Buku Panduan Lapangan

38
1. PENGENALAN FISIOGRAFI Pulau Jawa bagian timur terbagi menjadi tujuh zona fisiografi (Van Bemmelen, 1949). Berturut-turut dari selatan ke utara yaitu: Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur, Zona Solo, Gunungapi Kuarter, Zona Kendeng, Zona Randublatung, Zona Rembang, dan Dataran Aluvial Jawa Utara (Gambar 1). Gambar 1. Fisiografi Jawa Timur Menurut Van Bemmelen (1949) Daerah pemetaan geologi Blok Hitam Pertamina berada di sebelah selatan Jawa Timur. Secara administratif dari barat ke timur terletak di Kabupaten Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, dan Jember. Daerah penelitian secara fisiografis termasuk bagian dari Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur, Zona Solo, dan Gunungapi Kuarter. 1. Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km 2 (Lehmann, 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949).

description

sdasdasdasdas

Transcript of Buku Panduan Lapangan

Page 1: Buku Panduan Lapangan

1. PENGENALAN

FISIOGRAFI

Pulau Jawa bagian timur terbagi menjadi tujuh zona fisiografi (Van Bemmelen,

1949). Berturut-turut dari selatan ke utara yaitu: Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur,

Zona Solo, Gunungapi Kuarter, Zona Kendeng, Zona Randublatung, Zona Rembang, dan

Dataran Aluvial Jawa Utara (Gambar 1).

Gambar 1. Fisiografi Jawa Timur Menurut Van Bemmelen (1949)

Daerah pemetaan geologi Blok Hitam Pertamina berada di sebelah selatan Jawa

Timur. Secara administratif dari barat ke timur terletak di Kabupaten Ponorogo, Trenggalek,

Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, dan Jember. Daerah penelitian secara fisiografis

termasuk bagian dari Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur, Zona Solo, dan Gunungapi

Kuarter.

1. Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur

Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang

terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup

kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta,

sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan Pacitan

merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu,

dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann, 1939). Sedangkan antara Pacitan dan

Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh batuan hasil

aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan dasit (Van

Bemmelen,1949).

Page 2: Buku Panduan Lapangan

2. Zona Solo

Zona ini memiliki formasi yang berumur tersier ditutupi oleh beberapa gunungapi

kuarter. Zona ini terbagi menjadi tiga subzona yaitu:

Subzona Blitar pada bagian selatan. Subzona ini merupakan jalur depresi yang sempit

di antara pegunungan selatan dan gunungapi Kuarter, serta ditutupi oleh endapan

alluvial.

Subzona Solo pada bagian tengah. Subzona ini terbentuk oleh deretan gunungapi

vulkanik muda dan dataran-dataran antar pegunungan. Gunungapi tersebut adalah

Gunung Lawu, Gunung Wilis, Gunung Kelud, Pegunungan Tengger, dan Gunung

Ijen. Sedangkan dataran-dataran gunungapinya yaitu Dataran Madiun, Dataran

Ponorogo, dan Dataran Kediri. Dataran antar gunungapi ini umumnya terbentuk

akibat endapan lahar.

Subzona Ngawi pada bagian utara. Subzona ini merupakan depresi yang berbatasan

dengan Subzona Solo di bagian selatan dan Zona Kendeng di bagian Utara. Subzona

ini umumnya dibentuk oleh endapan alluvial dan endapan gunungapi yang kecil.

3. Gunungapi Kuarter

Gunungapi kuarter merupakan deretan gunungapi yang berada di bagian tengah

sepanjang Zona Solo.

STRATIGRAFI

Penamaan satuan batuan pada daerah penelitian mengacu pada peta geologi regional

keluaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi lembar Tulungagung, Blitar, Turen,

dan Lumajang.

Gambar 2. Stratigrafi Endapan Kuarter Zona Solo, kompilasi dari beberapa peneliti

Page 3: Buku Panduan Lapangan

Gambar 2. Stratigrafi batuan Tersier pada daerah penelitian menurut beberapa peneliti

Satuan Batuan Tersier Zona Pegunungan Selatan Bagian Timur

1. Formasi Arjosari (Toma): terdiri dari konglomerat aneka bahan, batupasir, batulanau,

batugamping, batulempung, napal pasiran, batupasir berbatuapung. Formasi Arjosari

berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal. Diendapkan pada lingkungan laut dangkal.

2. Formasi Mandalika (Tomm): tersusun oleh perselingan breksi, batupasir, serta lava bantal

diendapkan pada lingkungan laut dalam. Formasi Arjosari dan Formasi Mandalika

sebelumnya oleh Sartono (1964) dinamakan Formasi Besole. Djohor, (1993) meneliti

singkapan di K.Grindulu (Pacitan-Tegalombo) menyimpulkan urutan Formasi Besole yang

tersingkap di daerah tersebut adalah sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari breksi

volkanik (piroklastik), batupasir tufan (greywacke), sisipan crystal tuf, dan dibeberapa tempat

dijumpai intrusi (korok dasit). Bagian tengah tersusun oleh lava dasitik, tuf dasitik, breksi

vulkanik, batupasir vulkanik, dan sisipan lava basaltik dengan kekar-kekar kolom, dibeberapa

tempat dijumpai intrusi korok berkomposisi basaltis, dan dasitik. Bagian atas didominasi oleh

batuan olkanoklastik (perulangan konglomerat, batupasirtufan, tuf, dengan sisipan breksi dan

batulempung. Didapat intrusi berupa volcanic neck berkomposisi andesitik. Juga dijumpai

sisipan tipis batulempung gampingan yang mengandung foraminifera planktonik serta

bongkah batugamping berukuran mencapai ±1 m di dalam tubuh tuf.

3. Formasi Campurdarat (Tmcl): Disusun oleh batu gamping kristalin / hablur yang

bersisipan dengan batu lempung berkarbon. Berumur Miosen Awal.

4. Formasi Jaten (Tmj): dengan lokasi tipenya K.Jaten – Donorojo, Pacitan (Sartono 1964),

tersusun oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung fosil Gastrophoda,

Pelecypoda, Coral, Bryozoa, Foraminifera), dengan sisipan tipis lignit. Ketebalan satuan ini

mencapai 20-150 m. Diendapkan pada lingkungan transisi – neritik tepi pada Kala Miosen

Tengah (N9 - N10).

5. Formasi Wuni (Tmw): Wilayah tipe formasi ini ada di Sungai Wuni, anak Sungai

Baksoka. Penyusunannya terdiri dari breksi agglomerat berselingan dengan batupasir

tufaan berbutir kasar dan batulanau, terdapat batugamping terumbu koral pada bagian

atas. Umur berdasarkan fauna koral adalah Miosen Bawah. Menurut tim Lemigas

Page 4: Buku Panduan Lapangan

Formasi Wuni ini berumur N9-N12 (Miosen Tengah) didasarkan atas ditemukannya

Globorotalia siakensis. Globigerinoides tribolus dan Globorotalia praebuloides.

Ketebalan Formasi Wuni di daerah Punung berkisar 150-200 meter.Terletak selaras di

atas Formasi Jaten dan selaras pula di bawah Formasi nampol. Kesebandingan umur

Formasi Wuni ini adalah setara dengan Formasi Nglanggran.

6. Formasi Nampol (Tmn): Formasi ini mempunyai wilayah tipe di Sungai nampol, tersusun

oleh agglomerat, konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung, tufa dan lignit.

Terdapat fosil Elphidium craticulacum, Rotalia beccari dan Moluska yang secara

keseluruhan merupakan penciri laut yang sangat dangkal. Berumur Miosen bagian atas.

Di daerah Punung Formasi ini mempunyai ketebalan 58-60 meter. Terletak selaras di atas

Formasi Wunu. Formasi Nampol ini mempunyai umur sepadan dengan Formasi

Sambipitu.

7. Formasi Wonosari (Tmwl): Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan

Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan

keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi

ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona

Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih

dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah (bagian barat zona pegunungan

selatan menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan

Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari

batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal.

Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera

besar dan kecil yang melimpah, diantaranya Lepidocyclina sp. dan Miogypsina sp.,

ditentukan umur formasi ini adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan

pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan

(Surono dkk, 1992).

8. Formasi Puger (Tmp): Disusun oleh litologi berupa perselingan batugamping terumbu

dengan breksi batugamping dan batugamping tufan. Memiliki ketebalan 400 m dengan

umur geologi Miosen Tengah. Sebanding dengan Formasi Wonosari.

Satuan Endapan Kuarter Zona Solo

1. Batuan Gunungapi Wilis (Qpwv): terdiri atas Lava andesit basal, breksi gunung api dan

tuf. Memiliki ketebalan lebih dari 1000 m dengan penyebaran disebelah utara lembar peta

Tulungagung. Satuan ini berumur Plistosen dengan lingkungan pengendapan darat.

2. Endapan Gunung Api Butak (Qpkb): disusun oleh lava, breksi gunung api, tuf breksi, dan

tuf pasiran. Penyebaran di sekitar Gunung Malang, Gunung Tunggurono, peta geologi

lembar Blitar dan Turen. Berumur Plistosen dengan lingkungan pengendapan darat.

Page 5: Buku Panduan Lapangan

3. Lava Andesit Parasit (Qlk): litologi berupa lava andesit. Penyebaran di G. Rekso, G.

Gogonite, peta geologi regional lembar Blitar. Berumur Plistosen dengan lingkungan

pengendapan darat

4. Batuan Gunung Api Kelud Tua (Qpvk): terdiri atas lava, breksi gunung api, breksi tuf,

tuf, dan lahar. Lokasi tipe terdapat di G. Kelud. Memiliki ketebalan 500 m dengan

penyebaran di sekitar G. Kelud peta geologi regional lembar Blitar. Berumur Plistosen

dengan lingkungan pengendapan darat.

5. Endapan tuf (Qptm): terdiri atas tuf lapili, tuf batuapung, dan lava. Penyebaran di peta

geologi lembar Blitar dan Turen.

6. Endapan Gunungapi Kelud (Qvk): terdiri atas endapan lahar, breksi gunungapi, tuf, dan

lava. Penyebaran di sebelah tenggara Gunung Kelud. Berumur Plistosen akhir – resen,

dengan lingkungan pengendapan darat.

7. Endapan Lahar (Qvlh): terdiri atas kerakal-pasir gunungapi, tuf, lempung, dan sisa

tumbuhan. Penyebaran di peta geologi lembar Blitar.

8. Endapan Gunungapi Jembangan (Qvj): terdiri dari lava basal olivin, tuf, tuf pasiran, dan

pasir. Lokasi tipe berada di Gunung Jembangan. Penyebaran disebelah utara dan barat

Gunung Mahameru, peta geologi lembar Turen. Berumur Holosen dengan lingkungan

pengendapan subaerial vulkanik.

9. Endapan Gunungapi Tengger (Qvt): terdiri dari lava andesit piroksen, basal olivin, dan

piroklastik jatuhan.

10. Endapan Gunungapi Kepolo (Qvk): Terdiri dari lava basal olivine piroksen.

11. Endapan Gunungapi Semeru (Qvs): terdiri dari lava andesit sampai basal, klastika

gunungapi, dan lahar.

12. Endapan Gunungapi Buring (Qpvh): terdiri dari lava basal olivine piroksen, dan tuf

pasiran.

13. Lava Kerucut Katu (Qlk): terdiri dari lava andesit piroksen. Lokasi tipe di Desa Katu,

sebelah tenggara Gunung Tunggurono. Penyebaran di bagian barat peta geologi lembar

Turen sebagai kerucut lava Gunung Butak. Secara stratigrafi menerobos batuan yang

lebih tua.

14. Lava Parasit Semeru (Qls): terdiri dari lava andesit piroksen atau basal olivin.

15. Lava Parasit Kepolo-Semeru (Qlks): terdiri dari lava andesit hiperstein augit.

Page 6: Buku Panduan Lapangan

16. Endapan Ladu Dari Rempah Gunung Api (Qvl): Endapan lahar

17. Endapan Rawa dan Sungai (Qas): Kerikil, pasir, lempung, dan sisa tumbuhan.

18. Aluvium dan Endapan Pantai (Qal): Kerakal, kerikil, pasir, dan lumpur.

19. Gumuk Gunungapi Karangduren (Qvk): terdiri dari tuf abu, tuf lapili, dan lava andesit.

20. Tuf Argopuro (Qvat): terdiri dari tuf sela, breksi tuf, dan batupasir tufan.

21. Breksi Argopuro (Qvab): terdiri dari lava dan breksi gunungapi bersusun andesit.

22. Batuan Gunungapi Lamongan (Qvl): terdiri dari breksi gunungapi, tuf, dan lava basal.

23. Batuan Gunungapi Tengger (Qvt): terdiri dari lava andesit, tuf, dan breksi gunungapi.

24. Endapan Pantai (Qc): pasir lepas mengandung magnetit.

25. Satuan Aluvium (Qa) : Satuan ini dijumpai di bagian selatan Kabupaten Trenggalek,

menempati daerah dataran. Pelamparan relative luas terdapat di kecamatan Panggul dan

Munjungan. Berupa endapan sungai yang terdiri dari lanau pasiran yang tersebar secara

dominan di permukaan, dan di bawahnya berupa pasir, lempung pasir dan lempung

pasiran.

Page 7: Buku Panduan Lapangan

Gambar 3. Stratigrafi pegunungan selatan bagian tengah-timur

Page 8: Buku Panduan Lapangan

2. ZONA BATIMETRI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Gambar 4. Pembagian zona batimetri

Page 9: Buku Panduan Lapangan

3. PERSENTASE FORAM PLANKTONIK PADA ZONA

BATIMETRI

Gambar 5. Persentase foram planktonik pada zona batimetri

Page 10: Buku Panduan Lapangan

4. ZONA PENGENDAPAN TRANSISI SAMPAI MARINE

Gambar 6. Lingkungan pengendapan marine – transisi

Page 11: Buku Panduan Lapangan

5. IDENTIFIKASI LITOLOGI

Gambar 7. Skema seri reaksi Bowen, 1928

Page 12: Buku Panduan Lapangan

Tabel 1. Pembagian nama lapisan berdasarkan ketebalan (Mc Kee and Weir, 1953)

Tabel 2. Ukuran butir pada batuan sedimen (Wentworth, 1922)

Page 13: Buku Panduan Lapangan

Gambar 8. Fasies lingkungan vulkanik (Bogie and Mackenzie, 1998)

6. DIAGRAM ALIR DESKRIPSI LITOLOGI

Deskripsi Batuan Beku

Menurut tempat terbentuknya,batuan beku dapat di bagi atas :

1. Batuan Ekstrusi,terdiri dari semua material yang di keluarkan ke permukaan bumi baik di

daratan ataupun di bawah permukaan air laut.Material ini membeku dengan cepat sehingga

Kristal yang dihasilkan berukuran halus.

2. Batuan Intrusi, sangat berbeda dengan batuan vulkanik. Hal ini disebabkan karena

perbedaan tempat terbentuknya dari kedua jenis batuan ini.Terdapat tiga prinsip dari tipe

bentuk intrusi batuan beku,bentuk dasar dari geometri adalah :

a. Bentuk tidak beraturan, pada umumnya berbentuk diskordan dan biasanya memiliki bentuk

yang jelas di permukaan bumi. Terdiri dari tiga bentuk yaitu :Pluton, Batholit, dan stock.

b. Intrusi berbentuk tabular, memiliki dua bentuk yang berbeda yaitu Dike (retas) mempunyai

bentuk diskordan dan sill mempunyai bentuk konkordan, Dike adalah intrusi yang memotong

bidang perlapisan dari batuan induk. Sedangkan sill adalah lempengan batuan beku yang di

intrusikan diantara dan sepanjang lapisan batuan sedimen, dengan ketebalan dari beberapa

mm sampai beberapa km. Variasi dari sill adalah lakolit, yaitu bentuk batuan beku yang

Page 14: Buku Panduan Lapangan

menyerupai sill akan tetapi perbandingan ketebalan jauh lebih besar di bandingkan dengan

lebarnya dan bagian atasnya melengkung. Sedangkan lopolit adalah bentuk batuan beku yang

luas, dengan bentuk seperti lensa dimana bagian tengahnya melengkug karena batuan

dibawahnya lentur.

c. Tipe ketiga dari tubuh intrusi relatif memiliki tubuh kecil, hanya pluton-pluton diskordan.

Bentuk yang khas dari group ini adalah intrusi-intrusi silinder atau pipa. Sebagian besar

merupakan sisa dari korok suatu gunung api tua, buasa di sebut vulkannek (teras gunung

api).

Pendeskripsian

Dalam melakukan pendeskripsian batuan terhadap batuan beku, perlu diamati

mengenai hal-hal sebagai berikut:

A. Stuktur

Struktur batuan beku adalah bentuk batuan dalam skala yang besar, seperti lava bantal

yang terbentuk di lingkungan air ( laut ), seperti lava bongkah, struktur aliran dan lain-

lainnya. Suatu bentuk struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya. Macam-

macam struktur batuan beku adalah:

Masif, apabila tidak menunjukkan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam

tubuhnya.

Pillow lava atau lava bantal, merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusi

tertentu, yang dicirikan oleh masa berbentuk bantal dimana ukuran dari bentuk ini

adalah umumnya 30-60 cm dan jaraknya berdekatan, khas pada vulkanik bawah laut.

Join, struktur yang ditandai oleh kekar-kekar yang tertanam secara tegak lurus arah

aliran. Struktur ini dapat berkembang menjadi columnar jointing.

Vesikuler, merupakan struktur batuan ekstrusi yang ditandai dengan lubang-lubang

sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan.

Scoria, adalah struktur batuan yang sangat vesikuler (banyak lubang gasnya)

Amigdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluar gas terisi oleh mineral-mineral

sekunder seperti zeloid, karbonat dan bermacam silica.

Xenoliths, struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang masuk

atau tertanam kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk sebagai akibat peleburan

tidak sempurna dari suatu batuan samping didalam magma yang menerobos.

Autobreccia, struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari lava itu

sendiri.

A. Tekstur

a. Derajat kristalisasi (degree of crystallinity)

Derajat kristalisasi merupakan keadaan proporsi antara massa Kristal dan massa gelas

dalam batuan. Dikenal ada tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

1. Holokristalin : Apabila batuan tersusun oleh seluruh massa Kristal.

2. Holohyalin : Apabila batuan tersusun oleh seluruh massa gelas.

Page 15: Buku Panduan Lapangan

3. Hypokristalin : Apabila batuan tersusun oleh massa Kristal dan gelas.

b. Granularitas

Glanularitas merupakan ukuran butir Kristal dalam batuan beku. Umumnya dikenal 2

kelompok ukuran butir, yaitu:

1. Afanitik

Dikatakan afanitik apabila ukuran butir individu Kristal sangat halus, sehingga tidak

dapat dibedakan dengan mata telanjang.

2. Fanerik

Kristal individu yang termasuk Kristal fanerik dibedakan menjadi:

- Halus, ukuran diameter rata-rata Kristal individu < 1 mm.

- Sedang, ukuran diameter Kristal 1 mm – 5 mm.

- Kasar, ukuran diameter Kristal 5 mm – 30 mm.

- Sangat kasar, ukuran diameter Kristal > 30 mm.

B. Kemas

Kemas meliputi bentuk butir dan susunan hubungan Kristal dalam suatu batuan.

1. Bentuk butir

Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal tiga macam:

- Euhedral: Apabila bentuk Kristal dan butiran mineral mempunyai bidang Kristal yang

sempurna.

- Subhedral: apabila bentuk Kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang

Kristal yang sempurna.

- Anhedral: Apabila bentuk Kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang

Kristal yang tidak sempurna.

2. Relasi

Relasi merupakan hubungan antara Kristal satu dengan yang lain dalam suatu batuan

dari ukuran dikenal:

1. Granularitas atau equigranular, apabila mineral mempunya ukuran butir yang

relatif seragam terdiri dari

- Panidioformik granular, yaitu sebagian besar mineral berukuran seragam

dan euhedral

- Hipiodiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral nya berukuran relatif

seragam dan anhedral

- Allotiomorfik granular, yaitu sebagian besar mineral nya berukuran relatif

seragam dan anhedral

2. Inequigranular, apabila mineralnya mempunyai ukuran butir tidak sama, antara

lain terdiri dari :

- Porfiritik, adalah tekstur batuan dimana Kristal besar(fenoriks) tertanam

dalam massa dasar yang lebih halus

- Vitroverik, apabila fenoriks tertanam dalam massa dasar berupa gelas

Tekstur khusus , adalah tekstur disamping menunjukkan hubungan antara bentuk dan

ukuran butir juga ada yang menunjukkan arah serta menunjukkan pertumbuhan bersama

antara mineral – mineral yang berbeda, terdiri dari :

Page 16: Buku Panduan Lapangan

a) Diabasik, tekstur dimana plagioklas tumbuh bersama piroksen, disini piroksen tidak

terlihat jelas dan plagioklas radier terhadap piroksen.

b) Trakhitik, fenoriks sanidin dan piroksen tertanam dalam massa dasar Kristal sanidin yang

relatif tampak penjajaran dengan isian butir-butir piroksen, oksida besi dan aksesori

mineral.

c) Intergranular, ruang antar Kristal-kristal plagioklas ditempati oleh Kristal-kristal

piroksen , olivine atau biji besi.

D. Komposisi mineral dan Penamaan batuan

Penamaan Lapangan (dirangkum dari william, 1954, 1983)

Page 17: Buku Panduan Lapangan

Gambar 9. Diagram alir deskripsi batuan beku

Page 18: Buku Panduan Lapangan

Gambar 10. Urut-urutan pendeskripsian batuan beku

Page 19: Buku Panduan Lapangan

Deskripsi Batuan Sedimen

A. Tekstur

Tekstur adalah kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk butir serta

susunannya ( Pettijohn, 1975 ).

1. Ukuran Butir ( Grain Size )

Adalah suatu ukuran yang menyatakan besar atau kecilnya butiran pada batuan

sedimen, yang mana pemerian ukuran butir didasarkan pada pembagian besar butir yang

disampaikan oleh (Wentworth, 1922), seperti di bawah ini:

Gambar 11. Ilustrasi perbedaan ukuran butir menurut skala Wentworth

2. Kebundaran ( Roundness )

Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi butiran pada

batuan sedimen klastik sedang sampai kasar. Kebundaran dibagi menjadi :

Sangat membundar-Sempurna (Well Rounded) Hampir semua butiranpermukaan

nya cembung (Ekuidimensional.)

Membundar (Rounded), Pada umumnya butiran memiliki permukaan bundar, ujung-

ujung dan tepi butiran cekung.

Agak Membundar (Subrounded), Permukaan butiran umumnya datar dengan ujung-

ujung yang membundar.

Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan butiran datar dengan ujung-ujung yang

tajam.

Menyudut (Angular), Permukaan kasar dengan ujung-ujung butiran runcing dan

tajam.

Page 20: Buku Panduan Lapangan

Gambar 12. Ilustrasi kenampakan derajat pembundaran dalam batuan sedimen

2. Pemilahan ( Sorting )

Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan sedimen. Dalam

pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai berikut :

· Terpilah baik (well sorted). Kenampaka n ini diperlihatkan oleh ukuran besar butir yang

seragam pada semua komponen batuan sedimen.

· Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada batuan sedimen yang

memiliki besar butir yang beragam dimulai dari lempung hingga kerikil atau bahkan

bongkah. Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang peneliti menggunakan

pemilahan sedang untuk mewakili kenampakan yang agak seragam.

4. Kemas ( Fabric )

Kemas yaitu banyak sedikitnya rongga antar butir pada batuan sedimen. Batuan

sedimen yang memiliki kemas tertutup memiliki sedikit ruang antar butir dan sebaliknya

batuan sedimen yang berkemas terbuka berarti bahwa banyak ruang atau rongga antar butir

yang cenderung tertutup yang memilki ukuran butir pasir halus hingga lempung karena pada

ukuran tersebut cenderung sekali memiliki ruang antar butiran.

Gambar 13. Derajat pemilahan dalam batuan sedimen

Page 21: Buku Panduan Lapangan

Gambar 14. Diagram alir pendeskripsian batuan sedimen

Page 22: Buku Panduan Lapangan

Gambar 15. Urut-urutan pendeskripsian batuan sedimen

Page 23: Buku Panduan Lapangan

Deskripsi Batuan Pyroklastik

Gambar 16. Diagram alir pendeskripsian batuan pyroklastik

Page 24: Buku Panduan Lapangan

Deskripsi Batuan Metamorf

Gambar 17. Diagram alir pendeskripsian batuan metamorf

Page 25: Buku Panduan Lapangan

7. ENDAPAN MINERAL

Gambar 18. Karakteristik tipe endapan bahan galian logam

Page 26: Buku Panduan Lapangan

Gambar 19. Tipe alterasi berdasarkan himppunan mineral (Guilbert dan Park,1986)

Page 27: Buku Panduan Lapangan

Gambar 20. Sistem hidrotermal magmatik (Corbett and Leach, 1996)

Gambar 21. Sistem volkanik hidrotermal (Hedenquist 1996, 2000)

Page 28: Buku Panduan Lapangan

Gambar 22. Hubungan antara aktivitas tektonik dan mineralisasi

8. STRUKTUR DAN SIMBOL-SIMBOL UMUM DALAM

PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN

Page 29: Buku Panduan Lapangan

Gambar 23. Simbol-simbol umum dalam pemetaan geologi permukaan

Page 30: Buku Panduan Lapangan

KEKAR (JOINT)

Collecting Data

1. Koordinat GPS

2. Kedudukan Kekar (Strike dan Dip)

3. Foto Parameter (Close up) dan Foto Singkapan

4. Sketsa (Bila perlu)

5. Analisis lapangan

Gambar 24. Gambar diagram blok kekar

Page 31: Buku Panduan Lapangan

Shear Joint (Kekar Gerus), kekar yang diakibatkan oleh tegasan komresif

(compressive stress)

Tension Joint (Kekar Tarik), kekar yang diakibatkan oleh tegasan tarik (tension stress)

terbagi 2 yaitu:

a. Extension Joint, kekar akibat peregangan atau tarikan

b. Release Joint, kekar akibat hilangnya tegasan yang bekerja.

SESAR (FAULT)

Collecting Data

1. Koordinat GPS

2. Kedudukan Bidang Sesar (Strike dan Dip)

3. Kedudukan Gores Garis (Bearing, Plunge, dan Rake) / Kedudukan

Kekar Gerus dan Kekar Tarik (Strike dan Dip) / Arah Umum

Breksiasi (Bearing)

4. Foto Parameter (Close up) dan Foto Singkapan

5. Sketsa (Bila perlu)

6. Analisis lapangan

Page 32: Buku Panduan Lapangan

Gambar 25. Klasifikasi sesar menurut Rickard, 1972

Page 33: Buku Panduan Lapangan

Gambar 26. Hasil proyeksi stereografis kedudukan hasil pengukuran

LIPATAN (FOLD)

Collecting Data

1. Koordinat GPS

2. Kedudukan Bidang Perlapisan Batuan (Strike dan Dip)

3. Kedudukan Bidang Lipatan/Hinge Surface (Strike dan Dip)

4. Kedudukan Sumbu Lipatan/Hinge Line (Bearing, Plunge, dan Rake)

5. Kedudukan Kekar Gerus (Strike dan Dip)

6. Foto Parameter (Close up) dan Foto Singkapan

7. Sketsa (Bila perlu)

8. Analisis lapangan

KLASIFIKASI LIPATAN

1. Fluety,1964

a. Berdasarkan besarnya "interlimb angle"

Tabel 3. Klasifikasi lipatan berdasarkan interlimb angle (Fleuty, 1964)

Page 34: Buku Panduan Lapangan

b. Berdasarkan besarnya dip dari hinge surface dan plunge dari hingeline, dibedakan atas :

Tabel 4. Klasifikasi lipatan berdasarkan dip dari sumbu lipatan dan plunge dari hinge line

(Fluety, 1964)

Contoh penamaan lipatan:

Misalnya didapat besarnya dip of hinge surface 65° dan plung of hing line 15°, maka

untuk penamaan lipatannya dikombinasikan sehingga menjadi “Steeply inclined gently

plunging fold” (Fluety, 1964).

2. Rickard 1971

Cara penggunaannya:

Misalnya, didapatkan dip dari hinge surface 70° dan plunge dari hinge line 45°. Plotkan

kedua nilai tersebut pada diagram segitiga 1 (gambar a). Sehingga didaat nilai

perpotogannya. Letakkan di atas diagram segitiga ke-2 (gambar b) maka titik tadi akan

menunjukkan jenis lipatannya yaitu “Inclinded fold” (gambar c).

Page 35: Buku Panduan Lapangan

Gambar 27. Klasifikasi lipatan berdasarkan dip, sumbu lipatan, rake dan plunge dari hinge line

(Rickard, 1971)

Page 36: Buku Panduan Lapangan

TEBAL LAPISAN

Gambar 28. Perhitungan tebal lapisan pada kemiringan lereng yang berbeda

Page 37: Buku Panduan Lapangan

HUKUM “V”

Gambar 29. Penarikan batas berdasarkan kemiringan lereng dan dip dari bidang yang diukur

a. Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur

b. Lapisan dengan dip berlawanan slope akan membentuk pola singkapan berbentuk huruf “V”

yang memotong lembah

c. Lapisan tegak akan membentuk garis lurus dan tidak dipengaruhi keadaan topografi

d. Lapisa dip > slope, maka pola singkapan membentuk pola huruf “V” yang mengarah sama

(searah) dengan arah slope

e. Lapisan dip = slope, maka pola singkapan dipisah oleh lembah

f. Lapisan dip< slope, maka pola singkapan membentuk huruf “V” yang berlawanan dengan

arah slope

Page 38: Buku Panduan Lapangan

Gambar 30. Strain elipsoid