BUKU KEHUTANAN
-
Upload
muh-fazlurrahman-k -
Category
Documents
-
view
172 -
download
16
description
Transcript of BUKU KEHUTANAN
KUMPULANPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BIDANG PENYULUHAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANANBADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN
PUSAT PENGEMBANGAN PENYULUHAN KEHUTANAN
Jakarta, 2012
ii
KATA PENGANTAR
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : P.40/Menhut-II/2010 TentangOrganisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, BP2SDMK mempunyai tugasmelaksanakan tugas dibidang Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan.
Seluruh personil pada Instansi Penyelenggara Penyuluhan Kehutanan TingkatPusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota baik pejabat struktural maupun pejabat fungsionalpenyuluh kehutanan dalam menjalankan tugasnya dituntut selalu berlandaskan padaperaturan perundang-undangan yang berlaku.
Buku ini merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang terkait denganpenyuluhan kehutanan. Buku ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pedoman sehinggapelaksanaan penyuluhan dapat berjalan dengan baik dan benar.
Pada kesempatan kali ini, kami menyampaikan ucapkan terima kasih kepada parapihak sehingga buku ini dapat tersusun.
Semoga bermanfaat.
Kepala Pusat
Ir. Erni Mayana, MMNIP. 19580521 198403 2 001
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................
Daftar Isi ................................................................................................................
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya .............................................
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 TentangKehutanan .....................................................................................................
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SistemPenyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan.......................................
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2006 TentangTunjangan Jabatan Fungsional Penyuluhan Kehutanan...............................
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2010 TentangPerpanjangan Batas Usia Pensiun Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang MendudukiJabatan Fungsional Penyuluh Pertanian, Penyuluh Perikanan Dan PenyuluhKehutanan .....................................................................................................
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 TentangPembiayaan, Pembinaan Dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian, PerikananDan Kehutanan..............................................................................................
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 TentangPenelitian Dan Pengembangan, Serta Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan
8. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.41/Menhut-11/2010 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Programa PenyuluhanKehutanan .....................................................................................................
9. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK. 595/Menhut-II/2011 Tentang Komisi Penyuluhan Kehutanan Nasional.............................
10. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK. 14/Menhut-IX/2012 Tentang Penunjukan Ir. Indriastuti, MM. Sebagai Anggota KomisiPenyuluhan Kehutanan Nasional ..................................................................
Halaman
i
iii
1
19
97
133
139
143
159
197
227
231
1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 5 TAHUN 1990
TENTANG
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnyayang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagikehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karenaitu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras,serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesiapada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masakini maupun masa depan;
b. bahwa pembangunan sumber daya alam hayati danekosistemnya pada hakikatnya adalah bagian integral daripembangunan nasional yang berkelanjutan sebagaipengamalan Pancasila;
c. bahwa unsur-unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnyapada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yanglainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dankepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunyaekosistem;
d. bahwa untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alamhayati dapat berlangsung dengan cara sebaik-baiknya, makadiperlukan langkah-langkah konservasi sehingga sumber dayaalam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampumewujudkan keseimbangan serta melekat denganpembangunan itu sendiri;
e. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada dan masihberlaku merupakan produk hukum warisan pemerintah kolonialyang bersifat parsial, sehingga perlu dicabut karena sudahtidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kepentingannasional;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
2
- 2 -
f. bahwa peraturan perundang-undangan produk hukum nasionalyang ada belum menampung dan mengatur secara menyeluruhmengenai konservasi sumber daya alam hayati danekosistemnya;
g. bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas, dipandang perlumenetapkan ketentuan mengenai konservasi sumber dayaalam hayati dan ekosistemnya dalam suatu undang-undang.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (LembaranNegara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3215);
4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RepublikIndonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, TambahanLembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubahdengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (LembaranNegara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3368);
5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan LembaranNegara Nomor 3299).
Dengan persetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASISUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
3
- 3 -
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
1. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri darisumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa)yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhanmembentuk ekosistem.
2. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alamhayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjaminkesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkankualitas keanekaragaman dan nilainya.
3. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balikantara unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantungdan pengaruh mempengaruhi.
4. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup didarat maupun di air.
5. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat,dan atau di air, dan atau di udara.
6. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara,yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.
7. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, danatau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebasmaupun yang dipelihara oleh manusia.
8. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup danberkembang secara alami.
9. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratmaupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasanpengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yangjuga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
10. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
4
- 4 -
kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yangperlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
11. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khasberupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untukkelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
12. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistemunik, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhanunsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian danpendidikan.
13. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistempenyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dansatwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati danekosistemnya.
14. Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistemasli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
15. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksitumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukanasli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
16. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutamadimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Pasal 2
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestariankemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasidan seimbang.
Pasal 3
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakanterwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnyasehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat danmutu kehidupan manusia.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
5
- 5 -
Pasal 4
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawabdan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.
Pasal 5
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
BAB IIPERLINDUNGAN SISTEM PENYANGGA KEHIDUPAN
Pasal 6
Sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayatidan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk.
Pasal 7
Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologisyang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatdan mutu kehidupan manusia.
Pasal 8
(1) Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pemerintahmenetapkan:
a. wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;b. pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;c. pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga
kehidupan.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
6
- 6 -
Pasal 9
(1) Setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan dalam wilayahsistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindunganwilayah tersebut.
(2) Dalam rangka pelaksanaan perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pemerintahmengatur serta melakukan tindakan penertiban terhadap penggunaan danpengelolaan tanah dan hak pengusahaan di perairan yang terletak dalam wilayahperlindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8.
(3) Tindakan penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10
Wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami danatau oleh karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upayarehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan.
BAB IIIPENGAWETAN KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN DAN
SATWA BESERTA EKOSISTEMNYA
Pasal 11
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakanmelalui kegiatan:
a. pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;b. pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Pasal 12
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakandengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
7
- 7 -
Pasal 13
(1) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasansuaka alam.
(2) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan suaka alam dilakukandengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbangmenurut proses alami di habitatnya.
(3) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dilakukandengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untukmenghindari bahaya kepunahan.
BAB IVKAWASAN SUAKA ALAM
Pasal 14
Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 terdiri dari:
a. cagar alam;b. suaka margasatwa.
Pasal 15
Kawasan suaka alam selain mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetankeanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, juga berfungsi sebagaiwilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal8 ayat (1).
Pasal 16
(1) Pengelolaan kawasan suaka alam dilaksanakan oleh Pemerintah sebagai upayapengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penetapan dan pemanfaatan suatuwilayah sebagai kawasan suaka alam dan penetapan wilayah yang berbatasandengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
8
- 8 -
Pasal 17
(1) Di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian danpengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjangbudidaya.
(2) Di dalam suaka margasatwa dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitiandan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatanlainnya yang menunjang budidaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Dalam rangka kerjasama konservasi internasional, khususnya dalam kegiatansebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kawasan suaka alam dan kawasan tertentulainnya dapat ditetapkan sebagai cagar biosfer.
(2) Penetapan suatu kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya sebagai cagarbiosfer diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahanterhadap keutuhan kawasan suaka alam.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kegiatan pembinaanhabitat untuk kepentingan satwa di dalam suaka margasatwa.
(3) Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalamayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam,serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
9
- 9 -
BAB VPENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA
Pasal 20
(1) Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
a. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;b. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)digolongkan dalam:
a. tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;b. tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur denganPeraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Setiap orang dilarang untuk :
a. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara,mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaanhidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam ataudi luar Indonesia.
(2) Setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaanhidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwayang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempatlain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
10
- 10 -
lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagiantersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat laindi dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan ataumemiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.
Pasal 22
(1) Pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapatdilakukan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatanjenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan.
(2) Termasuk dalam penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalahpemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luarnegeri dengan izin Pemerintah.
(3) Pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yangdilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yangdilindungi membahayakan kehidupan manusia.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemasukan tumbuhan dan satwa liar dari luarnegeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Apabila terjadi pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal21, tumbuhan dan satwa tersebut dirampas untuk negara.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi atau bagian-bagiannya yang dirampasuntuk negara dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga-lembagayang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan satwa, kecuali apabila keadaannyasudah tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan sehingga dinilai lebih baikdimusnahkan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
11
- 11 -
Pasal 25
(1) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi hanya dapat dilakukandalam bentuk pemeliharaan atau pengembangbiakan oleh lembaga-lembaga yangdibentuk untuk itu.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
BAB VIPEMANFAATAN SECARA LESTARI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN
EKOSISTEMNYA
Pasal 26
Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukanmelalui kegiatan:
a. pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam;b. pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 27
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetapmenjaga kelestarian fungsi kawasan.
Pasal 28
Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikankelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwaliar.
BAB VIIKAWASAN PELESTARIAN ALAM
Pasal 29
(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 terdiridari:
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
12
- 12 -
a. taman nasional;b. taman hutan raya;c. taman wisata alam.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasanpelestarian alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagaidaerah penyangga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secaralestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 31
(1) Di dalam taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dilakukankegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjangbudidaya, budaya, dan wisata alam.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan tanpa mengurangifungsi pokok masing-masing kawasan.
Pasal 32
Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zonapemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan.
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahanterhadap keutuhan zona inti taman nasional.
(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti tamannasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
(3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zonapemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan tamanwisata alam.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
13
- 13 -
Pasal 34
(1) Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilaksanakanoleh Pemerintah.
(2) Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisataalam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
(3) Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hakpengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dantaman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkankelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, Pemerintah dapatmenghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya,dan taman wisata alam sebagian atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu.
BAB VIIIPEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Pasal 36
(1) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk:a. pengkajian, penelitian dan pengembangan;b. penangkaran;c. perburuan;d. perdagangan;e. peragaan;f. pertukaran;g. budidaya tanaman obat-obatan;h. pemeliharaan untuk kesenangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
14
- 14 -
BAB IXPERAN SERTA RAKYAT
Pasal 37
(1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnyadiarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdayaguna dan berhasil guna.
(2) Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber dayaalam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
BAB XPENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN
Pasal 38
(1) Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang tersebut kepadaPemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
BAB XIPENYIDIKAN
Pasal 39
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga PejabatPegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dantanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi sumber daya alam hayati danekosistemnya, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksuddalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untukmelakukan penyidikan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayatidan ekosistemnya.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
15
- 15 -
(2) Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak mengurangikewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan Undang-undang Nomor 9Tahun 1985 tentang Perikanan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksanaan atas laporan atau keterangan berkenaan dengantindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
b. melakukan pemeriksaaan terhadap orang yang diduga melakukan tindakpidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suakaalam dan kawasan pelestarian alam;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidangkonservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
e. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungandengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati danekosistemnya;
f. membuat dan menandatangani berita acara;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanyatindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainyapenyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melaluiPejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuanPasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIIKETENTUAN PIDANA
Pasal 40
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidanadengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyakRp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
16
- 16 -
(2) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda palingbanyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidanadengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat(3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda palingbanyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah kejahatandan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalahpelanggaran.
BAB XIIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Hutan suaka alam dan taman wisata yang telah ditunjuk dan ditetapkan berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-undang inidianggap telah ditetapkan sebagai kawasan suaka alam dan taman wisata alamberdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 42
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang konservasisumber daya hayati dan ekosistemnya yang telah ada sepanjang tidak bertentangandengan Undang-undang ini, tetap berlaku sampai dikeluarkannya peraturan pelaksanaanyang baru berdasarkan undang-undang ini.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
17
- 17 -
BAB XIVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
1. Ordonansi Perburuan (Jachtordonnantie 1931 Staatsblad 1931 Nummer 133);
2. Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar (Dierenbeschermingsordonnantie1931 Staatsblad 1931 Nummer 134);
3. Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtoddonnantie Java en Madoera 1940Staatsblad 1939 Nummer 733);
4. Ordonansi Perlindungan Alam (Natuurbeschermingsordonnantie 1941 Staatsblad1941 Nummer 167); dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 44
Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Konservasi Hayati.Pasal 45 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang inidengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di JakartaPada tanggal 10 Agustus 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
S O E H A R T O
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
18
Diundangkan di JakartaPada tanggal 10 Agustus 1990
MENTERI/SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 1990 NOMOR 49
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RIKepala Biro Hukum dan Perundang-undangan
ttd
Bambang Kesowo, S.H.,LL.M.
- 18 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
19
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANGKEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang MahaEsa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakankekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaatserbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri,diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijagakelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagigenerasi sekarang maupun generasi mendatang;
b. bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyanggakehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderungmenurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harusdipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secaralestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana,terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat;
c. bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasanmendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peransertamasyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yangberdasarkan pada norma hukum nasional;
d. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentangKetentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran NegaraTahun 1967 Nomor 8) sudah tidak sesuai lagi dengan prinsippenguasaan dan pengurusan hutan, dan tuntutanperkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a, b, c, dan d perlu ditetapkan undang-undangtentang Kehutanan yang baru.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
20
- 2 -
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentangPenyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian,dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan;serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalamKerangka Negara Kesatuan Republ ik Indonesia;
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan DasarPokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (LembaranNegara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3419);
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang PenataanRuang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, TambahanLembaran Negara Nomor 3501);
6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, TambahanLembaran Negara Nomor 3839).
Dengan PersetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEHUTANAN
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
21
- 3 -
BAB IKETENTUAN UMUM
Bagian KesatuPengertian
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.
2. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alamlingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
3. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkanoleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hakatas tanah.
5. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atastanah.
6. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakathukum adat.
7. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokokmemproduksi hasil hutan.
8. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagaiperlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegahbanjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memeliharakesuburan tanah.
9. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yangmempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwaserta ekosistemnya.
10. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yangmempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
22
- 4 -
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayahsistem penyangga kehidupan.
11. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yangmempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan,pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatansecara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
12. Taman buru adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisataberburu.
13. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, sertajasa yang berasal dari hutan.
14. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
15. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidangkehutanan.
Bagian KeduaAsas dan Tujuan
Pasal 2
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan,kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.
Pasal 3
Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yangberkeadilan dan berkelanjutan dengan:
a. menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yangproporsional;
b. mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsilindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial,budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari;
c. meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai;
d. meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
24
- 6 -
(3) Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakathukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.
(4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidakada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada Pemerintah.
Pasal 6
(1) Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a. fungsi konservasi,b. fungsi lindung, danc. fungsi produksi.
(2) Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:
a. hutan konservasi,b. hutan lindung, danc. hutan produksi.
Pasal 7
Hutan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri dari:
a. kawasan hutan suaka alam,b. kawasan hutan pelestarian alam, danc. taman buru.
Pasal 8
(1) Pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus.
(2) Penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus, sebagaimana dimaksud padaayat (1) diperlukan untuk kepentingan umum seperti:
a. penelitian dan pengembangan,b. pendidikan dan latihan, danc. religi dan budaya.
(3) Kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidakmengubah fungsi pokok kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
23
- 5 -
masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungansehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahananterhadap akibat perubahan eksternal; dan
e. menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Bagian KetigaPenguasaan Hutan
Pasal 4
(1) Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yangterkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuranrakyat.
(2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberiwewenang kepada pemerintah untuk:
a. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasanhutan, dan hasil hutan;
b. menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasanhutan sebagai bukan kawasan hutan; dan
c. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang denganhutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
(3) Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat,sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidakbertentangan dengan kepentingan nasional.
BAB IISTATUS DAN FUNGSI HUTAN
Pasal 5
(1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari:
a. hutan negara, danb. hutan hak.
(2) Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa hutanadat.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
26
- 8 -
Pasal 12
Perencanaan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a,meliputi:
a. inventarisasi hutan,b. pengukuhan kawasan hutan,c. penatagunaan kawasan hutan,d. pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dane. penyusunan rencana kehutanan.
Bagian KeduaInventarisasi Hutan
Pasal 13
(1) Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data daninformasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannyasecara lengkap.
(2) Inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surveimengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia,serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
(3) Inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. inventarisasi hutan tingkat nasional,b. inventarisasi hutan tingkat wilayah,c. inventarisasi hutan tingkat daerah aliran sungai, dand. inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan.
(4) Hasil inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat(3) antara lain dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunanneraca sumber daya hutan, penyusunan rencana kehutanan, dan sistem informasikehutanan.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
25
- 7 -
Pasal 9
(1) Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kotaditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan PeraturanPemerintah.
BAB IIIPENGURUSAN HUTAN
Pasal 10
(1) Pengurusan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, bertujuanuntuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestariuntuk kemakmuran rakyat.
(2) Pengurusan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatanpenyelenggaraan:
a. perencanaan kehutanan,b. pengelolaan hutan,c. penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan
kehutanan, dand. pengawasan.
BAB IVPERENCANAAN KEHUTANAN
Bagian KesatuUmum
Pasal 11
(1) Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yangmenjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 3.
(2) Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat,partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
28
- 10 -
Bagian KelimaPembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
Pasal 17
(1) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat:
a. propinsi,b. kabupaten/kota, danc. unit pengelolaan.
(2) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakandengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisidaerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempattermasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan.
(3) Pembentukan unit pengelolaan hutan yang melampaui batas administrasipemerintahan karena kondisi dan karakteristik serta tipe hutan, penetapannya diatursecara khusus oleh Menteri.
Pasal 18
(1) Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutandan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau gunaoptimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakatsetempat.
(2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulaudengan sebaran yang proporsional.
Pasal 19
(1) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintahdengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
(2) Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yangberdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan olehPemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
27
- 9 -
Bagian KetigaPengukuhan Kawasan Hutan
Pasal 14
(1) Berdasarkan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerintahmenyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan.
(2) Kegiatan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan.
Pasal 15
(1) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukanmelalui proses sebagai berikut:
a. penunjukan kawasan hutan,b. penataan batas kawasan hutan,c. pemetaan kawasan hutan, dand. penetapan kawasan hutan.
(2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukandengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.
Bagian KeempatPenatagunaan Kawasan Hutan
Pasal 16
(1) Berdasarkan hasil pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalamPasal 14 dan Pasal 15, pemerintah menyelenggarakan penatagunaan kawasanhutan.
(2) Penatagunaan kawasan hutan meliputi kegiatan penetapan fungsi dan penggunaankawasan hutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
30
- 12 -
(2) Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkanekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan.
(3) Blok-blok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi pada petak-petak berdasarkanintensitas dan efisiensi pengelolaan.
(4) Berdasarkan blok dan petak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),disusun rencana pengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian KetigaPemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan
Pasal 23
Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, bertujuan untukmemperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secaraberkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.
Pasal 24
Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali padahutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional.
Pasal 25
Pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan hutan suaka alam sertataman buru diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
(1) Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatanjasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
(2) Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatankawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasilhutan bukan kayu.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
29
- 11 -
fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
Bagian KeenamPenyusunan Rencana Kehutanan
Pasal 20
(1) Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dandengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan dan kondisi sosial masyarakat,pemerintah menyusun rencana kehutanan.
(2) Rencana kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun menurut jangkawaktu perencanaan, skala geografis, dan menurut fungsi pokok kawasan hutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
BAB VPENGELOLAAN HUTAN
Bagian KesatuUmum
Pasal 21
Pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, meliputikegiatan:
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,c. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dand. perlindungan hutan dan konservasi alam.
Bagian KeduaTata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Pasal 22
(1) Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebihintensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
32
- 14 -
a. perorangan,b. koperasi,c. badan usaha milik swasta Indonesia,d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
(3) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalamPasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:
a. perorangan,b. koperasi,c. badan usaha milik swasta Indonesia,d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
(4) Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28ayat (2) dapat diberikan kepada:
a. perorangan,b. koperasi,c. badan usaha milik swasta Indonesia,d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
(5) Izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalamPasal 28 ayat (2) dapat diberikan kepada:
a. perorangan,b. koperasi.
Pasal 30
Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara,badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperolehizin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu danbukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat.
Pasal 31
(1) Untuk menjamin asas keadilan, pemerataan, dan lestari, maka izin usahapemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutandan aspek kepastian usaha.
(2) Pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PeraturanPemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
31
- 13 -
Pasal 27
(1) Izin usaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2)dapat diberikan kepada:
a. perorangan,b. koperasi.
(2) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26ayat (2), dapat diberikan kepada:
a. perorangan,b. koperasi,c. badan usaha milik swasta Indonesia,d. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
(3) Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26ayat (2), dapat diberikan kepada:
a. perorangan,b. koperasi.
Pasal 28
(1) Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatanjasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutanhasil hutan kayu dan bukan kayu.
(2) Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatankawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasilhutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasilhutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Pasal 29
(1) Izin usaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2)dapat diberikan kepada:
a. perorangan,b. koperasi.
(2) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28ayat (2) dapat diberikan kepada:
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
34
- 16 -
Pasal 36
(1) Pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan,sesuai dengan fungsinya.
(2) Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukansepanjang tidak mengganggu fungsinya.
Pasal 37
(1) Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan,sesuai dengan fungsinya.
(2) Pemanfaatan hutan adat yang berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukansepanjang tidak mengganggu fungsinya.
Pasal 38
(1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatankehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasanhutan lindung.
(2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukantanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
(3) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melaluipemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luasdan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
(4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan polapertambangan terbuka.
(5) Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampakpenting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri ataspersetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 39
Ketentuan pelaksanaan tentang pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutansebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 29, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, danPasal 38 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
33
- 15 -
Pasal 32
Pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban untukmenjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.
Pasal 33
(1) Usaha pemanfaatan hasil hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan,pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan.
(2) Pemanenan dan pengolahan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak boleh melebihi daya dukung hutan secara lestari.
(3) Pengaturan, pembinaan dan pengembangan pengolahan hasil hutan sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 34
Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal8 dapat diberikan kepada:
a. masyarakat hukum adat,b. lembaga pendidikan,c. lembaga penelitian,d. lembaga sosial dan keagamaan.
Pasal 35
(1) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalamPasal 27 dan Pasal 29, dikenakan iuran izin usaha, provisi, dana reboisasi, dandana jaminan kinerja.
(2) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalamPasal 27 dan Pasal 29 wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarianhutan.
(3) Setiap pemegang izin pemungutan hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal27 dan Pasal 29 hanya dikenakan provisi.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
36
- 18 -
dapat meminta pendampingan, pelayanan dan dukungan kepada lembaga swadayamasyarakat, pihak lain atau pemerintah.
Pasal 44
(1) Reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, meliputi usahauntuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusakagar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
(2) Kegiatan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi inventarisasilokasi, penetapan lokasi, perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 45
(1) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) yangmengakibatkan kerusakan hutan, wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasisesuai dengan pola yang ditetapkan pemerintah.
(2) Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan, wajib dilaksanakanoleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.
(3) Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kegiatankehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan penutupan tanah, wajibmembayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian KelimaPerlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Pasal 46
Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan,kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsiproduksi, tercapai secara optimal dan lestari.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
35
- 17 -
Bagian KeempatRehabilitasi dan Reklamasi Hutan
Pasal 40
Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, danmeningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, danperanannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Pasal 41
(1) Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan:
a. reboisasi,b. penghijauan,c. pemeliharaan,d. pengayaan tanaman, ataue. penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada
lahan kritis dan tidak produktif.
(2) Kegiatan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di semuahutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.
Pasal 42
(1) Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik.
(2) Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melaluipendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakanmasyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Setiap orang yang memiliki, mengelola, dan atau memanfaatkan hutan yang kritisatau tidak produktif, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungandan konservasi.
(2) Dalam pelaksanaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
38
- 20 -
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukankayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukankegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
(3) Setiap orang dilarang:
a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutansecara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius ataujarak sampai dengan:
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah
rawa;3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah
dari tepi pantai.
d. membakar hutan;
e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutantanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasaldari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahantambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapibersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secarakhusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patutdiduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasanhutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
37
- 19 -
Pasal 47
Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:
a. mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yangdisebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama,serta penyakit; dan
b. mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atashutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungandengan pengelolaan hutan.
Pasal 48
(1) Pemerintah mengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasanhutan.
(2) Perlindungan hutan pada hutan negara dilaksanakan oleh pemerintah.
(3) Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27dan Pasal 29, serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutansebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan dalam arealkerjanya.
(4) Perlindungan hutan pada hutan hak dilakukan oleh pemegang haknya.
(5) Untuk menjamin pelaksanaan perlindungan hutan yang sebaik-baiknya, masyarakatdiikutsertakan dalam upaya perlindungan hutan.
(6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 49
Pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di arealkerjanya.
Pasal 50
(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
40
- 22 -
BAB VIPENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, PENDIDIKAN DAN LATIHAN SERTA
PENYULUHAN KEHUTANAN
Bagian KesatuUmum
Pasal 52
(1) Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitasyang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari denganiman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitiandan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan yangberkesinambungan.
(2) Dalam penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihanserta penyuluhan kehutanan, wajib memperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi,kearifan tradisional serta kondisi sosial budaya masyarakat.
(3) Dalam penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan,serta penyuluhan kehutanan, pemerintah wajib menjaga kekayaan plasma nutfahkhas Indonesia dari pencurian.
Bagian KeduaPenelitian dan Pengembangan Kehutanan
Pasal 53
(1) Penelitian dan pengembangan kehutanan dimaksudkan untuk mengembangkankemampuan nasional serta budaya ilmu pengetahuan dan teknologi dalampengurusan hutan.
(2) Penelitian dan pengembangan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan kemampuanpengurusan hutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari danpeningkatan nilai tambah hasil hutan.
(3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kehutanan dilakukan olehpemerintah dan dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi, dunia usaha, danmasyarakat.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
39
- 21 -
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, ataumembelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakanserta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalamkawasan hutan; dan
m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liaryang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpaizin dari pejabat yang berwenang.
(4) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan danatau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.
Pasal 51
(1) Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabatkehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisiankhusus.
(2) Pejabat yang diberi wewenang kepolisian khusus sebagaimana dimaksud padaayat (1) berwenang untuk:
a. mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;
b. memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutanhasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;
c. menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkuthutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
d. mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkuthutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
e. dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkankepada yang berwenang; dan
f. membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindakpidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
42
- 24 -
Bagian KeempatPenyuluhan Kehutanan
Pasal 56
(1) Penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilanserta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukungpembangunan kehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa serta sadar akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia.
(2) Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha,dan masyarakat.
(3) Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselenggaranyakegiatan penyuluhan kehutanan.
Bagian KelimaPendanaan dan Prasarana
Pasal 57
(1) Dunia usaha dalam bidang kehutanan wajib menyediakan dana investasi untukpenelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan.
(2) Pemerintah menyediakan kawasan hutan untuk digunakan dan mendukung kegiatanpenelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan.
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut tentang penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan,serta penyuluhan kehutanan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIIPENGAWASAN
Pasal 59
Pengawasan kehutanan dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilaipelaksanaan pengurusan hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai secara maksimal
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
41
- 23 -
(4) Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung peningkatankemampuan untuk menguasai, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmupengetahuan dan teknologi kehutanan.
Pasal 54
(1) Pemerintah bersama-sama dengan dunia usaha dan masyarakat mempublikasikanhasil penelitian dan pengembangan kehutanan serta mengembangkan sisteminformasi dan pelayanan hasil penelitian dan pengembangan kehutanan.
(2) Pemerintah wajib melindungi hasil penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kehutanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Izin melakukan penelitian kehutanan di Indonesia dapat diberikan kepada penelitiasing dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian KetigaPendidikan dan Latihan Kehutanan
Pasal 55
(1) Pendidikan dan latihan kehutanan dimaksudkan untuk mengembangkan danmeningkatkan kualitas sumberdaya manusia kehutanan yang terampil, profesional,berdedikasi, jujur serta amanah dan berakhlak mulia.
(2) Pendidikan dan latihan kehutanan bertujuan untuk membentuk sumber dayamanusia yang menguasai serta mampu memanfaatkan dan mengembangkan ilmupengetahuan dan teknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari, didasariiman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
(3) Penyelenggaraan pendidikan dan latihan kehutanan dilakukan oleh pemerintah,dunia usaha, dan masyarakat.
(4) Pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung terselengaranyapendidikan dan latihan kehutanan, dalam rangka meningkatkan kuantitas dankualitas sumber daya manusia.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
44
- 26 -
BAB VIIIPENYERAHAN KEWENANGAN
Pasal 66
(1) Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagiankewenangan kepada pemerintah daerah.
(2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud padaayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangkapengembangan otonomi daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
BAB IXMASYARAKAT HUKUM ADAT
Pasal 67
(1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakuikeberadaannya berhak:
a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan;
b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlakudan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan
c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
(2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
43
- 25 -
dan sekaligus merupakan umpan balik bagi perbaikan dan atau penyempurnaanpengurusan hutan lebih lanjut.
Pasal 60
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan.
(2) Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan kehutanan.
Pasal 61
Pemerintah berkewajiban melakukan pengawasan terhadap pengurusan hutan yangdiselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Pasal 62
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan terhadappengelolaan dan atau pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
Pasal 63
Dalam melaksanakan pengawasan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah berwenang melakukan pemantauan, memintaketerangan, dan melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan hutan.
Pasal 64
Pemerintah dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaanhutan yang berdampak nasional dan internasional.
Pasal 65
Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan kehutanan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
46
- 28 -
(2) Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatandi bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna.
(3) Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat pemerintah dan pemerintahdaerah dapat dibantu oleh forum pemerhati kehutanan.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIGUGATAN PERWAKILAN
Pasal 71
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan ataumelaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupanmasyarakat.
(2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas padatuntutan terhadap pengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 72
Jika diketahui bahwa masyarakat menderita akibat pencemaran dan atau kerusakanhutan sedemikian rupa sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat, maka instansipemerintah atau instansi pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kehutanandapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
Pasal 73
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan hutan, organisasi bidangkehutanan berhak mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarianfungsi hutan.
(2) Organisasi bidang kehutanan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tegas menyebutkan
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
45
- 27 -
BAB XPERANSERTA MASYARAKAT
Pasal 68
(1) Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan.
(2) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat:
a. memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasikehutanan;
c. memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan;dan
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutananbaik langsung maupun tidak langsung.
(3) Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karenahilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhikebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
(4) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas tanahmiliknya sebagai akibat dari adanya penetapan kawasan hutan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 69
(1) Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara dan menjaga kawasan hutandari gangguan dan perusakan.
(2) Dalam melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat meminta pendampingan,pelayanan, dan dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain, ataupemerintah.
Pasal 70
(1) Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di bidang kehutanan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
47
- 29 -
tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan;dan
c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
BAB XIIPENYELESAIAN SENGKETA KEHUTANAN
Pasal 74
(1) Penyelesaian sengketa kehutanan dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luarpengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan,maka gugatan melalui pengadilan dapat dilakukan setelah tidak tercapai kesepakatanantara para pihak yang bersengketa.
Pasal 75
(1) Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindakpidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
(2) Penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan dimaksudkan untuk mencapaikesepakatan mengenai pengembalian suatu hak, besarnya ganti-rugi, dan ataumengenai bentuk tindakan tertentu yang harus dilakukan untuk memulihkan fungsihutan.
(3) Dalam penyelesaian sengketa kehutanan di luar pengadilan sebagaimana dimaksudpada ayat (2) dapat digunakan jasa pihak ketiga yang ditunjuk bersama oleh parapihak dan atau pendampingan organisasi non pemerintah untuk membantupenyelesaian sengketa kehutanan.
Pasal 76
(1) Penyelesaian sengketa kehutanan melalui pengadilan dimaksudkan untukmemperoleh putusan mengenai pengembalian suatu hak, besarnya ganti rugi, danatau tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh pihak yang kalah dalam sengketa.
(2) Selain putusan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud padaayat (1), pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas keterlambatanpelaksanaan tindakan tertentu tersebut setiap hari.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
48
- 30 -
BAB XIIIPENYIDIKAN
Pasal 77
(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawaiNegeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengurusanhutan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalamKitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1),berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yangberkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan,dan hasil hutan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidanayang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;
c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutanatau wilayah hukumnya;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yangmenyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku;
e. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungandengan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasilhutan;
f. menangkap dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidikKepolisian Negara Republik Indonesia sesuai Kitab Undang-undang HukumAcara Pidana;
g. membuat dan menanda-tangani berita acara;
h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanyatindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
(3) Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannyakepada penuntut umum, sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
49
- 31 -
BAB XIVKETENTUAN PIDANA
Pasal 78
(1) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (1) atau Pasal 50 ayat (2), diancam dengan pidana penjara palinglama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyarrupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjarapaling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00(lima milyar rupiah).
(3) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (limabelas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(4) Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratusjuta rupiah).
(5) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (3) huruf e atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyarrupiah).
(6) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 ayat (3) huruf g, diancam dengan pidana penjarapaling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00(lima milyar rupiah).
(7) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
(8) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50ayat (3) huruf i, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dandenda pal ing banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
50
- 32 -
(9) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (3) huruf j, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(10) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (3) huruf k, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(11) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (3) huruf l, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahundan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(12) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 50 ayat (3) huruf m, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(13) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) adalah kejahatan, dantindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (12) adalah pelanggaran.
(14) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat(3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha,tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidanamasing-masing ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.
(15) Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasukalat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaransebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.
Pasal 79
(1) Kekayaan negara berupa hasil hutan dan barang lainnya baik berupa temuan danatau rampasan dari hasil kejahatan atau pelanggaran sebagaimana dimaksuddalam Pasal 78 dilelang untuk Negara.
(2) Bagi pihak-pihak yang berjasa dalam upaya penyelamatan kekayaan Negarasebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan insentif yang disisihkan dari hasillelang yang dimaksud.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
51
- 33 -
BAB XVGANTI RUGI DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 80
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam undang-undang ini, dengantidak mengurangi sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78, mewajibkankepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengantingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada Negara, untuk biayarehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.
(2) Setiap pemegang izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasalingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan, atau izin pemungutan hasil hutanyang diatur dalam undang-undang ini, apabila melanggar ketentuan di luar ketentuanpidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 dikenakan sanksi administratif.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 81
Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini dinyatakan tetap berlakuberdasarkan undang-undang ini.
Pasal 82
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang kehutananyang telah ada, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, tetap berlakusampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang berdasarkan undang-undang ini.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
52
BAB XVIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 83
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini maka dinyatakan tidak berlaku:
1. Boschordonnantie Java en Madoera 1927, Staatsblad Tahun 1927 Nomor 221,sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 168, terakhirdiubah dengan Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor2823).
Pasal 84
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang inidengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta,Pada tanggal 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
- 34 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
53
- 35 -
Diundangkan di JakartaPada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 1999 NOMOR 167
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RIKepala Biro Peraturan Perundang-undangan I,
ttd.
LAMBOCK V. NAHATTANDS
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
54
PENJELASANATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 41 TAHUN 1999
TENTANGKEHUTANAN
UMUM
Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepadabangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya wajib disyukuri.Karunia yang diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurusdan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudanrasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupandan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupunekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola,dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakatIndonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutantelah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijagakelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbanglingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangatpenting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.
Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusionalyang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnyadikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, makapenyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan,berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harusdilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan,keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat.
Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi Negara memberiwewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yangberkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutandan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
55
- 2 -
antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatanhukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untukmemberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidangkehutanan. Namun demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat penting, berskala danberdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah harus memperhatikan aspirasi rakyatmelalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budayadan manfaat ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luaskawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yangproporsional.
Sumberdaya hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri,sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan merupakankomoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapatnilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.Upaya pengolahan hasil hutan tersebut tidak boleh mengakibatkan rusaknya hutansebagai sumber bahan baku industri. Agar selalu terjaga keseimbangan antarakemampuan penyediaan bahan baku dengan industri pengolahannya, makapengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diaturoleh menteri yang membidangi kehutanan. Pemanfaatan hutan tidak terbatas hanyaproduksi kayu dan hasil hutan bukan kayu, tetapi harus diperluas dengan pemanfaatanlainnya seperti plasma nutfah dan jasa lingkungan, sehingga manfaat hutan lebihoptimal.
Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakankunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaanhutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak danmelibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi padaseluruh potensi sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahandaerah, maka pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasionaldiserahkan kepada pemerintah daerah tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota,sedangkan pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenangpengaturannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
Mengantisipasi perkembangan aspirasi masyarakat, maka dalam undang-undang inihutan di Indonesia digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negaraialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
56
- 3 -
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, termasuk di dalamnya hutan-hutan yangsebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga,atau sebutan lainnya. Dimasukkannya hutan-hutan yang dikuasai oleh masyarakathukum adat dalam pengertian hutan negara, adalah sebagai konsekuensi adanya hakmenguasai dan mengurus oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyatdalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakathukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya,dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan. Sedangkanhutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanahmenurut ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan DasarPokok-Pokok Agraria, seperti hak milik, hak guna usaha dan hak pakai.
Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan bagikesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutandapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dankerentanannya, serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutandan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungsikonservasi, lindung dan produksi. Untuk menjaga keberlangsungan fungsi pokok hutandan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi serta reklamasi hutan dan lahan,yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkanpemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga peranserta masyarakatmerupakan inti keberhasilannya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis danyang paling penting adalah agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi. Untukmenjaga kualitas lingkungan maka di dalam pemanfaatan hutan sejauh mungkindihindari terjadinya konversi dari hutan alam yang masih produktif menjadi hutantanaman.
Pemanfaatan hutan dilakukan dengan pemberian izin pemanfaatan kawasan, izinpemanfaatan jasa lingkungan, izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan izin pemanfaatanhasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Disampingmempunyai hak memanfaatkan, pemegang izin harus bertanggung jawab atas segalamacam gangguan terhadap hutan dan kawasan hutan yang dipercayakan kepadanya.
Dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat yang berkeadilan, maka usaha kecil,menengah, dan koperasi mendapatkan kesempatan seluas-luasnya dalam pemanfaatanhutan. Badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), danbadan usaha milik swasta Indonesia (BUMS Indonesia) serta koperasi yangmemperoleh izin usaha dibidang kehutanan, wajib bekerja sama dengan koperasimasyarakat setempat dan secara bertahap memberdayakannya untuk menjadi unit
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
57
- 4 -
usaha koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional sehingga setara dengan pelakuekonomi lainnya.
Hasil pemanfaatan hutan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan,merupakan bagian dari penerimaan negara dari sumber daya alam sektorkehutanan, dengan memperhatikan perimbangan pemanfaatannya untuk kepentinganpemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selain kewajiban untuk membayar iuran,provisi maupun dana reboisasi, pemegang izin harus pula menyisihkan dana investasiuntuk pengembangan sumber daya manusia, meliputi penelitian dan pengembangan,pendidikan dan latihan serta penyuluhan; dan dana investasi pelestarian hutan.
Untuk menjamin status, fungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan dilakukan upayaperlindungan hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkanoleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit.Termasuk dalam pengertian perlindungan hutan adalah mempertahankan dan menjagahak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan dan hasil hutanserta investasi dan perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitasbercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari dengan iman dantaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian danpengembangan, pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan yangberkesinambungan. Namun demikian dalam penyelenggaraan pengembangan sumberdaya manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, wajib memperhatikan kearifantradisional serta kondisi sosial budaya masyarakat.
Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ingindicapai, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasankehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasanpelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehinggamasyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan daninformasi kehutanan.
Selanjutnya dalam undang-undang ini dicantumkan ketentuan pidana, ganti rugi,sanksi administrasi, dan penyelesaian sengketa terhadap setiap orang yang melakukanperbuatan melanggar hukum dibidang kehutanan. Dengan sanksi pidana danadministrasi yang besar diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi pelanggarhukum di bidang kehutanan. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugasdan tanggung jawabnya meliputi pengurusan hutan, diberi wewenang khusus sebagaipenyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana(KUHAP).
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
58
- 5 -
Dari uraian tersebut di atas, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, ternyata belum cukup memberikan landasan hukum bagiperkembangan pembangunan kehutanan, oleh karena itu dipandang perlu menggantiundang-undang tersebut sehingga dapat memberikan landasan hukum yang lebih kokohdan lengkap bagi pembangunan kehutanan saat ini dan masa yang akan datang.
Undang-undang ini mencakup pengaturan yang luas tentang hutan dan kehutanan,termasuk sebagian menyangkut konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.Dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, maka semua ketentuan yang telah diaturdalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tersebut tidak diatur lagi dalam undang-undang ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, dimaksudkan agarsetiap pelaksanaan penyelenggaraan kehutanan memperhatikan keseimbangandan kelestarian unsur lingkungan, sosial dan budaya, serta ekonomi.
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan kerakyatan dan keadilan, dimaksudkanagar setiap penyelenggaraan kehutanan harus memberikan peluang dan kesempatanyang sama kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya, sehinggadapat meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat. Oleh karena itu, dalam pemberianwewenang pengelolaan atau izin pemanfaatan hutan harus dicegah terjadinyapraktek monopoli, monopsoni, oligopoli, dan oligopsoni.
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan kebersamaan, dimaksudkan agar dalampenyelenggaraan kehutanan menerapkan pola usaha bersama sehingga terjalinsaling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antara masyarakatsetempat dengan BUMN atau BUMD, dan BUMS Indonesia, dalam rangkapemberdayaan usaha kecil, menengah, dan koperasi.
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan keterbukaan dimaksudkan agar setiapkegiatan penyelenggaraan kehutanan mengikutsertakan masyarakat danmemperhatikan aspirasi masyarakat.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
59
- 6 -
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan keterpaduan, dimaksudkan agar setiappenyelenggaraan kehutanan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikankepentingan nasional, sektor lain, dan masyarakat setempat.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kekayaan alam yang terkandung di dalamnya" adalahsemua benda hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13.
Hasil hutan tersebut dapat berupa:
a. hasil nabati beserta turunannya seperti kayu, bambu, rotan, rumput-rumputan, jamur-jamur, tanaman obat, getah-getahan, dan lain-lain, sertabagian dari tumbuh-tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhandi dalam hutan;
b. hasil hewani beserta turunannya seperti satwa liar dan hasilpenangkarannya, satwa buru, satwa elok, dan lain-lain hewan, sertabagian-bagiannya atau yang dihasilkannya;
c. benda-benda non hayati yang secara ekologis merupakan satu kesatuanekosistem dengan benda-benda hayati penyusun hutan, antara lainberupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk benda-benda tambang;
d. jasa yang diperoleh dari hutan antara lain berupa jasa wisata, jasakeindahan dan keunikan, jasa perburuan, dan lain- lain;
e. hasil produksi yang langsung diperoleh dari hasil pengolahan bahan-bahan mentah yang berasal dari hutan, yang merupakan produksi primerantara lain berupa kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, dan pulp.
Benda-benda tambang yang berada di hutan juga dikuasai oleh negara, tetapitidak diatur dalam undang-undang ini, namun pemanfaatannya mengikutiperaturan yang berlaku dengan tetap memperhatikan undang-undang ini.
Pengertian "dikuasai" bukan berarti "dimiliki", melainkan suatu pengertianyang mengandung kewajiban-kewajiban dan wewenang-wewenang dalambidang hukum publik sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) undang-undang ini.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
60
- 7 -
Ayat (2)
Pelaksanaan kewenangan pemerintah yang menyangkut hal-hal yang bersifatsangat penting, strategis, serta berdampak nasional dan internasional, dilakukandengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan wilayah tertentu adalah wilayah bukan kawasanhutan, yang dapat berupa hutan atau bukan hutan.
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Hutan negara dapat berupa hutan adat, yaitu hutan negara yang diserahkanpengelolaannya kepada masyarakat hukum adat (rechtsgemeenschap). Hutanadat tersebut sebelumnya disebut hutan ulayat, hutan marga, hutan pertuanan,atau sebutan lainnya.
Hutan yang dikelola masyarakat hukum adat dimasukkan di dalam pengertianhutan negara sebagai konsekuensi adanya hak menguasai oleh negarasebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat pada tingkatan yang tertinggidan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan dimasukkannya hutan adat dalam pengertian hutan negara, tidakmeniadakan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masihada dan diakui keberadaannya, untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan.
Hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraandesa disebut hutan desa.
Hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakanmasyarakat disebut hutan kemasyarakatan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
61
- 8 -
Hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebuthutan rakyat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Pada umumnya semua hutan mempunyai fungsi konservasi, lindung, danproduksi.
Setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda sesuai dengankeadaan fisik, topografi, flora dan fauna, serta keanekaragaman hayati danekosistemnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan fungsi pokok hutan adalah fungsi utama yang diembanoleh suatu hutan.
Pasal 7
Kawasan hutan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam undang- undang inimerupakan bagian dari kawasan suaka alam yang diatur dalam Undang-undangNomor 5 Tahun 1990 yang berada pada kawasan hutan.
Kawasan hutan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam undang-undangini merupakan bagian dari kawasan pelestarian alam yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 yang berada pada kawasan hutan.
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 yang mengaturtentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam berlaku bagi kawasanhutan suaka alam dan kawasan hutan pelestarian alam yang diatur dalam undang-undang ini.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
62
- 9 -
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tujuan khusus adalah penggunaan hutan untukkeperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, sertakepentingan-kepentingan religi dan budaya setempat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Hutan kota dapat berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayahperkotaan dengan luasan yang cukup dalam suatu hamparan lahan.Wilayah perkotaan merupakan kumpulan pusat-pusat pemukiman yangberperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau wilayah nasionalsebagai simpul jasa atau suatu bentuk cir i kehidupan kota.Dengan demikian wilayah perkotaan tidak selalu sama dengan wilayahadministratif pemerintahan kota.
Ayat (2)
Peraturan pemerintah tentang kebijaksanaan teknis pembangunan hutan kotamemuat aturan antara lain:
a. tipe hutan kota,b. bentuk hutan kota,c. perencanaan dan pelaksanaan,d. pembinaan dan pengawasan,e. luas proporsional hutan kota terhadap luas wilayah, jumlah penduduk,
tingkat pencemaran, dan lain-lain.
Peraturan pemerintah ini merupakan pedoman dalam penetapan peraturandaerah.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
63
- 10 -
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Dalam pelaksanaan di lapangan, kegiatan pengukuhan kawasan hutan tidak selaluharus mendahului kegiatan penatagunaan hutan, karena pengukuhan kawasanhutan yang luas akan memerlukan waktu lama.
Agar diperoleh kejelasan fungsi hutan pada salah satu bagian tertentu, makakegiatan penatagunaan hutan dapat dilaksanakan setidak-tidaknya setelah adapenunjukan.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Inventarisasi hutan tingkat nasional menjadi acuan pelaksanaan inventarisasitingkat yang lebih rendah.
Inventarisasi untuk semua tingkat, dilaksanakan terhadap hutan negara maupunhutan hak.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan neraca sumber daya hutan adalah suatu informasiyang dapat menggambarkan cadangan sumber daya hutan, kehilangan danpenggunaan sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat diketahuikecenderungannya, apakah surplus atau defisit jika dibandingkan denganwaktu sebelumnya.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
64
- 11 -
Ayat (5)
Inventarisasi hutan merupakan bagian dari perencanaan kehutanan, sehinggamateri pengaturannya akan dirangkum dalam peraturan pemerintah yangmengatur tentang perencanaan kehutanan.
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. tata cara,b. mekanisme pelaksanaan,c. pengawasan dan pengendalian, dand. sistem informasi.
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatan persiapan pengukuhan kawasanhutan, antara lain berupa:
a. pembuatan peta penunjukan yang bersifat arahan tentang batas luar;b. pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong-lorong
batas;c. pembuatan parit batas pada lokasi-lokasi rawan; dand. pengumuman tentang rencana batas kawasan hutan, terutama di lokasi-
lokasi yang berbatasan dengan tanah hak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
65
- 12 -
Ayat (3)
Penatagunaan hutan merupakan bagian dari perencanaan kehutanan, sehinggamateri pengaturannya dirangkum dalam peraturan pemerintah yang mengaturtentang perencanaan kehutanan. Peraturan pemerintah dimaksud antara lainmemuat kriteria atau persyaratan hutan dan kawasan hutan sesuai denganfungsi pokoknya.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan wilayah pengelolaan hutan tingkat propinsi adalahseluruh hutan dalam wilayah propinsi yang dapat dikelola secara lestari.
Yang dimaksud dengan wilayah pengelolaan hutan tingkat kabupaten/kotaadalah seluruh hutan dalam wilayah kabupaten/kota yang dapat dikelolasecara lestari.
Yang dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutanterkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secaraefisien dan lestari, antara lain kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL),kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), kesatuan pengelolaan hutankonservasi (KPHK), kesatuan pengelolaan hutan kemasyarakatan (KPHKM),kesatuan pengelolaan hutan adat (KPHA), dan kesatuan pengelolaan daerahaliran sungai (KPDAS).
Ayat (2)
Dalam penetapan pembentukan wilayah pengelolaan tingkat unit pengelolaan,juga harus mempertimbangkan hubungan antara masyarakat dengan hutan,aspirasi, dan kearifan tradisional masyarakat.
Pembentukan unit pengelolaan hutan didasarkan pada kriteria dan tata carayang ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penutupan hutan (forest coverage) adalah penutupan
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
66
- 13 -
lahan oleh vegetasi dengan komposisi dan kerapatan tertentu, sehingga dapattercipta fungsi hutan antara lain iklim mikro, tata air, dan tempat hidup satwasebagai satu ekosistem hutan.
Yang dimaksud dengan optimalisasi manfaat adalah keseimbangan antaramanfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi secara lestari.
Ayat (2)
Dengan mempertimbangkan bahwa Indonesia merupakan negara tropis yangsebagian besar mempunyai curah dan intensitas hujan yang tinggi, sertamempunyai konfigurasi daratan yang bergelombang, berbukit, dan bergunungyang peka akan gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi,sedimentasi, serta kekurangan air, maka ditetapkan luas kawasan hutan dalamsetiap daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau, minimal 30% (tiga puluhpersen) dari luas daratan. Selanjutnya pemerintah menetapkan luas kawasanhutan untuk setiap propinsi dan kabupaten/kota berdasarkan kondisi biofisik,iklim, penduduk, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, bagi propinsi dan kabupaten/kotayang luas kawasan hutannya di atas 30% (tiga puluh persen), tidak bolehsecara bebas mengurangi luas kawasan hutannya dari luas yang telahditetapkan. Oleh sebab itu luas minimal tidak boleh dijadikan dalih untukmengkonversi hutan yang ada, melainkan sebagai peringatan kewaspadaanakan pentingnya hutan bagi kualitas hidup masyarakat. Sebaliknya, bagipropinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya kurang dari 30%(tiga puluh persen), perlu menambah luas hutannya.
Pasal 19
Ayat (1)
Penelitian terpadu dilaksanakan untuk menjamin obyektivitas dan kualitashasil penelitian, maka kegiatan penelitian diselenggarakan oleh lembagapemerintah yang mempunyai kompetensi dan memiliki otoritas ilmiah (scientificauthority) bersama-sama dengan pihak lain yang terkait.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "berdampak penting dan cakupan yang luas sertabernilai strategis", adalah perubahan yang berpengaruh terhadap kondisibiofisik seperti perubahan iklim, ekosistem, dan gangguan tata air, serta
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
67
- 14 -
dampak sosial ekonomi masyarakat bagi kehidupan generasi sekarang dangenerasi yang akan datang.
Ayat (3)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. kriteria fungsi hutan,b. cakupan luas,c. pihak-pihak yang melaksanakan penelitian, dand. tata cara perubahan.
Pasal 20
Ayat (1)
Dalam menyusun rencana kehutanan di samping mengacu pada Pasal 13sebagai acuan pokok, harus diperhatikan juga Pasal 11, Pasal 14, Pasal 16,Pasal 17, dan Pasal 18.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penyusunan rencana kehutanan merupakan bagian dari perencanaankehutanan. Peraturan pemerintah tentang perencanaan kehutanan memuataturan antara lain:
a. jenis-jenis rencana,b. tata cara penyusunan rencana kehutanan,c. sistim perencanaan,d. proses perencanaan,e. koordinasi, danf. penilaian.
Pasal 21
Hutan merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu pengelolaanhutan dilaksanakan dengan dasar akhlak mulia untuk sebesar-besar kemakmuranrakyat. Dengan demikian pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan harusmemperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi masyarakat,serta memperhatikan hak-hak rakyat, dan oleh karena itu harus melibatkanmasyarakat setempat.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
68
- 15 -
Pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah dan ataupemerintah daerah. Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial danlingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan masyarakatluas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan secara khusus, maka pelaksanaanpengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada BUMN yangbergerak di bidang kehutanan, baik berbentuk perusahaan umum (Perum),perusahaan jawatan (Perjan), maupun perusahaan perseroan (Persero), yangpembinaannya di bawah Menteri.
Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lembagapenunjang antara lain lembaga keuangan yang mendukung pembangunan kehutanan,lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan latihan, sertalembaga penyuluhan.
Pasal 22
Ayat (1)
Tata hutan merupakan kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, yangdalam pelaksanaannya memperhatikan hak-hak masyarakat setempat, yanglahir karena kesejarahannya, dan keadaan hutan.
Tata hutan mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuaidengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya, dengantujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakatsecara lestari.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pembagian blok ke dalam petak dimaksudkan untuk mempermudah administrasipengelolaan hutan dan dapat memberikan peluang usaha yang lebih besarbagi masyarakat setempat.
Intensitas pengelolaan adalah tingkat keragaman pengelolaan hutan sesuaidengan fungsi dan kondisi masing-masing kawasan hutan.
Efisiensi pengelolaan adalah pelaksanaan pengelolaan hutan untuk mencapaisuatu sasaran yang optimal dan ekonomis dengan cara sederhana.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
69
- 16 -
Ayat (4)
Penyusunan rencana pengelolaan hutan dilaksanakan dengan memperhatikanaspirasi, nilai budaya masyarakat, dan kondisi lingkungan.
Ayat (5)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. pengaturan tentang tata cara penataan hutan,b. penggunaan hutan,c. jangka waktu, dand. pertimbangan daerah.
Pasal 23
Hutan sebagai sumber daya nasional harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagimasyarakat sehingga tidak boleh terpusat pada seseorang, kelompok, atau golongantertentu. Oleh karena itu, pemanfaatan hutan harus didistribusikan secara berkeadilanmelalui peningkatan peran serta masyarakat, sehingga masyarakat semakin berdayadan berkembang potensinya.
Manfaat yang optimal bisa terwujud apabila kegiatan pengelolaan hutan dapatmenghasilkan hutan yang berkualitas tinggi dan lestari.
Pasal 24
Hutan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnyamempunyai kekhasan tumbuhan dan atau satwa serta ekosistemnya, yang perludilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Kawasan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyaiekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuanpenelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, danrekreasi alam.
Kawasan taman nasional ditata ke dalam zona sebagai berikut:
a. zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dantidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia;
b. zona rimba adalah bagian kawasan taman nasional yang berfungsi sebagaipenyangga zona inti; dan
c. zona pemanfaatan adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikanpusat rekreasi dan kunjungan wisata.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
70
- 17 -
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah segala bentuk usaha yangmenggunakan kawasan dengan tidak mengurangi fungsi utama kawasan,seperti:
a. budidaya jamur,b. penangkaran satwa, danc. budidaya tanaman obat dan tanaman hias.
Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung adalah bentuk usaha yangmemanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan danmengurangi fungsi utamanya, seperti:
d. pemanfaatan untuk wisata alam,e. pemanfaatan air, danf. pemanfaatan keindahan dan kenyamanan.
Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan lindung adalah segalabentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusakfungsi utama kawasan, seperti:
g. mengambil rotan,h. mengambil madu, dani. mengambil buah.
Usaha pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaranmasyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanahuntuk mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagigenerasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Ayat (2)
Cukup jelas
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
72
- 19 -
Kegiatan pemungutan meliputi pemanenan, penyaradan, pengangkutan,pengolahan, dan pemasaran yang diberikan untuk jangka waktu tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dimaksudkan agar masyarakatyang tinggal di dalam dan di sekitar hutan merasakan dan mendapatkan manfaathutan secara langsung, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitashidup mereka, serta sekaligus dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki. Dalamkerjasama tersebut kearifan tradisional dan nilai-nilai keutamaan, yang terkandungdalam budaya masyarakat dan sudah mengakar, dapat dijadikan aturan yangdisepakati bersama.
Kewajiban BUMN, BUMD, dan BUMS Indonesia bekerjasama dengan koperasibertujuan untuk memberdayakan koperasi masyarakat setempat agar secarabertahap dapat menjadi koperasi yang tangguh, mandiri, dan profesional.
Koperasi masyarakat setempat yang telah menjadi koperasi tangguh, mandiri, danprofesional diperlakukan setara dengan BUMN, BUMD, dan BUMS Indonesia.
Dalam hal koperasi masyarakat setempat belum terbentuk, BUMN, BUMD, danBUMS Indonesia turut mendorong segera terbentuknya koperasi tersebut.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan aspek kelestarian hutan meliputi:
a. kelestarian lingkungan,b. kelestarian produksi, danc. terselenggaranya fungsi sosial dan budaya yang adil merata dan
transparan.
Yang dimaksud dengan aspek kepastian usaha meliputi:
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
71
- 18 -
Pasal 27
Ayat (1)
Izin usaha pemanfaatan kawasan yang dilaksanakan oleh perorangan,masyarakat setempat, atau koperasi dapat bekerjasama dengan BUMN,BUMD, atau BUMS Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dilaksanakan untuk memanfaatkanruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial, danmanfaat ekonomi yang optimal, misalnya budidaya tanaman di bawah tegakanhutan.
Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi adalah segala bentukusaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusaklingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
Pemanfaatan hasil hutan pada hutan produksi dapat berupa usaha pemanfaatanhutan alam dan usaha pemanfaatan hutan tanaman.
Usaha pemanfaatan hutan tanaman dapat berupa hutan tanaman sejenis danatau hutan tanaman berbagai jenis.
Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutanyang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam.
Tanaman yang dihasilkan dari usaha pemanfaatan hutan tanaman merupakanaset yang dapat dijadikan agunan.
Izin pemungutan hasil hutan di hutan produksi diberikan untuk mengambilhasil hutan baik berupa kayu maupun bukan kayu, dengan batasan waktu,luas, dan atau volume tertentu, dengan tetap memperhatikan azas lestari danberkeadilan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
74
- 21 -
Pasal 34
Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus adalah pengelolaan dengantujuan-tujuan khusus seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan,serta untuk kepentingan sosial budaya dan penerapan teknologi tradisional(indigenous technology). Untuk itu dalam pelaksanaannya harus memperhatikansejarah perkembangan masyarakat dan kelembagaan adat (indigenous institution),serta kelestarian dan terpeliharanya ekosistem.
Pasal 35
Ayat (1)
Iuran izin usaha pemanfaatan hutan adalah pungutan yang dikenakan kepadapemegang izin usaha pemanfaatan hutan atas suatu kawasan hutan tertentu,yang dilakukan sekali pada saat izin tersebut diberikan. Besarnya iuran tersebutditentukan dengan tarif progresif sesuai luas areal.
Provisi sumber daya hutan adalah pungutan yang dikenakan sebagai penggantinilai instrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.
Dana reboisasi adalah dana yang dipungut dari pemegang izin usahapemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangkareboisasi dan rehabilitasi hutan. Dana tersebut digunakan hanya untukmembiayai kegiatan reboisasi dan rehabilitasi serta kegiatan pendukungnya.
Dana jaminan kinerja adalah dana milik pemegang izin usaha pemanfaatanhutan, sebagai jaminan atas pelaksanaan izin usahanya, yang dapat dicairkankembali oleh pemegang izin apabila kegiatan usahanya dinilai memenuhiketentuan usaha pemanfaatan hutan secara lestari.
Ayat (2)
Dana investasi pelestarian hutan adalah dana yang diarahkan untuk membiayaisegala jenis kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menjamin kelestarianhutan, antara lain biaya konservasi, biaya perlindungan hutan, dan biayapenanganan kebakaran hutan. Dana tersebut dikelola oleh lembaga yangdibentuk oleh dunia usaha bidang kehutanan bersama Menteri. Pengelolaandana dan operasionalisasi lembaga tersebut di bawah koordinasi danpengawasan Menteri.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
73
- 20 -
d. kepastian kawasan,e. kepastian waktu usaha, danf. kepastian jaminan hukum berusaha.
Untuk mewujudkan asas keadilan, pemerataan dan lestari, serta kepastianusaha, maka perlu diadakan penataan ulang terhadap izin usaha pemanfaatanhutan.
Ayat (2)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
g. pembatasan luas,h. pembatasan jumlah izin usaha, dani. penataan lokasi usaha.
Pasal 32
Khusus bagi pemegang izin usaha pemanfaatan berskala besar, selain diwajibkanuntuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya, jugamempunyai kewajiban untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan di sekitarhutan tempat usahanya.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengolahan hasil hutan adalah pengolahan hulu hasilhutan.
Ayat (3)
Untuk menjaga keseimbangan penyediaan bahan baku hasil hutan terhadappermintaan bahan baku industri hulu pengolahan hasil hutan, maka pengaturan,pembinaan, dan pengembangan industri pengolahan hulu hasil hutan diaturoleh Menteri.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
76
- 23 -
Pasal 38
Ayat (1)
Kepentingan pembangunan di luar kehutanan yang dapat dilaksanakan didalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi ditetapkan secara selektif.Kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan seriusdan mengakibatkan hilangnya fungsi hutan yang bersangkutan, dilarang.
Kepentingan pembangunan di luar kehutanan adalah kegiatan untuk tujuanstrategis yang tidak dapat dielakkan, antara lain kegiatan pertambangan,pembangunan jaringan listrik, telepon, dan instalasi air, kepentingan religi,serta kepentingan pertahanan keamanan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pada prinsipnya di kawasan hutan tidak dapat dilakukan pola pertambanganterbuka. Pola pertambangan terbuka dimungkinkan dapat dilakukan di kawasanhutan produksi dengan ketentuan khusus dan secara selektif.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 39
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. tata cara pemberian izin,b. pelaksanaan usaha pemanfaatan,c. hak dan kewajiban, dand. pengendalian dan pengawasan.
Pasal 40
Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan secara bertahap, dalam upaya pemulihanserta pengembangan fungsi sumber daya hutan dan lahan, baik fungsi produksimaupun fungsi lindung dan konservasi.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
75
- 22 -
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. tata cara pengenaan,b. tata cara pembayaran,c. tata cara pengelolaan,d. tata cara penggunaan, dane. tata cara pengawasan dan pengendalian.
Pasal 36
Ayat (1)
Pemanfaatan hutan hak yang mempunyai fungsi produksi, dapat dilakukankegiatan untuk memproduksi hasil hutan sesuai potensi dan daya dukunglahannya.
Ayat (2)
Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi lindung dan konservasi, dilaksanakansesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal26. Pemerintah memberikan kompensasi kepada pemegang hutan hak, apabilahutan hak tersebut diubah menjadi kawasan hutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 37
Ayat (1)
Terhadap hutan adat diperlakukan kewajiban-kewajiban sebagaimana dikenakanterhadap hutan negara, sepanjang hasil hutan tersebut diperdagangkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
78
- 25 -
Ayat (3)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. pengaturan daerah aliran sungai prioritas,b. penyusunan rencana,c. koordinasi antar sektor tingkat pusat dan daerah,d. peranan pihak-pihak terkait, dane. penggunaan dan pemilihan jenis-jenis tanaman dan teknologi.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dukungan pemerintah dapat berupa bantuan teknis, dana, penyuluhan, bibittanaman, dan lain-lain, sesuai dengan keperluan dan kemampuan pemerintah.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. teknik,b. tata cara,c. pembiayaan,d. organisasi,e. penilaian, danf. pengendalian dan pengawasan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
77
- 24 -
Upaya meningkatkan daya dukung serta produktivitas hutan dan lahan dimaksudkanagar hutan dan lahan mampu berperan sebagai sistem penyangga kehidupan,termasuk konservasi tanah dan air, dalam rangka pencegahan banjir dan pencegahanerosi.
Pasal 41
Ayat (1)
Kegiatan reboisasi dan penghijauan merupakan bagian rehabilitasi hutan danlahan. Kegiatan reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan hutan, sedangkankegiatan penghi jauan di laksanakan di luar kawasan hutan.
Rehabilitasi hutan dan lahan diprioritaskan pada lahan kritis, terutama yangterdapat di bagian hulu daerah aliran sungai, agar fungsi tata air sertapencegahan terhadap banjir dan kekeringan dapat dipertahankan secaramaksimal.
Rehabilitasi hutan bakau dan hutan rawa perlu mendapat perhatian yangsama sebagaimana pada hutan lainnya.
Ayat (2)
Pada cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatanrehabilitasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan,dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya.
Pasal 42
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kondisi spesifik biofisik adalah keadaan flora yangsecara spesifik cocok pada suatu kawasan atau habitat tertentu sehinggakeberadaannya mendukung ekosistem kawasan hutan yang akan direhabilitasi.
Penerapan teknik rehabilitasi hutan dan lahan harus mempertimbangkan lokasispesifik, sehingga perubahan ekosistem dapat dicegah sedini mungkin.
Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan dengan mengikutsertakanmasyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
80
- 27 -
Ayat (3)
Kewajiban melindungi hutan oleh pemegang izin meliputi pengamanan hutandari kerusakan akibat perbuatan manusia, ternak, dan kebakaran.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. prinsip-prinsip perlindungan hutan,b. wewenang kepolisian khusus,c. tata usaha peredaran hasil hutan, dand. pemberian kewenangan operasional kepada daerah.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan orang adalah subyek hukum baik orang pribadi, badanhukum, maupun badan usaha.
Prasarana perlindungan hutan misalnya pagar-pagar batas kawasan hutan,ilaran api, menara pengawas, dan jalan pemeriksaan.
Sarana perlindungan hutan misalnya alat pemadam kebakaran, tanda larangan,dan alat angkut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kerusakan hutan adalah terjadinya perubahan fisik,sifat fisik, atau hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut terganggu atautidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
79
- 26 -
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perubahan permukaan tanah adalah berubahnyabentang alam pada kawasan hutan.
Yang dimaksud dengan perubahan penutupan tanah adalah berubahnya jenis-jenis vegetasi yang semula ada pada kawasan hutan.
Ayat (4)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. pola, teknik, dan metode,b. pembiayaan,c. pelaksanaan, dand. pengendalian dan pengawasan.
Pasal 46
Fungsi konservasi alam berkaitan dengan: konservasi sumber daya alam hayatidan ekosistemnya, konservasi tanah, konservasi air, serta konservasi udara; diatursesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ber laku.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
82
- 29 -
atau daerah yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk memberikanizin.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
a. Yang dimaksud dengan penyelidikan umum adalah penyelidikansecara geologi umum atau geofisika di daratan, perairan, dan dariudara, dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atauuntuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian.
b. Yang dimaksud dengan eksplorasi adalah segala penyelidikangeologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti dan lebihseksama adanya bahan galian dan sifat letakannya.
c. Yang dimaksud dengan eksploitasi adalah kegiatan menambanguntuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "dilengkapi bersama-sama" adalah bahwa padasetiap pengangkutan, penguasaan, atau pemilikan hasil hutan, padawaktu dan tempat yang sama, harus disertai dan dilengkapi surat-suratyang sah sebagai bukti.
Apabila antara isi dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan tersebuttidak sama dengan keadaan fisik baik jenis, jumlah, maupun volumenya,maka hasil hutan tersebut dinyatakan tidak mempunyai surat-surat yangsah sebagai bukti.
Huruf i
Pejabat yang berwenang menetapkan tempat-tempat yang khusus untukkegiatan penggembalaan ternak dalam kawasan hutan.
Huruf j
Yang dimaksud dengan alat-alat berat untuk mengangkut, antara lainberupa traktor, buldozer, truk, logging truck, trailer, crane, tongkang,perahu klotok, helikopter, jeep, tugboat, dan kapal.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
81
- 28 -
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolahtanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yangberwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untukusaha lainnya.
Yang dimaksud dengan menggunakan kawasan hutan adalahmemanfaatkan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yangberwenang, antara lain untuk wisata, penggembalaan, perkemahan, ataupenggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan.
Yang dimaksud dengan menduduki kawasan hutan adalah menguasaikawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antaralain untuk membangun tempat pemukiman, gedung, dan bangunanlainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaankawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang.
Huruf c
Secara umum jarak tersebut sudah cukup baik untuk mengamankankepentingan konservasi tanah dan air. Pengecualian dari ketentuantersebut dapat diberikan oleh Menteri, dengan memperhatikan kepentinganmasyarakat.
Huruf d
Pada prinsipnya pembakaran hutan dilarang.
Pembakaran hutan secara terbatas diperkenankan hanya untuk tujuankhusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain pengendaliankebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit, serta pembinaanhabitat tumbuhan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran secara terbatastersebut harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang.
Huruf e
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat pusat
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
84
- 31 -
Plasma nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuanilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional.
Pencurian plasma nutfah adalah mengambil atau memanfaatkan plasmanutfah secara tidak sah atau tanpa izin.
Pasal 53
Ayat (1)
Budaya IPTEK adalah kesadaran akan pentingnya IPTEK yang diartikulasikandalam sikap dan perilaku masyarakat, yang secara konsisten mau dan mampumemahami, menguasai, menciptakan, menerapkan, dan mengembangkanIPTEK dalam kehidupan seharihari.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pemerintah adalah lembaga penelitian danpengembangan (Litbang) departemen yang bertanggung jawab di bidangkehutanan bersama-sama lembaga penelit ian nondepartemen.
Yang dimaksud dengan perguruan tinggi adalah perguruan tinggi negeri danswasta.
Yang dimaksud dengan dunia usaha adalah unit litbang BUMN, BUMD, danBUMS Indonesia.
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah perorangan atau kelompok, antaralain pondok pesantren, lembaga keagamaan lainnya, atau lembaga swadayamasyarakat.
Ayat (4)
Untuk mendorong dan menciptakan kondisi yang kondusif, pemerintahmelakukan inisiatif dan koordinasi bagi terselenggaranya penelitian danpengembangan, antara lain melalui kebijakan yang berorientasi pada penciptaaninsentif dan disinsentif yang memadai.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
83
- 30 -
Huruf k
Tidak termasuk dalam ketentuan ini adalah masyarakat yang membawaalat-alat seperti parang, mandau, golok, atau yang sejenis lainnya, sesuaidengan tradisi budaya serta karakteristik daerah setempat.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Ayat (4)
Undang-undang yang mengatur tentang ketentuan mengeluarkan, membawa,dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi adalahUndang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya AlamHayati dan Ekosistemnya.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penguasaan ilmu pengetahuandan teknologi (IPTEK) memiliki peran yang sangat menentukan dalammewujudkan hutan yang lestari.
Ayat (2)
Kearifan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia merupakankekayaan kultural, baik berupa seni dan atau teknologi maupun nilai-nilai yangtelah menjadi tradisi atau budaya masyarakat.
Kekayaan tersebut merupakan modal sosial untuk peningkatan danpengembangan kualitas SDM dan penguasaan IPTEK kehutanan.
Ayat (3)
Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupaorgan utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta jasad renik.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
86
- 33 -
Ayat (4)
Mengingat penyelenggaraan pendidikan dan latihan kehutanan tidak hanyadilaksanakan oleh pemerintah, maka peran serta dunia usaha dan masyarakatsangat diperlukan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah harus mengambilinisiatif dan melakukan koordinasi dalam mendorong dan menciptakan situasiyang kondusif.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Mengingat penyelenggaraan penyuluhan kehutanan tidak dapat dilaksanakanhanya oleh pemerintah, maka peran serta dunia usaha dan masyarakat sangatdiperlukan. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah harus mengambilinisiatif dan melakukan koordinasi dalam mendorong dan menciptakan situasiyang kondusif.
Pasal 57
Ayat (1)
Untuk penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan,serta penyuluhan kehutanan, diperlukan biaya yang cukup besar danberkelanjutan, guna percepatan pengembangan kualitas SDM dan penguasaanIPTEK untuk mengejar ketinggalan selama ini. Oleh karena itu diperlukandana investasi yang memadai. Untuk mengelola dana tersebut, dunia usahabidang kehutanan bersama Menteri membentuk lembaga. Pengelolaan danadan operasionalisasi lembaga tersebut di bawah koordinasi dan pengawasanMenteri.
Ayat (2)
Penyediaan kawasan hutan dimaksudkan untuk dijadikan lokasi penelitiandan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, serta
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
85
- 32 -
Pasal 54
Ayat (1)
Pemerintah mengembangkan hasil-hasil penelitian dalam bidang kehutananmenjadi paket teknologi tepat guna, untuk dimanfaatkan oleh masyarakatdalam upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha pemanfaatandan pengelolaan hutan.
Ayat (2)
Untuk menjamin keberlanjutan inovasi, penemuan, dan pengembangan IPTEK,diperlukan jaminan hukum bagi para penemunya untuk dapat memperolehmanfaat dari hasil temuannya.
Yang dimaksud melindungi adalah melindungi dari pencurian terhadap hakpaten, hak cipta, merk, atau jenis hak lainnya yang menjadi hak istimewa yangdimiliki oleh peneliti atau lembaga Litbang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Semua upaya pemanfaatan dan pengembangan IPTEK hendaknya merupakanmanifestasi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diarahkan untukkepentingan manusia sebagai makhluk individu dan mahluk sosial.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah perorangan atau kelompok, antaralain pondok pesantren, lembaga keagamaan lainnya, atau lembaga swadayamasyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga internasional.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
88
- 35 -
pencurian kayu, penyelundupan kayu, perambahan hutan, dan penambangandalam hutan tanpa izin.
Yang dimaksud dengan berdampak internasional adalah pengelolaan hutan yangmempunyai dampak terhadap hubungan internasional, misalnya kebakaran hutan,labelisasi produk hutan, penelitian dan pengembangan, kegiatan penggundulanhutan, serta berbagai pelanggaran terhadap konvensi internasional.
Pasal 65
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. tata cara dan mekanisme pengawasan,b. kelembagaan pengawasan,c. obyek pengawasan, dand. tindak lanjut pengawasan.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kewenangan yang diserahkan adalah pelaksanaan pengurusan hutan yangbersifat operasional.
Ayat (3) Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. jenis-jenis urusan yang kewenangannya diserahkan,b. tatacara dan tata hubungan kerja,c. mekanisme pertanggungjawaban, dand. pengawasan dan pengendalian.
Pasal 67
Ayat (1)
Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut kenyataannyamemenuhi unsur antara lain:
a. masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);b. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
87
- 34 -
pengembangan usaha guna memberdayakan lembaga penelitian, pendidikandan latihan serta penyuluhan kehutanan.
Pasal 58
Peraturan Pemerintah memuat aturan antara lain:
a. kelembagaan,b. tata cara kerjasama,c. perizinan,d. pengaturan tenaga peneliti asing,e. pendanaan dan pemberdayaan,f. pengaturan, pengelolaan kawasan hutan, penelitian dan pengembangan,
pendidikan dan latihan, serta penyuluhan,g. sistem informasi, danh. pengawasan dan pengendalian.
Pasal 59
Yang dimaksud dengan pengawasan kehutanan adalah pengawasan ketaatanaparat penyelenggara dan pelaksana terhadap semua ketentuan peraturanperundang-undangan di bidang kehutanan.
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Yang dimaksud dengan berdampak nasional adalah kegiatan pengelolaan hutanyang mempunyai dampak terhadap kehidupan bangsa, misalnya penebangan liar,
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
90
- 37 -
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memelihara dan menjaga, adalah mencegah danmenanggulangi terjadinya pencurian, kebakaran hutan, gangguan ternak,perambahan, pendudukan, dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dankonservasi, masyarakat dapat meminta pendampingan, pelayanan dandukungan dalam bentuk bantuan teknis, pelatihan, serta bantuan pembiayaan.
Pendampingan dimungkinkan karena adanya keuntungan sosial sepertipengendalian banjir dan kekeringan, pencegahan erosi, serta pemantapankondisi tata air.
Keberadaan lembaga swadaya masyarakat dimaksudkan sebagai mitrasehingga terbentuk infrastruktur sosial yang kuat, mandiri, dan dinamis.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Forum pemerhati kehutanan merupakan mitra pemerintah dan pemerintahdaerah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengurusan hutandan berfungsi merumuskan dan mengelola persepsi, aspirasi, dan inovasimasyarakat sebagai masukan bagi pemerintah dalam rangka perumusankebijakan.
Keanggotaan forum antara lain terdiri dari organisasi profesi kehutanan,lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kehutanan, tokoh-tokoh masyarakat, serta pemerhati kehutanan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
89
- 36 -
c. ada wilayah hukum adat yang jelas;d. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang
masih ditaati; dane. masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Ayat (2)
Peraturan daerah disusun dengan mempertimbangkan hasil penelitian parapakar hukum adat, aspirasi masyarakat setempat, dan tokoh masyarakat adatyang ada di daerah yang bersangkutan, serta instansi atau pihak lain yangterkait.
Ayat (3)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
f. tata cara penelitian,g. pihak-pihak yang diikutsertakan,h. materi penelitian, dani. kriteria penilaian keberadaan masyarakat hukum adat.
Pasal 68
Ayat (1)
Dalam pengertian menikmati kualitas lingkungan, termasuk untuk memperolehmanfaat sosial dan budaya bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan disekitar hutan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Perubahan status atau fungsi hutan dapat berpengaruh pada putusnyahubungan masyarakat dengan hutan atau bahkan kemungkinan menyebabkanhilangnya mata pencaharian mereka.
Agar perubahan status dan fungsi hutan dimaksud tidak menimbulkankesengsaraan, maka pemerintah bersama pihak penerima izin usahapemanfaatan hutan berkewajiban untuk mengupayakan kompensasi yangmemadai, antara lain dalam bentuk mata pencaharian baru dan keterlibatandalam usaha pemanfaatan hutan di sekitarnya.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
92
- 39 -
Yang dimaksud dengan pejabat pegawai negeri sipil tertentu meliputi pejabatpegawai negeri sipil di tingkat pusat maupun daerah yang mempunyai tugasdan tanggung jawab dalam pengurusan hutan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Menangkap dan menahan orang yang diduga atau sepatutnya dapatdiduga melakukan tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasanhutan, dan hasil hutan.
Dalam rangka menjaga kelancaran tugas di wilayah-wilayah kerja tertentu,maka penerapan koordinasi dengan pihak POLRI dilaksanakan dengantetap mengacu KUHAP dan disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Penghentian penyidikan wajib diberitahukan kepada penyidik POLRI danpenuntut umum.
Ayat (3)
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikankepada pejabat penyidik POLRI, dan hasil penyidikan diserahkan kepada
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
91
- 38 -
Ayat (4)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. kelembagaan,b. bentuk-bentuk peran serta, danc. tata cara peran serta.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tindakan tertentu adalah tindakan yang harus dilakukanoleh pihak yang kalah sesuai keputusan pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalahUndang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
94
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Ayat (14)
Yang termasuk badan hukum dan atau badan usaha, antara lain perseroanterbatas, perseroan komanditer (comanditer venootschaap), firma, koperasi,dan sejenisnya.
Ayat (15)
Yang termasuk alat angkut, antara lain kapal, tongkang, truk, trailer, ponton,tugboat, perahu layar, helikopter, dan lain-lain.
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sanksi administratif yang dikenakan antara lain berupa denda, pencabutanizin, penghentian kegiatan, dan atau pengurangan areal.
Ayat (3)
Peraturan pemerintah memuat aturan antara lain:
a. ketentuan-ketentuan ganti rugi dan sanksi administratif,
- 41 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
93
- 40 -
penuntut umum melalui pejabat penyidik POLRI. Hal itu dimaksudkan untukmemberikan jaminan bahwa hasil penyidikannya telah memenuhi ketentuandan persyaratan.
Mekanisme hubungan koordinasi antara pejabat penyidik pegawai negeri sipildengan pejabat penyidik POLRI dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Selain pidana penjara dan denda kepada terpidana, pelanggaran terhadapPasal 50 ayat (3) huruf d, juga dapat dikenakan hukuman pidana tambahan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Ketentuan pidana yang dikenakan pada ayat ini merupakan pelanggaranterhadap kegiatan yang pada umumnya dilakukan oleh rakyat. Oleh karenaitu sanksi pidana yang diberikan relatif ringan dan diarahkan untuk pembinaan.
Ayat (9)
Cukup jelas
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
95
- 42 -b. bentuk-bentuk sanksi, danc. pengawasan pelaksanaan.
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
ï PENDAHULUANï BAB I, KETENTUAN UMUMï BAB II, STATUS DAN FUNGSI HUTANï BAB III, PENGURUSAN HUTANï BAB IV, PERENCANAAN KEHUTANANï BAB V, PENGELOLAAN HUTANï BAB VI, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, PENDIDIKAN DAN
LATIHAN SERTA PENYULUHAN KEHUTANANï BAB VII, PENGAWASANï BAB VIII, PENYERAHAN KEWENANGANï BAB IX, MASYARAKAT HUKUM ADATï BAB X, PERAN SERTA MASYARAKATï BAB XI, GUGATAN PERWAKILANï BAB XII, PENYELESAIAN SENGKETA KEHUTANANï BAB XIII, PENYIDIKANï BAB XIV, KETENTUAN PIDANAï BAB XV, GANTI RUGI DAN SANKSI ADMINISTRATIFï BAB XVI, KETENTUAN PERALIHANï BAB XVII, KETENTUAN PENUTUPï PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 1999
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
96
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 16 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskankehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umummerupakan hak asasi warga negara Republik Indonesia;
b. bahwa pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutananyang berkelanjutan merupakan suatu keharusan untukmemenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri;memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha;meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya petani, pekebun,peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, danmasyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan;mengentaskan masyarakat dari kemiskinan khususnya diperdesaan; meningkatkan pendapatan nasional; serta menjagakelestarian lingkungan;
c. bahwa untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian,perikanan, dan kehutanan, diperlukan sumber daya manusiayang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial,kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelakupembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan mampumembangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdayasaing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikanhutan dan lingkungan hidup sejalan dengan prinsippembangunan berkelanjutan;
d. bahwa untuk mewujudkan sebagaimana dimaksud dalam hurufa, huruf b, dan huruf c, pemerintah berkewajibanmenyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian, perikanan,dan kehutanan;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
97
- 2 -e. bahwa pengaturan penyuluhan pertanian, perikanan, dan
kehutanan dewasa ini masih tersebar dalam berbagai peraturanperundang-undangan sehingga belum dapat memberikan dasarhukum yang kuat dan lengkap bagi penyelenggaraanpenyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, huruf c,huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentangSistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, dan Pasal 33 Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
danPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG UNDANG TENTANG SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN,PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya disebutsistem penyuluhan adalah seluruh rangkaian pengembangan kemampuan,pengetahuan, keterampilan, serta sikap pelaku utama dan pelaku usaha melaluipenyuluhan.
2. Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhanadalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar merekamau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengaksesinformasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
98
- 3 -untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dankesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkunganhidup.
3. Pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakanyang selanjutnya disebut pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usahahulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumberdaya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, denganbantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkanmanfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
4. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan danpemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan, mulaidari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakandalam suatu sistem bisnis perikanan.
5. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnyaberada di dalam lingkungan perairan.
6. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasanhutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu dan berkelanjutan.
7. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan olehpemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
8. Pelaku utama kegiatan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnyadisebut pelaku utama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan,petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, besertakeluarga intinya.
9. Masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan adalah penduduk yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki kesatuan komunitas sosialdengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnyadapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
10. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya ataukorporasi yang mengelola usaha di bidang pertanian, wanatani, minatani, agropasture,penangkaran satwa dan tumbuhan, di dalam dan di sekitar hutan, yang meliputiusaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang.
11. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang melakukanusaha perkebunan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
99
- 4 -12. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang melakukan
usaha peternakan.
13. Nelayan adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang matapencahariannya atau kegiatan usahanya melakukan penangkapan ikan.
14. Pembudi daya ikan adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasiyang melakukan usaha pembudidayaan ikan.
15. Pengolah ikan adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yangmelakukan usaha pengolahan ikan.
16. Pelaku usaha adalah perorangan warganegara Indonesia atau korporasi yangdibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan,dan kehutanan.
17. Kelembagaan petani, pekebun, peternak nelayan, pembudi daya ikan, pengolahikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan adalah lembaga yangditumbuhkembangkan dari, oleh, dan untuk pelaku utama.
18. Penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, atau penyuluh kehutanan, baik penyuluhPNS, swasta, maupun swadaya, yang selanjutnya disebut penyuluh adalahperorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan.
19. Penyuluh pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut penyuluh PNS adalahpegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secarapenuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian,perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan.
20. Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembagayang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan.
21. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan wargamasyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadipenyuluh.
22. Materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang akan disampaikan oleh parapenyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yangmeliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dankelestarian lingkungan.
23. Programa penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnyadisebut programa penyuluhan adalah rencana tertulis yang disusun secara sistematis
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
100
- 5 -untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendali pencapaian tujuanpenyuluhan.
24. Rekomendasi adalah pemberian persetujuan terhadap teknologi yang akan digunakansebagai materi penyuluhan.
25. Kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yangmempunya i tugas dan fungs i menye lenggarakan penyu luhan.
26. Komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yang selanjutnya disebutKomisi Penyuluhan adalah kelembagaan independen yang dibentuk pada tingkatpusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang terdiri atas para pakar dan/atau praktisiyang mempunyai keahlian dan kepedulian dalam bidang penyuluhan ataupembangunan perdesaan .
27. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, menteri yangbertanggung jawab di bidang perikanan, atau menteri yang bertanggung jawab dibidang kehutanan.
28. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden RepublikIndonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945.
29. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerahsebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
30. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalahkesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenanguntuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkanasal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistemPemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB IIASAS, TUJUAN, DAN FUNGSI
Pasal 2
Penyuluhan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan,keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan,pemerataan, dan bertanggung gugat.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
101
- 6 -Pasal 3
Tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusiadan peningkatan modal sosial, yaitu:
a. memperkuat pengembangan pertanian, perikanan, serta kehutanan yang maju danmodern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan;
b. memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuanmelalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembanganpotensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan sertafasilitasi;
c. memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif,efektif, efisien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, berswadaya, bermitra sejajar,kesetaraan gender, berwawasan luas ke depan, berwawasan lingkungan, danbertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan pertanian,perikanan, dan kehutanan;
d. memberikan perlindungan , keadilan, dan kepastian hukum bagi pelaku utama danpelaku usaha untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta bagi penyuluhdalam melaksanakan penyuluhan; dan
e. mengembangkan sumber daya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai pelakudan sasaran utama pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Pasal 4
Fungsi sistem penyuluhan meliputi:
a. memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;
b. mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumberinformasi, teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkanusahanya;
c. meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelakuutama dan pelaku usaha;
d. membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkanorganisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif,menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
102
- 7 -e. membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan
tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha;
f. menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarianfungsi lingkungan; dan
g. melembagakan nilai -nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutananyang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
BAB IIISASARAN PENYULUHAN
Pasal 5
(1) Pihak yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utamadan sasaran antara.
(2) Sasaran utama penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha.
(3) Sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputikelompok atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan, dan kehutanan sertagenerasi muda dan tokoh masyarakat.
BAB IVKEBIJAKAN DAN STRATEGI
Pasal 6
(1) Kebijakan penyuluhan ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuaidengan kewenangannya dengan memperhatikan asas dan tujuan sistem penyuluhan.
(2) Dalam menetapkan kebijakan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Pemerintah dan pemerintah daerah memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. penyuluhan dilaksanakan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunanpertanian, perikanan, dan kehutanan; dan
b. penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama dan/atauwarga masyarakat lainnya sebagai mitra Pemerintah dan pemerintah daerah,baik secara sendiri -sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secaraterintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkat administrasi pemerintahan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
103
- 8 -(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan penyuluhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri, gubernur, ataubupati/walikota.
Pasal 7
(1) Strategi penyuluhan disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintahdaerah sesuai dengan kewenangannya yang meliputi metode pendidikan orangdewasa; penyuluhan sebagai gerakan masyarakat; penumbuhkembangan dinamikaorganisasi dan kepemimpinan; keadilan dan kesetaraan gender; dan peningkatankapasitas pelaku utama yang profesional.
(2) Dalam menyusun strategi penyuluhan, Pemerintah dan pemerintah daerahmemperhatikan kebijakan penyuluhan yang ditetapkan berdasarkan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dengan melibatkan pemangku kepentingandi bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai strategi penyuluhan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
BAB VKELEMBAGAAN
Bagian KesatuKelembagaan Penyuluhan
Pasal 8
(1) Kelembagaan penyuluhan terdiri atas:
a. kelembagaan penyuluhan pemerintah;b. kelembagaan penyuluhan swasta; danc. kelembagaan penyuluhan swadaya.
(2) Kelembagaan penyuluhan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a:
a. pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan;b. pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan;c. pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan; dand. pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
104
- 9 -(3) Kelembagaan penyuluhan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat dibentuk oleh pelaku usaha dengan memperhatikan kepentingan pelakuutama serta pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan setempat.
(4) Kelembagaan penyuluhan swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufc dapat dibentuk atas dasar kesepakatan antara pelaku utama dan pelaku usaha.
(5) Kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan berbentuk pos penyuluhandesa/kelurahan yang bersifat nonstruktural.
Pasal 9
(1) Badan penyuluhan pada tingkat pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat(2) huruf a mempunyai tugas:
a. menyusun kebijakan nasional, programa penyuluhan nasional, standardisasidan akreditasi tenaga penyuluh, sarana dan prasarana, serta pembiayaanpenyuluhan;
b. menyelenggarakan pengembangan penyuluhan, pangkalan data, pelayanan,dan jaringan informasi penyuluhan;
c. melaksanakan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan dan evaluasi,serta alokasi dan distribusi sumber daya penyuluhan;
d. melaksanakan kerja sama penyuluhan nasional, regional, dan internasional;dan
e. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.
(2) Badan Penyuluhan pada tingkat pusat bertanggung jawab kepada menteri.
(3) Untuk melaksanakan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan optimalisasi kinerjapenyuluhan pada tingkat pusat, diperlukan wadah koordinasi penyuluhan nasionalnonstruktural yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan presiden.
Pasal 10
(1) Untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan, menteri dibantu oleh KomisiPenyuluhan Nasional.
(2) Komisi Penyuluhan Nasional mempunyai tugas memberikan masukan kepadamenteri sebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
105
- 10 -(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Penyuluhan Nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
Pasal 11
(1) Badan Koordinasi Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)huruf b mempunyai tugas;
a. melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasi partisipasi,advokasi masyarakat dengan melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusiterkait, perguruan tinggi, dan sasaran penyuluhan;
b. menyusun kebijakan dan programa penyuluhan provinsi yang sejalan dengankebijakan dan programa penyuluhan nasional;
c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pelakuutama dan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan memberikanumpan balik kepada pemerintah daerah; dan
d. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swasta.
(2) Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat provinsi diketuai oleh gubernur.
(3) Untuk menunjang kegiatan Badan Koordinasi Penyuluhan pada tingkat provinsidibentuk sekretariat, yang dipimpin oleh seorang pejabat setingkat eselon IIa, yangpembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan gubernur.
Pasal 12
(1) Untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi, gubernur dibantuoleh Komisi Penyuluhan Provinsi.
(2) Komisi Penyuluhan Provinsi bertugas memberikan masukan kepada gubernursebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan provinsi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Penyuluhan Provinsi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan gubernur.
Pasal 13
(1) Badan pelaksana penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) hurufc bertugas:
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
106
- 11 -a. menyusun kebijakan dan programa penyuluhan kabupaten/kota yang sejalan
dengan kebijakan dan programa penyuluhan provinsi dan nasional;
b. melaksanakan penyuluhan dan mengembangkan mekanisme, tata kerja, danmetode penyuluhan;
c. melaksanakan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, dan penyebaranmateri penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
d. melaksanakan pembinaan pengembangan kerja sama, kemitraan, pengelolaankelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaanpenyuluhan;
e. menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatanbagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan
f. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS, swadaya, dan swastamelalui proses pembelajaran secara berkelanjutan .
(2) Badan pelaksana penyuluhan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh pejabatsetingkat eselon II dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota, yangpembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota.
Pasal 14
(1) Untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan kabupaten/kota, bupati/walikotadibantu oleh Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota.
(2) Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota mempunyai tugas memberikan masukankepada bupati/walikota sebagai bahan penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhankabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan bupati/walikota.
Pasal 15
(1) Balai Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d mempunyaitugas:
a. menyusun programa penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan denganprograma penyuluhan kabupaten/kota;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
107
- 12 -
b. melaksanakan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan;
c. menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi,pembiayaan, dan pasar;
d. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama danpelaku usaha;
e. memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya, danpenyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan
f. melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembanganmodel usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha.
(2) Balai Penyuluhan berfungsi sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelakuutama, dan pelaku usaha.
(3) Balai Penyuluhan bertanggung jawab kepada badan pelaksana penyuluhanKabupaten/Kota yang pembentukannya diatur lebih lanjut dengan peraturanbupati/walikota.
Pasal 16
(1) Pos penyuluhan desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5)merupakan unit kerja nonstruktural yang dibentuk dan dikelola secara partisipatifoleh pelaku utama.
(2) Pos penyuluhan berfungsi sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama,dan pelaku usaha untuk:
a. menyusun programa penyuluhan;
b. melaksanakan penyuluhan di desa/kelurahan;
c. menginventarisasi permasalahan dan upaya pemecahannya;
d. melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembanganmodel usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
e. menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaanpelaku utama dan pelaku usaha;
f. melaksanakan kegiatan rembuk, pertemuan teknis, temu lapang, dan metodepenyuluhan lain bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
108
- 13 -
g. memfasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan, serta pelatihan bagipelaku utama dan pelaku usaha; dan
h. memfasilitasi forum penyuluhan perdesaan.
Pasal 17
Kelembagaan penyuluhan swasta dan/atau swadaya sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 ayat (1) huruf b dan huruf c mempunyai tugas:
a. menyusun perencanaan penyuluhan yang terintegrasi dengan programa penyuluhan;
b. melaksanakan pertemuan dengan penyuluh dan pelaku utama sesuai dengankebutuhan;
c. membentuk forum, jaringan, dan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha;
d. melaksanakan kegiatan rembug, pertemuan teknis, lokakarya lapangan, serta temulapang pelaku utama dan pelaku usaha;
e. menjalin kemitraan usaha dengan berbagai pihak dengan dasar salingmenguntungkan;
f. menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaan pelakuutama dan pelaku usaha;
g. menyampaikan informasi dan teknologi usaha kepada sesama pelaku utama danpelaku usaha;
h. mengelola lembaga pendidikan dan pelatihan pertanian, perikanan, dan kehutananserta perdesaan swadaya bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
i. melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembanganmodel usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
j. melaksanakan kajian mandiri untuk pemecahan masalah dan pengembanganmodel usaha, pemberian umpan balik, dan kajian teknologi; dan
k. melakukan pemantauan pelaksanaan penyuluhan yang difasilitasi oleh pelakuutama dan pelaku usaha.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelembagaan penyuluhan pemerintah sebagaimanadimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diatur dengan peraturan presiden.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
109
- 14 -
Bagian KeduaKelembagaan Pelaku Utama
Pasal 19
(1) Kelembagaan pelaku utama beranggotakan petani, pekebun, peternak, nelayan,pembudi daya ikan, pengolah ikan, serta masyarakat di dalam dan di sekitar hutanyang dibentuk oleh pelaku utama, baik formal maupun nonformal.
(2) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi sebagaiwadah proses pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana danprasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasapenunjang.
(3) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk kelompok,gabungan kelompok, asosiasi, atau korporasi.
(4) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi dan diberdayakanoleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah agar tumbuh dan berkembang menjadiorganisasi yang kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkanpara anggotanya.
BAB VITENAGA PENYULUH
Pasal 20
(1) Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/atau penyuluhswadaya.
(2) Pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS disesuaikan dengan kebutuhandan formasi yang tersedia berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Keberadaan penyuluh swasta dan penyuluh swadaya bersifat mandiri untukmemenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.
Pasal 21
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah meningkatkan kompetensi penyuluh PNSmelalui pendidikan dan pelatihan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
110
- 15 -
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pelaksanaan pendidikan danpelatihan bagi penyuluh swasta dan penyuluh swadaya.
(3) Peningkatan kompetensi penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) berpedoman pada standar, akreditasi, serta pola pendidikan dan pelatihanpenyuluh yang diatur dengan peraturan menteri.
Pasal 22
(1) Penyuluh PNS merupakan pejabat fungsional yang diatur berdasarkan peraturanperundang-undangan.
(2) Alih tugas penyuluh PNS hanya dapat dilakukan apabila diganti dengan penyuluhPNS yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VIIPENYELENGGARAAN
Bagian KesatuPrograma Penyuluhan
Pasal 23
(1) Programa penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman, dan alatpengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan penyuluhan.
(2) Programa penyuluhan terdiri atas programa penyuluhan desa/kelurahan atau unitkerja lapangan, programa penyuluhan kecamatan, programa penyuluhankabupaten/kota, programa penyuluhan provinsi, dan programa penyuluhan nasional.
(3) Programa penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun denganmemperhatikan keterpaduan dan kesinergian programa penyuluhan pada setiaptingkatan.
(4) Programa penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disahkan oleh KepalaBalai Penyuluhan, Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten/Kota, KetuaBadan Koordinasi Penyuluhan Provinsi, atau Kepala Badan Penyuluhan sesuaidengan tingkat administrasi pemerintahan.
(5) Programa penyuluhan desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)diketahui oleh kepala desa/kelurahan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
111
- 16 -
Pasal 24
(1) Programa penyuluhan disusun setiap tahun yang memuat rencana penyuluhantahun berikutnya dengan memperhatikan siklus anggaran masing-masing tingkatanmencakup pengorganisasian dan pengelolaan sumber daya sebagai dasarpelaksanaan penyuluhan.
(2) Programa penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terukur, realistis,bermanfaat, dan dapat dilaksanakan serta dilakukan secara partisipatif, terpadu,transparan, demokratis, dan bertanggung gugat.
Pasal 25
Ketentuan mengenai pedoman penyusunan programa penyuluhan diatur dengan peraturanmenteri.
Bagian KeduaMekanisme Kerja dan Metode
Pasal 26
(1) Penyuluh menyusun dan melaksanakan rencana kerja tahunan berdasarkanprograma penyuluhan.
(2) Penyuluhan dilaksanakan dengan berpedoman pada programa penyuluhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25.
(3) Penyuluhan dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif melaluimekanisme kerja dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisipelaku utama dan pelaku usaha.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme kerja dan metode penyuluhan ditetapkandengan peraturan menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
Bagian KetigaMateri Penyuluhan
Pasal 27
(1) Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utamadan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumberdaya pertanian, perikanan, dan kehutanan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
112
- 17 -
(2) Materi penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi unsur pengembangansumber daya manusia dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan,teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan.
Pasal 28
(1) Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepadapelaku utama dan pelaku usaha harus mendapat rekomendasi dari lembagapemerintah, kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional.
(2) Lembaga pemerintah pemberi rekomendasi wajib mengeluarkan rekomendasisegera setelah proses pengujian dan administrasi selesai.
(3) Teknologi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pemberian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian KeempatPeran Serta dan Kerja Sama
Pasal 29
Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong peran serta pelakuutama dan pelaku usaha dalam pelaksanaan penyuluhan.
Pasal 30
(1) Kerja sama penyuluhan dapat dilakukan antarkelembagaan penyuluhan, baik secaravertikal, horisontal, maupun lintas sektoral.
(2) Kerja sama penyuluhan antara kelembagaan penyuluhan nasional, regional, dan/atauinternasional dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari menteri.
(3) Penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dalam melaksanakan penyuluhan kepadapelaku utama dan pelaku usaha dapat berkoordinasi dengan penyuluh PNS.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
113
- 18 -
BAB VIIISARANA DAN PRASARANA
Pasal 31
(1) Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan penyuluhan dan kinerja penyuluh,diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar penyuluhan dapatdiselenggarakan dengan efektif dan efisien.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, kelembagaan penyuluhan swasta, dan kelembagaanpenyuluhan swadaya menyediakan sarana dan prasarana penyuluhan sebagaimanadimaksud pada ayat (1).
(3) Penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya dapat memanfaatkansarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan sarana dan prasarana diatur denganperaturan menteri, gubernur, atau bupati/walikota.
BAB IXPEMBIAYAAN
Pasal 32
(1) Untuk menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan efisien diperlukan tersedianyapembiayaan yang memadai untuk memenuhi biaya penyuluhan.
(2) Sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD baikprovinsi maupun kabupaten/kota, baik secara sektoral maupun lintas sektoral,maupun sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(3) Pembiayaan penyuluhan yang berkaitan dengan tunjangan jabatan fungsional danprofesi, biaya operasional penyuluh PNS, serta sarana dan prasarana bersumberdari APBN, sedangkan pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan di provinsi,kabupaten/kota, kecamatan, dan desa bersumber dari APBD yang jumlah danalokasinya disesuaikan dengan programa penyuluhan.
(4) Jumlah tunjangan jabatan fungsional dan profesi penyuluh PNS sebagaimanadimaksud pada ayat (3) didasarkan pada jenjang jabatan sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
114
- 19 -
(5) Dalam hal penyuluhan yang diselenggarakan oleh penyuluh swasta dan penyuluhswadaya, pembiayaannya dapat dibantu oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalamPasal 32 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyuluhan yangdiselenggarakan, baik oleh pemerintah daerah maupun swasta atau swadaya.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanterhadap kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana dan prasarana,serta pembiayaan penyuluhan.
(3) Untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja penyuluh,pemerintah memfasilitasi terbentuknya organisasi profesi dan kode etik penyuluh.
(4) Setiap penyuluh yang menjadi anggota organisasi profesi tunduk terhadap kodeetik penyuluh.
(5) Organisasi profesi penyuluh berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan,termasuk memberikan pertimbangan terhadap anggotanya yang melakukanpelanggaran kode etik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
BAB XIKETENTUAN SANKSI
Pasal 35
(1) Setiap penyuluh PNS yang melakukan penyuluhan dengan materi teknologi tertentuyang belum mendapat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
115
- 20 -
(1) dikenakan sanksi administratif berdasarkan peraturan perundang-undangan bidangkepegawaian dengan memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi dankode etik penyuluh.
(2) Setiap pejabat pemberi rekomendasi yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimanadimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi administratifberdasarkan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian.
(3) Setiap penyuluh swasta yang melakukan penyuluhan dengan materi teknologitertentu yang belum mendapat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal28 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat sebagaipenyuluh dengan memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi dan kodeetik penyuluh.
(4) Setiap penyuluh swadaya yang melakukan penyuluhan dengan materi teknologitertentu yang belum mendapat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal28 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat sebagaipenyuluh swadaya, kecuali materi teknologi yang bersumber dari pengetahuantradisional.
Pasal 36
Setiap orang dan/atau kelembagaan penyuluhan yang melakukan penyuluhan dengansengaja atau karena kelalaiannya menimbulkan kerugian sosial ekonomi,lingkungan hidup, dan/atau kesehatan masyarakat dipidana sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
BAB XIIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 37
(1) Penyelenggaraan penyuluhan yang telah dilaksanakan sebelum Undang-Undangini dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap dapat dilaksanakan.
(2) Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi waktupenyesuaian paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan Undang-Undang ini.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
116
Pasal 38
Kelembagaan penyelenggara penyuluhan pada tingkat pusat, yang telah ada saatUndang-Undang ini diundangkan harus sudah disesuaikan dalam jangka waktu palinglama 2 (dua) tahun.
BAB XIIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangandi bidang penyuluhan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentanganatau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 40
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lama 1 (satu)tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 41
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang inidengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta,pada tanggal 15 Nopember 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
- 21 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
117
- 22 -
SEK
RETARIAT NEGARA
RE
PUBLIK INDONESIA
Diundangkan di Jakartapada tanggal 15 Nopember 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 92
Salinan sesuai dengan aslinya,SEKRETARIAT NEGARA RI
Biro Peraturan Perundang-undanganBidang Perekonomian dan Industri,
ttd
M. SAPTA MURTI, SH., MA. MKn
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
118
PENJELASANATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 16 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN
I. UMUM
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan antara lainmewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Indonesia sebagai negara agraris dan bahari memiliki hutan tropis terbesar ketigadi dunia dengan keragaman hayati yang sangat tinggi. Hal itu merupakan modaldasar yang sangat penting dalam meningkatkan perekonomian nasional karenatelah terbukti dan teruji bahwa pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesiapada tahun 1998, bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan mampu memberikankontribusi yang signifikan pada produk domestik bruto nasional. Oleh karena itu,bangsa Indonesia wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniasumber daya alam hayati, tanah yang subur, iklim yang sesuai sehingga bidangpertanian, perikanan, dan kehutanan dapat menjadi tulang punggung perekonomiannasional.
Petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, danmasyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan merupakan bagian dari masyarakatIndonesia sehingga perlu ditingkatkan kesejahteraan dan kecerdasannya. Salahsatu upaya peningkatan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan.
Penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan merupakan proses pembelajaranbagi pelaku utama agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikandirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber dayalainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarianfungsi lingkungan hidup.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
120
- 3 -
9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitiandan Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;
10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;
11. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang-Undang ini mengatur sistem penyuluhanpertanian, perikanan, dan kehutanan secara holistik dan komprehensif dalam suatupengaturan yang terpadu, serasi antara penyuluhan yang diselenggarakan olehkelembagaan penyuluhan pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta, dankelembagaan penyuluhan swadaya kepada pelaku utama dan pelaku usaha.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan ëëpenyuluhan berasaskan demokrasiî yaitu penyuluhanyang diselenggarakan dengan saling menghormati pendapat antara Pemerintah,pemerintah daerah, dan pelaku utama serta pelaku usaha lainnya.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan manfaatî yaitu penyuluhanyang harus memberikan nilai manfaat bagi peningkatan pengetahuan,keterampilan dan perubahan perilaku untuk meningkatkan produktivitas,pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan kesetaraanî yaitu hubunganantara penyuluh, pelaku utama dan pelaku usaha yang harus merupakanmitra sejajar.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan keterpaduanî yaitupenyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan secara terpadu antarkepentingan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan keseimbanganî yaitu setiappenyelenggaraan penyuluhan harus memperhatikan keseimbangan antarakebijakan, inovasi teknologi dengan kearifan masyarakat setempat,
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
119
- 2 -
Untuk mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang berkembang pada abad21 dengan isu globalisasi, desentralisasi, demokratisasi, dan pembangunanberkelanjutan, diperlukan sumber daya manusia yang andal untuk mewujudkanpertanian, perikanan, dan kehutanan yang tangguh, produktif, efisien, dan berdayasaing sehingga dapat menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Untuk menjawab perubahan lingkungan strategis diperlukan upaya revitalisasipertanian, perikanan, dan kehutanan. Revitalisasi tersebut akan berhasil jikadidukung antara lain oleh adanya sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dankehutanan.
Sistem penyuluhan selama ini belum didukung oleh peraturan perundang-undanganyang kuat dan lengkap sehingga kurang memberikan jaminan kepastian hukumserta keadilan bagi pelaku utama, pelaku usaha, dan penyuluh. Kondisi tersebutmenimbulkan perbedaan pemahaman dan pelaksanaan di kalangan masyarakat.Di samping itu, adanya perubahan peraturan perundang-undangan dan kebijakanpenyuluhan yang demikian cepat telah melemahkan semangat dan kinerja parapenyuluh sehingga dapat menggoyahkan ketahanan pangan dan menghambatpengembangan perekonomian nasional.
Undang-undang yang ada selama ini masih bersifat parsial dan belum mengatursistem penyuluhan secara jelas, tegas, dan lengkap. Hal tersebut dapat dilihatdalam undang-undang sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan -Ketentuan PokokPeternakan dan Kesehatan Hewan;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya AlamHayati dan Ekosistemnya;
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan danTumbuhan;
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan LingkunganHidup;
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
8. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
122
- 5 -
elaksanaan yang telah dilakukan dengan perencanaan yang telah dibuatdengan sederhana, terukur, dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapatdijadualkan.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan ìpengembangan sumber daya manusiaî antara lainpeningkatan semangat, wawasan, kecerdasan, keterampilan, serta ilmupengetahuan dan teknologi untuk membentuk kepribadian yang mandiri.
Yang dimaksud dengan ìpeningkatan modal sosialî antara lain pembentukankelompok, gabungan kelompok/asosiasi, manajemen, kepemimpinan, aksesmodal, dan akses informasi.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ìterdesentralisasiî yaitu bahwa penyelenggaraanpenyuluhan merupakan urusan rumah tangga desa atau unit kerjalapangan, kabupaten/kota, dan provinsi.
Yang dimaksud dengan ìpartisipatifî yaitu bahwa penyelenggaraanpenyuluhan melibatkan pelaku utama mulai dari perencanaan,pelaksanaan, sampai dengan evaluasi.
Yang dimaksud dengan ìketerbukaanî yaitu bahwa penyelenggaraanpenyuluhan dilakukan dengan prinsip transparansi sehingga dapatdiketahui oleh semua unsur yang terlibat.
Yang dimaksud dengan ìkeswadayaanî yaitu bahwa penyelenggaraanpenyuluhan dilakukan dengan mengutamakan kemampuan pelakupenyuluhan sendiri.
Yang dimaksud dengan ìkemitrasejajaranî yaitu bahwa penyelenggaraanpenyuluhan dilakukan berdasarkan atas kesetaraan kedudukan antarapenyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha.
Yang dimaksud dengan ìbertanggung gugatî yaitu bahwa evaluasi kinerja
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
121
- 4 -
pengarusutamaan gender, keseimbangan pemanfaatan sumber daya dankelestarian lingkungan, dan keseimbangan antar kawasan yang maju dengankawasan yang relatif masih tertinggal.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan keterbukaanî yaitupenyelenggaraan penyuluhan dilakukan secara terbuka antara penyuluh danpelaku utama serta pelaku usaha.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan kerjasamaî yaitupenyelenggaraan penyuluhan harus diselenggarakan secara sinergis dalamkegiatan pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan serta sektor lainyang merupakan tujuan bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan partisipatifî yaitupenyelenggaraan penyuluhan yang melibatkan secara aktif pelaku utama danpelaku usaha dan penyuluh sejak perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,dan evaluasi.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan kemitraanî yaitupenyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip salingmenghargai, saling menguntungkan, saling memperkuat, dan salingmembutuhkan antara pelaku utama dan pelaku usaha yang difasilitasi olehpenyuluh.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan keberlanjutanî yaitupenyelenggaraan penyuluhan dengan upaya secara terus menerus danberkesinambungan agar pengetahuan, keterampilan, serta perilaku pelakuutama dan pelaku usaha semakin baik dan sesuai dengan perkembangansehingga dapat terwujud kemandirian.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan berkeadilanî yaitupenyelenggaraan penyuluhan yang memosisikan pelaku utama dan pelakuusaha berhak mendapatkan pelayanan secara proporsional sesuai dengankemampuan, kondisi, serta kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan pemerataanî yaitupenyelenggaraan penyuluhan harus dapat dilaksanakan secara merata bagiseluruh wilayah Republik Indonesia dan segenap lapisan pelaku utama danpelaku usaha.
Yang dimaksud dengan ìpenyuluhan berasaskan bertanggung gugatî yaitubahwa evaluasi kinerja penyuluhan dikerjakan dengan membandingkan
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
124
- 7 -
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kelembagaan penyuluhan pada tingkat pusat adalah badan yangmenangani penyuluhan pada setiap Departemen/Kementerian yangbertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan yangber tanggung jawab kepada Pres iden mela lu i Menter i .
Pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhanyang bertanggung jawab kepada bupati/walikota.
Pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanandan Kehutanan yang bertanggung jawab kepada badan pelaksanapenyuluhan kabupaten/kota.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pos penyuluhan di perdesaan merupakan wadah penyuluh pegawainegeri sipil, penyuluh swasta dan swadaya serta pelaku utama danpelaku usaha di perdesaan sebagai tempat berdiskusi, merencanakan,melaksanakan, dan memantau kegiatan penyuluhan.
Pasal 9
Cukup jelas
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
123
- 6 -
penyuluhan dikerjakan dengan membandingkan pelaksanaan yang telahdilakukan dengan perencanaan yang telah dibuat dengan sederhana,terukur, dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat dijadwalkan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Sasaran utama penyuluhan pertanian meliputi petani, pekebun, peternak,baik individu maupun kelompok, dan pelaku usaha lainnya.
Sasaran utama penyuluhan perikanan meliputi nelayan, pembudi dayaikan, pengolah ikan, baik individu maupun kelompok yang melakukankegiatan perikanan.
Sasaran utama penyuluhan kehutanan meliputi masyarakat di dalamdan di sekitar kawasan hutan, kelompok, atau individu masyarakatpengelola komoditas yang dihasilkan dari kawasan hutan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ìgenerasi muda dan tokoh masyarakatî, yaitugenerasi muda dan tokoh masyarakat dengan memperhatikan keadilandan kesetaraan gender.
Pasal 6
Cukup jelas.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
126
- 9 -
Pasal 14
Komisi Penyuluhan Kabupaten/Kota merupakan kelembagaan independenyang dibentuk oleh bupati/walikota yang terdiri atas para pakar dan/ataupraktisi yang mempunyai keahlian dan kepedulian di bidang penyuluhan ataupembangunan perdesaan.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Kelembagaan pelaku utama dibentuk secara partisipatif sesuai dengankesepakatan di antara petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi dayaikan, pengolah ikan, serta masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan pengangkatan penyuluh pegawai negeri sipil harus mendapatprioritas oleh Pemerintah dan pemerintah daerah untuk mencukupikebutuhan tenaga penyuluh pegawai negeri sipil.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ìbersifat mandiriî yaitu tenaga penyuluh bekerjaatas kehendak diri sendiri atau atas biaya lembaga/pelaku usaha.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
125
- 8 -
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ìKomisi Penyuluhan Nasionalî yaitu kelembagaanindependen sebagai mitra kerja menteri dalam memberikan rekomendasiyang berkaitan dengan penyuluhan. Keanggotaan Komisi PenyuluhanNasional terdiri atas para pakar dan/atau praktisi yang mempunyaikeahlian dan kepedulian dalam bidang penyuluhan atau pembangunanperdesaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Pada tingkat provinsi dibentuk Badan Koordinasi Penyuluhan karenasebagian besar kegiatan penyuluhan berada di kabupaten/kota, sedangkandi provinsi badan itu lebih banyak bersifat koordinatif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Komisi Penyuluhan Provinsi merupakan kelembagaan independen yangdibentuk oleh gubernur yang terdiri atas para pakar dan atau praktisi yangmempunyai keahlian dan kepedulian di bidang penyuluhan atau pembangunanperdesaan.
Pasal 13
Cukup jelas.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
128
- 11 -
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud ìmetode penyuluhanî antara lain seminar, workshop,lokakarya, magang, studi banding, temu lapang, temu teknologi, sarasehan.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ìteknologiî dapat berupa produk atau proses.Yang dimaksud dengan ìprodukî antara lain bibit, benih, alat dan mesin,bahan, pestisida, dan obat hewan/ikan. Yang dimaksud dengan ìprosesîyaitu paket teknologi, misalnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT).
Yang dimaksud dengan ìteknologi tertentuî yaitu teknologi yangdiperkirakan dapat merusak lingkungan hidup, mengganggu kesehatan
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
127
- 10 -
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Penyuluh pegawai negeri sipil memperoleh kesetaraan persyaratan,jenjang jabatan, tunjangan jabatan fungsional, tunjangan profesi, danusia pensiun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Programa penyuluhan desa atau unit kerja lapangan disusun oleh pelakuutama dan pelaku usaha yang difasilitasi oleh penyuluh.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ìketerpaduanî yaitu bahwa programa penyuluhandisusun dengan memperhatikan programa penyuluhan tingkat kecamatan,tingkat kabupaten, tingkat provinsi, dan tingkat nasional, denganberdasarkan kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.
Yang dimaksud dengan ìkesinergianî yaitu bahwa hubungan antaraprograma penyuluhan pada tiap tingkatan mempunyai hubungan yangbersifat saling mendukung.
Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar semua programa selaras dan tidakbertentangan antara programa dalam berbagai tingkatan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
130
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar para penyuluh baik penyuluhpegawai negeri sipil , penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya dapatsaling memanfaatkan sarana dan prasarana yang dimiliki.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Pengaturan mengenai pembiayaan penyuluhan antara lain standar minimalbiaya operasional, sumber pembiayaan, serta alokasi dan distribusi biaya.
Standar minimal biaya operasional meliputi:
a. perjalanan tetap;b. biaya perlengkapan (jas hujan, sepatu lapangan, dan pakaian kerja, soil
test kit);c. biaya percontohan dan demonstrasiplot (demplot);d. biaya penyusunan materi penyuluhan; dane. biaya penyusunan rencana kerja.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
- 13 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
129
- 12 -
dan ketentraman batin masyarakat, dan menimbulkan kerugian ekonomibagi pelaku utama, pelaku usaha, dan masyarakat. Misalnya: teknologirekayasa genetik, teknologi perbenihan dan teknologi pengendalian hamapenyakit.
Yang dimaksud dengan ìteknologi yang bersumber dari pengetahuantradisionalî yaitu produk atau proses yang ditemukan oleh masyarakatdan/atau telah dimanfaatkan secara meluas sesuai dengan adat kebiasaansecara turun-temurun.
Ayat (2)
Yang dimaksud ìlembaga pemerintah pemberi rekomendasiî adalahmenteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ìbekerja samaî yaitu kerja sama yang dimulaidari penyusunan rencana, pelaksanaan sampai dengan pemantauanpenyelenggaraan penyuluhan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
132
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR 27 TAHUN 2006
TENTANG
TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONALPENYULUH KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskansecara penuh dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan,perlu diberikan tunjangan jabatan fungsional yang sesuaidengan beban kerja dan tanggung jawab pekerjaannya;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dandalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan produktivitaskerja Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, dipandangperlu mengatur Tunjangan Jabatan Fungsional PenyuluhKehutanan dengan Peraturan Presiden;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokokKepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang PeraturanGaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kalidiubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005Nomor 151);
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
131
- 14 -
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4660
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
134
- 3 -
Pasal 4
(1) Tunjangan Penyuluh Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, diberikanterhitung mulai tanggal 1 Januari 2006. (2) Sejak mulai tanggal pemberian tunjangansebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Pegawai Negeri Sipil yang telahmenerima tunjangan jabatan fungsional berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepadanya hanya diberikan selisih kekurangan besarnya tunjanganPenyuluh Kehutanan berdasarkan Peraturan Presiden ini dengan besarnya tunjanganjabatan fungsional yang telah diterimanya sampai dengan diberikannya tunjanganPenyuluh Kehutanan berdasarkan Peraturan Presiden ini.
Pasal 5
Pemberian tunjangan Penyuluh Kehutanan dihentikan apabila Pegawai Negeri Sipilsebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diangkat dalam jabatan struktural atau jabatanfungsional lain atau karena hal lain yang mengakibatkan pemberian tunjangan dihentikansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Presiden ini, diaturoleh Menteri Keuangan dan/atau Kepala Badan Kepegawaian Negara, baik secarabersama-sama maupun secara sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 7
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun2003 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan, dicabut dan dinyatakantidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
133
- 2 -
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang JabatanFungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3547);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang WewenangPengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PegawaiNegeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4263);
6. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang RumpunJabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG TUNJANGAN JABATANFUNGSIONAL PENYULUH KEHUTANAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan Tunjangan Jabatan FungsionalPenyuluh Kehutanan, yang selanjutnya disebut dengan Tunjangan Penyuluh Kehutananadalah tunjangan jabatan fungsional yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yangdiangkat dan ditugaskan secara penuh dalam Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 2
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam JabatanFungsional Penyuluh Kehutanan, diberikan tunjangan Penyuluh Kehutanan setiap bulan.
Pasal 3
Besarnya tunjangan Penyuluh Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalahsebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden ini.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
136
- 5 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
135
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 26 Mei 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinyaDeputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum,
Lambock V. Nahattands
- 4 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
138
- 7 -
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentangPemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149)sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan PeraturanPemerintah Nomor 65 Tahun 2008 (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 141);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang JabatanFungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3547);
6. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang RumpunJabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERPANJANGAN BATASUSIA PENSIUN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKIJABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN, PENYULUHPERIKANAN, DAN PENYULUH KEHUTANAN.
Pasal 1
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh dalam jabatanfungsional Penyuluh Pertanian, Penyuluh Perikanan, dan Penyuluh Kehutanan jenjangMadya dan jenjang Utama dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai dengan60 (enam puluh) tahun.
Pasal 2
(1) Pegawai Negeri Sipil yang telah menduduki jabatan fungsional Penyuluh Pertanian,dan Penyuluh Kehutanan jenjang Penyelia dan jenjang Muda pada saat PeraturanPresiden ini ditetapkan, batas usia pensiunnya dapat diperpanjang sampai dengan60 (enam puluh) tahun.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
137
- 6 -
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIANOMOR 55 TAHUN 2010
TENTANG
PERPANJANGAN BATAS USIA PENSIUNBAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
YANG MENDUDUKI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN,PENYULUH PERIKANAN, DAN PENYULUH KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,Perikanan, dan Kehutanan, dipandang perlu menetapkan PeraturanPresiden tentang Perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi PegawaiNegeri Sipil yang Menduduki Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian,Perikanan, dan Kehutanan;
Mengingat : 1 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara KesatuanRepublik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokokKepegawaian (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun1974 Nomor 55. Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah denganUndang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, TambahanLembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4660);
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
SEK
RETARIAT KABIN E T
RE
PUBLIK INDONESIA
140
- 9 -
Pasal 7
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 27 Agustus 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT KABINET RIDeputi Sekretariat kabinet
Bidang Hukum,
Dr. M. Iman Santoso
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
139
- 8 -
(2) Pegwai Negeri Sipil yang telah menduduki jabatan fungsional Penyuluh Pertanianjenjang Penyelia dan jenjang Muda pada saat Peraturan Presiden ini ditetapkanyang diangkat menjadi Penyuluh Perikanan jenjang Penyelia dan jenjang Muda,batas usia pensiunnya dapat diperpanjang sampai dengan 60 (enam puluh) tahun.
Pasal 3
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional Penyuluh Pertanian, PenyuluhPerikanan, dan Penyuluh Kehutanan, selain yang ditetapkan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 1 dan Pasal 2, batas usia pensiunnya berlaku ketentuan tentang batas usiapensiun bagi Pegawai Negeri Sipil pada umumnya sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Pasal 4
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki jabatan fungsional PenyuluhPertanian, Penyuluh Perikanan, dan Penyuluh Kehutanan yang ditetapkan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini,dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Presiden ini, diaturoleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 6
Pada saat Peraturan Presiden ini ditetapkan, maka ketentuan batas usia pensiun PegawaiNegeri Sipil yang menjabat jabatan fungsional Penyuluh Pertanian sebagaimana dimaksuddalam Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1986 tentang Batas Usia Pensiun PegawaiNegeri Sipil yang Menjabat Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Penyuluh Pertanian,dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
142
- 2 -
disebut pembiayaan adalah setiap pengeluaran untuk keperluan penyelenggaraanpenyuluhan.
2. Pembinaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan adalah upaya, tindakan,dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah secaraberdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil penyuluhan yang lebihbaik.
3. Pengawasan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan adalah proseskegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar penyuluhan berjalan sesuai denganrencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya disebutpenyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usahaagar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalammengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya,sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dankesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkunganhidup.
5. Kelembagaan penyuluhan pemerintah adalah lembaga yang dibentuk olehPemerintah atau pemerintah daerah untuk menyelenggarakan tugas dan fungsipenyuluhan.
6. Penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, atau penyuluh kehutanan, baik penyuluhpegawai negeri sipil (PNS), swasta, maupun swadaya, yang selanjutnya disebutpenyuluh adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatanpenyuluhan.
7. Pelaku utama kegiatan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnyadisebut pelaku utama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan,petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, besertakeluarga intinya.
8. Pelaku usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yangdibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelolah usaha pertanian, perikanan,dan kehutanan.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, menteri yangbertanggung jawab di bidang perikanan, atau menteri yang bertanggung jawab dibidang kehutanan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
141
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 43 TAHUN 2009
TENTANG
PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASANPENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 ayat(6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, perlu menetapkanperaturan pemerintah tentang pembiayaan, pembinaan danpengawasan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (LembaranNegara Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan Lembaran NegaraNomor 4660);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN,PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN,PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pembiayaan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
144
- 4 -
Paragraf 2Biaya Operasional Kelembagaan Penyuluhan
Pasal 5
Kelembagaan penyuluhan meliputi:
a. badan penyuluhan;b. badan koordinasi penyuluhan;c. badan pelaksana penyuluhan;d. balai penyuluhan; dane. pos penyuluhan.
Pasal 6
(1) Biaya operasional pada badan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal5 huruf a diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. penyusunan kebijakan nasional, programa penyuluhan nasional, standarisasi,dan akreditasi tenaga penyuluh;
b. penyelenggaraan pengembangan penyuluhan, pangkalan data, pelayanan,dan jaringan informasi penyuluhan;
c. pelaksanaan penyuluhan, koordinasi, penyeliaan, pemantauan, evaluasi,alokasi, dan distribusi sumber daya penyuluhan;
d. pelaksanaan kerjasama penyuluhan nasional, regional, dan international; dan
e. pelaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh.
(2) Biaya operasional pada badan koordinasi penyuluhan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 huruf b diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. pelaksanaan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor, optimalisasipartisipasi, dan advokasi masyarakat;
b. penyusunan kebijakan dan programa penyuluhan provinsi;
c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum masyarakat bagi pelakuutama dan pelaku usaha; dan
d. pelaksaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
143
- 3 -
Pasal 2Pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan penyuluhan ditujukan untuk meningkatkanpenyelenggaraan penyuluhan yang efektif dan efisien.
BAB IIPEMBIAYAAN
Bagian KesatuUmum
Pasal 3
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mengalokasikan anggaran pembiayaanpenyuluhan berdasarkan tugas dan kewenangannya sesuai kemampuan keuanganmasing-masing.
(2) Mekanisme pengalokasian anggaran penyuluhan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian KeduaBiaya Penyelenggaraan Penyuluhan
Paragraf 1Umum
Pasal 4
(1) Pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan meliputi:
a. biaya operasional kelembagaan penyuluhan;b. biaya operasional penyuluh PNS;c. biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dand. biaya tunjangan profesi bagi penyuluh yang telah memenuhi syarat kompetensi
dan melakukan penyuluhan.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat memberikan bantuan biayapenyelenggaraan penyuluhan kepada penyuluh swasta dan penyuluh swadayasepanjang sesuai dengan programa penyuluhan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
145
- 5 -
(3) Biaya operasional pada badan pelaksana penyuluhan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 huruf c diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. penyusunan kebijakan dan programa penyuluhan kabupaten/kota;
b. pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja, danmetode peyuluhan;
c. pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan, dan penyebaran materipenyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
d. pelaksanaan pembinaan pengembangan kerjasama, kemitraan, pegelolaankelembagaan, ketenagaan, sarana, prasarana, dan pembiayaan penyuluhan;
e. menumbuhkembangkan dan memfasilitasi kelembagaan dan forum kegiatanbagi pelaku utama dan pelaku usaha; dan
f. pelaksanaan peningkatan kapasitas penyuluh.
(4) Biaya operasional pada balai penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5huruf d diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. penyusunan programa penyuluhan pada tingkat kecamatan;
b. pelaksanaan penyuluhan berdasarkan program penyuluhan;
c. penyediaan dan penyebaran informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan,dan pasar;
d. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama danpelaku usaha;
e. memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh; dan
f. pelaksanaan proses pembelajaran.
(5) Biaya operasional pada pos penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5huruf e diberikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. penyusunan programa penyuluhan;
b. pelaksanaan penyuluhan di desa/kelurahan;
c. inventarisasi permasalahan dan upaya pemecahan;
d. pelaksanaan proses pembelajaran;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
146
- 6 -
e. menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan serta kelembagaanpelaku utama dan pelaku usaha;
f. pelaksanaan kegiatan rembug, pertemuan teknis, temu lapang, dan metodepenyuluhan lain bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
g. fasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan, serta pelatihan bagi pelakuutama dan pelaku usaha; dan
h. fasilitasi forum penyuluhan perdesaan.
Paragraf 3Biaya Operasional Penyuluh PNS
Pasal 7
(1) Biaya operasional penyuluh PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)huruf b, diberikan untuk melaksanakan kegiatan kunjungan, pendampingan, danbimbingan kepada pelaku utama dan pelaku usaha.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas perjalanantetap dan perlengkapan penunjang.
(3) Biaya operasional penyuluh PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakanoleh Pemerintah.
(4) Selain biaya operasional penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintahdaerah dapat menyediakan tambahan biaya operasional untuk penyuluh PNS.
Paragraf 4Biaya Pengadaan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Pasal 8
Biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 ayat
(1) huruf c, dialokasikan untuk melaksanakan kegiatan:
a. pembangunan kantor penyuluhan;b. pembelian peralatan kantor;c. pembelian alat bantu penyuluhan;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
147
- 7 -
d. pembelian kendaraan dinas operasional penyuluh; dane. pengadaan unit percontohan dan perlengkapan penunjang.
Paragraf 5Tunjangan Fungsional dan Profesi
Pasal 9
(1) Setiap penyuluh PNS mendapatkan tunjangan jabatan fungsional penyuluh.
(2) Besarnya tunjangan jabatan fungsional penyuluh PNS sebagaimana dimaksudpada ayat (1) berdasarkan jenjang jabatan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Pasal 10
(1) Setiap penyuluh PNS yang telah mendapat sertifikat profesi sesuai standarkompetensi kerja dan jenjang jabatan profesinya, diberikan tunjangan profesipenyuluh.
(2) Besarnya tunjangan profesi penyuluh sebagaimana dimaksud pada ayat (1),berdasarkan jenjang jabatan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 11
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyuluhan yangdiselenggarakan oleh pemerintah daerah, swasta, dan swadaya di tingkat nasional.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanterhadap kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana prasarana, danpembiayaan.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. pemberian bimbingan;b. pelatihan;
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
148
- 8 -
c. arahan;d. supervisi; dane. persyaratan sertifikasi dan akreditasi jabatan penyuluh serta sistem kerja
penyuluh.
(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkandalam bentuk pedoman, norma, kriteria, dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12
(1) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyuluhan yangdiselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota, swasta, dan swadaya di tingkatprovinsi.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanterhadap kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana prasarana, danpembiayaan.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputibimbingan dan penerapan kriteria, norma, standar, pedoman dan prosedur, pelatihan,arahan, dan supervisi.
Pasal 13
(1) Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyuluhan yangdiselenggarakan oleh penyuluh PNS di kecamatan, penyuluh swasta, dan swadayadi kabupaten/kota.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanterhadap kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sarana, prasarana, danpembiayaan.
Pasal 14
(1) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja penyuluh, Menterimemfasilitasi terbentuknya organisasi profesi dan kode etik penyuluh.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dukungan saranadan prasarana dalam peningkatan profesionalisme anggotanya.
(3) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaannya terdiriatas para penyuluh.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
149
- 9 -
(4) Setiap anggota organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tundukpada kode etik.
Pasal 15
(1) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) melaksanakanpembinaan dan pengawasan terhadap anggotanya.
(2) Organisasi profesi memberikan pertimbangan kepada Menteri terhadap anggotanyaapabila melakukan pelanggaran kode etik.
(3) Berdasarkan pertimbangan organisasi profesi, Menteri dapat memberikan sanksiadministratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintahini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 8 Juni 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
150
- 10 -
Diundangkan di Jakartapada tanggal 8 Juni 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
Salinan sesuai aslinyaSEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undanganBidang Perekonomian dan Industri,
Setio Sapto Nugroho
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2009
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
151
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 43 TAHUN 2009
TENTANG
PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHANPERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN
I. U M U M
Pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan diarahkan secara bijaksanayang pada hakekatnya merupakan sistem pengembangan dan pemanfaatansumberdaya alam nabati dan hewani melalui kegiatan manusia yang dengan modal,teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhanmanusia secara lebih baik.
Teknologi tepat di bidang penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan yangtelah ditemukan perlu disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya masyarakatdi dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan,pembudidaya ikan, atau pengelola ikan agar mereka dapat memanfaatkannya.Penyebarluasan tersebut dilakukan melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalurpendidikan di luar sekolah.
Penyuluhan pada hakekatnya suatu proses pembelajaran bagi pelaku utama agarmereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalammengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainya,sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi usaha, pendapatan dankesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsilingkungan. Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/ataupenyuluh swadaya.
Penyelenggaraan penyuluhan pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawabPemerintah dan pemerintah daerah. Untuk menyelenggarakan penyuluhan yangefektif dan efisien diperlukan tersedianya pembiayaan yang memadai ,antara lain,pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan Pemerintah yang terdiri atas biayaoperasional kelembagaan penyuluhan; biaya operasional penyuluh PNS; biayapengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan biaya tunjangan profesibagi penyuluh yang telah memenuhi syarat kompetensi dan melakukan penyuluhan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
152
- 2 -
Pemerintah melakukan pengawasan penyuluhan yang diselenggarakan olehpemerintah daerah, swasta, dan swadaya terhadap kelembagaan, ketenagaanpenyelenggaraan, sarana, prasarana, dan pembiayaan melalui pengawasanpelaksanaan kriteria, norma dan standar, pedoman dan prosedur. Pemerintah jugamemfasilitasi pembentukan organisasi profesi dan penyusunan kode etik penyuluh.Organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap anggotanyadengan memberikan pertimbangan terhadap anggotanya apabila melakukanpelanggaran kode etik. Berdasarkan pertimbangan organisasi profesi, Pemerintahmemberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 33dan Pasal 34 ayat (6) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, maka disusun PeraturanPemerintah tentang Pembiayaan Pembinaan dan Pengawasan PenyuluhanPertanian, Perikanan dan Kehutanan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemberian bantuan biaya penyelenggaraan penyuluhan kepada penyuluhswasta dan penyuluh swadaya dimaksudkan untuk memberikan motivasikepada penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dalam rangkapelaksanaan program penyuluhan yang disusun bersama.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
153
- 3 -
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan îprograma penyuluhanî adalah rencanatertulis yang disusun secara sistematis untuk memberikan arah danpedoman sebagai alat pengendali pencapaian tujuan peyuluhan.
Yang dimaksud dengan îStandarisasi dan akreditasi tenaga penyuluhîadalah ketentuan untuk memberikan standar kompetensi kerjaprofesi penyuluh, seperti standar penguasaan metodologi dan materipenyuluhan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
154
- 4 -
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan îperlengkapan penunjangî antara lain jas hujan,sepatu lapangan dan pakaian kerja, soil/water test kit.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Penyuluh swasta yang dibina oleh kabupaten/kota yaitu penyuluh yangberasal dari dunia usaha yang lingkup kegiatannya berada di wilayahkabupaten/kota.
Penyuluh swadaya yang dibina oleh kabupaten/kota yaitu penyuluh yangberasal dari dunia usaha yang lingkup kegiatannya di wilayahkabupaten/kota.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
155
- 5 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5018
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
156
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA PENDIDIKANDAN PELATIHAN KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 Undang- UndangNomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlu menetapkanPeraturan Pemerintah tentang Penelitian dan Pengembangan, sertaPendidikan dan Pelatihan Kehutanan.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENELITIAN DANPENGEMBANGAN, SERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHANKEHUTANAN.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
158
8. Pendidikan dan pelatihan kehutanan yang selanjutnya disebut diklat kehutananadalah proses penyelenggaraan pembelajaran dalam rangka membina sikap danperilaku, serta meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pegawai kehutanan dansumber daya manusia kehutanan lainnya menuju sumber daya manusia kehutananyang profesional dan berakhlak mulia.
9. Lembaga pendidikan dan pelatihan kehutanan Kementerian yang selanjutnyadisebut Pusat Diklat Kementerian adalah instansi Pemerintah sebagai penyelenggaradiklat kehutanan.
10. Lembaga pendidikan dan pelatihan kehutanan pemerintah provinsi yang selanjutnyadisebut lembaga diklat pemerintah provinsi adalah instansi pemerintah provinsisebagai penyelenggara diklat kehutanan di wilayah provinsi.
11. Lembaga pendidikan dan pelatihan kehutanan pemerintah kabupeten/kota yangselanjutnya disebut lembaga diklat pemerintah kabupeten/kota adalah instansipemerintah kabupten/kota sebagai penyelenggara diklat kehutanan di wilayahkabupten/kota.
12. Badan usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, danbadan usaha milik swasta.
13. Hak Kekayaan Intelektual, yang selanjutnya disebut HKI adalah hak memperolehperlindungan secara hukum atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidangkehutanan.
Pasal 2
(1) Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kualitassumber daya manusia dibidang pengurusan hutan diselenggarakan:
a. penelitian dan pengembangan kehutanan;b. pendidikan dan pelatihan kehutanan; danc. penyuluhan kehutanan.
(2) Ketentuan mengenai penyelenggaraan penyuluhan kehutanan diatur dalam peraturanperundang-undangan tersendiri.
- 3 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
157
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Penelitian dan pengembangan kehutanan yang selanjutnya disebut litbang kehutananadalah kegiatan yang mencakup penelitian dan pengembangan kehutanan untukmendukung pembangunan kehutanan.
2. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiahsecara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitandengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsidan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarikkesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuanmemanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannyauntuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologiyang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.
4. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dandikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu yangdilandasi oleh metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif, maupuneksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam dan/atau gejalakemasyarakatan tertentu.
5. Teknologi adalah cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan daripenerapan atau pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkannilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupanmanusia.
6. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian yang selanjutnyadisebut Badan Litbang Kehutanan Kementerian adalah lembaga yang mengurusipenelitian dan pengembangan kehutanan.
7. Lembaga penelitian dan pengembangan kehutanan yang selanjutnya disebutlembaga litbang adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan penelitian dan/ataupengembangan di bidang kehutanan.
- 2 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
159
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(1) huruf a bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengurusan hutan dalammewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan nilai tambah hasilhutan.
(2) Penyelenggaraan diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)huruf b bertujuan untuk:
a. membentuk sumber daya manusia kehutanan yang profesional dan mampumenguasai, memanfaatkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan danteknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari, didasari iman dantaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. mewujudkan sumber daya manusia kehutanan yang kompeten dan bekerjasecara efektif, efisien serta mampu berperan sebagai pemandu, pendorong,dan pembaharu dalam pembangunan kehutanan yang berkelanjutan;
c. menumbuhkan sumber daya manusia kehutanan yang berakhlak mulia sertamemiliki sikap, perilaku dan semangat pengabdian, pelayanan, pengayoman,dan pemberdayaan masyarakat kehutanan.
BAB IIPENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Bagian KesatuUmum
Pasal 4
(1) Litbang kehutanan diselenggarakan oleh Menteri dan lembaga litbangnonkementerian.
(2) Menteri dalam menyelenggarakan litbang kehutanan membentuk Badan LitbangKehutanan Kementerian.
(3) Lembaga litbang nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalammenyelenggarakan litbang kehutanan berkoordinasi dengan Badan LitbangKementerian.
- 4 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
160
Pasal 5
(1) Selain oleh Badan Litbang Kehutanan Kementerian sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 ayat (2), litbang kehutanan dapat diselenggarakan oleh:
a. pemerintah provinsi;b. pemerintah kabupaten/kota;c. perguruan tinggi;d. dunia usaha; dane. masyarakat.
(2) Dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam menyelenggarakanlitbang kehutanan dapat membentuk unit litbang kehutanan.
Pasal 6
Penyelenggaraan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. perencanaan;b. pelaksanaan; danc. evaluasi.
Bagian KeduaPerencanaan Litbang Kehutanan
Pasal 7
(1) Perencanaan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf adisusun dengan berpedoman pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional danrencana litbang kehutanan nasional.
(2) Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan rencana litbang kehutanan nasionalsebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 8
Perencanaan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a disusunsecara terpadu yang mel ibatkan berbagai disipl in kei lmuan denganmemperhatikan:
- 5 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
161
a. kelestarian sumber daya hutan;b. kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan;c. daya saing tinggi di bidang ekonomi; dand. teknologi di bidang kehutanan.
Pasal 9
Rencana litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a terdiri atas:
a. rencana litbang kehutanan jangka panjang;b. rencana litbang kehutanan jangka menengah; danc. rencana litbang kehutanan jangka pendek.
Pasal 10
(1) Rencana litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun olehpimpinan Badan Litbang Kehutanan Kementerian.
(2) Rencana litbang kehutanan yang disusun oleh Badan Litbang Kehutanan Kementerianditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
(1) Rencana litbang kehutanan jangka panjang yang disusun oleh Badan LitbangKehutanan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a disusununtuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat dievaluasi paling sedikit 1(satu) kali setiap 5 (lima) tahun.
(2) Rencana litbang kehutanan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling sedikit memuat:
a. visi dan misi litbang kehutanan; danb. tujuan dan arah kebijakan litbang kehutanan.
Pasal 12
(1) Rencana litbang kehutanan jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal9 huruf b disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dievaluasi palingsedikit 1 (satu) kali setiap 2 (dua) tahun.
- 6 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
162
(2) Rencana litbang kehutanan jangka menengah disusun oleh Badan Litbang KehutananKementerian mengacu kepada rencana litbang kehutanan jangka panjangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(3) Rencana litbang kehutanan jangka menengah paling sedikit memuat mengenaistrategi dan program kerja litbang kehutanan.
Pasal 13
(1) Rencana litbang kehutanan jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal9 huruf c disusun untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Rencana litbang kehutanan jangka pendek yang disusun oleh Badan LitbangKehutanan Kementerian mengacu kepada rencana litbang kehutanan jangkamenengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(3) Rencana litbang kehutanan jangka pendek paling sedikit memuat mengenai kegiatanlitbang kehutanan.
Bagian KetigaPelaksanaan Litbang Kehutanan
Paragraf 1Umum
Pasal 14
(1) Litbang kehutanan dilaksanakan secara terpadu dengan menggunakan pendekatanmultidisiplin ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan paket teknologidan kebijakan yang lebih efektif dan efisien serta untuk menghasilkan produkunggulan di bidang kehutanan.
(2) Pelaksanaan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kegiatan litbang kehutanan;b. kerja sama litbang kehutanan;c. hasil kerja sama litbang kehutanan; dand. HKI.
- 7 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
163
Paragraf 2Kegiatan Litbang Kehutanan
Pasal 15
(1) Kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) hurufa, meliputi kegiatan:
a. penelitian dasar;b. penelitian terapan;c. penelitian kebijakan; dan/ataud. pengembangan eksperimental.
(2) Kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikitmeliputi penelitian di bidang:
a. perencanaan kehutanan;b. pengelolaan kehutanan;c. pengawasan;d. perlindungan sistem penyangga kehidupan;e. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;f. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;g. pemanfaatan hutan;h. penggunaan kawasan hutan;i. rehabilitasi hutan dan reklamasi;j. perlindungan hutan dan konservasi alam;k. sumber daya manusia kehutanan; danl. peraturan perundang-undangan.
(3) Kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikelompokkanberdasarkan tema, subtema, klaster litbang unggulan/prioritas, serta dilaksanakansecara terpadu dalam berbagai kegiatan litbang untuk menghasilkan rekomendasikebijakan dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih efisien serta produk-produk unggulan.
Pasal 16
(1) Dalam melaksanakan kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalamPasal 14 dan Pasal 15 wajib memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi, kearifan tradisional, kondisi sosial budaya masyarakat, dan menjaga
- 8 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
164
kekayaan plasma nutfah dari pencurian, perusakan, dan pemanfaatan melebihidaya dukung dalam rangka menjaga kelestariannya.
(2) Badan Litbang Kehutanan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4ayat (2) berhak memperoleh bahan, data, dan informasi hasil litbang dari litbangkehutanan lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh bahan, data, dan informasihasil litbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 17
Kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf adapat diselenggarakan:
a. dalam kawasan hutan; ataub. luar kawasan hutan.
Pasal 18
(1) Penyelenggaraan litbang kehutanan di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 17 huruf a dapat dilakukan pada kawasan hutan yang:
a. belum dibebani hak atau izin; ataub. telah dibebani hak atau izin.
(2) Penyelenggaraan litbang kehutanan di dalam kawasan hutan yang belum dibebanihak atau izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan pada:
a. kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK); danb. hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
(3) Penyelenggaraan litbang kehutanan di dalam kawasan hutan yang telah dibebanihak atau izin dapat dilakukan berdasarkan kerja sama dengan pemegang hak atauizin.
(4) Penyelenggaraan litbang kehutanan di dalam kawasan hutan yang dibebani hakatau izin yang dilaksanakan oleh selain Badan Litbang Kehutanan Kementerianharus melaporkan hasil penelitian dan pengembangannya kepada Badan LitbangKehutanan Kementerian.
- 9 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
165
Pasal 19
Kegiatan litbang kehutanan di luar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal17 huruf b yang dilaksanakan oleh selain Badan Litbang KehutananKementerian, harus menyampaikan laporan, baik kegiatan maupun hasilnya secaratertulis, kepada Badan Litbang Kehutanan Kementerian.
Pasal 20
(1) Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia litbang kehutanan, kegiatanlitbang kehutanan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan,harus dilakukan oleh peneliti kehutanan yang berkompeten.
(2) Pemerintah menetapkan standar kompetensi peneliti kehutanan berdasarkan bidangkeahliannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3Kerja sama Litbang Kehutanan
Pasal 21
Badan Litbang Kehutanan Kementerian dalam menyelenggarakan litbang kehutanandapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perguruantinggi, dunia usaha, atau masyarakat.
Pasal 22
(1) Lembaga litbang asing, peneliti asing, perguruan tinggi asing, atau badan usahaasing dapat menyelenggarakan litbang kehutanan setelah mendapatkan izin dariinstansi Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga litbang asing, peneliti asing, perguruan tinggi asing, atau badan usahaasing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menyelenggarakan litbangkehutanan harus bekerja sama dengan Badan Litbang Kehutanan Kementerian.
(3) Kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputipenyediaan tenaga ahli, asistensi teknis litbang, penyediaan dana dan saranalitbang, pendidikan dan pelatihan serta kegiatan lain yang dapat mempercepatpembangunan kehutanan.
- 10 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
166
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama litbang kehutanan sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 23
(1) Kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal22 dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama.
(2) Perjanjian kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling sedikit memuat:
a. obyek kerja sama;b. bentuk kerja sama;c. hak dan kewajiban para pihak;d. jangka waktu kerja sama;e. pelaksanaan dan pemanfaatan hasil;f. penyelesaian sengketa; dang. kepemilikan HKI.
(3) Obyek perjanjian kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) huruf a, paling sedikit meliputi penyediaan tenaga ahli, asistensi teknis litbang,penyediaan dana dan sarana litbang, pendidikan dan pelatihan dibidang kelitbangan,pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan kualitas sumberdaya manusia, pemanfaatan hasil yang keseluruhannya dapat mempercepatpembangunan kehutanan.
(4) Bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi kerjasama antar lembaga penelitian nasional, kerja sama bilateral, kerja sama regionaldan kerja sama multilateral.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama litbang kehutanan diatur denganperaturan Menteri.
Pasal 24
(1) Dalam rangka kerja sama litbang kehutanan dapat dibentuk forum penelitiankehutanan nasional.
(2) Forum penelitian kehutanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan lembaga informal yang bertujuan meningkatkan komunikasi, koordinasi,sinergitas dan efektifitas litbang kehutanan.
- 11 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
168
Paragraf 5HKI
Pasal 27
(1) Pemerintah mendorong dan memfasilitasi setiap penyelenggaraan litbang kehutananyang menghasilkan invensi atau bentuk HKI lainnya untuk mengajukan permohonanHKI.
(2) Hasil kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapatdiajukan oleh lembaga litbang kehutanan untuk mendapatkan perlindungan HKIsesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 danPasal 26 dapat diajukan perlindungan HKI sesuai perjanjian kerja sama.
Pasal 28
(1) Pemerintah memberikan penghargaan dan/atau insentif berupa sertifikat, hadiah,dan/atau bagian royalti kepada lembaga litbang kehutanan, dan/atau peneliti yangberhasil menemukan invensi, dan/atau berprestasi sebagai hasil kerja sama maupunhasil litbang secara mandiri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai peneliti berprestasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian KeempatEvaluasi Penyelenggaraan Litbang Kehutanan
Pasal 29
(1) Pemerintah atau pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota melakukanevaluasi terhadap penyelenggaraan litbang kehutanan sesuai dengankewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi penyelenggaraan litbang kehutanansebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
- 13 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
167
(3) Forum penelitian kehutanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentukoleh dan atas kesepakatan lembaga-lembaga litbang kehutanan dan ditetapkanoleh Menteri.
(4) Forum penelitian kehutanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)beranggotakan Badan Litbang Kehutanan Kementerian, pemerintah provinsi,pemerintah kabupaten/kota, perguruan tinggi, unit litbang kehutanan dunia usaha,dan/atau masyarakat.
Paragraf 4Hasil Kerja Sama Litbang Kehutanan
Pasal 25
(1) Hasil kerja sama litbang kehutanan yang dibiayai sepenuhnya oleh Badan LitbangKehutanan Kementerian menjadi milik Pemerintah.
(2) Hasil kerja sama litbang kehutanan dengan Badan Litbang Kehutanan Kementerianmenjadi milik bersama apabila sebagian atau seluruhnya dibiayai:
a. lembaga litbang dalam negeri;b. peneliti dalam negeri;c. perguruan tinggi dalam negeri; dan/ataud. dunia usaha dalam negeri.
(3) Badan Litbang Kehutanan Kementerian dapat mengambil alih kepemilikan hasilkerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)apabila membahayakan kepentingan nasional, merugikan pengembangan teknologi,atau perekonomian negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai hasil kerja sama litbang kehutanan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 26
Hasil kerja sama litbang kehutanan yang berupa spesimen dan materi genetik yangakan dibawa ke luar negeri harus mendapat izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 12 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
a. perencanaan;b. pelaksanaan; danc. monitoring dan evaluasi.
Paragraf 2Perencanaan
Pasal 34
(1) Perencanaan diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf adisusun dalam bentuk rencana diklat.
(2) Rencana diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. rencana diklat kehutanan jangka panjang;b. rencana diklat kehutanan jangka menengah; danc. rencana diklat kehutanan jangka pendek.
Pasal 35
(1) Rencana diklat kehutanan jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal34 ayat (2) huruf a disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
(2) Rencana diklat kehutanan jangka panjang disusun dengan berpedoman padaRencana Kehutanan Tingkat Nasional.
(3) Rencana diklat kehutanan jangka panjang paling sedikit memuat:
a. visi dan misi diklat kehutanan;b. tujuan dan arah kebijakan diklat kehutanan;c. jenis-jenis diklat kehutanan; dand. jenjang diklat kehutanan.
(4) Rencana diklat kehutanan jangka panjang dapat dievaluasi 1 (satu) kali setiap 5(lima) tahun.
Pasal 36
(1) Rencana diklat kehutanan jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal34 ayat (2) huruf b disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(2) Rencana diklat kehutanan jangka menengah disusun dengan berpedoman padarencana jangka panjang.
- 15 -
170
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
BAB IIIPENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN
Bagian KesatuUmum
Pasal 30
(1) Penyelenggaraan diklat kehutanan dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Selain oleh Pemerintah, diklat kehutanan dapat diselenggarakan oleh:
a. pemerintah provinsi;b. pemerintah kabupaten/kota;c. dunia usaha; dand. masyarakat.
Pasal 31
Diklat kehutanan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi, pemerintahkabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30ayat (2) dalam pelaksanaannya dapat membentuk lembaga diklat kehutanan.
Pasal 32
Pusat Diklat Kehutanan Kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,dunia usaha, dan masyarakat dalam menyelenggarakan diklat kehutanan dapat bekerjasama dengan lembaga internasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian KeduaDiklat Kehutanan Kementerian
Paragraf 1Umum
Pasal 33
Penyelenggaraan diklat kehutanan kementerian meliputi kegiatan:
- 14 -
169
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
Pasal 40
(1) Jenis diklat Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a terdiri atas:
a. diklat teknis kehutanan; danb. diklat fungsional kehutanan.
(2) Diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jenjang dasar,jenjang lanjutan, jenjang menengah, dan jenjang tinggi.
Pasal 41
(1) Jenis diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) meliputibidang kompetensi:
a. perencanaan kehutanan;b. rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lahan;c. pemanfaatan hutan;d. perlindungan hutan; dane. konservasi alam.
(2) Bidang kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah sesuaiperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanan yang ditetapkanoleh Menteri.
Pasal 42
(1) Kurikulum diklat teknis kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 hurufb disusun berdasarkan bidang kompentensi.
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan PusatDiklat Kehutanan Kementerian.
(3) Dalam hal diklat kehutanan diselenggarakan oleh pemerintah provinsi, pemerintahkabupaten/kota, dunia usaha, atau masyarakat wajib menggunakan kurikulum yangditetapkan oleh Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
Pasal 43
(1) Metode diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b meliputi:
- 17 -
172
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
(3) Rencana diklat kehutanan jangka menengah paling sedikit memuat:
a. strategi dan program kerja diklat;b. capaian jenis dan jenjang diklat;c. sebaran kelompok sasaran diklat; dand. anggaran diklat.
(4) Rencana diklat kehutanan jangka menengah dapat dievaluasi paling banyak 2(dua) kali.
Pasal 37
(1) Rencana diklat kehutanan jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34ayat (2) huruf c disusun untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Rencana diklat kehutanan jangka pendek disusun dengan berpedoman padarencana jangka menengah.
(3) Rencana diklat kehutanan jangka pendek paling sedikit memuat:
a. identifikasi kebutuhan diklat;b. rencana kegiatan diklat;c. anggaran diklat; dand. monitoring dan evaluasi diklat.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penetapan rencana diklatjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 3Pelaksanaan Diklat Kehutanan
Pasal 39
Pelaksanaan diklat kehutanan meliputi:
a. jenis diklat kehutanan;b. kurikulum dan metode;c. peserta diklat kehutanan; dand. tenaga kediklatan.
- 16 -
171
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
a. klasikal melalui pengelompokan peserta dengan perlakuan sama dalammencapai tujuan; dan/atau
b. nonklasikal melalui pelatihan di tempat kerja, lapangan, dan jarak jauh.
(2) Dalam menentukan metode diklat kehutanan yang digunakan harus memperhatikantujuan diklat, kondisi, lokasi, sebaran peserta, materi diklat, tenaga kediklatan,sarana, prasarana, dan biaya.
Pasal 44
Peserta diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c, meliputisumber daya manusia kehutanan yang dapat berasal dari:
a. pegawai negeri sipil;b. karyawan dunia usaha; dan/atauc. anggota kelompok masyarakat di bidang kehutanan.
Pasal 45
Tenaga kediklatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d terdiri dari:
a. widyaiswara sesuai dengan kompetensinya; danb. penyelenggara diklat yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Diklat Kehutanan
Kementerian.
Paragraf 4Monitoring dan Evaluasi
Pasal 46
(1) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c dilaksanakanoleh Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadappelaksanaan diklat kehutanan.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadapkegiatan:
a. pelaksanaan diklat; danb. pascadiklat.
- 18 -
173
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
(4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan diklat kehutanan sebagaimana dimaksudpada ayat (3) huruf a dilakukan terhadap kesesuaian dengan kurikulum yangmeliputi materi, metodologi, lokasi, waktu, peserta dan pengajar, sarana danprasarana, dan pelaksanaan.
(5) Evaluasi pascadiklat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan untukmengukur efisiensi dan efektifitas, serta manfaat dan dampak diklat.
Paragraf 5Pola Diklat Kehutanan
Pasal 47
(1) Pusat Diklat Kehutanan Kementerian menyusun pola diklat kehutanan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola diklat kehutanan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian KetigaDiklat Kehutanan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota,
Dunia Usaha, dan Masyarakat
Paragraf 1Diklat Kehutanan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 48
(1) Rencana diklat kehutanan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi disusundengan berpedoman pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan rencanadiklat kehutanan.
(2) Rencana diklat kehutanan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kotadisusun dengan berpedoman pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional danrencana diklat kehutanan tingkat provinsi.
- 19 -
174
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Pusat DiklatKehutanan Kementerian.
Pasal 53
(1) Lembaga diklat kehutanan dunia usaha dan masyarakat yang telah memperolehpengakuan dapat menyelenggarakan diklat kehutanan.
(2) Sertifikat bagi peserta diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diterbitkan oleh Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
Pasal 54
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh akreditasi dan sertifikat diklatkehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53 diaturdengan peraturan Menteri.
BAB IVPENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS
UNTUK LITBANG DAN DIKLAT KEHUTANAN
Pasal 55
(1) Lembaga litbang kehutanan dapat menggunakan kawasan hutan dengan tujuankhusus untuk keperluan litbang kehutanan setelah ditetapkan oleh Menteri.
(2) Lembaga diklat kehutanan dapat menggunakan kawasan hutan dengan tujuankhusus untuk keperluan diklat kehutanan setelah ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 56
(1) Kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55dapat ditetapkan pada semua fungsi kawasan hutan kecuali pada cagar alam danzona inti taman nasional.
(2) Kawasan hutan yang telah dibebani hak pengelolaan oleh BUMN dapat ditetapkansebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus dengan ketentuan tidak mengubahfungsi pokok kawasan hutan.
(3) Dalam kawasan hutan yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan, dapat ditetapkan
- 21 -
176
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
Paragraf 2Diklat Kehutanan Dunia Usaha dan Masyarakat
Pasal 49
(1) Penyelenggaraan diklat kehutanan oleh dunia usaha dan masyarakat dilaksanakansesuai kebutuhan dunia usaha dan masyarakat.
(2) Diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh pengakuandari Menteri.
Bagian KeempatPengakuan dan Sertifikasi
Paragraf 1Pengakuan
Pasal 50
(1) Penyelenggaraan diklat kehutanan oleh pemerintah provinsi, pemerintahkabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat wajib memperoleh pengakuan dariMenteri.
(2) Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya dilakukan olehPusat Diklat Kehutanan Kementerian.
Pasal 51
Pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) dilakukan secara transparanberdasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.
Paragraf 2Sertifikasi
Pasal 52
(1) Peserta diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 yang telah lulusmengikuti diklat kehutanan diberikan sertifikat.
- 20 -
175
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
BAB VIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 61
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, kawasan hutan yang telah ditunjukdan/atau ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk litbang ataudiklat kehutanan tetap berlaku dan pengelolaannya disesuaikan dengan PeraturanPemerintah ini.
BAB VIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintahini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 22 Januari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 22 Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 17
- 23 -
178
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus setelah dikeluarkan dari arealkerjanya.
Pasal 57
Kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dikelolaoleh lembaga litbang kehutanan atau lembaga diklat kehutanan berdasarkan rencanapengelolaan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 58
(1) Dalam mengelola kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksuddalam Pasal 56 dan Pasal 57, lembaga litbang kehutanan dan lembaga diklatkehutanan Pemerintah dapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi, pemerintahkabupaten/kota, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan kawasan hutan dengan tujuan khususuntuk lembaga litbang kehutanan dan lembaga diklat kehutanan diatur denganperaturan Menteri.
Pasal 59
Dalam hal lembaga litbang kehutanan atau lembaga diklat kehutanan sebagai pengelolakawasan hutan dengan tujuan khusus melaksanakan pemanfaatan hutan ataupemungutan hasil hutan untuk kepentingan litbang atau pendidikan dan pelatihankehutanan tidak dikenakan pungutan di bidang kehutanan sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB VSISTEM INFORMASI
Pasal 60
(1) Penyelenggaraan litbang serta diklat kehutanan Kementerian harus didukung olehsistem informasi yang dapat diakses oleh pemerintah provinsi, pemerintahkabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelanggaraan sistem informasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
- 22 -
177
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA PENDIDIKANDAN PELATIHAN KEHUTANAN
I. UMUM
Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam berupahutan yang tidak ternilai harganya. Karunia dan anugerah yang diberikan-Nyaadalah sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan secaralestari dengan akhlak mulia, dalam rangka beribadah, serta sebagai perwujudanrasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitasbercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari atas imandan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan litbang, sertadiklat kehutanan yang berkesinambungan.
Kegiatan litbang kehutanan diselenggarakan oleh Pemerintah, dan dapat bekerjasama dengan lembaga litbang pemerintah provinsi, lembaga litbang kabupaten/kota,perguruan tinggi, badan usaha, dan masyarakat.
Kegiatan diklat kehutanan diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi,pemerintah kabupaten/kota, badan usaha, dan masyarakat, dan dapat bekerjasama dengan lembaga litbang kehutanan.
Kegiatan litbang, serta diklat kehutanan dapat pula bekerja sama dengan lembaganasional dan/atau internasional, baik swasta maupun pemerintah.
Guna menunjang penyelenggaraan litbang, serta diklat kehutanan, Pemerintahmenyediakan kawasan hutan dengan tujuan khusus melalui pemberian izinpengelolaan.
Penyelenggaraan litbang, serta diklat kehutanan dilaksanakan denganmemperhatikan:
a. ilmu pengetahuan dan teknologi, kearifan tradisional, serta kondisi sosialbudaya masyarakat;
180
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undanganBidang Perekonomian dan Industri
Setio Sapto Nugroho
- 24 -
179
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ìrencana litbang kehutanan nasionalî adalahrencana penelitan dan pengembangan kehutanan yang bersifatmakro, jangka panjang, menyeluruh, memuat tujuan antara(intermediate goals), tujuan akhir (ultimate goals), serta arah(trajectories) dan garis besar tahapan kegiatan penelitian danpengembangan serta hasilnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
- 3 -
182
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
b. potensi dan karakteristik biofisik setempat guna menjamin terjaganya kekayaanplasma nutfah khas Indonesia dari pencurian atau gangguan lainnya yangmengancam punahnya plasma nutfah tersebut.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Pengelolaan hutan secara lestari meliputi: aspek ekonomi, sosial,budaya dan lingkungan.
Nilai tambah hasil hutan meliputi pengolahan hasil hutan kayu danhasil hutan bukan kayu serta jasa lingkungan hutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Lembaga litbang nonkementerian pada saat ditetapkannya PeraturanPemerintah ini adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalamhal penelitian kehutanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
- 2 -
181
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
184
Yang termasuk dalam pengembangan eksperimental antaralain perekayasaan, scaling up, dan inovasi teknologi.
Sistem teknologi yang lebih efektif dan efisien dapat berupateknologi yang tepat guna.
Produk unggulan dapat berupa produk yang memiliki nilaitambah tinggi, berdaya saing tinggi, dan aman dikonsumsiserta terjangkau masyarakat luas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Kearifan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia merupakankekayaan kultural, baik berupa seni atau teknologi maupun nilai-nilaiyang telah menjadi tradisi atau budaya masyarakat. Kekayaan tersebutmerupakan modal sosial untuk meningkatkan dan mengembangkankualitas SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi Kehutanan.
Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan yang dapatberupa organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta jasadrenik.
Plasma nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagikemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukungpembangunan nasional.
Pencurian plasma nutfah adalah mengambil atau memanfaatkan plasmanutfah secara tidak sah atau tanpa izin.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
- 5 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ìpenelitian dasarî adalah kegiatanpenelitian yang bersifat eksploratif untuk memperoleh ilmupengetahuan baru sebagai acuan penelitian terapan kehutanan.
Ilmu pengetahuan baru dapat berupa data dan informasi ilmiahtentang prinsip-prinsip dasar dari fenomena atau fakta sertainteraksi keduanya yang teramati di bidang kehutanan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ìpenelitian terapanî adalah kegiatanpenelitian yang memanfaatkan hasil penelitian dasar kehutananuntuk tujuan praktis guna memperoleh pengetahuan danteknologi di bidang kehutanan.
Pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanan dapat berupapengetahuan praktis dan teknologi terapan yang langsungdapat digunakan dalam penyusunan kebijakan pengelolaankehutanan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ìpenelitian kebijakanî adalah kegiatanpenelitian untuk merumuskan dan mengkaji kebijakankehutanan yang akan dan telah dilaksanakan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ìpengembangan eksperimentalî adalahkegiatan sistematis dengan menggunakan pengetahuan yangsudah ada yang diperoleh melalui penelitian dasar kehutanan,penelitian terapan kehutanan dan/atau penelitian kebijakankehutanan, untuk memperoleh sistem teknologi dan kebijakanyang lebih efektif dan efisien serta menghasilkan produkunggulan di bidang kehutanan.
- 4 -
183
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
185
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ìdi luar kawasan hutanî adalah termasuk dibidang industri hasil hutan.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ìhakî adalah hak pengelolaan hutan, yaitu hakyang diberikan untuk kegiatan:
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;b. pemanfaatan hutan;c. penggunaan kawasan hutan;d. rehabilitasi dan reklamasi hutan; sertae. pelindungan hutan dan konservasi alam.
Yang dimaksud dengan ìizinî adalah izin pemanfaatan hutan, yaitu izinyang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usahapemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izinusaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu, dan izinpemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada kawasan hutanyang telah ditentukan.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ìkawasan hutan dengan tujuan khusus(KHDTK)î adalah kawasan hutan yang dapat berupa hutankonservasi, hutan lindung, atau hutan produksi yang ditunjuk secarakhusus oleh Menteri untuk keperluan litbang, diklat, serta untukkepentingan sosial, religi, dan budaya dengan tidak mengubahfungsi pokok kawasan hutan yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas.
- 6 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
186
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ìpeneliti kehutananî adalah pegawai negeri sipilfungsional peneliti yang bekerja di Lembaga Litbang atau peneliti lainyang melakukan penelitian di bidang kehutanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyediaan dana dalam rangka perjanjian kerja sama litbang kehutanandapat berasal dari APBN, APBD, dan/atau dana lain yang sah dan tidakmengikat.
- 7 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
188
- 9 -
Ayat (2)
Peraturan Menteri antara lain mengatur tentang kriteria penetapan penelitiberprestasi dan Tim Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanansebagai Tim Penilai dan Penentu peneliti litbang yang berprestasi.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32Lembaga diklat dunia usaha di bidang kehutanan adalah lembaga diklat milikswasta yang menyelenggarakan diklat di bidang kehutanan.
Lembaga diklat masyarakat di bidang kehutanan adalah lembaga diklatperorangan, kelompok masyarakat, lembaga swadaya masyarakat yangbergerak dan/atau memiliki kepedulian untuk menyelenggarakan diklat dibidang kehutanan.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Perencanaan diklat kehutanan merupakan proses penetapan tujuan, kegiatan,dan perangkat yang diperlukan dalam penyelenggaraan diklat untuk memberikanpedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelengaraan diklatkehutanan.
Perencanaan diklat kehutanan dimaksudkan untuk memberikan arahan dalampenyelenggaraan diklat kehutanan untuk mendukung pengurusan hutan.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
187
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ìinvensiî adalah suatu ciptaan atau perancanganbaru yang belum ada sebelumnya yang memperkaya khazanah sertadapat dipergunakan untuk menyempurnakan atau memperbarui ilmupengetahuan dan teknologi yang telah ada.
Hak Kekayaan Intelektual antara lain berupa Hak Paten, Hak Cipta, HakMerek, Hak Desain Industri, dan Perlindungan Varietas Tanaman danhewan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
- 8 -
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
190
- 11 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Metode diklat klasikal pada umumnya dilaksanakan di dalam ruangkelas khususnya teori, sedangkan untuk praktek dapat dilaksanakandi dalam maupun di luar ruang kelas.
Huruf b
Metode diklat nonklasikal pada umumnya dilaksanakan di luar ruangkelas, antara lain berupa: magang, mobile training, inhouse training,detasering, proses belajar mandiri, tutorial, serta diklat jarak jauh.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Huruf a
Pegawai negeri sipil dalam ketentuan ini adalah pegawai negeri sipilyang bertugas di bidang kehutanan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 45
Huruf a
Cukup jelas.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
189
- 10 -
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Diklat teknis kehutanan bertujuan untuk memenuhi kompetensiteknis yang diperlukan dalam pengurusan hutan.
Huruf b
Diklat fungsional kehutanan bertujuan untuk memenuhi kompentensiyang sesuai dengan jenjang jabatan fungsional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi, bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedomanpenyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuanpendidikan dan pelatihan tertentu.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
191
- 12 -
Huruf b
Penyelenggara diklat kehutanan meliputi pengelola diklat dan tenagakediklatan.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ìpola diklat kehutananî adalah gambaran alurdiklat yang disusun berdasarkan jenis diklat yang terkait dengan jabatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
192
- 13 -
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Yang dimaksud dengan ìsistem informasiî dalam ketentuan ini adalah suatusistem yang terdiri atas informasi mengenai program dan hasil penelitian,pengembangan, pendidikan dan pelatihan kehutanan yang dapat diketahuidan dimanfaatkan (diakses) oleh seluruh pihak, baik masyarakat, kalanganusaha, Pemerintah, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kotadan dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara pihak-pihak denganinstansi penyelenggara litbang atau diklat kehutanan Kementerian.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5099
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
193
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIANomor : P. 41/Menhut-II/2010
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 Undang-UndangNomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan, maka dipandang perlu menetapkanPeraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman PenyusunanPrograma Penyuluhan Kehutanan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2. Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhirdengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentangPerubahan Kedua Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
194
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Kehutanan, Perikanan dan Kehutanan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan DaerahKabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentangPembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan PenyuluhanPertanian, Perikanan dan Kehutanan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 87, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5018);
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta SusunanOrganisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMANPENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN.
Pasal 1
Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutanan seperti tercantum padaLampiran Peraturan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturanini.
Pasal 2
Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutanan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 1 sebagai dasar dalam pelaksanaan penyusunan Programa PenyuluhanKehutanan bagi Penyuluh Kehutanan PNS, Penyuluh Kehutanan Swasta, dan/atauPenyuluh Kehutanan Swadaya.
195
Pasal 3
Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Kehutanan ini diundangkan denganpenempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di JakartaPada tanggal 30 Agustus 2010
MENTERI KEHUTANANREPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ZULKIFLI HASAN
Diundangkan di JakartaPada tanggal 7 September 2010
MENTERI HUKUM DAN HAMREPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 443
Salinan sesuai dengan aslinyaPlt. Kepala Biro Hukum dan Organisasi
ttd.
Mudjihanto SoemarmoNIP. 19540711 198203 1 002
196
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANANNOMOR : P. 41/Menhut-II/2010TANGGAL : 30 Agustus 2010
PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, diamanatkan perlu adanyapedoman penyusunan programa yang ditetapkan dengan Peraturan MenteriKehutanan. Kondisi saat ini, kelembagaan penyuluhan kehutanan di setiaptingkatan belum seluruhnya membuat programa penyuluhan kehutanan yangdijadikan acuan oleh Penyuluh Kehutanan dalam penyusunan rencana kerja.
Programa penyuluhan kehutanan merupakan rencana tertulis yang disusunsecara sistematis untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendalipencapaian tujuan penyuluhan melalui programa penyuluhan kecamatan,programa penyuluhan kabupaten/kota, programa penyuluhan provinsi danprograma penyuluhan nas ional sesuai dengan kebutuhan.
Programa penyuluhan Kehutanan yang disusun setiap tahun memuat rencanapenyuluhan tahun berikutnya dengan memperhatikan siklus anggaran padamasing-masing tingkatan dengan cakupan pengorganisasian, pengelolaansumberdaya sebagai pelaksanaan penyuluhan.
Agar revitalisasi penyuluhan kehutanan dapat berjalan secara produktif, efektifdan efisien, perlu dilakukan identifikasi sumberdaya dan program-programpembangunan kehutanan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, swastamaupun masyarakat. Hal tersebut diperlukan dalam rangka penyusunanrencana penyelenggaraan penyuluhan kehutanan yang komprehensif denganmemadukan seluruh sumberdaya yang tersedia.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan juga mengamanatkan bahwa programa penyuluhankehutanan terdiri atas programa penyuluhan desa/kelurahan atau unit kerjalapangan, programa penyuluhan kecamatan, programa penyuluhankabupaten/kota, programa penyuluhan provinsi dan programa penyuluhannasional. Agar programa penyuluhan ini dapat merespon secara lebih baikaspirasi pelaku utama dan pelaku usaha di perdesaan, penyusunan programapenyuluhan diawali dari tingkat desa/kelurahan.
Programa penyuluhan kehutanan disusun dengan memperhatikan keterpaduandan kesinergian programa penyuluhan pada setiap tingkatan.Keterpaduan mengandung maksud bahwa programa penyuluhan kehutanandisusun dengan memperhatikan programa penyuluhan kehutanan tingkat
197
kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan tingkat nasional,dengan berdasarkan kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha. Sedangkanyang dimaksudkan dengan kesinergian yaitu bahwa programa penyuluhankehutanan pada tiap tingkatan mempunyai hubungan yang bersifat salingmendukung. Dengan demikian semua programa penyuluhan kehutanan selarasdan tidak bertentangan antara programa penyuluhan kehutanan dalam berbagaitingkatan.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, maka programa penyuluhankehutanan diharapkan dapat menghasilkan kegiatan penyuluhan kehutananlokal spesifik yang strategis dan mempunyai daya ungkit yang tinggi terhadappeningkatan produktivitas komoditas kehutanan unggulan daerah danpendapatan petani. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang tercantumdalam programa penyuluhan Kehutanan ini akan mampu merespon kebutuhanpelaku utama dan pelaku usaha dan memberikan dukungan terhadap program-program prioritas dinas/instansi terkait.
Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan yang dituangkan dalam programapenyuluhan kehutanan, penganggarannya menjadi tugas dan kewenanganmenteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kemampuan keuanganmasing-masing.
Guna menyediakan acuan bagi seluruh penyelenggara penyuluhan di pusatdan daerah sebagai dasar persamaan persepsi dalam persiapan, perencanaan,dan pelaksanaan programa penyuluhan kehutanan, dipandang perlu untukmenerbitkan Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutanan.
B. Maksud dan Tujuan
Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutanan ini dimaksudkansebagai acuan dalam penyusunan programa penyuluhan kehutanan bagi parapenyelenggara penyuluhan kehutanan pada semua tingkatan.
Adapun tujuannya adalah :
1. Agar semua programa penyuluhan kehutanan selaras dan tidakbertentangan antara programa dalam berbagai t ingkatan
2. Sebagai bahan monitoring dan evaluasi penyusunan programa penyuluhankehutanan pada tahun berikutnya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutananmeliputi persiapan, penyusunan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasiprograma penyuluhan Kehutanan.
198
D. Pengertian
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Penyuluhan Kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhanadalah seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan,keterampilan, sikap pelaku utama dan pelaku usaha melalui penyuluhan.
2. Revitalisasi Penyuluhan Kehutanan adalah upaya mendudukkan,memerankan, memfungsikan dan menata kembali penyuluhan Kehutananagar terwujud satu kesatuan pengertian, satu kesatuan korps dan satukesatuan arah serta kebijakan.
3. Penyuluhan Kehutanan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utamaserta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong danmengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkanproduktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, sertameningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
4. Programa Penyuluhan adalah rencana tertulis yang disusun secarasistematis untuk memberikan arah dan pedoman sebagai alat pengendalipencapaian tujuan penyuluhan.
5. Materi Penyuluhan adalah bahan yang akan disampaikan olehparapenyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagaibentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen,ekonomi hukum dan kelestarian lingkungan.
6. Rencana Kerja Tahunan Penyuluh adalah jadwal kegiatan yang disusunoleh penyuluh berdasarkan programa penyuluhan setempat yangdilengkapi dengan hal-hal yang dianggap perlu untuk berinteraksi denganpelaku utama dan pelaku usaha.
7. Penyuluh Kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta maupun swadaya,yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga negaraIndonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan.
8. Pelaku Utama Kegiatan Kehutanan yang selanjutnya disebut pelakuutama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan besertakeluarga intinya.
9. Pelaku Usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasiyang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola Kehutanan,perikanan dan kehutanan.
10. Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganyaatau korporasi yang mengelola usaha di bidang Kehutanan yang meliputiusaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang.
11. Pos Penyuluhan Kehutanan Desa/Kelurahan adalah kelembagaanpenyuluhan pada tingkat desa/kelurahan yang merupakan unit kerja
199
nonstruktural yang dibentuk dan dikelola secara partisipatif oleh pelakuutama.
12. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah PresidenRepublik Indonesia yang memegang kekuasaaan pemerintahan negaraRI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
13. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkatdaerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
14. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayahyang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatsetempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakuidan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan RepublikIndonesia.
15. Kelompok Tani Hutan (KTH) / Kelompok Tani Penghijauan (KTP) adalahkumpulan petani atau perorangan warga negara Indonesia besertakeluarganya atau korporasi yang mengelola usaha dibidang kehutanan(wanatani, penangkaran satwa dan tumbuhan) di dalam dan di sekitarhutan yang meliputi usaha hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran,dan jasa penunjang lainnya (agrosilvobisnis).
II. UNSUR PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN
A. Keadaan Umum
Keadaan umum wilayah kerja yang menggambarkan fakta-fakta berupa datadan informasi mengenai potensi, produktivitas dan lingkungan usaha kehutanan,perilaku/tingkat kemampuan petani dan kebutuhan pelaku utama dalamusahanya di wilayah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi,nasional) pada saat akan disusunnya programa penyuluhan Kehutanan,dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Potensi usaha menggambarkan peluang usaha dari hulu sampai hiliryang prospektif untuk dikembangkan sesuai dengan peluang pasar,kondisi agroekosistem setempat, sumberdaya dan teknologi yang tersediauntuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama danpelaku usaha.
2. Produktivitas usaha menggambarkan perolehan hasil usaha per satuanunit usaha saat ini (faktual) maupun potensi perolehan hasil usaha yangdapat dicapai untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelakuutama dan pelaku usaha.
3. Lingkungan usaha menggambarkan kondisi ketersediaan sarana danprasarana usaha (agroinput, pasca panen, pengolahan, distribusi danpemasaran) serta kebijakan yang mempengaruhi usaha pelaku utamadan pelaku usaha.
200
4. Perilaku berupa kemampuan (Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap)pelaku utama dan pelaku usaha dalam penerapan teknologi usaha(teknologi usaha hulu, usahatani dan teknologi usaha hilir).
5. Kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha menggambarkan keperluanakan perlindungan, kepastian, kepuasan yang dapat menjamin terwujudnyakeberhasilan melaksanakan kegiatan usaha Kehutanan untukmeningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi pelaku utama danpelaku usaha.
B. Tujuan
Tujuan dalam hal ini memuat pernyataan mengenai perubahan perilaku dankondisi pelaku utama dan pelaku usaha yang hendak dicapai dengan caramenggali dan mengembangkan potensi yang tersedia pada dirinya, keluargadan lingkungannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan meresponpeluang.
Prinsip yang digunakan dalam merumuskan tujuan yaitu: SMART: Specific(khas); Measurable (dapat diukur); Actionary (dapat dikerjakan/dilakukan);Realistic (realistis); dan Time Frame (memiliki batasan waktu untuk mencapaitujuan).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah: ABCD:Audience (khalayak sasaran); Behaviour (perubahan perilaku yang dikehendaki);Condition (kondisi yang akan dicapai); dan Degree (derajat kondisi yang akandicapai).
C. Permasalahan
Permasalahan dalam hal ini terkait dengan faktor-faktor yang dinilai dapatmenyebabkan tidak tercapainya tujuan, atau faktor-faktor menyebabkanterjadinya perbedaan antara kondisi saat ini (faktual) dengan kondisi yangingin dicapai. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor yang bersifat perilaku, yaitu faktor yang berkaitan dengan tingkatadopsi pelaku utama dan pelaku usaha terhadap penerapan suatuinovasi/teknologi baru, misalnya belum yakin, belum mau, atau belummampu menerapkan dalam usahanya.
2. Faktor yang bersifat non perilaku, yaitu faktor yang berkaitan denganketersediaan dan kondisi sarana dan prasarana pendukung usaha pelakuutama dan pelaku usaha, misalnya ketersediaan pupuk, benih/bibit ataumodal.
Dari permasalahan yang teridentifikasi, perlu dibuat peringkat sesuai denganprioritas pembangunan kehutanan di suatu wilayah, berdasarkan pertimbangansebagai berikut:
a. apakah masalah itu menyangkut mayoritas para pelaku utama dan pelakuusaha;
201
b. apakah erat kaitannya dengan potensi usaha, produktivitas, lingkunganusaha, perilaku, kebutuhan, efektivitas dan efisiensi usaha pelaku utamadan pelaku usaha; dan
c. apakah tersedia kemudahan biaya, tenaga, teknologi/inovasi untukpemecahan masalah.
Penetapan urutan prioritas masalah tersebut dapat dilakukan denganmenggunakan teknik identifikasi faktor penentu (impact point), dan teknikperingkat masalah lainnya.
D. Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan menggambarkan apa yang dilakukan untuk mencapaitujuan, bagaimana caranya, siapa yang melakukan, siapa sasarannya, dimana,kapan, berapa biayanya, dan apa hasil yang akan dicapai untuk memecahkanmasalah yang dihadapi dan merespon peluang yang ada.
Untuk merumuskan rencana kegiatan perlu diperhatikan hal-hal sebagaiberikut:
1. Tingkat kemampuan (Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap) pelakuutama dan pelaku usaha;
2. Ketersediaan teknologi/inovasi, sarana dan prasarana, serta sumberdayalain yang mendukung kegiatan penyuluhan Kehutanan;
3. Tingkat kemampuan (Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap) PenyuluhKehutanan;
4. Situasi lingkungan fisik, sosial dan budaya yang ada; dan
5. Alokasi pembiayaan yang tersedia.
Rencana kegiatan harus memuat unsur-unsur :
SIADIBIBA : Siapa yang akan melaksanakan?; Apa tujuan yang ingin dicapai?;Dimana dilaksanakan?; Bilamana/kapan waktu pelaksanaan?; Berapa banyakhasil yang ingin dicapai (kuantitas dan kualitas)?; Berapa korbanan yangdiperlukan (biaya, tenaga, dll)?; serta bagaimana melaksanakannya (melaluikegiatan apa)?.
Rencana kegiatan yang disajikan dalam bentuk tabulasi/matriks yang berisimasalah, kegiatan, metode, keluaran, sasaran, volume/frekuensi, lokasi, waktu,biaya, sumber biaya, penanggungjawab, pelaksanaan dan pihak terkait.
III. MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN
A. Keterkaitan dan Keterpaduan Penyusunan Programa PenyuluhanKehutanan dengan Proses Perencanaan Pembangunan PenyuluhanKehutanan.
Keterkaitan dan Keterpaduan Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutanandengan Proses Perencanaan Pembangunan Penyuluhan Kehutanan terintegrasi
202
dengan sub sistem program pembangunan Kehutanan. Dengan demikianproses penyusunan programa penyuluhan Kehutanan dilakukan secara sinergisdan terpadu dengan proses perencanaan pembangunan Kehutanan.
Programa penyuluhan Kehutanan disusun setiap tahun dan memuat rencanapenyuluhan Kehutanan tahun berikutnya dengan memperhatikan siklusanggaran pada masing-masing tingkatan, serta mencakup pengorganisasiandan pengelolaan sumberdaya sebagai dasar penyelenggaraan penyuluhanKehutanan.
Penyusunan programa penyuluhan Kehutanan dilakukan secara partisipatifuntuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelakuusaha. Adapun jumlah dan alokasi pembiayaan kegiatan-kegiatan penyuluhanKehutanan yang tercantum pada programa penyuluhan di pusat, provinsi,kabupaten/kota, kecamatan, dan desa menjadi dasar dalam penyusunanAPBD dan APBN.
Kelembagaan penyuluhan di masing-masing tingkatan memfasilitasi prosespenyusunan programa penyuluhan Kehutanan agar programa penyuluhannasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan dapatberlangsung seiring sejalan, serta materi kegiatan penyuluhannya salingmenunjang dan saling mendukung.
203
Keterkaitan programa penyuluhan Kehutanan dengan perencanaanpembangunan dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Keterkaitan dan Keterpaduan Penyusunan Programa PenyuluhanDengan Perencanaan Pembangunan
B. Proses Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutanan
Proses penyusunan programa penyuluhan kehutanan, terdiri atas kegiatansebagai berikut:
1. Identifikasi program-program pembangunan Kehutanan lingkupKementerian Kehutanan, dinas/instansi lingkup kehutanan di provinsidan kabupaten/kota, serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha.Khusus untuk tingkat desa, identifikasi keadaan, masalah dan tujuandigali secara langsung dari pelaku utama dan pelaku usaha di desamelalui metoda/teknik PRA dan atau teknik lainnya.
2. Penggabungan kegiatan penyuluhan Kehutanan yang ada dalam programpembangunan Kehutanan menjadi prioritas lingkup KementerianKehutanan, dinas/instansi lingkup kehutanan di provinsi dan kabupaten/kota
204
dengan program kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha untukmenghas i l kan d ra f t p rograma penyu luhan kehutanan.
3. Penetapan keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan.
4. Pengesahan programa penyuluhan dilakukan oleh Kepala BalaiPenyuluhan, Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Kabupaten/Kota,Ketua Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi, atau Kepala BadanPenyuluhan sesuai dengan tingkat administrasi pemerintahan (khususuntuk tingkat desa/kelurahan tidak perlu disahkan, namun cukup diketahuioleh kepala desa/kelurahan).
5. Pembubuhan tanda tangan pimpinan pemerintahan di masing-masingtingkatan dan wakil-wakil Eselon I lingkup Kementerian Kehutanan,dinas/instansi lingkup kehutanan di provinsi dan kabupaten/kota padalembar pengesahan programa penyuluhan Kehutanan, agar programapenyuluhan Kehutanan menjadi bagian dari perencanaan pembangunan.
6. Programa penyuluhan kehutanan dijabarkan ke dalam rencana kerjatahunan setiap penyuluh Kehutanan.
7. Apabila dipandang perlu, dapat dilakukan revisi programa penyuluhankehutanan dan rencana kerja tahunan Penyuluh Kehutanan yang dilakukansetelah keluarnya APBD dan APBN.
C. Penyusunan Programa Penyuluhan Kehutanan
1. Tingkat Desa/Kelurahan
a. Penyuluh Kehutanan yang bertugas di desa/kelurahan memfasilitasiproses penyusunan programa penyuluhan Kehutanan tingkatdesa/kelurahan.
b. Apabila di satu desa belum ada penyuluh yang ditugaskan, makapenyusunan programa penyuluhan Kehutanan di desa/kelurahantersebut difasilitasi oleh Penyuluh Kehutanan yang wilayah kerjanyameliputi desa/kelurahan.
c. Penyusunan programa desa/kelurahan dimulai dengan penggaliandata dan informasi mengenai potensi desa, monografi desa, jeniskomoditas unggulan desa dan tingkat produktivitasnya, keberadaanKelompok Tani Hutan (KTH)/Kelompok Tani Penghijauan (KTP),keberadaan kelembagaan Aneka Usaha Kehutanan (AUK), masalah-masalah yang dihadapi oleh pelaku utama dan pelaku usaha.Penggalian data dan informasi ini dilakukan bersama-sama dengantokoh dan anggota masyarakat guna menjaring kebutuhan nyata,harapan dan aspirasi pelaku utama dan pelaku usaha, antara laindengan menggunakan metode dan instrumen Participatory RuralAppraisal (PRA ) atau teknik identifikasi keadaan wilayah lainnya.
205
d. Hasil penggalian data informasi tersebut merupakan masukan untukmenyusun rencana kegiatan KTH/KTP dalam setahun yangmencerminkan upaya perbaikan produktivitas usaha di tingkatKTH/KTP yaitu Rencana Definitif Kelompok (RDK). RDK yangdilengkapi dengan rincian kebutuhan sarana produksi/usaha yangdiperlukan untuk mendukung pelaksanaan rencana disebut RencanaDefinitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Hal ini sekaligus dimaksudkanguna memudahkan penyuluh dalam merekapitulasi kebutuhansarana produksi dan mengupayakan pemenuhannya secara tepatwaktu, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat sasaran, tepat harga.
e. Selanjutnya hasil rekapitulasi RDK dan RDKK seluruh KTH/KTP didesa akan digabungkan dengan kegiatan-kegiatan dinas/instansilingkup kehutanan yang dialokasikan di desa tersebut.
f. Penggabungan kegiatan KTH/KTP di tingkat desa dengan kegiatan-kegiatan dinas/instansi lingkup Kehutanan di desa, sesuai dengantahapan proses, dilakukan melalui serangkaian pertemuan-pertemuanyang dimotori oleh para Penyuluh Kehutanan di desa/kelurahandan dihadiri kepala desa, pengurus kelembagaan pelaku usaha,penyuluh swasta dan penyuluh swadaya yang bertugas di desa.
g. Programa Penyuluhan Kehutanan Desa/Kelurahan yang sudah finalditandatangani oleh para penyusun (perwakilan pelaku utama danpelaku usaha serta Penyuluh Kehutanan), kemudian ditandatanganioleh kepala desa/kelurahan, sebagai tanda mengetahui.
h. Programa Penyuluhan Kehutanan Desa/Kelurahan diharapkan telahselesai disusun paling lambat bulan September tahun berjalan,untuk dilaksanakan pada tahun berikutnya.
i. Programa Penyuluhan Kehutanan Desa/Kelurahan yang sudah finaldisampaikan kepada Balai Penyuluhan di kecamatan sebagai bahanpenyusunan programa penyuluhan Kehutanan kecamatan, danuntuk disampaikan di dalam Forum Musrenbangdes (MusyawarahPerencanaan Pembangunan Desa) sebagai bahan penyusunanperencanaan pembangunan desa.
2. Tingkat Kecamatan
a. Kepala Balai Penyuluhan di kecamatan memfasilitasi penyusunanprograma penyuluhan Kehutanan tingkat kecamatan yang dilakukanoleh penyuluh bersama perwakilan pelaku utama dan pelaku usaha.
b. Penyuluh bersama perwakilan pelaku utama dan pelaku usahamelakukan rekapitulasi programa desa/kelurahan yang ada diwilayah kerjanya sebagai bahan penyusunan programa penyuluhankecamatan.
c. Proses penyusunan programa penyuluhan kecamatan dimulai dari
206
perumusan keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan.Dalam proses ini dilakukan peringkat masalah-masalah yang dihadapioleh pelaku utama dan pelaku usaha sesuai dengan skala prioritaskebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha dan fokus pembangunandi wilayah kecamatan.
d. Penyusunan programa penyuluhan Kehutanan kecamatan inidilakukan oleh para penyuluh Kehutanan di kecamatan danperwakilan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha melaluiserangkaian pertemuan-pertemuan untuk menghasilkan draftprograma penyuluhan kecamatan.
e. Selanjutnya draft programa penyuluhan kehutanan kecamatandisajikan dalam pertemuan yang dihadiri oleh pejabat yangmembidangi perencanaan dari dinas/instansi terkait dan perwakilankelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha dalam rangkapenggabungan kegiatan penyuluhan.
f. Programa penyuluhan kehutanan kecamatan yang sudah finalditandatangani oleh para penyusunnya (perwakilan pelaku utamadan pelaku usaha serta penyuluh Kehutanan), kemudian disahkanoleh kepala Balai Penyuluhan, dan diketahui pimpinan dinas/instansiterkait;
g. Programa penyuluhan Kehutanan kecamatan diharapkan telahdisahkan paling lambat bulan Oktober tahun berjalan, untukdilaksanakan pada tahun berikutnya.
h. Programa penyuluhan Kehutanan kecamatan yang sudah disahkandisampaikan ke kelembagaan penyuluhan kabupaten sebagai bahanpenyusunan programa penyuluhan Kehutanan kabupaten, dan untukdisampaikan di dalam Forum Musrenbang Kecamatan sebagaibahan penyusunan perencanaan pembangunan kecamatan.
i. Programa penyuluhan Kehutanan kecamatan selanjutnya dijabarkanoleh masing-masing penyuluh Kehutanan ke dalam Rencana KerjaTahunan Penyuluh (RKPT) di kecamatan.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
a. Kepala kelembagaan penyuluhan kabupaten/kota memfasilitasipenyusunan programa penyuluhan Kehutanan tingkat kabupaten/kotayang dilakukan oleh penyuluh bersama perwakilan pelaku utamadan pelaku usaha.
b. Penyuluh bersama perwakilan pelaku utama dan pelaku rekapitulasiprograma kecamatan yang ada di wilayahkerjanya sebagai bahanpenyusunan programa penyuluhan kabupaten/kota.
c. Proses penyusunan programa penyuluhan kabupaten/kota dimulai
207
dari perumusan keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapaitujuan.Dalam proses ini dilakukan pemeringkatan masalah-masalah yangdihadapi oleh pelaku utama dan pelaku usaha sesuai dengan skalaprioritas kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha dan fokuspembangunan di wilayah kabupaten/kota.
d. Penyusunan programa penyuluhan Kehutanan kabupaten/kota inidilakukan oleh para penyuluh Kehutanan di kabupaten/ kota danperwakilan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha melaluiserangkaian pertemuan-pertemuan untuk menghasilkan drafprograma penyuluhan kabupaten/kota.
e. Draft programa penyuluhan Kehutanan kabupaten/kota selanjutnyadisajikan dalam pertemuan yang dihadiri oleh pejabat yangmembidangi perencanaan dari dinas/instansi lingkup Kehutanandan perwakilan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha dalamrangka penggabungan kegiatan penyuluhan.
f. Programa penyuluhan Kehutanan kabupaten/kota yang sudah finalditandatangani oleh koordinator penyuluh di kabupaten/ kota danperwakilan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha, kemudiandisahkan oleh kepala Badan pelaksana Penyuluhan/kelembagaanpenyuluhan kabupaten/kota, dan diketahui pejabat yang membidangiperencanaan dari dinas/ instansi l ingkup Kehutanan.
g. Programa penyuluhan Kehutanan kabupaten/kota diharapkandisahkan paling lambat bulan November tahun berjalan, untukdilaksanakan pada tahun berikutnya.
h. Programa penyuluhan Kehutanan kabupaten/kota yang sudahdisahkan selanjutnya disampaikan di dalam Forum MusrenbangKabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan perencanaanpembangunan kabupaten/kota.
i. Programa penyuluhan Kehutanan kabupaten/kota selanjutnyadijabarkan oleh masing-masing penyuluh Kehutanan ke dalamRencana Kerja Tahunan Penyuluh (RKPT) di kabupaten/kota.
4. Tingkat Provinsi
a. Kepala kelembagaan penyuluhan provinsi memfasilitasi penyusunanprograma penyuluhan Kehutanan tingkat provinsi yang dilakukanoleh para penyuluh bersama perwakilan kelembagaan pelaku utamadan pelaku usaha.
b. Penyusunan programa penyuluhan Kehutanan provinsi ini dilakukanoleh para penyuluh Kehutanan di provinsi dan perwakilankelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha melalui serangkaian
208
pertemuan-pertemuan untuk menghasilkan draft programapenyuluhan provinsi.
c. Proses penyusunan programa penyuluhan provinsi dimulai dariperumusan keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan.Dalam proses ini dilakukan pemeringkatan masalah-masalah yangdihadapi oleh pelaku utama dan pelaku usaha sesuai dengan skalaprioritas kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha dan fokuspembangunan di wilayah provinsi.
d. Draft programa penyuluhan Kehutanan provinsi selanjutnya disajikandalam pertemuan yang dihadiri oleh pejabat yang membidangiperencanaan dari dinas/instansi lingkup Kehutanan dan perwakilankelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha dalam rangkapenggabungan kegiatan penyuluhan.
e. Programa penyuluhan kehutanan provinsi yang sudah finalditandatangani oleh koordinator penyuluh di provinsi dan perwakilankelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha, kemudian disahkanoleh kepala kelembagaan penyuluhan provinsi, dan diketahui pejabatyang membidangi perencanaan dari dinas/instansi lingkup Kehutanan.
f. Programa penyuluhan kehutanan provinsi diharapkan telah disahkanpaling lambat bulan Desember tahun berjalan, untuk dilaksanakanpada tahun berikutnya.
g. Programa penyuluhan Kehutanan provinsi yang sudah disahkandisampaikan di dalam Forum Musrenbang Provinsi sebagai bahanpenyusunan perencanaan pembangunan p rov ins i .
h. Programa penyuluhan Kehutanan provinsi selanjutnya dijabarkanoleh masing-masing penyuluh Kehutanan ke dalam Rencana KerjaTahunan Penyuluh (RKTP) di provinsi.
5. Tingkat Nasional
a. Kepala kelembagaan penyuluhan di pusat memfasilitasi penyusunanprograma penyuluhan Kehutanan tingkat nasional yang dilakukanoleh para Penyuluh Kehutanan bersama perwakilan kelembagaanpelaku utama dan pelaku usaha.
b. Penyusunan programa penyuluhan Kehutanan nasional dilakukanoleh para Penyuluh Kehutanan di tingkat nasional dan perwakilankelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha melalui serangkaianpertemuan-pertemuan untuk menghasilkan draft programapenyuluhan nasional.
c. Proses penyusunan programa penyuluhan nasional dimulai dariperumusan keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan.Dalam proses ini dilakukan peringkat masalah-masalah yang dihadapi
209
oleh pelaku utama dan pelaku usaha sesuai dengan skala prioritaskebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha dan fokus pembangunannasional.
d. Draft programa penyuluhan Kehutanan nasional selanjutnya disajikandalam pertemuan yang dihadiri oleh pejabat yang membidangiperencanaan lingkup Kementerian Kehutanan dan perwakilankelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha dalam rangkapenggabungan kegiatan penyuluhan;
e. Programa penyuluhan Kehutanan nasional yang sudah finalditandatangani oleh koordinator penyuluh di tingkat pusat danperwakilan kelembagaan pelaku utama dan pelaku usaha, kemudiandisahkan oleh kepala kelembagaan penyuluhan pusat, dan diketahuipejabat di Eselon I lingkup Kementerian Kehutanan yang membidangiperencanaan.
f. Programa penyuluhan Kehutanan nasional diharapkan disahkanpaling lambat bulan Desember tahun berjalan, untuk dilaksanakanpada tahun berikutnya.
g. Programa penyuluhan Kehutanan nasional yang sudah disahkandisampaikan di dalam Forum Musrenbanghut Nasional sebagaibahan penyusunan perencanaan pembangunan nasional.
h. Programa penyuluhan Kehutanan nasional selanjutnya dijabarkanoleh masing-masing penyuluh Kehutanan ke dalam Rencana KerjaTahunan Penyuluh (RKTP) di tingkat pusat.
IV. TAHAPAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN
Penyusunan programa penyuluhan dilakukan oleh penyuluh Kehutanan bersamapara pelaku utama dan pelaku usaha serta organisasi petani secara partisipatif,melalui tahapan sebagai berikut:
A. Perumusan Keadaan
Perumusan keadaan adalah penggambaran fakta berupa data dan informasidi suatu wilayah kerja pada saat program disusun yang diperoleh setelahmelakukan pengumpulan dan pengolahan data. Sebelum keadaan dirumuskan,perlu dilakukan pengumpulan, pengolahan dan analisis data mengenai potensi,produktivitas dan lingkungan usaha kehutanan, perilaku/tingkat kemampuanpelaku utama dan pelaku usaha, dan kebutuhan pelaku utama dalam usahanyadisuatu wilayah. Hasil analisis data dan informasi dapat digali melalui berbagaimetode partisipatif, diantaranya PRA (Participatory Rural Appraisal), darirencana kegiatan pelaku utama dan pelaku usaha (RDK/RDKK) serta darirekapitulasi programa penyuluhan setingkat dibawahnya.
210
B. Penetapan Tujuan
Penetapan tujuan adalah perumusan keadaan yang hendak dicapai dalamjangka waktu 1 (satu) tahun. Tujuan dirumuskan dengan kalimat-kalimatperubahan perilaku pelaku utama dan pelaku usaha yang hendak dicapai.Penetapan tujuan tersebut dilakukan bersama-sama pemerintah, pelaku utamadan pelaku usaha, serta kelembagaan pelaku utama dan pelaku usahasehingga rumusan tersebut berupa keinginan dan kepentingan dari keduabelah pihak.
C. Penetapan Masalah
Penetapan masalah adalah perumusan faktor-faktor yang dapat menyebabkantidak tercapainya tujuan. Faktor-faktor tersebut terutama dicari dari kemampuanpelaku utama dan pelaku usaha dan kelembagaan pelaku utama dan pelakuusaha. Faktor-faktor tersebut disusun berdasarkan:
1. Apakah masalah tersebut menyangkut mayoritas pelaku utama danpelaku usaha dan organisasi petani.
2. Apakah erat kaitannya dengan program pembangunan Kehutanan yangsedang berlangsung di wilayah kerja yang bersangkutan.
3. Apakah kemampuan (biaya, tenaga, peralatan, dsb) tersedia untukpemecahan masalah. Urutan prioritas masalah dapat dilakukan denganmenggunakan teknik faktor penentu ( impact-point) atau teknik peningkatanmasalah lainnya. Selain itu, penetapan masalah dilakukan secarapartisipatif dengan merujuk pada hasil identifikasi faktor-faktor yangmenyebabkan tidak tercapainya tujuan.
Penetapan masalah dilakukan dengan tahapan:
1. Menetapkan kriteria untuk menetapkan prioritas (melibatkan banyakpelaku utama dan pelaku usaha, sebaran lokasi luas, kerugian yangdiakibatkan tinggi, kemudahan untuk mengatasi masalah,mendesak/penting).
2. Menetapkan skoring/pembobotan untuk setiap kriteria sesuai dengankesepakatan.
3. Melakukan penilaian terhadap setiap masalah berdasarkan skoring.
4. Menetapkan prioritas masalah.
D. Penetapan Rencana Kegiatan
Pada tahap ini dirumuskan cara mencapai tujuan, yaitu penetapan rencanakegiatan yang menggambarkan bagaimana tujuan bisa dicapai. Ada duarencana yang harus disusun, yaitu:
1. Rencana kegiatan penyuluhan yang meliputi data dan informasi mengenaitujuan, masalah, sasaran, lokasi, metode/kegiatan, waktu, lokasi, biaya
211
dan penanggungjawab serta pelaksana. Masalah dalam rencana kegiatanpenyuluhan berupa masalah-masalah yang bersifat perilaku, yang antaralain bisa disidik (identifikasi) berdasarkan teknik faktor penentu.
2. Rencana kegiatan untuk membantu mengikhtiarkan pelayanan danpengaturan yang meliputi data dan informasi mengenai tujuan, sasaran,lokasi, jenis kegiatan, waktu, penanggungjawab serta pelaksana. Masalahpetani yang bersifat non perilaku antara lain masalah-masalah yangberkaitan dengan kondisi sarana dan prasarana usahatani, pembiayaan,pengaturan, pelayanan dan kebijakan pemerintah/iklim usaha yangkurang kondusif.
E. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Rencana monitoring dan evaluasi disusun oleh para Penyuluh Kehutananyang berada di pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desabersama para pelaku utama dan pelaku usaha. Rencana monitoring danevaluasi meliputi :
1. Penetapan indikator dan ukuran keberhasilan programa penyuluhankehutanan :
a. Indikator ditetapkan berdasarkan tujuan kegiatan-kegiatan(keluaran/output) yang telah ditetapkan dalam programa.
b. Ukuran keberhasilan ditetapkan berdasarkan indikator yang dapatdiukur (data kualitatif dan kuantitatif).
2. Penyusunan instrumen monitoring dan evaluasi
a. Instrumen monitoring disusun berdasarkan rencana dan realisasikegiatan-kegiatan yang tercantum dalam programa penyuluhankehutanan
b. Instrumen evaluasi disusun dalam bentuk daftar pertanyaan/daftaris ian berdasarkan indikator yang te lah di tetapkan.
3. Penetapan jadual monitoring dan evaluasi Monitoring dilakukan palingkurang 3 (tiga) bulan sekali atau triwulanan, sedangkan evaluasi dilakukanmenjelang akan disusunnya programa penyuluhan tahun berikutnya.
F. Revisi Programa Penyuluhan
Revisi programa penyuluhan pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,kelurahan/ desa dilakukan karena adanya perubahan-perubahan keadaanyang mengakibatkan berubahnya tujuan, masalah dan rencana kegiatan, yangdisebabkan antara lain:
1. Kesalahan analisa data dan informasi yang digali melalui PRA.
2. Kesalahan dalam penyusunan rencana kegiatan penyuluhan yang telahdisusun oleh pelaku utama dan pelaku usaha di setiap tingkatan dankelompok.
212
3. Kesalahan dalam perumusan keadaan.4. Kesalahan dalam penetapan tujuan.5. Kesalahan dalam penetapan masalah.6. Kesalahan dalam penetapan kegiatan.7. Perubahan dalam dukungan pembiayaan.
Secara skematis urutan penyusunan programa penyuluhan Kehutanan dapatdigambarkan seperti pada Gambar 1:
Bagan Tahap 1-6
Gambar 1. Skematis Urutan Penyusunan Pograma Penyuluhan Kehutanan
V. FORMAT PROGRAMA PENYULUHAN
A. Pendahuluan
Dalam pendahuluan diuraikan informasi yang melatarbelakangi perlunyapenyusunan programa penyuluhan di suatu tingkatan wilayah (pusat, provinsi,kabupaten/kota, kecamatan, atau desa/kelurahan).
B. Keadaan Umum
Keadaan umum menggambarkan mengenai potensi sumberdaya pembangunanKehutanan secara umum dan sumberdaya yang erat kaitannya denganpenyuluhan kehutanan serta merupakan bagian dari program-programpembangunan kehutanan di suatu tingkat (pusat, provinsi, kabupaten/kota,kecamatan, atau desa/kelurahan) yang perlu didukung dengan data daninformasi yang menunjang, baik kualitatif dan kuantitatif.
213
C. Tujuan
Tujuan menggambarkan pernyataan mengenai perubahan pengetahuan,wawasan, sikap dan perilaku pelaku usaha, pelaku utama, kelembagaanpetani, penyuluh dan petugas dinas/instansi lingkup kehutanan serta pemangkukepentingan yang akan dicapai untuk merubah potensi sumberdayapembangunan kehutanan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,atau desa/kelurahan menjadi peluang yang nyata dan bermanfaat untukpeningkatan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat. Upayaini menggambarkan target yang secara realistis dapat dicapai dalam kurunwaktu setahun.
D. Masalah
Masalah menggambarkan faktor-faktor yang menyebabkan belum tercapainyatujuan pembangunan kehutanan yang diharapkan. Uraian ini dimulai dengananalisa permasalahan yang bersifat non perilaku yang menghambat pencapaiantingkat produktivitas, baik yang berkaitan dengan aspek kebijakan,sarana/prasarana, pembiayaan, maupun pengaturan dan pelayanan.Selanjutnya analisa non perilaku ini diikuti dengan analisa perilaku yangberkaitan dengan pengetahuan, wawasan, sikap dan perilaku pelaku utama,pelaku usaha, kelembagaan petani KTH/KTP, penyuluh dan petugasdinas/instansi lingkup kehutanan, serta seluruh pemangku kepentingan yangmenjadi kendala dalam pencapaian tujuan pembangunan kehutanan yangdiharapkan.
E. Rencana Kegiatan Penyuluhan
Rencana kegiatan penyuluhan menggambarkan berbagai kegiatan/metodepenyuluhan yang dipandang tepat untuk mentransformasi terjadinya perubahanpengetahuan, wawasan, sikap dan perilaku pelaku utama dan pelaku usahaserta seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Secara lengkap rencana kegiatan penyuluhan ini dituangkan dalam bentukmatriks programa penyuluhan yang berisi mengenai keadaaan, tujuan, masalah,sasaran (target beneficeries), materi, kegiatan/metoda, volume, lokasi, waktu,sumber biaya, pelaksana dan penanggung jawab seperti tercantum padaForm 1.
Kegiatan-kegiatan yang bersifat non perilaku, misalnya kegiatan-kegiatanuntuk membantu/mengikhtiarkan kemudahan bagi pelaku utama, pelakuusaha, kelembagaan petani KTH/KTP, yang berkaitan dengan aspek kebijakan,sarana/prasarana, pembiayaan, pengaturan dan pelayanan, dituangkan dalambentuk matriks seperti tercantum pada Form 2.
Kegiatan-kegiatan tersebut selanjutnya diusulkan dalam forum musyawarahperencanaan pembangunan tahun berjalan di setiap tingkatan wilayah untukmendapat dukungan dari dinas/instansi lingkup kehutanan dan dinas/instansiterkait.
214
F. Penutup
Dalam penutup diuraikan kesimpulan atau harapan atas tersusunnya programapenyuluhan kehutanan.
G. Lampiran
Lampiran menyajikan data pendukung dan rencana tindak lanjut yang akandilakukan untuk menjabarkan programa penyuluhan kehutanan ke dalamrencana kerja tahunan Penyuluh Kehutanan sesuai form yang ada.
VI. PENJELASAN MATRIK PROGRAMA PENYULUHAN
A. Keadaan
Kolom ini berisi uraian singkat mengenai status pemanfaatan potensisumberdaya pembangunan kehutanan secara umum yang berkaitan dengantingkat produktivitas usaha kehutanan di suatu wilayah.
B. Tujuan
Kolom ini berisi uraian singkat mengenai upaya yang akan ditempuh untukmengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya pembangunan Kehutanansecara umum, khususnya yang berkaitan dengan perubahan pengetahuan,wawasan, sikap dan perilaku pelaku utama dan pelaku usaha serta seluruhpemangku kepentingan dalam peningkatan produktivitas usaha Kehutanandi suatu wilayah.
C. Masalah
Kolom ini berisi uraian singkat mengenai faktor-faktor yang menyebabkanbelum tercapainya tujuan pembangunan Kehutanan yang diharapkan, baikyang bersifat perilaku maupun non perilaku, yang dihadapi oleh pelaku utamadan pelaku usaha serta seluruh pemangku kepentingan dalam peningkatanproduktivitas usaha Kehutanan di suatu wilayah.
D. Sasaran
Kolom ini menjelaskan mengenai siapa yang direncanakan untuk mendapatmanfaat dari penyelenggaraan suatu kegiatan/metode penyuluhan Kehutanandi tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau desa/kelurahan,yaitu:
1. Pelaku usaha, pelaku utama dan kelembagaan petani (untuk programapenyuluhan di semua tingkatan).
2. Penyuluh dan petugas dinas/instansi lingkup Kehutanan yang bertugassetingkat di bawah wilayahnya, serta pemangku kepentingan lainnya(untuk programa penyuluhan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dannasional).
216
K. Penanggungjawab
Kolom ini berisi mengenai siapa penanggung jawab pelaksanaan kegiatanpenyuluhan, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapatdengan jelas dimintai pertanggungjawaban.
L. Pelaksana
Kolom ini berisi mengenai siapa yang melaksanakan kegiatan-kegiatanpenyuluhan tersebut, apakah dilakukan oleh penyuluh, petani/kontaktanidan/atau pelaku usaha.
M. Keterangan
Kolom ini berisi uraian mengenai hal-hal yang perlu dijelaskan tentang pihak-pihak yang diharapkan terl ibat dalam pelaksanaan kegiatan.
N. Matriks
Matriks Programa Penyuluhan Kehutanan seperti tercantum pada Form 3.
VII. UNSUR-UNSUR DALAM RENCANA KERJA TAHUNAN PENYULUH
Rencana Kerja Tahunan Penyuluh (RKTP) merupakan rencana kegiatan penyuluhdalam kurun waktu setahun yang dijabarkan dari programa penyuluhan di pusat,provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau desa/kelurahan. RKTP juga merupakanpernyataan tertulis dari serangkaian kegiatan yang terukur, terealistis, bermanfaatdan dapat dilaksanakan oleh seorang penyuluh di wilayah kerja masing-masingpada tahun yang berjalan.
Rencana Kerja Tahunan Penyuluh tersebut dituangkan dalam bentuk matriks yangberisi tujuan, masalah, sasaran, kegiatan/metoda, materi, volume, lokasi, waktu,sumber biaya, pelaksana dan penanggung jawab seperti tercantum padaForm 4.
Rencana Kerja Tahunan Penyuluh:
1. Jadual KegiatanJadual kegiatan terdiri atas: waktu pelaksanaan, lokasi dan volume kegiatan.
2. Jenis KegiatanJenis kegiatan didasarkan pada:
a. Tugas pokok dan bidang kegiatan penyuluhan; danb. Programa penyuluhan setempat.
3. Indikator kinerja dari setiap kegiatanIndikator kinerja kegiatan digunakan sebagai standar penilaian keberhasilanpenyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha dan penggunaananggarannya;
215
Penetapan sasaran perlu dilakukan berdasarkan hasil analisis gender yangdilakukan terhadap pelaku utama dan pelaku usaha Kehutanan di tingkatrumahtangga petani dan masyarakat pedesaan pada umumnya, khususnyauntuk menentukan ìsiapa melakukan apa?î dan ìsiapa memutuskan apa?î.
Dengan demikian, sasaran penyelenggaraan suatu kegiatan/metode penyuluhanakan menjadi lebih spesifik karena diarahkan langsung kepada petani denganpenjelasan laki-laki, perempuan atau keduanya yang berdasarkan hasil analisisgender merupakan pelaku kegiatan tersebut. Hal ini dimaksudkan untukmenghindari bias gender dan distorsi pesan akibat penyamarataan sasaranyang dilakukan tanpa mempertimbangkan peran masing-masing (laki-laki atauperempuan) dalam kegiatan usaha, maupun dalam pengambilan keputusanmengenai hal-hal yang berkaitan dengan usahanya.
E. Materi
Kolom ini berisi mengenai jenis informasi teknologi yang menjadi pesan bagisasaran baik dalam bentuk pedoman-pedoman, petunjuk teknis suatu komoditastertentu dan lain-lain.
F. Kegiatan/Metode
Kolom ini berisi kegiatan-kegiatan atau metode penyuluhan yang dapatmemecahkan masalah untuk mencapai tujuan.
G. Volume
Kolom volume berisi mengenai jumlah dan frekuensi kegiatan yang akandilakukan agar sasaran dapat memahami dan melaksanakan pesan yangdisampaikan melalui kegiatan/metode penyuluhan, atau agar terjadinyaperubahan perilaku pada sasaran.
H. Lokasi
Kolom ini memuat mengenai lokasi kegiatan penyuluhan yang akandilaksanakan (desa, kecamatan, kabupaten/kota, dll).
I. Waktu
Kolom ini berisikan mengenai waktu pelaksanaan kegiatan-kegiatan yangtercantum dalam programa penyuluhan.
J. Sumber Biaya
Kolom sumber biaya diisi mengenai berapa biaya yang dibutuhkan untukmelaksanakan kegiatan penyuluhan yang telah ditetapkan, serta dari manasumber biaya yang tersebut diperoleh.
218
Foru
m 1
217
4. Hal-hal atau bahan-bahan lain yang perlu dipersiapkan dalam rangkamemfasilitasi dengan pelaku utama dan pelaku usaha.
VIII. PEMBIAYAAN
1. Pembiayaan penyusunan programa penyuluhan Kehutanan desa/kelurahan,kecamatan dan kabupaten/kota berasal dari APBD kabupaten/kota.
2. Pembiayaan penyusunan programa penyuluhan Kehutanan provinsi dari APBDprovinsi, penyusunan programa penyuluhan Kehutanan nasional dibiayai dariAPBN.
3. Sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.Agar penyusunan programa penyuluhan Kehutanan sesuai dengan mekanismeperencanaan pembangunan daerah dan nasional, maka pengalokasiananggaran untuk menyusun programa penyuluhan Kehutanan tahun berikutnyadisediakan pada anggaran tahun yang berjalan.
IX. PENUTUP
Pedoman ini merupakan acuan bagi penyelenggara penyuluhan Kehutanan dipusat dan di daerah untuk menyamakan persepsi dalam persiapan, perencanaandan pelaksanaan programa penyuluhan Kehutanan.
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI KEHUTANANPlt. Kepala Biro Hukum dan Organisasi REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd.
Mudjihanto Soemarmo ZULKIFLI HASANNIP. 19540711 198203 1 002
220
Foru
m 3
219
Foru
m 2
222
MENTERI KEHUTANANREPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIANomor : SK. 595/Menhut-II/2011.
TENTANG
KOMISI PENYULUHAN KEHUTANAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan danKehutanan, untuk menetapkan kebijakan dan strategipenyuluhan kehutanan Menteri dibantu oleh Komisi PenyuluhanKehutanan Nasional;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, perlu menetapkanKeputusan Menteri Kehutanan tentang Komisi PenyuluhanKehutanan Nasional;
Menetapkan : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
221
224
c. Sekretaris : Hendro Asmoro, SST., MSi.merangkap (Badan Penyuluhan dan Pengembangananggota Sumber Daya Manusia Kehutanan).
d. Anggota : 1. Prof. Dr. Totok MardikantoUniversitas Sebelas Maret - Surakarta
2. Dr. Prudensius MaringAntropologi dan Ekologi, UniversitasIndonesia
3. Ir. I Made Subadia Gelgel, MSc.Staf Ahli Menteri Kehutanan BidangHubungan Antar Lembaga
4. Ir. Soetino WibowoMasyarakat Konservasi Tanah dan AirIndonesia (MKTI)
5. Ir. Hazanal Arifin, MSc.Ikatan Penyuluh Kehutanan Indonesia(IPKINDO)
6. Ir. Maman SuparmanHimpunan Pelestarian Hutan Andalan(HPHA)
7. Ir. Nanang RofandiAsosiasi Pengusaha Hutan Indonesia(APHI)
8. Dr. Ir. Soeporahardjo, MSi.Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN)
KEDUA : KPKN sebagaimana dimaksud pada AMAR KESATU mempunyaitugas :
a. Memberikan masuskan sebagai bahan penyusunan kebijakandan strategi penyuluhan kehutanan nasional.
b. Memberikan arahan kepada Komisi Penyuluhan KehutananProvinsi (KPKP) dan Komisi Penyuluhan KehutananKabupaten/Kota (KPKK) dalam penyusunan kebijakan danstrategi penyuluhan kehutanan nasional.
c. Berkoordinasi dengan Komisi Penyuluhan Kehutanan Provinsi(KPKP) dan Komisi Penyuluhan Kehutanan Kabupaten/Kota(KPKK) dalam hal merumuskan kebijakan dan strategipenyuluhan kehutanan nasional.
d. Mengembangkan kebijakan dan strategi penyuluhan kehutanannasional.
e. Membantu pemecahan masalah dalam penyelenggaraanpenyuluhan Kehutanan nasional.
223
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhirdengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan DaerahKabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentangPembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan PenyuluhanPertanian, Perikanan dan Kehutanan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 87, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5018);
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta SusunanOrganisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG KOMISIPENYULUHAN KEHUTANAN NASIONAL.
KESATU : Membentuk Komisi Penyuluhan Kehutanan Nasional yangselanjutnya disebut KPKN, dengan susunan keanggotaan sebagaiberikut :
a. Ketua : Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, MSc.merangkap (Staf Khusus Menteri Kehutanan Bidanganggota Pemberdayaan Masyarakat)
b. Wakil Ketua : Prof. Dr. Harjadi Kartodihardjomerangkap (Institut Pertanian Bogor)anggota
226
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIANomor : SK.14/Menhut-IX/2012
TENTANG
PENUNJUKAN Ir. INDRIASTUTI, MM. SEBAGAI ANGGOTA KOMISIPENYULUHAN KEHUTANAN NASIONAL
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan NomorSK.595/Menhut-II/2011 telah ditetapkan Komisi PenyuluhanKehutanan;
b. bahwa untuk memperkuat Tim Komisi serta mengoptimalkankinerja Komisi Penyuluhan Kehutanan Nasional, diperlukanpenambahan personil sebagai anggota;
c. bahwa berdasarkan huruf a dan b, perlu menunjuk personilyang dipandang mampu dan mempunyai kompetensi sebagaianggota Komisi Penyuluhan Kehutanan Nasional denganKeputusan Menteri Kehutanan.
Menetapkan : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2. Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
225
KE
MENTERIAN KEHUTAN
AN
SE
KRETARIAT JENDER
AL
KETIGA : KPKN dalam melaksanakan tugasnya mengadakan pertemuansecara berkala paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali di Jakarta dandapat mengundang unsur terkait di luar anggota sesuaikepentingannya.
KEEMPAT : KPKN dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab dan wajibmenyampaikan laporan kepada Menteri Kehutanan melalui KepalaBadan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya ManusiaKehutanan paling sedikit 4 (empat) kali dalam setahun.
KELIMA : KPKN melaksanakan tugasnya selama 3 (tiga) tahun.
KEENAM : KPKN dibantu oleh Sekretariat Badan Penyuluhan danPengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan yang bertugas:
a. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan strategipenyuluhan kehutanan nasional.
b. Menyiapkan laporan pertemuan berkala KPKN.c. Merencanakan agenda pertemuan.d. Memfasilitasi pertemuan KPKN.
KETUJUH : Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas KPKN dibebankanpada Anggaran Badan Penyuluhan dan Pengembangan SumberDaya Manusia Kehutanan.
KEDELAPAN : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 19 Oktober 2011
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI KEHUTANANKEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, REPUBLIK INDONESIA
ttd.
KRISNA RYA ZULKIFLI HASAN
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :
1. Menteri Dalam Negeri.2. Menteri Pertanian.3. Menteri Kelautan dan Perikanan.4. Para Gubernur di seluruh Indonesia.5. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia6. Para Eselon I lingkup Kementerian Kehutanan.7. Yang bersangkutan.
228
KEDUA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JakartaSalinan sesuai dengan aslinya Pada tanggal : 17 Januari 2012Kepala Bagian Kepegawaian, Hukum, MENTERI KEHUTANANOrganisasi dan Tata Laksana, REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
Sigit Pramono ZULKIFLI HASANNIP. 19650130 199103 1 003
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.2. Menteri Dalam Negeri.3. Menteri Pertanian.4. Menteri Kelautan dan Perikanan.5. Para Gubernur di seluruh Indonesia.6. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.7. Para Eselon I lingkup Kementerian Kehutanan.8. Ketua Komisi Penyuluhan Kehutanan Nasional.9. Yang bersangkutan.
D:Asus/SK-PenambahanKomisiPenyuluhanKehutananNasional-06122012.doc
227
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentangPerubahan Kedua Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SistemPenyuluhan Kehutanan, Perikanan dan Kehutanan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan DaerahKabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentangPembiayaan, Pembinaan dan Pengawasan PenyuluhanPertanian, Perikanan dan Kehutanan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 87, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5018);
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta SusunanOrganisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405);
9. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 595/Menhut-II/2011tentang Komisi Penyuluhan Kehutanan Nasional.
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PENUNJUKANIr. INDRIASTUTI, MM SEBAGAI ANGGOTA KOMISI PENYULUHANKEHUTANAN NASIONAL.
KESATU : Menugaskan sebagai anggota Komisi Penyuluhan KehutananNasional kepada :
Ir. Indriastuti, MM( Tenaga Ahli Menteri Kehutanan Bidang Peningkatan KompetensiPenyuluh Kehutanan )