Buku Daya Dukung

123
S e l a t S u n d a - Te l u k To m i n i - Te l u k S a l e h - Te l u k E k a s DAYA DUKUNG KELAUTAN DAN PERIKANAN BRKP Daya Dukung Kelautan dan Perikanan Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Tim Proyek Carrying Capacity Badan Riset Kelautan dan Perikanan ISBN 979-97572-8-2

description

sektor perikanan

Transcript of Buku Daya Dukung

  • S e l a t S u n d a - Te l u k To m i n i - Te l u k S a l e h - Te l u k E k a s

    DAYA D

    UKU

    NG

    KELAUTAN

    DAN

    PERIKANAN

    BRKP

    Daya DukungKelautan dan Perikanan

    Badan Riset Kelautan dan PerikananDepartemen Kelautan dan Perikanan

    Tim Proyek Carrying Capacity Badan Riset Kelautan dan Perikanan

    ISBN 979-97572-8-2

  • Daya DukungKelautan dan Perikanan

    Badan Riset Kelautan dan PerikananDepartemen Kelautan dan Perikanan

    S e l a t S u n d a - Te l u k To m i n i - Te l u k S a l e h - Te l u k E k a s

    Tim Proyek Carrying Capacity Badan Riset Kelautan dan Perikanan

    ISBN 979-97572-8-2

  • Daya DukungKelautan dan Perikanan

    Badan Riset Kelautan dan PerikananDepartemen Kelautan dan Perikanan

    S e l a t S u n d a - Te l u k To m i n i - Te l u k S a l e h - Te l u k E k a s

    Tim Proyek Carrying Capacity Badan Riset Kelautan dan Perikanan

    ISBN 979-97572-8-2

  • SARIPenelitian ini dilakukan pada tahun 2003, dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara ilmiah daya dukung perairan guna menunjang kegiatan pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia. Untuk memahami kondisi ekosistem dimana aktifitas penangkapan dan budidaya perikanan berlangsung, diperlukan suatu pendekatan yang dapat menggambarkan keseluruhan komponen dalam ekositem tersebut. Hal ini berarti diperlukan suatu metodologi yang dapat menampilkan kondisi hidro-oseanografi, alur perpindahan biomasa dari setiap komponen yang terdapat dalam ekosistem tersebut, dan melakukan diagnosa terhadap kinerja tiap komponen variabel abiotik, biotik, sosial dan ekonomi.yang berlangsung dalam suatu daerah perikanan. Untuk itu, pendekatan yang diterapkan adalah Model Hidrodinamika, Ecopath dan Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries).

    Kegiatan dilakukan di empat perairan yang berbeda karakter yaitu Selat Sunda, Teluk Tomini, Teluk Saleh dan Teluk Ekas. Ruang lingkup dari kegiatan ini dapat dibagi atas tiga bagian yaitu hidro-oseanografi di empat lokasi, potret transfer biomassa yang berasal dari organisme yang hidup di dalam perairan di tiga lokasi (Selat Sunda, Teluk Saleh dan Teluk Ekas), serta pengukuran indikator kinerja perikanan untuk komponen sosial ekonomi wilayah di dua lokasi yaitu Selat Sunda dan Teluk Tomini. Secara garis besar, hasil penelitian dengan menerapkan metode Model Hidrodinamika, Ecopath dan Rapfish secara simultan di beberapa perairan Indonesia menunjukkan hasil yang sangat memuaskan.

    Kata kunci : Daya dukung, Sumberdaya, Perikanan, Indonesia, Hidrodinamika, Ecopath, Rapfish.

    ABSTRACTThis research was conducted in 2003, aiming to describe the marine carrying capacity in different ecosystems in Indonesia. The main objective of this study was to provide the policy makers at each location the information required to support the development of marine and fisheries sectors. To understand the ecosystem condition where fishing and aquaculture activities take place, a specific approach is required to describe the ecosystem as a whole. Such approach consist of a series of methodologies that can reflect various aspects of the ecosystem, which include the hydro oceanographic components, transfer of biomass, and the performance analysis of biotic, abiotic and economic components. The corresponding methods that have been used in this study were the Hydrodynamic models, Ecopath, and Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries).

    This study took place in four locations, the Sunda Strait, Tomini Bay, Saleh Bay, and Ekas Bay. Each of the locations differs in their oceanographic and social-economy characteristics. The results of this study consists of three components, namely the hydro-oceanography aspects at all four locations, transfer of biomass aspects at three locations (Sunda Strait, Saleh Bay, and Ekas Bay), and Rapfish approach as a measure of social-economic performance at two locations, Sunda Strait, and Tomini Bay. In general, by applying all three methods simultaneously the results revealed beneficial outputs for the advancement in marine and fisheries sectors.

    Key words : Marine Carrying Capacity, Fisheries Indonesia, Hydrodynamics, Ecopath, Rapfish

  • SARIPenelitian ini dilakukan pada tahun 2003, dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara ilmiah daya dukung perairan guna menunjang kegiatan pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia. Untuk memahami kondisi ekosistem dimana aktifitas penangkapan dan budidaya perikanan berlangsung, diperlukan suatu pendekatan yang dapat menggambarkan keseluruhan komponen dalam ekositem tersebut. Hal ini berarti diperlukan suatu metodologi yang dapat menampilkan kondisi hidro-oseanografi, alur perpindahan biomasa dari setiap komponen yang terdapat dalam ekosistem tersebut, dan melakukan diagnosa terhadap kinerja tiap komponen variabel abiotik, biotik, sosial dan ekonomi.yang berlangsung dalam suatu daerah perikanan. Untuk itu, pendekatan yang diterapkan adalah Model Hidrodinamika, Ecopath dan Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries).

    Kegiatan dilakukan di empat perairan yang berbeda karakter yaitu Selat Sunda, Teluk Tomini, Teluk Saleh dan Teluk Ekas. Ruang lingkup dari kegiatan ini dapat dibagi atas tiga bagian yaitu hidro-oseanografi di empat lokasi, potret transfer biomassa yang berasal dari organisme yang hidup di dalam perairan di tiga lokasi (Selat Sunda, Teluk Saleh dan Teluk Ekas), serta pengukuran indikator kinerja perikanan untuk komponen sosial ekonomi wilayah di dua lokasi yaitu Selat Sunda dan Teluk Tomini. Secara garis besar, hasil penelitian dengan menerapkan metode Model Hidrodinamika, Ecopath dan Rapfish secara simultan di beberapa perairan Indonesia menunjukkan hasil yang sangat memuaskan.

    Kata kunci : Daya dukung, Sumberdaya, Perikanan, Indonesia, Hidrodinamika, Ecopath, Rapfish.

    ABSTRACTThis research was conducted in 2003, aiming to describe the marine carrying capacity in different ecosystems in Indonesia. The main objective of this study was to provide the policy makers at each location the information required to support the development of marine and fisheries sectors. To understand the ecosystem condition where fishing and aquaculture activities take place, a specific approach is required to describe the ecosystem as a whole. Such approach consist of a series of methodologies that can reflect various aspects of the ecosystem, which include the hydro oceanographic components, transfer of biomass, and the performance analysis of biotic, abiotic and economic components. The corresponding methods that have been used in this study were the Hydrodynamic models, Ecopath, and Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries).

    This study took place in four locations, the Sunda Strait, Tomini Bay, Saleh Bay, and Ekas Bay. Each of the locations differs in their oceanographic and social-economy characteristics. The results of this study consists of three components, namely the hydro-oceanography aspects at all four locations, transfer of biomass aspects at three locations (Sunda Strait, Saleh Bay, and Ekas Bay), and Rapfish approach as a measure of social-economic performance at two locations, Sunda Strait, and Tomini Bay. In general, by applying all three methods simultaneously the results revealed beneficial outputs for the advancement in marine and fisheries sectors.

    Key words : Marine Carrying Capacity, Fisheries Indonesia, Hydrodynamics, Ecopath, Rapfish

  • Daftar Isi

    KesimpulanDaftar Pustaka

    SariPrakataPendahuluanMetodologi

    Selat SundaHidro-OseanografiEcopathRapfish

    Teluk TominiHidro-OseanografiRapfish

    Teluk SalehHidro-OseanografiEcopath

    Teluk EkasHidro-OseanografiEcopath

    3

    8

    10

    16

    2424

    3933

    686876

    909097

    108108110

    119

    EditorAgus SupangatTonny WageySafri Burhanuddin

    PenulisHidro-OseanografiIrsan S. BrodjonegoroWidodo Setiyo PranowoSemeidi HusrinRita TisianaBagus HendrajanaErish WidjanarkoHariyanto TriwibowoDirhansyah Conbul

    EcopathTukul Rameyo AdiIchwan M. NasutionDini PurbaniGunardi KusumahAhmadUtami R. KadarwatiHari Prihatno

    RapfishAgus Heri PurnomoTaryonoZahri NasutionTjahyjo Tri HartonoNugroho AjiA. Azizi

    Tata LetakBagus Hendrajana

    120

  • Daftar Isi

    KesimpulanDaftar Pustaka

    SariPrakataPendahuluanMetodologi

    Selat SundaHidro-OseanografiEcopathRapfish

    Teluk TominiHidro-OseanografiRapfish

    Teluk SalehHidro-OseanografiEcopath

    Teluk EkasHidro-OseanografiEcopath

    3

    8

    10

    16

    2424

    3933

    686876

    909097

    108108110

    119

    EditorAgus SupangatTonny WageySafri Burhanuddin

    PenulisHidro-OseanografiIrsan S. BrodjonegoroWidodo Setiyo PranowoSemeidi HusrinRita TisianaBagus HendrajanaErish WidjanarkoHariyanto TriwibowoDirhansyah Conbul

    EcopathTukul Rameyo AdiIchwan M. NasutionDini PurbaniGunardi KusumahAhmadUtami R. KadarwatiHari Prihatno

    RapfishAgus Heri PurnomoTaryonoZahri NasutionTjahyjo Tri HartonoNugroho AjiA. Azizi

    Tata LetakBagus Hendrajana

    120

  • aya dukung suatu perairan merupakan keadaan yang sangat dinamis karena dipengaruhi oleh Dvariasi temporal dan spasial faktor-faktor biotik

    dan abiotik dari ekosistem perairan tersebut. Pengaruh dari parameter lingkungan terhadap biota yang hidup, terutama yang bernilai ekonomis penting di dalam suatu ekosistem, merupakan dasar penentuan pola pembangunan kelautan dan perikanan suatu wilayah perairan.

    Kajian daya dukung sumberdaya perikanan dan kelautan yang dilakukan ini merupakan upaya untuk merealisasikan visi dan misi Departemen Kelautan dan Perikanan.

    Kegiatan dilakukan di empat perairan yang berbeda karakter yaitu Selat Sunda, Teluk Tomini, Teluk Saleh dan Teluk Ekas. Ruang lingkup dari kegiatan ini dapat dibagi atas tiga bagian yaitu hidro-oseanografi di empat lokasi tersebut, potret transfer biomassa yang berasal dari organisme yang hidup di dalam perairan tersebut di tiga lokasi (Selat Sunda, Teluk Saleh dan Teluk Ekas), serta pengukuran indikator kinerja perikanan untuk komponen sosial ekonomi wilayah di dua lokasi yaitu Selat Sunda dan Teluk Tomini.

    Diharapkan hasil kajian ini dapat dijadikan pedoman pengambilan keputusan dalam mengembangkan sektor perikanan dan kelautan.

    Jakarta, 23 Februari 2004,Dr. Agus Supangat

    Prakata

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN8

  • aya dukung suatu perairan merupakan keadaan yang sangat dinamis karena dipengaruhi oleh Dvariasi temporal dan spasial faktor-faktor biotik

    dan abiotik dari ekosistem perairan tersebut. Pengaruh dari parameter lingkungan terhadap biota yang hidup, terutama yang bernilai ekonomis penting di dalam suatu ekosistem, merupakan dasar penentuan pola pembangunan kelautan dan perikanan suatu wilayah perairan.

    Kajian daya dukung sumberdaya perikanan dan kelautan yang dilakukan ini merupakan upaya untuk merealisasikan visi dan misi Departemen Kelautan dan Perikanan.

    Kegiatan dilakukan di empat perairan yang berbeda karakter yaitu Selat Sunda, Teluk Tomini, Teluk Saleh dan Teluk Ekas. Ruang lingkup dari kegiatan ini dapat dibagi atas tiga bagian yaitu hidro-oseanografi di empat lokasi tersebut, potret transfer biomassa yang berasal dari organisme yang hidup di dalam perairan tersebut di tiga lokasi (Selat Sunda, Teluk Saleh dan Teluk Ekas), serta pengukuran indikator kinerja perikanan untuk komponen sosial ekonomi wilayah di dua lokasi yaitu Selat Sunda dan Teluk Tomini.

    Diharapkan hasil kajian ini dapat dijadikan pedoman pengambilan keputusan dalam mengembangkan sektor perikanan dan kelautan.

    Jakarta, 23 Februari 2004,Dr. Agus Supangat

    Prakata

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN8

  • ajian mengenai daya dukung suatu perairan di empat lokasi yaitu Selat Sunda, Teluk Tomini, Teluk Saleh Kdan Teluk Ekas dilaksanakan berdasarkan visi

    Departemen Kelautan dan Perikanan, bahwa Ekosistem laut dan perairan tawar beserta segenap sumber daya alam yang terkandung di dalamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang harus disyukuri, dipelihara kelestariannya, dan didayagunakan secara optimal dan berkelanjutan bagi

    kesatuan,kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

    Selain itu kajian ini juga untuk melaksanakan salah satu misi Departemen Kelautan dan Perikanan, yaitu Pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan

    perairan tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan. Namun

    kenyataan yang dihadapi sekarang adalah bahwa kegiatan perikanan tangkap mempunyai dampak terhadap ekosistem. Hal ini terlihat dari fakta bahwa sejumlah biomasa diekstraksi dari alam yang memiliki hubungan kompleks dalam pemangsaan antara satu spesies dengan spesies lainnya (Pauly et al., 2000).

    Dengan demikian diharapkan kajian daya dukung ekosistem suatu perairan dapat memberikan informasi sejauh mana aktifitas perikanan memberikan dampak terhadap ekosistem. Hal ini diperlukan untuk menjamin aktifitas perikanan yang lestari.

    Odum (1959) mengatakan bahwa daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik yang terkandung didalamnya. Diatas level daya dukung ini, tidak akan terjadi peningkatan populasi yang berarti. Namun Dhont (1988) menyatakan bahwa kaitan tersebut salah kaprah karena tidak memperhitungkan faktor lingkungan dan berbagai faktor lainnya yang berperan di alam.

    Dikatakan oleh Dhont (1988), konsep daya dukung yang realistik tidak dapat dijelaskan hanya dengan kurva

    Pendahuluan

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN10

  • ajian mengenai daya dukung suatu perairan di empat lokasi yaitu Selat Sunda, Teluk Tomini, Teluk Saleh Kdan Teluk Ekas dilaksanakan berdasarkan visi

    Departemen Kelautan dan Perikanan, bahwa Ekosistem laut dan perairan tawar beserta segenap sumber daya alam yang terkandung di dalamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang harus disyukuri, dipelihara kelestariannya, dan didayagunakan secara optimal dan berkelanjutan bagi

    kesatuan,kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

    Selain itu kajian ini juga untuk melaksanakan salah satu misi Departemen Kelautan dan Perikanan, yaitu Pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan

    perairan tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan. Namun

    kenyataan yang dihadapi sekarang adalah bahwa kegiatan perikanan tangkap mempunyai dampak terhadap ekosistem. Hal ini terlihat dari fakta bahwa sejumlah biomasa diekstraksi dari alam yang memiliki hubungan kompleks dalam pemangsaan antara satu spesies dengan spesies lainnya (Pauly et al., 2000).

    Dengan demikian diharapkan kajian daya dukung ekosistem suatu perairan dapat memberikan informasi sejauh mana aktifitas perikanan memberikan dampak terhadap ekosistem. Hal ini diperlukan untuk menjamin aktifitas perikanan yang lestari.

    Odum (1959) mengatakan bahwa daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik yang terkandung didalamnya. Diatas level daya dukung ini, tidak akan terjadi peningkatan populasi yang berarti. Namun Dhont (1988) menyatakan bahwa kaitan tersebut salah kaprah karena tidak memperhitungkan faktor lingkungan dan berbagai faktor lainnya yang berperan di alam.

    Dikatakan oleh Dhont (1988), konsep daya dukung yang realistik tidak dapat dijelaskan hanya dengan kurva

    Pendahuluan

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN10

  • Gambar atas:Berbagai macam ikan yang berhasil diperoleh nelayan di Teluk Saleh.

    Hasil ini tidak sebanyak yang biasanya mereka dapatkan. Hal yangbiasa terjadi pada saat musim Barat.

    kebijakan (policy options) yang diperlukan bagi pembuat Selaras dengan salah satu tujuan strategis Departemen kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan, Kelautan dan Perikanan yakni pemanfaataan sumberdaya yakni departemen teknis seperti DKP.perikanan dan kelautan yang sesuai dengan daya dukung

    Untuk memahami kondisi ekosistem dimana aktifitas perairan, maka perlu untuk melakukan kajian yang dapat penangkapan dan budidaya perikanan berlangsung, memberikan gambaran secara ilmiah daya dukung perairan diperlukan suatu pendekatan yang dapat menggambarkan guna menunjang kegiatan pembangunan perikanan dan keseluruhan komponen dalam ekositem tersebut. Tentu saja kelautan. Hal ini penting dilakukan mengingat informasi hal ini memerlukan suatu metodologi yang dapat seperti ini mutlak diperlukan untuk kelangsungan menampilkan alur perpindahan biomasa dari setiap pembangunan perikanan dan kelautan disuatu wilayah. Hasil komponen yang terdapat dalam ekosistem tersebut, kajian daya dukung akan berguna dalam penentuan opsi

    seperti yang tertera dibawah ini. pertumbuhan logistik yang mengabaikan sifat-sifat alami Dengan kata lain, kondisi suatu sumberdaya tertentu yang seperti: terdapat pada suatu ekosistem alami seperti laut, akan

    bervariasi dari tahun ke tahun yang disebabkan adanya adanya pergerakan spasial (migrasi) spesies dari waktu ke pengaruh faktor-faktor biotik dan abiotik serta pengaruh antar waktu, dan spesies yang terdapat di dalam ekosistem tersebut. Apabila sifat stokastik alam.

    suatu ekosistem telah mengalami gejala over-population, Dalam ilmu ekologi terapan, hal ini terkait dengan parameter maka akan sulit ekosistem tersebut untuk pulih kembali.K dari kurva pertumbuhan logistik (Logistic Growth Curve)

    Selanjutnya,

    berbagai variable yang menentukan besarnya daya dukung ekosistem tersebut sangat bervariasi dan selalu tergantung pada tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia sendiri.

    !

    !

    Cohen (1995) menyimpulkan bahwa tidak ada satu angka mutlak yang dapat menunjukkan daya dukung ekosistem dalam menampung semua kegiatan manusia, karena

    K

    N

    t

    N: Jumlah populasi dari species

    tertentu

    t : waktu

    K: Carrying capacity

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN1211

  • Gambar atas:Berbagai macam ikan yang berhasil diperoleh nelayan di Teluk Saleh.

    Hasil ini tidak sebanyak yang biasanya mereka dapatkan. Hal yangbiasa terjadi pada saat musim Barat.

    kebijakan (policy options) yang diperlukan bagi pembuat Selaras dengan salah satu tujuan strategis Departemen kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan, Kelautan dan Perikanan yakni pemanfaataan sumberdaya yakni departemen teknis seperti DKP.perikanan dan kelautan yang sesuai dengan daya dukung

    Untuk memahami kondisi ekosistem dimana aktifitas perairan, maka perlu untuk melakukan kajian yang dapat penangkapan dan budidaya perikanan berlangsung, memberikan gambaran secara ilmiah daya dukung perairan diperlukan suatu pendekatan yang dapat menggambarkan guna menunjang kegiatan pembangunan perikanan dan keseluruhan komponen dalam ekositem tersebut. Tentu saja kelautan. Hal ini penting dilakukan mengingat informasi hal ini memerlukan suatu metodologi yang dapat seperti ini mutlak diperlukan untuk kelangsungan menampilkan alur perpindahan biomasa dari setiap pembangunan perikanan dan kelautan disuatu wilayah. Hasil komponen yang terdapat dalam ekosistem tersebut, kajian daya dukung akan berguna dalam penentuan opsi

    seperti yang tertera dibawah ini. pertumbuhan logistik yang mengabaikan sifat-sifat alami Dengan kata lain, kondisi suatu sumberdaya tertentu yang seperti: terdapat pada suatu ekosistem alami seperti laut, akan

    bervariasi dari tahun ke tahun yang disebabkan adanya adanya pergerakan spasial (migrasi) spesies dari waktu ke pengaruh faktor-faktor biotik dan abiotik serta pengaruh antar waktu, dan spesies yang terdapat di dalam ekosistem tersebut. Apabila sifat stokastik alam.

    suatu ekosistem telah mengalami gejala over-population, Dalam ilmu ekologi terapan, hal ini terkait dengan parameter maka akan sulit ekosistem tersebut untuk pulih kembali.K dari kurva pertumbuhan logistik (Logistic Growth Curve)

    Selanjutnya,

    berbagai variable yang menentukan besarnya daya dukung ekosistem tersebut sangat bervariasi dan selalu tergantung pada tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia sendiri.

    !

    !

    Cohen (1995) menyimpulkan bahwa tidak ada satu angka mutlak yang dapat menunjukkan daya dukung ekosistem dalam menampung semua kegiatan manusia, karena

    K

    N

    t

    N: Jumlah populasi dari species

    tertentu

    t : waktu

    K: Carrying capacity

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN1211

  • termasuk untuk kegiatan perikanan. Selanjutnya, dibutuhkan juga suatu pendekatan yang dapat mengakses informasi

    !

    !

    Level (derajat) kebutuhan dan pemanfaatan sumberdaya bervariasi untuk setiap individuPeranan dari pranata-pranata sosial dan teknologi yang ada di masyarakat dalam menentukan sampai sejauh mana pemanfaatan terhadap suatu sumberdaya berlangsung.

    Oleh sebab itu, dengan memasukkan komponen sosial dari manusia sebagai pelaku pemanfaatan sumberdaya akan menambah kompleksitas dari kajian yang dilakukan karena persoalannya adalah bagaimana sumberdaya yang ada dapat mendukung sejumlah manusia yang hidup didalamnya serta menjamin untuk dapat memanfaatkannya secara lestari. Hal ini mengakibatkan nilai-nilai normatif akan menjadi hal terdepan untuk dijawab demikian pula dengan persoalan apakah ada suatu angka mutlak yang dapat menjawab seberapa besar daya dukung suatu perairan.

    Gambar bawah:Tampak tiga personil Pusris Wilnon-BRKP sedang mempersiapkan

    pemasangan alat pemantau pasang surut (Tide Gauge) dariatas perahu karet di Teluk Saleh. Alat ini mempunyai fungsi utama

    untuk mengetahui ketinggian laut saat pasang surut secara berkala dalam interval waktu yang telah ditentukansebelumnya.

    Gambar atas:Tampak pekerja sedang membersihkan jaring yang terdapat padaKeramba Jaring Apung (KJA) di daerah Gorontalo.

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN1413

  • termasuk untuk kegiatan perikanan. Selanjutnya, dibutuhkan juga suatu pendekatan yang dapat mengakses informasi

    !

    !

    Level (derajat) kebutuhan dan pemanfaatan sumberdaya bervariasi untuk setiap individuPeranan dari pranata-pranata sosial dan teknologi yang ada di masyarakat dalam menentukan sampai sejauh mana pemanfaatan terhadap suatu sumberdaya berlangsung.

    Oleh sebab itu, dengan memasukkan komponen sosial dari manusia sebagai pelaku pemanfaatan sumberdaya akan menambah kompleksitas dari kajian yang dilakukan karena persoalannya adalah bagaimana sumberdaya yang ada dapat mendukung sejumlah manusia yang hidup didalamnya serta menjamin untuk dapat memanfaatkannya secara lestari. Hal ini mengakibatkan nilai-nilai normatif akan menjadi hal terdepan untuk dijawab demikian pula dengan persoalan apakah ada suatu angka mutlak yang dapat menjawab seberapa besar daya dukung suatu perairan.

    Gambar bawah:Tampak tiga personil Pusris Wilnon-BRKP sedang mempersiapkan

    pemasangan alat pemantau pasang surut (Tide Gauge) dariatas perahu karet di Teluk Saleh. Alat ini mempunyai fungsi utama

    untuk mengetahui ketinggian laut saat pasang surut secara berkala dalam interval waktu yang telah ditentukansebelumnya.

    Gambar atas:Tampak pekerja sedang membersihkan jaring yang terdapat padaKeramba Jaring Apung (KJA) di daerah Gorontalo.

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN1413

  • Metode Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:a. Deskriptif, yakni menjabarkan kondisi lingkungan di wilayah

    tempat penelitian berlangsung. Disamping itu, juga dapat

    menampilkan kondisi perikanan dan kelautan yang

    berlangsung di wilayah tersebutb. Analitik, yakni dengan menggunakan data yang telah

    terkumpul dan dilakukan analisis dengan menggunakan

    metode-metode ilmiah yang lazim digunakan dalam

    bidang oseanografi, kelautan dan perikananc. Modelling, yang dapat merupakan representasi kondisi

    wilayah penelitian sesuai dengan tujuan yang disampaikan

    diatas. Pemodelan yang dilakukan ada 3 yaitu:

    ! Pemodelan hidrodinamika, sebagai representasi

    kondisI fisik oseanografi, dengan menggunakan

    Software 3DD Suite Model (ASR Ltd, 2001).Pemodelan ekosistem, sebagai representasi daya

    dukung ekosistem perairan, dengan menggunakan

    Software Ecopath with Ecosim version 5 (Puly &

    Christensen, 1992). Data pendukung tentang

    biologi, fisiologi dan ekologi ikan diperoleh dari

    Software Fishbase (FAO, 1998).Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries), suatu tehnik

    yang memungkinkan proses cepat untuk

    menampilkan kondisi perikanan ditinjau dari berbagai

    aspek atau dimensi (Pitcher & Preikshot, 2001).

    Pengumpulan DataData yang dipergunakan untuk analisa dan pemodelan dalam

    penelitian ini adalah :

    1. Data hasil surveiPengambilan data survei dilakukan dengan melakukan

    pengamatan dan pengukuran/perekaman langsung di

    lapangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan input

    model Ecopath dan verifikasi terhadap hasil model

    hidrodinamika.

    !

    !

    Metodologi

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN16

  • Metode Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:a. Deskriptif, yakni menjabarkan kondisi lingkungan di wilayah

    tempat penelitian berlangsung. Disamping itu, juga dapat

    menampilkan kondisi perikanan dan kelautan yang

    berlangsung di wilayah tersebutb. Analitik, yakni dengan menggunakan data yang telah

    terkumpul dan dilakukan analisis dengan menggunakan

    metode-metode ilmiah yang lazim digunakan dalam

    bidang oseanografi, kelautan dan perikananc. Modelling, yang dapat merupakan representasi kondisi

    wilayah penelitian sesuai dengan tujuan yang disampaikan

    diatas. Pemodelan yang dilakukan ada 3 yaitu:

    ! Pemodelan hidrodinamika, sebagai representasi

    kondisI fisik oseanografi, dengan menggunakan

    Software 3DD Suite Model (ASR Ltd, 2001).Pemodelan ekosistem, sebagai representasi daya

    dukung ekosistem perairan, dengan menggunakan

    Software Ecopath with Ecosim version 5 (Puly &

    Christensen, 1992). Data pendukung tentang

    biologi, fisiologi dan ekologi ikan diperoleh dari

    Software Fishbase (FAO, 1998).Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries), suatu tehnik

    yang memungkinkan proses cepat untuk

    menampilkan kondisi perikanan ditinjau dari berbagai

    aspek atau dimensi (Pitcher & Preikshot, 2001).

    Pengumpulan DataData yang dipergunakan untuk analisa dan pemodelan dalam

    penelitian ini adalah :

    1. Data hasil surveiPengambilan data survei dilakukan dengan melakukan

    pengamatan dan pengukuran/perekaman langsung di

    lapangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan input

    model Ecopath dan verifikasi terhadap hasil model

    hidrodinamika.

    !

    !

    Metodologi

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN16

  • = densitas yang nilainya bervariasi terhadap 2. Data sekunderkedalaman dengan asumsi bahwa percepatan Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka analisa vertikal diabaikan, maka persamaan Hidrostatik selanjutnya adalah dengan mengolah informasi tersebut untuk tekanan pada kedalaman z adalah:sehingga bermanfaat.

    3. WawancaraWawancara terhadap para ahli, pengambil kebijakan lokal, dan pelaku usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan data analisa RAPFISH.

    dimana P adalah tekanan atmosfer.atmPemodelan HidrodinamikaPemodelan Hidrodinamika disini mengambil peran yang Representasi fisis dari masing-masing suku persamaan sangat penting terutama untuk merepresentasikan kondisi fisik momentum adalah terdiri dari: percepatan lokal; inersia; odeanografi seprti yang telah diuraikan sebelumnya. coriolis; gradien tekanan akibat variasi tinggi muka air; gradien Selanjutnya model yang dihasilkan akan digunakan sebagai tekanan akibat tekanan atmosfer; stress angin dan gesekan parameter tambahan untuk mengetahui kondisi perairan, dasar laut; viskositas eddy horisontal. Harga A bervariasi Htentunya setelah digabung dengan data hasil survey.

    secara spasial, namun gradiennya diasumsikan begitu kecil sehingga suku ini bertindak seperti algoritma penghalus kecepatan (velocity smoothing algoritm) Persamaan

    Momentum. Perubahan tekanan atmosfer tidak dilibatkan dalam simulasi ini dan oleh karenanya dalam persamaan momentum, suku ini pun diabaikan.

    Skema NumerikModel 3DD menggunakan Skema Beda Hingga Eksplisit

    untuk menyelesaikan Persamaan Momentum dan Konservasi Massa. Pemecahan persamaan melalui Metoda Beda Hingga tersebut menggunakan skema staggered grid, yaitu menempatkan komponen v dan u pada dinding utara dan

    selatan. w berlokasi di tengah-tengah dinding atas. Tinggi

    muka air menggantikan w di lapisan atas. Solusinya akan

    diperoleh dengan Skema Eksplisit Ordo ke-2 dan dimana:

    Aproksimasi Ordo ke-3 untuk suku-suku inersia yang non t = waktulinier. u, v = kecepatan horisontal

    w = kecepatan vertikalSkema beda eksplisit ini tergantung pada kriteria stabilitas h = kedalaman

    g = percepatan gravitasi Courant-Friedrich-Lewy (CFL) yang membatasi pemilihan = tinggi muka laut di atas datum horisontalf = parameter coriolisP = tekananA = koefisien viskositas eddy horisontalHN = koefisien viskositas eddy vertikalZ

    Dengan demikian diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih akurat.

    Persamaan pembangun model hidrodinamika yang menyatakan gerak horisontal suatu fluida inkompresibel yang berada di permukaan bumi yang berotasi dalam koordinat kartesian (arah atas menunjukkan positif) adalah:

    digunakan merupakan hasil dijitasi dari Peta Batimetri Dinas besarnya langkah waktu atau Dt. Kriteria stabilitas CFL adalah:Dimana L adalah ukuran sel yang minimum (x atau y), g Hidro-Oseanografi TNI-AL, Jakarta dapat dilihat pada tabel percepatan gravitasi bumi dan Hmaks kedalaman maksimum yang terdapat dalam daerah penelitian.

    Desain Model HidrodinamikaDesain model hidrodinamika dan data batimetri yang

    +

    +

    +

    =

    +

    +

    +

    zuN

    zyu

    xuAP

    xu

    xgfv

    zuw

    yuv

    xuu

    tu

    ZH 2

    2

    2

    21

    +

    +

    +

    =+

    +

    +

    +

    zvN

    zyv

    xvAP

    yv

    ygfv

    zvw

    yvv

    xvu

    tv

    ZH 2

    2

    2

    21

    =

    z

    h

    z

    h

    vdzy

    udzx

    w

    Tabel Desain Model Hidrodinamika

    Tabel Peta Batimetri Dishidros TNI-ALdan Daerah Domain Model yang digunakan

    dalam pemodelan hidrodinamika

    Nilai Parameter Satuan S. Sunda T. Tomini T. Saleh T. Ekas

    Number Of X (I) Cells - 95 132 90 97 Number Of Y (J) Cells - 68 85 90 118 X Grid Size m 2775 100 100 15 Y Grid Size m 2775 100 100 15 Time Step Of Model detik 12 0.5 0.3 0.25 First Time Step detik 1 1 1 1 Maximum Number Of Time Steps detik 216000 2592000 10713600 5184000 Roughness Length m 0.003-0.03 0.01 0.1 0.001 Effective Depth m - 0.3 0.3 0.3 Drying Height m - 0.05 0.05 0.05 Initial Sea Level set by model - 99 99 99

    Latitude corriolis neglected

    0 0 0 0

    Orientation - 0 0 0 0 Horizontal Eddy Viscosity m2/detik 10 1 0.1 1 Eddy Viscosity Mult Factor - - 1 1 1 Number Of Steps To Apply - - 1 1 1 Diffusion Percentage Slip % - 95 95 95

    No. Nama Peta Batimetri Lembar No. Skala Tahun Koreksi Daerah Domain Model

    1. Selat Sunda 71 1:200.000 2002 5o 05' 30" - 6o 51'15" LS dan

    104o 20' 00" - 106o 47' 45" BT 2. Teluk Tomini 140 1:500.000 2003

    3. Pulau Sumbawa, Nusa

    Tenggara. (untuk Teluk Saleh) 294 1:200.000 2003 117?20 ' - 118?05' BT dan

    8 00' - 8 45' LS

    4. Pulau Lombok, Nusa

    Tenggara (untuk Teluk Ekas) 293 1:200.000 2003

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN1817

    o o

    o o? ? 116?23,0' - 116?28,5' BT dan?49,5' - 8?55' LS

    o o

    o o

  • = densitas yang nilainya bervariasi terhadap 2. Data sekunderkedalaman dengan asumsi bahwa percepatan Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka analisa vertikal diabaikan, maka persamaan Hidrostatik selanjutnya adalah dengan mengolah informasi tersebut untuk tekanan pada kedalaman z adalah:sehingga bermanfaat.

    3. WawancaraWawancara terhadap para ahli, pengambil kebijakan lokal, dan pelaku usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan data analisa RAPFISH.

    dimana P adalah tekanan atmosfer.atmPemodelan HidrodinamikaPemodelan Hidrodinamika disini mengambil peran yang Representasi fisis dari masing-masing suku persamaan sangat penting terutama untuk merepresentasikan kondisi fisik momentum adalah terdiri dari: percepatan lokal; inersia; odeanografi seprti yang telah diuraikan sebelumnya. coriolis; gradien tekanan akibat variasi tinggi muka air; gradien Selanjutnya model yang dihasilkan akan digunakan sebagai tekanan akibat tekanan atmosfer; stress angin dan gesekan parameter tambahan untuk mengetahui kondisi perairan, dasar laut; viskositas eddy horisontal. Harga A bervariasi Htentunya setelah digabung dengan data hasil survey.

    secara spasial, namun gradiennya diasumsikan begitu kecil sehingga suku ini bertindak seperti algoritma penghalus kecepatan (velocity smoothing algoritm) Persamaan

    Momentum. Perubahan tekanan atmosfer tidak dilibatkan dalam simulasi ini dan oleh karenanya dalam persamaan momentum, suku ini pun diabaikan.

    Skema NumerikModel 3DD menggunakan Skema Beda Hingga Eksplisit

    untuk menyelesaikan Persamaan Momentum dan Konservasi Massa. Pemecahan persamaan melalui Metoda Beda Hingga tersebut menggunakan skema staggered grid, yaitu menempatkan komponen v dan u pada dinding utara dan

    selatan. w berlokasi di tengah-tengah dinding atas. Tinggi

    muka air menggantikan w di lapisan atas. Solusinya akan

    diperoleh dengan Skema Eksplisit Ordo ke-2 dan dimana:

    Aproksimasi Ordo ke-3 untuk suku-suku inersia yang non t = waktulinier. u, v = kecepatan horisontal

    w = kecepatan vertikalSkema beda eksplisit ini tergantung pada kriteria stabilitas h = kedalaman

    g = percepatan gravitasi Courant-Friedrich-Lewy (CFL) yang membatasi pemilihan = tinggi muka laut di atas datum horisontalf = parameter coriolisP = tekananA = koefisien viskositas eddy horisontalHN = koefisien viskositas eddy vertikalZ

    Dengan demikian diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih akurat.

    Persamaan pembangun model hidrodinamika yang menyatakan gerak horisontal suatu fluida inkompresibel yang berada di permukaan bumi yang berotasi dalam koordinat kartesian (arah atas menunjukkan positif) adalah:

    digunakan merupakan hasil dijitasi dari Peta Batimetri Dinas besarnya langkah waktu atau Dt. Kriteria stabilitas CFL adalah:Dimana L adalah ukuran sel yang minimum (x atau y), g Hidro-Oseanografi TNI-AL, Jakarta dapat dilihat pada tabel percepatan gravitasi bumi dan Hmaks kedalaman maksimum yang terdapat dalam daerah penelitian.

    Desain Model HidrodinamikaDesain model hidrodinamika dan data batimetri yang

    +

    +

    +

    =

    +

    +

    +

    zuN

    zyu

    xuAP

    xu

    xgfv

    zuw

    yuv

    xuu

    tu

    ZH 2

    2

    2

    21

    +

    +

    +

    =+

    +

    +

    +

    zvN

    zyv

    xvAP

    yv

    ygfv

    zvw

    yvv

    xvu

    tv

    ZH 2

    2

    2

    21

    =

    z

    h

    z

    h

    vdzy

    udzx

    w

    Tabel Desain Model Hidrodinamika

    Tabel Peta Batimetri Dishidros TNI-ALdan Daerah Domain Model yang digunakan

    dalam pemodelan hidrodinamika

    Nilai Parameter Satuan S. Sunda T. Tomini T. Saleh T. Ekas

    Number Of X (I) Cells - 95 132 90 97 Number Of Y (J) Cells - 68 85 90 118 X Grid Size m 2775 100 100 15 Y Grid Size m 2775 100 100 15 Time Step Of Model detik 12 0.5 0.3 0.25 First Time Step detik 1 1 1 1 Maximum Number Of Time Steps detik 216000 2592000 10713600 5184000 Roughness Length m 0.003-0.03 0.01 0.1 0.001 Effective Depth m - 0.3 0.3 0.3 Drying Height m - 0.05 0.05 0.05 Initial Sea Level set by model - 99 99 99

    Latitude corriolis neglected

    0 0 0 0

    Orientation - 0 0 0 0 Horizontal Eddy Viscosity m2/detik 10 1 0.1 1 Eddy Viscosity Mult Factor - - 1 1 1 Number Of Steps To Apply - - 1 1 1 Diffusion Percentage Slip % - 95 95 95

    No. Nama Peta Batimetri Lembar No. Skala Tahun Koreksi Daerah Domain Model

    1. Selat Sunda 71 1:200.000 2002 5o 05' 30" - 6o 51'15" LS dan

    104o 20' 00" - 106o 47' 45" BT 2. Teluk Tomini 140 1:500.000 2003

    3. Pulau Sumbawa, Nusa

    Tenggara. (untuk Teluk Saleh) 294 1:200.000 2003 117?20 ' - 118?05' BT dan

    8 00' - 8 45' LS

    4. Pulau Lombok, Nusa

    Tenggara (untuk Teluk Ekas) 293 1:200.000 2003

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN1817

    o o

    o o? ? 116?23,0' - 116?28,5' BT dan?49,5' - 8?55' LS

    o o

    o o

  • dibawah. Kelompok j adalah kelompok yang memangsa i. P/B Nilai Awal dan Syarat Batas (production/biomass ratio), ekivalen dengan total laju Syarat batas yang diberikan adalah syarat batas terbuka dan mortalitas (Merz and Myers, 1998), sedangkan EEi adalah syarat batas tertutup. Syarat batas yang diterapkan pada fraksi dari produksi yang dikonsumsi atau ditangkap dari model di batas terbuka adalah elevasi hasil interpolasi ekosistem yang menjadi objek penelitian, Yi adalah besarnya peramalan pasang surut . Kecepatan yang datang perikanan tangkap (Y=F*B; F adalah mortalitas akibat tegak lurus pada garis pantai yang merupakan syarat batas penangkapan). Q/Bj adalah jumlah yang dikonsumsi per unit tertutup ditentukan sama dengan nol dan . biomassa j, and DCji adalah total kontribusi dalam bentuk Dengan kata lain garis pantai dianggap merupakan tembok

    pemangsaan terhadap kelompok i oleh kelompok j vertikal yang tidak memungkinkan massa air melewatinya.

    (Christensen, 1995a). Secara umum dalam model Ecopath

    Pada daerah domain model diasumsikan ketika dimulai diperlukan input awal sebanyak 4 parameter yaitu : biomasa

    simulasi dalam keadaan tenang, yang secara matematis (B), perbandingan produksi/biomasa (P/B), perbandingan

    diformulasikan sebagai: konsumsi/biomasa (Q/B) dan efisiensi ecothropic (EE). pada

    tiap kelompok dalam suatu model.

    Harus ditekankan disini bahwa untuk persamaan diatas, tidak dibutuhkan adanya kondisi equilibrium atau steady state dari

    ekosistem yang dipelajari. Yang dibutuhkan adalah bahwa setelah melewati suatu siklus perubahan biomasa beserta Syarat batas terbuka radiasi didasarkan pada kekekalan massa

    parameter lainnya, kondisi ekosistem akan kembali ke air yang diberikan oleh Persamaan kontinuitas. Input yang

    keadaan semula (Jarre-Teichmann, 1995; Venier, 1997). digunakan di batas terbuka dalam pemodelan ini adalah Oritide Global Apabila ada siklus musiman dari parameter seperti biomassa elevasi pasang surut hasil prediksi mengunakan

    Tide. Model (ORI.96) yang dibangun oleh Ocean Research (B), P/B, Q/B dan/atau komposisi diet dari spesies yang ada

    Institute, University of Tokyo, menggunakan 8 Komponen didalam ekosistem tersebut, maka dapat digunakan nilai

    pasut utama: M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, dan Q1. integral dengan merata-ratakan data selama periode tersebut (Walters, 1996).

    Pemodelan EkosistemEcopath Model Ecopath didasarkan pada 2 persamaan utama yaitu : Model Ecopath yang digunakan dalam kajian ini adalah Persamaan pertama mendeskripsikan bagaimana suatu pendekatan keseimbangan biomassa (mass-balance produksi untuk tiap kelompok dapat dipisahkan menjadi approach) yang pertama kali diperkenalkan oleh Polovina dan beberapa komponen :Ow (1983) dan Polovina (1984, 1985). Model ini mengasumsikan bahwa antara produksi (penambahan) dan

    Produksi = penangkapan + kematian karena pemangsaan mortalitas (pengurangan) biomassa di dalam suatu ekosistem, + akumulasi biomasa + migrasi bersih

    terdapat suatu keseimbangan. Dalam bentuk persamaan + kematian karena akibat lainlinier,

    Persamaan kedua mendeskripsikan tentang keseimbangan dapenergi pada tiap kelompok yaitu :at ditulis :

    Dimana Bi and Bj adalah biomassa dari kelompok i dan j.

    ))/((*)/(* jijjjiiii DCBQBYEEBPB +=

    Gambar samping:Proses penghitungan dan klasifikasijenis tangkapan yang dilakukanpada saat survei di Selat Sunda

    Gambar bawah:Perahu nelayan yang biasanyadigunakan untuk menangkap ikandi perairan dangkal sekitar LabuanKabupaten Pandeglang

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN2019

  • dibawah. Kelompok j adalah kelompok yang memangsa i. P/B Nilai Awal dan Syarat Batas (production/biomass ratio), ekivalen dengan total laju Syarat batas yang diberikan adalah syarat batas terbuka dan mortalitas (Merz and Myers, 1998), sedangkan EEi adalah syarat batas tertutup. Syarat batas yang diterapkan pada fraksi dari produksi yang dikonsumsi atau ditangkap dari model di batas terbuka adalah elevasi hasil interpolasi ekosistem yang menjadi objek penelitian, Yi adalah besarnya peramalan pasang surut . Kecepatan yang datang perikanan tangkap (Y=F*B; F adalah mortalitas akibat tegak lurus pada garis pantai yang merupakan syarat batas penangkapan). Q/Bj adalah jumlah yang dikonsumsi per unit tertutup ditentukan sama dengan nol dan . biomassa j, and DCji adalah total kontribusi dalam bentuk Dengan kata lain garis pantai dianggap merupakan tembok

    pemangsaan terhadap kelompok i oleh kelompok j vertikal yang tidak memungkinkan massa air melewatinya.

    (Christensen, 1995a). Secara umum dalam model Ecopath

    Pada daerah domain model diasumsikan ketika dimulai diperlukan input awal sebanyak 4 parameter yaitu : biomasa

    simulasi dalam keadaan tenang, yang secara matematis (B), perbandingan produksi/biomasa (P/B), perbandingan

    diformulasikan sebagai: konsumsi/biomasa (Q/B) dan efisiensi ecothropic (EE). pada

    tiap kelompok dalam suatu model.

    Harus ditekankan disini bahwa untuk persamaan diatas, tidak dibutuhkan adanya kondisi equilibrium atau steady state dari

    ekosistem yang dipelajari. Yang dibutuhkan adalah bahwa setelah melewati suatu siklus perubahan biomasa beserta Syarat batas terbuka radiasi didasarkan pada kekekalan massa

    parameter lainnya, kondisi ekosistem akan kembali ke air yang diberikan oleh Persamaan kontinuitas. Input yang

    keadaan semula (Jarre-Teichmann, 1995; Venier, 1997). digunakan di batas terbuka dalam pemodelan ini adalah Oritide Global Apabila ada siklus musiman dari parameter seperti biomassa elevasi pasang surut hasil prediksi mengunakan

    Tide. Model (ORI.96) yang dibangun oleh Ocean Research (B), P/B, Q/B dan/atau komposisi diet dari spesies yang ada

    Institute, University of Tokyo, menggunakan 8 Komponen didalam ekosistem tersebut, maka dapat digunakan nilai

    pasut utama: M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, dan Q1. integral dengan merata-ratakan data selama periode tersebut (Walters, 1996).

    Pemodelan EkosistemEcopath Model Ecopath didasarkan pada 2 persamaan utama yaitu : Model Ecopath yang digunakan dalam kajian ini adalah Persamaan pertama mendeskripsikan bagaimana suatu pendekatan keseimbangan biomassa (mass-balance produksi untuk tiap kelompok dapat dipisahkan menjadi approach) yang pertama kali diperkenalkan oleh Polovina dan beberapa komponen :Ow (1983) dan Polovina (1984, 1985). Model ini mengasumsikan bahwa antara produksi (penambahan) dan

    Produksi = penangkapan + kematian karena pemangsaan mortalitas (pengurangan) biomassa di dalam suatu ekosistem, + akumulasi biomasa + migrasi bersih

    terdapat suatu keseimbangan. Dalam bentuk persamaan + kematian karena akibat lainlinier,

    Persamaan kedua mendeskripsikan tentang keseimbangan dapenergi pada tiap kelompok yaitu :at ditulis :

    Dimana Bi and Bj adalah biomassa dari kelompok i dan j.

    ))/((*)/(* jijjjiiii DCBQBYEEBPB +=

    Gambar samping:Proses penghitungan dan klasifikasijenis tangkapan yang dilakukanpada saat survei di Selat Sunda

    Gambar bawah:Perahu nelayan yang biasanyadigunakan untuk menangkap ikandi perairan dangkal sekitar LabuanKabupaten Pandeglang

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN2019

  • Konsumsi = produksi + respirasi + makanan yang atribut. Perhitungan jarak tersebut dilakukan dengan terasimilasi Minkowski Metric (Nijkamp, 1979 dalam Nijkamp, 1980)

    yang dinyatakan dalam Kuadrat Jarak Euclidian (Euclidian

    Distance Square). Untuk dapat memetakan dalam satu

    dimensi horizontal dilakukan rotasi ordinasi. Hal ini untuk Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries)Pendekatan Rapfish (Rapid appraisal for Fisheries) ini pada dapat memplot titik posisi tersebut dalam satu jarak dua

    dasarnya diaplikasikan untuk mengukur status kelestarian dimensi dalam skala buruk bad (0%) dan baik good

    sumberdaya perikanan (dalam penelitian ini hanya di perairan (100%) dalam skor kelestarian sumberdaya perikanan.

    Selat Sunda dan Teluk Tomini). Pendekatan ini dikembangkan Sesuai dengan definisinya, pendekatan ini diterapkan untuk

    berdasarkan kerangka atau konsep pembangunan melaksanakan pengukuran secara cepat. Sehubungan dengan

    berkelanjutan yang merujuk pada pembangunan perikanan itu, data-data yang digunakan dalam penelitian ini sedapat

    berkelanjutan sebagaimana faktor- faktornya berada didalam mungkin diperoleh dengan cara/proses yang tidak

    FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (Pitcher and memerlukan waktu terlalu banyak. Pengumpulan laporan-

    Preikshot, 2001). laporan terkait atau publikasi ilmiah yang ada, konsultasi ahli,

    Dalam analisis tersebut status kelestarian perikanan tangkap atau bahkan pengembangan intuisi peneliti dilakukan untuk

    pada perairan Selat Sunda dianalisis berdasarkan enam memperoleh data yang sedapat mungkin akurat. Dalam hal

    dimensi, yaitu: ekologis, ekonomi, sosial, teknologi, etika dan ini, satu jenis data yang sama sering perlu diperoleh melalui

    kebaharian. Teknik ini memungkinkan dilakukannya diagnosa pengecekan ulang berdasarkan informasi yag diperoleh dari

    terhadap kondisi suatu perikanan berdasarkan hasil berbegai sumber (pendekatan). Verifikasi lapangan, yang

    pengukuran beberapa indikator, yang dalam peristilahan dimaksudkan untuk melakukan observasi langsung dan

    Rapfish dikenal sebagai dimensi, sebagaimana tersebut di atas. melakukan wawancara konfirmasi, termasuk dengan nelayan, pengolah, atau informan kunci lainnya, dilakukan untuk lebih

    Dalam penelitian masing-masing dimensi terdiri dari berbagai meningkatkan akurasi data. Wawancara ini dilakukan dengan atribut; misalnya, Dimensi Ekonomi terdiri dari 10 atribut, di bantuan kuesioner, yang dimaksudkan untuk memandu antaranya profitabilitas, sumbangan terhadap GDP; Dimensi enumerator dalam menggali informasi, sehingga langsung Ekologi terdiri dari 9 atribut, di antaranya status eksploitasi, terkait dengan atribut Rapfish.ukuran rata-rata ikan yang ditangkap, jangkauan ruaya ikan, dan sebagainya. Analisis tersebut didasarkan pada skoring yang dilakukan terhadap enam jenis perikanan tangkap berdasarkan masing-masing atribut pada dua provinsi (provinsi Lampung dan provinsi Banten).

    Berdasar data skoring tersebut kemudian dilakukan analisis multidimensi dengan menghitung jarak antar masing-masing

    Gambar samping:Salah satu bagan milik nelayan disekitar Selat Sunda (Pandeglang)yang sedang diperbaiki. Bagan ini merupakan bagan permanenyang ditempatkan ditengah laut. Dari bagan ini biasanya diperolehikan pelagis kecil seperti Teri.

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN2221

  • Konsumsi = produksi + respirasi + makanan yang atribut. Perhitungan jarak tersebut dilakukan dengan terasimilasi Minkowski Metric (Nijkamp, 1979 dalam Nijkamp, 1980)

    yang dinyatakan dalam Kuadrat Jarak Euclidian (Euclidian

    Distance Square). Untuk dapat memetakan dalam satu

    dimensi horizontal dilakukan rotasi ordinasi. Hal ini untuk Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries)Pendekatan Rapfish (Rapid appraisal for Fisheries) ini pada dapat memplot titik posisi tersebut dalam satu jarak dua

    dasarnya diaplikasikan untuk mengukur status kelestarian dimensi dalam skala buruk bad (0%) dan baik good

    sumberdaya perikanan (dalam penelitian ini hanya di perairan (100%) dalam skor kelestarian sumberdaya perikanan.

    Selat Sunda dan Teluk Tomini). Pendekatan ini dikembangkan Sesuai dengan definisinya, pendekatan ini diterapkan untuk

    berdasarkan kerangka atau konsep pembangunan melaksanakan pengukuran secara cepat. Sehubungan dengan

    berkelanjutan yang merujuk pada pembangunan perikanan itu, data-data yang digunakan dalam penelitian ini sedapat

    berkelanjutan sebagaimana faktor- faktornya berada didalam mungkin diperoleh dengan cara/proses yang tidak

    FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (Pitcher and memerlukan waktu terlalu banyak. Pengumpulan laporan-

    Preikshot, 2001). laporan terkait atau publikasi ilmiah yang ada, konsultasi ahli,

    Dalam analisis tersebut status kelestarian perikanan tangkap atau bahkan pengembangan intuisi peneliti dilakukan untuk

    pada perairan Selat Sunda dianalisis berdasarkan enam memperoleh data yang sedapat mungkin akurat. Dalam hal

    dimensi, yaitu: ekologis, ekonomi, sosial, teknologi, etika dan ini, satu jenis data yang sama sering perlu diperoleh melalui

    kebaharian. Teknik ini memungkinkan dilakukannya diagnosa pengecekan ulang berdasarkan informasi yag diperoleh dari

    terhadap kondisi suatu perikanan berdasarkan hasil berbegai sumber (pendekatan). Verifikasi lapangan, yang

    pengukuran beberapa indikator, yang dalam peristilahan dimaksudkan untuk melakukan observasi langsung dan

    Rapfish dikenal sebagai dimensi, sebagaimana tersebut di atas. melakukan wawancara konfirmasi, termasuk dengan nelayan, pengolah, atau informan kunci lainnya, dilakukan untuk lebih

    Dalam penelitian masing-masing dimensi terdiri dari berbagai meningkatkan akurasi data. Wawancara ini dilakukan dengan atribut; misalnya, Dimensi Ekonomi terdiri dari 10 atribut, di bantuan kuesioner, yang dimaksudkan untuk memandu antaranya profitabilitas, sumbangan terhadap GDP; Dimensi enumerator dalam menggali informasi, sehingga langsung Ekologi terdiri dari 9 atribut, di antaranya status eksploitasi, terkait dengan atribut Rapfish.ukuran rata-rata ikan yang ditangkap, jangkauan ruaya ikan, dan sebagainya. Analisis tersebut didasarkan pada skoring yang dilakukan terhadap enam jenis perikanan tangkap berdasarkan masing-masing atribut pada dua provinsi (provinsi Lampung dan provinsi Banten).

    Berdasar data skoring tersebut kemudian dilakukan analisis multidimensi dengan menghitung jarak antar masing-masing

    Gambar samping:Salah satu bagan milik nelayan disekitar Selat Sunda (Pandeglang)yang sedang diperbaiki. Bagan ini merupakan bagan permanenyang ditempatkan ditengah laut. Dari bagan ini biasanya diperolehikan pelagis kecil seperti Teri.

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN2221

  • erairan Selat Sunda, yaitu selat yang menghubungkan dua laut yaitu Laut Jawa di bagian utara dan Samudera Hindia di Pbagian selatan, dan berada di atas Paparan Sunda pada o o o oposisi 5 25' LS - 6 50' LS dan 104 20' BT - 106 5' BT.

    Selat Sunda yang terletak di bagian utara perairannya cukup dangkal dengan kedalaman 20 hingga 70 m, sedangkan dibagian selatan sangat dalam hingga mencapai lebih dari 1500 m. Selat Sunda bagian selatan merupakan lembah yang dalam yang membentang dari Samudera Hindia ke Teluk Semangka dan Teluk Lampung yang berada di bagian barat. Poros Selat Sunda dari timur laut ke barat daya merupakan aliran utama massa air dari Laut Jawa ke Samudera Hindia. Karakteristik oseanografi dari selat ini dipengaruhi oleh Laut Jawa dan Samudera Hindia, tergantung musim yang berlaku. Faktor lokal, seperti topografi dasar, konfigurasi pantai dan arah angin bisa juga memiliki kontribusi terhadap karakteristik oseanografi Selat Sunda.

    Hidro-OseanografiTemperaturSebaran Temperatur Horizontal Pada bulan Oktober-November sebaran temperatur horizontal

    opada seluruh permukaan Selat Sunda berkisar antara 28,5-29,5 C. Temperatur yang lebih hangat tercatat di mulut selat dan temperatur dingin berada dibagian selatan selat. Pada kedalaman 21 m, variasi temperatur masih identik seperti yang tergambar di permukaan, hanya saja temperatur dingin yang berasal dari Samudera Hindia mulai terlihat memasuki perairan selat. Selanjutnya di kedalaman 31 m, temperatur dingin hampir memenuhi perairan selat dan sebaran ini terpantau hingga di kedalaman 81 m. Jadi dapat dikatakan bahwa massa air yang berasal dari Samudera Hindia yang dicirikan dengan temperatur dingin mulai memasuki perairan selat pada kedalaman 21 m.

    Pada bulan Juli (musim timur), temperatur permukaan antara o29,25-29,3 C. Temperatur dingin tercatat di depan Teluk

    Lampung sedangkan temperatur yang lebih hangat terpantau di depan Teluk Semangka. Di kedalaman 5 m, sebaran temperatur

    Selat Sunda

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN24

  • erairan Selat Sunda, yaitu selat yang menghubungkan dua laut yaitu Laut Jawa di bagian utara dan Samudera Hindia di Pbagian selatan, dan berada di atas Paparan Sunda pada o o o oposisi 5 25' LS - 6 50' LS dan 104 20' BT - 106 5' BT.

    Selat Sunda yang terletak di bagian utara perairannya cukup dangkal dengan kedalaman 20 hingga 70 m, sedangkan dibagian selatan sangat dalam hingga mencapai lebih dari 1500 m. Selat Sunda bagian selatan merupakan lembah yang dalam yang membentang dari Samudera Hindia ke Teluk Semangka dan Teluk Lampung yang berada di bagian barat. Poros Selat Sunda dari timur laut ke barat daya merupakan aliran utama massa air dari Laut Jawa ke Samudera Hindia. Karakteristik oseanografi dari selat ini dipengaruhi oleh Laut Jawa dan Samudera Hindia, tergantung musim yang berlaku. Faktor lokal, seperti topografi dasar, konfigurasi pantai dan arah angin bisa juga memiliki kontribusi terhadap karakteristik oseanografi Selat Sunda.

    Hidro-OseanografiTemperaturSebaran Temperatur Horizontal Pada bulan Oktober-November sebaran temperatur horizontal

    opada seluruh permukaan Selat Sunda berkisar antara 28,5-29,5 C. Temperatur yang lebih hangat tercatat di mulut selat dan temperatur dingin berada dibagian selatan selat. Pada kedalaman 21 m, variasi temperatur masih identik seperti yang tergambar di permukaan, hanya saja temperatur dingin yang berasal dari Samudera Hindia mulai terlihat memasuki perairan selat. Selanjutnya di kedalaman 31 m, temperatur dingin hampir memenuhi perairan selat dan sebaran ini terpantau hingga di kedalaman 81 m. Jadi dapat dikatakan bahwa massa air yang berasal dari Samudera Hindia yang dicirikan dengan temperatur dingin mulai memasuki perairan selat pada kedalaman 21 m.

    Pada bulan Juli (musim timur), temperatur permukaan antara o29,25-29,3 C. Temperatur dingin tercatat di depan Teluk

    Lampung sedangkan temperatur yang lebih hangat terpantau di depan Teluk Semangka. Di kedalaman 5 m, sebaran temperatur

    Selat Sunda

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN24

  • temperatur horizontal terlihat bahwa massa air dari Samudera Hindia mulai memasuki perairan Selat Sunda di kedalaman 20 m.

    Pada bulan Juni (musim timur), sebaran temperatur opermukaan berkisar antara 29,3-29,7 C. Temperatur yang

    lebih hangat hampir memenuhi seluruh perairan selat, sedangkan temperatur yang lebih dingin samar-samar mulai terlihat di depan Teluk Semangka. Pada kedalaman 5-40 m, sebaran horisontal temperatur masih identik seperti yang tergambar di permukaan. Pada kedalaman 60-150 m, sebaran horizontal temperatur yang lebih dingin yang datang dari Samudera Hindia lebih mendominasi seluruh perairan selat.

    Sebaran Vertikal TemperaturPada bulan Oktober-November profil melintang menggambarkan bahwa massa air Laut Jawa yang dicirikan dengan temperatur yang lebih hangat menempati lapisan permukaan hingga kedalaman 100 m di kawasan Paparan Sunda sedangkan massa air Samudera Hindia yang dicirikan dengan temperatur yang dingin setelah bertemu dengan

    masih identik seperti yang tergambar di permukaan selat, lereng dasar laut yang curam akan tenggelam menyusuri hanya lokasi temperatur yang lebih hangat terkosentrasi di lereng dasar laut tersebut.perairan pesisir Banten. Temperatur yang lebih hangat ini

    Pada bulan Juli (musim timur), massa air Laut Jawa mengisi diduga karena pengaruh aktifitas didaratan cukup dominan .seluruh kawasan Paparan Sunda dari permukaan hingga

    Temperatur yang lebih hangat yang terpantau di perairan kedalaman 100 m. Selanjutnya massa air Samudera Hindia pesisir Banten samar-samar masih terlihat hingga kedalaman mulai memasuki kawasan Paparan Sunda dikedalaman kira-10 m. Selanjutnya pada kedalaman 20-40 m, temperatur kira 100 m. yang lebih dingin yang terpantau di depan Teluk Semangka

    Pada bulan Juni (musim timur), massa air Laut Jawa mengisi makin jelas terlihat dan mulai menyebar ke arah tenggara dan perairan selat hingga kedalaman 50 m. Pada Kedalaman 50-barat daya. Temperatur yang dingin ini diduga datang dari 150 m, terlihat terjadi percampuran antara massa air Laut Samudera Hindia. Pada kedalaman 60-150 m, temperatur Jawa dan massa Air Samudera Hindia. Massa air Samudera dingin sudah memenuhi seluruh perairan selat. Dari sebaran

    Gambar samping:Suasana jual-beli yang terjadi setiap hari di TempatPelelangan Ikan desa Panimbang Kabupaten Pandeglang.Di sekitar Selat Sunda (bagian Kabupaten Pandeglang)terdapat sekitar 9 TPI.

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN2625

    Gambar atas:Foto Pulau Sebesi diambil oleh Astronot Amerika Serikat dari pesawat

    ulang alik dengan nomor misi ISS002E9175 pada tanggal 12 Juli 2001.Dari salah satu sudut pulau ini, pada malam hari tampak semburan

    warna merah yang berasal dari perut Anak Krakatau.

  • temperatur horizontal terlihat bahwa massa air dari Samudera Hindia mulai memasuki perairan Selat Sunda di kedalaman 20 m.

    Pada bulan Juni (musim timur), sebaran temperatur opermukaan berkisar antara 29,3-29,7 C. Temperatur yang

    lebih hangat hampir memenuhi seluruh perairan selat, sedangkan temperatur yang lebih dingin samar-samar mulai terlihat di depan Teluk Semangka. Pada kedalaman 5-40 m, sebaran horisontal temperatur masih identik seperti yang tergambar di permukaan. Pada kedalaman 60-150 m, sebaran horizontal temperatur yang lebih dingin yang datang dari Samudera Hindia lebih mendominasi seluruh perairan selat.

    Sebaran Vertikal TemperaturPada bulan Oktober-November profil melintang menggambarkan bahwa massa air Laut Jawa yang dicirikan dengan temperatur yang lebih hangat menempati lapisan permukaan hingga kedalaman 100 m di kawasan Paparan Sunda sedangkan massa air Samudera Hindia yang dicirikan dengan temperatur yang dingin setelah bertemu dengan

    masih identik seperti yang tergambar di permukaan selat, lereng dasar laut yang curam akan tenggelam menyusuri hanya lokasi temperatur yang lebih hangat terkosentrasi di lereng dasar laut tersebut.perairan pesisir Banten. Temperatur yang lebih hangat ini

    Pada bulan Juli (musim timur), massa air Laut Jawa mengisi diduga karena pengaruh aktifitas didaratan cukup dominan .seluruh kawasan Paparan Sunda dari permukaan hingga

    Temperatur yang lebih hangat yang terpantau di perairan kedalaman 100 m. Selanjutnya massa air Samudera Hindia pesisir Banten samar-samar masih terlihat hingga kedalaman mulai memasuki kawasan Paparan Sunda dikedalaman kira-10 m. Selanjutnya pada kedalaman 20-40 m, temperatur kira 100 m. yang lebih dingin yang terpantau di depan Teluk Semangka

    Pada bulan Juni (musim timur), massa air Laut Jawa mengisi makin jelas terlihat dan mulai menyebar ke arah tenggara dan perairan selat hingga kedalaman 50 m. Pada Kedalaman 50-barat daya. Temperatur yang dingin ini diduga datang dari 150 m, terlihat terjadi percampuran antara massa air Laut Samudera Hindia. Pada kedalaman 60-150 m, temperatur Jawa dan massa Air Samudera Hindia. Massa air Samudera dingin sudah memenuhi seluruh perairan selat. Dari sebaran

    Gambar samping:Suasana jual-beli yang terjadi setiap hari di TempatPelelangan Ikan desa Panimbang Kabupaten Pandeglang.Di sekitar Selat Sunda (bagian Kabupaten Pandeglang)terdapat sekitar 9 TPI.

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN2625

    Gambar atas:Foto Pulau Sebesi diambil oleh Astronot Amerika Serikat dari pesawat

    ulang alik dengan nomor misi ISS002E9175 pada tanggal 12 Juli 2001.Dari salah satu sudut pulau ini, pada malam hari tampak semburan

    warna merah yang berasal dari perut Anak Krakatau.

  • Gambar samping:Pemasangan (deployment) alat pengukurSalinitas, Temperatur dan Kedalaman - CTD.CTD merupakan salah satu instrumen kelautanyang paling banyak dipakai dalam survei.

    Gambar bawah:Pemasangan (deployment) alat pengukurpasang surut, yang biasa disebut Tide Gauge

    Hindia yang mengisi perairan Selat Sunda terlihat di psu. Pada kedalaman 31-81 m, sebaran salinitas masih identik

    kedalaman 150 m. seperti yang tergambar di kedalaman 21 m, dimana salinitas

    tinggi mendominasi seluruh perairan selat.SalinitasSebaran Horizontal Salinitas Pada bulan Juli (musim timur), salinitas di permukaan selat Pada bulan Oktober-November sebaran horizontal salinitas

    berkisar antara 31,5-32,5 psu. Salinitas rendah berada di berkisar antara 32,8-33,4 psu. Di kedalaman 21 m, salinitas

    mulut selat dan salinitas tinggi terdapat di depan Teluk tinggi tercatat di perairan pesisir Banten dan salinitas rendah

    Semangka. Pada kedalaman 5 m, salinitas tinggi yang berasal tercatat di depan Teluk Semangka dengan isohalin 33,075

    dari Samudera Hindia mulai memasuki perairan selat dan

    Gambar bawah: Peta batimetri Selat Sunda

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN2827

  • Gambar samping:Pemasangan (deployment) alat pengukurSalinitas, Temperatur dan Kedalaman - CTD.CTD merupakan salah satu instrumen kelautanyang paling banyak dipakai dalam survei.

    Gambar bawah:Pemasangan (deployment) alat pengukurpasang surut, yang biasa disebut Tide Gauge

    Hindia yang mengisi perairan Selat Sunda terlihat di psu. Pada kedalaman 31-81 m, sebaran salinitas masih identik

    kedalaman 150 m. seperti yang tergambar di kedalaman 21 m, dimana salinitas

    tinggi mendominasi seluruh perairan selat.SalinitasSebaran Horizontal Salinitas Pada bulan Juli (musim timur), salinitas di permukaan selat Pada bulan Oktober-November sebaran horizontal salinitas

    berkisar antara 31,5-32,5 psu. Salinitas rendah berada di berkisar antara 32,8-33,4 psu. Di kedalaman 21 m, salinitas

    mulut selat dan salinitas tinggi terdapat di depan Teluk tinggi tercatat di perairan pesisir Banten dan salinitas rendah

    Semangka. Pada kedalaman 5 m, salinitas tinggi yang berasal tercatat di depan Teluk Semangka dengan isohalin 33,075

    dari Samudera Hindia mulai memasuki perairan selat dan

    Gambar bawah: Peta batimetri Selat Sunda

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN2827

  • mulai menyebar kearah tenggara. Salinitas tinggi yang terpantau mengelilingi gunung api krakatau sedang salinitas

    terpantau di depan Teluk Semangka semakin jelas terlihat tinggi tercatat di seluruh perairan selat. Fenomena ini belum

    pada kedalaman 10-40 m, sedangkan di kedalaman 60-150 dapat dijelaskan dalam penelitian ini.

    m, salinitas tinggi yang berasal dari Samudera Hindia mulai Diharapkan pada studi selanjutnya setelah mengkaji semua

    mengisi seluruh perairan selat Pada bulan Juni 2002 (musim parameter fisika, kimia biologi dan geologi, fenomena ini

    timur), salinitas permukaan berkisar antara 28,5-32,5 psu. Di dapat dijelaskan dengan lebih komprehensif. Pada kedalaman

    permukaan ini muncul satu fenomena yaitu salinitas rendah

    5 m, salinitas rendah yang mengelilingi gunung api krakatau Saat air menjelang pasang , pola elevasi muka laut di Samudra samar-samar masih terlihat, dan salinitas tinggi yang berasal Hindia lebih tinggi (sekitar +0,36 m di atas muka laut rata-dari Samudera hindia mulai terlihat memasuki perairan selat rata) dibandingkan dengan di Laut Jawa (sekitar -0,41 m, di dan fenomena ini masih terlihat hingga kedalaman 30 m. bawah muka laut rata-rata). Pada kondisi ini, pergerakan arus Pada kedalaman 40-150 m, salinitas tinggi yang datang dari sangat kecil namun cenderung mengarah dari Selat Sunda Samudera Hindia sudah mengisi seluruh perairan selat. menuju ke Laut Jawa. Arus maksimum sekitar 0,27 m/detik

    terjadi di daerah Bakauhuni. Sebaran Vertikal SalinitasPada bulan Oktober-November salinitas rendah yang Saat air pasang, gradien (kemiringan) pola elevasi muka yang merupakan ciri dari massa air Laut Jawa terpantau hingga menurun dari arah Samudra Hindia menuju Laut Jawa kedalaman kira-kira 100 m, sedangkan salinitas tinggi yang semakin bertambah besar, yaitu dengan kisaran sekitar diduga datang dari samudera Hindia memasuki perairan selat, +0,72 m hingga 0,55 m. Dengan keadaan ini arus semakin namun setelah membentur lereng dasar laut yang curam banyak bergerak memasuki Laut Jawa dari arah Samudra massa air Samudera Hindia tenggelam menyusuri lereng Hindia (ke timur dan timur laut), dengan kecepatan tersebut. maksimum sekitar 1,54 m/detik terjadi di sekitar Bakauhuni.

    Pada bulan Juli (musim timur), massa air Laut Jawa mengisi Saat air menjelang surut, pola elevasi muka laut di seluruh perairan Paparan Sunda dari permukaan hingga kedalaman daerah Selat Sunda hampir seragam yaitu berada di sekitar 50 m sedangkan massa air di daerah Samudera Hindia muka laut rata-rata, yaitu dengan kisaran lebih kurang hanya -terpantau di kedalaman 50-1000 m. 0,04 m hingga -0,17 m, kecuali di Teluk Lampung sekitar

    0,30 m. Akibat dari keadaan ini maka pola arus dari Selat Pada bulan Juni (musim timur), massa air Laut Jawa mengisi Sunda ke Laut Jawa mulai melemah, dengan kecepatan seluruh perairan selat hingga kedalaman 50 m, sedangkan di maksimum 0,99 m/detik di daerah Bakauhuni. perairan Samudera Hindia, massa air Laut Jawa hanya

    menempati lapisan tipis yaitu hingga kedalaman 25 m. Saat air surut, gradien (kemiringan) elevasi muka laut berbalik dimana muka laut di Laut Jawa lebih tinggi (sekitar +0,28 m) Hidrodinamikadari pada di Samudra Hindia (lebih kurang -0,56 m). Pola Pola hidrodinamika, yaitu pola elevasi muka laut sesaat dan arus juga berbalik arah dari Laut Jawa menuju Selat Sunda pola arus yang diakibatkannya, yang merupakan hasil simulasi dengan kecepatan maksimum sekitar 1,16 m/detik terjadi di model. Pola hidrodinamika sesaat tersebut dicuplik pada daerah Bakauhuni. kondisi air pasang surut purnama (saat bulan purnama dan

    bulan mati) dan perbani (saat bulan seperempat dan tiga Pola Arus Pasut Kondisi Perbani

    perempat penuh). Pada masing-masing kondisi dicuplik pada Pola arus pasut dan elevasi muka air hasil simulasi model pada saat air pasang tinggi, air menuju surut, air surut rendah, dan kondisi pasut perbani (Neap Tide Condition) adalah sebagai air surut menuju pasang. Titik referensi waktu cuplik pasang berikut:surut yang digunakan pada model ini adalah Stasiun Ketapang

    Saat air pasang, elevasi muka laut di Samudra Hindia lebih Pola Arus Pasut Kondisi Purnama tinggi (sekitar +0,37 m) dari pada di Laut Jawa (sekitar -0,43 Pola arus pasut dan elevasi muka air hasil simulasi model pada

    m). Arus bergerak cukup kuat dengan magnitudo maksimum kondisi pasut purnama (Spring Tide Condition) adalah sebagai

    sebesar 1,05 m/detik di daerah Bakauhuni, dari arah berikut:

    Samudra Hindia memasuki Laut Jawa. Pola arus ini tidak

    Gambar atas:Suasana pantai pada saat air laut sedang surut di daerah Anyer.Tampak morfologi pantai berkarang yang mendominasi sebagian

    besar pantai di daerah ini

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN3029

  • mulai menyebar kearah tenggara. Salinitas tinggi yang terpantau mengelilingi gunung api krakatau sedang salinitas

    terpantau di depan Teluk Semangka semakin jelas terlihat tinggi tercatat di seluruh perairan selat. Fenomena ini belum

    pada kedalaman 10-40 m, sedangkan di kedalaman 60-150 dapat dijelaskan dalam penelitian ini.

    m, salinitas tinggi yang berasal dari Samudera Hindia mulai Diharapkan pada studi selanjutnya setelah mengkaji semua

    mengisi seluruh perairan selat Pada bulan Juni 2002 (musim parameter fisika, kimia biologi dan geologi, fenomena ini

    timur), salinitas permukaan berkisar antara 28,5-32,5 psu. Di dapat dijelaskan dengan lebih komprehensif. Pada kedalaman

    permukaan ini muncul satu fenomena yaitu salinitas rendah

    5 m, salinitas rendah yang mengelilingi gunung api krakatau Saat air menjelang pasang , pola elevasi muka laut di Samudra samar-samar masih terlihat, dan salinitas tinggi yang berasal Hindia lebih tinggi (sekitar +0,36 m di atas muka laut rata-dari Samudera hindia mulai terlihat memasuki perairan selat rata) dibandingkan dengan di Laut Jawa (sekitar -0,41 m, di dan fenomena ini masih terlihat hingga kedalaman 30 m. bawah muka laut rata-rata). Pada kondisi ini, pergerakan arus Pada kedalaman 40-150 m, salinitas tinggi yang datang dari sangat kecil namun cenderung mengarah dari Selat Sunda Samudera Hindia sudah mengisi seluruh perairan selat. menuju ke Laut Jawa. Arus maksimum sekitar 0,27 m/detik

    terjadi di daerah Bakauhuni. Sebaran Vertikal SalinitasPada bulan Oktober-November salinitas rendah yang Saat air pasang, gradien (kemiringan) pola elevasi muka yang merupakan ciri dari massa air Laut Jawa terpantau hingga menurun dari arah Samudra Hindia menuju Laut Jawa kedalaman kira-kira 100 m, sedangkan salinitas tinggi yang semakin bertambah besar, yaitu dengan kisaran sekitar diduga datang dari samudera Hindia memasuki perairan selat, +0,72 m hingga 0,55 m. Dengan keadaan ini arus semakin namun setelah membentur lereng dasar laut yang curam banyak bergerak memasuki Laut Jawa dari arah Samudra massa air Samudera Hindia tenggelam menyusuri lereng Hindia (ke timur dan timur laut), dengan kecepatan tersebut. maksimum sekitar 1,54 m/detik terjadi di sekitar Bakauhuni.

    Pada bulan Juli (musim timur), massa air Laut Jawa mengisi Saat air menjelang surut, pola elevasi muka laut di seluruh perairan Paparan Sunda dari permukaan hingga kedalaman daerah Selat Sunda hampir seragam yaitu berada di sekitar 50 m sedangkan massa air di daerah Samudera Hindia muka laut rata-rata, yaitu dengan kisaran lebih kurang hanya -terpantau di kedalaman 50-1000 m. 0,04 m hingga -0,17 m, kecuali di Teluk Lampung sekitar

    0,30 m. Akibat dari keadaan ini maka pola arus dari Selat Pada bulan Juni (musim timur), massa air Laut Jawa mengisi Sunda ke Laut Jawa mulai melemah, dengan kecepatan seluruh perairan selat hingga kedalaman 50 m, sedangkan di maksimum 0,99 m/detik di daerah Bakauhuni. perairan Samudera Hindia, massa air Laut Jawa hanya

    menempati lapisan tipis yaitu hingga kedalaman 25 m. Saat air surut, gradien (kemiringan) elevasi muka laut berbalik dimana muka laut di Laut Jawa lebih tinggi (sekitar +0,28 m) Hidrodinamikadari pada di Samudra Hindia (lebih kurang -0,56 m). Pola Pola hidrodinamika, yaitu pola elevasi muka laut sesaat dan arus juga berbalik arah dari Laut Jawa menuju Selat Sunda pola arus yang diakibatkannya, yang merupakan hasil simulasi dengan kecepatan maksimum sekitar 1,16 m/detik terjadi di model. Pola hidrodinamika sesaat tersebut dicuplik pada daerah Bakauhuni. kondisi air pasang surut purnama (saat bulan purnama dan

    bulan mati) dan perbani (saat bulan seperempat dan tiga Pola Arus Pasut Kondisi Perbani

    perempat penuh). Pada masing-masing kondisi dicuplik pada Pola arus pasut dan elevasi muka air hasil simulasi model pada saat air pasang tinggi, air menuju surut, air surut rendah, dan kondisi pasut perbani (Neap Tide Condition) adalah sebagai air surut menuju pasang. Titik referensi waktu cuplik pasang berikut:surut yang digunakan pada model ini adalah Stasiun Ketapang

    Saat air pasang, elevasi muka laut di Samudra Hindia lebih Pola Arus Pasut Kondisi Purnama tinggi (sekitar +0,37 m) dari pada di Laut Jawa (sekitar -0,43 Pola arus pasut dan elevasi muka air hasil simulasi model pada

    m). Arus bergerak cukup kuat dengan magnitudo maksimum kondisi pasut purnama (Spring Tide Condition) adalah sebagai

    sebesar 1,05 m/detik di daerah Bakauhuni, dari arah berikut:

    Samudra Hindia memasuki Laut Jawa. Pola arus ini tidak

    Gambar atas:Suasana pantai pada saat air laut sedang surut di daerah Anyer.Tampak morfologi pantai berkarang yang mendominasi sebagian

    besar pantai di daerah ini

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN3029

  • a b

    c d

    Eelevasi muka air untuk keseluruhan Perairan Selat Sunda saat kondisi purnama pada:(A) Menjelang Pasang, (B) Pasang, (C) Menjelang Surut, (D) Surut

    a b

    c d

    Pola arus pasut untuk keseluruhan Perairan Selat Sunda saat kondisi purnama pada:(A) Menjelang Pasang, (B) Pasang, (C) Menjelang Surut, (D) Surut

    a b

    c d

    Elevasi muka air untuk keseluruhan Perairan Selat Sunda saat kondisi perbani pada:(A) Pasang, (B) Menjelang Surut, (C) Surut, (D) Menjelang Pasang

    a b

    c d

    Pola arus pasut untuk keseluruhan Perairan Selat Sunda saat kondisi perbani pada:(A) Pasang, (B) Menjelang Surut, (C) Surut, (D) Menjelang Pasang

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN3231

  • a b

    c d

    Eelevasi muka air untuk keseluruhan Perairan Selat Sunda saat kondisi purnama pada:(A) Menjelang Pasang, (B) Pasang, (C) Menjelang Surut, (D) Surut

    a b

    c d

    Pola arus pasut untuk keseluruhan Perairan Selat Sunda saat kondisi purnama pada:(A) Menjelang Pasang, (B) Pasang, (C) Menjelang Surut, (D) Surut

    a b

    c d

    Elevasi muka air untuk keseluruhan Perairan Selat Sunda saat kondisi perbani pada:(A) Pasang, (B) Menjelang Surut, (C) Surut, (D) Menjelang Pasang

    a b

    c d

    Pola arus pasut untuk keseluruhan Perairan Selat Sunda saat kondisi perbani pada:(A) Pasang, (B) Menjelang Surut, (C) Surut, (D) Menjelang Pasang

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN3231

  • Gambar atas:Salah satu komoditi perikanan tangkap (Tongkol) yangdijual di Pasar Tradisional desa Panimbang. Di pasar yangbersebelahan dengan TPI tersebut kebanyakan menjualikan segar dan ikan olahan seperti ikan asin, cumi rebusdan lain-lain.

    Gambar samping:Tampak seorang peneliti dari Pusris Wilnon yang sedangmelakukan analisa vegetasi Mangrove. Hutan Mangrovedikawasan sekitar Teluk Miskam - Selat Sunda didominasioleh genus Avicenia.

    berbeda dengan pada kondisi purnama, namun kecepatan serta terumbu karang. Hasil penelitian biomassa fitoplankton arusnya lebih kecil. di tiga stasiun penelitian perairan Selat Sunda, nilai rata-rata

    -29.524 tonkm . Saat air menjelang surut, elevasi muka laut di seluruh daerah Selat Sunda hampir sama, yaitu di sekitar muka laut rata-rata, Karena hasil penelitian nilai P/B (production/biomassa) untuk dengan kisaran sekitar -0,01 m hingga -0,35 m. Pada kondisi Selat Sunda tidak ada data, sehingga dicoba meminjam dari ini, kecepatan arus tetap bergerak dari arah Selat Sunda hasil penelitian Buchary et al di Selat Bali dengan nilai P/B

    -1menuju Laut Jawa namun dengan kecepatan yang mulai ratio adalah 30.00 tahun .melemah dengan magnitudo maksimum sekitar 0,94 m/detik

    Seagrass (lamun) yang terdapat di Selat Sunda di dominasi di daerah Bakauhuni. Pola elevasi muka laut dan arus pada dari jenis Enhalus acoroides, dari hasil penelitian di lapangan kondisi pasut purnama ini juga tidak berbeda dengan pada diperoleh nilai biomassa untuk lamun sebesar 0.000192 kondisi pasut perbani namun dengan magnitudo yang lebih

    -2tonkm dengan menggunakan metode line transek. Karena kecil.tidak adanya data, rasio P/B lamun diambil dari model Laut

    Saat air surut, pola elevasi muka laut pada kondisi ini mulai Cina Selatan yang dilakukan Pauly dan Christensen (1993), -1terlihat miring dari arah Laut Jawa (sekitar +0,10 m) ke dengan nilai 11.885 tahun .

    Samudra Hindia (sekitar -0,29 m). Dengan demikian pola Mangrovearus justru menunjukkan pembalikan arah namun masih Hutan mangrove di Selat Sunda didominasi oleh jenis

    lemah sekali (maksimum sekitar 0,18 m/detik). Pola arus ini Avicennia. Dari hasil penelitian diperoleh nilai biomassa

    sangat berbeda dengan keadaan pada saat pasut purnama, -2mangrove sebesar 17.925 tonkm .baik pada arah maupun magnitudonya.

    Saat air menjelang pasang, elevasi muka laut di seluruh daerah Selat Sunda semakin tinggi (sekitar +0,21 m di Laut Jawa dan sekitar -0,05 m di Samudra Hindia) menyebabkan arus berbalik arah, yaitu dari Laut Jawa menuju Samudra Hindia. Kecepatan maksimum sekitar 0,66 m/detik di daerah Bakauhuni. Pola arus pada saat ini juga berbeda dengan pada saat pasut purnama, baik pada pola maupun magnitudonya.

    EcopathBerdasarkan data primer dan sekunder yang diperoleh dilapangan, ekosistem di Selat Sunda dapat di kelompokkan dalam 16 (enam belas) termasuk kelompok detritus. Adapun data ke-16 kelompok fungsional ini dapat dilihat pada Tabel disamping;

    Input Model dan Balancing ModelProdusen Utama (Primary Producers)Dalam model ini produsen utama di bagi menjadi empat kelompok fungsional yaitu fitoplankton; lamun dan mangrove

    Tabel Ecopath

    No Kelompok Fungsional Komponen Kelompok

    1 Fitoplankton Bacteriastrum;Ceratium;Chaetozeros;Rhizosolenia;Hemiacilus.

    2 Lamun

    Enhalus acoroides; Cymodocea rotundata;

    Syringodium isoetifolium; Thalassia hemprinchii

    3

    Mangrove

    Avicennia marina

    4

    Terumbu karang

    Hard Coral Acropora; Hard Coral non Acropora5

    Zooplankton

    Calamida;Bikopleura;Cycloprida;Lucifer; Chaetognatha

    6

    LBS

    Soft coral; Sponge; Zoanthids

    7

    Pelagis kecil

    Rastrelliger

    brachysoma;Anodontostoma chacunda;Selaroides leptolepis;Dussumieria elopsoides

    Alectis indicus;Trichiurus haumela;Pelate quadrilineatusApogon quadrifasciatus; Leiognathus equulus

    Pentaprion longimanus; Sphyraena sp;

    Thryssa hamiltonii; Stolephorus indicus

    8

    Pelagis sedang

    Fistularia petimba; Scomberomorus guttatus;

    Euthynnus sp

    9

    Ikan Demersal

    Trachyrampus bicoarctatus; Areichthys tomentosus

    Scatophagus argus; Ephinephelus sexfasciatus

    Upeneussulphureus;Psettodeserumei;Nemipterus hexodonNemipterus japonicus; Nemipterus nematophorus

    Sufflamenfraenatus;Leiognathuselongates;SecutorruconiusCaranx sp

    10

    Makrozoobenthos

    Crassostrea spp ; Holothuroidea

    11

    Udang & Kepiting

    Portunus spp; Panaeus merguensis; Penaeid post Larvae12

    Kelompok Molluska

    Meretrix spp; Anadara spp

    13

    Cumi-cumi

    Loligo spp

    14

    Ikan Hiu

    Carcharhinidae

    15

    Burung Laut

    Haliaetus leucogaster

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN3433

  • Gambar atas:Salah satu komoditi perikanan tangkap (Tongkol) yangdijual di Pasar Tradisional desa Panimbang. Di pasar yangbersebelahan dengan TPI tersebut kebanyakan menjualikan segar dan ikan olahan seperti ikan asin, cumi rebusdan lain-lain.

    Gambar samping:Tampak seorang peneliti dari Pusris Wilnon yang sedangmelakukan analisa vegetasi Mangrove. Hutan Mangrovedikawasan sekitar Teluk Miskam - Selat Sunda didominasioleh genus Avicenia.

    berbeda dengan pada kondisi purnama, namun kecepatan serta terumbu karang. Hasil penelitian biomassa fitoplankton arusnya lebih kecil. di tiga stasiun penelitian perairan Selat Sunda, nilai rata-rata

    -29.524 tonkm . Saat air menjelang surut, elevasi muka laut di seluruh daerah Selat Sunda hampir sama, yaitu di sekitar muka laut rata-rata, Karena hasil penelitian nilai P/B (production/biomassa) untuk dengan kisaran sekitar -0,01 m hingga -0,35 m. Pada kondisi Selat Sunda tidak ada data, sehingga dicoba meminjam dari ini, kecepatan arus tetap bergerak dari arah Selat Sunda hasil penelitian Buchary et al di Selat Bali dengan nilai P/B

    -1menuju Laut Jawa namun dengan kecepatan yang mulai ratio adalah 30.00 tahun .melemah dengan magnitudo maksimum sekitar 0,94 m/detik

    Seagrass (lamun) yang terdapat di Selat Sunda di dominasi di daerah Bakauhuni. Pola elevasi muka laut dan arus pada dari jenis Enhalus acoroides, dari hasil penelitian di lapangan kondisi pasut purnama ini juga tidak berbeda dengan pada diperoleh nilai biomassa untuk lamun sebesar 0.000192 kondisi pasut perbani namun dengan magnitudo yang lebih

    -2tonkm dengan menggunakan metode line transek. Karena kecil.tidak adanya data, rasio P/B lamun diambil dari model Laut

    Saat air surut, pola elevasi muka laut pada kondisi ini mulai Cina Selatan yang dilakukan Pauly dan Christensen (1993), -1terlihat miring dari arah Laut Jawa (sekitar +0,10 m) ke dengan nilai 11.885 tahun .

    Samudra Hindia (sekitar -0,29 m). Dengan demikian pola Mangrovearus justru menunjukkan pembalikan arah namun masih Hutan mangrove di Selat Sunda didominasi oleh jenis

    lemah sekali (maksimum sekitar 0,18 m/detik). Pola arus ini Avicennia. Dari hasil penelitian diperoleh nilai biomassa

    sangat berbeda dengan keadaan pada saat pasut purnama, -2mangrove sebesar 17.925 tonkm .baik pada arah maupun magnitudonya.

    Saat air menjelang pasang, elevasi muka laut di seluruh daerah Selat Sunda semakin tinggi (sekitar +0,21 m di Laut Jawa dan sekitar -0,05 m di Samudra Hindia) menyebabkan arus berbalik arah, yaitu dari Laut Jawa menuju Samudra Hindia. Kecepatan maksimum sekitar 0,66 m/detik di daerah Bakauhuni. Pola arus pada saat ini juga berbeda dengan pada saat pasut purnama, baik pada pola maupun magnitudonya.

    EcopathBerdasarkan data primer dan sekunder yang diperoleh dilapangan, ekosistem di Selat Sunda dapat di kelompokkan dalam 16 (enam belas) termasuk kelompok detritus. Adapun data ke-16 kelompok fungsional ini dapat dilihat pada Tabel disamping;

    Input Model dan Balancing ModelProdusen Utama (Primary Producers)Dalam model ini produsen utama di bagi menjadi empat kelompok fungsional yaitu fitoplankton; lamun dan mangrove

    Tabel Ecopath

    No Kelompok Fungsional Komponen Kelompok

    1 Fitoplankton Bacteriastrum;Ceratium;Chaetozeros;Rhizosolenia;Hemiacilus.

    2 Lamun

    Enhalus acoroides; Cymodocea rotundata;

    Syringodium isoetifolium; Thalassia hemprinchii

    3

    Mangrove

    Avicennia marina

    4

    Terumbu karang

    Hard Coral Acropora; Hard Coral non Acropora5

    Zooplankton

    Calamida;Bikopleura;Cycloprida;Lucifer; Chaetognatha

    6

    LBS

    Soft coral; Sponge; Zoanthids

    7

    Pelagis kecil

    Rastrelliger

    brachysoma;Anodontostoma chacunda;Selaroides leptolepis;Dussumieria elopsoides

    Alectis indicus;Trichiurus haumela;Pelate quadrilineatusApogon quadrifasciatus; Leiognathus equulus

    Pentaprion longimanus; Sphyraena sp;

    Thryssa hamiltonii; Stolephorus indicus

    8

    Pelagis sedang

    Fistularia petimba; Scomberomorus guttatus;

    Euthynnus sp

    9

    Ikan Demersal

    Trachyrampus bicoarctatus; Areichthys tomentosus

    Scatophagus argus; Ephinephelus sexfasciatus

    Upeneussulphureus;Psettodeserumei;Nemipterus hexodonNemipterus japonicus; Nemipterus nematophorus

    Sufflamenfraenatus;Leiognathuselongates;SecutorruconiusCaranx sp

    10

    Makrozoobenthos

    Crassostrea spp ; Holothuroidea

    11

    Udang & Kepiting

    Portunus spp; Panaeus merguensis; Penaeid post Larvae12

    Kelompok Molluska

    Meretrix spp; Anadara spp

    13

    Cumi-cumi

    Loligo spp

    14

    Ikan Hiu

    Carcharhinidae

    15

    Burung Laut

    Haliaetus leucogaster

    DAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANANDAYA DUKUNG SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN3433

  • dari penelitian Copepods di Teluk Osaka (Koga 1987), Terumbu Karang Biomassa dan P/B terumbu karang mengacu pada Sorokin, sedangkan rasio Q/B diperoleh dari rata-rata sebesar 180,0

    -1(1981), yaitu biomassa coral polyp the Great Barrier Reef tahun diambil dari nilai Q/B mesozooplankton di Teluk sebesar 500 g.ww.m`. Monterey (Olivieri et al, 1993).

    Zooplankton LBS (Living Bottom Structure)Biomassa untuk kelompok zooplankton dari hasil survei, Data biomassa LBS di ambil dari Pauly et al. 1996, sebesar

    2 -1-2 -1mencapai 1.465 tonkm- . rasio P/B sebesar 38,0 tahun 20 tonkm . P/B dan Q/B masing-masing sebesar 1.7 tahun

    Gambar atas:Ikan Pari yang dijajakan di pasar tradisional merupakan

    salah satu dari berbagai macam hasil tangkapan nelayan.

    -1 Hiudan 4.015 tahun diambil dari hasil penelitian Model coral Untuk Hiu, nilai Biomassa, rasio P/B dan Q/B Selat Sunda reef di Karibia (Opitz, 1996).diambil dari hasil penelitian di Teluk Saleh. Nilai Biomassa Hiu

    -2Pelagis Kecil 0.240 tonkm , sedangkan rasio P/B dan Q/B masing-masing -2Nilai biomassa ikan pelagis kecil sebesar 0.687 tonkm , -1 -10.099 tahun dan 8.93 tahun .

    -1sedangkan rasio P/B dan Q/B masing-masing 4.891 tahun -1 Burung lautdan 12.418 tahun (Hasil Analisis, 2004).

    Karena tidak tersedianya data Biomassa, rasio P/B dan Q/B Pelagis sedang untuk burung laut di Selat Sunda, nilai diambil dari hasil

    -2Nilai biomassa ikan pelagis sedang sebesar 0.236 tonkm , penelitian biomasa dan rasio P/B dari hasil penelitian Jarre et -1sedangkan rasio P/B dan Q/B masing-masing 5.997 tahun al., 1991 di Peru (Buchary E et. al.,2001) dengan nilai 0.025

    -1dan 13.571 tahun (Hasil Analisis, 2004). -2 -1tonkm dan 0.05 tahun , sedangkan nilai rasio Q/B

    diperoleh dari rata-rata nilai Q/B 4 spesies burung dengan Ikan Demersal -2 menggunakan formula empiris (Nilsson and Nilsson., 1976) Nilai biomassa ikan demersal 0.0204 tonkm , sedangkan

    -1-1 sebesar 67.67 tahun .rasio P/B dan Q/B masing-masing 2.564 tahun dan 13.502 -1tahun (Hasil Analisis, 2004).

    Detritus-2Biomassa detritus sebesar 10.50 tonkm , diperoleh dengan Makrozoobenthos

    -2 menggunakan formula empiris Pauly et al (1993) dengan PP Nilai biomassa makrozoobenthos sebesar 2.69 tonkm = 300 gC/m/tahun dan E = 50 m.mengacu dari hasil penelitian di Selat Bali (Buchary et al,

    1999); sedangkan nilai rasio P/B dan Q/B diambil dari hasil Hasil Basic Estimation

    penelitian makrobenthos di Teluk Monterey (Olivieri et al, Hasil terakhir dari input parameter (Biomassa, rasio P/B dan 1993). Q/B) dan balancing model dapat dilihat pada Tabel dibelakang

    demikian juga dengan diet matrix-nya, serta diagram dari Udang dan Kepiting-2 trophic level ekosistem Selat Sunda pada Gambar tersebut.Nilai biomassa uadang dan kepiting sebesar 0.0029 tonkm

    diambil dari hasil penelitian di Laut Jawa (Torres et al. 1996); Dari Gambar tersebut dapat diketahui bahwa Ekosistem Selat

    sedangkan nilai rasio P/B dan Q/B dari hasil model pantai Sunda terdiri dari lebih empat trophic level, dengan

    Brunei (Silvestre et al.,1993).kelompok Shark (Hiu) berada di level predator teratas

    dengan nilai trophic level tinggi yaitu 4.2 dan nilai MolluskaNilai biomassa molluska diambil dari hasil penelitian Benthik production/consumtion yang rendah 0.011. Untuk trophic Infauna di Selat Bali (Buchary et al.,1999); nilai rasio P/B dan level rendah ada 10 kelompok fungsional yaitu Fitoplankton, Q/B diambil dari makrobenthos di Teluk Monterey (Olivieri et Lamun, Mangrove, Terumbu karang, Zooplankton, LBS, al, 1993). Udang & Kepiting, Molluska, Cumi-cumi dan Detritus dan 2

    kel