Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, PUSKUR, UNDP
-
Upload
ninil-jannah -
Category
Education
-
view
94 -
download
7
Transcript of Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, PUSKUR, UNDP
Cover dalam
LONGSORBahan Pengayaan Bagi Guru SD/MI
Penulis: Neneng Kadariyah, S.S Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.
PUSAT KURIKULUMBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALJAKARTA, 2009
Modul AjarPengintegrasian Pengurangan Risiko
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko LONGSORBahan Pengayaan Bagi Guru SD/MI
Penulis: Neneng Kadariyah, S,S Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D. Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian AfriyanieIlustrator Sampul : Sandhi Ari W (SDN 3 Bantul)
Ilustrator Isi: Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.
Lay Out Isi:Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.
ISBN : 978-979-725-231-1
Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA
Telp : +62 21 390 5484 (hunting)Fax : +62 21 391 8604E-mail : [email protected] : www.sc-drr.org
Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP, Departement for International Development (DFID) Pemerintah Inggris dan Australian Agency For International Development (AusAID)
SAMBUTAN
Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan
longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.
Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.
KEPALA PUSAT KURIKULUM
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,
SMP dan SMA.
Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP) yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana, pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan.
Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.
Jakarta, Desember 2009Kepala Pusat Kurikulum
Dra. Diah Harianti, M.Psi
SAMBUTAN
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geografisnya pada posisi pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana. Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di
Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO).
Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra kurikuler.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana dan mensosialisasikan langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko bencana yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi bencana.
Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untuk mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan, sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami
KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.
Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan
pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari bencana di sekolah.
Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan dengan konteks sekolah yang dibinanya
Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di Sekolah.
Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.
Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih tanggap terhadap ancaman bencana.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional
Prof. Dr. H. Mansyur Ramly
SAMBUTAN
Menyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah
air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yang merupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun 2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.
Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5 tahun (2007 – 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencana menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturan dan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaan pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik; (4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program pembangunan.
Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal, pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road show untuk kegiatan simulation drill di sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat
DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS
SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR
disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan masih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007). Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana kedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa; (2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana); dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional. Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra maupun ekstrakurikuler secara nasional.
Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum, Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.
Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional ini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudah disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan sekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas
Selaku National Project Director SCDRR
Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP
DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM III
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL V
SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR VII
DAFTAR ISI IX
DAFTAR TABEL XI
DAFTAR GAMBAR XIII
DAFTAR KOTAK XV
BAB I PENDAHULUAN 11.1 Landasan dan Pedoman 1
1.1.1 Landasan Filosofis 3 1.1.2 Landasan Sosiologis 4 1.1.3 Landasan Yuridis 4 1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 4 1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam Sistem Pendidikan Nasional 5
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 7 1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 7 1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8
BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR 9 2.1 Fenomena Longsor di Indonesia 9
2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah ? 102.1.2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi ? 112.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng ? 122.1.4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak ? 132.1.5. Apa ciri zona rawan terkena gerakan tanah ? 142.1.6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor ? 14
Daftar Isi
x
2.1.7. Bagaimanakah gejala awal/tanda-tanda gerakan tanah atau longsor ? 152.1.8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor 182.1.9. Klasifikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor 19
2.2 Peristiwa Longsor di Indonesia 22
BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 243.1 Pengurangan Risiko Bencana 24
3.1.1 Bencana 25 3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas 27 3.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 29 3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 29
3.2 Kesiapsiagaan Longsor 33 3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Longsor 34 3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Longsor 34 3.2.3 Tindakan Sesudah Terjadi Longsor 353.2.4 Adaptasi Setelah Terjadi Longsor 353.2.5 Persiapan Penanganan Bencana Oleh Masyarakat 37
BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 40 4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 40
4.2 Pemetaan Indikator Siswa 42
4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 444.3.1. Tahap Persiapan 444.3.2. Tahap Pelaksanaan 44
BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO LONGSOR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DASAR (SD/MI) 46
5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Mata Pelajaran 46
5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Risiko Longsor 50 5.1.2 Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Terintegrasi 51 5.1.3 Penyusunan Silabus Mata Pelajaran Terintegrasi 62 5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Terintegrasi 645.1.5 Model Bahan Ajar 67
5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 78
5.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Muatan Lokal 80 5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 82
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Untuk SD/MI
xi
5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 83
5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kegiatan Pengembangan Diri 86
5.3.1 Analisis Kegiatan Pengembangan Diri untuk Integrasi Pengurangan Risiko Longsor 87 5.3.2 Penyusunan Program Kegiatan Pengembangan Diri untuk Integrasi Pengurangan Risiko Longsor 87
DAFTAR ISTILAH 89
DAFTAR PUSTAKA 93
Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor untuk setiap Jenjang Kelas. 41
Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa Untuk Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 43Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor. 50Tabel 5.2 Analisis Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Untuk Mata Pelajaran Terintegrasi Pengurangan Risiko Longsor 52Tabel 5.3 Contoh Pengembangan Silabus Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor ke Dalam Mata Pelajaran 63Tabel 5.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal
Pengurangan Risiko Longsor 83Tabel 5.5 Contoh Pengembangan Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 84Tabel 5.6 Contoh Pengembangan Program Kegiatan Model Pengembangan Diri Terintegrasi Pengurangan Risiko Longsor 88
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor 10Gambar 2.2 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng 11Gambar 2.3 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng 11Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng 12Gambar 2.5 Batu yang berjatuhan akibat longsor 23Gambar 2.6 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera Utara yang memakan korban sekitar 200 orang. 23Gambar 2.7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari jalan raya akibat terjangan longsoran tanah 23Gambar 2.8 Tim evakuasi bencana longsor 23Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana,
kerentanan dan bahaya 25Gambar 3.2 Gempa bumi 26Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana 27Gambar 3. 4 Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman mengakibatkan bahaya longsor. 36Gambar 3. 5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman. 36Gambar 3. 6 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. 36Gambar 3. 7 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. 36Gambar 3. 8 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal. 37Gambar 3. 9 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit 37Gambar 3.10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. 37Gambar 3.11 Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi 37Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 48
DAFTAR KOTAK
Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor Pada Mata Pelajaran 65Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor Pada Mata Pelajaran 67Kotak 5.3.1 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 85
1.1 Landasan dan Pedoman
Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.
Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-pemerintah (NGO), institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang, pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005- 2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA). Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas – secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya pada tahun 2015.
HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan, dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantu pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima Prioritas Aksi yang spesifik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.
BAB IPENDAHULUAN
Pendahuluan
2
HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7) menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.
‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang dikoordinir oleh UN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster Reduction) hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal.
Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
3
masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium.
Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan dan keamanan sekolah.
Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.
Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasi secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.
Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan. Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3) ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus mengembangkan dan menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.
1.1.1 Landasan FilosofisBencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
Pendahuluan
4
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
1.1.2 Landasan SosiologisAda tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu, pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.
1.1.3 Landasan YuridisPertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peran hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.
1.1.4 Pedoman Pengembangan ProdukProgram pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
5
Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial modul dan modul pelatihan adalah: 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN
(Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan Darurat).
9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan.12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan Mendiknas No. 6 Tahun 2007.
13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balitbang Depdiknas.
14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi.
15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK.
16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.
1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam Sistem Pendidikan NasionalUU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah
Pendahuluan
6
Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 menyebutkan:1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/
MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik
2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK
Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan, potensi dan karkateristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pasal 1: 1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan
menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
3. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
7
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana
1.2.1 Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk Pembangunan BerkelanjutanPada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan (Decade of Education for Sustainable Development - DESD), mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, “Pendidikan sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan “. Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.
Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam program pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko bencana yang mencakup semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.
Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development - ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu: 1. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.
Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.
2. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial dan emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.
3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.
Pendahuluan
8
Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikan pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.”
HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaksud rekomendasi bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal.
“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (2005-2015) dari PBB “.
1.2.2 Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko BencanaPendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko bencana.
Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah: 1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana 3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan prilaku dan motivasi,
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara individu maupun kolektif
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak
2.1. Fenomena Longsor di Indonesia
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Bencana secara sederhana didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya mereka sendiri Pemicu merupakan faktor-faktor luar yang menjadikan potensi ancaman yang tersembunyi muncul ke bermukaan sebagai ancaman nyata. Ancaman adalah kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kamatian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan.
Para ahli tentang bumi menyimpulkan bahwa bentuk muka bumi selalu dalam kondisi sementara. Artinya, alam senantiasa berproses dan proses tersebut memunculkan berbagai peristiwa alam yang memicu terjadinya longsor. Peristiwa alam sebagaimana halnya juga peristiwa yang menyebabkan longsor bukanlah “pembunuh” yang selalu meminta korban jiwa dan materi. Munculnya korban jiwa dalam suatu peristiwa alam sebagai akibat “ketidakmampuan” manusia untuk menyikapi alam secara arif. Apabila manusia memiliki kearifan dalam berinteraksi dengan alam, korban jiwa dalam berbagai peristiwa alam dapat diantisipasi sehingga dapat terhindar dari bencana.
Gejala umum: 1. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing2. Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
Wilayah-wilayah yang rawan akan tanah longsor:1. Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut2. Berada pada daerah yang terjal dan gundul
FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR BAB II
Fenomena dan Peristiwa Longsor
10
3. Merupakan daerah aliran air hujan4. Tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yangmenerima curah hujan
tinggi
Berkaitan dengan hal tersebut, modul ini di samping membahas materi pokok yang perlu dipahami, juga membahas bagimana merancang pembelajaran agar siswa memiliki kompetensi siaga bencana. Materi pokok terdiri dari pengertian longsor, penyebab mengapa terjadi longsor, apa yang mengontrol, bagaimana ciri daerah rawan longsor, tanda-tanda lonsor terjadi, apa yang harus dilakukan pada saat longsor terjadi, dan apa upaya antisipasi untuk mengurangi risiko bencana, dan tindakan preventif yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana.
2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah? Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor. Gerakan Tanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng, akibat kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahan massa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus. Dengan demikian, longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah.
Gambar-Gambar Berikut menunjukkan contoh Gerakan Tanah/Longsor (Gerakan tanah melalui bidang gelincir) :
Gerakan Tanah
Longsor
Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
11
2.1. 2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi? Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Hal ini merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan pegunungan dan perbukitan yang curam. Luncuran tanah akan semakin cepat sampai dengan kecepatan mencapai 30 meter per detik ketika (1) lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit; (2) lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil momentum dalam luncuran tersebut.
Semakin curam kemiringan suatu kawasan, semakin rentan terhadap bahaya longsor. Proses terjadinya longsor dapat berawal dari air yang meresap ke dalam tanah menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari perubahan pada komposisi, struktur, hidrologi, atau vegatasi pada suatu lereng atau kawasan. Perubahan tersebut dapat berlangsung secara perlahan-lahan maupun tiba-tiba, peristiwanya dapat berlangsung secara alami mau pun sebagai ulah manusia.
Gerakan Tanah/Longsor terjadi akibat gangguan kestabilan lereng karena gaya penahan terlampaui (lebih besar) oleh gara penggerak. Proses terjadinya gerakan dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng
Gambar 2.3 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng
Fenomena dan Peristiwa Longsor
12
Gangguan kestabilan lereng dapat terjadi secara alami dan tindakan manusia. Berikut faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya gangguan kestabilan lereng. terjadinya perubahan komposisi, struktur, hidrologi, atau vegetasi pada suatu kawasan: 1. Meningkatnya sudut lereng sebagai akibat konstruksi baru atau karena
erosi2. Meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau
naiknya air tanah 3. Hilangnya tumbuh-tumbuhan karena kebakaran, penebangan pohon atau
penggundulan hutan yang mengakibatkan melemahnya partikel-partikel tanah;
4. Macetnya atau berubahnya materi-materi lereng karena kondisi cuaca dan proses alam, pemasangan pipa bawah tanah, atau penggunaan lapisan tanah sebagai tempat pembuangan sampah;
5. Getaran akibat gempa bumi, letusan, getaran mesin, atau lalu lintas;6. Penambahan beban oleh hujan , materi vulkanis, bangunan atau rembesan
dari irigasi dan system-sistem pembuangan sampah.
2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng? Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung, pegungungan, bukit, perbukitan, lereng, dan lembah. Kemiringan lereng, pelapisan batuan (stratigrafi), patahan, kekar, retakan pada lereng yang membentuk bidang atau zona lemah (struktur geologi), tata air (kondisi hidrologi) pada lereng. Faktor-faktor tersebut mengkondisikan lereng menjadi rentan (berpotensi/berbakat) longsor, namun longsor baru akan terjadi apabila ada pemicu.
Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
13
2.1. 4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak? Lereng bukanlah hal asing dalam kehidupan kita, tidak ada tempat yang tidak ada lereng, walaupun di dataran rendah. Lalu bagimana kita tahu ada lereng yang rentan bergerak? Berikut ciri lereng yang rentan bergerak: 1. Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan
lebih 2 meter.
2. Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring kearah luar lereng.3. Lereng tersusun dari batuan retak-retak.4. Lembah sungai jalur patahan
5. Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkah-bongkah batuan (rentan mengalami luncuan/gelindingan batuan).
6. Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas
Fenomena dan Peristiwa Longsor
14
7. Perbukitan gundul, curam tersusun oleh batuan/tanah yang mudah lepas.
2.1.5. Apa ciri Zona rawan terkena gerakan tanah? Zona-zona rawan terkena gerakan tanah/longsor antara lain:1. Daerah yang terletak di kaki bukit2. Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padat
pemukiman
2.1. 6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor? Lereng rentan tidak akan longsor tanpa ada pemicu, berikut beberapa hal yang dapat memicu gerakan tanah/longsor: Infiltrasi (resapan) air, mis : air hujan dan kolam/saluran irigasi yang tdk kedap air.1. Getaran, misalnya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat
pada lereng.2. Pemanfaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebanan
lereng yang berlebihan oleh rumah/ bangunan & pohon yang terlalu lebat dan pemotongan lereng tanpa perhitungan.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
15
2.1.7. Bagaimanakah Gejala awal/Tanda-Tanda Gerakan Tanah atau Longsor? Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanya dapat/mudah diamati. Hak ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika kita mampu mengenali tanda-tandanya. Berikut tanda-tanda atau geja awal longsor. 1. Muncul retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan.2. Terjadi amblesan tanah.3. Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng.4. Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada lereng sulit dibuka, karena terjadi
perubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah.5. Pohon-pohon/ tiang-tiang/ rumah-rumah miring.6. Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit
dibuka.7. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran.8. Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjir
bandang yang dipicu longsor).9. Munculnya retakan -retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelah
hujan10. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan11. Keretakkan pada lantai dan tembok bangunan 12. Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada
lereng13. Terjadinnya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi
penguat lereng14. Miringnya pohon-pohon dan tiang pada lereng15. Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba16. Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba17. Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.
Fenomena dan Peristiwa Longsor
16
Tanda-tanda tesebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lereng yang curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengan tekstur tanah, banyak wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahaya longsor. Risiko terjadinya longsong makin meninggi ketika memasuki musim penghujan. Pada saat intensitas curah hujan tinggi (di atas normal 115-300mm) -- biasanya sekitar bulan Februari--, potensi terjadinya tanah longsor sangat besar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawan banjir dan tanah longsor.
Jenis Gerakan Tanah/Longsor Jenis gerakan tanah terbagi menjadi 2, yaitu gerakan cepat dan gerakan lambat.
1. Gerakan Cepat: Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran dan aliran. Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidang gelincir. Jenis material yang bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan, bahan rombahakan tanah campur batuan. Jenis gerakan terdiri dari jatuhan tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah serta batu.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
17
Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenis material yang bergerak terdiri dari tanah, batuan dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut luncuran tanah, luncuran batuan, dan luncuan bahan rombakan tanah dan batu.
Aliran adalah pergerakan massa jenuh air. Jenis material yang bergerak adalah tanah, batuan, dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut aliran tanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.
2. Gerakan Lambat:
Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat. Jenis material yang bergerak adalah tanah.
Untuk lebih jelasnya, jenis gerakan dapat dilihat pada diagram berikut :
Fenomena dan Peristiwa Longsor
18
JENIS GERAKAN TANAH/LONGSOR
Jatuhan/ Runtuhan /Robohan (pergerakan tanpa melalui bidang lincir/ bidang luncur)
Luncuran(pergerakan melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Aliran (pergerakan massa jenuh air)
Rayapan (pergerakan massa yang Lambat)
Gerakan Cepat
Gerakan Lambat
GERAKAN TANAH
Tanah
Batuan
Bahan rombakan tanah campur batuan
Tanah
Batuan
Bahan rombakan tanah campur batuan
Tanah
Bahan Rombakan
Jatuhan Tanah
Jatuhan Batuan
Jatuhan Bahan Rombakan Tanah Dan Batu
Luncuran Tanah
Luncuran Batuan
Luncuran Bahan Rombakan Tanah Dan Batu
MEKANISME GERAKAN
JENIS MATERIALYG BERGERAK
JENIS GERAKAN TANAH
2.1. 8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan : 1. Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi, atau 2. Kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng
lebih curam dari 20o. Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnya berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti di atas, pada umumnya merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak dimanfaatkan untuk kawasan budidaya, terutama pertanian dan permukiman. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan tingkat kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurang siap dalam mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan apabila terjadi bencana longsor, akan menjadi lebih besar.
Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasan yang dikatagorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi: 1. Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan
oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.2. Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai,
yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi hidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa daerah tekuk lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
19
lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran.
3. Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai dengan lereng curam (> 40o) dan dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan (retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan munculnya beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada lereng.
2.1.9. Klasifikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor Tipologi kawasan rawan bencana longsor, diklasifikasikan menjadi:
Tipologi A Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1. Faktor Kondisi Alam Lereng Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20º (40%).
Kondisi tanah / batuan penyusun lereng : Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (> 2 m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang di atas batuan dasamya (misal andesit, ‘breksi andesit, tur, napal, dan batulempung) yang lebih kompak (padat) dan kedap air. Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (> 2m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual atau tanah kolovial, yang di dalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan permeabilitas lebih tinggi yang menumpang di atas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan permeeabilitas lebih rendah. Lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan / kekar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun pleh perlapisan batuan miring ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringan lereng), misainya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, napal dan tuf.
Curah Hujan Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm
per jam) dengan curah hujan tahunan lehih dari 2500 mm. Curah hujan kurang dari 70 mm/ jam, tetapi berlangsung menerus selama lebih dari dua jam, hingga beberapa hari.
Keairan lereng. Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeabel.
Fenomena dan Peristiwa Longsor
20
Kegempaan. Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan
tanah.
2. Faktor Aktivitas Manusia Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya ditanami
tanaman berakar serabut, dimanfaatkan sebagai sawah./ ladang dan hutan pinus.
Dilakukan penggalian/ pemotqngan lereng, misal untuk jalan atau bangunan dan penambangan, tanpa memperhatikan struktur perlapisan tanah / batuan pada lereng dan tanpa perhitungan analisis kestabilan lereng.
Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke dalam lereng.
Sistem drainase tidak memadai. Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar.
3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor), yang dapat terjadi: Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan. Kuncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan
rombakan dengan bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak beraturan.
Aliran misalnya aliran tanah, aliran batuan dan aliran bahan rombakan batuan.
Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah. Dengan gerakan relatif cepat (Iebih dari 2 m per hari hingga dapat
mencapai 25 m per menit).
Tipologi B Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1. Faktor Kondisi Alam Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 10° (20%) hingga 20°
(40%). Kondisi tanah / batuan penyusun Iereng : umumnya merupakan lereng
yang tersusun oteh tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis montmorillonite).
Curah hujan mencapai 70 mrn/jam atau 100 mml hari. Curah hujan tahunan mencapai lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa
Keairan lereng. Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
21
2. Faktor Aktivitas Manusia Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya
air kolam ke dalam lereng. Sistem drainase tidak memadai. Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui
daya dukung tanah.
3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor) Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa
rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.’ Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatannya kurang
dari 2 m per hari).
Tipologi C Daerah tebing/lembah sungai.
Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1. Faktor Kondisi Alam Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai
lebih dari 10° (40%). Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial
atau batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 m.
Curab hujan mencapai 70 mm/jam atau 100 mm/ hari Curah hujan tahunan mencapai lebih dari 2500 mm. sehingga debit sungai dapat meningkat dan mengerosi kaki tebing sungai.
Keairan lereng. Sering muncul rembesan-rembesa air atau mata air pada lereng,
tertitama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.
Kegempaan. Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan
tanah.
2. Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor Tingkat kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap : kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan,
struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng), pemanfaatan lereng, kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.
Fenomena dan Peristiwa Longsor
22
Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor, dibedakan menjadi:
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapat konstruksi bangunan sangat mahal atau penting. Kawasan ini sering mengalami gerakan tanah (longsoran), terutama pada musim hujan atau saat gempa bumi terjadi.
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada risiko terjadinya korban jiwa terhadap manusia ataupun risiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurang berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat permukiman atau konstruksi penting/mahal, juga dikatagorikan sebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.
2.2. Peristiwa Longsor Di Indonesia
Bencana tanah longsor dapat terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah.
Ini semua dimulai saat musim kering yang panjang, pada saat itu terjadi penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Akibatnya terjadi rongga-rongga dalam tanah yang kemudian disusul adanya retakan dan rekahan di dalam tanah.
Di Indonesia biasanya bencana tanah longsor terjadi pada bulan November. Di bulan itu intensitas curah hujan meningkat. Melalui tanah yang merekah pada musim kering itu, air hujan akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Ditambah sudut lereng yang terjal atau mencapai sekitar 180o sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dan sudah barang tentu akibat paling pahit akan dialami oleh orang yang tinggal di dekatnya. Akibat dari tanah longsor sebenarnya bisa dihindari seperti membuat vegetasi atau tidak tinggal di tempat penyebab bencana ini dapat terjadi.
Di wilayah Indonesia, menurut data Badan Geologi menyebutkan terdapat 918 lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah 327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53 lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, dan Papua.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
23
Akhir akhir ini, sering terjadi bencana tanah longsor, yang dikaitkan dengan datangnya musim hujan. Bencana tanah longsor (landslides) di saat musim penghujan, banyak terjadi di Indonesia seperti di daerah Cilacap, Purworejo, Kulonprogo, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera dan lokasi lainnya di tanah air, bahkan terjadi di tengah kota seperti di Jakarta, Semarang, Jogjakarta dan di kota lainnya. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dan sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.
Gambar 2. 5 Batu yang berjatuhan akibat longsor .
Gambar 2. 6 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera
Utara yang memakan korban sekitar 200 orang.
Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri. Erat kaitannya dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) daripada tanah pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran. Misalnya, sensivitas sifat-sifat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahan organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) berpengaruh terhadap friksi yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi (kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang, dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan, menimbul¬kan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan kuat gesernya.
Gambar 2. 8 Tim evakuasi bencana longsor.
Gambar 2. 7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari jalan raya
akibat terjangan longsoran tanah
3.1. Pengurangan Risiko Bencana
Pengelolaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah.
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.
Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir dan longsor. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah :
1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya 2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya
alam
BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
25
3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya
3.1.1. BencanaBencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. .Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan kapasitas.
Terjadinya Bencana
Bahaya
Kerentanan
Kejadian
RISIKOBENCANA
BENCANA
Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya
Pengurangan Risiko longsor
26
Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam, contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilafan manusia seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.
1. Bahaya Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.
Gambar 3.2 Gempa bumi
Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.
Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
27
3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas
Banjir, 38 %
Gempa bumi,31 %
Kebakaran, 17 %
Epidemik,4 %
Massmovwet,
2 %Letusan
Gunung merapi,3 %
Kekeringan,6 %
Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana
Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 – 2008. Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman bencana.
Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat besaran risiko yang mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakin mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka manusia akan semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya; hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang melingkupi.
1. Ancaman BencanaAncaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S. Pribadi ancaman bencana merupakan:
Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam atau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan bencana.
Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan
Pengurangan Risiko longsor
28
kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman, kegiatan budi daya atau industri.
Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan akibat kondisi lingkungan yang rentan.
2. KerentananKerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana.
3. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah : Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan
serta penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana, termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;
Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melalui penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana
Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatu lingkungan
4. KapasitasKapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi bencana. Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah, contohnya:
Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat
menyebabkan banjir Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat
menyebabkan longsor, Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon
baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan
gempa Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi ketika terjadi
gempa Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan orang
lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
29
3.1.3. Pengurangan Risiko BencanaPengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.
3.1.4. Upaya Pengurangan Risiko Bencana
1. Mitigasi BencanaTujuan dari mitigasi bencana longsor adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bencana longsor. Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan nonfisik. Rencana mitigasi bencana longsor dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-elemen berikut :
Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana tersebut.
Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh pemegang kebijakan.
Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.
Mekanisme koordinasi institusi yang kuat. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan
code dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman. Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang menggabungkan
kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko. Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat
bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.
Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman risiko.
Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi.
Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian dari longsor, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya longsor tersebut.
Pengurangan Risiko longsor
30
2. Contoh tindakan mitigasi atau peredaman : Tindakan kesiapsiagaan Tidak menebang atau merusak hutan Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba,
bambu, akar wangi, lamtoro, dsb., pada lereng-lereng yang gundul Membuat saluran air hujan Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal Memeriksa keadaan tanah secara berkala Mengukur tingkat kederasan hujan
3. Dampak Longsor Tanah dan material lainya yang berada di lereng dapat runtuh dan
mengubur manusia, binatang, rumah, kebun, jalan dan semua yang berada di jalur longsornya tanah.
Kecepatan luncuran tanah longsor, terutama pada posisi yang terjal, bisa mencapai 75 kilometer per jam.
Sulit untuk menyelamatkan diri dari tanah longsor tanpa pertolongan dari luar.
Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir; pembangunan tanggul sungai dan lainnya
Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan mengenai penggunaan lahan, tempat membangun rumah, aturan bangunan
Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum pendidikan penanggulangan bencana
4. Upaya Pengurangan Risiko LongsorPenanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana. Tanah longsor tidak membawa bencana sepanjang manusia yang ada di sekitar peristiwa mampu mengantisipasinya. Korban jiwa dan material dapat dihindari apabila setiap orang memiliki kompetensi dalam mengantisipas. Berikut beberapa kemampuan yang perlu dimiliki untuk menghindari adanya korban jiwa dan materi:
Mengenali tanda-tanda/ gejala lereng akan bergerak. Pemetaan zona rentan & rawan gerakan tanah, serta Jalur Evakuasi Pemetaan letak Instansi-instansi penting (Rumah Sakit, Kantor-kantor
penting) untuk penanganan korban & pertolongan saat kondisi darurat.
Memasang tanda/memberi rambu pada lerenglereng yang rawan gerakan tanah/ menetapkan sempadan lereng
Pemasangan alat pantau atau alat peringatan dini longsor
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
31
Melakukan tindakan pencegahan, misalnya pengaturan drainase lereng (membuat saluran air permukaan & bawah permukaan), malakukan rekayasa vegetasi, dan perbaikan/pelandaian lereng.
Koordinasi dengan satlak & aparat terkait Sosialisasi serta latihan pencegahan gerakan tanah & pemeliharaan
lereng Hindari gangguan pada lereng (penggalian, pemotongan, pembebanan
dan penggundulan lereng yang tidak terkontrol)Penanggulangan Bencana
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa:
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi:
prabencana; saat tanggap darurat; dan pasca bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi:
dalam situasi tidak terjadi bencana; dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi:
perencanaan penanggulangan bencana; pengurangan risiko bencana; pencegahan; pemaduan dalam perencanaan pembangunan; persyaratan analisis risiko bencana; pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; pendidikan dan pelatihan; dan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; pemahaman tentang kerentanan masyarakat; analisis kemungkinan dampak bencana; pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana; dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Pengurangan Risiko longsor
32
Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:
pengenalan dan pemantauan risiko bencana; perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana; peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana;
dan penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan
bencana.
Pencegahan meliputi:
identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;
kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;
pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;
penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang dapat diidentifikasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak diajarkan ke siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu harus dikuasai guru, sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah kompetensi lainnya seperti:
Menyusun Program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap Bencana.
Menyusun rencana aksi sekolah, seperti. perencanaan penanggulangan bencana; pengurangan risiko bencana; pencegahan; pemaduan dalam perencanaan pembangunan; persyaratan analisis risiko bencana; pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; Perencanaan penanggulangan bencana meliputi: - pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; - pemahaman tentang kerentanan masyarakat; - analisis kemungkinan dampak bencana;
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
33
- pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; - penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana; dan - alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak
buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:
- pengenalan dan pemantauan risiko bencana; - perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; - pengembangan budaya sadar bencana; - peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan
bencana; dan - penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan
bencana. Pencegahan meliputi: - identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya
atau ancaman bencana; - kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;
- pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/ atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;
- penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan - penguatan ketahanan sosial masyarakat.
3.2. Kesiapsiagaan LongsorKesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengan-tisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Sebagai contoh: membangun sistem peringatan dini, penyiapan jalur evakuasi bila terjadi bencana, latihan simulasi bencana.Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam mengurangi dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa, Kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing2. Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana3. Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik
sebelum, pada saat dan sesudah bencana.Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana longsor kepada siswa.
Pengurangan Risiko longsor
34
3.2. 1. Tindakan Sebelum Terjadi Longsor
1. Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menentukan beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika terjadi bencana.
2. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi bencana longsor.
3. Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tempat di mana anggota keluarga akan berkumpul usai bencana terjadi.
4. Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan seperti: Makanan kering seperti biskuit, air minum, kotak kecil berisi obat-obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, Lilin dan korek api, kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga, fotokopi tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor-nomor telepon penting.
5. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko longsor : Pembuatan sistem peringatan dini Membuat sistem pemantauan ancaman Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman Pembuatan rencana evakuasi Membuat tempat dan sarana evakuasi Penyusunan rencana darurat, rencana siaga Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini
3.2. 2. Tindakan Saat Terjadi LongsorTanda-tanda yang muncul:
Muncul gerakan tanah, pengembungan lereng atau rembesan air 1. Segera keluar dari daerah longsoran atau aliran reruntuhan/puing ke area
yang lebih stabil2. Bila melarikan diri tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh anda seperti
bola dengan kuat dan lindungi kepala Anda. Posisi ini akan memberikan perlindungan terbaik untuk badan Anda.
3. Segera menutup retakan tanah dengan material kedap (minimbun dengan tanah lempung), agar air hujan tidak meresap masuk ke dalam lereng.
4. Segera membuat saluran air permukaan yang kedap air, untuk mengalirkan air permuikaan (air hujan) menjauh dari lereng yang retak.
5. Segera membuat saluran bawah permukaan (dengan pipa/ bambu) untuk menguras air yang telah meresap ke dalam lereng.
6. Menjauh dari lereng rentan pada saat hujan.7. Jangan melakukan penggalian tanah di bawah lereng terjal. Hal ini akan
menyebabkan daya dukung tanah melemah dan berpotensi terjadi longsor
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
35
8. Seluruh langkah di atas JANGAN DILAKUKAN apabila hujan masih berlangsung, harus menunggu hujan reda selama beberapa jam
3.2. 3. Tindakan Sesudah Terjadi Longsor
1.Tanggap darurat
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta benda.
Contoh tindakan tanggap darurat:
Evakuasi Pencarian dan penyelamatan Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD) Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang,
papan, kesehatan, konseling Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi,
listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap darurat
Hindari daerah longsoran, dimana longsor susulan dapat terjadi Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa langsung
memasuki daerah longsoran Bantu arahkan SAR ke lokasi longsor Bantu tetangga yang memerlukan bantuan khususnya anak-anak,
orang tua dan orang cacat Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan
terkini Waspada akan adanya banjir atau aliran reruntuhan setelah longsor Laporkan kerusakan fasilitas umum yang terjadi kepada pihak yang
berwenang Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah disekitar terjadinya
longsor Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah di sekitarnya untuk
menghindari erosi yang telah merusak lapisan atas tanah yang dapat menyebabkan banjir bandang
Mintalah nasihat untuk mengevaluasi ancaman dan teknik untuk mengurangi risiko tanah longsor
3.2. 4. Adaptasi Setelah Terjadi Longsor
Bagaimana pencegahan terhadap tanah longsor? Pencegahan terhadap tanah longsor dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, vegetasi LOKAL atau melakukan penanaman pohon yang mempunyai sifat berakar dalam, bertajuk ringan, cabang-cabangnya mudah tumbuh setelah dipangkas misalnya
Pengurangan Risiko longsor
36
lamtoro (leucaena eucocephala) dan pete (parkia sp) dan membatasi lahan sawah dan kolam. Kedua, lakukan penanaman pohon pada tebing, seperti misalnya pohon sonokeling, sono sisoo, dan sono brit. Ketiga, di kaki lereng dilakukan penanaman swietenia macrophylla atau swietenia microphylla (mahony with large leaves Albisia (albisia) dan bambu. Keempat, pada alur sungai ditanam bambu (bambu apus) ditanam pada alur-alur erosi mengikuti kontur dengan jarak 0.3 m x 0.3 m.
Di samping itu jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman. Hal ini akan mengakibatkan beban tanah meningkat dan mengakibatkan tanah longsor. Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman.
Gambar 3. 4 Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman mengakibatkan bahaya longsor.
Gambar 3. 5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng
yang terjal bila membangun permukiman.
Dihimbau tidak mendirikan rumah atau membuat pemukiman di tepi lereng yang terjal. Pembangunan rumah atau pemukiman yang benar adalah di lereng bukit. Bukankah korban akibat tanah longsor yang banyak terjadi diakibatkan oleh pembangunan rumah atau pemukiman di bawah lereng yang terjal atau rawan longsor? Selanjutnya yang termasuk larangan adalah jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. Dan pembangunan rumah yang salah dilakukan di lereng bukit.
Gambar 3. 6 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing
yang terjal.
Gambar 3. 7 Pembangunan rumah
yang salah di lereng bukit.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
37
Gambar 3. 8 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal.
Gambar 3. 9 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit
Larangan lain untuk mengurangi bahaya tanah longsor adalah jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. Di samping itu jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
Gambar 3. 10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.
Gambar 3.11Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi
3.2. 5. Persiapan Penanganan Bencana oleh Masyarakat
1. Mengurangi Kemungkinan/DampakDalam upaya mengurangi dampak bencana di suatu wilayah, tindakan pencegahan perlu dilakukan oleh masyarakatnya. Pada saat bencana terjadi, korban jiwa dan kerusakan yang timbul umumnya disebabkan oleh kurangnya persiapan dan sistem peringatan dini. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu.
Bencana bisa menyebabkan kerusakan fasilitas umum, harta benda dan korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa mengurangi risiko ini.
2. Menjalin KerjasamaPenanggulangan bencana hendaknya menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah serta pihakpihak terkait. Kerjasama ini sangat penting untuk memperlancar proses penanggulangan bencana.
Pengurangan Risiko longsor
38
Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Adalah hak masyarakat untuk menghubungi instansi terkait ini karena keberadaan pihak-pihak tersebut adalah untuk mendampingi masyarakat dalam usaha penanggulangan bencana. Hubungan dengan pihak-pihak tersebut sebaiknya dijalin dalam tahap sebelum bencana, saat bencana dan setelah bencana. Untuk memperkuat kesiapsiagaan, masyarakat bisa mendapatkan pelatihan dan bantuan dari instansi/organisasi seperti Dinas Sosial, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Search and Rescue (SAR), Rumah Sakit (Unit Gawat Darurat), Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), Polisi Daerah, Hansip / Linmas, Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Media Massa, dan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB).
3. RehabilitasiUpaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.
4. RekonstruksiPenguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain: (1) perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap), (2) modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan), (3) vegetasi kembali lereng-lereng, dan (4) beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.
4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
Potret keadaan geografis wilayah Indonesia yang sangat rentan terjadi bencana tanah longsor mengharuskan para siswa di Indonesia memiliki pengetahuan tentang bencana tersebut dan bagaimana upaya pencegahannya melalui berbagai kegiatan yang dapat dilakukan sesuai keadaan dan potensi peserta didik. Pada jenjang sekolah dasar, para siswa sudah dapat diberikan pengetahuan dasar tentang bencana tanah longsor dan upaya pencegahan secara sederhana sehingga ketika bencana itu benar-benar terjadi, mereka dapat melakukan upaya penyelamatan diri. Selain itu, dalam upaya mencegah tanah longsor, para siswa dapat diajak untuk berperan serta dalam pelestarian lingkungan di sekitar mereka.
Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SD disusun dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannyaMuatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang lain agar selamat ketika banjir terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada peserta didik.
2. Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkunganSetiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan dengan kebutuhan pendidikan PRB.
3. Kondisi sosial budaya masyarakat setempatPengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat diperlukan, termasuk kearifan lokal yang ada.
MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSORBAB IV
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
41
4. Peningkatan kesadaran akan adanya risiko bencana akibat longsorMuatan pendidikan PRB dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kesadaran siswa akan adanya risiko bahaya longsor. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman terjadinya longsor, zona rawan longsor, hal-hal yang terjadi ketika dan setelah longsor.
5. Peningkatan kompetensi/kapasitas diri agar dapat mengurangi bahaya bencana yang diakibatkan banjir
Pendidikan PRB dilakukan secara sistematik dan terpadu dengan pendidikan mata pelajaran lain, untuk meningkatkan kompetensi siswa secara holistik yang memungkinkan potensi diri (efektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal, agar selamat ketika banjir terjadi. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
6. Menyeluruh dan berkesinambunganSubstansi muatan pendidikan PRB mencakup keseluruhan dimensi kompetensi yang diperlukan, dimensi kognitif, psikomotor dan afektif.
7. Belajar sepanjang hayat Pengembangan muatan pendidikan PRB diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Adapun materi pembelajaran pengurangan risiko longsor untuk setiap jenjang kelas adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor untuk setiap Jenjang Kelas.
MATERI PEMBELAJARAN KELAS
IV
V
VI
Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
42
4.2 Pemetaan Indikator Siswa
Secara umum, kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam mengantisi-pasi bahaya longsor, bertindak tepat pada saat longsor terjadi, dan tindakan setelah longsor terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan dalam melakukan tindakan praktis untuk (1) menghindari dan menyelamatkan diri dari bencana longsor; (2) Berpartisipasi dalam membantu upaya pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor.
Indikator yang diharapkan dari Pengurangan Risiko Bencana Longsor adalah sebagai berikut:1. Memahami dan menjelaskan penyebab longsor dan cara pencegahannya,
indikatornya mencakup: Menjelaskan penyebab longsor, Mengidentifikasi ciri-ciri lahan dan lereng rentan longsor, Mengenali gejala awal lereng akan longsor,
2. Mempraktekkan tindakan pencegahan, menghindari dan menyelamatkan diri dari bencana Longsor , yang indikatornya mencakup: Menentukan tindakan darurat yang harus segera dilakukan apabila
gejala lereng akan longsor sudah muncul, Mengenali berbagai tindakan yang tidak boleh dilakukan pada lereng
dan lahan yang rentan longsor.Mempraktikkan tindakan pencegahan bencana longsor Mempraktikan tindakan penyelamatan diri dari bencana longsor
3. Mempraktikkan tindakan pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor, indikatornya mencakup: Terampil dalam membantu tindakan pemeliharaan lingkungan Mempraktikan tindakan dalam memelihara lereng yang rentan agar
longsor dapat dicegah. Selalu peduli dan berusaha menjaga kelestarian lingkungan rawan
longsor, Waspada dan siap melakukan tindakan pencegahan dan penyelamtan
diri dari bencana longsor.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
43
Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa Untuk Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
KELAS MATERI PEMBELAJARAN INDIKATOR PRILAKU SISWA
IV
V
VI
Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
44
4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar
4.3.1. Tahap PersiapanDalam rangka persiapan pengintegrasian pendidikan pengurangan resiko bencana tanah longsor ada beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian, yaitu:1. Berpusat pada kondisi daerah potensi bencana dan jenis bencana yang
terjadi serta kebutuhan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan penanggulangan bencana.
2. Pendidikan PRB mengikuti prinsip beragam yaitu dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah potensi bencana serta integrasi ke dalam matapelajaran, Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Dimungkinkan pula untuk dikembangkan dalam materi pengembangan diri atau dapat bentuk kegiatan temporer, bahkan dalam bentuk lainnya.
3. Tanggap terhadap perkembangan dengan memperhatikan perkembangan kondisi wilayah setempat, kemajuan iptek, dan pengembangan potensi daerah setempat.
4. Relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat agar dapat diterapkan dalam situasi yang membutuhkan.
5. Pendidikan PRB disusun untuk dipergunakan dan dikembangkan dengan berkesinambungan sehingga memuat pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif dan melekat dalam kehidupan siswa.
4.3.2. Tahap PelaksanaanPendekatan pengintegrasian Pengurangan Resiko Bencana dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar sebagai berikut:1. Berorientasi pada Perkembangan Anak
Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial.
2. Berorientasi pada Kebutuhan AnakKegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak dan dimaksudkan untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangan anak. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan berdasarkan pada perkembangan dan kebutuhan masing-masing anak.
3. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan MenyenangkanProses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
45
tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak.
4. Menggunakan Berbagai Media dan Sumber BelajarSetiap kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, perlu memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik. Penggunaan berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.
5. Mengembangkan Kecakapan HidupProses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup melalui penyiapan lingkungan belajar yang menunjang berkembangnya kemampuan menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
Permendiknas No.41 thn 2007 tentang Standar Proses mengamanatkan bahwa proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar Dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, proses pembelajaran juga harus menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Berbagai model pembelajaran dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar agar anak mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna sesuai dengan tingkat perkembangannya. Untuk itu, guru perlu mengupayakan kegiatan pembelajaran tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat diberikan pada siswa SD/MI adalah model pembelajaran terintegrasi.
Pembelajaran integrasi adalah pembelajaran yang memasukkan materi tertentu ke dalam suatu bidang studi dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan. Diharapkan pembelajaran integrasi ini dapat memotivasi anak dalam belajar Dan memberikan pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang bermakna bagi anak.
Bahan ajar dikembangkan berdasarkan materi yang berkaitan dengan pengurangan risiko bahaya longsor dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa. Untuk siswa SD/MI, bahan ajar tidak terlalu akademis, dan berisi hal-hal yang praktis dan mampu menggugah sikap. Pengembangan bahan ajar perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Sahih Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan materi, sehingga materi yang diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2. Tingkat Kepentingan Dalam memilih materi di sini perlu dipertimbangkan pertanyaan berikut: Sejauh mana materi tersebut penting dipelajari? Penting untuk siapa? Dimana dan mengapa pent ing?. Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar diperlukan oleh siswa.
PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO LONGSORKE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DASAR (SD/MI)BAB V
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
47
3. Kebermanfaatan Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun non akademis. Bermanfaat secara akademis artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara non akademis maksudnya adalah bahwa materi yang diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
4. Layak dipelajari Materinya memungkinkan untuk dipeljari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat)
5. Menarik minat Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus mampu menumbuhkembangkan rasa ingin tahu, sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Oleh karena sasaran utama dalam pengintegrasian pendidikan pengurangan risiko bencana ini adalah perubahan atau pembentukan sikap, maka proses pembelajaran yang paling diutamakan adalah simulasi, praktik, dan kreatifitas siswa. Simulasi dapat dilakukan melalui sosiodrama, atau peragaan yang mirip dengan situasi yang sebenarnya. Guru perlu mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan, perencanaan pembelajaran, alokasi waktu, dan perencanaan evaluasi.
Sejalan dengan pembelajaran, evaluasi harus mengukur ketercapaian kompetensi, yaitu perubahan sikap/perilaku siswa berkaitan dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Sasaran evaluasi adalah hasil dan proses pembelajaran.
Proses di atas dapat gambarkan dalam kerangka kerja sebagai berikut:
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
48
Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
Substansi
Pembelajaran
Proses Eksogenik
Bentuk Muka Bumi
Proses Endogenik
Bentang Alam
Gunung, Pegunungan Bukit, Perbukitan
Lereng, Lembah
Longsor
Ciri Kawasan Rentan Longsosor
Jenis Longsor Tanda- tanda akan
terjadi longsor
Penanggulangan Risiko Bencana Pencegahan
(Prevensi) Mitigasi Adaptasi
Membangun sikap: Waspada dan Siaga bencana
Perencanaan (silabus dan
RPP)
Metode Pembelajaran:
Praktik/simulasi
Evaluasi Hasil dan Proses
Bahan Ajar
5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Ke Dalam Mata Pelajaran
Tahapan dalam pengintegrasian materi pengurangan risiko longsor terhadap mata pelajaran di tingkat SD/MI sebagai berikut :
1. Identifikasi Materi Pembelajaran tentang PRBKonsep mengenai pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran pokok dalam kurikulum, diantaranya: IPA Terpadu, IPS Terpadu, Bahasa Indonesia, Muatan Lokal, dan Penjas Orkes.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
49
2. Analisis Kompetensi Dasar Kompetensi-kompetensi dasar yang terdapat pada KTSP dapat diintegrasikan dengan materi PRB dalam bentuk model KTSP daerah bencana. Model ini disusun sesuai dengan kondisi, kebutuhan, potensi, dan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik di daerah bencana yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau referensi bagi satuan pendidikan di daerah lain yang punya karakteristik yang sama.Setelah kurikulum, bahan ajar sebagai acuan yang lebih operasional dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, merupakan komponen yang sangat berperan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai bencana dan kesiapsiagaan bencana terhadap warga negara, khususnya peserta didik. Melalui bahan ajar yang disusun pada pembelajaran tematik dan di setiap mata pelajaran dapat diintegrasikan mengenai jenis-jenis bencana beserta penyebabnya, usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam menghindari terjadinya beberapa bencana, apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana, dampak yang ditimbulkan oleh bencana dan usaha-usaha yang dalam mengurangi dampak tersebut, apa yang dilakukan setelah bencana itu terjadi, dan lain-lain.
3. Menyusun Silabus yang Terintegrasi PRBSilabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar yang diintegrasikan dengan nilai-nilai Pengurangan Risiko Bencana (PRB).Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.Silabus Integrasi PRB dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah dan jenis ancaman bencana yang rentan di wilayahnya. Langkah-langkah penyusunan silabus yang mengintegrasikan PRB diantaranya adalah sebagai berikut.Mengkaji dan menentukan Standar Kompetensi (SK) yang dapat
diintegrasikan dengan PRB. Mengkaji dan menentukan kompetensi Dasar (KD) yang sesuai dengan
SK yang diintegrasikan.Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi (dengan mengacu
pada SK dan KD).Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran yang sesuai dengan PRB
longsor.Mengembangkan kegiatan pembelajaran berintegrasi PBR longsor,
seperti penyampaian informasi bahaya longsor, simulasi penyelamatan diri, pertolongan pertama, dan lainnya.
Menentukan Jenis Penilaian.
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
50
Menentukan Alokasi Waktu. Menentukan Sumber Belajar yang berhubungan dengan PRB longsor.
4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pembelajaran merupakan langkah awal dari suatu manejemen pembelajaran yang berisi kebijakan strategik tentang pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Dalam rencana pembelajaran selalu terdapat komponen yang saling berkaitan yaitu tujuan, bahan ajar, metode/teknik, media, alat evaluasi, dan penjadwalan setiap langkah kegiatan. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan diintegrasikan dengan nilai-nilai usaha Pengurangan Risiko Bencana (PRB).RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. RPP yang terintegrasi PRB longsor disusun sesuai dengan KD yang relevan dengan materi ajar PRB longsor.
5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Risiko LongsorBerbagai materi mengenai pengurangan risiko longsor yang dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran telah diidentifikasi dalam tabel berikut.
Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor.
NO. TAHAPAN PERISTIWA BENCANA MATERI PEMBELAJARAN
Pengetahuan tentang alam sekitar (tanah, batuan) Pengetahuan tentang jenis longsorPengetahuan tentang daerah-daerah yang rawan longsor Pengetahuan tentang hal-hal yang menyebabkan longsor Pengetahuan tentang hal-hal yang dapat mencegah longsor Pengetahuan tentang pelestarian alam
1.
2. Pengetahuan tentang gejala umum tanah longsor Pengetahuan dan keterampilan tentang upaya penyelamatan diri saat longsor Pengetahuan tentang pihak-pihak yang dapat dimintai bantuan saat terjadi bencana longsor
3.
Sebelum Terjadi Bencana
Saat terjadi Bencana
Setelah Terjadi Bencana
Pengetahuan tentang ancaman bencana susulan Pengetahuan tentang evakuasi korban longsor
Identi�kasi Materi Pembelajaran tentang PRBFormat identi�kasi Materi Pembelajaran tentang PRB
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
51
5.1.2 Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran TerintegrasiStandar kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam mengantisipasi bahaya longsor adalah mampu mengantisipasi sebelum longsor terjadi, bertindak tepat pada saat dan setelah setelah longsor terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan dalam melakukan tindakan praktis untuk (1) menghindari dan menyelamatkan diri dari bencana longsor; (2) Berpartisipasi dalam membantu upaya pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor. Di bawah ini terdapat contoh analisis kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran untuk integrasi pengurangan risiko longsor
KOM
PETE
NSI
SIA
GA
BEN
CA
NA
MAT
A
PELA
JAR
AN
KEL
AS
IVK
ELA
S V
KEL
AS
VI
Kela
s IV
/1M
emba
ca p
eta
lingk
unga
n se
tem
pat
(kab
upat
en/k
ota,
pro
vins
i) de
ngan
m
engg
unak
an s
kala
sed
erha
naM
ende
skrip
sika
n ke
nam
paka
n al
am d
i lin
gkun
gan
kabu
pate
n/ko
ta d
an
prov
insi
ser
ta h
ubun
gann
ya d
enga
n ke
raga
man
sos
ial
dan
buda
yaM
enun
jukk
an je
nis
dan
pers
ebar
an
sum
ber d
aya
alam
ser
ta
pem
anfa
atan
nya
untu
k ke
giat
an
ekon
omi d
i lin
gkun
gan
sete
mpa
t1.
6 M
enel
adan
i kep
ahla
wan
an
dan
patr
iotis
me
toko
h-to
koh
di li
ngku
ngan
nya
Kela
s V/
11.
1 M
enge
nal
kera
gam
an
ken
ampa
kan
alam
dan
bua
tan
ser
ta p
emba
gian
wila
yah
wak
tu
di I
ndon
esia
den
gan
men
ggun
akan
pet
a/at
las/
glob
e
da
n m
edia
lain
nya
Kela
s VI
/11.
1 M
emba
ndin
gkan
ken
ampa
kan
alam
dan
kea
daan
sos
ial n
egar
a-
ne
gara
teta
ngga
1.2
Men
gide
nti�
kasi
ben
ua-b
enua
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ngso
r dan
car
a p
ence
gaha
nnya
:
ler
eng
rent
an lo
ngso
r,
lon
gsor
,
2. M
emp
rakt
ekka
n ti
ndak
an
pen
cega
han,
men
ghin
dar
i dan
m
enye
lam
atka
n d
iri d
ari b
enca
na
long
sor
har
us s
eger
a di
laku
kan
apab
ila g
ejal
a l
eren
g ak
an lo
ngso
r sud
ah m
uncu
l,
tid
ak b
oleh
dila
kuka
n pa
da le
reng
d
an la
han
yang
rent
an lo
ngso
r.
pen
cega
han
benc
ana
long
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lon
gsor
3. M
emp
rakt
ekka
n ti
ndak
an
pem
elih
araa
n lin
gkun
gan
dan
le
reng
rent
an a
gar t
idak
long
sor
pem
elih
araa
n lin
gkun
gan
mem
elih
ara
lere
ng y
ang
rent
an a
gar
lon
gsor
dap
at d
iceg
ah.
kel
esta
rian
lingk
unga
n ra
wan
l
ongs
or,
tin
daka
n pe
nceg
ahan
dan
p
enye
lam
tan
diri
dari
benc
ana
lon
gsor
.
Kela
s IV
/22.
4 M
enge
nal p
erm
asal
ahan
sos
ial d
i
d
aera
hnya
Kls
IV/2
--Ke
las
VI/2
2.1
Men
desk
ripsi
kan
geja
la (p
eris
tiwa)
a
lam
yan
g te
rjadi
di I
ndon
esia
dan
n
egar
a te
tang
ga
2.2
Men
gena
l car
a-ca
ra m
engh
adap
i
b
enca
na a
lam
A. 1
. Ana
lisis
KD
yan
g M
emun
gkin
kan
Inte
gras
i Pen
angg
ulan
gan
Risi
ko B
enca
na L
ongs
or
Tabe
l 5.2
Ana
lisis
Sta
ndar
Kom
pete
nsi D
an K
ompe
tens
i Das
ar
Unt
uk M
ata
Pela
jara
n Te
rinte
gras
i Pen
gura
ngan
Ris
iko
Long
sor
Kel
as IV
/1M
akh
luk
hid
up
dan
pro
ses
keh
idu
pan
2.1
Men
jela
skan
hu
bu
ng
an a
nta
ra
str
ukt
ur
akar
tu
mb
uh
an d
eng
an
fun
gsi
nya
5.
2 M
end
eskr
ipsi
kan
hu
bu
ng
an a
nta
ra
mak
hlu
k h
idu
p d
eng
an
lin
gku
ng
ann
ya
Kel
as V
/1--
--K
elas
VI/
1--
-
Kel
as IV
/2En
erg
i dan
per
ub
ahan
nya
7.1
Men
yim
pu
lkan
has
il p
erco
baa
n
bah
wa
gay
a (d
oro
ng
an d
an t
arik
an)
dap
at m
eng
ub
ah g
erak
su
atu
b
end
a7.
2 M
enyi
mp
ulk
an h
asil
per
cob
aan
b
ahw
a g
aya
(do
ron
gan
dan
tar
ikan
)
d
apat
men
gu
bah
ben
tuk
suat
u
ben
da
Bu
mi d
an A
lam
Sem
esta
10.1
Men
des
krip
sika
n b
erb
agai
pen
yeb
ab p
eru
bah
an li
ng
kun
gan
�sik
(an
gin
, hu
jan
, cah
aya
m
atah
ari,d
an g
elo
mb
ang
air
lau
t)10
.2 M
enje
lask
an p
eng
aru
h p
eru
bah
an
lin
gku
ng
an �
sik
terh
adap
dar
atan
(
ero
si, a
bra
si, b
anjir
, dan
lon
gso
r)10
.3 M
end
eskr
ipsi
kan
car
a p
ence
-
gah
an k
eru
saka
n li
ng
kun
gan
(
ero
si, a
bra
si, b
anjir
, dan
lon
gso
r)11
.1 M
enje
lask
an h
ub
un
gan
an
tara
sum
ber
day
a al
am d
eng
an
lin
gku
ng
an11
.2 M
enje
lask
an h
ub
un
gan
an
tara
sum
ber
day
a al
am d
eng
an
te
kno
log
i yan
g d
igu
nak
an11
.3 M
enje
lask
an d
amp
ak
p
eng
amb
ilan
bah
an a
lam
terh
adap
pel
esta
rian
lin
gku
ng
an
Kel
as V
/2En
erg
i dan
Per
ub
ahan
nya
5.1
Men
des
krip
sika
n h
ub
un
gan
an
tara
g
aya,
ger
ak d
an e
ner
gi m
elal
ui
per
cob
aan
(gay
a g
ravi
tasi
, gay
a
g
esek
, gay
a m
agn
et)
7.1
Men
des
krip
sika
n p
rose
s
p
emb
entu
kan
tan
ah k
aren
a
p
elap
uka
n7.
2 M
eng
iden
ti�k
asi j
enis
-jen
is t
anah
7.
3 M
end
eskr
ipsi
kan
str
ukt
ur
bu
mi
7.4
Men
des
krip
sika
n p
rose
s d
aur
air
dan
keg
iata
n m
anu
sia
yan
g d
apat
m
emp
eng
aru
hin
ya7.
5 M
end
eskr
ipsi
kan
per
lun
ya
pen
gh
emat
an a
ir7.
6 M
eng
iden
ti�k
asi p
eris
tiw
a a
lam
y
ang
ter
jad
i di I
nd
on
esia
dan
d
amp
akn
ya b
agi m
akh
luk
hid
up
d
an li
ng
kun
gan
7.7
Men
gid
enti
�kas
i b
eber
apa
keg
iata
n m
anu
sia
yan
g d
apat
m
eng
ub
ah p
erm
uka
an b
um
i
(p
erta
nia
n, p
erko
taan
, dsb
)
Kel
as V
I/1
Mak
hlu
k h
idu
p d
an p
rose
s ke
hid
up
an3.
1 M
eng
iden
ti�k
asi k
egia
tan
man
usi
a
y
ang
dap
at m
emp
eng
aru
hi
kese
imb
ang
an a
lam
(eko
sist
em)
3.2
Men
gid
enti
�kas
i bag
ian
tu
mb
uh
an
yan
g s
erin
g d
iman
faat
kan
man
usi
a
y
ang
men
gar
ah p
ada
keti
dak
seim
ban
gan
lin
gku
ng
an3.
3 M
eng
iden
ti�k
asi b
agia
n t
ub
uh
h
ewan
yan
g s
erin
g d
iman
faat
kan
m
anu
sia
yan
g m
eng
arah
pad
a
k
etid
akse
imb
ang
an li
ng
kun
gan
4.1
Men
gid
enti
�kas
i jen
is h
ewan
dan
t
um
bu
han
yan
g m
end
ekat
i
k
epu
nah
an4.
2 M
end
eskr
ipsi
kan
pen
tin
gn
ya
pel
esta
rian
jen
is m
akh
luk
hid
up
u
ntu
k p
erke
mb
ang
an Il
mu
P
eng
etah
uan
Ala
m d
an k
ehid
up
an
mas
yara
kat
IPA
KO
MP
ETEN
SI S
IAG
A B
ENC
AN
AM
ATA
P
ELA
JAR
AN
KEL
AS
IVK
ELA
S V
KEL
AS
VI
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
ann
ya:
ler
eng
ren
tan
lon
gso
r,
lo
ng
sor,
2. M
emp
rakt
ekk
an t
ind
akan
p
ence
gah
an, m
eng
hin
dar
i dan
m
enye
lam
atk
an d
iri d
ari b
enca
na
lon
gso
r
har
us
seg
era
dila
kuka
n a
pab
ila g
ejal
a l
eren
g a
kan
lon
gso
r su
dah
mu
ncu
l,
tid
ak b
ole
h d
ilaku
kan
pad
a le
ren
g
dan
lah
an y
ang
ren
tan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor
3. M
emp
rakt
ekk
an t
ind
akan
p
emel
ihar
aan
lin
gku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar t
idak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g r
enta
n a
gar
l
on
gso
r d
apat
dic
egah
.
kel
esta
rian
lin
gku
ng
an r
awan
l
on
gso
r,
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor.
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
un
gki
nka
n In
teg
rasi
Pen
ang
gu
lan
gan
Ris
iko
Ben
can
a Lo
ng
sor
Mat
emat
ika
Kela
s IV
/1Bi
lan
gan
1.
1 M
engi
den
ti�k
asi s
ifat-
sifa
t op
eras
i
h
itun
g1.
2 M
eng
urut
kan
bila
ng
an1.
3 M
elak
ukan
op
eras
i per
kalia
n d
an
pem
bag
ian
1.4
Mel
akuk
an o
per
asi h
itun
g
cam
pur
an1.
5 M
elak
ukan
pen
aksi
ran
dan
p
emb
ulat
an1.
6 M
emec
ahka
n m
asal
ah y
ang
m
elib
atka
n u
ang
2.1
Men
des
krip
sika
n k
onse
p fa
ktor
dan
k
elip
atan
2.2
Men
entu
kan
kel
ipat
an d
an fa
ktor
b
ilan
gan
2.3
Men
entu
kan
kel
ipat
an p
erse
kutu
an
terk
ecil
(KPK
) dan
fakt
or
per
seku
tuan
terb
esar
(FPB
)2.
4 M
enye
lesa
ikan
mas
alah
yan
g
ber
kait
an d
eng
an K
PK d
an F
PB
Geo
met
ri d
an p
eng
ukur
an3.
1 M
enen
tuka
n b
esar
sud
ut d
eng
an
sat
uan
tid
ak b
aku
dan
sat
uan
d
eraj
at3.
2 M
enen
tuka
n h
ubun
gan
ant
ar
satu
an w
aktu
, ant
ar s
atua
n p
anja
ng,
d
an a
ntar
sat
uan
ber
at3.
3 M
enye
lesa
ikan
mas
alah
yan
g
ber
kait
an d
eng
an s
atua
n w
aktu
,
p
anja
ng
dan
ber
at
3.4
Men
yele
saik
an m
asal
ah y
ang
b
erka
itan
den
gan
sat
uan
kua
ntit
as
Kela
s V
/1Bi
lan
gan
1.
3 M
elak
ukan
op
eras
i hit
ung
ca
mp
uran
bila
ng
an b
ulat
1.4
Men
gh
itun
g p
erp
ang
kata
n d
an
aka
r sed
erh
ana
1.5
Men
yele
saik
an m
asal
ah y
ang
b
erka
itan
den
gan
op
eras
i hit
ung,
K
PK d
an F
PB
Geo
met
ri d
an p
eng
ukur
an2.
1 M
enul
iska
n ta
nd
a w
aktu
den
gan
m
eng
gun
akan
not
asi 2
4 ja
m2.
2 M
elak
ukan
op
eras
i hit
ung
sat
uan
w
aktu
2.3
Mel
akuk
an p
eng
ukur
an s
udut
2.4
Men
gen
al s
atua
n ja
rak
dan
k
ecep
atan
2.5
Men
yele
saik
an m
asal
ah y
ang
b
erka
itan
den
gan
wak
tu, j
arak
,
td
an k
ecep
atan
Kela
s V
I/1
Bila
ng
an1.
1 M
eng
gun
akan
sifa
t-si
fat o
per
asi
hit
ung
term
asuk
op
eras
i
c
amp
uran
, FPB
dan
KPK
1.2
Men
entu
kan
aka
r pan
gka
t tig
a
s
uatu
bila
ng
an k
ubik
1.3
Men
yele
saik
an m
asal
ah y
ang
m
elib
atka
n o
per
asi h
itun
g
term
asuk
pen
gg
unaa
n a
kar d
an
pan
gka
t
Geo
met
ri d
an p
eng
ukur
an2.
1 M
eng
enal
sat
uan
deb
it2.
2 M
enye
lesa
ikan
mas
alah
yan
g
ber
kait
an d
eng
an s
atua
n d
ebit
Pen
gol
ahan
dat
a4.
1 M
eng
ump
ulka
n d
an m
emb
aca
dat
a4.
2 M
eng
olah
dan
men
yajik
an d
ata
dal
am b
entu
k ta
bel
4.3
Men
afsi
rkan
saj
ian
dat
a
KO
MP
ETEN
SI S
IAG
A B
ENC
AN
AM
ATA
P
ELA
JAR
AN
KEL
AS
IVK
ELA
S V
KEL
AS
VI
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
anny
a:
ler
eng
rent
an lo
ng
sor,
lon
gso
r,
2. M
emp
rakt
ekka
n ti
nd
akan
p
ence
gah
an, m
eng
hin
dar
i dan
m
enye
lam
atka
n d
iri d
ari b
enca
na
lon
gso
r
har
us s
eger
a d
ilaku
kan
ap
abila
gej
ala
ler
eng
aka
n lo
ng
sor s
udah
mun
cul,
tid
ak b
oleh
dila
kuka
n p
ada
lere
ng
d
an la
han
yan
g re
ntan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lon
gso
r
3. M
emp
rakt
ekka
n ti
nd
akan
p
emel
ihar
aan
lin
gku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar ti
dak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g re
ntan
ag
ar
lon
gso
r dap
at d
iceg
ah.
kel
esta
rian
lin
gku
ng
an ra
wan
l
ong
sor,
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lon
gso
r.
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
ung
kin
kan
Inte
gras
i Pen
ang
gul
ang
an R
isik
o Be
nca
na
Lon
gso
r
Kel
as IV
/2B
ilan
gan
6.
1 M
enje
lask
an a
rti p
ecah
an d
an
uru
tan
nya
6.2
Men
yed
erh
anak
an b
erb
agai
b
entu
k p
ecah
an6.
3 M
enju
mla
hka
n p
ecah
an6.
4 M
eng
ura
ng
kan
pec
ahan
6.5
Men
yele
saik
an m
asal
ah y
ang
b
erka
itan
den
gan
pec
ahan
Geo
met
ri d
an p
eng
uku
ran
8.1
Men
entu
kan
sif
at-s
ifat
ban
gu
n
ru
ang
sed
erh
ana
8.2
Men
entu
kan
jari
ng
-jar
ing
bal
ok
dan
ku
bu
s8.
3 M
eng
iden
ti�
kasi
ben
da-
ben
da
dan
b
ang
un
dat
ar s
imet
ris
8.4
Men
entu
kan
has
il p
ence
rmin
an
su
atu
ban
gu
n d
atar
Kel
as V
/2B
ilan
gan
5.1
Men
gu
bah
pec
ahan
ke
ben
tuk
per
sen
dan
des
imal
ser
ta
seb
alik
nya
5.2
Men
jum
lah
kan
dan
men
gu
ran
gka
n
ber
bag
ai b
entu
k p
ecah
an5.
3 M
eng
alik
an d
an m
emb
agi b
erb
agai
b
entu
k p
ecah
an5.
4 M
eng
gu
nak
an p
ecah
an d
alam
m
asal
ah p
erb
and
ing
an d
an s
kala
Geo
met
ri d
an p
eng
uku
ran
6.1
Men
gid
enti
�ka
si s
ifat
-sif
at b
ang
un
d
atar
6.2
Men
gid
enti
�ka
si s
ifat
-sif
at b
ang
un
r
uan
g6.
3 M
enen
tuka
n ja
rin
g-j
arin
g b
erb
agai
b
ang
un
ru
ang
sed
erh
ana
6.4
Men
yelid
iki s
ifat
-sif
at
kese
ban
gu
nan
dan
sim
etri
6.5
Men
yele
saik
an m
asal
ah y
ang
b
erka
itan
den
gan
ban
gu
n d
atar
d
an b
ang
un
ru
ang
sed
erh
ana
Mat
emat
ika
KO
MP
ET
EN
SI S
IAG
A B
EN
CA
NA
MA
TA
PE
LAJA
RA
NK
ELA
S IV
KE
LAS
VK
ELA
S V
I
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
ann
ya:
2. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pen
ceg
ahan
, men
gh
ind
ari d
an
men
yela
mat
kan
dir
i dar
i ben
can
a lo
ng
sor
har
us
seg
era
dila
kuka
n a
pab
ila g
ejal
a
tid
ak b
ole
h d
ilaku
kan
pad
a le
ren
g
dan
lah
an y
ang
ren
tan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor
3. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pem
elih
araa
n li
ng
ku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar t
idak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g r
enta
n a
gar
l
on
gso
r d
apat
dic
egah
.
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor.
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
un
gki
nka
n In
teg
rasi
Pen
ang
gu
lan
gan
Ris
iko
Ben
can
a Lo
ng
sor
KO
MP
ET
EN
SI S
IAG
A B
EN
CA
NA
MA
TA
PE
LAJA
RA
NK
ELA
S IV
KE
LAS
VK
ELA
S V
I
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
ann
ya:
2. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pen
ceg
ahan
, men
gh
ind
ari d
an
men
yela
mat
kan
dir
i dar
i ben
can
a lo
ng
sor
tid
ak b
ole
h d
ilaku
kan
pad
a le
ren
g
dan
lah
an y
ang
ren
tan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor
3. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pem
elih
araa
n li
ng
ku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar t
idak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g r
enta
n a
gar
l
on
gso
r d
apat
dic
egah
.
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor.
Bah
asa
Kel
as IV
/1M
end
eng
arka
n
sim
bo
l dae
rah
/lam
ban
g k
orp
s
Ber
bic
ara
2.1M
end
eskr
ipsi
kan
tem
pat
ses
uai
d
eng
an d
enah
ata
u g
amb
ar
den
gan
kal
imat
yan
g r
un
tut
Mem
bac
a3.
1 M
enem
uka
n p
ikir
an p
oko
k te
ks
d
eng
an c
ara
mem
bac
a se
kila
s 3.
2 M
elak
uka
n s
esu
atu
ber
das
arka
n
Men
ulis
4.1
Mel
eng
kap
i per
caka
pan
yan
g
car
a m
emb
uat
ses
uat
u4.
3 M
elen
gka
pi b
agia
n c
erit
a ya
ng
men
gg
un
akan
kat
a/ka
limat
yan
g
pad
u4.
4 M
enu
lis s
ura
t u
ntu
k te
man
seb
aya
den
gan
bah
asa
yan
g b
aik
dan
ben
ar
dan
mem
per
hat
ikan
pen
gg
un
aan
Kel
as V
/1M
end
eng
arka
n
mem
per
hat
ikan
san
tun
ber
bah
asa
Ber
bic
ara
2.1
Men
ang
gap
i su
atu
per
soal
an a
tau
pem
ecah
ann
ya d
eng
an
mem
per
hat
ikan
pili
han
kat
a d
an
san
tun
ber
bah
asa
2.2
Men
ceri
taka
n
has
il p
eng
amat
an/
mem
per
hat
ikan
pili
han
kat
a d
an
san
tun
ber
bah
asa
Mem
bac
a3.
1 M
emb
aca
tek
s p
erca
kap
an d
eng
an
3.2
Men
emu
kan
gag
asan
uta
ma
suat
u
tek
s ya
ng
dib
aca
den
gan
kec
epat
an
into
nas
i yan
g t
epat
Men
ulis
4.1
Men
ulis
kar
ang
an b
erd
asar
kan
p
eng
alam
an d
eng
an
mem
per
hat
ikan
pili
han
kat
a d
an
4.2
Men
ulis
su
rat
un
dan
gan
Kel
as V
I/1
Men
den
gar
kan
dar
i su
atu
tek
s ya
ng
dib
acak
an
Ber
bic
ara
yan
g d
iper
ole
h d
ari b
erb
agai
m
edia
den
gan
bah
asa
yan
g
Mem
bac
a3.
1 M
end
eskr
ipsi
kan
isi d
an t
ekn
ik
Men
ulis
den
gan
ben
ar4.
2 M
emb
uat
rin
gka
san
dar
i tek
s
y
ang
dib
aca
atau
yan
g d
iden
gar
4.4
Men
gu
bah
pu
isi k
e d
alam
b
entu
k p
rosa
den
gan
tet
ap
mem
per
hat
ikan
mak
na
pu
isi
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
un
gki
nka
n In
teg
rasi
Pen
ang
gu
lan
gan
Ris
iko
Ben
can
a Lo
ng
sor
Bah
asa
KO
MP
ETEN
SI S
IAG
A B
ENC
AN
AM
ATA
P
ELA
JAR
AN
KEL
AS
IVK
ELA
S V
KEL
AS
VI
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
ann
ya:
2. M
emp
rakt
ekka
n t
ind
akan
p
ence
gah
an, m
eng
hin
dar
i dan
m
enye
lam
atka
n d
iri d
ari b
enca
na
lon
gso
r
tid
ak b
ole
h d
ilaku
kan
pad
a le
ren
g
dan
lah
an y
ang
ren
tan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor
3. M
emp
rakt
ekka
n t
ind
akan
p
emel
ihar
aan
lin
gku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar t
idak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g re
nta
n a
gar
l
on
gso
r d
apat
dic
egah
.
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor.
Kel
as IV
/2M
end
eng
arka
n
5.1
Men
yam
pai
kan
kem
bal
i isi
p
eng
um
um
an y
ang
dib
acak
an
B
erb
icar
a6.
1 M
enya
mp
aika
n p
esan
yan
g
dit
erim
a m
elal
ui t
elep
on
ses
uai
d
eng
an is
i pes
an
Mem
bac
a7.
1 M
enem
uka
n k
alim
at u
tam
a
pad
a ti
ap p
arag
raf m
elal
ui
mem
bac
a in
ten
sif
7.
2 M
emb
aca
nya
rin
g s
uat
u
pen
gu
mu
man
den
gan
lafa
l
d
an in
ton
asi y
ang
tep
at
Men
ulis
8.1
Men
yusu
n k
aran
gan
ten
tan
g
ber
bag
ai t
op
ik s
eder
han
a
d
eng
an m
emp
erh
atik
an
dll.
) 8.
2 M
enu
lis p
eng
um
um
an d
eng
an
bah
asa
yan
g b
aik
dan
ben
ar
ser
ta m
emp
erh
atik
an
Kel
as V
/2M
end
eng
arka
n5.
1 M
enan
gg
api c
erit
a te
nta
ng
yan
g d
isam
pai
kan
sec
ara
lisan
Ber
bic
ara
6.1
Men
go
men
tari
per
soal
an fa
ktu
al
dis
erta
i ala
san
yan
g m
end
uku
ng
d
eng
an m
emp
erh
atik
an p
ilih
an
kata
dan
san
tun
ber
bah
asa
6.2
Mem
eran
kan
to
koh
dra
ma
e
ksp
resi
yan
g t
epat
Mem
bac
a 7.
1 M
emb
and
ing
kan
isi
du
a te
ks
yan
g d
ibac
a d
eng
an m
emb
aca
sek
ilas
7.
2 M
enem
uka
n in
form
asi s
ecar
a
c
epat
dar
i ber
bag
ai t
eks
khu
sus
mel
alu
i mem
bac
a m
emin
dai
7.
3 M
enyi
mp
ulk
an is
i cer
ita
anak
d
alam
beb
erap
a ka
limat
Men
ulis
8.2
Men
ulis
lap
ora
n p
eng
amat
an
mem
per
hat
ikan
pen
gg
un
aan
8.3
Men
ulis
pu
isi b
ebas
den
gan
p
ilih
an k
ata
yan
g t
epat
Kel
as V
I/2
Men
den
gar
5.1
Men
yim
pu
lkan
isi
ber
ita
yan
g
did
eng
ar d
ari t
elev
isi a
tau
rad
io
Ber
bic
ara
6.1
Ber
pid
ato
ata
u p
rese
nta
si u
ntu
k
dan
sik
ap y
ang
tep
at6.
3 M
emb
acak
an p
uis
i ka
rya
sen
dir
i
d
eng
an e
ksp
resi
yan
g t
epat
Mem
bac
a7.
1 M
enem
uka
n m
akn
a te
rsir
at s
uat
u
tek
s m
elal
ui m
emb
aca
inte
nsi
f
Men
ulis
8.1
Men
yusu
n n
aska
h p
idat
o/
den
gan
bah
asa
yan
g b
aik
dan
8.2
Men
ulis
su
rat
resm
i den
gan
m
emp
erh
atik
an p
ilih
an k
ata
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
un
gki
nka
n In
teg
rasi
Pen
ang
gu
lan
gan
Ris
iko
Ben
can
a Lo
ng
sor
Ag
ama
Pen
jask
esK
elas
IV/1
2.1
Mem
pra
ktik
kan
akt
ivit
as p
er-
mai
nan
sed
erh
ana
un
tuk
mel
atih
d
aya
tah
an d
an k
eku
atan
oto
t,
sert
a n
ilai k
erja
ker
as, d
an d
isip
lin
2.2
Mem
pra
ktik
kan
akt
ivit
as p
erm
ain
an
u
ntu
k m
elat
ih k
elen
tura
n d
an
ko
ord
inas
i, se
rta
nila
i ker
ja k
eras
,
d
an d
isip
lin5.
1 M
enja
ga
keb
ersi
han
lin
gku
ng
an
ru
mah
dan
sek
ola
h5.
2 M
emb
iasa
kan
mem
bu
ang
sam
pah
p
ada
tem
pat
nya
Kel
as V
/12.
1 M
emp
rakt
ikka
n a
ktiv
itas
un
tuk
kek
uat
an o
tot-
oto
t an
gg
ota
b
adan
bag
ian
ata
s, s
erta
nila
i
k
erja
ker
as, d
isip
lin, k
erja
sam
a,
dan
kej
uju
ran
2.2
Mem
pra
ktik
kan
akt
ivit
as u
ntu
k
k
ecep
atan
dan
ku
alit
as g
erak
y
ang
men
ing
kat,
ser
ta n
ilai
ker
ja k
eras
, dis
iplin
, ker
jasa
ma,
d
an k
eju
jura
n
Kel
as IV
/211
.1 M
emp
rakt
ikka
n b
erb
agai
kete
ram
pila
n y
ang
ses
uai
un
tuk
keg
iata
n p
erke
mah
an, s
erta
nila
i
kerj
a sa
ma,
tan
gg
un
gja
wab
,
dis
iplin
, dan
men
gik
uti
atu
ran
11.2
Mem
pra
ktik
kan
akt
ivit
as ja
sman
i
yan
g b
eris
i tan
tan
gan
dal
am
p
erke
mah
an11
.3 M
emp
rakt
ikka
n p
ola
hid
up
seh
at12
.1 M
eng
enal
ber
bag
ai u
pay
a d
alam
men
jag
a ke
ber
sih
an li
ng
kun
gan
KO
MP
ET
ENS
I SIA
GA
BEN
CA
NA
MA
TA
PEL
AJA
RA
NK
ELA
S IV
Kel
as V
Kel
as V
I
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
ann
ya:
ler
eng
ren
tan
lon
gso
r,
lo
ng
sor,
2. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pen
ceg
ahan
, men
gh
ind
ari d
an
men
yela
mat
kan
dir
i dar
i ben
can
a lo
ng
sor
har
us
seg
era
dila
kuka
n a
pab
ila g
ejal
a l
eren
g a
kan
lon
gso
r su
dah
mu
ncu
l,
tid
ak b
ole
h d
ilaku
kan
pad
a le
ren
g
dan
lah
an y
ang
ren
tan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor
3. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pem
elih
araa
n li
ng
ku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar t
idak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g r
enta
n a
gar
l
on
gso
r d
apat
dic
egah
.
kel
esta
rian
lin
gku
ng
an r
awan
l
on
gso
r,
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor.
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
un
gki
nka
n In
teg
rasi
Pen
ang
gu
lan
gan
Ris
iko
Ben
can
a Lo
ng
sor
KO
MP
ETEN
SI S
IAG
A B
ENC
AN
AM
ATA
P
ELA
JAR
AN
KEL
AS
IVK
ELA
S V
KEL
AS
VI
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
ann
ya:
2. M
emp
rakt
ekka
n t
ind
akan
p
ence
gah
an, m
eng
hin
dar
i dan
m
enye
lam
atka
n d
iri d
ari b
enca
na
lon
gso
r
tid
ak b
ole
h d
ilaku
kan
pad
a le
ren
g
dan
lah
an y
ang
ren
tan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor
3. M
emp
rakt
ekka
n t
ind
akan
p
emel
ihar
aan
lin
gku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar t
idak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g re
nta
n a
gar
l
on
gso
r d
apat
dic
egah
.
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor.
PK
nK
elas
IV/1
dal
am s
usu
nan
pem
erin
tah
an
des
a d
an p
emer
inta
h k
ecam
atan
1.2
Men
gg
amb
arka
n s
tru
ktu
r
o
rgan
isas
i des
a d
an p
emer
inta
h
keca
mat
an
Kel
as IV
/24.
1 M
emb
erik
an c
on
toh
sed
erh
ana
pen
gar
uh
glo
bal
isas
i di
lin
gku
ng
ann
ya4.
3 M
enen
tuka
n s
ikap
ter
had
ap
pen
gar
uh
glo
bal
isas
i yan
g
Kel
as V
/1
un
dan
gan
tin
gka
t p
usa
t d
an
dae
rah
2.
2 M
emb
erik
an c
on
toh
per
atu
ran
mer
oko
k
Kel
as V
/23.
1 M
end
eskr
ipsi
kan
pen
ger
tian
o
rgan
isas
i3.
2 M
enye
bu
tkan
co
nto
h o
rgan
isas
i
d
i lin
gku
ng
an s
eko
lah
dan
m
asya
raka
t3.
3 M
enam
pilk
an p
eran
ser
ta d
alam
m
emili
h o
rgan
isas
i di s
eko
lah
kep
utu
san
b
ersa
ma
4.2
Mem
atu
hi k
epu
tusa
n b
ersa
ma
Kel
as V
I/2
Kel
as V
I/2
Asi
a Te
ng
gar
a3.
2 M
emb
erik
an c
on
toh
per
an
Ind
on
esia
dal
am li
ng
kun
gan
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
un
gki
nka
n In
teg
rasi
Pen
ang
gu
lan
gan
Ris
iko
Ben
can
a Lo
ng
sor
KO
MP
ET
ENS
I SIA
GA
BEN
CA
NA
MA
TA
PEL
AJA
RA
NK
ELA
S IV
KEL
AS
VK
ELA
S V
I
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
ann
ya:
2. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pen
ceg
ahan
, men
gh
ind
ari d
an
men
yela
mat
kan
dir
i dar
i ben
can
a lo
ng
sor
tid
ak b
ole
h d
ilaku
kan
pad
a le
ren
g
dan
lah
an y
ang
ren
tan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor
3. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pem
elih
araa
n li
ng
ku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar t
idak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g r
enta
n a
gar
l
on
gso
r d
apat
dic
egah
.
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor.
Sen
i Bu
day
a K
elas
IV
/1Se
ni R
up
a2.
1 M
eng
eksp
resi
kan
dir
i mel
alu
i
g
amb
ar il
ust
rasi
den
gan
tem
a
2.2
Mem
amer
kan
has
il g
amb
ar il
ust
rasi
dep
an k
elas
Ket
eram
pila
n
8.3
Mem
amer
kan
has
il g
amb
ar il
ust
rasi
dep
an k
elas
8.4
Mem
bu
at b
end
a d
eng
an t
ekn
ik
ko
nst
ruks
i
Kel
as V
/1Se
ni R
up
a2.
3 M
eng
eksp
resi
kan
dir
i mel
alu
i
g
amb
ar il
ust
rasi
den
gan
tem
a
Sen
i Mu
sik
4.2
Men
gad
akan
pem
enta
san
Kel
as V
I/1
Sen
i Ru
pa
2.3
Men
gek
spre
sika
n d
iri m
elal
ui
gam
bar
ilu
stra
si d
eng
an t
ema
su
asan
a d
i sek
itar
sek
ola
h
Sen
i Mu
sik
dan
Nu
san
tara
den
gan
irin
gan
s
eder
han
a
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
un
gki
nka
n In
teg
rasi
Pen
ang
gu
lan
gan
Ris
iko
Ben
can
a Lo
ng
sor
KO
MP
ET
ENS
I SIA
GA
BEN
CA
NA
MA
TA
PEL
AJA
RA
NK
ELA
S IV
KEL
AS
VK
ELA
S V
I
1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an
pen
yeb
ab lo
ng
sor
dan
car
a p
ence
gah
ann
ya:
2. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pen
ceg
ahan
, men
gh
ind
ari d
an
men
yela
mat
kan
dir
i dar
i ben
can
a lo
ng
sor
tid
ak b
ole
h d
ilaku
kan
pad
a le
ren
g
dan
lah
an y
ang
ren
tan
lon
gso
r.
pen
ceg
ahan
ben
can
a lo
ng
sor
pen
yela
mat
an d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor
3. M
emp
rak
tek
kan
tin
dak
an
pem
elih
araa
n li
ng
ku
ng
an d
an
lere
ng
ren
tan
ag
ar t
idak
lon
gso
r
pem
elih
araa
n li
ng
kun
gan
mem
elih
ara
lere
ng
yan
g r
enta
n a
gar
l
on
gso
r d
apat
dic
egah
.
tin
dak
an p
ence
gah
an d
an
pen
yela
mta
n d
iri d
ari b
enca
na
lo
ng
sor.
Sen
i Bu
day
a K
elas
IV/2
Sen
i Ru
pa
10.2
Men
yiap
kan
kar
ya s
eni r
up
a ya
ng
dib
uat
un
tuk
pam
eran
kel
as10
.3 M
enat
a ka
rya
sen
i ru
pa
yan
g
d
ibu
at d
alam
ben
tuk
pam
eran
kela
s
Ket
eram
pila
n
16.3
Mer
anca
ng
pem
bu
atan
ben
da
d
eng
an t
ekn
ik k
on
stru
ksi
16.4
Mem
bu
at b
end
a d
eng
an t
ekn
ik
ko
nst
ruks
i
Kel
as V
/2Se
ni R
up
a10
.2 M
eng
eksp
resi
kan
dir
i mel
alu
i
gam
bar
ilu
stra
si m
anu
sia
dan
keh
idu
pan
nya
10.3
Men
yiap
kan
kar
ya s
eni r
up
a ya
ng
dic
ipta
kan
un
tuk
pam
eran
kel
as10
.4 M
enat
a ka
rya
sen
i ru
pa
yan
g
d
icip
taka
n d
alam
ben
tuk
pam
eran
kela
s/se
kola
h
Sen
i Mu
sik
la
gu
dae
rah
Nu
san
tara
d
aera
h N
usa
nta
ra d
eng
an ir
ing
an
se
der
han
a u
ntu
k d
ipen
task
an d
i
kela
s at
au d
i sek
ola
h
d
aera
h N
usa
nta
ra d
eng
an ir
ing
an
se
der
han
a d
i kel
as a
tau
di s
eko
lah
Sen
i Tar
i14
.3 M
eng
adak
an p
emen
tasa
n
p
erp
adu
an s
eni m
usi
k d
an
sen
i tar
i16
.4 M
emb
uat
ben
da
per
mai
nan
yan
g d
iger
akka
n d
eng
an t
ali
Kel
as V
I/2
Sen
i Ru
pa
10.1
Men
gek
spre
sika
n d
iri m
elal
ui
g
amb
ar i
lust
rasi
su
asan
a al
am
se
kita
r
Sen
i Mu
sik
n
yan
yian
lag
u d
aera
h d
an la
gu
Nu
san
tara
den
gan
irin
gan
mu
sik
se
der
han
a
A. 1
. An
alis
is K
D y
ang
Mem
un
gki
nka
n In
teg
rasi
Pen
ang
gu
lan
gan
Ris
iko
Ben
can
a Lo
ng
sor
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
62
5.1.3 Penyusunan Silabus Mata Pelajaran TerintegrasiSilabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat komponen yang harus dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik dan lingkungannya. Komponen tersebut terdiri atas Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Silabus harus menjawab pertanyaan kompetensi apa yang harus dicapai anak? Bagaimana cara mencapainya? Dan bagaimana cara menilai ketercapaian kompetensi itu?
Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP. Tabel dibawah ini merupakan contoh-contoh silabus integrasi pengurangan risiko longsor untuk mata pelajaran IPA.
Mak
hluk
hid
up d
an
pros
es k
ehid
upan
3.1
Men
gide
nti�
kasi
ke
giat
an m
anus
ia
yang
dap
atm
empe
ngar
uhi
kese
imba
ngan
al
am (e
kosi
stem
)
Kegi
atan
man
usia
ya
ng m
empe
ngar
uhi
kese
imba
ngan
al
am (e
kosi
stem
)
-men
yebu
tkan
sum
ber
daya
ala
m y
ang
ada
di s
ekita
r-m
endi
skus
ikan
man
faat
sum
ber d
aya
alam
bag
i m
akhl
uk h
idup
-men
gide
nti�
kasi
keg
iata
n m
anus
ia y
ang
mer
usak
ek
osis
tem
-men
disk
usik
an a
lasa
n m
enga
pa m
anus
ia
mel
akuk
anha
l-hal
yan
g m
erus
ak e
kosi
stem
- men
yebu
tkan
sum
ber
daya
ala
m y
ang
ada
di s
ekita
r-m
enye
butk
an m
anfa
at
sum
ber d
aya
alam
bag
i ke
hidu
pan
mak
hluk
hid
up- m
engi
dent
i�ka
si
kegi
atan
man
usia
ya
ng m
erus
ak
kese
imba
ngan
al
am/e
kosi
stem
Tes
tert
ulis
Tes
lisan
Tany
a ja
wab
Dis
kusi
penu
gasa
n
4X35
’G
amba
r ten
tang
al
am In
done
sia
Film
tent
ang
kein
daha
n al
am
Indo
nesi
a
Film
tent
ang
kegi
atan
m
anus
ia y
ang
mer
usak
ek
osis
tem
Kom
pete
nsi D
asar
Mat
eri
Kegi
atan
Bel
ajar
M
enga
jar
Indi
kato
r Pe
nila
ian
Met
ode
Alo
kasi
W
aktu
Sum
ber
Bela
jar
Tabe
l 5.3
Con
toh
Peng
emba
ngan
Sila
bus
Mod
el In
tegr
asi P
engu
rang
an R
isik
o Lo
ngso
r Ke
Dal
am M
ata
Pela
jara
n
Seko
lah
: SD
Mat
a Pe
laja
ran
: IP
AKe
las/
Sem
este
r
: IV
/2St
anda
r Kom
pete
nsi
:
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
64
5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran TerintegrasiRencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap Kompetensi Dasar (KD) yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terdiri atas: 1. Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
2. Standar kompetensiStandar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
3. Kompetensi dasarKompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
4. Indikator pencapaian kompetensiIndikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
5. Tujuan pembelajaranTujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
6. Materi ajarMateri ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7. Alokasi waktuAlokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian kompetensi dasar dan beban belajar.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
65
8. Metode pembelajaranMetode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor Pada Mata Pelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Sekolah : SD ......
Identitas Mata Pelajaran : IPA
Kelas/semester : IV/2
Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar : - Makhluk hidup dan proses kehidupan
- Mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhi keseimbangan alam (ekosistem)
Indikator : - Menyebutkan sumber daya alam yang ada
di sekitar
- Menyebutkan manfaat sumber daya alam bagi kehidupan makhluk hidup
- Mengidentifikasi kegiatan manusia yang merusak
keseimbangan alam/ekosistem
Tujuan Pembelajaran : - Menyebutkan sumber daya alam yang ada di sekitar
- Menyebutkan manfaat sumber daya alam bagi kehidupan manusia
- Mengidentifikasi kegiatan manusia yang merusak
keseimbangan alam (ekosistem)
- Menjelaskan alasan mengapa manusia melakukan kegiatan yang keseimbangan alam (ekosistem)
Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan PendahuluanGuru menyiapkan peserta didik untuk mengikuti pelajaranGuru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan diberikanGuru menjelaskan cakupan materi tentang ekosistemKegiatan Inti
EksplorasiSiswa menyebutkan sumber daya alam yang ada di lingkungan (pohon,
tanah, sungai, danau, laut)Siswa memilih gambar (pohon, tanah, sungai, danau, laut) yang sesuai
dengan apa yang ada di sekitar lingkungan dan menjelaskan keadaannya (masih terawat, sudah berkurang, sudah tidak ada)
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
66
ElaborasiSiswa secara berkelompok berdiskusi tentang manfaat berbagai sumber
daya alam yang ada di lingkungan dan menjelaskan kepada teman lain di depan kelas- apa fungsi pohon- apa fungsi hutan- apa fungsi danau- apa fungsi laut- apa fungsi laut- apa fungsi gunung/bukit/lereng
Siswa secara berkelompok berdiskusi tentang kegiatan manusia yang merusak keseimbangan alam (ekosistem) dan menjelaskannya di depan kelas secara bergiliran, kelompok lain menanggapi
Siswa secara berkelompok menjelaskan alasan manusia melakukan kegiatan yang merusak keseimbangan alam (ekosistem)
Siswa melihat tayangan atau ganbar tentang kekayaan sumber daya alam Indonesia
Siswa melihat tayangan atau gambar tentang kegiatan manusia yang merusak keseimbangan alam (ekosistem)
Siswa secara berkelompok membuat saran tentang cara menjaga keseimbangan lingkungan
KONFIRMASISiswa dan guru menyebutkan kembali manfaat sumber daya alam bagi
manusiaSiswa dan guru menyebutkan kembali tindakan manusia yang dapat
merusak/mengganggu keseimbangan alam (ekosistem)Siswa dan guru menyebutkan kembali cara-cara yang dapat dilakukan
manusia untuk mencegak kerusakan alam/ekosistem
Kegiatan PenutupGuru dan siswa mengadakan refleksi tentang hasil pembelajaranGuru memberikan kegiatan tindak lanjut : misalnya : - mencari gambar tentang sumber daya alam yang lain - menulis pendapat tentang kegiatan manusia yang merusak
alam
Metode : tanya jawab, diskusi kelompok, penugasan
Penilaian : tes tertulis
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
67
5 .1.5 Model Bahan Ajar Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan
Risiko Longsor Pada Mata Pelajaran
Kompetensi dasar :
1. Bumi dan Alam SemestaMenjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan
2. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari kompetensi ini, siswa dapat:
mengidentifikasi berbagai sumber daya alammengidentifikasi berbagai kegiatan yang merusak lingkunganmenjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian
lingkunganmenjelaskan usaha-usaha yang bisa dilakukan untuk melestarikan
lingkunganJawablah pertanyaan di bawah ini!
Kegiatan 1 : Mengidentifikasi Sumber Daya Alam dan Manfaatnya bagi Manusia
Anak-anak yang kami cintai, tahukah kalian bahwa negeri kita, Indonesia, memiliki berbagai macam sumber daya alam yang sangat beragam. Semua itu adalah karunia Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, kita harus selalu menyukuri semua karunia yang dianugerahkan Tuhan kepada kita.Sekarang perhatikan gambar di bawah ini ! Sebutkan manfaat masing-masing sumber daya alam tersebut untuk manusia!
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
68
Gambar apakah ini?
Tugas :1. Diskusikan dengan kelompokmu apa manfaat masing-masing sumber daya alam
tersebut bagi manusia!
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
69
No.
1. LAUT
2. GUNUNG
3. HUTAN
4. SUNGAI
5. TANAH
Sumber Daya Alam Manfaat bagi manusia
Kegiatan 2 : Mengidentifikasi Berbagai Perusakan Sumber Daya Alam dan Dampaknya bagi LingkunganPada kegiatan terdahulu kalian telah mengetahui berbagai jenis sumber daya alam dan manfaatnya bagi manusia. Laut, gunung, hutan, air, bahan tambang merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Akan tetapi, terkadang manusia tidak bias memelihara sumber daya alam tersebut, bahkan merusaknya.
Perhatikan gambar berikut dan jelaskan apa yang terjadi!
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
70
Tugas :1. Diskusikan dengan kelompokmu tentang apa yang terjadi dengan gambar
di atas dan dampak yang ditimbulkan. Bacakan hasilnya di depan kelas!
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
71
gambar Yang terjadi Dampak yang ditimbulkan
Gb.laut
Gb. Hutan
Gb. hewan
Gb. air2. Diskusikan dengan kelompokmu tentang usaha yang bisa dilakukan untuk
melestarikan atau menyelamatkan lingkungan. Bacakan hasilnya di depan kelas.
No.
1.
2.
3.
Hal yang terjadi Usaha yang dapat dilakukan untuk melestarikan lingkungan
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
72
BAHASA INDONESIA
Kompetensi dasar :
Membaca teks wacana dan menemukan gagasan utama
Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari kompetensi ini, siswa dapat:Membaca wacana tentang tanah longsor dan menemukan gagasan
utamaMenjawab pertanyaan tentang isi wacanaMenceritakan kembali isi wacana secara lisan
Alokasi waktu : 4 x 35”
Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan Awal:Guru memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran.Guru memberikan motivasi untuk kegiatan pembelajaranGuru menjelaskan komptensi dasar yang akan dicapai
Kegiatan inti:
1. EKSPLORASISiswa diajak bertanya jawab tentang berbagai bencana yang akhir-
akhir ini melanda Negara Indonesia tercinta.Siswa diminta memberikan penjelasan mengapa bencana itu terjadi.Siswa diajak bernyanyi lagu “Ibu Pertiwi” ciptaan …Siswa diajak berdiskusi tentang isi lagu tersebut.
Ku lihat ibu pertiwi sedang bersusah hati Air matanya berlinang mas intan yang kau kenangHutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaanKini ibu sedang lara merintih dan berdoa
Ciptaan :
IBU PERTIWI
2. ELABORASISiswa diminta membaca wacana tentang tanah longsor
Bencana longsor menerjang Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Minggu , 22 November 2009. Runtuhan tanah menimpa rumah milik Yusak Wakini,
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
73
warga Dusun Jabung, Desa Geger, Kecamatan Sendang. Tebing setinggi 50 meter di atas rumah korban longsor dan merusak hampir seluruh bagian rumah. Bahkan, tiang penyangga rumah patah dan beton rumah nyaris ambruk. Istri Yusak Wakini, Mikem dan anak mereka, Widayati yang baru berumur 14 tahun tewas tertimbun longsoran tanah.
Menurut saksi mata, musibah ini terjadi setelah hujan deras mengguyur selama sehari semalam. Saat kejadian, Yusak bersama istri dan anaknya itu sedang berada di dalam rumah mereka. Bunyi tanah longsor sempat dikira suara sapi peliharaanya. Saat mencoba menengok sapi di belakang rumah itulah, tiba-tiba rumah langsung tertimbun tanah.
Tim penyelamat (SAR) dibantu personel TNI yang mencoba mengevakuasi sempat terhambat karena bangunan rumah rawan ambruk. Hujan yang terus mengguyur pun membuat tanah sekitar lokasi masih labil. Kondisi ini membuat warga akhirnya bergotong royong menurunkan atap rumah dan perlahan menggali dari berbagai sisi untuk menemukan mayat korban.
Setelah lebih dari 11 jam, proses evakuasi akhirnya berhasil menemukan mayat Widayati yang tertimbun tanah dan beton setebal empat meter di depan pintu kamar. Tak lama kemudian, mayat Mikem didapati di depan pintu menuju dapur. Kedua korban kemudian dibawa tim SAR dan pihak medis ke rumah tetangga yang aman dari longsor.
Besar dugaan, longsor terjadi lantaran rumah korban berada tepat di bawah dua bukit yang gundul. Atas musibah ini, Pemerintah Kabupaten Tulungagung berencana merelokasi seluruh warga di daerah rawan longsor yang tersebar di Kecamatan Sendang dan Pagerwojo
Jawablah pertanyaan di bawah ini!Peristiwa apa yang diceritakan pada bacaan di atas?Kapan perirtiwa itu terjadi?Di mana peristiwa itu terjadi?Berapa jumlah korban pada peristiwa tersebut?Apa yang dilakukan tim SAR untuk menyelamatkan para korban?Apa yang menyebabkan peristiwa tersebut terjadi? - Ceritakan kembali isi bacaan di atas secara lisan
3. KONFIRMASISiswa bersama guru
METODE :1. Penugasan2. Tanya-JawabPENILAIAN1. Tes tertulisSiswa diminta membaca bacaan dan menjawab pertanyaan
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
74
2. Tes lisan
SUMBER BELAJAR
Buku paket
Bahan ajar
Kegiatan 1: Menghubungkan pengetahuan yang telah diketahuiTuliskan apa yang kamu ketahui tentang bencana longsor dengan mengisi kata pada tanda-tanda panah berikut!
Kegiatan 2 : Bernyanyi dan Menceritakan Isi laguAnak-anak, mari kita nyanyikan lagu berikut! Mari kita berdiri dan bertepuk tangan
Naik-naik ke puncak gunungTinggi-tinggi sekali
Naik-naik-naik ke puncak gunungTinggi-tinggi sekali
Kiri kanan kulihat sajaBanyak pohon cemara
Kiri kanan kulihat sajaBanyak pohon cemara
Apa isi lagu yang telah kita nyanyikan tadi? Siapa yang ingin mengemukakan pendapat?
Sekarang, mari kita nyanyikan lagu yang lain
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
75
Ku lihat ibu pertiwi sedang bersusah hati Air matanya berlinang mas intan yang kau kenangHutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaanKini ibu sedang lara merintih dan berdoa
Ciptaan :
IBU PERTIWI
Mari kita bahas isi lagu tersebut!1. Siapa yang dimaksud dengan “ibu pertiwi”?2. Apa arti “air matanya berlinang”?3. Mengapa hutan, gunung, sawah, lautan disebut sebagai simpanan
kekayaan?4. Apa kata lain dari “lara”?5. Mengapa ibu pertiwi lara?
Kegiatan 3: Memahami Gagasan Utama Paragraf
Sebuah wacana bisanya memiliki bebarapa paragraph.
Bacalah kembali wacana di bawah ini
Hari-hari belakangan ini kita mendengar musibah tanah longsor di berbagai tempat di tanah air. Kasus di Banjarnegara adalah salah satu yang mencuat pada pemberitaan nasional. Harian Jawa Pos edisi 5 Januari 2006 melaporkan, tanah longsor menimbun sedikitnya 102 rumah yang dihuni 180 kepala keluarga. Korban tewas diperkirakan sekitar 90 orang. Longsoran tanah menimbun kawasan seluas empat hektar yang terdiri atas permukiman penduduk, kebun, dan hutan. Tinggi timbunan mencapai tiga meter, bahkan ada yang mencapai enam meter sehingga rumah-rumah betul-betul rata dengan tanah atau menimbun keseluruhan rumah.
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
76
Besarnya kerugian akibat bencana ini menyadarkan kita akan pentingnya pembelajaran bagi para pejabat publik dan masyarakat untuk mengenal seluk-beluk masalah terkait musibah yang kerap melanda terutama di saat musim hujan ini.
Tanah longsor merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan pegunungan atau perbukitan . Semakin curam kemiringan lereng satu kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Semua material bumi pada lereng memiliki sebuah “sudut mengaso” atau sudut di mana material ini akan tetap stabil. Bebatuan kering akan tetap di tempatnya hingga kemiringan 30 derajat, akan tetapi tanah yang basah akan mulai meluncur jika sudut lereng lebih dari 1 atau 2 derajat saja.
Longsor terjadi saat lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Hal ini biasanya terjadi karena curah hujan yang tinggi, gempa bumi, atau letusan gunung api. Longsor dapat terjadi karena patahan alami dan karena faktor cuaca pada tanah dan bebatuan. Kasus ini terutama pada iklim lembab dan panas seperti di Indonesia. Ketika longsor berlangsung lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil momentum dalam luncuran ini, sehingga luncuran akan semakin cepat (sampai sekitar 30 meter/detik). Volume yang besar dari luncuran tanah dan lumpur inilah yang merusak rumah-rumah, menghancurkan bangunan yang kokoh dan menyapu manusia dalam hitungan detik.
Meskipun tanah longsor merupakan gejala alam, beberapa aktivitas manusia bisa menjadi faktor penyebab terjadinya longsor, ketika aktifitas ini beresonansi dengan kerentanan dan kondisi alam yang telah disebutkan. Contoh aktivitas manusia ini adalah penebangan pepohonan secara serampangan di daerah lereng; Penambangan bebatuan, tanah atau barang tambang lain yang menimbulkan ketidakstabilan lereng; pemompaan dan pengeringan air tanah yang menyebabkan turunnya level air tanah, pengubahan aliran air kanal dari jalur alaminya, kebocoran pada pipa air yang mengubah struktur (termasuk tekanan dalam tanah) dan tingkat kebasahan tanah dan bebatuan (juga daya ikatnya); pengubahan kemiringan kawasan (seperti pada pembangunan jalan, rel kereta atau bangunan), dan pembebanan berlebihan dari bangunan di kawasan perbukitan.
Kegiatan 4 : Membaca Bacaan dan Memahami Isinya
Bacalah bacaan di bawah ini dan jawab pertanyaannya!
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
77
Bencana longsor menerjang Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Minggu , 22 November 2009. Runtuhan tanah menimpa rumah milik Yusak Wakini, warga Dusun Jabung, Desa Geger, Kecamatan Sendang. Tebing setinggi 50 meter di atas rumah korban longsor dan merusak hampir seluruh bagian rumah. Bahkan, tiang penyangga rumah patah dan beton rumah nyaris ambruk. Istri Yusak Wakini, Mikem dan anak mereka, Widayati yang baru berumur 14 tahun tewas tertimbun longsoran tanah.
Menurut saksi mata, musibah ini terjadi setelah hujan deras mengguyur selama sehari semalam. Saat kejadian, Yusak bersama istri dan anaknya itu sedang berada di dalam rumah mereka. Bunyi tanah longsor sempat dikira suara sapi peliharaanya. Saat mencoba menengok sapi di belakang rumah itulah, tiba-tiba rumah langsung tertimbun tanah.
Tim penyelamat (SAR) dibantu personel TNI yang mencoba mengevakuasi sempat terhambat karena bangunan rumah rawan ambruk. Hujan yang terus mengguyur pun membuat tanah sekitar lokasi masih labil. Kondisi ini membuat warga akhirnya bergotong royong menurunkan atap rumah dan perlahan menggali dari berbagai sisi untuk menemukan mayat korban.
Setelah lebih dari 11 jam, proses evakuasi akhirnya berhasil menemukan mayat Widayati yang tertimbun tanah dan beton setebal empat meter di depan pintu kamar. Tak lama kemudian, mayat Mikem didapati di depan pintu menuju dapur. Kedua korban kemudian dibawa tim SAR dan pihak medis ke rumah tetangga yang aman dari longsor.
Besar dugaan, longsor terjadi lantaran rumah korban berada tepat di bawah dua bukit yang gundul. Atas musibah ini, Pemerintah Kabupaten Tulungagung berencana merelokasi seluruh warga di daerah rawan longsor yang tersebar di Kecamatan Sendang dan Pagerwojo
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
78
1. Jawablah pertanyaan di bawah ini!Apa gagasan utama paragraf 1?Apa gagasan utama paragraf 2?Apa gagasan utama paragraf 3?Apa gagasan utama paragraf 4?Apa gagasan utama paragraf 5?
5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran Muatan Lokal ditentukan oleh satuan pendidikan disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.
Muatan Lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi dan harus diwujudkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal mendukung dan melengkapi mata pelajaran yang lain.
Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis Muatan Lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran Muatan Lokal. Pelaksanaan pembelajaran Muatan Lokal dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan kompetensi yang dicapai.
TujuanMuatan Lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
Lebih jelas lagi agar peserta didik dapat:1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan
budayanya,2. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya,
3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
79
yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
4. Menyadari lingkungan dan masalah-masalah yang ada di masyarakat serta dapat membantu mencari pemecahannya.
5. Memiliki keterampilan khusus yang dapat menciptakan lapangan kerja.
Kedudukan Muatan LokalMata pelajaran Muatan Lokal mempunyai kedudukan yang sama dengan mata pelajaran lain. Hal ini sesuai dengan Struktur Kurikulum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006, karena memiliki alokasi waktu sebanyak 2 jam pelajaran per minggu di setiap satuan pendidikan. Apabila dipandang perlu, sekolah dapat menambahkan alokasi waktu lebih dari 2 jam sesuai dengan kebutuhannya.
Ruang Lingkup1. Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial-ekonomi, dan lingkungan sosial-budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai
dengan keadaan perekonomian daerahMeningkatkan penguasaan bahasa asing untuk keperluan sehari-hari,
dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat)
Meningkatkan kemampuan berwirausaha.2. Lingkup isi/jenis Muatan Lokal, Memiliki ciri khas dan potensi daerah. Mata pelajaran Muatan Lokal meliputi cakupan: Budaya Lokal, Keterampilan Wirausaha/Keterampilan Pra-vokasional, Pendidikan Lingkungan dan Kekhususan Lokal lain. Pada akhirnya dari ketiga lingkup tersebut bersinergi membentuk kecakapan hidup (life skill) yang dimiliki peserta didik.Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran pengurangan risiko bencana juga dapat diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, yaitu sebagai muatan local. Bencana longsor dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Semua anggota masyarakat harus paham bagaimana cara-cara yang aman untuk mengantisipasi bahaya longsor. Bukan hanya bagi mereka yang bermukim di daerah rawan longsor saja, anggota masyarakat yang tinggal di daderah yang aman pun perlu memahaminya. Mungkin saja suatu saat mereka berurusan dengan bahaya longsor mengingat topografi wilayah Indonesia banyak yang rawan longsor.
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
80
Untuk itu, satuan pendidikan perlu mempertimbangkan pengurangan risiko bencana longsor menjadi salah satu mata pelajaran muatan local. Namun demikian, karena standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran muatan local harus dikembangkan sendiri, sebaiknya sebelum melakukan penyusunan mata pelajaran muatan local, satuan pendidikan perlu melakukan studi atau analisis konteks terlebih dahulu. Proses pengembangan model muatan local pengurangan risiko longsor secara bertahap dijelaskan dalam setiap sub bab berikut.
5.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Muatan Lokal
Analisis konteks diperlukan untuk menjawab sejumlah pertanyaan: 1. Mengapa pelajaran pengurangan risiko bencana longsor diperlukan? 2. Seberapa penting siswa memiliki kompetensi tersebut3. Bagaimana ketersediaan bahan ajar?4. Siapa yang mengajarkan, adakah guru yang ahli dalam mengajarkan hal
tersebut?5. Bagaimana metode pembelajarannya? Jangan sampai pembelajaran hanya
bersifat teori, karena yang diperlukan bukan penguasaan teori, melainkan sikap dan perilaku.
6. Bagiamana system penilaianya?
Pertanyaan tersebut harus dijawab, untuk itu kita perlu mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi.
Kekuatan : Kekuatan dapat diperoleh dari ketersediaan bahan ajar, atau tenaga yang dimiliki. Kemudahan memperoleh bahan ajar misalnya disebabkan karena di daerah dekat sekolah tersebut terdapat pemukiman yang rawan longsor. Hal ini menjadi kekuatan karena akan memotivasi siswa untuk belajar bagaimana tindakan penyelamatan diri untuk mengurangi risiko bencana longsor. Kekuatan juga dapat diperoleh dari mudahnya akses sumber belajar dan ketersediaan tenaga ahli di sekitar sekolah.
Kelemahan Kelemahan dapat bersumber dari sulitnya mendapat bahan belajar atau tenaga ahli di bidang itu. Namun kelemahan bukan berarti hambatan, atau menjadi penghambat, kelemahan justeru menjadi inspirasi bagi sebagian orang mencari peluang.
PeluangBanyak orang berfikir bahwa kelemahan dapat menjadi peluang. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung program penghijauan di sekitar lereng, dapat menjadikan peluang bagi sekolah untuk melakukan pendidikan masyarakat antara lain melalui pembelajaran muatan local.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
81
TantanganTantangan sering kali muncul dari perilaku masyarakat pada umumnya. Misalnya terkait dengan kebiasaan mereka yang tidak memperhatikan aspek keamanan jangka panjang.Kondisi tersebut dapat dijadikan dasar untuk memperkuat alasan perlunya penanggulangan bencana menjadi salah satu mata pelajaran muatan local.
Langkah untuk Menetapkan Mata Pelajaran Muatan Lokal.1. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerahKegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam.
Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas
pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan
Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan
Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta konservasi alam dan pemberdayaannya
2. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokalBerdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk memahami dan mangantisipasi bencana yang terjadi, pelestarian alam dan pengembangan daerah, serta konservasi alam dan pemberdyaannya.3. Menentukan bahan kajian muatan lokalKegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan; Tersedianya sarana dan prasaranaTidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsaTidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan
situasi daerah.
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
82
4. Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar adalah langkah awal dalam membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah.
5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor
Standar kompetensi merupakan kemampuan yang meyeluruh mencakup tiga ranah kemampuan (kognitif, psikomotor, dan afektif ). Kompetensi dasar merupakan bagian atau dapat juga disebut tahapan dari pencapaian standar kompetensi. Indikator, merupakan ciri atau bukti bahwa kompetensi tersebut dikuasai oleh siswa.
Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Standar KompetensiStandar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.
2. Pengembangan Kompetensi DasarKompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai.
Berikut contoh penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal.
Untuk membantu penjabaran kompetensi, kita perlu membuat mind map, seperti berikut:
Ciri-Ciri daerah rawan longsor
Perlu siap-siap untuk pindah
lokasi pemukiman
Bukit dengan kecuraman lereng melebih 20 derajat
Terdapat retakan tapal kuda di tebing
Lereng terbuka/gundul
Tata guna lahan kurang baik
Perlu siap-siap untuk pindah
lokasi pemukiman
Segera dilakukan penghijauan kembali
Perlu peringatan dini kepada masyarakat agar
tata guna lahan diperbaiki
Diagram di atas dapat dijabarkan lebih lanjut pada table berikut.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
83
Tabel 5.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor
Standar Kompetensi Kompetensi dasar Indikator
Memahami ciri-ciri daerah rawan longsor
Menguraikan fakta-fakta sebagai bukti suatu daerah termasuk rawan longsor
Mengukur tingkat kemiringan lereng Mendeskripsikan kondisi pohon sebagai penahan longsor
Membuktikan bahwa tata guna lahan di sekitar akan menimbulkan longsor
Memberi contoh tindakan yang tepat untuk penyelamatan diri
5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor
Silabus Mulok harus memenuhi prinsip-prinsip pengembangan silabus yaitu: ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh
Pengembangan silabus meliputi: 1. Pengkajian SK dan KD, 2. Identifikasi Materi Pembelajaran,3. Pengembangan Kegiatan Pembelajaran, 4. Perumusan indikator pencapaian kompetensi,5. Penentuan jenis penilaian,6. Penentuan alokasi waktu, 7. Penentuan sumber belajar
Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)RPP mulok pengurangan tanah longsor disusun dan dikembangkan berdasarkan silabus yang telah dibuat dengan mengikuti kaidah yang benar. Dalam mulok pengurangan risiko tanah longsor hendaknya dalam metode pembelajaran lebih menekankan pada demonstrasi dan simulasi.
PenilaianPenilaian pencapaian Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar dilakukan berdasarkan indikator, menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, portofolio, dan penilaian diri, sesuai dengan jenis mulok pengurangan risiko tanah longsor.
Kom
pete
nsi D
asar
Mat
eri
Pem
bela
jara
n Ke
giat
anPe
mbe
laja
ran
Indi
kato
r Pe
nila
ian
Alo
kasi
W
aktu
Sum
ber B
elaj
ar
Ciri-
ciri
tana
h lo
ngso
rM
enje
lask
an c
iri-c
iri
long
sor
1.No.
Men
jela
skan
skan
ciri
-ciri
tana
h l
ongs
or
se
kita
r
enje
lask
an c
iri-c
iri
ta
nah
long
sor
- tes
lisa
n
2 x
35M
enit
- ga
- lin
gkng
an s
ekita
r
Ta
bel 5
.5 C
onto
h Pe
ngem
bang
an M
uata
n Lo
kal P
engu
rang
an R
isik
o Lo
ngso
r
Mat
a Pe
laja
ran
: M
ULO
K (P
enan
ggul
anga
n Ri
siko
Ben
cana
Tan
ah L
ongs
or)
Kela
s/Se
mes
ter
: I
V/1
Tahu
n Pe
laja
ran
: 2
009-
2010
Stan
dar
Kom
pete
nsi
: 1. M
emah
ami d
an m
enje
lask
an b
enca
na d
i sek
itar
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
85
Kotak 5.3.1 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor
Pengembangan RPP Muatan Lokal
Sekolah : SD …...
Identitas Mata Pelajaran : Muatan Lokal
Kelas/semester : IV/2
Standar Kompetensi : Memahami dan menjelaskan berbagai bencana di sekitar
Kompetensi Dasar : Memahami dan menjelaskan cri-ciri longsor
Indikator : - menyebutkan berbagai bencana
- menyebutkan pengertian longsor
- menjelaskan ciri-ciri longsor
Tujuan Pembelajaran : - menyebutkan bencana yang terjadi di sekitar
- menyebutkan pengertian longsor
- menyebutkan ciri-ciri longsor
Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan Pendahuluan
Guru menyiapkan peserta didik untuk mengikuti pelajaran
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan diberikan
Guru menjelaskan cakupan materi tentang longsor
Kegiatan Inti
Eksplorasi
Siswa menyebutkan sumber daya alam yang ada di lingkungan (pohon, tanah, sungai, danau, laut)
Siswa menyebutkan berbagai bencana yang terjadi dari hasil membaca/mendengarkan
Elaborasi
Siswa secara berkelompok berdiskusi tentang manfaat berbagai sumber daya alam yang ada di lingkungan dan menjelaskan kepada teman lain di depan kelas
- apa fungsi pohon - apa fungsi hutan - apa fungsi danau - apa fungsi laut - apa fungsi laut - apa fungsi gunung/bukit/lereng
Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI)
86
Siswa secara berkelompok berdiskusi tentang longsor (pengertian)
Siswa secara berkelompok berdiskusi tentang ciri-ciri longsor
KONFIRMASI
Siswa dan guru menyebutkan kembali pengertian longsor
Siswa dan guru menyebutkan kembali ciri-ciri longsor
Kegiatan Penutup
Guru dan siswa mengadakan refleksi tentang hasil pembelajaran
Guru memberikan kegiatan tindak lanjut misalnya : - mencari gambar tentang kejadian longsor dari berbagai sumber (koran, internet, majalah, buku, dll)
Metode : Tanya jawab, diskusi, Penugasan
5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Ke Dalam Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangkan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.
Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.
Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen, yaitu pelayanan konseling, meliputi pengembangan kehidupan pribadi, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir. Sedangkan ekstrakurikuler, meliputi kegiatan kepramukaan, latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja, seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
87
5.3.1 Analisis Kegiatan Pengembangan Diri Untuk Integrasi Pengurangan Risiko LongsorDalam analisis ini, diidentifikasi kegiatan ekstra kurikuler di SD yang dapat diintegrasikan dalam pendidikan pengurangan risiko bencana. Misalnya, ditetapkan kegiatan Pramuka, karena kegiatan Pramuka dapat diupayakan kegiatan terprogram, terutama agar siswa mapu mengidentifikasi lingkungan sekitar dan dibiasakan secara rutin simulasi penyelamatan diri.
5.3.2 Penyusunan program kegiatan Pengembangan Diri Untuk Integrasi Pengurangan Risiko LongsorSetelah ditetapkan kegiatan Pramuka dapat diintegrasikan dalam pendidikan pengurangan risiko bencana gempa bumi, selanjutnya pembina kegiatan Pramuka menyusun program dengan mengacu pada indikator perlaku siswa untuk pendidikan pengurangan risiko bencana gempa bumi. Contoh program kegiatan ekstrakurikuler yang mengintegrasikan pengurangan risiko longsor terdapat pada tabel berikut.
No
Wak
tu K
egia
tan
Sasa
ran
Rang
kaia
n Ke
giat
anTe
mpa
t Keg
iata
nPe
rala
tan
yang
D
igun
akan
Pela
ksan
aPe
ngor
gani
sasi
an
Kegi
atan
1. 2. 3. 4.
Min
ggu
I bu
lan
Agus
tus
Sisw
a ke
las V
dan
VI
Sisw
a ke
las V
dan
VI
Sisw
a ke
las V
dan
VI
Hal
aman
se
kola
h / l
apan
gan
Hal
aman
se
kola
h / l
apan
gan
eva
kuas
i
dia
ngga
p se
baga
i a
ncam
an
Pem
bina
dan
Pas
ukan
Pe
ngga
lang
put
ra, p
utri.
Pem
bina
dan
Pas
ukan
Pe
ngga
lang
put
ra, p
utri.
Pem
bina
dan
Pas
ukan
Pe
ngga
lang
put
ra, p
utri.
dip
erlu
kan
pada
saa
t
sek
olah
diri
taha
p 1
diri
taha
p 2
Min
ggu
II bu
lan
Agus
tus.
Min
ggu
III
bula
n Ag
ustu
s.
Sisw
a ke
las V
dan
VI
Pem
bina
dan
Pas
ukan
Pe
ngga
lang
put
ra, p
utri.
Min
ggu
IV
bula
n Ag
ustu
s.
dip
erlu
kan
pada
saa
t
Di h
alam
an s
ekol
ah.
dip
erlu
kan
untu
k p
erto
long
an p
erta
ma
berb
entu
k lin
gkar
an.
Men
geta
hui,
Kepa
la S
ekol
ah
Jeni
s Ke
giat
an :
Pra
muk
a
Jaka
rta,
......
......
......
..N
IP.
......
......
......
..N
IP.
Tabe
l 5.6
Con
toh
Peng
emba
ngan
Pro
gram
Keg
iata
n M
odel
Pen
gem
bang
an D
iriTe
rinte
gras
i Pen
gura
ngan
Ris
iko
Long
sor
Tabe
l 5.6
Con
toh
Peng
emba
ngan
Pro
gram
Keg
iata
n M
odel
Pen
gem
bang
an D
iriTe
rinte
gras
i Pen
gura
ngan
Ris
iko
Long
sor
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
89
DAFTAR ISTILAHPengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan Negara
Pengarusutamaan PRBProses dimana pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan ekonomi, fisik, politik, sosial-budaya suatu negara pada level nasional, wilayah daerah dan/atau lokal; serta proses-proses dimana pengurangan risiko bencana dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tersebut
Pendidikan Siaga Bencana Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Komite Sekolah Organisasi mandiri yang dibentuk dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ia menjadi ruang bagi orangtua, masyarakat, dan pihak sekolah menyampaikan aspirasi dan merumuskan kebijakan bagi peningkatan pendidikan di sekolah. Ia merupakan badan independen yang tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kepala Sekolah. Ia menjadi mitra kepala sekolah dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memajukan sekolah.
KTSP Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Sekolah dan kepala sekolah mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan a). Kerangka dasar kurikulum, b). Standar kompetensi, dibawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi.
Kurikulum Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahanpelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Daftar Istilah
90
Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.
Standar Kompetensi ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatuproses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu.
Kompetensi kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik.
Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Lingkup standar nasional pendidikan meliputi: a. standar isi, b. standar proses, c. standar kompetensi lulusan, d. standar pendidik dan tenaga kependidikan, e. standar sarana dan prasarana, f. standar pengelolaan, g. standar pembiayaan, h. standar penilaian pendidikan.
Sumber/bahan belajar adalah rujukan, obyek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
91
serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, yang dapat terjadi secara tibatiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, di mana masyarakat setempat dengan segala kemampuan dan sumberdayanya tidak mampu untuk menanggulanginya.
Bahaya adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.
Kerentanan adalah tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.
Kemampuan adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana
Risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.
Daftar Istilah
92
Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan Dini adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat, segera, tegas tidak membingungkan, resmi
Tanggap Darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
Bantuan Darurat merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara, perlindungan, kesehatan, sanitasi dan air bersih
Pemulihan adalah proses pengembalian kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll).
Rehabilitasi adalah upaya langkah yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.
Rekonstruksi adalah program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.
Penanggulangan Bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup tanggap darurat, pemulihan, pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD/MI
93
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003). Penataan Ruang dalam Pencegahan Bencana Banjir: Kasus Pulau Jawa dan Kawasan Jabodetabek-Bopunjur. Makalah disajikan sebagai Supporting Paper dalam Workshop Persiapan 3rd World Water Forum yang diselenggarakan di Bali , 31 Januari–1 Februari 2003.
Ginting, P., Fathurrahman, M, dan S. Pinem. (2007). IPS Geografi untuk SMP Kelas VIII Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
INEE/UNESCO. (2009). Minimum Standards for Education in Emergencies, Chronic Crises and Early Reconstruction.
Kabul Basah Suryolelono. (2006). Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, tidak dipublikasikan.
Ninil R. M. Jannah. (2009). Draft Konsep Pendidikan pengurangan Risiko Bencana dan Pengarusutamaan Pengurangan Risiko bencana pada Satuan Pendidikan. Jakarta: Konsorisum Pendidikan Bencana.
Modul Pelatihan Antisipasi Bahaya Longsor. Yogyakarta: Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.