Buku Evaluasi Pendidikan

134
1 BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan 1. Pengukuran Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996:3). Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif. Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995:21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa. Menurut Mardapi (2004:14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia

description

Buku gratis mata kuliah Evaluasi Pendidikan

Transcript of Buku Evaluasi Pendidikan

Page 1: Buku Evaluasi Pendidikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan

1. Pengukuran

Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk

mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah

membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas

Sudijono, 1996:3). Jika kita mengukur suhu badan seseorang

dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B,

maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah

mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat kedalam

angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu

bersifat kuantitatif.

Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran

sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995:21) adalah proses

pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses

pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah

diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu

tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja

mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta

mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui

apa yang telah dilakukan siswa.

Menurut Mardapi (2004:14) pengukuran pada dasarnya

adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara

sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang

diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah

untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia

Page 2: Buku Evaluasi Pendidikan

2

seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka.

Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini

harus sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam

melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial

dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang

diukur.

Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya

dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering

dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah

dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan

nontes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang

karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat

memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek.

2. Penilaian

Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan

dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas

pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa.

Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan

tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu

memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga

pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan

strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang

baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu

meningkatkan kemampuannya.

Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan

langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang

diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan

ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999:8)

Page 3: Buku Evaluasi Pendidikan

3

penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan

hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995:21) penilaian

adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah

selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah

penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal

yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan

dalam bentuk nilai.

Menurut Djemari Mardapi (2004:18) ada dua acuan yang

dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan

norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang

pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma

berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat

digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan

acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua

orang namun waktunya bisa berbeda.

Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan

mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya.

Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes

akan memberikan gambaran dimana posisinya jika

dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut.

Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan

kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai

dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini

biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang.

Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan

apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan

sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk

ujian-ujian praktek. Dengan adanya acuan norma atau kriteria,

hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun

penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan

Page 4: Buku Evaluasi Pendidikan

4

acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40

km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila

kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.

3. Evaluasi

Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan

yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam

kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat

dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus

dilaksanakan secara berurutan.

Evaluasi Menurut Suharsimi (2004:1) adalah kegiatan

untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu,

yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk

menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.

Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana dikatakan

Gronlund (1990:5) merupakan proses yang sistematis tentang

mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk

menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai

oleh siswa. Menurut Djemari Mardapi (2004:19) evaluasi adalah

proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian

belajar kelas atau kelompok.

Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri

khas dari evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis,

pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara

berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya

dievaluasi disetiap akhir program tersebut, (2) dalam

pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang

akurat untuk menunjang keputusan yang akan diambil.

Asumsi-asumsi ataupun prasangka. bukan merupakan

Page 5: Buku Evaluasi Pendidikan

5

landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3)

kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari

tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Karena itulah pendekatan goal oriented merupakan pendekatan

yang paling sesuai untuk evaluasi pembelajaran.

Menurut Suharsimi (2007:3) mendefinisikan; Mengukur

adalah membanding-kan sesuatu dengan satu ukuran.

Pengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil

suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk.

Evaluasi adalah meliputi kedua langkah di atas, yakni

mengukur dan menilai.

Dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah atau

khususnya di kelas, guru adalah pihak yang paling bertanggung

jawab atas hasilnya. Dengan demikian, guru patut dibekali

dengan evaluasi sebagai ilmu yang mendukung tugasnya, yakni

mengevaluasi hasil belajar siswa. Dalam hal ini guru bertugas

mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari

oleh siswa atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang

dirumuskan.

4. Tujuan dan Fungsi Penilaian

Fungsi penilaian pendidikan antara lain :

a. Penilaian berfungsi sebagai selektif, dengan penilaian guru

mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian

terhadap siswanya.

b. Penilaian berfungsi sebagai diagnostik, dengan penilaian

sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa

tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya

sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara

untuk mengatasinya.

Page 6: Buku Evaluasi Pendidikan

6

c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan, dengan penilaian

guru dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana

seorang siswa harus ditempatkan.

d. Penilain berfungsi sebagai pengukur keberhasilan, dengan

penilaian guru dapat mengatahui sajauh mana suatu

program berhasil diterapkan.

B. Subjek dan Sasaran Evaluasi

1. Subjek Evaluasi

Yang dimaksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang

melakukan pekerjaan evaluasi atau pelaksana evaluasi, yaitu

dalam hal ini adalah guru. Ada pandangan lain yang disebut

dengan subjek evaluasi adalah siswa, yakni orang yang

dievaluasi. Dalam hal ini yang dipandang sebagai objek

misalnya : prestasi belajar, kemampuan memori, gaya belajar

dan lain sebagainya. Pandangan lain lagi mengklasifikasikan

siswa sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjeknya.

2. Sasaran Evaluasi

Sasaran evaluasi meliputi unsur-unsur : input, transformasi

dan output.

a. Input

Meliputi aspek :

- Kemampuan, alat ukur yang digunakan adalah tes

kemampuan (attitude test).

- Kepribadian, alat ukur yang digunakan adalah tes

kepribadian (personality test).

- Sikap-sikap, alat ukur yang digunakan adalah tes skala

sikap (attitude scale).

Page 7: Buku Evaluasi Pendidikan

7

- Inteligensi, alat ukur yang digunakan adalah tes inteligensi,

hasil tes akan diketahui IQ (intelligence Quotient) siswa.

b. Transformasi

Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek

penilaian antara lain :

- Kurikulum/materi

- Metode dan cara penilaian

- Sarana pendidikan/media

- Sistem administrasi

- Guru dan personal lainnya.

c. Output

Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk

mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian/prestasi

belajar mereka selama mengikuti program. Alat yang

digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut tes

pencapaian atau achievment test.

Page 8: Buku Evaluasi Pendidikan

8

BAB II

PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

A. Prinsip Evaluasi

Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan

evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga

komponen, yaitu antara tujuan pembelajaran, kegiatan

pembelajaran atau KBM dan evaluasi.

Triangulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan

sebagai berikut :

a. Hubungan antara Tujuan dengan KBM

Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk

rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada

tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah

yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah

pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada

tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM.

b. Hubungan antara Tujuan dengan Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk

mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan

makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi

menuju ke tujuan. Alat evaluasi mengacu pada tujuan yang

sudah dirumuskan.

Page 9: Buku Evaluasi Pendidikan

9

c. Hubungan antara KBM dengan Evaluasi

Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu

atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan.

B. Alat Evaluasi

Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat

digunakan untuk mempermudah seseorang untuk melaksana-

kan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif dan

efisien. Kata “alat” biasa disebut juga dengan istilah

“instrumen”. Dengan demikian alat evaluasi juga dikenal

dengan instrumen evaluasi.

Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi

sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang

dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator

menggunakan cara atau teknik, dan oleh karena itu dikenal

dengan teknik evaluasi. Ada dua teknik evaluasi, yaitu teknik

tes dan non tes.

Agar dapat diperoleh skor dan nilai yang benar-benar

mewakili suatu objek, maka seorang guru harus

mempergunakan suatu alat ukur yang bermutu. Untuk dapat

menggunakan suatu alat pengukur yang bermutu secara tepat,

maka seorang guru perlu memahami dan mengenal berbagai

hal seperti teknik tes dan non tes, ciri-ciri tes, perencanaan

dan penyusunan tes yang dibuat guru.

1. Teknik Tes

Alat pengukur tes banyak dipergunakan dalam bidang

pengukuran prestasi belajar di sekolah, khususnya dipakai

untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai

tujuan pendidikan dan pengajaran atau instruksional. Tes

Page 10: Buku Evaluasi Pendidikan

10

sebagai alat pengukur mempunyai bermacam-macam arti.

Salah satu artinya yaitu tes adalah suatu alat pengukur yang

berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara

sengaja dalam suatu situasi yang distandarisasikan, dan yang

dimaksud untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar

individu atau kelompok.

Jenis-Jenis Tes

Seorang guru perlu mengenal jenis-jenis tes yang

dipergunakan dalam setiap kegiatan pengukuran sifat suatu

objek (seperti prestasi atau hasil belajar siswa) dari suatu mata

pelajaran yang diampunya.

a. Tes menurut variabel atau apanya yang mau diukur

1) Tes prestasi belajar atau hasil belajar atau achievement

tast.

Adalah suatu tes yang mengukur prestasi seseorang

dalam suatu bidang studi sebagai hasil proses belajar

yang khas, yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk

pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan nilai.

Dengan demikian fungsi utama tes hasil belajar adalah

mengukur keberhasilan belajar siswa dan sekaligus pula

mengukur keberhasilan guru dalam mengajar suatu mata

pelajaran.

Kekuatannya :

Hasil skor dan nilai yang sungguh-sungguh relevan dan

akurat dapat menjadi sarana untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa sesuai dengan kemampuannya.

Kelemahannya :

- Hasil tes prestasi belajar tidak pernah mencapai

kecermatan dan akurasi yang tinggi.

Page 11: Buku Evaluasi Pendidikan

11

- Tes hasil belajar yang belum diuji cobakan terlebih

dahulu pada umumnya taraf reliabilitas, validitas,

kesukaran dan daya beda itemitemnya belum

meyakinkan.

2) Tes Kemampuan Belajar atau Tes Bakat Umum

Adalah tes yang didesain untuk mengukur kapasitas,

meramalkan apa yang dapat dicapai seseorang pada masa

datang melalui pendidikan atau latihan. Pengukuran

bakat seseorang secara tidak langsung diproyeksikan

untuk masa depan dengan cara mengukur kemampuan

yang ditunjukkan pada waktu sekarang. Tes bakat

dibedakan tes bakat umum dan tes bakat khusus. Tes

bakat umum lebih di maksudkan untuk mengungkap

bakat dalam lingkup lebih luas terutama dalam

hubungannya dengan tugas-tugas atau pekerjaan

sekolah. Sedangkan tes bakat khusus lebih mengungkap

bakat dalam lingkup lebih khusus, seperti bakat olahraga,

seni dan sebagainya.

Kekuatannya :

Tes ini dapat membantu siswa dalam mengarahkan studi

maupun memilih lapangan pekarjaan agar tidak gagal

dalam mencapainya.

Kelemahannya :

- Tes ini tidak dapat mengukur seluruh aspek

kemampuan siswa.

- Jangkauan penggunaannya sangat terbatas.

Contoh Tes Kemampuan belajar adalah :

- Tes berfikir verbal penalaran

- Tes berfikir penggolongan

- Tes kemampuan umum

Page 12: Buku Evaluasi Pendidikan

12

- Tes perbendaharaan kata

- Tes penggunaan bahasa Indonesia

b. Tes menurut bentuk atau tipe-nya

1) Tes karangan atau uraian (Essay Test)

Adalah suatu tes yang memberi kesempatan siswa untuk

mengorgani-sasikan jawabannya secara bebas sesuai

dengan kemampuannya dengan bahasanya sendiri atas

sejumlah item yang relatif kecil dan tuntutan jawaban

yang benar, relevan, lengkap, dan berstruktur dan jelas.

2) Tes Objektif atau Objective Test

Adalah suatu tes yang telah menyediakan sejumlah

jawaban, sehingga jawaban tinggal memilih satu jawaban

benar dari sejumlah jawaban yang tersedia dari sejumlah

besar item.

Tes objektif dibedakan lagi menjadi :

(1) Bentuk Banar-Salah atau True-False test

(2) Bentuk pilihan ganda atau Multiple-choice test

(3) Bentuk menjodohkan atau Matching test

3) Tes Semi Objektif atau semi Karangan

Adalah tes yang memberi kesempatan kepada siswa

untuk menghasilkan jawabannya sendiri secara singkat

sesuai dengan kemampuannya dan bahasannya sendiri

atas sejumlah item yang relatif agak besar sehingga

jawaban dapat benar atau salah atau agak benar atau

agak salah. Tes ini dibedakan lagi menjadi :

(1) Tes jawaban singkat (short answer test)

(2) Tes melengkapi (completion test)

Page 13: Buku Evaluasi Pendidikan

13

c. Tes menurut lamanya waktu pengukuran

1) Tes Kekuatan atau Power Test

Adalah suatu tes yang mengukur taraf kemampuan siswa

dalam batas waktu yang secukupnya. Akan tetapi yang

dipentingkan bukanlah kecepatan menjawab siswa.

2) Tes Kecepatan atau Speed Test

Adalah suatu tes di mana yang dipentingkan adalah

kecepatan menjawab, biasanya diukur dalam bentuk

banyaknya jumlah jawaban yang bisa diselesaikan dalam

suatu waktu yang tersedia.

d. Tes menurut kegunaannya

1) Tes Diagnostik

Adalah suatu tes yang digunakan untuk mengetahui

kekurangan-kekurangan siswa sehingga berdasarkan

kekurangan-kekurangan tersebut dapat dilakukan

pemberian perlakuan yang sesuai.

2) Tes Formatif

Adalah tes yang digunakan untuk mengukur sejauh mana

siswa telah menguasai bahan pelajaran, setelah mengikuti

suatu program kegiatan instruksional tertentu. Tes ini

diberikan pada akhir setiap program kegiatan

instruksional sebagai post-test. Dari hasil tes formatif

seorang siswa dapat mengetahui kelemahan dan

keunggulannya dalam menguasaan bahan pelajaran,

materi mana yang sudah dikuasai dan mana yang belum

dikuasai. Bagi guru dapat dijadikan masukan, sejauh

mana materi pelajaran dapat dikuasai siswa.

Page 14: Buku Evaluasi Pendidikan

14

3) Tes Sumatif

Adalah tes yang dilaksanakan setelah pemberian

keseluru-han program dalam suatu kegiatan instruksional

pada suatu periode berakhir.

e. Tes menurut alat ekspresinya

1) Tes Non Verbal

Adalah tes perbuatan atau tindakan. Tes tindakan adalah

tes di mana jawabannya berbentuk perbuatan atau

tindakan yang diharapkan sesuai dengan perintah atau isi

itemnya.

2) Tes Verbal

Adalah tes yang mengungkapkan isi item dan jawabannya

memakai simbol bahasa baik yang mempunyai arti

maupun yang tidak, secara lisan atau tertulis.

f. Tes menurut jumlah siswa yang dilibatkan

1) Tes Individual (Individual Test)

Adalah suatu tes yang dilaksanakan hanya terbatas untuk

satu orang siswa pada saat tertentu.

2) Tes Kelompok (Group Test)

Adalah tes yang dilaksanakan lebih dari satu orang siswa

pada suatu saat dalam waktu yang bersamaan.

g. Tes menurut tingkat atau taraf mutunya

1) Tes Buatan Guru

Adalah suatu tes yang dibuat dan digunakan oleh seorang

guru sendiri di sekolah. Hasil tes buatan guru banyak

dipakai untuk mengetahui kedudukan prestasi belajar

siswa di kelas, kemajuannya dan sebagainya.

Page 15: Buku Evaluasi Pendidikan

15

2) Tes Baku

Adalah suatu tes yang telah distandarisasikan atau yang

disusun secara cermat oleh seorang atau tim ahli

penyusun tes melalui uji coba berkali-kali, sehingga tes

tersebut telah memiliki mutu yang tinggi.

2. Teknik Non Tes

Alat pengukur non tes berupa rangkain pertanyaan atau

pernyataan yang harus dijawab secara sengaja dalam suatu

situasi yang kurang distandarisasikan dan yang dimaksudkan

untuk mengukur kemampuan atau hasil belajar yang dapat

diamati secara konkret dari individu atau kelompok.

Jenis-Jenis Alat Pengukur Non Tes

Berbagai alat pengukur non tes yang dimaksud antara

lain adalah observasi, catatan anekdota, daftar cek, skala nilai,

angket dan wawancara.

a. Observasi atau Pengamatan (observation)

Adalah suatu teknik pengamatan yang dilaksanakan secara

langsung atau tidak langsung dan secara teliti terhadap

suatu gejala dalam suatu situasi di suatu tempat.

1) Teknik pengamatan observasi secara langsung adalah

teknik pengamatan di mana seorang guru atau pengamat

mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa

instrumen) terhadap gejala yang diamati.

2) Teknik pengamatan tak langsung adalah teknik

pengamatan yang menggunakan suatu instrumen

pengamatan.

Page 16: Buku Evaluasi Pendidikan

16

b. Catatan anekdota atau Anecdotal Record

Adalah suatu catatan faktual dan seketika tentang peristiwa,

kejadian, gejala atau tingkah laku yang spesifik dan

menarik, yang dilakukan siswa secara individual atau

kelompok. Faktual artinya catatan dari pengamatan bukan

tafsiran, sedangkan seketika artinya segera setelah peristiwa

terjadi.

c. Daftar Cek atau Check List

Adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan

singkat, tertulis tentang berbagai gelaja, yang dimaksudkan

sebagai penolong pencatatan ada tidaknya sesuatu gejala

dengan cara memberi tanda cek () pada setiap pemunculan

gejala yang dimaksud. Daftar cek ini sedapat mungkin

memuat sebanyak mungkin pernyataan yang dapat diamati

yang terinci dan terumuskan secara operasional dan

spesifik.

d. Skala Nilai atau Rating Scale

Adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan,

gejala atau perilaku yang dijabarkan dalam bentuk skala

atau kategori yang bermakna nilai dari yang terendah

sampai yang tertinggi. Tugas penilai atau pengamat tinggal

memberi tanda cek () dalam kolom rentangan nilai.

e. Angket atau Quesioner

Adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci dan

lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang

pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya. Melalui angket,

hal-hal tentang diri responden dapat diketahui. Misalnya

tentang keadaan, atau data dirinya seperti pengalaman,

sikap, minat, kebiasaan belajar dan sebagainya. Isi angket

Page 17: Buku Evaluasi Pendidikan

17

dapat berupa pertanyaan-pertanyaan tentang responden.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirumuskan sedemikian

rupa sehingga dapat diperoleh jawaban yang objektif. Juga

perlu dijalin kerjasama antara pemberi angket dan

responden melalui pengantar angket yang simpatik,

sehingga responden terdorong bekerja sama dan rela

mengisinya secara jujur.

Ditinjau dari cara menjawab pertanyaannya, angket dapat

dikelompokkan menjadi :

1) Angket terbuka atau tak berstruktur, adalah angket yang

disusun sedemikian rupa, sehingga responden secara

bebas dapat memberikan jawaban sesuai dengan

bahasanya sendiri.

2) Angket tertutup atau berstruktur, adalah angket yang

disusun sedemikian rupa, sehingga responden tinggal

memilih jawaban yang disediakan.

Ditinjau dari jawaban yang diberikan, angket dibagi menjadi:

a) Angket langsung, adalah angket yang dikirim kepada

responden dan langsung diisinya.

b) Angket tak langsung, adalah angket yang dikirim kepada

rsponden dan dijawab oleh orang yang bukan diminta

keterangannya. Jadi responden menjawab pertanyaan

tentang orang lain.

f. Wawancara atau Interview

Adalah suatu proses tanya jawab sepihak antara pewancara

(interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee), yang

dilaksanakan sambil bertatap muka, baik secara langsung

maupun tidak langsung, dengan maksud memperoleh

Page 18: Buku Evaluasi Pendidikan

18

memperoleh jawaban dari interviewee. Berdasarkan bentuk

pertanyaannya, maka wawancara dapat dibagi menjadi :

1) Wawancara dengan pertanyaan berstruktur atau tertutup.

Adalah suatu wawancara di mana pertanyaan-pertanyaan

dan kemungkinan jawaban-jawabannya telah disediakan

oleh interviewer, sehingga jawaban tingggal dikelompok-

kan kepada kemungkinan jawaban yang telah tersedia.

2) Wawancara dengan pertanyaan tak berstruktur atau

terbuka atau bebas.

Adalah suatu wawancara di mana pertanyaan-pertanyaan

yang disediakan memberi kebebasan interviewee untuk

menjawabnya atau mengemukakan pendapatnya.

3) Wawancara dengan pertanyaan bentuk kombinasi.

Adalah suatu wawancara di mana pertanyaan-pertanyaan

yang disediakan merupakan kombinasi antara pertanyaan

berstruktur dengan pertanyaan tak berstruktur.

C. Ciri-Ciri Instrumen yang baik

Sebuah instrumen yang dapat dikatakan baik sebagai alat

pengukur harus memenuhi persyaratan tes, yakni memiliki :

1. Validitas

Validitas merupakan sebuah kata benda, sedangkan kata

“valid” merupakan kata sifat. Sebuah data atau informasi

dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan

senyataanya atau sesungguhnya. Sebuah tes disebut valid

apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak

diukur.

Page 19: Buku Evaluasi Pendidikan

19

2. Reliabilitas

Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata

reliability dalam bahasa Inggris, berasal dari kata reliable

yang artinya dapat dipercaya. Sebuah tes dikatakan reliabel

apabila memberikan hasil yang tetap apabila di teskan

berkali-kali.

3. Objektivitas

Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang

mempengaruhinya. Sebuah tes dikatakan memiliki

objektivitas apabila dalam melaksanakan tes tidak ada

faktor subjektif yang mempengaruhi.

4. Praktikabilitas (Practicability)

Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi

apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadminis-

trasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang mudah

dilaksanakan, mudah pemeriksaannya dan dilengkapi

dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat

diberikan/diawali oleh orang lain.

5. Ekonomis

Yang dimaksud dengan ekonomis di sini adalah bahwa

pelaksanaan tes tidak membutuhkan ongkos/biaya yang

mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.

Page 20: Buku Evaluasi Pendidikan

20

BAB III

VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN

A. Validitas

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia senantiasa

dihadapkan pada masalah keakuratan sebuah informasi.

Informasi yang diterima manusia setiap hari sangat banyak

dengan sumber yang semakin beragam. Koran dan televisi

adalah dua sumber informasi utama saat ini. Dengan semakin

banyaknya sumber-sumber informasi yang senantiasa

berkembang, maka muncul sebuah pertanyaan mendasar

tentang sejauhmana informasi yang diperoleh tersebut dapat

dipercaya?

Dalam penelitian-penelitian, keakuratan informasi yang

diperoleh sangat mempengaruhi keputusan yang akan diambil.

Sayangnya, akurasi informasi dalam penelitian-penelitian sosial

tersebut tidak mudah diperoleh disebabkan sulitnya

mendapatkan operasionalisasi konsep mengenai variabel yang

hendak diukur. Untuk mengungkap aspek-aspek yang hendak

diteliti, maka diperlukan alat ukur yang baik dan berkualitas.

Alat ukur tersebut dapat berupa skala atau tes. Sebuah tes yang

baik sebagaimana disampaikan oleh Syaifuddin Azwar (2006 : 2)

harus memiliki beberapa kriteria antara lain valid, reliable,

standar, ekonomis dan praktis.

Dalam Standards for Educational and Psychological Testing

validitas adalah "... the degree to which evidence and theory

support the interpretation of test scores entailed by proposed uses

of tests " (1999:9). Sebuah tes dikatakan valid jika ia memang

mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen & Yen, 1979: 95).

Dalam bahasa yang hampir sama Djemari Mardapi (2004:25)

Page 21: Buku Evaluasi Pendidikan

21

menyatakan bahwa validitas adalah ukuran seberapa cermat

suatu tes melakukan fungsi ukurnya. Menurut Nitko &

Brookhart (2007: 38) kevalidan sebuah alat ukur tergantung

pada bagaimana hasil tes tersebut diinterpretasikan dan

digunakan. Dalam pandangan Samuel Messick (1989: 13)

validitas merupakan penilaian menyeluruh dimana bukti

empiris dan logika teori mendukung pengambilan keputusan

serta tindakan berdasarkan skor tes atau model-model penilaian

yang lain. Instrumen evaluasi dipersyaratkan valid agar hasil

yang diperoleh dari kegiatan evaluasi valid.

1. Macam-Macam Validitas

Di dalam buku Encyclopedia of Educational Evaluation

yang ditulis oleh Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan

disebutkan “A test is valid if it measures what it purpose to

measure”, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut

mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia

“va;id” disebut dengan “sahih”. Secara garis besar validitas

dapat dibedakan menjadi :

a) Validitas Logis

Validitas logis mengandung kata “logis” berasal dari kata

“logika” yang berarti penalaran. Validitas logis untuk sebuah

instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah

instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan

hasil penalaran. Validitas logis dapat dicapai apabila

instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada. Validitas

logis tidak perlu diuji kondisinya tetapi langsung diperoleh

sesudah instrumen tersebut disusun. Ada dua macam

validitas logis, yaitu validitas isi dan validitas konstrak.

Page 22: Buku Evaluasi Pendidikan

22

b) Validitas Empiris

Validitas empiris mengandung kata “empiris” yang berarti

“pengalaman”. Sebuah instrumen dapat dikatakan memilki

validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman.

Validitas empiris dibagi menjadi dua macam yaitu validitas

“ada sekarang” dan validitas predictive.

Dari pengelompokkan tersebut maka secara keseluruhan kita

mengenal empat macam validitas :

a) Validitas isi (content validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur

tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi

pelajaran yang diberikan.

b) Validitas konstruksi (construct validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila

butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur

setiap aspek berfikir seperti yang disebutkan dalam tujuan

pembelajaran.

c) Validitas “ada sekarang” (concurrent validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya

sesuai dengan pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal

yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut

sekarang sudah ada.

d) Validitas prediksi (predictive validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau

validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk

meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan

datang.

Page 23: Buku Evaluasi Pendidikan

23

2. Cara Menghitung Validitas Instrumen

Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas jika

hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki

kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Teknik

yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik

korelasi Product Moment yang dilakukan oleh Pearson.

Rumus korelasi product moment ada dua macam, yaitu :

a. Korelasi product moment dengan simpangan baku

b. Korelasi product moment dengan angka kasar

Rumus korelasi product moment dengan simpangan baku :

Dimana :

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua

variabel yang dikorelasikan (x = X - dan y = Y - )

= Jumlah perkalian x dengan y

x2 = Kuadrat dari x

y2 = Kuadrat dari y

Contoh perhitungan :

Misalnya akan menghitung validitas tes prestasi belajar biologi.

Sebagai kriterium diambil rata-rata ulangan yang akan dicari

validitasnya diberi kode X dan rata-rata nilai harian diberi

kode Y. Kemudian dibuat tabel persiapan sebagai berikut:

))((22

yx

xy

xyr

X Y

xy

Page 24: Buku Evaluasi Pendidikan

24

Tabel Persiapan untuk Mencari Validitas Tes Prestasi Belajar Biologi

No. Nama X Y x y x2 y2 xy

1 Nadia 6,5 6,3 0,00 -0,08 0,00 0,01 0,0

2 Susi 7 6,8 0,50 0,42 0,25 0,16 0,2

3 Cecep 7,5 7,2 1,00 0,82 1,00 0,64 0,8

4 Eko 7 6,8 0,50 0,42 0,25 0,16 0,2

5 Dodik 6 7 -0,50 0,62 0,25 0,36 -0,3

6 Endi 6 6,2 -0,50 -0,18 0,25 0,04 0,1

7 Sarif 5,5 5,1 -1,00 -1,28 1,00 1,69 1,3

8 Agus 6,5 6 0,00 -0,38 0,00 0,16 0,0

9 Rina 7 6,5 0,50 0,12 0,25 0,01 0,06

10 Tina 6 5,9 -0,50 -0,48 0,25 0,36 0,240

Jumlah 65 63,8 3,5 3,59 2,60

=

= dibulatkan 6,4

Dimasukkan ke rumus :

= 0,733

X 5,610

65

N

X

Y 38,610

63,8

N

Y

))((22

yx

xy

xyr

565,12

6,2

)59,3)(5,3(

6,2xyr

545,3

6,2

Page 25: Buku Evaluasi Pendidikan

25

Rumus Korelasi product moment dengan angka kasar :

Dengan menggunakan data hasil tes prestasi belajar biologi di

atas, kita dapat menghitung dengan rumus korelasi product

moment dengan angka kasar, yang tabel persiapannya sebagai

berikut :

No. Nama X Y X2 Y2 XY

1 Nadia 6,5 6,3 42,25 39,69 40,95

2 Susi 7 6,8 49 46,24 47,6

3 Cecep 7,5 7,2 56,25 51,84 54

4 Eko 7 6,8 49 46,24 47,6

5 Dodik 6 7 36 49 42

6 Endi 6 6,2 36 38,44 37,2

7 Sarif 5,5 5,1 30,25 26,01 28,05

8 Agus 6,5 6 42,25 36 39

9 Rina 7 6,5 49 42,25 45,5

10 Tina 6 5,9 36 34,81 35,4

Jumlah 65 63,8 426 410,52 417,3

Dimasukkan ke dalam rumus :

2222 )()(

))((

YYNXXN

YXXYNrXY

2222 )()(

))((

YYNXXN

YXXYNrXY

4070,44 410,52 x 104225 426 x 10

63,8) x (65417,3 x 10

XYr

4070,44 4105,24225 4260

41474173

34,76 x 35

26

Page 26: Buku Evaluasi Pendidikan

26

= 0,745

Jika dibandingkan dengan validitas yang dihitung dengan

rumus simpangan baku terdapat perbedaan, namun ini wajar

karena adanya pembulatan angka dalam perhitungan,

perbedaan ini sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

Koefisien korelasi selalu pada angka kisaran antara -1,00

sampai +1,00. Koefosien negatif menunjukkan hubungan

kebalikan sedangkan koefisien positif menujukkan hubungan

kesejajaran atau searah. Interpretasi mengenai besarnya

koefisien korelasi adalah sebagai berikut :

Koefisien korelasi 0,800 – 1,00 = sangat tinggi

Koefisien korelasi 0,600 – 0,800 = tinggi

Koefisien korelasi 0,400 – 0,600 = cukup

Koefisien korelasi 0,200 – 0,400 = rendah

Koefisien korelasi 0,000 – 0,200 = sangat rendah

Penafsiran harga koefisien korelasi ada dua cara yaitu :

1. Dengan melihat harga koefisien korelasi ( r ) dan diinterpre-

tasikan, misalnya korelasi tinggi, cukup dan sebagainya.

2. Dengan dikonsultasikan dengan tabel r product moment

sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya atau valid

tidaknya korelasi tersebut. Jika harga r hitung > r tabel,

maka signifikan atau valid. Jika r hitung < r tabel, maka tidak

signifikan atau tidak valid.

8797,34

26

Page 27: Buku Evaluasi Pendidikan

27

3. Cara Menghitung Validitas Butir Soal atau Validitas Item

Apa yang sudah dibicarakan di atas adalah validitas soal

secara keseluruhan tes. Di samping itu perlu juga mencari

validitas item atau validitas untuk masing-masing butir soal.

Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan

yang besar terhadap skor total. Skor item menyebabkan tinggi

rendahnya skor total.

Untuk soal-soal bentuk objektif skor untuk item biasa

diberikan dengan angka 1 (item yang dijawab benar) dan angka

0 (item yang dijawab salah), sedangkan skor total merupakan

jumlah dari skor untuk semua item yang membangun soal

tersebut.

Contoh perhitungan:

Tabel Analisis Item untuk Perhitungan Validitas Item

No. Nama Butir Soal/Item Skor

Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Nadia 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8

2 Susi 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 5

3 Cecep 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 4

4 Eko 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 5

5 Dodik 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 6

6 Endi 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 4

7 Sarif 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7

8 Agus 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8

Misalnya akan dihitung validitas item nomor 6, maka skor item

tersebut disebut variabel X dan skor total disebut Y. Setelah

dilakukan perhitungan maka diperoleh data sebagai berikut :

X = 6

Y = 46

XY = 37

X2 = 6

Y2 = 288

Page 28: Buku Evaluasi Pendidikan

28

Kemudian dimasukkan ke dalam rumus korelasi product

moment angka kasar :

= 0,421

Dari perhitungan tersebut di atas maka diperoleh validitas item

nomor 6 adalah 0,421. Untuk mengambil keputusan angka

tersebut dikonsultasikan dengan tabel r (product moment). Dari

tabel r pada df 8 diperoleh angka 0,707. Oleh karena r hitung =

0,421 < r tabel = 0,707, maka item nomor 6 tidak valid.

B. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability

yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang

memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang

reliabel. Reliabilitas mempunyai berbagai makna lain seperti

keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi

dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam

konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran

2222 )()(

))((

YYNXXN

YXXYNrXY

22XY

46 288 x 86 6 x 8

46) x (637 x 8r

2116 230436 48

276296

188 x 12

20

497,47

20

Page 29: Buku Evaluasi Pendidikan

29

dapat dipercaya. Sedangkan suatu instrumen dikatakan reliabel

(andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah

konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi

alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat

diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut

diulang.

1. Cara Menghitung Reliabilitas Instrumen

Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas dan

banyak digunakan orang ada dua rumus yang dikemukakan

oleh Kuder dan Richardson, yaitu K-R. 20 dan K-R. 21.

Contoh perhitungan :

a. Penggunaan rumus K-R.20

Rumus

dimana : r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan

benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan

salah (q = 1 – p )

pq = jumlah perkalian antara p dan q

N = banyaknya item

S = standar deviasi (standar deviasi adalh akar

varians)

2

2

11S

pqS

1n

nr

Page 30: Buku Evaluasi Pendidikan

30

Tabel Perhitungan Mencari Reliabilitas Tes dengan K-R.20

No. Nama Resp.

Nomor item Skor total 1 2 3 4 5 6 7

1 Nadia 1 0 1 1 1 1 0 5

2 Susi 0 1 1 0 1 1 1 5

3 Cecep 0 0 0 0 1 0 1 2

4 Eko 0 1 1 1 1 1 1 6

5 Dodik 1 0 0 0 1 0 0 2

6 Endi 0 1 1 1 1 0 0 4

7 Sarif 0 0 0 1 1 1 0 3

8 Agus 0 1 0 1 1 0 0 3

9 Rina 0 1 0 1 1 0 0 3

10 Tina 0 0 0 1 1 0 0 2

np 2 5 4 7 10 4 3 35

p 0,2 0,5 0,4 0,7 1 0,4 0,3

q 0,8 0,5 0,6 0,3 0 0,6 0,7

pq 0,16 0,25 0,24 0,21 0 0,24 0,21 1,31

S 1,433

Dari tabel di atas kemudian dimasukkan ke dalam rumus

K-R.20

= 0,422 dibulatkan 0,422

b. Penggunaan rumus K-R.21

2

2

11S

pqS

1n

nr

2

2

1,433

1,31 1,433

17

7

2,053

1,31 - 2,053 x 1,17

2,053

0,743 x 1,17

0,361 x 1,17

Page 31: Buku Evaluasi Pendidikan

31

2

t

2

b11

σ

Σσ1

1k

kr

Rumus

Dimana : M = Mean atau rata-rata skor total

Maka :

= 1,17 x 0,149

= 0,17433 dibulatkan 0,174

c. Penggunaan rumus Alpha Cronbach’s

Rumus

Keterangan :

r11 : Reliabilitas instrumen

k : Banyaknya item pertanyaan

∑2b : Jumlah varian butir

2t : Varian total

Tabel Perhitungan Mencari Reliabilitas Tes dengan Alpha Cronbach’s

2

t

11nS

) M (n M1

1n

nr

2,056 x 7

) 3,5 (7 3,51

17

7r11

14,392

3,5 x 3,51 x 1,17

851,01 x 1,17

Page 32: Buku Evaluasi Pendidikan

32

2

t

2

b11

σ

Σσ1

1k

kr

27,556

8,4671

110

10r11

3073,019

10

0,6927 x 1,11

No. Nama Skor item Skor

Total

Kuadrat Skor Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 A 2 3 3 3 4 4 3 3 4 2 31 961

2 B 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 900

3 C 3 3 3 4 2 3 2 2 2 2 26 676

4 D 3 5 3 3 3 3 3 2 2 2 29 841

5 E 3 3 4 4 4 4 3 3 2 2 32 1024

6 F 3 4 3 4 3 2 3 3 3 3 31 961

7 G 2 4 4 5 5 4 4 3 5 2 38 1444

8 H 4 5 3 4 4 5 5 5 4 4 43 1849

9 I 2 3 3 3 2 1 4 4 2 2 26 676

10 J 2 3 3 5 5 1 4 4 5 2 34 1156

Jumlah 27 36 32 38 35 30 34 32 32 24 320 10488 Jumlah kuadrat

784 1444 1225 1764 1600 1296 1681 1600 1681 1156 2

t = 27,556

0,46 0,71 0,18 0,62 1,17 1,78 0,71 0,84 1,51 0,49 8,467

Dari tabel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus

Alpha Cronbach’s:

= 0,76

BAB IV

Page 33: Buku Evaluasi Pendidikan

33

MENGANALISIS HASIL TES

A. Menilai Tes yang Dibuat Sendiri

Tidak ada usaha yang lebih baik selain untuk selalu

meningkatkan mutu tes yang disusunnya. Namun hal ini tidak

dilaksanakan karena kecenderungan seseorang untuk

beranggapan bahwa hasil karyanya adalah yang terbaik atau

setidak-tidaknya sudah cukup baik.

Guru yang sudah banyak berpengalaman mengajar dan

menyusun soal-soal tes, juga masih sukar menyadari bahwa

tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu, cara yang

paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh

siswa.

Secara teoritis, siswa dalam satu kelas merupakan populasi

atau kelompok yang keadaannya heterogen. Dengan demikian,

maka apabila dikenai sebuah tes akan tercermin hasilnya dalam

suatu kurva normal. Sebagian besar siswanya di daerah sedang,

sebagian kecil berada di sebelah ekor kiri dan sebagian yang

lain berada di ekor kanan kurva.

Apabila keadaan setelah hasil tes dianalisis tidak seperti

yang diharapkan dalam kurva normal, maka tentu ada “apa-

apa” dengan soal tesnya. Apabila hampir seluruh siswanya

memperoleh skor jelek, berarti bahwa tes yang disusun

mungkin terlalu sukar, dan sebaliknya.

Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu :

1. Meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun :

- Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang?

- Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah

diajarkan?

Page 34: Buku Evaluasi Pendidikan

34

- Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan

yang membingungkan (dapat disalahtafsirkan)?

- Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti?

- Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar

siswa?

2. Mengadakan analisis soal (item analysis)

Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang

akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus

terhadap butir tes yang kita susun.

3. Mengadakan checking validitas

4. Mengadakan checking reliabilitas

Salah satu indikator untuk tes yang mempunyai reliabilitas

yang tinggi adalah bahwa kebanyakkan dari soal-soal tes itu

mempunyai daya pembeda yang tinggi.

B. Analisis Butir Soal (Item Analysis)

Kapan sebuah soal dikatakan baik ? untuk memberikan

jawaban terhadap pertanyaan ini, perlu diterangkan tiga

masalah yang berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf

kesukaran, daya pembeda dan pola jawaban soal.

1. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau

tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan

mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty

index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,0.

Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal

dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu

terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa

soalnya terlalu mudah.

Page 35: Buku Evaluasi Pendidikan

35

0,0 1,0

sukar mudah

Di dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P

singkatan dari “Proporsi”. Rumus mencari P adalah :

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering

diklasifikasikan sebagai berikut :

- Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar

- Soal dengan P = 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang

- Soal dengan P = 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah

Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal-soal

yang dianggap baik, yaitu soal-soal sedang yaitu soal-soal yang

mempunyai indeks kesukaran 0,30 – 0,70. Perlu diketahui

bahwa soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar tidak

berarti tidak boleh digunakan. Hai ini tergantung kegunaannya.

JS

BP

dimana :

P = Indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab

soal itu dengan benar

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Page 36: Buku Evaluasi Pendidikan

36

Contoh perhitungan :

Tabel Analisis Item untuk Tingkat Kesukaran

No. Nomor Soal Skor

total 1 2 3 4 5 6 7

1 1 0 1 1 1 1 0 5

2 0 1 1 0 1 1 1 5

3 0 0 0 0 1 0 1 2

4 0 1 1 1 1 1 1 6

5 1 0 0 0 1 0 0 2

6 0 1 1 1 1 0 0 4

7 0 0 0 1 1 1 0 3

8 0 1 0 1 1 0 0 3

9 0 1 0 1 1 0 0 3

10 0 0 0 1 1 0 0 2

B 2 5 4 7 10 4 3

P 0,20 0,50 0,40 0,70 1,00 0,40 0,30

Kriteria sukar sedang sedang sedang mudah sedang sukar

2. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk

membedakan antara siswa yang pandai (kemampuan tinggi)

dengan siswa yang bodoh (kemampuan rendah). Angka yang

menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks

diskriminasi, disingkat D. Indeks diskriminasi berkisar antara

0,00 sampai 1,00. Bedanya dengan indeks kesukaran adalah

kalai indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif (-), tapi

pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif

digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas

teste. Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut

pandai. Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda,

yaitu :

-1,00 0,00 1,00

D = negatif D = Rendah D = Tinggi

Page 37: Buku Evaluasi Pendidikan

37

Untuk suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa

pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik karena

tidak mempunyai daya pembeda. Demikian pula jika semua

siswa baik yang pandai maupun yang bodoh tidak dapat

menjawab dengan benar, maka soal tersebut tidak baik juga,

karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah

soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai

saja.

Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2 kelompok,

yaitu kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan

kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group).

Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut

dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah menjawab

salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00

Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi

semua kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D = -1,00.

Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah

sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah,

maka soal tersebut mempunyai nilai D = 0,00, karena tidak

mempunyai pembeda sama sekali.

Cara menentukan daya pembeda

Untuk ini perlu dibedakan antara kelompok kecil (kurang dari

100) dan kelompok besar (100 orang ke atas).

a. Untuk kelompok kecil

Seluruh kelompok tes dibagi dua sama besar, 50% kelompok

atas dan 50% kelompok bawah.

Page 38: Buku Evaluasi Pendidikan

38

Contoh :

Siswa Skor

A 9

B 8

C 7

D 7

E 6

F 5

G 5

H 4

I 4

J 3

Seluruh pengikut tes diurutkan mulai dari skor tertinggi

sampai terendah, lalu dibagi 2.

b. Untuk kelompok besar

Untuk kelompok besar biasanya hanya diambil kedua

kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas

(JA) dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB)

JA = Jumlah kelompok atas

JB = Jumlah kelompok bawah

Contoh :

Skor

9

9

8 8

8

7

7

.

.

.

.

.

Kelompok atas ( JA)

Kelompok bawah ( JB)

27% sebagai JA

Page 39: Buku Evaluasi Pendidikan

39

.

.

.

.

5 5

4

4

3

3

2

Rumus mencari D

Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :

Dimana :

J = Jumlah peserta tes

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab

dengan benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab

benar

PA = = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab

benar

PB = = Proporsi peserta kelompok bawah yang menja-

wab benar

27% sebagai JB

BA

B

B

A

A PPJ

B

J

BD

A

A

J

B

B

B

J

B

Page 40: Buku Evaluasi Pendidikan

40

Contoh perhitungan :

Tabel Analisis Item untuk Daya Pembeda

No. Siswa Kelompok Nomor soal Skor

total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 A B 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 5

2 B A 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 7

3 C A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8

4 D B 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 5

5 E A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

6 F B 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 6

7 G B 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 6

8 H B 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 6

9 I A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8

10 J A 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7

11 K A 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7

12 L B 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 5

13 M B 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 3

14 N A 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 7

15 O A 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9

16 P B 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 3

17 Q A 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8

18 R A 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 8

19 S B 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 6

20 T B 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 6

BA 8 8 8 6 5 9 9 8 10 8

PA 0,8 0,8 0,8 0,6 0,5 0,9 0,9 0,8 1 0,8

BB 3 7 4 2 1 7 6 9 10 2

PB 0,3 0,7 0,4 0,2 0,1 0,7 0,6 0,9 1 0,2

D 0,50 0,10 0,40 0,40 0,40 0,20 0,30 -0,10 0,00 0,60

Klasifikasi daya pembeda :

D = 0,00 – 0,20 = jelek (poor)

D = 0,20 – 0,40 = cukup (satisfactory)

D = 0,40 – 0,70 = baik (good)

D = 0,70 – 1,00 = baik sekali (exellent)

D = negatif (-) semua tidak baik, jadi semua butir soal yang

mempunyai nilai D negatif sebaiknya didrop atau dibuang saja.

Page 41: Buku Evaluasi Pendidikan

41

BAB V

MENSKOR DAN MENILAI

A. Menskor

Sementara orang berpendapat bahwa bagian yang paling

penting dari pekerjaan pengukuran dengan tes adalah

penyusunan tes. Jika alat tesnya sudah disusun sebaik-baiknya

maka anggapannya sudah tercapailah sebagian besar dari

maksudnya. Tentu saja anggapan itu tidak benar. Penyusunan

tes baru merupakan satu bagian dari serentetan pekerjaan

mengetes.

Di samping penyusunan dan pelaksanaan tes itu sendiri,

menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang menuntut

ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan

kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain menskor

adalah memberi angka.

Dalam pekerjaan menskor atau memberi angka, dapat

digunakan 3 macam alat bantu yaitu :

a. Alat bantu untuk menentukan jawaban yang benar, disebut

kunci jawaban.

b. Alat bantu untuk menyeleksi jawaban jawaban yang benar

dan yang salah, disebut kunci skoring.

c. Alat bantu untuk menentukan angka, disebut pedoman

penilaian.

1. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes

bentuk Betul-Salah

Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud

dengan kunci jawaban adalah sederetan jawaban yang kita

Page 42: Buku Evaluasi Pendidikan

42

persiapkan untuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal yang

kita susun, sedangkan kunci skoring adalah alat yang kita

gunakan untuk mempercepat pekerjaan skoring.

Oleh karena dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta

melingkari huruf B atau S maka kunci jawaban yang disediakan

hanya berbentuk urutan nomor serta huruf dimana kita

menghendaki untuk melingkari atau dapat juga diberi tanda X.

Misalnya :

1. B 6. S

2. S 7. B

3. S 8. S

4. B 9. S

5. B 10. B

Ada baiknya kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu

sebelum menyusun soalnya, agar :

Pertama : dapat diketahui imbangan antara jawaban B dan S

Kedua : dapat diketahui letak atau jawaban B dan S

Bentuk soal betul-salah sebaiknya disusun sedemikian

rupa sehingga jumlah jawaban B hampir sama banyaknya

dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena tidak

diketahui pola jawabannya. Kunci jawaban untuk tes bentuk ini

dapat diganti kunci skoring (scoring key) yang pembuatannya

melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Page 43: Buku Evaluasi Pendidikan

43

Langkah 1 :

Menentukan letak jawaban yang betul

Misalnya :

1. B – S 6. B – S

2. B – S 7. B – S

3. B – S 8. B – S

4. B – S 9. B – S

5. B – S 10. B – S

Langkah 2 :

Melubangi tempat-tempat lingkaran sedemikian rupa sehingga

lingkaran tang dibuat oleh testee dapat terlihat:

Catatan :

Dengan cara ini bahwa lubang yang terlalu kecil berakibat

tertutupnya jawaban testee, sedangkan lubang yang terlalu

besar akan saling memotong.

Oleh karena itu, cara menjawab dengan memberi tanda

silang akan lebih baik dari pada melingkari. Dengan demikian

maka tanda yang dibuat testee akan tampak jelas seperti

terlihat pada contoh berikut:

1. B – S 6. B – S

2. B – S 7. B – S

3. B – S 8. B – S

4. B – S 9. B – S

5. B – S 10. B – S

Dalam menentukan angka (skor) untuk tes bentuk B-S ini

kita dapat menggunakan rumus tanpa hukuman, yaitu

banyaknya angka yang dijawab dengan benar sesuai kunci

X

X

X

X

X

Dengan cara ini terlihat ada 5 jawaban yang tepat

Page 44: Buku Evaluasi Pendidikan

44

jawaban. Sedangkan dengan hukuman (karena diragukan

adanya unsur tebakan) yaitu dengan rumus :

Rumus : S = R – W

Dimana :

S = Score

R = Right

W = Wrong

Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang

benar dikurangi dengan jumlah soal yang salah.

2. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice)

Dengan tes pilihan ganda, testee diminta melingkari salah

satu huruf di depan pilihan jawaban yang disediakan atau

dengan memberi tanda silang (X) pada tempat yang sesuai di

lembar jawaban. Dalam hal menentukan kunci jawaban untuk

bentuk ini langkahnya sama dengan soal bentuk betul-salah.

Hanya untuk soal yang jumlahnya lebih dari 30 buah sebaiknya

menggunakan lembar jawaban dan nomor-nomor urutannya

dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan tempat.

Misalnya sebagai berikut :

1. A B C D 11. A B C D

2. A B C D 12. A B C D

3. A B C D 13. A B C D

4. A B C D 14. A B C D

5. A B C D 15. A B C D

6. A B C D 16. A B C D

7. A B C D 17. A B C D

8. A B C D 18. A B C D

9. A B C D 19. A B C D

10. A B C D 20. A B C D

X X

X X

X X

X X X

X

X

X

X X

X X

X X X

X

Page 45: Buku Evaluasi Pendidikan

45

Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda,

juga dikenal 2 macam cara, yakni tanpa hukuman dan dengan

hukuman. Tanpa hukumna apabila banyaknya angka dihitung

dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.

Dengan hukuman menggunakan rumus :

Contoh :

- Banyaknya soal = 20

- Banyaknya yang betul = 14

- Banyaknya yang salah = 6

- Banyaknya pilihan = 4

Maka skornya adalah :

= 14 – 2

= 12

3. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawaban singkat (short answer test)

Tes jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki

jawaban berbentuk kata atau kalimat. Melihat namanya, maka

jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat

panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu

1) -(n

(W)RS

Dimana :

S = Score

R = Right

W = Wrong

n = Banyaknya pilihan jawaban

1) -(n

(W)RS

1) - (4

614

Page 46: Buku Evaluasi Pendidikan

46

pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini

dapat digolongkan ke dalam bentuk tes objektif. Tes bentuk

isian dianggap setara dengan tes jawaban singkat.

Kunci jawaban tes bentuk ini merupakan deretan jawaban

sesuai dengan nomornya.

Contoh :

1. Respirasi

2. Fotosintesis

3. Sel

4. Kloroplas

5. Karbondioksida

Bagaimana kunci pemberian skornya ?

Sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Dapat juga angka

itu disamakan dengan angka pada bentuk betul-salah atau

pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan

atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi

misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka

angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2, 1,5 dan 1.

4. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)

Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk

pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban dijadikan satu,

demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Dengan demikian,

maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan

lagi adalah bahwa jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa

sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi pertanyaan

lain.

Page 47: Buku Evaluasi Pendidikan

47

Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk

sederetan jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang

diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat di depan alternatif

jawaban.

Contoh :

Karena soal bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan

ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai

imbalan juga harus lebih banyak. Misalnya angka untuk tiap

nomor adalah 2 (dua).

5. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (essay test)

Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita

tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita

kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita

dalam mengoreksi tes tersebut.

Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian

ini. Jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam.

Langkah-langkah yang mesti kita lakukan pada waktu kita

mengoreksi dan memberi angka tes bentuk uraian adalah

sebagai berikut :

a. Membaca jawaban soal pertama dari seluruh jawaban siswa.

Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh

1. Ribosom

2. Badan golgi

3. Membran sel

4. Retikulum endoplasma

5. Lisosom

1. f

2. b

3. d

4. a

5. c

atau

Page 48: Buku Evaluasi Pendidikan

48

gambaran lengkap tidaknya jawaban siswa secara

keseluruhan.

b. Menentukan angka skor jawaban untuk soal pertama.

Misalnya jika jawabannya lengkap dan benar diberi angka 5,

kurang sedikit diberi angka 4, dan seterusnya hingga jawaban

yang paling minim, yaitu jika jawabannya meleset atau sama

sekali tidak benar. Dan jika tidak ada jawabannya (kosong)

kita beri angka 0.

c. Memberikan angka bagi soal pertama untuk seluruh jawaban

siswa.

d. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal kedua dan

seterusnya hingga selesai.

e. Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-

masing siswa.

6. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas

Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-

pokok yang harus termuat di dalam pekerjaan siswa. Hal ini

menyangkut kriteria tentang isi tugas. Namun sebagai

kelengkapan dalam pemberian skor digunakan suatu tolok ukur

tertentu.

Tolok ukur yang disarankan sebagai ukuran keberhasilan

tugas adalah :

a. Ketepatan waktu penyerahan tugas.

b. Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan

mahasiswa dalam mengerjakan tugas.

c. Sistematika yang menunjukkan keruntutan pikiran.

d. Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan

kepadatan isi.

Page 49: Buku Evaluasi Pendidikan

49

e. Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis

yang sudah ditentukan oleh guru/dosen.

Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan

peranan masing-masing aspek kriteria tersebut, misalnya :

A1 = Ketepatan waktu, diberi bobot 2

A2 = Bentuk fisik, diberi bobot 1

A3 = Sistematika, diberi bobot 3

A4 = Kelengkapan isi, diberi bobot 3

A5 = Mutu hasil tugas, diberi bobot 3

Maka nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan dengan

rumus :

B. Menilai

Yang dimaksud dengan menilai ialah kegiatan mem-

bandingkan hasil pengukuran (skor) sifat suatu objek dengan

acuan yang relevan sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu

kualitas yang bersifat kuantitatif.

Sebagai hasil penilaian sifat suatu objek berupa kualitas

yang bersifat kuantitatif yang diberi simbol agar lebih dipahami.

Simbol yang dipakai dalam penilaian untuk menyatakan nilai

tersebut dapat berupa angka dan huruf.

1. Simbol angka : Skala 0 s/d 4; 1 s/d 4; 1 s/d 100

Arti simbol angka antara lain :

1 = amat buruk

2 = buruk

3 = amat kurang

4 = kurang

5 = tidak cukup

12

A x 3 A x 3 A x 3 A x 1 A x 2NAT 54321

Page 50: Buku Evaluasi Pendidikan

50

6 = cukup

7 = lebih cukup

8 = baik

9 = amat baik

10 = istimewa

2. Simbol huruf : E; D; C; B; A

Arti simbol huruf antara lain :

E = gagal

D = kurang/meragukan

C = cukup

B = baik

A = amat baik

Ada kesan penggunaan simbol angka lebih luwes dari pada

simbol huruf, karena angka memungkinkan untuk dijumlah-

kan, dikurangkan, dikalikan, dibagikan dan sebagainya.

Sehingga dapat diolah untuk keperluan-keperluan lain seperti

mean, standar deviasi korelasi dan sebagainya. Selain itu

rentangan nilai dengan simbol angka lebih luas dari pada

simbol huruf, sehingga dapat mewakili perbedaan kuantitatif

secara lebih rinci sesuai dengan berbagai tingkat perkembangan

pada siswa.

C. Perbedaan antara Skor dan Nilai

Sebelum melakukan pengolahan dan konversi data hasil

penilaian (mengubah data skor mentah hasil tes belajar menjadi

nilai standar) terlebih dahulu harus dibedakan pengertian skor

dan nilai. Pada umumnya antara skor dan nilai dianggap

mempunyai pengertian yang sama, padahal keduanya mempu-

nyai arti yang berbeda.

Page 51: Buku Evaluasi Pendidikan

51

Skor : Adalah hasil pekerjaan menyekor (memberi angka) yang

diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi

setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.

Nilai : Adalah angka atau huruf ubahan dari skor yang sudah

dijumlahkan dengan menggunakan acuan tertentu,

yakni acuan norma dan acuan patokan atau standar.

Nilai pada dasarnya merupakan angka atau huruf yang

menggambarkan seberapa tinggi/besar tingkat ketercapaian

kompetensi, juga melambangkan penghargaan yang diberikan

seorang guru kepada peserta didik.

Page 52: Buku Evaluasi Pendidikan

52

BAB VI

MENGOLAH NILAI

A. Beberapa Skala Penilaian

1. Skala Bebas

Skala bebas adalah skala yang tidak tetap, Adakalanya skor

tertinggi 20, lain kali 25, 50 dan yang lainnya. Semua

tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi

dan skala yang digunakan tidak selalu sama.

2. Skala 1 – 10

Pada umumnya para guru cenderung menggunakan skala 1 –

10 dalam memberikan penilaian terhadap siswa. Ini berarti

bahwa siswa yang mendapat nilai 10 adalah nilai yang

tertinggi.

3. Skala 1 – 100

Dengan menggunakan skala 1 – 10 maka bilangan bulat yang

ada masih menunjukkan penilaian yang agak kasar.

Sebenarnya ada hasil prestasi yang berada di antara kedua

angka bulat itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan

skala 1 – 100 dimungkinkan melakukan penilaian yang lebih

halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Misalnya angka

6,4 dalam skala 1 – 10 biasanya dibulatkan menjadi 6, tetapi

dalam skala 1 – 100 angka ini dituliskan angka bulat 64.

4. Skala huruf

Selain menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan

dengan huruf A, B, C, D dan E. Jarak antara huruf A dan B

tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C,

atau antara C dan D. Penggunaan huruf dalam penilaian

Page 53: Buku Evaluasi Pendidikan

53

akan terasa lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan

sebagai arti perbandingan. Huruf tidak menggambarkan

kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai simbol untuk

menggambarkan kualitas. Oleh karena itu, dalam mengambil

jumlah atau rata-rata akan dijumpai kesulitan. Padahal

dalam pengisian rapor kita tidak lepas dari pekerjaan

mengambil rata-rata.

Ada cara yang digunakan untuk mengambil rata-rata

dari huruf, yaitu dengan mentransfer nilai huruf tersebut

menjadi nilai angka dahulu. Yang sering digunakan, satu nilai

huruf itu mewakili satu rentangan nilai angka. Contohnya

adalah sebagai berikut :

Angka 100 Angka 10 Huruf Keterangan

80 – 100 8,0 – 10,0 A Baik sekali

66 – 79 6,6 – 7,9 B Baik

56 – 65 5,6 – 6,5 C Cukup

40 – 55 4,0 – 5,5 D Kurang

30 – 39 3,0 – 3,9 E Gagal

B. Macam-Macam Acuan Penilaian

Dalam Penilaian sifat suatu objek, penggunaan bahan

pembanding sebagai alat untuk memberi arti pada skor menjadi

sangat penting. Bahan pembanding ini disebut acuan penilaian.

Macam-macam acuan penilaian yang dipakai dalam suatu

penilaian sifat suatu objek dibedakan menjadi :

a. Penilaian Acuan Patokan atau PAP (Criterion-Referenced

Evaluation)

b. Penilaian Acuan Norma atau PAN (Norm-Referenced

Evaluation)

c. Penilaian acuan Kombinasi atau PAK

Page 54: Buku Evaluasi Pendidikan

54

1. Penilaian Acuan Patokan atau PAP (Criterion-Referenced

Evaluation)

Yang dimaksud dengan Penilaian Acuan Patokan atau PAP

adalah suatu penilaian yang memperbandingkan prestasi

belajar siswa dengan suatu patokan yang telah ditetapkan

sebelumnya, suatu prestasi yang seharusnya dicapai oleh siswa

yang dituntut oleh guru.

Dengan demikian PAP berorientasi pada suatu patokan

keberhasilan atau batas lulus penguasaan bahan yang sifatnya

pasti atau absolut. Oleh karena itu, penilaian ini disebut juga

Penilaian Acuan Mutlak (PAM) atau Penilaian Acuan Absolut

(PAA).

Teknik atau metode pengolahan ini berdasarkan asumsi

bahawa kompetensi yang harus dipelajari oleh peserta didik

mempunyai struktur hirarki. Artinya masing-masing taraf atau

tingkatan materi dari masing-masing kompetensi harus

dikuasai oleh peserta didik. Seorang peserta didik harus sudah

kompeten/mencapai ketuntasan belajar dari kompetensi

level/tingkatan di bawahnya untuk melanjutkan ke level

kompetensi berikutnya/diatasnya. Jika belum mencapai

ketuntasan belajar maka peserta didik belum diperkenankan

untuk melanjutkan belajar ke level yang lebih tinggi.

Untuk menentukan suatu patokan penguasaan bahan

pelajaran yang merupakan kompetensi dalam suatu PAP perlu

diperhatikan syarat-syarat :

a. Seorang guru harus mampu mengidentifikasikan tujuan

instruksional secara tuntas dari setiap mata pelajaran yang

diampunya dan merumuskan secara tepat sehingga tujuan

instruksional tersebut benar-benar operasional.

Page 55: Buku Evaluasi Pendidikan

55

b. Seorang guru mampu menyelenggarakan program pembinaan

dan pengayaan yang memadahi.

c. Guru dan sekolah harus mampu mengelola secara terencana

dan memadai setiap kegiatan sekolah dan menyediakan

fasilitas yang relevan.

Ditinjau dari tuntutan prestasi belajar dalam presentil yang

bersifat gradatif atau berderajat, yang menyebabkan tuntutan

dalam passing scorenya tidak sama, maka pada pokoknya

dibedakan dua tipe PAP, yakni PAP tipe I dan PAP tipe II.

a. PAP tipe I

Dalam PAP tipe I ini, seorang guru telah menetapkan suatu

batas penguasaan bahan pelajaran atau kompetensi minimal

yang dianggap dapat meluluskan (passing score) dari

keseluruhan penguasaan bahan yakni 65% yang diberi nilai

cukup (6 atau C). Dengan kata lain passing score prestasi

belajar yang dituntut sebesar 65% dari total score yang

seharusnya dicapai, lalu diberi nilai cukup. Jadi passing

score terletak pada persentil 65. Persentil 65 juga sering

disebut persentil maksimal, karena persentil 65 dianggap

merupakan batas penguasaan kompetensi minimal yang

sudah tinggi.

Untuk nilai-nilai di atas dan di bawah cukup diperhitungkan

sebagai berikut :

Tingkat penguasaan Kompetensi Nilai huruf

90% – 100% = A

80% – 89% = B

65% – 79% = C

55% – 64% = D

Di bawah 55% = E

Page 56: Buku Evaluasi Pendidikan

56

Tingkat penguasaan Kompetensi Nilai Angka

95% – 100% = 10

90% – 94% = 9

85% – 89% = 8

80% – 84% = 7

65% – 79% = 6

60% – 64% = 5

55% – 59% = 4

50% – 54% = 3

45% – 49% = 2

0% – 44% = 1

b. PAP tipe II

Dalam PAP tipe II ini penguasaan kompetensi minimal yang

merupakan passing score adalah 56% dari total skor yang

seharusnya dicapai, diberi nilai cukup. Tuntutan pada

persentil 56 sering disebut persentil minimal, karena passing

score pada persentil 56 dianggap merupakan batas

penguasaan kompetensi minimal yang paling rendah.

Untuk nilai-nilai di atas dan di bawah cukup diperhitungkan

sebagai berikut :

Tingkat penguasaan Kompetensi Nilai huruf

81% – 100% = A

66% – 80% = B

56% – 65% = C

46% – 55% = D

Di bawah 46% = E

Page 57: Buku Evaluasi Pendidikan

57

Tingkat penguasaan Kompetensi Nilai Angka

91% – 100% = 10

81% – 90% = 9

74% – 80% = 8

66% – 73% = 7

56% – 65% = 6

51% – 55% = 5

46% – 50% = 4

41% – 45% = 3

36% – 40% = 2

0% – 35% = 1

2. Penilaian Acuan Norma atau PAN (Norm-Referenced

Evaluation)

Yang dimaksud dengan Penilaian Acuan Norma atau PAN

(Norm-Referenced Evaluation) adalah suatu nilai yang mem-

bandingkan hasil belajar siswa terhadap hasil belajar siswa lain

dalam kelompoknya. Dengan kata lain adalah penilaian yang

membandingkan hasil belajar siswa dengan prestasi yang dapat

dicapai oleh siswa dalam kelompoknya. Jadi, dalam PAN suatu

prestasi yang dapat dicapai oleh siswa dalam kelompoknya baru

dapat ditetapkan setelah suatu pengukuran dilaksanakan.

Teknik atau metode pengolahan skor ini didasarkan pada

asumsi;

Pertama bahwa kelompok atau populasi peserta didik

sifatnya heterogen. Hal ini berimplikasi pada pengelompokkan

kemampuan belajar. Ada kelompok tinggi (pandai), kelompok

sedang (cukup) dan kelompok rendah (kurang). Dengan

demikian PAN ini berorientasi pada prestasi real yang dapat

Page 58: Buku Evaluasi Pendidikan

58

dicapai oleh kelompok yang dinyatakan dalam prestasi rata-rata

kelompok atau mean (M) beserta standar deviasinya (S) pada

kurva normal. Jika digambarkan dalam bentuk kurva, akan

tampak seperti pada gambar berikut:

Kedua, proses penilaian hasil belajar dengan teknik ini

mempunyai tujuan untuk menentukan posisi relatif atau

peringkat peserta didik yang sedang dinilai dari kelompoknya

(apakah posisinya berada di atas, di tengah atau di bawah).

Besar prestasi rata-rata kelompok bersama standar deviasi

pada kurva normal dipakai sebagai dasar untuk menentukan

batas lulus atau passing score dan skor-skor lain berikut nilai-

nilainya. Dengan demikian PAN tergantung sangat tergantung

pada M dan S yang diperoleh. Kelompok yang tinggi (pandai)

akan menghasilkan M yang besar dan sebaliknya kelompok

yang rendah (kurang) akan menghasilkan M yang kecil. Keadaan

inilah yang merupakan salah satu kelemahan penggunaan PAN.

Prestasi rata-rata kelompok dan standar deviasinya tidak pasti

atau relatif. Oleh karena itu penilaian ini sering disebut juka

Penilaian Acuan Relatif (PAR).

Karena perolehan Mean dan standar deviasi dari berbagai

sekolah masih bervariasi, maka dalam PAN dibedakan PAN tipe I

dan PAN tipe II.

Kelompok tinggi Kelompok rendah Kelompok Sedang

Page 59: Buku Evaluasi Pendidikan

59

a. PAN tipe I

Dalam tipe ini batas lulus atau passing score ditentukan

sebesar M + 0,25S diberi nilai cukup. Untuk nilai-nilai di atas

dan di bawah cukup diperhitungkan sebagai berikut :

Skor-skor Nilai

Angka Huruf

M + 2,25S = 10

M + 1,75S = 9

M + 1,25S = 8

M + 0,75S = 7

M + 0,25S = 6

M – 0,25S = 5

M – 0,75S = 4

M – 1,25S = 3

M – 1,75S = 2

M – 2,25S = 1

b. PAN tipe II

Dasar dari PAN tipe II ini adalah persentase daerah kurva

normal. Dalam tipe ini batas lulus ditentukan sebesar M – 1S

diberi nilai cukup. Passing score PAN tipe II merupakan batas

lulus yang paling rendah dalam batas yang masih dianggap

normal.

Setelah passing score untuk nilai cukup ditentukan, untuk

nilai-nilai di atas dan di bawahnya diperhitungkan sebagai

berikut :

A

B

C

D

E

Page 60: Buku Evaluasi Pendidikan

60

Skor-skor Nilai huruf

Di atas M + 2S = A

M + 1S dan M + 2S = B

M – 1S dan M + 1S = C

M – 2S dan M – 1S = D

Di bawah M – 2S = E

Skor-skor Nilai Angka

M + 2,5S dan M + 3S = 10

M + 2S dan M + 2,5S = 9

M + 1,5S dan M + 2S = 8

M + 1S dan M + 1,5S = 7

M – 1S dan M + 1S = 6

M – 1,5S dan M – 1S = 5

M – 2S dan M – 1,5S = 4

M – 2,5S dan M – 2S = 3

M – 3S dan M – 2,5S = 2

Di bawah M – 3S = 1

Page 61: Buku Evaluasi Pendidikan

61

BAB VII

PENILAIAN MENYELURUH DAN BERKELANJUTAN

A. Konsep Penilaian

Implementasi Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005

Tentang Standar Nasional Pendidikan, membawa implikasi

terhadap model dan tehnik penilaian proses dan hasil belajar.

Pelaku penilaian terhadap proses dan hasil belajar diantaranya

internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian

yang dilakukan dan direnanakan oleh guru pada saat pem-

belajaran berlangsung. Sedangkan penilaian eksternalm rp

penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak melaksana-

kan prsoes pembelajaran, biasanya dilakukan oleh suatu

institusi/lembaga baik di dalam mapun di luar negeri. Penelitian

yang dilakukan lembaga/institusi tersebut dimaksudkan

sebagai pengendali mutu proses dan hasil belajar peserta didik.

Metode dan teknik penilaian sebagai bagian dari penilaian

internal (internal assessment) untuk mengetahui proses dan

hasil belajar peserta didik terhadap penguasaan kompetensi

yang diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur

tingkat ketercapaian ketuntasan kompetensi oleh peserta didik.

Penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh

guru selain untuk memantau proses, kemajuan dan

perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi

yang dimiliki, juga sekaligus sebagai umpan balik kepada guru

agar dapat menyempurnakan dalam proses program

pembelajaran.

Ada empat istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian

dan sering kali digunakan untuk mengetahui keberhasilan

Page 62: Buku Evaluasi Pendidikan

62

belajar dari peserta didik yaitu pengukuran, pengujian,

penilaian dan evaluasi. Namun diantara keempat istilah

tersebut pengertiannya masih sering dicampuradukkan, pdahal

keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.

Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan

pengujian merupakan suatu kegiatan atau proses yang bersifat

hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan

berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian

penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian

merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan

kegiatan penilaian.

Menurut Guilford (1982), pengukuran adalah proses

penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan

tertentu. Pengukuran dalam kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) berdasarkan pada klasifikasi observasi untuk

kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan

suatu standar.

Pengukuran dapat menggunakan tes dan non tes. Tes

adalah seperangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar

atau salah. Sedangkan non tes adalah pertanyaan maupun

pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah.

instrumen non tes bisa berbentuk kuesioner atau inventori.

Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan

sedangkan peserta didik diminta untuk menjawab atau

memberikan pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan.

Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri

dari keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik.

Pengukuran dalam kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif

Page 63: Buku Evaluasi Pendidikan

63

maupun kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka

sedangkan kualitatif hasilnya berupa pernyataan kualitatif yaitu

berupa pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat

kurang dan lain sebagainya.

Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka

atau usaha memperoleh diskripsi numerik dari suatu tingkatan

dimana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik

tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian

atau penentuan nilai kuantitatif.

Pengukuran pada hakekatnya adalah membandingkan

sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu yang sifatnya

kuantitatif. Pengukuran yang sifatnya kuantitatif dibedakan

menjadi 3 macam yaitu:

1. Pengukuran yang dilakukan bukan untuk mengisi sesuatu,

misalnya mengukur luas lahan membangun rumah.

2. Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu, misal

mengukur untuk menguji daya tahan baja terhadap tekanan

berat.

3. Pengukuran untuk menilai yang dilakukan dengan jalan

untuk menguji sesuatu, misal mengukur kemajuan belajar

peserta didik untuk mengisi nilai raport yang dilakukan

dengan menguji mereka melalui alat tes.

Pengukuran jenis yang ketiga inilah yang dikenal dalam

dunia pendidikan. Hasil pengukuran berbentuk keterangan

yang berupa angka-angka atau bilangan-bilangan.

Penilaian (assessment) merupakan istilah yang umum dan

mencakup semua metode yang biasa dipakai untuk mengetahui

Page 64: Buku Evaluasi Pendidikan

64

keberhasilan belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja

individu peserta didik atau kelompok.

Menilai mengandung arti mengambil keputusan terhadap

sesuatu dengan berdasarkan diri atau berpegang pada ukuran

baik-buruk, sehat-sakit, pandai-bodoh dan lain-lain. Penilaian

yang demikian sifatnya kualitatif.

Namun istilah penilaian mempunyai arti yang lebih luas

daripada istilah pengukuran. Pengukuran sebenarnya hanya

merupakan suatu langkah atau tindakan yang kiranya perlu

diambil dalam rangka pelaksanaan evaluasi, dimana tidak

semua penilaian harus didahului dengan pengukuran secara

lebih nyata.

Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan

beragam alat. Penilaian untuk memperoleh berbagai ragam

informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau

informasi tentang ketercapaian kompetensi peserta didik. Proses

penilaian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang

sebaik apa hasil atau prestasi belajar peserta didik.

Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti untuk

menunjukkan pencapaian belajar (ketercapaian kompetensi)

dari peserta didik. Menurut Griffin dan Nix (1991) penilaian

adalah suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk

menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Definisi

penilaian berhubungan erat dengan setiap bagian dari kegiatan

belajar mengajar. Ini menunjukkan bahwa proses penilaian

tidak hanya menyangkut hasil belajar saja tetapi juga

menyangkut semua proses belajar dan mengajar. Oleh karena

itu proses penilaian tidak hanya terbatas pada karakteristik

Page 65: Buku Evaluasi Pendidikan

65

peserta didik saja tetapi juga mencakup karakteristik metode

mengajar, kurikulum, fasilitas dan administrasi sekolah.

Instrumen penilaian bisa berupa metode atau prosedur formal

maupun informal, untuk menghasilkan informasi belajar

peserta didik. Proses penilaian (tagihan) dapat berbentuk tes

baik tertulis maupun lisan, lembar pengamatan, pedoman

wawancara, tugas rumah dan lain sebagainya. Penilaian juga

dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil

pengukuran.

Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah

suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau

belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk

melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya.

Evaluasi berhubungan erat dengan keputusan nilai (value

judgement). Dalam dunia pendidikan dapat dilakukan evaluasi

terhadap kurikulum baru, kebijakan pendidikan, sumber

belajar tertentu atau etos kerja guru.

Menurut Stufflebeam dan Shinkfield (1985), evaluasi

adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau

kegunaan suatu obyek. Dalam melakukan suatu obyek dalam

melakukan suatu evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk

menentukan nilai suatu program, sehingga ada unsur

jugdement tentang nilai suatu program, sehingga dalam proses

evaluasi ada unsur subyektif.

Salah satu pilar dalam penilaian pada Tingkat Satuan

Pendidikan adalah penilaian kelas. Penilaian kelas adalah

proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru

untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan

Page 66: Buku Evaluasi Pendidikan

66

tahapan kemajuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang

ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian kelas dilaksanakan

secara terpadu dalam kegiatan belajar mengajar. Penilaian

dapat dilakukan dalam situasi formal maupun informal, di

dalam kelas maupun di luar kelas, terintegrasi dengan kegiatan

belajar atau bisa pula dilakukan pada waktu tertentu.

Penilaian kelas tidak hanya dilakukan dalam kelas tetapi

juga di luar kelas secara formal dan informal (dilakukan secara

khusus). Penilaian dilakukan secara terpadu dengan kegiatan

belajar mengajar dalam suasana yang menyenangkan (enjoy

learning) sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan

apa yang dipahami dan mampu dikerjakan.

Data hasil belajar peserta didik selama proses

pembelajaran berlangsung dijaring, dikumpulkan dan kemudian

dianalisis melalui prosedur dan alat penilaian sesuai dengan

kompetensi/pencapaian indikator yang akan dicapai. Hasil

belajar peserta didik dalam periode waktu tertentu

dibandingkan dengan hasil periode sebelumnya untuk melihat

perkembangan pencapaian indikator/ kompetensi dari masing-

masing peserta didik.

Proses penilaian kelas dapat memberikan manfaat

diantaranya:

1. Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui

kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian

indikator.

2. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar

yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan remedial

dan pengayaan.

Page 67: Buku Evaluasi Pendidikan

67

3. Umpan balik bagi guru memperbaiki metode, pendekatan,

kegiatan dan sumber belajar yang digunakan.

4. Sebagai input atau masukan bagi guru untuk melakukan

perbaikan dalam merancang kegiatan belajar.

5. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah

tentang efektivitas pendidikan.

6. Memberi umpan balik bagi para pengambil kebijakan

(stakeholders) dalam mempertimbangkan konsep penilaian

kelas yang baik untuk digunakan.

Selain dapat memberikan manfaat, penilaian kelas juga

memberikan fungsi diantaranya:

1. Menggambarkan sejauh mana perkembangan peserta didik

telah menguasai kompetensi

2. mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka

membantu peserta didik memahami dirinya, membuat

keputusan tentang langkah berikutnya, misalnya pemilihan

program/penjurusan bahkan sekolah jenjang berikutnya.

3. Menentukan kualitas belajar dan kemungkinan

potensi/prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan

sebagai alat untuk mendiagnosa yang dilakukan oleh guru

yang menentukan apakah pesert didik yang bersangkutan

perlu diremedial/penganyaan.

4. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran

yang sedang berlangsung guna perbaikan rancangan proses

pembelajaran berikutnya.

5. Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang kemajuan

perkembangan peserta didik.

Dalam melaksanakan proses penilaian kelas harus

memperhatikan rambu-rambunya (kriteria dan prinsip-prinsip

penilaian kelas).

Page 68: Buku Evaluasi Pendidikan

68

1. Kriteria penilaian kelas

a. Validitas, artinya menilai apa yang seharusnya dinilai

dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur

kompetensi.

b. Reliabilitas, hal ini berkaitan dengan konsistensi (keajegan)

hasil penilaian. Penilaian seperti ini memungkinkan

perbandingan yang reliabel dan menjamin konsistensi.

c. Terfokus pada konsistensi, dalam pelaksanaan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan maka penilaian harus terfokus

pada pencapaian kompetensi dan bukan hanya sekedar

penguasaan materi belaka.

d. Keseluruhan/komprehensif, penilaian harus menyeluruh

dengan menggu-nakan berbagai metode/teknik serta cara

dan alat untuk menilai beragam kompetensi atau

kemampuan pesert didik sehingga dapat memberi

gambaran secara detail tentang kemampuan/kompetensi

peserta didik.

e. Objektivitas, penilaian harus dilakukan secara obyektif,

adil, terencana, berkesinambungan dan menerapkan

kriteria yang jelas dalam penentuan skor.

f. Mendidik, penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses

pembelajaran bagi guru serta meningkatkan kualitas hasil

belajar peserta didik.

2. Prinsip-prinsip Penilaian Kelas

a. Memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara

menyeluruh dan terpadu

b. Mengembangkan strategi yang mendorong dan

memperkuat penilaian sebagai cermin diri

Page 69: Buku Evaluasi Pendidikan

69

c. Melakukan berbagai strategi, model dan teknik penilaian

dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai

jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.

d. Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta

didik.

e. Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang

bervariasi dalam kegiatan belajar-mengajar.

f. Menggunakan metode/teknik dan cara serta alat yang

bervariasi.

g. Melakukan penilaian kelas secara berkesinambungan

untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil

belajar.

Penilaian kelas dilaksanakan dengan berbagai cara,

diantaranya melalui tes tertulis, penilaian unjuk kerja siswa

(performance) dan penilaian hasil kerja siswa melalui

pengumpulan hasil kerja (karya). Penilaian kelas merupakan

suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah

perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti

yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan

dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa.

Dalam melakukan pengukuran terhadap kegiatan belajar

dapat menggunakan acuan norma dan acuan kriteria. Kedua

acuan ini berasumsi bahwa setiap peserta didik mempunyai

tingkat kemampuan berbeda-beda. Dari asumsi yang berbeda

ini akan melahirkan penafsiran terhadap hasil tes antara kedua

acuan ini yang berbeda, sehingga menghasilkan informasi yang

berbeda pula tentang peserta didik.

Tes acuan norma berasumsi bahwa tingkat kemampuan

pesert didik berbe-beda. Hal ini dapat digambarkan menurut

distribusi normal. Dimana perbedaan ini dapat ditunjukkan

Page 70: Buku Evaluasi Pendidikan

70

oleh hasil pengukuran. Misal posisi seorang peserta didik

setelah mengikuti tes seleksi. Sebab tes seleksi ini bertujuan

untuk membedakan kemampuan seseorang.

Tes acuan kriteria berasumsi bahwa hampir semua orang

mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar apa saja,

namun waktu yang dipergunakan bisa berbeda-beda. Dengan

adanya acuan ini maka akan memunculkan program pengayaan

dan remedial.

Dengan demikian sistem penilaian hasil belajar pada

Tingkat Satuan Pendidikan menggunakan acuan kriteria yaitu

berdasarkan apa yang biasa dilakukan peserta didik setelah

mengikuti proses pembelajaran dan bukan untuk menentukan

posisi seseorang terhadap kelompoknya.

Dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan mengharapkan adanya perubahan kegiatan belajar

mengajar di kelas, baik proses kegiatan pembelajaran maupun

proses penilaiannya (proses dan hasil belajar). Pelaksanaan

kurikulum tingkat satuan pendidikan menekankan pada konsep

penguasaan kompetensi maka jenis penilaian harus disesuaikan

dengan kekhasan masing-masing kompetensi. Proses penilaian

dapat dilakukan dengan langkah-langkah:

1. Perencanaan penilaian;

2. Pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang

menunjukkan pencapaian hasil belajar;

3. Pelaporan;

4. Penggunaan informasi tentang hasil belajar

Sebelum melaksanakan penilaian terhadap proses dan

hasil belajar peserta didik terlebih dahulu harus dibuat

perangkat-perangkatnya agar penilaian yang dilakukan benar-

benar sesuai dengan kompetensi yang hendak diuji. Setiap

Page 71: Buku Evaluasi Pendidikan

71

indikator dari kompetensi dasar yang telah ditetapkan

hendaknya diuji.

Setiap indikator dari kompetensi dasar yang telah

ditetapkan dianalissi terlebih dahulu untuk menentukan

patokan atau standar ketuntasan belajar minimal (SKBM).

Mengingat KTSP, sebagaimana kurikulum Berbasis

Kompetensi, menekankan pada pengusaan kompetensi maka

seorang guru harus merancang rencana penilaian agar

pembuatan soal mengarah pada kompetensi seorang guru harus

memperhatikan standar ketuntasan dari setiap indikator atau

kompetensi dasar yang telah dianalisis.

Contoh Format Rencana Penilaian

Sekolah : ……………………..

Mata ajar : ……………………..

Kelas/Smt : ……………………..

Standar Komp : ……………………..

Komp. Dasar : ……………………..

NO TGL TES

JENIS TAGIHAN

BENTUK TAGIHAN

TIPE TAGIHAN

JUMLAH INDIKATOR

URAIAN INDIKATOR

SKBM SEBARAN

SOAL

1 UH Uraian Kognitif. 3 - 70 1,2,3,4,5,6

B. Aspek Penilaian

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam melakukan

pembelajaran menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas

(mastery learning). Sedangkan dalam penilaian menerapkan

sistem penilaian berkelanjutan yang mencakup 3 aspek yaitu

aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.

Page 72: Buku Evaluasi Pendidikan

72

Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi

tiga ranah yaitu: ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara

eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Setiap mata ajar selalu mengandung ketiga ranah tersebut,

namun penekanannya selalu berbeda. Mata ajar praktek lebih

menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata ajar

pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif.

Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif.

1. Penilaian Aspek Kognitif

Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi

tiga aspek yaitu ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara

eksplisit ketiga aspek tersebut tidak dipisahkan satu sama lain.

Apapun jenis mata ajarnya selalu mengandung tiga aspek

tersebut namun memiliki penekanannya yang berbeda. Untuk

aspek kogntiif lebih menekankan pada teori, aspek psikomotor

menekankan pada praktek dan kedua aspek tersebut selalu

mengandung aspek afektif.

Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir

termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghapal,

mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan

mengevaluasi. Menurut Taksonomi Bloom (Sax, 1980),

kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis

yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis dan evaluasi.

Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab

pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman

peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-

katanya sendiri, memberi contoh suatu konsep atau prinsip.

Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan

prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada tingkat

Page 73: Buku Evaluasi Pendidikan

73

analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke

dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan

fakta dan pendapat serta menemukan hubungan sebab-akibat.

Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk

menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya

sendiri dan mensistensiskan pengetahuannya. Pada tingkat

evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti bukti,

sejarah, editorial, teori-teori yang termasuk di dalamnya

jugdement terhadap hasil analissi untuk membuat kebijakan.

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan

berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih

sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan

memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk

menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,

metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan

masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah

subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental

yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat

yang paling tinggi yaitu evaluasi.

Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan dengan aspek

belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:

a. Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini menuntut

siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi

yang telah diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus,

terminologi strategi problem solving dan lain sebagainya.

b. Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap ini kategori

pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk

menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui

dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini peserta didik

Page 74: Buku Evaluasi Pendidikan

74

diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang

telah didengar dengan kata-kata sendiri.

c. Tingkat penerapan (application), penerapan merupakan

kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan

informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru,

serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam

kehidupan sehari-hari.

d. Tingkat analisis (analysis), analissi merupakan kemampuan

mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-

komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat,

asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap

komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya

kontradiksi. Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan

menunjukkan hubungan diantara berbagai gagasan dengan

cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar,

prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

e. Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan kemampuan

seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai

elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk

pola baru yang lebih menyeluruh.

f. Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi merupakan level tinggi

yang mengharapkan peserta didik mampu membuat penilaian

dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk

atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.

Apabila melihat kenyataan yang ada dalam sistem

pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru

menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti

pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan. Sedangkan

tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang sekali diterapkan.

Page 75: Buku Evaluasi Pendidikan

75

Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan

terus menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik.

Maka apabila bahan ajar telah diajarkan secara lengkap

sesuai dengan program yang telah ditetapkan maka membuat

alat penilaian (soal) dengan formulasi sebanding sebagai

berikut:

1. Soal yang menguji tingkat pengetahuan peserta didik …40%

2. Soal yang menguji tingkat pemahaman peserta didik …20%

3. Soal yang menguji tingkat kemampuan dalam penerapan

pengetahuan …20%

4. Soal yang menguji tingkat kemampuan dalam analisis peserta

didik …10%

5. Soal yang menguji tingkat kemampuan sintesis peserta

didik …5%

6. Soal yang menguji kemampuan petatar dalam

mengevaluasi …5%

Total formulasi asal untuk satu kali ujian yaitu …100%

Dengan menggunakan formulasi perbandingan soal di atas

mempermudah seorang guru untuk memperjelas cara

berfikirnya dan untuk memilih pertanyaan-pertanyaan (soal-

soal) yang akan diujikan, selain itu juga dapat membantu

seorang guru agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat

soal.

Seorang guru dituntut mendesain program/rencana

pembelajaran termasuk di dalamnya rencana penilaian (tes)

diantaranya membuat soal-soal berdasarkan kisi-kisi soal dan

komposisi yang telah ditetapkan.

Bentuk tes kognitif diantaranya: (1) tes atau pertanyaan

lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian

Page 76: Buku Evaluasi Pendidikan

76

non obyektif atau uraian bebas, (5) jawaban atau isian singkat,

(6) menjodohkan, (7) portofolio dan (8) performans.

2. Penilaian Aspek Psikomotorik

Sedangkan menurut Sax dalam Mardapi (2003), dikatakan

bahwa keterampilan psikomotorik mempunyai enam peringkat

yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perceptual,

gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursip.

Gerakan refleks adalah respon motor atau gerak tanpa sadar

yaitu muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan

yang mengarah pada keterampilan kompleks yang khusus.

Kemampuan perceptual adalah kombinasi kemampuan kognitif

dan motor atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan

untuk mengembangkan gerakan yang paling terampil. Gerakan

terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti

keterampilan olah raga. Komunikasi nondiskursip adalah

kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakna.

Dave (1967), mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor

dapat dibedakan menjadi lima peringkat yaitu imitasi,

manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah

kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama

persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya.

Contohnya menendang bola dengan gerakan yang sama persis

dari yang dilihat sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan

melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihatnya

tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Misal

seorang siswa dapat melempar lembing hanya mengandalkan

petunjuk dari guru. Kemampuan tingkat presisi adalah

kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat

sehingga mampumhsl produk kerja yang presisi. Misal

Page 77: Buku Evaluasi Pendidikan

77

melakukan tendangan pinalti sesuai dengan yang ditargetkan

(masuk gawang lawan). Kemampuan tingkat artikulasi yaitu

kemampuan melakukan kegiatan kompleks dan ketepatan

sehingga produk kerjanya utuh. Misal melmpar bola ke teman

sebagai umpan untuk ditendang ke arah gawang lawan.

Kemampuan naturalisasi adalah kemampuan melakukan

kegiatan secara refleks yaitu kegiatan yang melibatkan fisik saja

sehingga efektivitas kerja tinggi. misal secara refleks seseorang

memegang tangan seorang anak kecil yang sedang bermain di

jalan raya ketika sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi.

hal ini terjadi agar terhindar dari kecelakaan tertabrak.

Menurut Ryan (1980), penilaian hasil belajar psikomotor

dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu, pertama melalui

pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku siswa selama

proses belajar mengajar (praktek berlangsung). Kedua setelah

proses belajar yaitu dengan cara memberikan tes kepada siswa

untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ketiga

beberapa waktu setelah proses belajar selesai dan kelak dalam

lingkungan kerjanya.

Sedangkan menurut Leighbody (1968) dalam melakukan

penilaian hasil belajar keterampilan sebaiknya mencakup:

pertama, kemampuan siswa menggunakan alat dan sikap kerja.

Kedua, kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan dan

menyusun urutan pekerjaan. Ketiga kecepatan siswa dalam

mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Keempat

kemampuan siswa dalam membaca gambar dan atau symbol.

Kelima keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau

ukuran yang telah ditentukan.

Dengan demikian, penilaian hasil belajar psikomotor atau

keterampilan harus mencakup persiapan, proses dan produk.

Page 78: Buku Evaluasi Pendidikan

78

Penilaian dapat dilakukan pada saat proses belajar (unjuk kerja)

berlangsung dengan cara mengetes peserta didik atau bisa juga

setelah proses belajar (unjuk kerja) selesai.

Tidak jauh berbeda dengan penilaian kognitif, penilaian

psikomotor pun dimulai dengan pengukuran hasil belajar.

Perbedaannya adalah pengukuran hasil belajar ranah kognitif

dilakukan dengan tes tertulis, sedangkan pengukuran hasil

belajar ranah psikomotor dilakukan dengan menggunakan tes

unjuk kerja, lembar tugas atau lembar pengamatan.

Jenis tagihan dalam penilaian ranah psikomotor, dilihat

dari caranya dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu penilaian

kelas dan penilaian berkala. Penilaian kelas adalah penilaian

yang dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan

pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan dengan cara

mengamati setiap peserta didik di saat mereka sedang belajar,

mengerjakan tugas dan menjawab setiap pertanyaan yang

ditagih.

Penilaian berkala atau ujian blok adalah penilaian yang

dilakukan secara berkala, tidak terus menerus dan hanya pada

waktu tertentu saja. Penilaian dengan sistem blok (ujian blok)

ini dilakukan setelah peserta didik mempelajari beberapa

indikator dalam satu kompetensi dasar atau jika jumlah

kompetensi dasar yang ditentukan banyak maka ujian blok

dapat dilakukan antara satu sampai dengan tiga kompetensi

dasar. Hal ini bisa menyebabkan pelaksanaan ujian blok antara

mata ajar yang satu dengan mata ajar lainnya tidak bersamaan

waktunya. Namun adanya ujian blok dapat dilakukan sebagai

pengganti ujian akhir semester dengan materi yang diujikan

adalah indikator atau kompetensi dasar yang belum diujikan.

Page 79: Buku Evaluasi Pendidikan

79

Kriteria atau rubrik adalah pedoman yang digunakan

dalam melakukan penilaian kinerja atau hasil kerja peserta

didik. Dengan menggunakan kriteria ini, penilaian yang bersifat

subyektif dapat dihindari paling tidak dapat dikurangi. Dengan

krtieria ini dapat memudahkan seorang guru untuk menilai

prestasi yang telah dicapai oleh seorang peserta didik. Dan

siswapun termotivasi untuk mencapai prestasi semaksimal

mungkin.

Pada umumnya kriteria ini terdiri atas dua hal yang saling

berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal yang

pertama adalah skor, misalnya 1, 2, 3, 4, dan 5 dan hal yang

kedua adalah krtieria yang harus dicapai untuk memenuhi skor

tersebut. Banyak sedikitnya gradasi skor tergantung jenis skala

penilaian yang digunakan serta hakekat kerja yang akan dinilai.

Berikut ini adalah contoh kriteria dan penggunaannya dalam

lembar penilaian.

Contoh Format Kriteria (rubrik) Lembar Penilaian

No Butir

Aspek Psikomotor (keterampilan) Skor

1 2 3 4 5

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Berilah tanda cek ( ) pada kolom skor yang tersedia dengan ketentuan; skor 5 = sangat tepat, skor 4 = tepat, skor 3 = agak tepat, skor 2 = kurang tepat dan skor 1 = tidak tepat.

Page 80: Buku Evaluasi Pendidikan

80

Dalam lembar penelitian tersebut seorang guru harus teliti

untuk menilai apakah aspek keterampilan yang muncul itu

sangat tepat, sehingga harus diberi nilai 5 atau sangat tidak

tepat sehingga diberi nilai 1. Dengan demikian lembar penilaian

ini harus dilakukan secermat mungkin sehingga bisa

menggambar-kan kemampuan siswa yang sebenarnya.

Lembar pengamatan sedikit berbeda dengan lembar

penilaian. Dalam lembar pengamatan, skor yang digunakan

tidak banyak variasinya, bahkan biasanya cenderung hanya ada

dua pilihan yaitu “ya” dengan skor dan “tidak” dengan skor 0.

Berikut ini contoh kriteria (rubrik) pada lembar pengamatan

(observasi) dan penggunaannya.

Contoh Format Kriteria (rubrik) Lembar Observasi

No. Aspek Psikomotor (keterampilan) Jawaban

Starting Position Ya Tidak

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Biasanya kriteria (rubrik) selalu muncul bersamaan atau

bahkan menempel dengan lembar penilaian atau lembar

pengamatan (observasi). Hal ini dikarenakan tanpa kriteria

(rubrik) maka lembar penilaian atau lembar pengamatan

Berilah tanda cek ( ) pada kolom “Ya” jika unjuk kerja yang dinyatakan sesuai dan benar atau kolom “Tidak” jika unjuk kerja yang dinyatakan tidak sesuai dengan yang ditentukan atau tidak muncul sma sekali. Kata “Ya” dengan skor 1 sedangkan kata “Tidak” dengan skor 0.

Page 81: Buku Evaluasi Pendidikan

81

(observasi) tidak dapat digunakan. Bahkan dengan adanya

kriteria (rubrik) ini maka penilaian dan pengamatan terhadap

peserta didik menjadi lebih obyektif.

Dalam melakukan penskoran, hal pertama yang harus

diperhatikan adalah ada atau tidak adanya perbedaan bobot

antara setiap aspek keterampilan (psikomotor) yang ada dalam

lembar penilaian atau lembar pengamatan. Biasanya jika tidak

ada perbedaan bobot maka penskoran akan lebih mudah. Skor

yang diperoleh (skor akhir) harus sama dengan skor yang telah

ditentukan dalam tiap-tiap butir.

Selanjutnya untuk menginterpretasikan hasil belajar yang

diperoleh, dibandingkan dengan acuan yang telah ditetakan.

Oleh karena itu proses pembelajaran harus menggunakan

pendekatan kompetensi. Acuan yang digunakan untuk

menginterpretasikan hasil penilaian dan pengamatan kerja

siswa yaitu acuan kriteria (rubrik).

Setelah skor tiap peserta didik diperoleh maka langkah

selanjutnya adalah menghitung peserta didik yang sudah lulus

dan peserta didik yang belum lulus, kemudian dibuat

prosentase.

Langkah selanjutnya hasil penilaian psikomotor dianalisis.

Caranya yaitu dengan membuat tabel spesifikasi yang mampu

menunjukkan standar kompetensi, kompetensi dasar,

pencapaian indikator bahkan aspek psikomotor mana yang

belum dikuasai peserta didik ditunjukkan. Selanjutnya aspek

psikomotor yang sudah dan yang belum dikuasai oleh peserta

didik tersebut dituliskan dalam kolom tersendiri yaitu kolom

keterangan ketercapaian ketuntasan, sepeti pada contoh

berikut :

Page 82: Buku Evaluasi Pendidikan

82

Contoh Format Tabel Analisis Hasil Tes Psikomotor

Sekolah : ……………………

Mata ajar : ……………………

Kelas/Smt : …… / …….

Jenis Tagihan : ……………………

Nama Peserta didik : ……………………

Guru Mata ajar : ……………………

Standar Kompetensi/

Kompetensi Dasar

Jumlah Item Soal

Jumlah Soal yang

betul

Prosentase kelulusan

Kompetensi Keterangan

Ketercapaian Ketuntasan

3. ……………………

……………………

3.1 …………….......

.....................

Dengan analisis penilaian di atas, seorang guru dapat

membantu peserta didik untuk mencapai ketuntasan belajar

dengan mengadakan program remidial. Program remidial

dilaksanakan dengan cara diuji ulang, tetapi sebelumnya

dilaksanakan pengarahan (pendalaman) terhadap kompetensi

yang belum dikuasai.

3. Penilaian Aspek Afektif

Life skill merupakan bagian dari kompetensi lulusan

sebagai hasil proses pembelajaran. Pophan (1995), mengatakan

bahwa ranah afektif menentukan keberhasilan seseorang.

Artinya ranah afektif sangat menentukan keberhasilan seorang

peserta didik untuk mencapai ketuntasan dalam proses

pembelajaran.

Seorang peserta didik tidak memiliki minat atau karakter

terhadap mata ajar tertentu, maka akan kesulitan untuk

mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan

peserta didik yang memiliki minat atau karakter terhadap mata

Page 83: Buku Evaluasi Pendidikan

83

ajar, maka hal ini akan sangat membantu untuk mencapai

ketuntasan pembelajaran secara maksimal.

Berdasarkan hal di atas, maka seorang guru lain

membantu semua peserta didik belajar, guru juga harus

mampu membangkitkan atau karakter peserta didik untuk

belajar. Ini merupakan tanggung jawab seorang guru sebagai

pengajar dan pendidik. Selain itu juga ikatan emosional sering

diperlukan untuk membangun karakter kebersamaan, rasa

sosialis yang tinggi, persatuan, nasionalisme dan lain

sebagainya. Berkenaan dengan hal ini, maka sekolah (guru)

dalam merancang program pembelajaran harus memperhatikan

ranah afektif.

Menurut Krathwohl (1961), bila ditelurusi hampir semua

tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Peringkat ranah

afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving

(attending) responding, valuing, organization dan charac-

terization.

Pada peringkat receiving/attending (menerima), peserta

didik memiliki keinginan untuk memperhatikan suatu fenomena

khusus (stimulus). Misalnya keadaan kelas, berbagai kegiatan

sekolah (kegiatan musik, ekstrakurikuler), buku dan lain

sebagainya. Di sini seorang guru hanya bertugas mengarahkan

perhatian (fokus) peserta didik pada fenomena yang menjadi

obyek pembelajaran afektif. Misalnya guru mengarahkan dan

memotivasi peserta didik untuk membaca buku, mengerjakan

tugas, memberi motivasi belajar, senang bekerja sama dan lain

sebagainya. Jika hal ini terus-menerus dilakukan maka akan

menjadi kebiasaan. Kebiasaan ini adalah kebiasaan yang positif

yang sangat diharapkan dalam mendukung ketuntasan belajar.

Page 84: Buku Evaluasi Pendidikan

84

Responding (tanggapan) merupakan partisipasi aktif

peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada

peringkat ini peserta didik tidak hanya memperhatikan

fenomena khusus tetapi juga beraksi terhadap penomena yang

ada. Hasil belajar pada peringkat ini yaitu menekankan di

perolehnya respon, keinginan memberi respon atau kepuasan

dalam memberi respon. Peringkat tertinggi pada kategori ini

adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian

hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang

bertanya, senang membaca buku, senang membantu sesama,

senang dengan keberhasilan dan lain sebagainya.

Valuing (menilai) melibatkan penentuan nilai, keyakinan

atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan

komitmen. Derajat rentangnya mulai dari menerima suatu nilai,

misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai

pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada

internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar

pada peringkat ini berhubungan dengan perilaku yang

konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam

tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasi sebagai sikap

dan apresiasi.

Pada peringkat organization (organisasi) antara lain yang

satu dengan nilai yang lain dikaitkan dan konflik antar nilai

diselesaikan, serta mulai membangun sistem nilai internal yang

konsisten. Hasil belajar pada peringkat ini yaitu berupa

konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai, misalnya

pengembangan filsafat hidup.

Pada ranah afektif peringkat tertinggi adalah charac-

terization (karakteristik) nilai. pada peringkat ini peserta didik

memilih sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada

Page 85: Buku Evaluasi Pendidikan

85

suatu waktu tertentu terbentuk pola hidup. Hasil belajar pada

peringkat ini adalah berkaitan dengan pribadi, emosi dan rasa

sosialis.

Menurut Anderson (1981), pemikiran, sikap dan perilaku

yang diklasifikasikan sebagai ranah afaktif memiliki kriteria

antara lain:

a. Perilaku itu melibatkan perasaan dan emosi seseorang

b. Perilaku itu harus tipikal perilaku seseorang

c. Kriteria lainnya yaitu intensitas, arah dan target

Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari

perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain. Misal

cinta lebih kuat dari suka atau senang. Arah berkaitan dengan

oritentasi positif dan negatif dari perasaan yang menunjukkan

apakah perasaan. Arah ini menunjukkan perasaan itu baik atau

buruk misalnya senang pada mata ajar tertentu dimaknai positif

sedangkan cemas atau kurang bahkan tidak senang pada mata

ajar tertentu dimaknai negatif. Jika intensitas dan arah

perasaan ditinjau bersama-sama maka karakteristik afektif

berada pada skala yang berkelanjutan. Sedangkan target

mengacu pada obyek, aktivitas atau ide sebagai arah dari

perasaan. Bila kecemasan sebagai karakteristik afektif yang

ditinjau, maka ada beberapa kemungkinan target. Kemung-

kinannya peserta didik beraksi terhadap sekolah, kelas, situasi

dan kondisi sekolah, mata ajar atau proses pembelajaran itu

sendiri. Lalu unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan.

Kadang-kadang target ini bisa diketahui olehs so, namun

kadang-kadang juga tidak diketahui. Seringkali peserta didik

merasa tegang ketika sedang ujian (tes) di kelas. Ini menun-

jukkan bahwa peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa

target ketegangan adalah ujian (tes) di kelas.

Page 86: Buku Evaluasi Pendidikan

86

Karakteristik ranah afektif yang penting diantaranya sikap,

minat, konsep diri, nilai dan moral.

a. Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975), yaitu suatu

predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif

atau negatif terhadap suatu obyek, situasi, konsep dan orang.

Sikap disini adalah sikap peserta didik terhadap sekolah dan

terhadap mata ajar. Menurut Popham (1999), mengatakan

bahwa ranah sikap peserta didik penting untuk ditingkatkan.

Sikap peserta didik terhadap mata ajar matematika harus

lebih positif dibanding sebelum mengikuti pelajaran.

Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan

guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Oleh karena

itu, seorang guru harus membuat rencana pembelajaran

termasuk pengalaman belajar yang membuat sikap peserta

didik terhadap mata ajar menjadi lebih positif.

b. Menurut Getzel (1966), mnat adalah suatu disposisi yang

terorganisasikan melalui pengalaman yang mendorong

seseorang untuk memperoleh obyek khusus, aktivitas,

pemahaman dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau

pencapaian. Hal yang penting dalam minat adalah

intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik

afektif yang memiliki intensitas tinggi. jika so berminat

terhadap sesuatu maka orang tersebut akan melakukan

langkah-langkah konkrit untuk mencapai halt sebagai.

c. Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu

bersangkutan terhadap kemampuan dan kelemahan yang

dimilikinya. Arah konsep diri bisa positif bisa juga negatif.

Intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinu

yaitu mulai dari yang rendah sampai yang tinggi.

Page 87: Buku Evaluasi Pendidikan

87

d. Nilai menurut Tyler (1973), adalah suatu obyek, aktivitas atau

ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat,

sikap individu. Bahkan beberapa ahli mengatakan bahwa

nilai merupakan kunci bagi lahirnya sikap dan perilaku

seseorang. Manusia mulai belajar llmenilai obyek, aktifitas

dan ide sehingga obyek ini pengatur penting minat, sikap dan

kepuasan. Sekolah (guru) harus membantu peserta didik

untuk menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan

signifikan bagi peserta didik dalam memperoleh kebahagiaan

personal dan memberi kontribusi positif terhadap

masyarakat.

e. Moral secara bahasa berasal dari bahasa latin mores yang

artinya tata cara, adat kebiasaan sosial yang dianggap

permanen sifatnya bagi ketertiban dan kesejahteraan

masyarakat. Moral menyinggung akhlaq, tingkah laku,

karakter seseorang atau kelompok yang berperilaku pantas,

baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Proses belajar

akhlaq (moral) memegang peranan penting, begitu juga

perkembangan kognitif memberikan pengaruh besar terhadap

sifat perkembangan tingkah laku (moral).

Penilaian pada aspek afektif dapat dilakukan dengan

menggunakan angket / kuesioner, inventori dan pengamatan

(observasi). Prosedurnya sama yaitu dimulai dengan penentuan

definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual

kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini

menjadi isi pedoman kuesioner, inventori dan pengamatan.

Langkah pembuatan instrumen sikap dan minat adalah sebagai

berikut: (1) pilih ranah afektif yang akan dipilih misalnya, sikap

atau minat, (2) tentukan indikator sikap atau minat, misalnya,

indikator peserta didik yang berminat terhadap mata ajar biologi

Page 88: Buku Evaluasi Pendidikan

88

adalah banyak bertanya, kehadiran di kelas, disiplin dalam

berpakaian, rajin dan tepat waktu mengumpulkan tugas yang

diberikan oleh guru, kelengkapan dan kerapihan buku catatan

dan lain sebagainya; (3) pilih tipe skala yang digunakan,

misalnya skala Likert dengan empat skala, misal sangat senang,

senang, kurang senang dan tidak senang; (4) telaah instrumen

oleh sejawat; (5) perbaiki instrumen; (6) siapakah inventori

laporan diri; (7) tentukan skor inventori; dan (8) buat hasil

analisis inventori skala sikap dan minat.

Contoh Format Lembar Pengamatan Sikap Siswa

NO

SIKAP NAMA K

ETE

RB

UR

UK

AN

KE

TE

KU

NA

N B

ELA

JA

R

KE

RA

JIN

AN

TE

NG

GA

NG

RA

SA

KE

DIS

IPLIN

AN

KE

RJA

SA

MA

RA

MA

H D

EN

GA

N T

EM

AN

HO

RM

AT P

AD

A O

RA

NG

TU

A

KE

JU

JU

RA

N

ME

NE

PA

TI

JA

NJI

KE

PE

DU

LIA

N

TA

NG

GU

NG

JA

WA

B

NIL

AI

RA

TA

-RA

TA

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Sikap untuk masing-masing sikap di atas dapat berupa

angka. Pada akhir skor tersebut dikomulatifkan, kemudian

dikonversikan ke dalam bentuk kualitatif. Skala penilaian sikap

dibuat dengan rentang 1 – 5. Penafsiran angka-angka tersebut

adalah ; 1 = sangat kurang, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik dan

5 = amat baik.

Page 89: Buku Evaluasi Pendidikan

89

Sedangkan untuk penilaian minat dapat menggunakan

skala bertingkat dengan rentangan 1 – 4 tergantung pertanyaan

atau pernyataan yang telah ditetapkan. Jawaban selalu diberi

skor 4, sering diberi skor 3, jarang diberi skor 2 dan tidak

pernah diberi skor 1.

Contoh Format Kuesioner Penilaian Minat Peserta Didik

Mata ajar : …………………...

Nama siswa : ……………………

Kelas/smt : ……… /…………

Guru Mata ajar : …………………..

Tugas : Berilah tanda cek ( ) pada kolom frekuensi

(selalu, sering, jarang dan tidak pernah)

sesuai dengan kenyataan yang saudara alami

terhadap kenyatan berikut ini.

No. Pertanyaan/pernyataan

Frekuensi

Selalu Sering Jarang Tidak

Pernah

1.

2.

3.

4.

dst

………………………... ………………………... ………………………...

………………………... ………………………... ………………………...

………………………... ………………………...

Jumlah skor ……

Dari hasil total skor yang diperoleh kemudian

dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu tidak berminat, kurang

berminat, berminat dan sangat berminat.

Inventori digunakan untuk menilai konsep diri peserta

didik dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan diri peserta didik. Rentangan nilai yang digunakan

Page 90: Buku Evaluasi Pendidikan

90

yaitu antara 1 sampai dengan 2. Jika jawaban “Ya” maka diberi

skor 2 dan jika jawaban “Tidak” diberi skor 1. Hasil skor

dijumlahkan dan dikalikan dengan jumlah pernyataan,

kemudian dikelompokkan menjadi kategori; tidak positif, kurang

posistif, positif dan sangat positif.

Contoh Format Penilaian Konsep Diri Peserta Didik

Nama Sekolah : ……………………

Mata ajar : ……………………

Nama siswa : ……………………

Kelas/smt : ……… / …………

No. Pernyataan

Alternatif

jawaban

Ya Tidak

1.

2.

3.

4.

5.

dst

……………………………………………………

……………………………………………………

……………………………………………………

…………………………………………………… ……………………………………………………

Jumlah skor ….

Page 91: Buku Evaluasi Pendidikan

91

BAB VIII

KARAKTERISTIK PENILAIAN

PADA TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

A. Sistem Penilaian Berkelanjutan

Implementasi kurikulum yang berbasis kompetensi tidak

hanya diarahkan untuk semata-mata mencapai penilaian

pengetahuan peserta didik belaka, tetapi kompetensi secara

utuh yang merefleksikan pengetahuan (kognitif), keterampilan

(psikomotor) dan sikap (afektif), sesuai dengan karakteristik

masing-masing mata pelajaran. Dalam hal ini, kurikulum

tersebut menuntut proses pembelajaran di sekolah pada

penguasaan kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan.

Kurikulum Berbasis Kompetensi, harus memperhatikan:

1. Definisi tentang apa yang dipelajari dan apa yang dinilai

2. Spesifikasi peringkat unjuk kerja atau standar

3. Menekankan pada komparasi antara unjuk kerja peserta

didik dengan standar atau kriteria

Pengembangan sistem penilaian dilakukan untuk

mengetahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai

kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Sistem penilaian ini

harus mencakup seluruh kompetensi dasar dengan indiaktor-

indikator yang telah ditetapkan. Sistem penilaian berbasis

kompetensi yang direncanakan adalah sistem penilaian yang

berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator

ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan

kompetensi yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai, serta

untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai

kompetensi yang telah ditetapkan.

Page 92: Buku Evaluasi Pendidikan

92

Hasil penilaian dianalisIs untuk menentukan tindakan

perbaikan berupa program remedial. Apabila peserta didik

belum tuntas atau belum menguasai kompetensi yang telah

ditetapkan maka peserta didik tersebut harus mengikuti

program pembelajaran dan diuji ulang (remedial). Sedangkan

peserta didik telah menguasai kompetensi diberi pengayaan.

Peserta didik yang telah lulus atau tuntas dan menguasai

kompetensi dasar yang telah ditetapkan maka peserta didik

tersebut melanjutkan ke kompetensi dasar berikutnya. Dalam

sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi

dan rancangan penilaian secara menyeluruh untuk satu

semester dengan teknik yang tepat.

Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar

(penilaian berkelanjutan) mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Standar kompetensi yaitu kemampuan yang harus dimiliki

oleh peserta didik suatu jenjang pendidikan dalam mata ajar

tertentu. Hal ini memiliki implikasi yang signifikan dalam

perencanaan, metodologi dan pengolahan penilaian.

2. Kompetensi dasar yaitu kemampuan minimal dalam mata

ajar tertentu yang harus dimiliki oleh peserta didik suatu

jenjang pendidikan.

3. Rencana penilaian yaitu jadwal kegiatan penilaian dalam satu

semester yang dirancang dan dikembangkan bersamaan

dengan rencana pembelajaran (silabus)

4. Proses penilaian yaitu proses pemilihan dan pengembangan

teknik penilaian, sistem pencatatan dan pengolahan proses.

5. Proses implementasi dengan menggunakan berbagai teknik

penilaian.

6. Pencatatan dan pelaporan yaitu pengelolaan sistem penilaian

dan pembuatan pelaporan.

Page 93: Buku Evaluasi Pendidikan

93

Karena komponen ini merupakan karakteristik dari pada

penilaian berbasis kompetensi dasar. Dengan demikian seorang

guru harus mampu menguasai dan melaksanakannya.

B. Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan pendidikan

Dalam penilaian pada kurikulum tingakt satuan

pendidikan (penilaian berkelanjutan), semua indikator di tagih

atau diuji dan hasilnya dianalisis untuk menentukan

kompetensi dasar yang sudah dikuasai dan belum dikuasai oleh

peserta didik. Untuk melaksanakan penilaian pada tingkat

satuan pendidikan diperlukan teknik penilaian dan ujian yang

tepat. Penentuan teknik penilaian yang digunakan berdasarkan

kompetensi dasar yang ingin di tagih atau dinilai serta di telaah

oleh teman sejawat dalam mata ajar yang sama.

Pengembangan penilaian pada tingkat satuan pendidikan

bersifat hirarkis (secara berurutan) yaitu standar kompetensi,

kompetensi dasar, pencapaian indikator, materi pokok dan

instrumen penilaian.

Standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok di

kembangkan oleh Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.

Sedangkan pencapaian indikator dan instrumen penilaian

dikembangkan oleh masing-masing daerah atau sekolah. Dalam

pembuatan soal diharapkan mampu menampung keperluan

daerah sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Standar

kompetensi dikembangkan dan dijabarkan ke dalam beberapa

kompetensi dasar, kemudian kompetensi dasar dikembangkan

dan dijabarkan ke dalam beberapa indikator. Setiap indikator

dikembangkan dan dijabarkan lagi ke dalam berbagai bentuk

tagihan seperti soal ujian, tugas, kuesioner, portofolio, skala

Page 94: Buku Evaluasi Pendidikan

94

sikap dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya lihat skema

berikut:

Banyak teknik dan metode yang dapat dilakukan untuk

mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta

didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun

hasil belajar. Teknik atau metode pengumpulan informasi

tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan dan

perkembangan belajar peserta didik berdasarkan standar

kompetensi, kompetensi dasar, serta pencapaian indikator yang

harus dicapai. Penilaian kompetensi dapat dilakukan atas dasar

pencapaian indikator-indikator yang telah ditetapkan yang

memuat satu atau lebih ranah. Berdasarkan pencapaian

indikator-indikator yang dapat ditentukan cara penilaian yang

sesuai dan tepat. Ada tujuh pendekatan teknik atau yang dapat

digunakan yaitu teknik atau metode penilaian unjuk kerja,

project work, tertulis, produk, portofolio, sikap dan penilaian

diri.

1. Teknik Penilaian Unjuk Kerja

Teknik penilaian unjuk kerja merupakan proses penilaian

yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam

melakukan suatu hal. Teknik ini sangat cocok untuk menilai

ketercapaian ketuntasan belajar (kompetensi) yang menuntut

peserta didik untuk melakukan tugas/gerak (psikomotor).

Misalnya praktikum, presentasi, rule playing, menggunakan

alat, dan lain-lain.

Page 95: Buku Evaluasi Pendidikan

95

Dalam menentukan proses penilaian unjuk kerja harus

memperhatikan hal-hal berikut:

a. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta

didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu komponen.

b. Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam

kinerja tersebut

c. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk

menyelesaikan tugas

d. Upaya kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,

sehingga semu yang ingin dinilai dapat diamati.

e. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan

yang akan diamati.

Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan

menggunakan teknik pengamatan atau observasi terhadap

berbagai konteks untuk menentukan tingkat ketercapaian

kemampuan tertentu dari suatu kompetensi dasar. Pengamatan

atau observasi terhadap unjuk kerja peserta didik dapat

menggunakan alat/instrumen berupa:

a. Skala penilaian (rating scale), penilaian unjuk kerja dengan

rating scale memungkinkan seorang guru memberikan nilai

tengah terhadap penguasaan/ ketercapaian ketuntasan

belajar dari suatu kompetensi. Rating scale terentang dari

sangat kompeten sampai sangat tidak kompeten. Misalnya:

rentang 1 = sangat tidak kompeten, 2 = tidak kompeten, 3 =

agak kompeten (cukup), 4 = kompeten dan 5 = sangat

kompeten.

b. Daftar cek (check list), penilaian unjuk kerja dapat juga

dilakukan dengan menggunakan lembar observasi. Lembar

Page 96: Buku Evaluasi Pendidikan

96

observasi adalah lembar yang digunakan untuk

mengobservasi keberadaan suatu benda/gejala-gejala yang

timbul sebagai aspek psikomotorik dari suatu obyek yang

sedang diamati. Lembar observasi pada umumnya berbentuk

check list () karena hanya berupa daftar pertanyaan atau

pernyataan yang jawabannya tinggal memberi tanda check list

pada jawaban yang ssuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Kelemahannya adalah guru atau penilai hanya mempunyai

dua pilihan mutlak, benar-salah, ya-tidak, baik-buruk dan

lain-lain. Dengan menggunakan check list peserta didik

mendapatkan apabila kriteria penguasaan kompetensi

tertentu dapat diamati oleh guru/penilai. Akan tetapi jika

tidak dapat diamati maka peserta didik tidak mendapat skor.

2. Teknik Penilaian Project Work

Project work merupakan penilaian terhadap suatu tugas

yang mencakup beberapa kompetensi yang harus diselesaikan

oleh peserta didik dalam periode atau waktu tertentu. Tugas

tersebut dapat berupa investigasi terhadap suatu proses atau

kejadian yang dimulai dari perencanaan, pengumpulan data,

pengorganisasian, pengolahan data dan penyajian data.

Sedangkan menurut keputusan menteri (Kepmen) NO.

53/4/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan

Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan

Dasar dan Menengah (DIKDASMEN), Proyek Work mempunyai

pengertian:

a. Akumulasi tugas yang mencakup beberapa kompetensi dan

harus diselesaikan oleh peserta diklat (pada semester akhir).

Page 97: Buku Evaluasi Pendidikan

97

b. Suatu model pembelajaran yang diadopsi untuk mengukur

dan menilai ketercapaian kompetensi secara kumulatif.

c. Merupakan suatu model penilaian diharapkan untuk menuju

profesionalisme

d. Lingkup kegiatan: dilakukan dari membuat proposal,

persiapan, pelaksanaan (proses) sampai dengan kegiatan

kulminasi (penyajian, pengujian dan pameran).

Dalam melakukan penilaian project work harus

memperhatikan hal-hal berikut ini:

a. Kemampuan pengolahan, kemampuan peserta didik dalam

memilih topik, mencari informasi, mengelola waktu

pengumpulan data serta penulisan laporan.

b. Relevansi, kesesuaian mata pelajaran dengan

mempertimbangkan tahapan pengetahuan, pemahaman dan

keterampilan dalam pembelajaran.

c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik adalah hasil

karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru

berupa petunjuk, arahan serta dukungan proyek kepada

peserta didik.

Project work dapat berfungsi juga sebagai:

a. Merupakan bagian internal dari proses pembelajaran

terstandar, bermuatan pedagogis dan bermakna bagi peserta

didik

b. Memberi peluang kepada peserta didik untuk

mengekspresikan kompetensi yang dikuasai secara utuh.

c. Lebih efisien dan menghasilkan produk yang memiliki nilai

ekonomis.

Page 98: Buku Evaluasi Pendidikan

98

d. Menghasilkan nilai penguasaan kompetensi yang dapat

dipertanggung- jawabkan dan memiliki kelayakan untuk

disertifikasi.

Penilaian project work dilakukan dari mulai perencanaan,

proses pengerjaan sampai akhir proyek. Untuk itu seorang guru

atau asesor perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang

perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan

rating scale atau check list.

Contoh Format Teknik Penilaian Project Work

Mata Pelajaran : ………………….

Nama Proyek : ………………….

Alokasi Waktu : ………………….

Guru Pembimbing : ………………….

Nama Siswa : ………………

NIS : ………………

Kelas : ………………

No. ASPEK SKOR (1-5)

1 PERENCANAAN:

a. Persiapan

b. Rumusan Judul

2 PELAKSANAAN:

a. Sistematika Penulisan

b. Keakuratan Sumber Data/Informasi

c. Kuantitas Sumber Data

d. Analisis Data

e. Penarikan Kesimpulan

3 LAPORAN PROYEK:

a. Performans

b. Presentasi / Penguasaan

TOTAL SKOR

Page 99: Buku Evaluasi Pendidikan

99

a. Aspek yang dinilai disesuaikan dengan proyek dan kondisi

siswa/sekolah.

b. Skor diberikan berdasarkan ketetapan dan kelengkapan

jawaban yang diberikan peserta didik, semakin lengkap dan

akurat makna semakin besar skor yang diberikan.

3. Penilaian Tertulis

Penilaian tertulis (pencil and paper test) yaitu jenis tes

dimana guru dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau

soal dilakukan secara tertulis dan jawaban yang diberikan oleh

peserta didik dilakukan secara tertulis pula.

Dalam penilaian tertulis, soal-soal diberikan dalam bentuk

tertulis dan jawaban tes juga tertulis. Ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penilaian tertulis

diantaranya:

a. Tempat pelaksanaan tes harus kondusif dan jauh dari

kegaduhan/keramaian. Suasana yang kondusif, nyaman dan

jauh dari kegaduhan sangat mendukung konentrasi peserta

didik yang mengikuti tes tertulis

b. Ruang tempat tes, khususnya tempat duduk peserta didik

diantara sedemikian rupa, sehingga kemungkinan kerjasama

dalam menjawab soal tes atau melakukan kecurangan-

kecurangan dapat diminimalis.

c. Sistem pencahayaan diruang terharus diatur, jangan gelap

atau remang-remang dan juga jangan terlalu terang.

d. Lembar soal diberikan satu-persatu dengan cara terbalik,

kemudian dibuka bersama-sama sehingga setiap peserta

didik mempunyai kesempatan waktu yang sama untuk

mengerjakan soal tersebut.

Page 100: Buku Evaluasi Pendidikan

100

e. Seorang guru yang bertindak sebagai pengawas dalam

pelaksanaan tes bersikap dan bertidnak wajar, jangan terlalu

over atau banyak gerak sehingga dapat mengganggu

konsentrasi peserta tes.

f. Sebelum pelaksanaan tes, guru atau pengawas membacakan

tata tertib tes. Apabila terjadi penyimpangan, sanksi yang

diberikan mengacu pada tata tertib tersebut.

g. Sebagai bukti mengikuti tes, dibuatkan daftar hadir yang diisi

oleh peserta didik yang mengikuti tes.

h. Apabila waktu tes sudah habis, maka pengawas

mengingatkan peserta untuk segera mengakhiri pekerjaan

dan meninggalkan ruangan.

i. Untuk menghindari kesulitan dikemudian hari, dibuat berita

acara pelaksanaan tes yang ditandatangani oleh semua

pengawas dan identitas berita acara pelaksanaan di isi

lengkap.

Pelaksanaan tes tertulis dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Bentuk penilaian uraian (subjektive test) guru yang

menggunakan alat test yang berbentuk subjective test, dalam

membuat soal sekaligus dengan kunci jawaban disertai

dengan pedoman jawaban dan pedoman penskorannya.

Pedoman jawaban betul atau soal-soal yang telah disusun

digunakan sebagai patokan dalam pemeriksaan lembar

jawaban tes uraian. Pemeriksaan hasil tes dengan jalan

membandingkan antara lembar jawaban dengan kunci

jawaban.

Dalam pemeriksaan hasil tes bentuk subjektive test harus

memperhatikan hal-hal berikut:

Page 101: Buku Evaluasi Pendidikan

101

1) Pengolahan dan penentuan nilai hasil tes didasarkan pada

standar mutlak, artinya penentuan nilai secara mutlak

berdasarkan prestasi individu.

2) Pengolahan dan penentuan nilai hasil tes didasarkan pada

standar relatif artinya penentuan nilai berdasarkan pada

prestasi kelompok

b. Bentuk penilaian objektive test memeriksa atau mengoreksi

jawaban soal-soal tes objektive pada umumnya menggunakan

kunci jawaban. Ada beberapa macam kunci jawaban yang

dapat dipergunakan untuk mengoreksi test objective,

diantaranya: pertama, kunci berdamping (strip keys), kedua,

kunci sistem karbon (carbon system keys), ketiga, kunci

sistem tusukan (prinprick sistem keys) dan keempat, kunci

berjendela (windows keys).

1) Kunci berdamping (strip keys)

Kunci jawabawan berdamping terdiri atas jawaban-jawaban

betul yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas ke

bawah. Kunci jawaban jenis ini dipergunakan untuk

memeriksa jawaban-jawaban yang ditulis pada kolom satu

yang disusun lurus dari atas ke bawah.

Cara menggunakan jenis kunci jawaban ini yaitu dengan

meletakkan kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar

jawaban yang akan diperiksa. Kemudian cocokan jawaban,

apabila jawaban cocok dengan kunci jawaban beri tanda

plus (+) sedangkan jawaban yang tidak cocok beri tanda (-).

2) Kunci sistem karbon (carbon system keys)

Pemeriksaan hasil tes yang menggunakan kunci jawaban

sistem karbon, peserta didik diminta untuk membubuhkan

tanda silang pada huruf abjad yang jawabannya dianggap

paling benar oleh peserta didik. Kunci jawaban ini

Page 102: Buku Evaluasi Pendidikan

102

diletakkan di atas lembaran jawaban yang sudah

ditumpangi karbon. Pada kunci jawaban sudah dibubuhi

tanda berupa lingkaran-lingkaran untuk setiap jawaban

yang betul. Jawaban peserta didik yang berada di luar

lingkaran berarti jawabannya salah, sedangkan jawaban

yang berada di dalam lingkaran jawabannya betul. Lembar

jawaban.

3) Kunci sistem tusukan (prinprick sistem keys)

Pada dasarnya kunci jawaban sistem tusukan sama

dengan kunci jawaban sistem karbon. Perbedaannya bahwa

dalam kunci jawaban sistem tusukan, untuk jawaban betul

diberi tusukan dengan jarum besar/paku. Sementara

lembar jawaban peserta didik berada di bawahnya.

Tusukan tadi akan menembus lembar jawaban yang berada

di bawahnya. Lembar jawaban yang betul adalah pilihan

jawaban yang berlubang sedangkan jawaban yang salah

adalah tidak berlubang.

4) Kunci jawaban berjendela (window keys)

Apabila kunci jawaban sistem berjendela akan dipakai

untuk mengoreksi lembar jawaban peserta didik, maka ada

beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya:

a) Ambillah blangko lembar jawaban yang masih kosong

(belum dipergunakan.

b) Pilihan jawaban yang betul diberi lubang (bulatan seperti

jendela)

c) Lembar jawaban diletakkan dibawah kunci jawaban

jendela

d) Melalui lubang-lubang tersebut kemudian buang garis

vertical dengan pencil berwarna. Apabila tanda garis

tersebut tepat mengenai tanda-tanda silang yang dibuat

Page 103: Buku Evaluasi Pendidikan

103

oleh peserta didik pada lembar jawaban ini berarti

jawaban pserta didik betul dan apabila tanda bergaris

tidak mengenai tanda-tanda silang maka jawaban

peserta didik salah.

4. Penilaian Produk

Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses

pembuatan dan kwalitas suatu produk. Penilaian jenis ini

meliputi penilaian kemampuan peserta didik terhadap proses

pembuatan suatu produk, misalnya produk teknologi, makanan,

karya seni dan lain sebagainya.

Ada tiga hal harus diperhatikan dalam pelaksanaan

penilaian produk, diantaranya:

a. Tahap persiapan, tahap ini meliputi penilaian kemampuan

peserta didik dalam merencanakan, menggali dan

mengembangkan gagasan serta mendesain produk.

b. Tahap proses/pembuatan produk, meliputi penilaian

kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan

menggunakan bahan, alat, metode dan teknik.

c. Tahap penilaian produk, tahap ini meliputi penilaian produk

yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

Dalam teknik penilaian produk dapat digunakan dua cara yaitu

penilaian holistik dan penilaian analitik.

a. Penilaian dengan cara holistik yaitu penilaian yang

berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya

dilakukan pada tahap appraisal.

b. Penilaian dengan cara analitik yaitu berdasarkan aspek-aspek

produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang

terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

Page 104: Buku Evaluasi Pendidikan

104

Contoh Format Penilaian Produk

Mata Ajar : Biologi

Nama Proyek : Pembuatan Nata de Coco

Alokasi Waktu : ………………..

Nama Siswa : ………………..

Kelas/Smt : ………………..

No. Tahapan Skor (1-5)*

1 Tahap perencanaan bahan

2 Tahap proses pembuatan a. Persiapan alat dan bahan

b. Teknik pengolahan c. K3 (keselamatan kerja, keamanan

dan kebersihan)

3 Tahap terakhri (hasil produk) a. Bentuk fisik

b. Inovasi

Total Skor

Catatan:

* Skor diberikan dengan rentang nilai antara 1-5 dengan ketentuan

semakin lengkap jawaban serta ketepatan dalam proses pembuatan

maka semakin tinggi skor yang diberikan

5. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio sangat cocok untuk mengetahui

perkembangan aspek psikomotor peserta didik dengan cara

menilai kumpulan karya/tugas yang mereka kerjakan.

Penilaian portofolio merupakan proses penilaian yang

berkalnjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang

menunjukkan perkembangan kemampuan khususnya aspek

psikomotor/unjuk kerja peserta didik dalam satu periode

tertentu. Penilaian jenis ini pada dasarnya menilai karya-karya

Page 105: Buku Evaluasi Pendidikan

105

peserta didik secara individual dalam satu periode tertentu per

mata pelajaran.

Setiap akhir periode pembelajaran hasil karya atau tugas

belajar dikumpulkan dan dinilai bersama-sama guru dalam

peserta didik, sehingga penilaian portofolio dapat memberikan

gambaran secara jelas tentang perkembangan/kemajuan belajar

peserta didik.

Dalam melakukan penilaian portofolio harus memper-

hatikan hal-hal berikut:

a. Asli, artinya karya/tugas yang dinilai adalah asli sebagai hasil

karya peserta didik, bukan bajakan/jiplakan karya orang

lain.

b. Adanya rasa saling kepercayaan antra guru dan peserta didik,

baik dalam proses penilaian maupun dalam proses menjaga

rahasia tentang pengumpulan informasi hasil belajar (bukan

nilai), karya/tugas belajar peserta didik, sehingga tidak bocor

ke pihak lain yang memungkinkan berdampak negatif pada

proses belajar, penilaian lbahkan pendidikan.

c. Join Ownershif, antara guru dengan peserta didik memiliki

rasa saling memiliki terhadap berkas-berkas portofolio,

sehingga ada upaya dari peserta didik untuk terus

memperbaiki hasil karyanya.

d. Identitas yang tercantum dalam portofolio sebaiknya berisi

tentang keterangan/bukti yang mampu menumbuhkan

semangat peserta didik untuk terus menerus meningkatkan

karya kreativitasnya yang lebih baik lagi.

e. Adanya kesesuaian antara hasil informasi hasil belajar atau

karya dengan pencapaian indiktor dari setiap kompetensi

dasar/standar kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.

Page 106: Buku Evaluasi Pendidikan

106

f. Penilaian portofolio mencakup penilaian proses belajar dan

hasil belajar.

g. Penilaian portofolio terintegrasi dengan kegiatan proses

pembelajaran. Hal ini sangat bermnfaat bagi seorang guru

untuk melakukan diagnosa serta untuk mengetahui

perkembangan/kemajuan belajar peserta didik.

Metode/teknik penilaian portofolio memerlukan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Menjelaskan kepada peserta didik bahwa tidak hanya

merupakan kumpulan karya/tugas yang dipergunakan oleh

guru untuk penilaian, melainkan digunakan juga oleh peserta

didik itu sendiri. Dengan melihat portofolionya peserta didik

dapat mengetahui kemampuan, keterampilan, bakat dan

minat yang dimiliki terhadap suatu mata pelajaran. Proses ini

akan terjadi secara spontan, tetapi memerlukan waktu untuk

belajar memahami dan meyakini hasil penilaian mereka

sendiri.

b. Menentukan bersamaan antar peserta didik dengan guru

terhadap sampel-sampel portofolio apa saja yang akan dibuat.

Kemungkinannya portofolio antara peserta didik yang satu

dengan yang lain bisa berbeda. Misal untuk mengetahui

kemampuan menulis peserta didik mengumpulkan karang-

karangannya, sedangkan untuk mengetahui kemampuan

menggambar maka peserta didik mengumpulkan hasil

gambar-gambarnya.

c. Kumpulkan dan simpanlah semua portofolio masing-masing

peserta didik dalam satu map folder di rumah masing-masing

atau loker masing-masing sekolah.

Page 107: Buku Evaluasi Pendidikan

107

d. Berilah identitas waktu dari setiap bahan informasi

perkembangan peserta didik sehingga bisa terlihat perbedaan

kualitas dari waktu ke waktu.

e. Sebaiknya tentukan kriteria penilaian sampel portofolio

beserta bobotnya dengan para peserta didik sebelum mereka

membuat karyanya. Kemudian diskusikan cara penilaian

lkwalita tugas belajar/karya dengan peserta didik sehingga

mengetahui standar dan guru harus berusaha mencapai

standar itu.

f. Seorang guru meminta kepada peserta didik untuk menilai

hasil karyanya secara berkesinambungan. Guru dapat

membimbing peserta didik bagaimana cara menilai dengan

memberi keterangan tentang kelebihan dan kekurangan

karya/tugas belajar tersebut serta bagaimana cara

memperbaikinya. Hal ini dapat dilakukan pada saat

membahas portofolio.

g. Setelah portofolio dinilai dan hasilnya belum memuaskan

maka peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaikinya

(remedial). Namun antara guru dan peserta didik terlebih

dahulu dibuat perjanjian tentang batas maksimal remedial

serta jangka waktunya.

h. Akan lebih baik jika dibuat jadwal untuk membahas

portofolio dengan mengundang orang tua/wali peserta didik

untuk menjelaskan betapa pentingnya portofolio supaya

orang tua/wali dapat mengetahui perkembangan/

pertumbuhan belajarnya.

Page 108: Buku Evaluasi Pendidikan

108

Contoh Format Penilaian Portofolio

Sekolah : ……………………….

Mata Pelajaran : ……………………….

Durasi Waktu : 1 semester

Nama Siswa : ………………………

Kelas/semester : ………………………

No. SK/KD/PI Waktu Kriteria

Ket. ……. ……. …….. ………

1. ………….

2. ………….

3. ………….

6. Penilaian Sikap

Aspek afektif sangat menentukan keberhasilan peserta

didik untuk mencapai ketuntasan dalam pembelajaran. Seorang

peserta didik yang tidak memiliki minat/karakter terhadap mata

pelajaran tertentu, maka akan kesulitan untuk mencapai

ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan peserta didik

yang memiliki minat/karakter terhadap mata pelajaran, maka

akan sangat membantu untuk mencapai ketuntasan secara

maksimal.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap

dan nilai. sedangkan menurut para ahli mengatakan bahwa

sikap seseorang dapat meramalkan perubahannya bila seorang

telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. ciri-ciri hasil

belajar afektif akan tampak pada berbagai tingkah laku peserta

didik seperti perhatiannya yang antusias dalam mengikuti

Page 109: Buku Evaluasi Pendidikan

109

proses pembelajaran, kedisiplinan dalam belajar, memiliki

motivasi yang tinggi untuk mengetahui lebih jauh tentang apa

yang sedang dipelajarinya, penghargaan dan rasa hormat

terhadap guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Sikap pada awalnya berskala dari perasaan (suka atau tidak

suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam

merespon suatu obyek. Sikap sebagai ekspresi dari pandangan

hidup/nilai yang telah diyakini seseorang. Sikap dapat

diarahkan dan dibentuk sehingga memunculkan tindakan

perilaku (melalui pembiasaan) yang diinginkan.

Sikap pada dasarnya terdiri atas tiga komponen yaitu:

a. Kompoenn afektif yaitu perasaan yang dimiliki oleh seseorang

atau penilaiannya terhadap suatu obyek.

b. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan

seseorang mengenai obyek.

c. Komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku

atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan

kehadiran obyek sikap.

Secara umum aspek sikap/afektif yang perlu dinilai dalam

proses pembelajaran terhadap berbagai mata pelajaran

mencakup hal-hal berikut:

a. Penilaian sikap terhadap materi pelajaran. Disini peserta

didik perlu mempunyai sikap positif terhadap materi

pelajaran. Berawal dari sikap positif inilah akan melahirkan

minat belajar, kemudian mudah diberi motivasi serta lebih

mudah dalam menyerap materi pelajaran.

b. Penilaian sikap terhadap guru. Peserta didik perlu memiliki

sikap positif terhadap guru, apakah tidak memiliki sikap

positif akan cenderung mengabaikan apa yang dibelajarkan

oleh gurunya. Sehingga peserta didik yang memiliki sikap

Page 110: Buku Evaluasi Pendidikan

110

positif akan mudah menyerap materi yang diajarkan oleh

gurunya.

c. Penilaian sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik

perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran,

strategi, metodologi serta teknik atau model pembelajaran

yang digunakan oleh guru. Proses pembelajaran yang

menarik, nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan

motivasi belajar peserta didik sehingga pencapaian hasil

belajar bisa maksimal. Hal ini kembali kepada guru untuk

pandai-pandai mencari metode yang kira-kira dapat

mendorong/merangsang peserta didik untuk belajar serta

merasa tidak penuh.

d. Penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang

berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Peserta didik

harus memiliki sikap yang tetap terhadap satu kasus/

kejadian dari suatu materi yang sedang dipelajarinya dengan

dilandasi nilai-nilai positif terhadap kasus/kejadian tersebut.

Misal pesert didik mempunyai sikap positif terhadap upaya

sekolah melestarikan lingkungan dengan mengadakan

program penghijauan/kebun sekolah.

e. Penilaian sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif

litnas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Peserta

didik memiliki sikap positif terhadap berbagai kompetensi

setiap kurikulum yang terus mengalami perkembangan

sesuai dengan kebutuhan (litnas kurikulum).

Metode/teknik penilaian yang dapat dilakukan untuk

melakukan proses penilaian sikap diantaranya:

a. Observasi perilaku, perilaku atau perbuatan seseorang yang

seringkali dilakukan menggambarkan kecenderungan

seseorang terhadap suatu obyek. Misal seseorang yang sering

Page 111: Buku Evaluasi Pendidikan

111

membaca novel dapat dipahami sebagai kecenderungan yang

senang pada cerita novel. Hasil observasi dapat dijadikan

umpan balik dalam pembinaan peserta didik. Observasi

perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan

buku penghubung/kendali peserta didik yang mencatat

berbagai kejadian-kejadian yang berkaitan dengan peserta

didik selama di sekolah.

b. Pertanyaan langsung

Guru dapat menanyakan secara langsung (wawancara)

tentang sikap kepada peserta didik yang berkaitan dengan

suatu obyek/peristiwa. Contoh guru mengajukan pertanyaan

tentang bagaimana upaya penanggulangan narkoba di

lingkungan sekolah. Kemudian dari jawaban peserta didik

guru dapat mengambil kesimpulan tentang sikap peserta

didik tersebut terhadap suatu obyek/peristiwa. Dalam

penilaian sikap peserta didik, guru dapat menggunakan

metode ini melakukan pembinaan terhadap peserta didik.

c. Laporan pribadi

Metode/teknik penilaian sikap seperti ini, dimana guru

meminta kepada peserta didik untuk membuat laporan/

ulasan yang berisi tentang pandangan/tanggapannya

terhadap suatu masalah, keadaan atau suatu hal yang

menjadi obyek sikap. Contoh peserta didik diminta untuk

menulis ulasannya tentang peristiwa pembalakan hutan yang

akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia. Dari laporan yang

ditulisnya guru dapat memahami kecenderungan sikap yang

dimiliki peserta didik.

Sebagaimana dikatakan diawal bahwa hasil penilaian sikap

dapat digunakan sebagai umpan balik untuk melakukan

pembinaan terhadap peserta ddiik. Guru dapat memantau

Page 112: Buku Evaluasi Pendidikan

112

setiap perubahan perilaku yang dimunculkan peserta didik

dengan melakukan pengamatan. Hal ini akan tampak sekali

pada mata pelajaran pendidikan agama dan akhlaq mulai,

PKn dan kepribadian, serta estetika dan jasmani. Setiap

perubahan perilaku peserta didik secara keseluruhan dapat

dirangkum dengan menggunakan lembar pengamatan

berikut:

Contoh Format Lembar Pengamatan Perubahan Perilaku Peserta Didik

Sekolah : ……………………………

Mata Pelajaran : ……………………………

Sikap/Perilaku : ……………………………

Nama Siswa : ……………………………

Kelas/semester : ……………………………

No. Gambaran

Perilaku Awal

Perubahan Perilaku Ketercapaian

Pertemuan

I

Pertemuan

II

Pertemuan

III SR R T ST

1

2

3

Catatan : SR : Perubahan sangat rendah R : Perubahan rendah

T : Perubahan tinggi ST : Perubahan sangat tinggi

Page 113: Buku Evaluasi Pendidikan

113

7. Penilaian Diri

Penilaian diri atau evaluasi diri merupakan teknik/metode

penilaian dimana peserta didik diminta untuk menilai dirinya

sendiri yang berkaitan dengan status, proses dan tingkat

ketercapaian kompetensi yang sedang dipelajarinya dari suatu

mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian ini dapat mengukur

dengan sekaligus untuk aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.

a. Menilai aspek kognitif, peserta didik diminta untuk menilai

penguasaan pengetahuan dan keterampilan berfikir sebagai

hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu. Evaluasi diri

peserta didik didasarkan pada acuan/kriteria yang telah

disiapkan.

b. Menilai aspek psikomotor, peserta didik diminta untuk

menilai kecakapan/keterampilan yang telah dikuasainya

berdasarkan kriteria/acuan yang sudah ditetapkan oleh guru

c. Menilai aspek afektif; peserta didik diminta untuk membuat

tulisan yang memuat tentang curahan/perasaannya terhadap

suatu obyek tertentu. Untuk selanjutnya peserta didik

diminta untuk melakukan evaluasi diri sendiri dengan

kriteria/acuan yang sudah ditetapkan oleh guru.

Menilai diri/evaluasi diri dapat memberikan manfaat/dampak

positif terhadap perkembangan kepribadian seorang peserta

didik diantaranya:

a. Menumbuhkan rasa percaya diri, karena peserta didik

diminta untuk menilai dirinya sendiri.

b. Peserta didik dapat mengetahui kekurangan dan kelemahan

diri sendiri, metode ini merupakan ajang intropeksi diri

c. Memberikan motivasi untuk membiasakan dan melatih

peserta didik untuk berbuat jujur dan obyektif dalam

menyikapi suatu hal

Page 114: Buku Evaluasi Pendidikan

114

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan

penilaian diri/evaluasi diri diantaranya:

1. Menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar dan

pencapaian indikator yang akan dinilai

2. Menentukan kriteria / acuan yang akan digunakan

3. Merancang dan merumuskan format penilaian (pedoman

penskoran, skala penilaian, kriteria penilaian dan lain-lain).

4. Meminta peserta didik melakukan evaluasi diri

5. Guru menganalisis hasil penilaian secara acak

6. Hasil analisis daripada hasil evaluasi diri peserta didik

disampaikan kepada peserta didik (hasil evaluasi diri peserta

didik dapat juga dijadikan umpan balik untuk melakukan

pembinaan terhadap peserta didik).

C. Langkah-langkah Penilaian

Sebelum melakukan proses penilaian, seorang guru

terlebih dahulu merancang format penilaian dengan mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menetapkan pencapaian indikator dari setiap standar

kompetensi dan kompetensi dasar.

Indikator merupakan ukuran, karakteristik, ciri-ciri,

pembuatan atau proses yang berkontribusi atau

menunjukkan ketercapaian suatu kompetensi dasar.

Pencapaian indikator dari suatu standar kompetensi atau

kompetensi dasar menentukan pencapaian indikator dari

setiap standar kompetensi atau kompetensi dasar dengan

menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur.

Misalnya: mengidentifikasi, menyimpulkan, menyebutkan,

menggambarkan, mengkonstruksi, mengasumsikan dan lain-

lain.

Page 115: Buku Evaluasi Pendidikan

115

Setiap pencapaian indikator dikembangkan oleh seorang

guru dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan

(intake) setiap peserta didik. Standar kompetensi dapat

dijabarkan menjadi beberapa kompetensi dasar, setiap

kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi beberapa

pencapaian indikator. Setiap penjabaran disesuaikan dengan

keluasan dan kedalaman dari setiap standar kompetensi dan

kompetensi dasar. Pencapaian indikator yang menjadi bagian

dari pengembangan silabus dan rencana pembelajaran dan

penilaian (RPP) menjadi acuan dalam merancang format

penilaian (penentuan metode/teknik penilaian).

2. Melakukan pemetaan standar kompetensi, kompetensi dasar

dan pencapaian indikator

Proses pemetaan ini dikenal dengan istilah

pengembangan silabus. Kemudian hasil pengembangan

silabus ini dijabarkan lagi secara terperinci dalam format

Rencana Pembelajaran dan Penilaian (RPP). RPP ini dibuat

untuk setiap pertemuian dengan durasi waktu disesuaikan

dengan program semester yang telah ditetapkan.

Pengembangan silabus dan RPP dirancang dan dibuat oleh

setiap guru mata pelajaran dengan bimbingan dan arahan

dari kepala sekolah dan tim kurikulum.

Apabila pengembangan silabus dan RPP selesai dirancang,

untuk selanjutnya menentukan teknik dan metode penilaian.

Untuk menentukan teknik dan metode penilaian mengacu pada

penilaian indikator dari setiap standar kompetensi dan

kompetensi dasar untuk masing-masing mata pelajaran. Untuk

lebih jelasnya dalam menentukan teknik dan metode penilaian

memperhatikan ciri/aspek indikator tersebut, misalnya:

Page 116: Buku Evaluasi Pendidikan

116

1. Apabila aspek pencapaian indikator menuntut untuk

melakukan sesuatu maka teknik dan metode penilaian

menggunakan pendekatan unjuk kerja.

2. Apabila aspek pencapaian indikator menuntut untuk

memahami suatu deskripsi/konsep maka teknik dan metode

penilaian menggunakan pendekatan tertulis (obyektif dan

subjective test).

3. Apabila aspek pencapaian indikator menuntut untuk memuat

unsur investigasi terhadap suatu hal maka teknik dan

metodenya menggunakan pendekatan project work.

4. dan lain-lain

D. Bentuk Tagihan

Dalam membuat soal tagihan harus menggunakan tingkat

berfikir dari yang sederhana atau konkrit terus bertingkat

berlevel sampai akhirnya ampai pada berfikir kompleks, dengan

proporsi yang sebanding dengan jenjang pendidikan. Pada

jenjang pendidikan menengah, tingkat berfikir yang terlibat

sebaiknya didominasi oleh tingkat pemahaman, aplikasi dan

analisis. Namun semua ini tergantung pada karakteristik mata

ajar.

Bentuk tagihan yang digunakan di sekolah dapat

dikategorikan menjadi dua yaitu tes obyektif dan tes non

obyektif. Tagihan atau tes obyektif disini dapat dilihat dari

sistem penskorannya yaitu siapa saja yang memeriksa lembar

jawaban peserta didik akan menghasilkan nilai atau skor yang

sama. Sedangkan tes non obyektif adalah tes atau tagihan yang

sistem penskorannya dipengaruhi oleh keadaa psikis si

korektor. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tes obyektif

adalah tes yang sistem penskorannya obyektif tanpa di

Page 117: Buku Evaluasi Pendidikan

117

pengaruhi oleh kondisi korektor, sedangkan tes non obyektif

sistem penskorannya dipengaruhi oleh subyektivitas si korektor.

Beberapa bentuk tagihan yang digunakan dalam sistem

penilaian berbasis kompetensi yakni:

1. Bentuk tagihan pilihan ganda: bentuk tes ini bisa

menyangkut banyak materi mata ajar, dimana penskorannya

bersifat obyektif dan dapat dikoreksi melalui komputerisasi.

Dalam membuat bentuk tes ini yang berkualtias ternyata

sangat sulit, selain itu juga terdapat kelemahan yaitu peluang

main tebak serta kerjasama antara peserta tes sangat besar.

Biasanya bentuk tes pilihan ganda dipilih jika melibatkan

banyak peserta didik dan memerlukan koreksi yang singkat.

Bentuk tes pilihan ganda ini menuntut pengawas ujian untuk

teliti dalam melakukan pengawasan saat ujian. Pedoman

utama dalam membuat tes pilihan ganda antara lain: (1)

pokok soal harus jelas dan mengacu pada indikator, (2) pokok

soal dirumuskan secara jelas dan tidak menimbulkan

penafsiran yang berbeda atau benda tetapi hanya

mengandung satu makna dalam setiap itemnya serta pilihan

jawaban homogen, (3) menggunakan bahasa Indonesia yang

baku dan mudah dipahami oleh peserta didik dan panjang

kalimat relatif sama, (4) tidak ada petunjuk jawaban yang

benar dan hindari menggunakan “pilihan semua jawaban

atau pilihan semua jawaban salah”, (5) pilihan jawaban angka

diurutkan, (6) semua pilihan jawaban logis, (7) pokok soal

tidak menggunakan pernyataan-pernyataan yang bersifat

negatif ganda sehingga bisa menimbulkan salah interpretasi

terhadap pernyataan yang dimaksud, (8) letak pilihan

jawaban benar ditentukan secara acak, (9) grafik/tabel/grafik

dan sejenisnya dan soal harus jelas dan berfungsi, (10) semua

Page 118: Buku Evaluasi Pendidikan

118

soal mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar,

dan (11) butir soal tidak tergantung pada soal sebelumnya.

2. Bentuk tagihan uraian: tagihan yang berbentuk uraian

biasanya disebut juga dengan tes essay. Bentuk tes ini

memiliki keunggulan dibandingkan dengan bentuk tagihan

pilihan ganda, yaitu menuntut peserta didik untuk

mengembangkan kemampuan berfikirnya khususnya pada

aspek analisis, sintesis dan evaluasi. Bentuk tes ini bertujuan

ini agar siswa mengungkapkan pikirannya ke dalam suatu

kerangka terstruktur, menguraikan hubungan dan

mempertahankan pendapat secara tertulis. Bentuk tes uraian

ini memiliki kriteria sebagai berikut: (1) soal mengacu pada

indikator, (2) menggunakan bahasa baku, sederhana dan

mudah dipahami oleh peserta didik, (3) apabila terdapat

grafik/tabel/gambar dan lain sebagainya maka harus

ditampilkan secara jelas, berfungsi dan komunikatif, (4)

hanya mengandung variabel-variabel, informasi-informasi dan

besaran-besaran fisika yang relevan saja, (5) pertanyaan di

rumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan

penafsiran ganda dikalangan peserta didik, (6) setiap soal

hanya mengandung satu pertanyaan saja, (7) siapkan kunci

jawaban secara lengkap beserta pedoman penskorannya.

Bentuk tagihan uraian dapat dibedakan menjadi 2

diantaranya.

a. Uraian obyektif. Bentuk tagihan ini cocik untuk mata ajar

yang batasannya jelas seperti lmata ajar matematika,

fisika, biologi kimia (eksakta). Agar hasil penskorannya

bersifat obyektif maka diperlukan pedoman. Obyektif

disini berarti hasil penilaian atau penskoran akan sama

walau dikoreksi oleh korektor yang lain dengan syarat

Page 119: Buku Evaluasi Pendidikan

119

memiliki latar pendidikan yang seuai dengan mata ajar

yang diujikan. Penskoran dilakukan secara analitik yaitu

setiap langkah pengerjaan di beri skor, misalnya peserta

didik yang menjawab dengan menulis rumusnya atau

langkah-langkahnya maka diberi skor, menghitung

hasilnya diberi skor dan menganalisis kesimpulannya juga

diberi skor. Sistem penskoran dalam bentuk tagihan ini

bersifat hirarkis sesuai dengan langkah pengerjaan soal.

Bobot skor ditentukan oleh tingkat kesulitan soal

tersebut. Soal yang lebih sulit maka bobot skornya lebih

besar dibandingkan dengan soal yang lebih mudah.

b. Uraian non obyektif : bentuk tagihan ini dikatakan non

obyektif karena sistem penilaian yang dilakukan

cenderung dipengaruhi oleh subyektivitas korektor.

Bentuk tagihan ini menuntut kemampuan peserta didik

untuk menyampaikan, memilih, menyusun dan

memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya

dengan menggunakan kata-kata sendiri. Tingkat berfikir

tinggi dan bisa menggali informasi kemampuan penlaran,

kreativitas peserta didik karena kunci jawaban yang

disediakan tidak hanya satu. Bentuk tagihan ini cocok

digunakan untuk mata ajar sosial (non eksakta).

Walaupun sistem penilaiannya bersifat subjektif, namun

bila disediakan pedoman penskoran yang jelas maka hasil

penilaian diharapkan lebih obyektif. Selain itu juga

bentuk tagihan ini memiliki keunggulan diantaranya

dapat mengukur tingkat berfikir peserta didik dari tingkat

terendah sampai tingkat tertinggi yaitu dari hapalan

sampai dengan evaluasi. Namun pertanyaan yang

menekankan pada hapalan (diawali dengan kata apa,

Page 120: Buku Evaluasi Pendidikan

120

siapa, dimana dan lain sebagainya) sebaiknya

dihindarkan agar kualitas tes baik. Adapun kelemahan

bentuk tagihan uraian non obyektif antara lain: (1) istem

penskoran bersifat subyektivitas dari pada korektor, (2)

memerlukan waktu yang lama untuk mengoreksi lembar

jawaban, (3) materi yang diujikan terbatas, dan (4) adanya

efek fluffing. Untuk meminimalisasi kelemahan tersebut

dapat dilakukan metode berikut ini: (1) pertanyaan tidak

perlu memerlukan jawaban yang panjang sehingga bisa

mencakup materi yang lebih luas, (2) dalam mengoreksi

lembar jawaban tidak melihat namun peserta didik agar

terhindar sifat subyektivitas, (3) mengoreksi lembar

jawaban secara keseluruhan tanpa dijeda, dan

(4) menyiapkan pedoman penskoran.

3. Bentuk tagihan jawaban atau isian singkat: bentuk tagihan

ini cocok digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan

dan pemahaman peserta didik. Cakupan materi yang diujikan

bisa banyak, namun tingkat berfikir yang diuji cenderung

rendah dan hanya memancing respon refleks saja.

4. Bentuk tagihan dijodohkan: bentuk tagihan ini cocok untuk

mengetahui pemahaman peserta didik tentang fakta dan

konsep. Cakupan materinya luas, namun tingkat berfikir

yang terlibat cenderung rendah.

5. Bentuk tagihan performans: bentuk tagihan ini cocok untuk

mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan tugas

tertentu, misalnya praktek di laboratorium. Peserta didik yang

diuji diminta untuk mendemonstrasikan kemampuan dan

keterampilan yang mereka miliki dalam bidang tertentu.

6. Bentuk tagihan portofolio: bentuk tagihan ini cocok untuk

mengetahui perkembangan unjuk kerja para peserta didik

Page 121: Buku Evaluasi Pendidikan

121

dengan menilai kumpulan-kumpulan karya-karya atau tugas

yang mereka kerjakan. Cara ini dapat dilakukan dengan baik

jika peserta didik yang dinilai tugas atau karyanya tidak

banyak.

E. Jenis Tagihan

Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar

penentuan tingkat keberhasilan peserta didik dalam

penguasaan kompetensi dasar yang diajarkan (mentari ajar)

diperlukan adanya berbagai jenis tagihan.

Dalam melakukan penilaian pada tingkat Satuan

Pendidikan untuk mengetahui kemampuan peserta didik

terdapat materi-materi yang diajarkan, maka perlu merancang

perangkat-perangkat penilaian berupa tagihan-tagihan.

Tagihan-tagihan ini dirancang sedemikian rupa sehingga

merupakan sistem penilaian yang berbasis kompetensi untuk

Tingkat Satuan Pendidikan yang berkaitan dengan aspek

kognitif, psikomotorik dan afektif.

Jenis tagihan yang digunakan dalam sistem penilaian

berbasis kompetensi yang berkaitan erat dengan aspek kognitif,

psikomotor dan afektif antara lain:

1. Pertanyaan lisan di kelas: materi yang ditanyakan berupa

konsep, prinsip atau teorema. Pertanyaan ini diajukan kepada

peserta didik, kemudian diberi kesempatan berfikir

selanjutnya so guru dapat memiliki cara acak untuk

menentukan siapa di antara peserta didik itu yang harus

menjawab pertanyaan yang diajukan tersebut. Jawaban

tersebut sifatnya bebas dan para peserta didik mempunyai

kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengemukakan

argument atau gagasannya. Jawaban peserta didik tersebut

Page 122: Buku Evaluasi Pendidikan

122

tanpa mengatakan benar atau salah kemudian dilemparkan

lagi kepada peserta didik yang lain untuk memberikan

klarifikasi terhadap jawaban yang pertama. Setelah ajang

diskusi atau debat diantara para peserta didik mengalami

kebuntuan maka seorang guru langsung menyimpulkan

jawaban siswa yang benar. Pertanyaan kuis seperti ini dapat

dilakukan diawal dan diakhir proses pembelajaran.

Penskoran pertanyaan lisan dapat dilakukan dengan pola

kontinum 0 sampai dengan 10 atau 0 sampai dengan 100.

untuk memudahkan penskoran dibuat rambu-rambu

jawaban yang akan dijadikan acuan.

2. Kuis pertanyaan yang diajukan peserta didik, dimana

pertanyaan itu hanya menanyakan hal-hal yang prinsip saja

dari materi yang telah diajarkan sebelumnya dan bentuknya

berupa isian singkat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

penguasaan materi (kompetensi) peserta didik. Waktu yang

diperlukan relatif singkat, kurang dari 15 menit. Kuis ini

biasanya dilakukan di awal pembelajaran. Apabila ada

peserta didik yang belum menguasai kompetensi maka

sebaiknya seorang guru menjelaskan kembali materi tersebut

secara singkat dengan menggunakan metode yang berbeda.

3. Ulangan harian: biasanya dilakukan secara periodik,

misalnya setelah menyelesaikan belajar sebanyak 1 atau 2

pokok bahasan atau beberapa indiaktor maka dilakukan

penilaian (ulangan harian) untuk mengetahui penguasaan

materi peserta didik. Soal yang dibuat biasanya berbentuk

uraian obyektif maupun uraian non obyektif. Tingkat berfikir

yang terlibat sebaiknya mencakup pemahaman, aplikasi dan

analisis.

Page 123: Buku Evaluasi Pendidikan

123

4. Tugas individu: jenis tagihan ini biasanya diberikan setiap

minggu dengan bentuk soal atau tes uraian obyektif maupun

uraian non obyektif. Tingkat berfikir yang terlibat sebaiknya

aflikatif, analisis dan bila memungkinkan sampai dengan

sintesis dan evaluasi. Tugas individu untuk materi ajar

tertentu terkait dengan aspek psikomotor, misalnya peserta

didik diberi tugas untuk melakukan observasi lapangan

dalam mata ajar biologi.

5. Tugas kelompok: tugas ini diberikan untuk menilai

kemampuan kerjasama peserta didik dalam sebuah tim.

Bentuk tagihan atau tes yang digunakan biasanya bentuk

soal uraian dengan tingkat berfikir yang tinggi dan komplek

yaitu aplikasi dan evaluasi. Bila memungkinkan peserta didik

diminta untuk menggunakan data-data sebenarnya melalui

pengamatan terhadap suatu fenomena atau gejala. Selain itu

juga dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap rencana

suatu proyek, karena proyek yang sesungguhnya

menggunakan data-data yang sesuai dengan di lapangan.

Seperti halnya dengan tugas individu, tugas kelompok juga

berkaitan dengan aspek psikomotor.

6. Ujian blok: jenis tagihan ini bertujuan untuk melakukan

penilaian terhadap materi yang telah diajarkan dengan sistem

blok. Bentuk tagihan atau soal yang dipakai biasanya

berbentuk pilihan ganda, uraian, campuran, antara pilihan

ganda dan uraian. Materi yang diujikan berdasarkan

indikator-indikator yang telah ditetapkan. Tingkat berfikir

yang terlibat mulai dari tingkat pemahaman sampai dengan

tingkat evaluasi.

7. Ujian semester: ujian yang dilakukan pada akhir semester,

dengan bentuk soal tagihan pilihan ganda, uraian atau

Page 124: Buku Evaluasi Pendidikan

124

campuran antara pilihan ganda dan campuran. Materi yang

diujikan berdasarkan indikator-indikator yang telah

ditetapkan. Tingkat berfikir yang terlibat yaitu mulai dari

pemahaman sampai dengan evaluasi.

8. Laporan praktikum atau laporan kerja praktek: jenis tagihan

ini hanya dipakai untuk mata ajar tertentu yang ada kegiatan

praktikumnya, seperti biologi, fisika, kimia.

9. Ujian praktek atau response: jenis tagihan ini dipakai pada

mata ajar yang ada kegiatan praktikumnya, seperti biologi,

fisika dan kimia. Ujian praktek atau responsi bertujuan

untuk mengetahui penguasaan akhir peserta didik baik dari

aspek kognitif maupun psikomotor. Ujian response dapat

dilakukan di awal praktek atau setelah melakukan praktek.

Ujian response yang dilakukan sebelum praktek bertujuan

untuk mengetahui kesiapan peserta didik untuk melakukan

praktek di laboratorium, sedangkan ujian responsi yang

dilakukan setelah praktek bertujuan untuk mengetahui

kompetensi dasar praktek yang dikuasai atau capai peserta

didik dan yang belum.

Jenis-jenis tagihan dalam sistem penilaian berbasis

kompetensi meliputi tingkat berfikir yang berkaitan dengan

pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural.

Pengetahuan deklaratif meliputi konsep, fakta-fakta dan

prinsip, sedangkan pengetahuan prosedural meliputi proses

strategi, aplikasi dan keterampilan.

F. Kesahihan dan Kehandalan Tes

Suatu tes sebagai salah satu perangkat dalam melakukan

penilaian harus memiliki bukti kesahihan dan kehandalan

sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya di nilai dan

Page 125: Buku Evaluasi Pendidikan

125

hasilnya dapat dibandingkan. Kesahihan dan kehadnalan tes

tidak berlaku universal tergantung pada situasi dan kondisi

serta tujuan penilaian itu sendiri. Alat tes yang memiliki

kesahihan untuk tujuan tertentu belum tentu sahih untuk

tujuan yang lain. Kesahihan suatu tes dapat dikategorikan

menjadi tiga yaitu:

a. Kesahihan isi atau sering juga disebut dengan kesahihan

kurikuler, yang dapat dilihat dari kisi-kisi tesnya, yaitu

matriks yang menunjukkan bahan tes serta tingkat berfikir

yang terlibat dalam mengerjakan tes. Dalam sistem penilaian

yang berbasis kompetensi di sekolah menekankan pada

kesahihan isi, yaitu menunjukkan seberapa jauh materi ujian

dengan kompetensi dasar yang hendak diukur.

b. Kesahihan konstruk, diperoleh dari hasil analissi faktor, yaitu

jumlah faktor yang diukur suatu tes. Bukti kesahihan

konstruk diperoleh dari penggunaan tes yaitu data empiris.

Pada dasarnya konstruk yang diukur adalah satu (dimensi

alat ukur adalah satu). Apabila yang dinilai adalah

kemampuan membaca, maka yang dinilai adalah kemampuan

membaca saja dan tidak ada unsur lainnya yang dinilai,

misalnya kemampuan mendengar dan menulis.

c. Kesahihan kriteria, kesahihan ini dilihat dari daya

prediksinya. Kesahihan prediktif merupakan koefisien yang

menunjukkan seberapa jauh skor tes dapat digunakan untuk

memorediksi atau meramalkan keberhasilan peserta didik

pada masa yang akan mendatang. Kesahihan prediktif juga

memerlukan data empiris untuk dapat menghitung besarnya

daya prediksi. Misalnya seberapa besar tes try out dapat

digunakan untuk meramal keberhasilan korelasi antara tes

ujian nasional sebagai predictor dengan kelulusan ujian tes

Page 126: Buku Evaluasi Pendidikan

126

sebagai kriteria. Semakin besar koefisien maka semakin sahih

tes try out ini.

Kehandalan suatu tes memberikan informasi tentang besarnya

kesalahan pengukuran. Keandalan suatu tes dapat dikate-

gorikan menjadi tiga yaitu:

a. Konstruksi internal, besarnya konsistensi internal diperoleh

dari data hasil tes karena untuk mencari indeks ini cukup

dilakukan satu kali tes.

b. Konsistensi stabilitas merupakan tingkat kestabilan hasil

pengukuran yang dilakukan paling minimal dua kali untuk

peserta didik yang sama dalam waktu yang berbeda, dengan

asumsi tidak ada efek tes.

c. Konsistensi antar penilai, keandalan antar penilai diperoleh

dari besarnya korelasi hasil penskoran dari dua orang peserta

didik terhadap lembar jawaban tes yang sama. Menurut Feldt

(1989) besarnya indeks keandalan ini adalah 0 sampai

dengan 1, sedangkan yang dapat diterima adalah minimum

0,70. semakin andal suatu tes maka kesalahan

pengukurannya semakin kecil.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa besarnya indeks

keandalan digunakan untuk menghitung besarnya kesalahan

pengukuran. Kesalahan pengukuran dapat dibedakan menjadi

dua yaitu:

1. Kesalahan pengukuran acak artinya kesalahan karena

kondisi yang diukur dan yang mengukur bervariasi serta

pemilihan bahan ujian yang tidak tepat.

2. Kesalahan pengukuran statistik artinya kesalahan karena

alat ukur atau cara penskoran yang cenderung murah atau

mahal untuk semua peserta didik.

Page 127: Buku Evaluasi Pendidikan

127

Menurut Allen dan Yen (1979), mengatakan bahwa besarnya

kesalahan acak dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

Se = )rxx'-(1Sx

Catatan:

Se = besarnya kesalahan pengukuran

Sx = simpangan baku skor

rxx’ = indeks keandalan tes

Formula di atas menunjukkan bahwa apabila indeks keandalan

tes besar maka kesalahan pengukuran kecil, begitu juga

sebaliknya jika indeks keandalan tes kecil maka kesalahan

pengukuran besar.

G. Indeks Sensitivitas

Indeks sensitivitas pada prinsipnya merupakan kemampuan

peserta didik antara setelah dan sesudah mengikuti proses

pembelajaran. Indeks ini menyatakan tingkat keberhasilan

peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran dan

keberhasilan seorang guru sebagai pengajar dan pendidik.

Besarnya indeks yang baik adalah positif dan besar. Indeks ini

dinyatakan dengan formula sebagai berikut:

IS = T

RB -RA

Catatan :

RA = jumlah peserta didik yang menjawab benar setelah

mengikuti proses pembelajaran

RB = jumlah peserta didik yang menjawab benar sebelum

mengikuti proses pembelajaran

T = jumlah peserta didik yang mengikuti ujian

Page 128: Buku Evaluasi Pendidikan

128

H. Evaluasi Hasil Penilaian

Seorang guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan

menetapkan standar keberhasilan. Misalnya jika semua peserta

didik sudah menguasai kompetensi dasar yang telah ditetapkan,

maka peserta didik dapat melanjutkan belajar untuk materi

selanjutnya dari mata ajar tersebut, dengan catatan seorang

guru harus memberi program perbaikan (remedial) kepada

peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar dan

program pengayaan kepada peserta didik yang telah menguasai

kompetensi.

Evaluasi terhadap penilaian proses dan hasil belajar

bertujuan untuk mengetahui ketuntasan peserta didik dalam

menguasai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Dari hasil

evaluasi terhadap hasil penilaian tersebut dapat diketahui

kompetensi dasar, materi atau indikator yang belum dikuasai

peserta didik. Dengan mengevaluasi hasil penilaian terhadap

proses dan hasil belajar maka, seorang guru akan mendapatkan

manfaat yang besar untuk melakukan program perbaikan yang

tepat. Jika ditemukan sebagian peserta didik yang gagal, maka

perlu dikaji kembali apakah instrumen penilaiannya terlalu

sulit, apakah instrumen penilaiannya sudah sesuai dengan

indikator yang telah ditetapkan, atau metode pembelajaran

(metode, media, teknik) yang digunakan sudah tepat dan sesuai

dengan situasi dan kondisi sekolah. Jika instrumen

penilaiannya terlalu sulit maka perlu diperbaiki, tetapi jika

instrumen penilaiannya ternyata tidak sulit maka, mungkin

metode pembelajarannya harus diperbaiki dan seterusnya.

Page 129: Buku Evaluasi Pendidikan

129

BAB IX

LAPORAN PENILAIAN HASIL BELAJAR

DAN MANFAATNYA

A. Pengertian dan Bentuk Laporan Proses dan Hasil Belajar

Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan

informasi tentang perkembangan proses dan hasil belajar para

peserta didik dan hasil mengajar guru. Informasi mengenai hasil

penilaian proses dan hasil belajar serta hasil mengajar

yaituberupa penguasaan indikator-indikator dari kompetensi

dasar yang telah ditetapkan, oleh peserta didik informasi hasil

penilaian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memotivasi

peserta didik dalam pencapaian kompetensi dasar, melak-

sanakan program remidial serta mengevaluasi kompetensi guru

dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.

Pemamfaatan informasi hasil penilaian proses dan hasil

belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran harus

didukung oleh peserta didik, orang tua atau wali peserta didik,

kepala sekolah, guru dan civitas sekolah lainnya. Dukungan ini

akan diperoleh apabila mereka mendapat informasi hasil

penilaian yang lengkap dan akurat. Oleh karena itu diperlukan

laporan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik

untuk guru atau sekolah, orang tua atau wali siswa dan untuk

peserta didik itu sendiri.

Pada dasarnya pelaporan kegiatan hasil belajar merupakan

kegiatan mengkomunikasikan dan menjelaskan hasil penilaian

guru tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.

Laporan hasil penilaian proses dan hasil belajar meliputi

aspek kognitif, psikomotor dan efektif. Tidak semua mata ajar

dinilai aspek psikomotornya. Mata ajar yang dinilai aspek

Page 130: Buku Evaluasi Pendidikan

130

psikomotornya yaitu mata ajar yang melakukan kegiatan

praktek. Sedangkan untuk aspek kognitif dan afektif dinilai

untuk seluruh mata ajar. Informasi aspek kognitif dan

psikomotor diperoleh melalui sistem penilaian sesuai dengan

tuntutan indikator-indikator dari kompetensi dasar yang telah

ditetapkan. Sedangkan aspek afektif diperoleh melalui lembar

pengamatan yang sistematik, kuesioner dan imventori.

Penilaian proses danhasil belajar baik aspek kognitif,

psikomotor maupun afektif tidak dijumlahkan, karena dimensi

yang diukur berbeda. Hal ini untuk menghindari hilangnya

karakteristik spesifik peserta didik. Masing-masing aspek

tersebut dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki makna yang

penting. Kemampuan seorang peserta didik jika dilihat dari

aspek kognitif, psikomotor dan maupun afektif pada umumnya

cenderung tidak sama. Ada peserta didik yang memiliki

kemampuan kognitif tinggi, namun memiliki kemampuan

psikomotor dan afektif cukup. Namun ada juga yang memiliki

kemampuan kognitif cukup, psikomotor tinggi dan afektif

cukup.

Hasil penilaian aspek kognitif dan psikomotor dapat berupa

nilai angka maupun deskriptif terhadap kompetensi dasar yang

telah ditetapkan. Standar minimal ketuntasan belajar 75. Jika

seorang peserta didik memperoleh nilai lebih dari atau sama

dengan 75, maka dapat dikatakan peserta didik tersebut tuntas

belajar. Akan tetapi jika memperoleh nilai kurang dari 75, maka

peserta didik tersebut belum tuntas belajar dan harus

diremidial. Hasil penilaian berupa deskripsi kualitatif dapat

dilaporkan dalam bentuk deskripsi mengenai ketercapaian

kompetensi.

Page 131: Buku Evaluasi Pendidikan

131

Penentuan batas kelulusan harus memperhatikan dua

aspek yaitu kognitif dan psikomotor, sedangkan untuk afektif

merupakan tambahan informasi tentang kondisi peserta didik

yang berkaitan dengan minat, sikap, moral dan konsep diri.

Hasil penilaian afektif berupa nilai huruf dengan kategori A

(sangat baik), B (baik), C (cukup) dan D (kurang). Atau bisa juga

dalam bentuk kualitatif, misalnya : sangat tinggi, tinggi, sedang

dan rendah. Hasil penilaian afektif bertujuan untuk mengetahui

sikap, minat, konsep diri dan moral peserta didik.

B. Teknik Melaporkan Hasil Belajar

Pada umumnya orang tua peserta didik mengharapkan

jawaban dari pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana keadaan anak waktu belajar di sekolah secara

akademik, fisik, sosial dan emosional.

2. Sejauh mana anak berpartisipasi dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah.

3. Kompetensi apa yang dikuasai dan yang belum dikuasai

dengan baik.

4. Apa yang harus dilakukan oleh orang tua peserta didik untuk

membantu dan mengembangkan prestasi belajar anaknya.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka informasi

yang harus disampaikan kepada orang tua peserta didik

sebaiknya menggunakan teknik berikut ini :

1. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami

2. Menitikberatkan kekuatan pada apa yang telah dicapai anak

3. Memberikan perhatian pada pengembangan dan pembe-

lajaran anak

Page 132: Buku Evaluasi Pendidikan

132

4. Berkaitan erat dengan hasil belajar yang harus dicapai dalam

kurikulum

5. Menginformasikan dengan benar tentang tingkat pencapaian

hasil belajar.

C. Manfaat Informasi Hasil Penilaian Proses dan Hasil Belajar

1. Untuk Peserta didik

Informasi hasil belajar peserta didik dapat diperoleh melalui

ujian, kuesioner atau angket, wawancara dan pengamatan.

Informasi penilaian hasil belajar sangat bermanfaat bagi

peserta didik diantaranya :

a. Mengetahui kemajuan belajar diri.

b. Untuk mengetahui indikator-indikator yang telah

ditetapkan yang belum dikuasai.

c. Memotivasi diri untuk belajar lebih baik lagi.

d. Memperbaiki strategi belajar.

2. Untuk Orang Tua

Informasi hasil penilaian hasil belajar bermanfaat bagi orang

tua atau wali peserta didik untuk memotivasi putra-putrinya

agar belajar lebih baik lagi dan mencari strategi untuk

membantunya belajar. Agar informasi ini bermanfaat maka

harus memberikan informasi yang akurat. Informasi ini dapat

digunakan sebagai :

a. Membantu dan memberikan motivasi putra-putrinya

belajar.

b. Membantu sekolah untuk meningkatkan hasil belajar

peserta didik.

c. Membantu sekolah dalam melengkapi fasilitas belajar.

Page 133: Buku Evaluasi Pendidikan

133

3. Untuk Guru dan sekolah

Informasi yang diperlukan oleh guru bersifat global untuk

semua rombongan belajar yang diajarnya, sedangkan kepala

sekolah memerlukan informasi global untuk semua

rombongan belajar dalam satu sekolah. Informasi ini dapat

digunakan untuk :

a. Mengetahui kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam

satu rombongan belajar dan sekolah yang mencakup

semua mata ajar.

b. Mendorong para guru untuk lebih baik lagi dalam

memberikan pelayanan belajar kepada peserta didik.

c. Membantu guru dalam mencari strategi yang lebih tepat.

d. Mendorong sekolah untuk memberikan fasilitas belajar

yang lebih baik lagi.

Page 134: Buku Evaluasi Pendidikan

134

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, Dikmenum. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Penilaian.

E. Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. PT.

Remaja Rosdakarya. Bandung.

Gronlund, N.E. 1971. Measurment and Evaluation in Education.

New York. I. Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di

Sekolah. Kanisius. Yogyakarta.

Mimin Haryati. 2007. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Gaung Persada Press. Jakarta

Nana Sudjana. 1998. Penilaian Hasil Proses Belajar. PT Remaja

Rosdakarya. Bandung. ______________. 2006. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. PT Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Ngalim Purwanto. 1989. Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Ruchji Subekti dan Harry Firman. 1986. Evaluasi Hasil Belajar dan Pengajaran Remedial. Universitas Terbuka. Kurnia.

Jakarta.

Saifudin Azhar. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Suharsimi. Arikunto. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Thorndike, R.L., Hagen, Elizabeth. 1969. Measurement and

Evaluation in Psycology and Education. Toronto, John Wiley and Sons, Inc.