Tahap

    Penyaringan

    Masukan

    Tahap

    Penetapan

     Awal

    Tahap

    Pembahasan

    Bersama

    Tahap

    Penetapan

    Prolegda

    Gambar 2.1. Tahap Penyusunan Prolegda

    14

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    25/92

      Persiapan penyusunan Ranperda di lingkungan Pemerintah

    Daerah, lebih rinci adalah sebagai berikut:

    1. Kepala Daerah memerintahkan pimpinan SKPD menyusun

    Ranperda berdasarkan Prolegda.

    2. Pimpinan SKPD menyusun Ranperda disertai dengan

    penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik.

    3. Ranperda diajukan kepada biro hukum provinsi atau bagian

    hukum kabupaten/kota.

    4. Biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/ kota melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan

    pemantapan konsepsi Ranperda.3

    5. Kepala Daerah membentuk Tim Penyusun Rancangan

    Perda yang diketuai oleh Kepala SKPD pemrakarsa.

    6. Ranperda Provinsi yang telah dibahas diparaf koordinasi

    oleh kepala biro hukum dan pimpinan SKPD terkait.

    Gambar 2.2. Tahap Penyusunan Ranperda

    Pembuatan Naskah Akademik

    Penyusunan Draft Ranperda

    Harmonisasi, Pembulatan, danPemantapan Konsepsi

    Persetujuan Draft Ranperda

    3). Harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi adalah adalah suatu tahapan untuk memastikan bahwa

    1.Ranperda yang disusun telah selaras dengan: a.Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan UU lain, b. Teknik penyusunan peraturan

    perundang-undangan.2.Menghasilkan kesepakatan terhadap substansi yang diatur dalam Ranperda

    15

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    26/92

    7. Ranperda kabupaten/kota yang telah dibahas diparaf

    koordinasi oleh kepala bagian hukum dan pimpinan SKPD

    terkait.

    8. Pimpinan SKPD mengajukan Ranperda yang telah diparaf

    koordinasi kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris

    Daerah.

    9. Sekretaris Daerah melakukan perubahan dan/atau

    penyempurnaan Ranperda yang telah diparaf koordinasi.

    10. Sekretaris Daerah menyampaikan Ranperda kepada Kepala

    Daerah.

    11. Kepala Daerah menyampaikan ranperda kepada pimpinan

    DPRD.

    12. Kepala Daerah membentuk Tim asistensi pembahasan

    Ranperda yang diketuai oleh Sekretaris Daerah atau pejabat

     yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

      Persiapan penyusunan Ranperda di lingkungan DPRD, lebih

    rinci adalah sebagai berikut:

    1. Pengajuan Ranperda oleh anggota DPRD, komisi,

    gabungan komisi, atau Balegda kepada pimpinan DPRD

    disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau

    naskah akademik.

    2. Pimpinan DPRD menyampaikan Ranperda kepada Balegda

    untuk pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapankonsepsi Ranperda.

    3. Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian Ranperda

    kepada semua anggota DPRD dalam rapat paripurna.

    4. Pembahasan Ranperda dalam rapat paripurna.

    5. Penyempurnaan Ranperda oleh komisi, gabungan komisi,

    Balegda atau panitia khusus.

    16

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    27/92

    6. Ranperda disampaikan kepada pimpinan DPRD.

    7. Ranperda disampaikan kepada Kepala Daerah untuk

    pembahasan.

    C. Pembahasan

      Ranperda yang berasal dari DPRD atau Kepala Daerah dibahas

    oleh DPRD dan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan

    bersama.4  Pembahasan dilakukan melalui 2 (dua) tingkat

    pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan

    tingkat II. Urutan kegiatan pembahasan adalah sebagai berikut:

    1. Pembicaraan tingkat 1

      Dalam hal Ranperda berasal dari Kepala Daerah maka

    urutan kegiatan pada pembicaaran tingkat I adalah sebagai

    berikut:

    a. Penjelasan kepala daerah dalam rapat paripurna

    mengenai Rancangan Perda;

    b. Pemandangan umum fraksi terhadap Rancangan Perda;dan

    c. Tanggapan dan/atau jawaban kepala daerah terhadap

    pemandangan umum fraksi.

      Dalam hal Ranperda berasal dari DPRD maka urutan

    kegiatan pada pembicaaran tingkat I adalah sebagai berikut:

    a. Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi,

    pimpinan Balegda, atau pimpinan panitia khusus dalam

    rapat paripurna mengenai Rancangan Perda;

    b. Pendapat kepala daerah terhadap Rancangan Perda;

    dan

    c. Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat

    kepala daerah.

    4. Apabila dalam satu masa sidang kepala daerah dan DPRD menyampaikan Ranperda mengenai materi yang sama, maka yang dibahas

    Ranperda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Ranperda yang disampaikan oleh kepala daerah digunakan sebagai bahan untuk

    dipersandingkan

    17

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    28/92

    2. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau

    panitia khusus yang dilakukan bersama dengan kepala

    daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.

    3. Pembicaraan tingkat II, meliputi:

    a. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang

    didahului dengan:

    1) penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan

    gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang

    berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan; dan

    2) Permintaan persetujuan dari anggota secara lisan

    oleh pimpinan rapat paripurna.

    b. Pendapat akhir kepala daerah.

    4. Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD

    dan kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD

    kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.

      Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarahuntuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

    Dalam hal rancangan Perda tidak mendapat persetujuan

    bersama antara DPRD dan kepala daerah, Rancangan Perda

    tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD

    masa itu.

    Rancangan Perda dapat ditarik kembali sebelum dibahas

    bersama oleh DPRD dan kepala daerah. Penarikan kembaliRancangan Perda oleh kepala daerah, disampaikan dengan

    surat kepala daerah disertai alasan penarikan. Penarikan

    kembali Rancangan Perda oleh DPRD, dilakukan dengan

    keputusan pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan.

    Rancangan Perda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik

    kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan kepala

    daerah.Penarikan kembali Rancangan Perda hanya dapat

    18

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    29/92

    dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh

    kepala daerah.

    Rancangan Perda yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi

    pada masa sidang yang sama.

    PEMBICARAAN TINGKAT I

    Dalam hal Ranperda

    berasal dari Kepala Daerah

    Dalam hal Ranperda berasal

    dari DPRD

    Penjelasan Pimpinan Komisi,

    Gabungan Komisi, Balegda

    atau Panitia Khusus

    Pembahasan bersama

    dengan Kepala Daerah atau

    Pejabat yang mewakili

    Persetujuan Bersama DRPD

    dan Kepala Daerah

    Penyampaian Laporan

    Pimpinan Komisi, Gabungan

    Komisi, Balegda atau

    Panitia Khusus

    Permintaan Persetujuan dari

     Anggota Secara Lisan

    Pendapat Akhir

    Kepala Daerah

    Pendapat Kepala Daerah

    Tanggapan Fraksi

    PEMBICARAAN TINGKAT II

    Penjelasan Kepala Daerah

    Pemandangan Umum Fraksi

    Tanggapan Kepala Daerah

    Gambar 2.3. Tahap Pembahasan Ranperda

    19

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    30/92

    D. Pengesahan

      Setelah ada persetujuan bersama antara DPRD dan Kepala

    Daerah terkait Ranperda yang dibahas bersama, Kepala Daerah

    mengesahkan Ranperda tersebut dengan cara membubuhkan

    tanda tangan pada naskah Ranperda. Penandatanganan

    ini harus dilakukan oleh Kepala Daerah dalam jangka waktu

    maksimal 30 hari terhitung sejak tanggal Ranperda tersebut

    disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala Daerah. Jika Kepala

    Daerah tidak menandatangani Ranperda tersebut sesuai waktu

     yang ditetapkan, maka Ranperda tersebut otomatis menjadi

    Perda dan wajib untuk diundangkan. Penomoran Perdadilakukan oleh kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian

    hukum kabupaten/kota.

    E. Pengundangan

      Pengundangan merupakan pemberitahuan secara formal

    suatu Perda sehingga mempunyai daya ikat pada masyarakat.

    Perda yang telah ditetapkan, diundangkan dalam lembaran

    daerah. Tambahan lembaran daerah memuat penjelasan perda

    dan ditetapkan bersamaan dengan pengundangan Perda.

    Sekretaris Daerah mengundangkan perda. Perda dimuat dalam

    Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum.

    2.2 PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

    PERATURAN DAERAH

      Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau

    pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap

    suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan

    secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam

    suatu Rancangan Peraturan Daerah sebagai solusi terhadap

    permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

    20

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    31/92

      Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor

    87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

    Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

    Peraturan Perundang-Undangan, bahwa Pemrakarsa dalammempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan

    penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik.

    Pemrakarsa dalam melakukan Penyusunan Naskah Akademik

    dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang

    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum

    dan pihak ketiga yang mempunyai keahlian sesuai materi

     yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah. Teknik

    penyusunan Naskah Akademik mengikuti ketentuan pada

    Lampiran II Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014.

    2.2.1 Sistematika Naskah Akademik Adalah

    Sebagai Berikut:

      Sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut:

    JUDUL 

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN

    BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

    BAB III EVALUASI DAN ANAL ISIS PERATURAN

    PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT 

    BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

    BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DANRUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-

    21

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    32/92

      UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI,

     ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 

    BAB VI PENUTUP

    DAFTAR PUSTAKA 

    LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-

    UNDANGAN

    Uraian singkat setiap bagian adalah sebagai berikut:

    BAB I PENDAHULUAN

      Memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan,

    identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode

    penelitian.

     A. Latar Belakang

    Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunyapenyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan

    Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan

    Daerah tertentu. Latar belakang menjelaskan mengapa

    pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan

    Peraturan Daerah suatu Peraturan Perundang-undangan

    memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif

    mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan

    materi muatan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan

    Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah

    tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis,

    sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak

    perlunya penyusunan Rancangan Undang-Undang atau

    Rancangan Peraturan Daerah.

    22

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    33/92

    B. Identifikasi Masalah

      Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa

     yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik

    tersebut. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu

    Naskah Akademik mencakup 4 (empat) pokok masalah, yaitu

    sebagai berikut:

    1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan

    berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta bagaimana

    permasalahan tersebut dapat diatasi.

    2. Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang atauRancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan

    masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan

    negara dalam penyelesaian masalah tersebut.

    3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,

    sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-

    Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.

    4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkuppengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan.

    C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

    Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang

    dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik

    dirumuskan sebagai berikut:

    1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupanberbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara

    mengatasi permasalahan tersebut.

    2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai

    alasan pembentukan Rancangan Undang-Undang atau

    Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum

    penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan

    berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

    23

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    34/92

    3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,

    sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-

    Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.

    4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup

    pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam

    Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan

    Daerah.

    Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik

    adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan

    pembahasan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan

    Peraturan Daerah.

    D. Metode

    Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan

    suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan metode

    penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode

    penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat

    dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridisempiris. Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penel itian

    sosiolegal. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi

    pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang

    berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan,

    perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil

    penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode

     yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi

    (focus group discussion), dan rapat dengar pendapat. Metode

     yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali

    dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan

    Perundang-undangan (normatif) yang dilanjutkan dengan

    observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner

    untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan

     yang berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan

     yang ditel iti.

    24

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    35/92

    BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

      Memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas,

    praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial,

    politik, dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam

    suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau

    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

      Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub bab berikut:

     A. Kajian teoretis

    B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan

    penyusunan norma. Analisis terhadap penentuan asas-

    asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang

    kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan

     yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian.

    C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada,

    serta permasalahan yang dihadapi masyarakat.

    D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang

    akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah

    terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya

    terhadap aspek beban keuangan negara.

    BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

    PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

     

    Memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundang- undangan

    terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan

    Undang-Undang dan Peraturan Daerah baru dengan Peraturan

    Perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan

    horizontal, serta status dari Peraturan Perundang-undangan

     yang ada, termasuk Peraturan Perundang-undangan

     yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta Peraturan

    25

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    36/92

    Perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena tidak

    bertentangan dengan Undang- Undang atau Peraturan Daerah

     yang baru.

      Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan ini

    dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan

    perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi

    atau materi yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui

    posisi dari Undang-Undang atau Peraturan Daerah yang

    baru. Analisis ini dapat menggambarkan tingkat sinkronisasi,

    harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang ada serta

    posisi dari Undang-Undang dan Peraturan Daerah untukmenghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan. Hasil dari

    penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi penyusunan

    landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan Undang-

    Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah

    Kabupaten/Kota yang akan dibentuk.

    BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN

     YURIDIS

    1. Landasan Filosofis

      Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan

     yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

    mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dancita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah

    bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan

    Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

     Tahun 1945.

    2. Landasan Sosiologis

      Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan

     yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

    26

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    37/92

    memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

    Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris

    mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat

    dan negara.

    3. Landasan Yuridis

      Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan

     yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

    untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi

    kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang

    telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna

    menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

    dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

    masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum

     yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur

    sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang

    baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan

     yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau

    tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah

    ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama

    sekali belum ada.

    BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN

    RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-

    UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU

    PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 

     

    Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan

    ruang lingkup materi muatan Rancangan Undang-Undang,

    Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan

    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang akan dibentuk.

    Dalam Bab ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi

    27

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    38/92

    muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan, arah

    dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan

     yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya

    mengenai ruang lingkup materi pada dasarnya mencakup:

     A. Ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai

    pengertian istilah, dan frasa;

    B. Materi yang akan diatur;

    C. Ketentuan sanksi; dan

    D. Ketentuan peralihan.

    BAB VI PENUTUP

      Bab penutup terdiri atas sub bab simpulan dan saran.

     A. Simpulan

      Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan

    dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan

    asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.

    B. Saran

    Saran memuat antara lain:

    1. Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam

    suatu Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan

    Perundang-undangan di bawahnya.

    2. Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunanRancangan Undang-Undang/Rancangan Peraturan Daerah

    dalam Program Legislasi Nasional/Program Legislasi

    Daerah.

    3. Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung

    penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik lebih

    lanjut.

    DAFTAR PUSTAKA

    28

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    39/92

      Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundang bahan

    penyusunan Naskah Akademik.

    LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-

    UNDANGAN

    2.2.2 Proses Penyusunan Naskah Akademik 

      Proses penyusunan Naskah Akademik terbagi dalam beberapa

    tahap. Berikut adalah tahapan penyusunan Naskah Akademik:

    a. Tahap persiapan penyusunan Naskah Akademik 

    1) Pembentukan Tim Penyusun Naskah Akademik 

    2) Pengumpulan data-data dan informasi penyusunan

    agenda dan pembagian kerja serta persiapan-persiapan

    b. Tahap Pelaksanaan Penyusunan Naskah Akademik 

    1) Penyusunan Kerangka Draft Naskah Akademik 

    2) Penyusunan draft naskah akademik 

    c. Diskusi publik draft Naskah Akademik 

    1) Menginformasikan draft Naskah Akademik 

    2) Menghimpun masukan-masukan dan berbagai hal

    d. Evaluasi Draft Naskah Akademik 

    1) Menginventarisasi masukan-masukan

    2) Mengakomodir masukan-masukan yang bermanfaat ke

    dalam Naskah Akademik 

    e. Penetapan atau finalisasi draft Naskah Akademik 

    f. Memberikan Naskah Akdemik kepada lembaga legislative

    dan lembaga eksekutif untuk dijadikan sebagai bahan

    masukan dan pertimbangan dalam pembahasan

    pembentukan peraturan daerah

    29

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    40/92

    IPAL Perpipaan Terpusat di Denpasar Bali untuk melayani limbah

    buangan domestik, perhotelan dan restoran di Denpasar dan

    sekitarnya.

    30

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    41/92

    31

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    42/92

    32

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    43/92

    BAB 3PENYUSUNAN RANPERDA 

    PENGELOLAAN AIR LIMBAHDOMESTIK 

    3.1 KEWENANGAN PEMBENTUKAN PERDA

    PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK 

      Kewenangan pembentukan Peraturan Daerah berada pada

    Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

    Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah

    mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat

    Daerah. Mengenai dasar kewenangan pembentukan Peraturan

    Daerah diatur dalam:

    a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republikindonesia Tahun 1945 yang berbunyi:

    ”Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah

    dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi

    dan tugas pembantuan” 

    b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

    Daerah [Pasal 65 ayat (2) huruf b, Pasal 154 ayat (1) huruf a,

    dan Pasal 236 ayat (2), Pasal 242 (1) ] yang masing-masing

    33

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    44/92

    berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 65 ayat (2) huruf b :

      ”Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD” 

      Pasal 154 ayat (1) huruf a :

      ”DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk Perda

     yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat

     persetujuan bersama” 

      Pasal 242 ayat (1) :

      “Rancangan Perda Yang telah disetujui bersama oleh DPRD

    dan Kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada

     Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Perda” 

      Pasal 236 ayat (2) :

      ”Perda dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama

     Kepala Daerah ” 

      Pemerintah Daerah memiliki kewenangan di bidang

    persampahan yang merupakan bagian dari urusan

    pemerintahan konkuren, sebagaimana diatur dalam UU Nomor

    23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan

    Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota untuk urusan air limbah

    adalah sebagai berikut:

    Sub Urusan Daerah ProvinsiDaerah

    Kabupaten/Kota

     Air Limbah Pengelolaan dan

    pengembangan sistem

    air limbah domestik

    regional

    Pengelolaan dan

    pengembangan

    sistem air limbah

    domestik dalam Daerah

    kabupaten/kota

    Tabel 3.1 Kewenangan Urusan Air Limbah Domestik

    34

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    45/92

    3.2 MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

    PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK

    MENURUT HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN

      Dalam pembentukan Peraturan Daerah Pengelolaan Air Limbah

    Domestik belum ada peraturan perundang-undangan yang

    secara hirarki memerintahkan secara tegas untuk pembentukan

    Perda Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Materi Muatan

    apa saja yang perlu diatur dalam Peraturan Daerah (Perda)

    Pengelolaan Air Limbah Domestik. Namun demikian,

    beberapa peraturan perundang-undangan yang secara hirarki

    kedudukannya diatas Peraturan Daerah memerintahkan secara

    tidak tegas untuk mengatur Pengelolaan Air Limbah Domestik.

      Peraturan Perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan

    perintah untuk membentuk Perda Pengelolaan Air Limbah

    Domestik, adalah :

    1. UUD Negara RI tahun 1945

    2. UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan

    3. UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

    Pengelolaan Lingkungan Hidup

    4. UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan Publik 

    5. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 

      Menurut UUD Negara RI Tahun 1945

    1. Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 :

      “……….membentuk suatu Pemerintahan Negara

    Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia

    dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

    kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

    dan ikut melaksanakan ketertiban dunia …….”

    35

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    46/92

    2. Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945, Setiap

    orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

    tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat

    serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

      Menurut UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan

      Pasal 13, “ Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan

    pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan

    dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya

    sebagaimana mestinya (mempunyai fungsi sosial serta

    digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat), dengan

     jalan:

    a. Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air;

    b. Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air

    terhadap sumber-sumbernya dan daerah sekitarnya;

    c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air,

     yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya;

    d. Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap

    bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi

    sebagaimana mestinya.

      Menurut UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan

    dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    1. Pasal 1 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan

    dan pengelolaan lingkungan hidup, Perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis

    dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi

    lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran

    dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi

    perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,

    pengawasan, dan penegakan hukum.

    2. Pasal 13, bahwa pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi aspek

    36

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    47/92

    pencegahan, penanggulangan dan pemulihan dilaksanakan

    oleh pemerintah, pemerintah daerah dan penanggung jawab

    usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan,

    peran, dan tanggung jawab masing-masing. Padapenjelasan terkait ayat ini yang dimaksud pengendalian

    pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang

    ada dalam ketentuan ini antara lain :

    a. pengendalian air, udara, dan laut; atau

    b. kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan

    iklim

    3. Pasal 14, instrumen pencegahan pencemaran dan/atau

    kerusakan lingkungan hidup

    4. Pasal 20, disebutkan bahwa setiap orang diperbolehkan

    untuk membuang limbah ke media lingkungan dengan

    persyratan : memenuhi baku mutu lingkungan hidup serta

    mendapat ijin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota

    sesuai dengan kewenangannya.  Menurut UU No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan

    Publik,

    1. Pasal 5 ayat (1) Ruang lingkup pelayanan publik meliputi

    pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan

    administratif yang diatur dalarn peraturan perundang-

    undangan.

    2. Pasal 5 Ayat (2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan

    dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,

    lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi,

    perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata,

    dan sektor strategis lainnya.

     

    37

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    48/92

      Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

    tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

    Pencemaran Air

    1. (Pasal 8) klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas

     yaitu :

    (1) kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan

    untuk air bakti air minum dan atau peruntukkan lain

     yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

    kegunaan tersebut

    (2) kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakanuntuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan

    ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi per tamanan

    dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu

    mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

    (3) kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan

    untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air

    untuk mengairi pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu mutu air yang sama

    dengan kegunaan tersebut

    (4) kelas empat air yang peruntukannya dapat digunakan

    untuk pertamanan dan atau peruntukan lain yang

    mempersyaratkan mutu mutu air yang sama dengan

    kegunaan tersebut

    2. Pasal 20 Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, PemerintahKabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-

    masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada

    sumber air berwenang :

    (1) menetapkan daya tampung beban pencemaran;

    (2) melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber

    pencemar;

    38

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    49/92

    (3) menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada

    tanah;

    (4) menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air

    atau sumber air;

    (5) memantau kualitas air pada sumber air; dan

    (6) memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan

    mutu air.

    3. Pasal 21

    (1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan

    Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran

    masukan dari instansi terkait.

    (2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan

    Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama

    atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    (3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemarsebagai-mana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b,

     yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah

    Kabupaten/Kota disampaikan kepada Menteri secara

    berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali

    4. Pasal 23

      Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran yang

    dipergunakan untuk perizinan termasuk pemberian izin

    pembuangan air limbah

    5. Pasal 24

    (1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana

    dan atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan

    oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.

    (2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

    39

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    50/92

    6. Pasal 31, setiap orang wajib : melestarikan kualitas air

    pada sumber air dan mengendalikan pencemaran air pada

    sumber air.

    7. Pasal 32, ditegaskan bahwa setiap orang yang melakukan

    usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan

    informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan

    kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian

    pencemaran air.

    8. Pasal 35,

    (1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akanmemanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada

    tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.

    (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat

    (1) didasar-kan pada hasil kajian Analisis Mengenai

    Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan

    Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

    (3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinanditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatian

    pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

    9. Pasal 43

    (1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah

    Kabupaten/Kota melakukan upaya pengelolaan dan

    atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.

      Berikut tabel muatan yang diperintahkan, dalam penyusunan

    Ranperda Pengelolaan Air Limbah Domestik.

    40

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    51/92

    Tabel 3.2 Muatan Ranperda Pengelolaan Air Limbah Domestik

    No  Muatan YangDiperintahkan

    Pengaturan Dalam Model RanperdaPengelolaan Air Limbah Domestik

    1. Pengelolaan Air Limbah 1. SPAL secara umum

    2. SPAL-T:

    a. Cakupan pelayanan SPAL-T 

    b. Komponen-komponen dari SPAL – T

    c. Pengaturan Efluen sebagai hasil akhir pengolahan air

    limbah domestik 

    3. SPAL-S:

    a. Cakupan pelayanan SPAL-S

    b. Komponen-komponen dari SPAL – S

    4. MCK 

    5. Penyelenggaraan SPAL:

    a. Perencanaan

    b. Pelaksanaan Konstruksi

    c. Operasi dan Pemeliharaan

    d. Pemanfaatan

    e. Pemantauan dan evaluasi

    2 Tugas dan Wewenang

    Pemerintah Daerah

    1. Tugas pemerintah daerah Kabupaten/Kota dalam Pengelolaan

     Air Limbah Domestik 

    2. Wewenang pemerintah daerah Kabupaten/Kota dalam

    Pengelolaan Air Limbah Domestik 

    3. Kelembagaan

    3 Hak Hak-hak masyarakat dalam pengelolaan air limbah:

    a. Mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat terbebas dari

    pencemaran air limbah domestik 

    b. Mendapatkan pelayanan pengelolaan air limbah domestik 

    c. Mendapatkan pembinaan pola hidup sehat dan bersih dan

    pengelolaan air limbah domestik yang berwawasan lingkungan

    d. Mendapatkan rehabilitasi lingkungan karena dampak negatif

    dari kegiatan pengelolaan air limbah domestik 

    e. Memperoleh informasi tentang pengelolaan air limbah

    domestik 

    4 Kewajiban 1. Kewajiban setiap orang dalam Pengelolaan Air Limbah

    Domestik:

    a. Mengelola air limbah domestik 

    b. Melakukan pengangkutan lumpur tinjac. Melakukan pembuangan lumpur tinja ke IPLT secara

    berkala dan terjadwal

    d. Membayar retribusi/iuran

    2. Kewajiban setiap orang atau badan sebagai pengelola dan/ 

    atau penanggung jawab SPAL-T skala permukiman atau skala

    kawasan tertentu.

    a. Melakukan pembuangan lumpur tinja ke IPLT secaraberkala dan terjadwal

    b. Melakukan pengolahan air limbah domestik 

    c. Membangun komponen SPAL-T sesuai dengan ketentuan

    teknis

    d. Membuat bak kontrol

    e. Memeriksa kadar parameter baku mutu air limbahdomestik 

    41

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    52/92

    No Muatan Yang

    Diperintahkan

    Pengaturan Dalam Model Ranperda

    Pengelolaan Air Limbah Domestik

    5 Peran serta masyarakat a. Peran serta dalam proses perencanaan pengelolaan air limbah

    domestik 

    b. Peran serta dalam pembangunan instalasi pengolahan airlimbah domestik dalam skala yang ditentukan dalam Peraturan

    Daerah ini;

    c. Memberikan informasi tentang suatu keadaan pada kawasan

    tertentu terkait dengan pengolahan air limbah domestik 

    d. Memberikan saran, pendapat atau pertimbangan terkait

    dengan pengelolaan air limbah domestik 

    e. Melaporkan kepada pihak yang berwajib terkait dengan

    adanya pengelolaan dan atau pengolahan air limbah domestic

     yang tidak sesua i ketentuan dan atau ter jadinya pencemaran

    lingkungan dari hasil pembuangan air limbah domestik 

    6 Perizinan Kewajiban operator air limbah domestik memiliki izin

    2. Izin mengelola air limbah domestik dengan sistem setempat

     yang terintegrasi dengan IMB3. Penolakan izin oleh Kepala Daerah

    4. Pendelegasian pengaturan tata cara memperoleh izin dengan

    Peraturan Bupati/Walikota

    5. Izin pengelolaan air limbah domestik dengan sistem terpusat,

     wajib mendapat izin lingkungan

    6. Pendelegasian pengaturan tata cara memperoleh izin

    lingkungan dengan Peraturan Bupati/Walikota

    7 Pembiayaan 1. Sumber-sumber pembiayaan

    2. Sumber pembiayaan lain yang sah

    8 Larangan 1. Kegiatan yang dilarang dalam pengelolaan air limbah domestik 

    2. Pengaturan lainnya dapat di sesuaikan dengan kebutuhan,

    kearifan lokal dan peraturan perundang-undangan di daerahmasing-masing

    9 Pembinaan dan pengawasan 1. Lembaga pelaksana pembinaan dan pengawasan

    2. Pendelegasian pelaksanaan pembinaan dan pengawasan

    diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati/Walikota

    10 Insentif - Desinsentif 1. Pemberian insentif dari pemerintah kepada lembaga dan

    badan dan/atau pelaku usaha

    2. Pemberian insentif dari pemerintah kepada perseorangan

    3. Bentuk-bentuk insentif 

    4. Pemberian desinsentif dari pemerintah kepada lembaga dan

    badan dan/atau pelaku usaha

    5. Pemberian desinsentif dari pemerintah kepada perseorangan

    6. Bentuk-bentuk desinsentif 

    11 Sanksi administratif Bentuk-bentuk sanksi administratif 

    2. Penerapan sanksi administratif 

    3. Pendelegasian tata cara dan tahapan penerapan sanksi

    administratrif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati/ 

     Walikota

    12 Sanksi Pidana 1. Bentuk-bentuk pelanggaran yang mendapat sanksi pidana dan

    ancaman sanksi pidananya

    2. Pengaturan lainnya dapat di sesuaikan dengan kebutuhan,

    kearifan lokal dan peraturan perundang-undangan di daerah

    masing-masing

    13 Kerjasama dan Kemitraan 1. Tata Cara kerjasama Antar Daerah2. Kerjasama dengan Badan Usaha

    42

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    53/92

    No Muatan Yang

    Diperintahkan

    Pengaturan Dalam Model Ranperda

    Pengelolaan Air Limbah Domestik

    14 Retribusi dan J asa

    Pelayanan

    1. Bagian dari Pengelolaan Air Limbah Domestik yang dikenakan

    retribusi dan/atau jasa pelayanan

    2. Penetapan struktur dan besaran retribusi dan/atau tarif jasapelayanan

    3. Kelembagaan yang melaksanakan pemugutan retribusi dan/ 

    atau jasa pelayanan

    4. Amanat untuk mengikuti ketentuan yang berlaku (apabila

    sudah ada) untuk besaran dan mekanisme pemungutan

    retribusi dan/atau jasa pelayanan

    15 Ketentuan Penyidikan 1. Penyidik PPNS

    2. Wewenang penyidik PPNS

    16 Mekanisme pengaduan dan

    penyelesaian sengketa

    Pengaduan Masyarakat : tata cara pengaduan dan penanganan

    pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau kerusakan

    lingkungan

    2. Lembaga Pengelola pengaduan masyarakat3. Jenis-jenis sengketa yang mungkin timbul dalam pengelolaan

    air limbah domestik 

    4. Tata cara penyelesaian sengketa dalam pengelolaan air limbah

    domestik 

    17 Materi muatan lainnya Dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing

    daerah

    43

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    54/92

    3.3 MODEL RANPERDA PENGELOLAAN AIR

    LIMBAH DOMESTIK 

     

    RANCANGAN

    PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 

    NOMOR....TAHUN....

     TENTANG

    PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK 

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA 

    BUPATI/WALIKOTA....

    Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan lingkungan yangbaik dan sehat, serta untuk memperoleh

    derajat kesehatan yang optimal merupakan

    hak konstitusional warga negara yang dijamin

    dalam Undang-Undang Dasar 1945, sehingga

    menjadi kewajiban bagi Pemerintah Daerah untuk

    menetapkan kebijakan daerah mengenai upaya

    kesehatan dan kebijakan pengelolaan lingkungan

    hidup;

      b. bahwa air limbah domestik yang dibuang ke media

    lingkungan Kota/ Kabupaten ....... berpotensi

    menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan

    lingkungan, yang dapat menurunkan derajat

    kesehatan dan produktifitas kegiatan manusia;

      c. bahwa pengelolaan air limbah domestik merupakan

    urusan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan

    44

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    55/92

    umum yang harus dilaksanakan secara sinergi,

    berkelanjutan dan profesional, guna terkendalinya

    pembuangan air limbah domestik, terlindunginya

    kualitas air tanah dan air permukaan, danmeningkatkan upaya pelestarian fungsi lingkungan

    hidup khususnya sumber daya air;

      d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

    dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c

    perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

    Pengelolaan Air limbah Domestik;

    Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang

    Pengairan;

      2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang

    Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 503);

      3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

    Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

    Indonesia Nomor 5059);

      4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

    Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia

     Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

      5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

    Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

    Indonesia Nomor 5234);

      6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

    45

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    56/92

    Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    5587);

      7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005

    tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

    Standar Pelayanan Minimal (Iembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 2OO5 Nomor 15O,

     Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

    Nomor a585);

      8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

    tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara

    Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan

    Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

      9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/ 

    PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi

    Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air

    Limbah Permukiman (KSNP-SPALP;)

      10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun

    2011 Tentang Pembentukkan Produk Hukum

    Daerah Nomor 694);

      11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 / 

    PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal

    Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

    (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014

    Nomor 267);

      12. Peraturan Daerah .....

    46

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    57/92

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA ……

    Dan

    BUPATI/WALIKOTA ………………

    MEMUTUSKAN

    Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN

     AIR LIMBAH DOMESTIK 

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    1. Air Limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga

    termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman.

    2. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan

     /atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran),

    perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.

    3. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik yang selanjutnya

    disingkat SPAL, adalah satu kesatuan sistem fisik (teknik) dan

    nonfisik (kelembagaan, keuangan, administrasi, peran masyarakat,

    dan hukum) dari prasarana dan sarana Air Limbah Domestik.

    4. Penyelenggaraan SPAL adalah kegiatan merencanakan,

    melaksanakan konstruksi, mengoperasikan, memelihara,

    47

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    58/92

    merehabilitasi, memanfaatkan, memberdayakan masyarakat,

    memantau dan mengevaluasi sistem fisik dan nonf isik pengelolaan

     Air Limbah Domestik.

    5. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat yang selanjutnya

    disingkat SPAL-T adalah SPAL secara kolektif melalui jaringan

    pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat.

    6. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat yang

    selanjutnya disingkat SPAL-S adalah SPAL secara individual dan

     /atau komunal, melalui pengolahan dan pembuangan Air Limbah

    Domestik setempat.

    7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden

    Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan

    negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    8. Daerah adalah Kabupaten/Kota ……...

    9. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

    pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asasotonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-

    luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

    Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

    Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    10. ............. adalah Kepala Daerah Kabupaten/Kota ............... ........

    11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota .......................

     yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan

    rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

    12. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai

    unsur penyelenggara pemerintah daerah.

    13. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-

    undangan yang dibentuk oleh DPRD kab/kota dengan persetujuan

    bupati/walikota

    48

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    59/92

    14. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah

    Peraturan Bupati/Walikota

    15. Unit Pelayanan adalah prasarana dan sarana untuk mengumpulkan

     Air Limbah Domestik dari rumah.

    16. Unit Pengumpulan adalah prasarana dan sarana untuk

    mengumpulkan Air Limbah Domestik dari unit pelayanan melalui

     jaringan perpipaan ke unit pengolahan terpusat.

    17. Unit Pengolahan Terpusat adalah prasarana dan sarana untuk

    mengolah Air Limbah Domestik dan lumpur secara terpusat.

    18. Unit Pengolahan Setempat adalah prasarana dan sarana untuk

    mengumpulkan dan mengolah Air Limbah Domestik secara

    setempat.

    19. Unit Pengangkutan adalah sarana pengangkut lumpur tinja ke unit

    pengolahan lumpur tinja.

    20. Unit Pengolahan Lumpur Tinja adalah prasarana dan sarana untuk

    mengolah lumpur tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).

    21. Unit Pembuangan Akhir adalah sarana pembuangan efluen

    hasil pengolahan ke badan air penerima atau saluran drainase,

    dan sarana pembuangan lumpur hasil pengolahan ke tempat

    pemrosesan akhir.

    22. Sistem penyedotan terjadwal adalah penyedotan lumpur tinja yang

    dilakukan secara periodik oleh instansi yang berwenang yang

    merupakan program pemerintah daerah.

    23. Sistim penyedotan tidak terjadwal adalah penyedotan lumpur tinja

    atas permintaan pelanggan

    24. Baku mutu air limbah domestik adalah batas kadar dan jumlah

    unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk

    dibuang dari satu jenis kegiatan tertentu.

    25. Perencanaan adalah proses kegiatan untuk menentukan tindakan

     yang akan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu terkait dengan

    49

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    60/92

    aspek fisik dan aspek non fisik .

    26. Pelaksanaan konstruksi adalah kegiatan mendirikan baru atau

    memperbaiki prasarana dan sarana fisik yang digunakan dalam

    pengelolaan air limbah domestik.

    27. Operasi adalah kegiatan operasional dan pemeliharaan prasarana

    dan sarana fisik dan non fisik yang digunakan dalam pengelolaan

    air limbah domestik.

    28. Pemantauan adalah kegiatan pengamatan menyeluruh dan terpadu

    sejak tahap perencanaan, pembangunan, dan operasi pengelolaan

    air limbah domestik.

    29. Evaluasi adalah kegiatan penilaian terhadap seluruh perencanaan,

    pembangunan, operasi, pemeliharaan dan pemantauan

    penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik, untuk kemudian

    dijadikan masukan perbaikan dan peningkatan kinerja pengelolaan

    air limbah domestik.

    30. Orang adalah seorang dan atau badan hukum

    31. Operator air limbah domestik adalah unit yang melaksanakan operasi

    dan pemeliharaan sarana dan prasarana air limbah domestik yang

    dapat berbentuk unit pelaksana teknis, badan usaha milik daerah,

    koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat

     yang melaksanakan pengelolaan air limbah domestik.

    Pasal 2

    Pengelolaan air limbah domestik berdasarkan pada asas:

    a. tanggung jawab;

    b. keterpaduan dan keberlanjutan;

    c. kelestarian lingkungan hidup;

    d. perlindung sumber air;

    e. keadilan;

    50

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    61/92

    f. kehati-hatian;

    g. partisipatif; dan

    h. manfaat.

    Pasal 3

    Pengelolaan air limbah domestik bertujuan untuk:

    a. mengendalikan pembuangan air limbah domestik;

    b. melindungi kualitas air tanah dan air permukaan;

    c. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; dan

    d. meningkatkan upaya pelestarian lingkungan hidup khususnya

    sumber daya air.

    BAB II

    SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK

    Bagian Kesatu

    SPAL

    Pasal 4

    (1) SPAL dilakukan secara sistematis, menyeluruh, berkesinambungan

    dan terpadu antara sistem fisik dan non fisik.

    (2) Sistem fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek

    teknik operasional.

    (3) Aspek non fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

    aspek kelembagaan, keuangan, administrasi, peran masyarakat,

    dan hukum.

    51

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    62/92

    Pasal 5

    (1) SPAL terdiri dari:

    a. SPAL-T; dan

    b. SPAL-S.

    (2) Pemilihan SPAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

    dengan mempertimbangkan:

    a. rencana tata ruang wilayah;

    b. cakupan pelayanan;

    c. kepadatan penduduk;

    d. kedalaman muka air tanah;

    e. permeabilitas tanah;

    f. kemiringan tanah; dan

    g. kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat.

    Paragraf 1

    SPAL-T

    Pasal 6

    Cakupan pelayanan SPAL-T sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

    ayat (1) huruf a, meliputi:

    a. skala perkotaan;

    b. skala permukiman; dan

    c. skala kawasan tertentu.

    52

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    63/92

    Pasal 7

    (1) Skala perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a,

    meliputi layanan untuk lingkup kota atau regional.

    (2) Skala permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b,

    meliputi layanan untuk lingkup permukiman.

    (3) Skala kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

    huruf c, meliputi layanan untuk lingkup kawasan komersial dan/ 

    atau bangunan tertentu seperti rumah susun, hotel, pertokoan,

    pusat perbelanjaan, dan perkantoran.

    Pasal 8

    (1) Dalam hal sudah terdapat jaringan SPAL-T skala perkotaan, setiap

    SPAL-T skala permukiman dan kawasan tertentu yang berada dalam

    cakupan pelayanan SPAL-T skala perkotaan, harus disambungkan

    pada SPAL-T skala perkotaan.

    (2) Dalam hal permukiman baru yang belum termasuk dalam cakupanpelayanan SPAL-T skala perkotaan, permukiman baru tersebut

    harus membuat SPAL-T skala permukiman sesuai persyaratan

    teknis yang berlaku.

    Pasal 9

    Komponen SPAL-T sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

    huruf a, terdiri dari:

    a. unit pelayanan;

    b. unit pengumpulan;

    c. unit pengolahan; dan

    d. unit pembuangan akhir.

    53

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    64/92

    Pasal 10

    (1) Unit pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a,

    berfungsi untuk menampung dan menyalurkan air limbah domestik

    dari sumber ke unit pengumpulan.

    (2) Unit pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:

    a. sambungan rumah; dan

    b. lubang inspeksi.

    Pasal 11

    Unit pengumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b,

    berfungsi untuk mengumpulkan air limbah domestik dari unit pelayanan

    melalui jaringan pengumpul dan menyalurkan ke unit pengolahan.

    Pasal 12

    (1) Unit pengumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf

    b, dilakukan secara terpisah antara jaringan drainase dan jaringan

    pengumpul air limbah domestik.

    (2) Pemisahan unit pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) dilakukan secara bertahap.

    Pasal 13

    (1) Unit pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c,

    berfungsi untuk mengolah air limbah domestik dan lumpur.

    (2) Unit pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa

    prasarana dan sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL),

     yang terdiri dari fasilitas utama, fasilitas pendukung, dan zona

    penyangga.

    54

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    65/92

    Pasal 14

    (1) IPAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat berupa

    IPAL komunal dan/atau IPAL kota.

    (2) IPAL komunal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai

    cakupan pelayanan skala permukiman atau skala kawasan tertentu.

    (3) IPAL kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai

    cakupan pelayanan skala perkotaan.

    Pasal 15

    Dalam hal fasilitas utama Unit Pengolahan sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 13 ayat (2), tidak dilengkapi dengan bangunan pengolahan

    lumpur, lumpur yang dihasilkan harus diangkut dan diolah di IPAL yang

    mempunyai bangunan pengolahan lumpur atau diolah di IPLT.

    Pasal 16

    (1) Unit Pembuangan Akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

    huruf d, berfungsi untuk menyalurkan efluen air limbah domestik

    dan/atau menampung lumpur hasil pengolahan.

    (2) Unit Pembuangan Akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

    meliputi:

    a. sarana pembuangan efluen; danb. sarana penampungan sementara lumpur hasil pengolahan.

    (3) Sarana pembuangan efluen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

    huruf a, berupa sistem perpipaan yang menyalurkan efluen hasil

    olahan ke badan air penerima atau saluran drainase.

    (4) Sarana penampungan sementara lumpur hasil pengolahan

    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah bangunan

    dan/atau wadah penampung lumpur hasil olahan, sebelum dibuang

    55

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    66/92

    ke tempat pemrosesan akhir sampah, atau untuk dimanfaatkan

    lebih lanjut.

    Pasal 17

    (1) Efluen yang dibuang ke badan air penerima dan/atau saluran

    drainase, harus memenuhi standar baku mutu Air Limbah Domestik.

    (2) Lokasi pembuangan akhir efluen, harus memperhatikan faktor

    keamanan pengaliran sumber air baku dan daerah terbuka.

    Paragraf 2

    SPAL-S

    Pasal 18

    (1) Cakupan pelayanan SPAL-S sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    5 ayat (1) huruf b, meliputi :

    a. skala individual; dan/atau

    b. skala komunal.

    (2) Cakupan pelayanan skala individual sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) huruf a, meliputi layanan untuk lingkup 1 (satu) unit rumah

    tinggal atau bangunan.

    (3) Cakupan pelayanan skala komunal sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) huruf b, terdiri atas lingkup:

    a. rumah tinggal; dan/atau

    b. Mandi Cuci Kakus yang selanjutnya disingkat (MCK).

    (4) Pertimbangan dalam pemilihan SPAL-S skala komunal sebagaimana

    dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan persyaratan

    teknis yang berlaku.

    56

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    67/92

    Pasal 19

    Dalam hal permukiman baru tidak termasuk dalam skala cakupan

    pelayanan SPAL-T skala permukiman dan skala perkotaan, permukiman

    baru tersebut harus membuat SPAL-S skala komunal lingkup rumah

    tinggal atau SPAL-T skala permukiman sesuai persyaratan teknis yang

    berlaku.

    Pasal 20

    Komponen SPAL-S sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)huruf b terdiri dari:

    a. unit pengolahan setempat;

    b. unit pengangkutan;

    c. unit pengolahan lumpur tinja; dan

    d. unit pembuangan akhir.

    Pasal 21

    (1) Unit pengolahan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    20 huruf a, berfungsi untuk menampung dan mengolah air limbah

    domestik dari rumah tinggal dan/atau MCK.

    (2) Unit pengolahan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dapat berupa:

    a. cubluk kembar;

    b. tangki septik dengan sistem resapan;

    c. biofilter; dan/atau

    d. unit pengolahan setempat air limbah domestik fabrikasi lainnya

    sesuai perkembangan teknologi dan dinyatakan layak secarateknis oleh peraturan perundang-undangan.

    57

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    68/92

    (3) Unit Pengolahan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

    harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku.

    Pasal 22

    (1) Lumpur tinja yang terbentuk di tangki septik dengan sistem resapan

    pada unit pengolahan setempat sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 21 ayat (2) huruf b, harus disedot, diangkut, dan diolah di

    IPLT secara berkala dan terjadwal.

    (2) Lumpur tinja yang terdapat di biofilter dan/atau unit pengolahan

    air limbah fabrikasi lainnya pada unit pengolahan setempat

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 pada ayat (2) huruf c dan

    huruf d, harus disedot, diangkut, dan diolah di IPLT secara berkala

    dan terjadwal sesuai dengan spesifikasi pabrik.

    (3) Ketentuan lebih lanjut tentang penyedotan lumpur tinja terjadwal

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan

    Peraturan Bupati/Walikota.

    Pasal 23

    (1) Unit pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf

    b, berfungsi untuk melakukan pengurasan, pengangkutan, dan

    pembuangan lumpur tinja dari unit pengolahan setempat ke IPLT.

    (2) Unit pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat

    berupa truk tinja atau motor roda tiga yang telah dimodifikasi

    sebagai pengangkut tinja.

    (3) Unit pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus

    diberi tanda pengenal khusus sebagai kendaraan pengangkut

    lumpur tinja.

    58

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    69/92

    Pasal 24

    (1) Unit pengolahan lumpur tinja sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 20 huruf c, berfungsi untuk mengolah lumpur tinja dari

    unit pengolahan setempat dan/atau lumpur dari unit pengolahan

    SPAL-T.

    (2) Unit pengolahan lumpur tinja sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1), berupa prasarana dan sarana IPLT, yang terdiri dari fasilitas

    utama, fasilitas pendukung dan zona penyangga.

    Pasal 25

    Ketentuan mengenai unit pembuangan akhir pada SPAL-S sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, mengikuti ketentuan mengenai

    unit pembuangan akhir pada SPAL-T sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 16 dan Pasal 17.

    Paragraf 3

    MCK 

    Pasal 26

    (1) Unit MCK, dapat berupa:

    a. bangunan MCK; dan

    b. toilet bergerak (mobile toilet).

    (2) Pembangunan MCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,

    harus memenuhi ketentuan teknis yang berlaku.

    (3) MCK dapat dilakukan oleh Pemerintah atau kelompok masyarakat

    pengelola MCK dengan kemampuan memadai.

     

    59

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    70/92

    Pasal 27

    (1) Lumpur tinja dari bangunan MCK sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 26 ayat (1) huruf a, harus disedot, diangkut, dan diolah di

    IPLT secara berkala dan terjadwal.

    (2) Lumpur tinja dari toilet bergerak (mobile toilet) sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b, harus disedot, diangkut,

    dan diolah di IPLT secara berkala dan/atau setiap selesai suatu

    kegiatan.

    (3) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyedotan lumpur tinja MCK

    terjadwal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Bupati/Walikota.

    Bagian kedua

    Penyelenggaraan SPAL

    Pasal 28

    Penyelenggaraan SPAL meliputi:

    a. perencanaan;

    b. pelaksanaan konstruksi;

    c. operasi dan pemeliharaan;

    d. pemanfaatan; dan

    e. pemantauan dan evaluasi.

    60

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    71/92

    Paragraf 1

    Perencanaan

    Pasal 29

    Perencanaan SPAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf

    a, meliputi:

    a. rencana induk;

    b. studi kelayakan; dan

    c. perencanaan teknis.

    Pasal 30

    (4) Rencana induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a,

    ditetapkan untuk jangka waktu 20 tahun, dan dilakukan peninjauan

    ulang atau evaluasi setiap lima tahun sekali.

    (1) Rencana Induk SPAL ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.

    Pasal 31

    (1) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b,

    disusun berdasarkan:

    a. rencana induk SPAL yang telah ditetapkan,

    b. kelayakan teknis, ekonomi, dan keuangan; dan

    c. kajian lingkungan, sosial, hukum, dan kelembagaan.

    (2) Studi kelayakan berlaku paling lama 5 (lima) tahun.

    61

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    72/92

    Pasal 32

    (1) Perencanaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf

    c, disusun berdasarkan:

    a. rencana induk SPAL yang telah ditetapkan;

    b. hasil studi kelayakan;

    c. jadwal pelaksanaan konstruksi;

    d. kepastian sumber pembiayaan;

    e. kepastian hukum;

    f. ketersediaan lahan; dan

    g. hasil konsultasi dengan instansi teknis terkait.Perencanaan

    teknis

    (2) Perencanaan teknis SPAL dilakukan dengan mengacu pada norma,

    standar, prosedur, dan kriteria yang berlaku.

    Paragraf 2

    Pelaksanaan Konstruksi

    Pasal 33

    (1) Pelaksanaan konstruksi SPAL sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 34 huruf b, meliputi kegiatan pembangunan baru dan/ataurehabilitasi sarana dan prasarana SPAL.

    (2) Pelaksanaan konstruksi SPAL sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1), harus dilakukan dengan prinsip berwawasan lingkungan.

    (3) Pelaksanaan konstruksi SPAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    38 ayat (1) dilakukan sesuai dengan perencanaan teknis yang

    telah ditetapkan.

    62

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    73/92

    Paragraf 3

    Operasi dan Pemeliharaan

    Pasal 34

    (1) Operasi dan pemeliharaan SPAL - T meliputi kegiatan:

    a. pengolahan air limbah domestik;

    b. pemeriksaan jaringan perpipaan;

    c. pembersihan lumpur di bak kontrol;

    d. penggelontoran;

    e. penggantian komponen; dan

    f. perawatan IPAL serta bangunan pendukung lainnya.

    (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

    operator air limbah domestik.

    Pasal 35

    (1) Operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana SPAL-S skala

    komunal meliputi kegiatan:

    a. pengolahan air limbah domestik;

    b. pemeriksaan jaringan dan unit pengolahan setempat;

    c. pembersihan lumpur pada bak kontrol;

    d. penggelontoran jaringan pipa;

    e. perbaikan dan penggantian komponen; dan

    f. penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja secara berkala

    dan terjadwal.

    (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

    kelompok masyarakat pengguna SPAL-S skala komunal

    63

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    74/92

    Pasal 36

    (1) Operasi dan pemeliharaan SPAL-S skala individual meliputi

    kegiatan:

    a. pengolahan air limbah domestik;

    b. pemeriksaan unit pengolahan setempat;

    c. perbaikan dan penggantian komponen; dan

    d. penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja secara berkala

    dan terjadwal.

    (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan olehindividu.

    Pasal 37

    (1) Operasi dan pemeliharaan unit pengangkutan lumpur tinja meliputi

    kegiatan:

    a. penyedotan dan pengangkutan lumpur tinja;

    b. pemeriksaan alat angkut lumpur tinja; dan

    c. perbaikan dan penggantian komponen.

    (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

    oleh operator pengangkutan lumpur tinja dan/atau Pemerintah

    Kabupaten/Kota.

    Pasal 38

    (3) Operasi dan pemeliharaan IPLT meliputi kegiatan:

    a. pengolahan lumpur tinja;

    b. pemeriksaan IPLT;

    c. pembersihan lumpur di bak kontrol;

    64

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    75/92

    d. perbaikan dan penggantian komponen; dan

    e. perawatan IPLT serta bangunan pendukung lainnya.

    (4) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan olehoperator IPLT.

    Paragraf 4

    Pemanfaatan

    Pasal 39

    (1) Setiap orang dapat memanfaatkan efluen air limbah domestik dan/ 

    atau lumpur hasil pengolahan untuk keperluan tertentu.

    (2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemanfaatan efluen air limbah

    domestik dan/atau lumpur hasil pengolahan diatur lebih lanjut

    dengan peraturan Bupati/Walikota.

    Paragraf 5

    Pemantauan dan Evaluasi

    Pasal 40

    (1) Pemantauan dilaksanakan terhadap seluruh aspek SPAL baik fisikmaupun non fisik.

    (2) Evaluasi dilaksanakan terhadap hasil perencanaan, pembangunan,

    dan operasional dalam penyelenggaraan SPAL.

    (3) Evaluasi harus dilakukan sebagai dasar perbaikan dan peningkatan

    kinerja SPAL.

    (4) Pemantauan dan evaluasi SPAL-S dilakukan oleh individu atau

    kelompok masyarakat dengan pembinaan dan pengawasan dari

    pemerintah daerah.

    65

  • 8/16/2019 Buku Panduan Ranperda Pengelolaan Air Limbah LS

    76/92

    Pasal 41

    (1) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pemantauan dan evaluasi

    secara menyeluruh terhadap penyelenggaraan SPAL.

    (2) Pemantauan dan evaluasi SPAL-T skala perkotaan dilakukan oleh

    pemerintah Kabupaten/Kota.

    (3) Pemantauan dan evaluasi SPAL-T skala permukiman dan skala

    kawasan tertentu dilakukan oleh operator air limbah domestik.

    (4) Operator air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat

    (3) wajib melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi kepada

    pemerintah Kabupaten/Kota secara berkala melalui instansi yang

    bertugas mengurusi air limbah