Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

10
I. PENGERTIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) berarti pengelolaan sumberdaya alam dapat pulih seperti vegetasi, tanah dan air dlam suatu daerah alairan sungai dengan tujuan untuk dapat menghasilkan produk air (water yield) untuk kepentingan pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, peternakan, perindustrian dan masyarakat yaitu untuk air minum, irigasi, industri, tenaga listrik dan rekreasi. Ada 3 unsur pokok dalam pengelolaan DAS yaitu air, lahan dan manipulasi atau pengelolaan. Unsur lahan disini meliputi semua komponen dari suatu unit geografis dan atmosfer tertentu seperti tanah, air, batuan, vegetasi, kehidupan binatang dan manusia serta perkembangannya. Oleh karena itu pengelolaan DAS didefinisikana sebagai pengelolaan dari lahan, untuk produk air dengan kuantitas optimum, pengaturan produk air dan stabilitas tanah yang mekasimum. Pengelolaan DAS haruslah diorientasikan kepada segi-segi konservasi tanah dan air dengan titik berat kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat, baik dari kalangan petani, industry dan lainnya. Hasil akhir yang menjadi titik pusat perhatian dalam pengelolaan DAS adalah kondisi tata air dari wilayah DAS. Pencerminan atau ukuran dari kondisi tata air tersebut adalah penyediaan air yang cukup sepanjang waktu, baik kuantitas maupun kualitas. Untuk menciptakan kondisi tat air tersebut diatas, unsure yang paling menonjol adalah air yang diperoleh dari air hujan maupun dari sumber-sumber air yang terjadi karena interaksi antara vegetasi yang permanen yang terdapat dalam kawasan itu. Vegetasi yang permanen yang terdapat di dalam DAS terutama pohon-pohonan yang rimbun merupakan keadaan yang baik bagi tata air di dalam DAS. Jadi unsur yang memegang peranan penting adalah vegetasi dan tanah, selain kondisi lingkungan lainnya yang diperlukan untuk menjamin adanya air dan pelestariannya. Dengan demikian, sasaran pengelolaan DAS adalah menjaga keseimbangan dan berfungsinya dengan baik unsur-unsur tersebut, sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan. Menurut Stalling (1957) dalam Mustari (1985) tujuan pengelolaan DAS adalah melakukan prinsip- prinsip konservasi tanah dan air, untuk produksi air baik kuantitas maupun kualitas dan segi pemeliharaan tanah termasuk pencegahan erosi dan banjir. Pendapat ini sangant erat sekali kaitannya dengan yang dikemukakan oleh Mangundikoro (1985) dalam Sukaya (1991) bahwa tujuan akhir dari pengelolaan DAS adalah terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu member manfaat secara maksimal serta berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia. Dikaitkan dengan tujuan diharapkan terbinanya kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk menggunakan dan memelihara sumberdaya alam tersebut secara bijakasana. Meskipun hal yang terakhir ini bukan

description

orasi ilmiah

Transcript of Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

Page 1: Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

I. PENGERTIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) berarti pengelolaan sumberdaya alam dapat pulih seperti vegetasi, tanah dan air dlam suatu daerah alairan sungai dengan tujuan untuk dapat menghasilkan produk air (water yield) untuk kepentingan pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, peternakan, perindustrian dan masyarakat yaitu untuk air minum, irigasi, industri, tenaga listrik dan rekreasi.

Ada 3 unsur pokok dalam pengelolaan DAS yaitu air, lahan dan manipulasi atau pengelolaan. Unsur lahan disini meliputi semua komponen dari suatu unit geografis dan atmosfer tertentu seperti tanah, air, batuan, vegetasi, kehidupan binatang dan manusia serta perkembangannya. Oleh karena itu pengelolaan DAS didefinisikana sebagai pengelolaan dari lahan, untuk produk air dengan kuantitas optimum, pengaturan produk air dan stabilitas tanah yang mekasimum. Pengelolaan DAS haruslah diorientasikan kepada segi-segi konservasi tanah dan air dengan titik berat kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat, baik dari kalangan petani, industry dan lainnya. Hasil akhir yang menjadi titik pusat perhatian dalam pengelolaan DAS adalah kondisi tata air dari wilayah DAS. Pencerminan atau ukuran dari kondisi tata air tersebut adalah penyediaan air yang cukup sepanjang waktu, baik kuantitas maupun kualitas.

Untuk menciptakan kondisi tat air tersebut diatas, unsure yang paling menonjol adalah air yang diperoleh dari air hujan maupun dari sumber-sumber air yang terjadi karena interaksi antara vegetasi yang permanen yang terdapat dalam kawasan itu. Vegetasi yang permanen yang terdapat di dalam DAS terutama pohon-pohonan yang rimbun merupakan keadaan yang baik bagi tata air di dalam DAS.

Jadi unsur yang memegang peranan penting adalah vegetasi dan tanah, selain kondisi lingkungan lainnya yang diperlukan untuk menjamin adanya air dan pelestariannya. Dengan demikian, sasaran pengelolaan DAS adalah menjaga keseimbangan dan berfungsinya dengan baik unsur-unsur tersebut, sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan.

Menurut Stalling (1957) dalam Mustari (1985) tujuan pengelolaan DAS adalah melakukan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, untuk produksi air baik kuantitas maupun kualitas dan segi pemeliharaan tanah termasuk pencegahan erosi dan banjir. Pendapat ini sangant erat sekali kaitannya dengan yang dikemukakan oleh Mangundikoro (1985) dalam Sukaya (1991) bahwa tujuan akhir dari pengelolaan DAS adalah terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu member manfaat secara maksimal serta berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia. Dikaitkan dengan tujuan diharapkan terbinanya kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk menggunakan dan memelihara sumberdaya alam tersebut secara bijakasana. Meskipun hal yang terakhir ini bukan merupakan sasaran langsung, namun menjadi suatu prakondisi untuk mencapai tujuan akhir tersebut.

Menurut Hufschmidt (1985) dengan berorientasi pada hasil (output) fisik yang ingin dicapai maka pengelolaan DAS dapat dianggap sebagai suatu system dengan input manajemen dan input alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan, baik ditempat (on site) maupun diluarnya (off site). Selanjutnya dikatakan bahwa dilihat dari segi ekonomi system pengelolaan DAS tidak lain adalah suatu bentuk dari proses produksi dengan biaya ekonomi untuk penggunaan input manajemen ( tenaga, bahan, energy, peralatan dan keahlian manajemen) dan input alam (tanah, air, ekosistem dan iklim) serta hasil ekonomi yaitu nilai dari outputnya.

Upaya pokok yang dilakukan dalam pengelolaan DAS, agar tercapainya tujuan akhir, yaitu terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air adalah melakukan (a) pengelolaan lahan melalui usaha konservasi dalam arti yang luas, (b) pengelolaan air melalui pengembangan sumber air, (c) pengelolaan vegetasi, khususnya pengelolaan hutan yang memiliki fungsi perlindungan terhadap tanah dan air, dan (d) pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam penggunaan sumberdaya alam secara bijaksana melalui penerangan dan penyuluhan.

Menurut Nasoetion dan Anwar (1981) dalam Suhara (1991) tujuan pengelolaan DAS pada dasarnya untuk memberikan tingkat kesejahteraan yang optimum bagi masyarakat setempat maupun diluar DAS secara lestari dalam keseimbangan alami yang serasi. Peningkatan kesejahteraan

1 2

Page 2: Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

masyarakat ini sangat tergantung pada ketepatan bentuk pengelolaan sumber-sumberdaya alam yang terdapat di dalam DAS tersebut. Peningkatan kesejahteraan masyarakat ini penting karena pencapaian sasaran-sasaran pengelolaan DAS secar fisik seperti melestarikan sumber-sumberdaya alam tanah dan air yang terdapat dalam ekosistem DAS sangat dipengaruhi oleh gerak langkah dan tindakan manusia yang menghuni dan terlibat dalam kegiatan kehidupan ekosistem DAS tersebut.

Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan pengelolaan DAS adalah (1) menyediakan air, mengamankan sumber-sumber air dan mengatur pemakaian air, (2) menyelamatkan tanah dari erosi serta meningkatkan dan mempertahankan kesuburannya dan (3) meningkatkan pendapatan masyarakat untuk memberikan kehidupan yang layak.

II. KONDISI DAS CITARUM HULU

2.1. Fungsi dan Peranan Penting DAS Citarum Hulu

1. Pengaman bangunan vital (PLTA : Saguling, Cirata, Jatiluhur) dari sedimentasi. Sedimentasi di Waduk Saguling rata-rata 4 juta m3/tahun, sumber; Citarum flood control and coastal protection-2005.

2. Sumber pasokan air irigasi Pantura (300.000 Ha, Kompas 19 Agustus 2003).

3. Sumber pasokan air minum Jakarta (untuk penggelontoran perkotaan dan bahan baku air bersih)

4. Pengembangan perikanan di waduk.5. Pengendali banjir di cekungan Bandung (Rancaekek, Bale Endah,

Dayeuh Kolot.6. Pemasok ketersediaan air tanah di Wilayah Bandung.7. Sumber tenaga listrik Jawa-Bali (Media Indonesia, 26 Oktober 1994);

PLTA Saguling : 700 MW PLTA Cirata : 1000 MW PLTA Jatiluhur : 160 MWSumber air ke – 3 waduk tersebut, yang setiap tahun mengalami penurunan. Sebagai contoh tinggi air di waduk Saguling pada Agustus 2003 terjadi penurunan dari 94,19 m menjadi 84,5 m.

2.2. Topografi, Lahan dan Intensitas Hujan

Ketiga aspek dari lahan ini, akan sangat berpengaruh terhadapa tata air yang ada di dalam suatu DAS ( termasuk DAS Citarum Hulu), sehubungan dengan kondisi DAS Citarum Hulu ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:

1. 49,99 % areal DAS Citarum Hulu mempunyai kemiringan di atas 15 %2. Areal yang mempunyai kemiringan curam sampai terjal seluas 51.960

Ha.3. 81 % dari luas areal memiliki jenis tanah yang peka terhadap erosi

(mudah tererosi). 4. Intensitas hujan antara 13 – 25 mm/hari, dengan curah hujan tahunan

mencapai 1500 – 3750 mm5. Liputan lahan, terjadi penurunan luas kawasan hutan 54 %, kebun

campuran dan pertanian 55 %, sedangkan pemukiman dan kawasan industri naik sangat pesat.

2.3. Pengelolaan Lahan di DAS Citarum Hulu

Pengelolaan lahan di DAS Citarum Hulu yang tidak ramah lingkungan seperti praktek-praktek penggunaan lahan pertanian, lahan perkebunan yang masih belum melaksanakan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air (soil and water conservation) akan memberikan kontribusi yang besar terhadap besarnya aliran air permukaan (run off) dan bahaya erosi tanah. Hal ini lebih jauh akan berpengaruh terhadap kesuburan tanah karena secara bertahap akan terjadi proses pemiskinan unsur hara tanah. Dari sisi lain, juga akan menimbulkan penyuburan secara berlebihan badan-badan perairan oleh unsur hara yang terbawa dari bagian atas DAS. Kondisi pengelolaan lahan yang tidak ramah lingkungan, salah satu contoh dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

3 4

Page 3: Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

Gambar 1. Kondisi Pengelolaan Lahan Tidak Ramah Lingkungan.

Sehubungan dengan kondisi penggunaan lahan di atas, maka adanya praktek-praktek penggunaan lahan yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air di dalam suatu DAS sangat dibutuhkan. Salah satu contoh pemanfaatan lahan tersebut, dapat dilihat pada gambar berikut:

a. Teras yang cukup baik (good terrace)

b. Teras yang sedang (medium terrace) apabila ditingkatkan dengan rumput penguat teras bisa meningkat ke klasifikasi baik (good).

Gambar 2. Pemanfaatan Lahan dengan Kaidah Konservasi

Pengelolaan lahan yang belum ramah lingkungan tersebut akan menimbulkan dampak negative terhadap berbagai aspek yang antara lain:

• Erosi tanah dan sedimentasi pada badan – badan perairan sangat tinggi.

• Cadangan air tanah selalu menurun, sulit mendapatkan air dimusim kemarau bagi rumah tangga.

• Fluktuasi debit air sungai antara musim kemarau dan musim penghujan sangat tinggi, berpotensi menimbulkan banjir.

• Pendangkalan badan perairan akibat sedimentasi.• Eutrofikasi badan – badan perairan yang stagnant (waduk sungai dan

muaranya)• Pencemaran perairan dari pemukiman, industri, dan pertanian yang

kurang ramah lingkungan.• Penurunan produktivitas pertanian, perikanan , tenaga listrik,

dan air minum.

III. WILAYAH DAN LUAS DAS CITARUM HULU

5

Page 4: Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

Gambar 3. Wilayah DAS Citarum

Tabel 1. Luas Wilayah DAS Citarum HuluSub DAS Citarum Luas (Ha)

DAS Citarik 53.493DAS Cikapundung 36.826DAS Cirasea 32.481DAS Cisangkuy 33.590DAS Ciwidey 33.590DAS Ciminyak 29.232DAS Ciahur 14.300

Total 233.512

Tabel 2. Prediksi Erosi Tanah DAS Citarum HuluSub-DAS Luas Lahan (Ha) Erosi Tanah (Ton/ Ha)

Citarik 53.493 203.58Cikapundung 36.826 127.31Cirasea 32.481 350.70Cisangkuy 33.590 182.04

Ciwidey 26.483 147.19Sumber: Upper Citarum (PCI, 2002)

• Tingkat Erosi : berkisar 127 – 351 ton / Ha / tahun • Sedangkan tingkat erosi yang masih bisa ditolerir ( Etol ) adalah

berkisar antara 24 – 30 ton / Ha / tahun Sedimentasi

• Saguling semula direncanakan memiliki fungsi ekonomis selama 50 tahun dan umur pelayanan 61 tahun, pada tingkat erosi 2,1 mm/tahun (26 ton/Ha/tahun) dan laju sedimentasi 4.000.000 m3/tahun.

• Menurut pemantauan Indonesia Power sejak tahun 1992 sampai tahun 2007, volume sedimen yang masuk ke waduk setiap tahunnya melampaui batas ambang toleransi sedimen yang diperbolehkan 4 juta m3/tahun, yaitu berkisar antara 4.035.785 – 4.521.803 m3/tahun.

• Hal ini merupakan ancaman terhadap umur pelayanan dan umur ekonomi waduk.

Gambar 4. Grafik Perkembangan Volme Sedimen (1992-2007)

6

Page 5: Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

IV. PENCEMARAN LINGKUNGAN PERAIRAN SUNGAI CITARUM

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga di wilayah DAS Citarum, khususnya DAS Citarum Hulu, menunjukkan adanya kesamaan yang saling memperkuat hasil penelitiannya, bahwa tingkat pencemaran Sungai Citarum sudah tergolong berat, seperti yang diungkapkan oleh para peneliti di bawah ini:

• Menurut BPLHD Provinsi Jawa Barat (2001), komponen kegiatan yang berpotensi memberikan kontribusi pencemaran di DAS Citarum Hulu antara lain; Erosi tanah, limbah penduduk, limbah industri, limbah pertanian, perikanan dan peternakan.

• Hasil penelitian BPLHD Provinsi Jawa Barat (2006), Parikesit dkk (2006), Agung dan Paimin (2007) dalam Wikarta dkk (2010) menunjukan tingkat pencemaran sungai Citarum sudah berat dengan kualitas airnya termasuk kategori buruk.

V. DAMPAK TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PERAIRAN WADUK

Berbagai dampak yang telah terjadi dan dirasakan pada lingkungan perairan, khususnya waduk, antara lain adalah:1. Menurut data dari Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Saguling

(2009), status baku mutu air waduk saguling sudah tergolong buruk untuk perikanan. Parameter yang tidak memenuhi standar H2S, NH3, NO2, CL2, DO, Cu dan Zn. Dengan demikian akan berpengaruh negatif terhadap usaha perikanan terutama para pengusaha KJA. Tidak mustahil pada suatu saat akan terjadi pergeseran pola usaha KJA untuk mengantisipasi lingkungan perairan yang semakin memburuk.

2. Usaha KJA di waduk, merupakan sumber mata pencaharian yang sangat diandalkan oleh masyarakat sekitar waduk dalam rangka penyerapan tenaga kerja.

3. Namun usaha KJA yang padat pakan ini, dari sisi lain akan menambah beban limbah terhadap perairan waduk yang sudah tercemar berat dari DAS.

4. Sedimentasi dan pendangkalan badan – badan perairan termasuk waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur seperti halnya terjadi di daerah lain.

5. Eutrofikasi pada badan – badan air semi/stagnant termasuk waduk (Saguling, Cirata, Jatiluhur) yang diakibatkan oleh erosi tanah dan aliran permukaan yang memacu pertumbuhan gulma air (aquatik weeds). Pertumbuhan gulma air (eceng gondok) di waduk Saguling mencapai 15% dari areal yang ada setiap bulannya (Indonesia Power, 2009).

6. Terjadinya percepatan pendangkalan badan – badan air yang semi/stagnant seperti sudah terjadi di waduk Saguling, Cirata, Jatiluhur tidak mustahil kedepan akan mengalami seperti danau-danau lain di Indonesia.

7. Penurunan produktivistas perikanan waduk, seperti yang sudah dialami oleh berbagai waduk/danau di Indonesia.

Tabel 3. Status Mutu Air Waduk Saguling Bagi Perikanan Pada Akhir Tahun 2009.

No. Stasiun

Parameter yang tidak memenuhi syarat

Jumlah Skor

Status Mutu

1b H2S, NH3, NO2-N, CL2, DO, Cu, Zn -64 BURUK

2 H2S, NH3, NO2-N, CL2, DO, Cu -54 BURUK

3 H2S, NH3, NO2-N, CL2, DO, Cu, Zn -54 BURUK

4 H2S, NH3, NO2-N, CL2, DO -38 BURUK

5 H2S, NH3, CL2, DO -26 SEDANG

6 H2S, NO2-N, CL2 -24 SEDANG

7 H2S, NH3, NO2-N, CL2, DO -28 SEDANG

8 H2S, NH3, NO2-N, CL2, DO -34 BURUK

9 H2S, NH3, NO2-N, CL2, DO -44 BURUK

7 89

Page 6: Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

Rata-rata -40 BURUK

Sumber. Indonesia Power, UPB Saguling (2009)Keterangan : baik sekali , skor 0 ; baik, skor 1 s/d -10 sedang , skor -11 s/d -30; buruk , skor ≥ -31

VI. DAMPAK TERHADAP KEGIATAN USAHA PERIKANAN

Berbagai dampak baik yang telah dirasakan pada sektor perikanan saat ini maupun yang akan terjadi di masa mendatang, apabila praktek-praktek pengelolaan DAS tidak banyak mengalami perbaikan dapat diungkapkan antara lain adalah

1. Berkurangnya secara drastis bahkan hilangnya kegiatan-kegiatan usaha perikanan di beberapa sentra produksi perikanan, misalnya di Majalaya, Ciparay, Bojongloa, Cimindi yang dikenal sebagai daerah penghasil ikan, benih ikan, maupun ikan konsumsi yang dulunya menjadi salah satu sumber penghasilan yang sangat diandalkan.

2. Berkurangnya bahkan hilangnya jenis dan populasi ikan di perairan umum (sungai dan rawa).

3. Ada kecenderungan terjadi penurunan produksi dan produktivitas perikanan KJA, seperti yang terjadi di waduk Saguling (tabel dibawah ini).

Tabel 4. Produksi dan Produktivitas Perikanan KJA di Waduk Saguling.

NO. TAHUN PETAKKJA

JUMLAHPENGUSAHA

PRODUKSITON

PRODUKTIVITASKu/Petak/Tahun

1 1985 29 12 74 25,52

2 1986 195 75 652 33,44

3 1987 805 333 1806 22,43

4 1988 1236 482 2554 20,66

5 1989 1351 515 2785 20,61

6 1990 1724 581 3113 18,06

7 1991 1800 601 3658 20,32

8 1992 2075 693 5066 25,43

9 1993 4250 1193 8332 19,60

10 1994 4425 1263 7553 17,07

11 1995 4425 1263 4068 9,19

12 1996 4425 1263 3883 8,78

13 2006 7261 694 2681 2,68

14 2010 12244 1135 3672 3,00

Sumber : UPTD Waduk Saguling, Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat (1996). *)Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung

**) Wikarta dkk (2007).

4. Ada pergeseran pola budidaya ikan dalam KJA dengan mengusahakan jenis-jenis ikan yang relatif tahan terhadap pencemaran seperti ikan nila, patin, lele, gurame, karena ikan-ikan tersebut mempunyai kelenturan yang besar terhadap pencemaran.

5. Revenue Cost Ratio (RCR) dari usaha perikanan KJA pada perairan yang tercemar akan semakin kecil (Wikarta 2010).

Tabel 5. Revenue Cost Ratio (RCR) dari usaha perikanan KJA.

WAKTU STATUSMUTU AIR(1)

POLA TANAMJENIS IKAN

PENDAPATAN BERSIHUS$/Petak/Tahun RCR

Sebelum Tercemar Baik Ikan Mas (2) 332,84 1,20

Sesudah Tercemar

Sedang Ikan Mas (3)

Nila + Mas 96,32

201,25 1,051,14

Buruk Patin (4)

Patin + Patin 73,64

205,66 1,301,40

Sumber : 1) PT Indonesia Power, Unit Pmbangkitan Saguling (2007).

1011

Page 7: Buku Orasi Ilmiah Prof Otong-1

2) Wikarta (1990). 3) Suminartika dkk (2007). 4) Firdaus (2010)

6. Usaha meningkatkan gairah petani pembudidaya ikan KJA yang sudah mulai menurun, pemerintah dan pengusaha harus membantu memperbaiki sistem pemasaran dan teknologi pengolahan hasil.

7. Selama periode tahun 1985-1993, pencapaian target produksi tertinggi terjadi pada tahun 1993 yaitu sebesar 55,6 % dari target produksi 15 ribu ton pertahun. Pada periode ini kualitas perairan masih cukup baik, namun kendalannya adalah input produksi. Pada tahun 1994-2010 produksi turun terus secara drastis sampai ke level terendah sebesar 17,9 %, tidak terealisasinya lebih disebabkan oleh adanya pencemaran sungai Citarum, kualitas perairan sudah tergolong buruk untuk perikanan (Wikarta, 2010).

8. Usaha kedepan dalam rangka mengatasi penurunan produksi perikanan budidaya, salah satu cara yaitu pengembangan usaha penangkapan ikan di waduk melalui introduksi dan restoking jenis-jenis ikan ekonomis, seperti telah dirintis Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat beberapa tahun kebelakang.

9. Untuk mengembangkan perikanan perairan umum khususnya danau/waduk perlu didorong adanya perbaikan teknologi pengolahan hasil yang bisa meningkatkan nilai tambah produksi perikanan dan tidak semata-mata hanya berbasiskan pada produk daging ikan tetapi juga produk lainnya (misalnya telur ikan).

PUSTAKA

Hufschmidt, M. 1985. A Conceptual Framework for Analysis of Watershed Management Activities. Environment and Policy Institute. East-West Center. Honolulu.

Indonesia Power UBP Saguling. 2009. Status Mutu Air Waduk Saguling Bagi Peruntukan Air Baku Minum, Perikanan dan PLTA. Saguling, Jawa Barat.

Mustari, K. 1985. Model dan Simulasi Untuk Perencanaan Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai Bila Walanae Propinsi Sulawesi Selatan (Studi

Kasus Sub DAS Walanae Bagian Hulu). Disertasi Doktor Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor (Tidak dipublikasikan).

Suhara, O. Dj. 1991. Studi Perencanaan Penggunaan Lahan Terpadu dan Kaitannya Dengan Upaya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Citarum Hulu, Jawa Barat). Disertasi Doktor Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor (Tidak dipublikasikan).

Wikarta, E. K., T. P. Sendjaya, Y. Dhahiyat, dan A. Rodjak. (2010). Eksternalitas Pencemaran Sumberdaya Air. Teori dan Aplikasi. UNPAD Press, Bandung.

12

13