Buku Ajar HHBK

download Buku Ajar HHBK

of 295

description

Buku Ajar HHBK

Transcript of Buku Ajar HHBK

  • BUKU AJAR

    HASIL HUTAN BUKAN KAYU

    Oleh :

    IR. BAHARUDDIN, MP. IRA TASKIRAWATI, S.Hut., M.Si

    FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

    2009

  • xiii

    RINGKASAN MATERI

    Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan hasil hutan yang menjadi harapan setelah era hasil hutan kayu mengalami penurunan akibat luas hutan dan potensi semakin berkurang. HHBK ini merupakan hasil hutan yang sangat banyak jumlahnya dan memiliki banyak manfaat setiap jenisnya sehingga akan menyebabkan masalah di dalam pengelompokan dan memberian sap-sap materi pengajaran. Berdasarkan hal tersebut maka dibuatlah materi perkuliahan yang dianggap dapat memayungi semua materi walaupun secera keseluruhan tidak dapat disajikan secara tuntas dalam Satuan Acara Pengajaran (SAP) atau GBRP. Dalam materi ini diberikan dalam 8 Bab meliputi : Bab I. Pengertian Hasil Hutan Bukan kayu, Bab II. Tumbuhan Monokotil, Bab III. Minyak Atsiri, Bab IV Minyak dan Lemak, Bab V. Tumbuhan Penghasil Ekstraktif/Eksudat, Bab VI. Gaharu, Bab VII. Serangga Berguna, sedangkan Jenis-jenis Hasil Hutan Bukan Lainnya di bahas pada Bab VIII.

  • ix

    TINJAUAN MATA KULIAH A. Diskripsi Mata Kuliah :

    Buku ini memaparkan mengenai Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu, Klasifikasi Hasil Hutan Bukan Kayu, Mengetahui Potensi, Penyebaran, Pemanenan, Pengolahan, Pengujian Kualitas, dan Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu.

    B. Tujuan Umum

    Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa akan dapat menjelaskan pengertian dan klasifikasi hasil hutan bukan kayu, mengetahui potensi, penyebaran, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan bukan kayu.

    C. Kegunaan Mata Kuliah :

    Mahasiswa diharapkan mampu mengenal, mengetahui, mengolah, serta memasarkan hasil hutan bukan kayu yang merupakan salah satu kekayaan hasil hutan selain kayu Kompetensi Utama : 1. Meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi

    sumberdaya hutan dan hasil hutan secara lestari.

    2. Merancang dan merekayasa produk hasil hutan.

    Kompetensi Pendukung : 1. Mampu mengkomunikasikan pikiran dan gagasan secara lisan dan tertulis serta dapat bekerjasama dengan orang lain.

    2. Mampu menggunakan teknologi informasi dalam memperoleh dan menyebarkan informasi tentang hasil hutan bukan kayu.

    Kompetensi Lainnya : Mampu bermitra dan bersinergi dengan

    masyarakat.

  • x

    D. Tujuan Umum dan Khusus Tiap Bab

    Materi Tujuan Umum Tujuan Khusus BAB I. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu

    (HHBK)

    Menjelaskan pengertian hasil hutan bukan kayu dan produk-produk kehutanan yang masuk dalam HHBK

    Mendefinisikan, Mengidentifikasi, dan klasifikasi HHBK yang mempunyai nilai sosial ekonomi

    BAB II. Tumbuhan Monokotil

    Menjelaskan jenis-jenis tumbuhan monokotil; perbedaan dengan jenis dikotil, dan klasifikasi jenis-jenis monokotil, serta beberapa pengolahan produk monokotil dan pemasarannya.

    Menjelaskan bambu, rotan, aren dan nipah sebagai hasil hutan bukan kayu dari tumbuhan monokotil

    BAB III. Minyak Atsiri

    Menjelaskan tentang HHBK minyak atsiri; tanaman penghasil minyak atsiri; karakteristik bahan baku minyak atsiri dan metode ekstraksi minyak atsiri dari beberapa jenis yang memberikan nilai ekonomi yang tinggi serta cara pengujian beberapa produk minyak atsiri dan pemasarannya.

    Menjelaskan kayu putih, minyak eukaliptus dan minyak nilam sebagai produk hasil hutan bukan kayu dari golongan minyak atsiri

  • xi

    Materi Tujuan Umum Tujuan Khusus BAB IV Minyak dan Lemak Menjelaskan tentang HHBK

    minyak/lemak; tanaman penghasil minyak/lemak; karakteristik bahan baku minyak/lemak, dan metode ekstraksi minyak/lemak dari beberapa jenis yang memberikan nilai ekonomi yang tinggi serta cara pengujian beberapa produk minyak/lemak dan pemasarannya.

    Menjelaskan jarak, kemiri, tengkawang, dan kalumpang sebagai produk hasil hutan bukan kayu dari golongan minyak/lemak

    BAB V. Tumbuhan Penghasil Ekstraktif/Eksudat

    Menjelaskan jenis-jenis tumbuhan penghasil ekstraktif/eksudat, potensi dan penyebarannya, bahan baku, teknologi pengolahannya, produk turunannya, kualitas dan cara pengujian beberapa produk dan pemasarannya.

    Menjelaskan resin (Kopal, damar, gondorukem, kemenyan dan jernang) dan tanin (Bahan Penyamak/Pewarna alami) sebagai produk hasil hutan bukan kayu dari golongan ekstraktif/eksudat

    BAB VI. Gaharu

    Menjelaskan jenis-jenis tumbuhan penghasil gaharu, potensi dan penyebarannya, teknologi produksi dan pengolahannya, produk turunannya, kualitas dan pemasarannya.

    Menjelaskan gaharu sebagai produk hasil hutan bukan kayu

  • xii

    Materi Tujuan Umum Tujuan Khusus BAB VII. Serangga Berguna

    Menjelaskan jenis-jenis serangga hutan, potensi dan budidaya, teknologi pengolahannya, produk turunannya, kualitas dan cara pengujian beberapa produk serangga hutan dan pemasarannya.

    Menjelaskan lebah madu, ulat sutera dan kutu lak sebagai serangga berguna penghasil produk hasil hutan bukan kayu

    BAB VIII. Jenis-Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Lainnya

    Menjelaskan, jenis-jenis hasil hutan bukan kayu lainnya, potensi dan budidaya, teknologi pengolahannya, produk turunannya, kualitas dan cara pengujian beberapa produk dan pemasarannya.

    Menjelaskan HHBK turunan kayu, tumbuhan obat dan tumbuhan penghasil pati sebagai HHBK.

  • 13

  • ii

    KATA PENGANTAR Dalam rangka melaksanakan sistem pengajaran berbasis Student Center Learning (SCL), maka keberadaan bahan ajar dalam bentuk buku ajar menjadi sangat penting. Bukan berarti bahwa bahan ajar tersebut merupakan satu-satunya buku wajib yang harus dimiliki oleh mahasiswa tetapi merupakan acuan untuk dapat memperoleh atau mengakses materi-materi yang berkaitan dengan mata kuliah tersebut. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan mata kuliah wajib diberikan berdasarkan dengan kurikulum yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut maka disusunlah buku ajar ini sebagai acuan untuk mempelajari lebih jauh tentang HHBK. Dalam cakupan materi tentang HHBK maka dalam buku ajar ini sangat terbatas dan difoukuskan kepada HHBK yang merupakan bernilai ekonomi dan bernilai sosial tinggi. Namun dalam cakupan pelaksanaan tugas mandiri dan berkelompok mahasiswa akan diajak untuk mempelajari HHBK lainnya walaupun tidak terdapat dalam Buku Ajar ini, namun secara klasifikasi merupakan bagian HHBK. Berdasarkan manfaat ekonomi dan sosialnya maka sumber pengetahuan tentang HHBK tidak hanya diperoleh dari ruang kuliah, perpustakaan, dan internet, tetapi dimasyarakat juga merupakan sumber utama terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan HHBK sesuai dengan masyarakat lokal atau secara etnobotani. Dengan selesainya buku ajar ini diharapkan memberikan manfaat yang besar bagi pengembangan ilmu kehutanan terutama berkaitan dengan Hasil Hutan Bukan Kayu. Namun disadari bahwa masih ditemui banyak kekurangan sehingga setiap saat perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dan revisi sesuai dengan perkembangan dimasyarakat.

    Makassar, Agustus 2009 Tim Penyususn

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul ................................................................................. i

    Kata Pengantar ................................................................................. ii

    Daftar Isi ................................................................................. iii

    Daftar Tabel ................................................................................. vi

    Daftar Gambar ................................................................................. vii

    Tinjauan Mata Kuliah .................................................................................

    Ringkasan Materi .................................................................................

    BAB I. PENGERTIAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU .................... I-1 Tujuan Umum .......................................................................... I-1 Tujuan Khuus .......................................................................... I-1

    1.1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu ................................. I-1 1.2. Klasifikasi HHBK ............................................................. I-3 1.3. Peran Hasil Hutan Bukan Kayu bagi Kehidupan Manusia . I-6 1.4. Bahan Diskusi .................................................................... I-9 1.5. Bacaan/Rujukan Pengayaan .............................................. I-9 1.6. Latihan Soal-Soal .............................................................. I-9

    BAB II. TUMBUHAN MONOKOTIL .................................................... II-1 Tujuan Umum .......................................................................... II-1

    Tujuan Khusus .......................................................................... II-1 2.1. Mengenal Tumbuhan Monokotil ....................................... II-1 2.2. Perbedaan Tumbuhan Monokotil dan Dikotil ................... II-1 2.3. Klasifikasi Tumbuhan Monokotil ...................................... II-8 2.4. Peranan Tumbuhan Monokotil bagi Manusia ................... II-10 2.5. Beberapa Produk Monokotil dan Pemasarannya ............... II-11 2.5.1. Rotan .............................................................................. II-11 2.5.2. Bambu ............................................................................ II-42 2.5.3. Sagu ................................................................................ II-51 2.5.4. Aren ................................................................................ II-91 2.5.5. Nipah ................................................................................ II-103 2.6. Bahan Diskusi .................................................................... II-114 2.7. Bacaan/Rujukan Pengayaan .............................................. II-115 2.8. Latihan Soal-Soal .............................................................. II-115

    BAB III. MINYAK ATSIRI .................................................................... III-1

    Tujuan Umum ........................................................................... III-1 Tujuan Khusus .......................................................................... III-1 3.1. Pengertian HHBK Minyak Atsiri ...................................... III-1 3.2. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri .................................... III-2

  • iv

    3.2.1. Melaleuca Leucadendron Linn ...................................... III-2 3.3.2. Eucalyptus deglupta ........................................................ III-7 3.2.3. Pogostemon heyneanus Benth ....................................... III-9 3.3. Karakteristik Bahan Baku Minyak Atsiri .......................... III-17

    3.3.1. Komposisi Kimia Minyak Atsiri .............................. III-17 3.3.2. Proses Terbentuknya Minyak Atsiri ......................... III-18

    3.4. Kegunaan Minyak Atsiri ..................................................... III-20 3.5. Metode Ekstraksi Minyak Atsiri ......................................... III-22 3.6. Bahan Diskusi .................................................................... III-26 3.7. Bacaan/Rujukan Pengayaan .............................................. III-26 3.8. Latihan Soal-Soal .............................................................. III-26

    BAB IV. MINYAK DAN LEMAK ......................................................... IV-1 Tujuan Umum .......................................................................... IV-1 Tujuan Khusus .......................................................................... IV-1

    4.1. Pengertian HHBK Minyak dan Lemak ............................. IV-1 4.2. Tanaman Penghasil Minyak dan Lemak ........................... IV-2 4.2.1. Minyak Jarak .................................................................... IV-2 4.2.2. Minyak Kemiri ............................................................... IV-3 4.2.3. Minyak Tengkawang ....................................................... IV-6 4.2.4. Minyak Kalumpang ......................................................... IV-8 4.3. Metode Ekstraksi Minyak dan Lemak ............................... IV-11 4.4. Bahan Diskusi .................................................................... IV-14 4.5. Bacaan/Rujukan Pengayaan .............................................. IV-14 4.6. Latihan Soal-Soal .............................................................. IV-15

    BAB V. TUMBUHAN PENGHASIL EKSTRAKTIF/EKSUDAT ....... V-1 Tujuan Umum ........................................................................... V-1 Tujuan Khusus .......................................................................... V-1

    5.1. Tumbuhan Penghasil Resin ................................................. V-1 5.1.1. Damar ............................................................................. V-2 5.1.2. Gondorukem .................................................................. V-6 5.1.3. Kemenyan ...................................................................... V-8 5.1.4. Kopal .............................................................................. V-10 5.1.5. Jernang ........................................................................... V-12 5.2. Tumbuhan Penghasil Tanin (Bahan Penyamak/Pewarna

    Alami) ................................................................................ V-13 5.2.1. Bahan Penyamak ............................................................ V-13 5.2.1. Bahan Pewarna ............................................................... V-16 5.3. Bahan Diskusi .................................................................... V-18 5.4. Bacaan/Rujukan Pengayaan .............................................. V-19 5.5. Latihan Soal-Soal .............................................................. V-19

    BAB VI. GAHARU .......................................................................... VI-1 Tujuan Umum .......................................................................... VI-1 Tujuan Khusus .......................................................................... VI-1

    6.1. Jenis-jenis Tumbuhan Penghasil Gaharu dan Penyebarannya ................................................................. VI-2

  • v

    6.2. Manfaat Gaharu ................................................................ VI-2 6.3. Teknologi Pengolahan Gaharu ......................................... VI-4 6.4. Pemanenan dan Penanganan Pasca Panen Gaharu .......... VI-5 6.5. Arti Ekonomi Tanaman Gaharu ....................................... VI-7 6.6. Bahan Diskusi .................................................................. VI-8 6.7. Bacaan/Rujukan Pengayaan ............................................. VI-8 6.8. Latihan Soal-Soal ............................................................. VI-8

    BAB VII. SERANGGA BERGUNA ........................................................ VII-1

    Tujuan Umum .......................................................................... VII-1 Tujuan Khusus .......................................................................... VII-1 7.1. Serangga Berguna ............................................................ VII-1 7.2. Jenis-jenis Serangga Hutan Berguna ............................... VII-1 7.2.1. Lebah Madu ................................................................... VII-1 7.2.2. Ulatsutera ....................................................................... VII-13 7.2.3. Kutu Lak ........................................................................ VII-28 7.3. Bahan Diskusi .................................................................. VII-42 7.4. Bacaan/Rujukan Pengayaan ............................................. VII-42 7.5. Latihan Soal-Soal ............................................................. VII-42

    BAB VIII. JENIS-JENIS HASIL HUTAN BUKAN KAYU LAINNYA... VIII-1 Tujuan Umum .......................................................................... VIII-1 Tujuan Khusus .......................................................................... VIII-1

    8.1. Jenis-jenis Hasil Hutan Kayu Lainnya ............................. VIII-1 8.1.1. Burung Walet ................................................................ VIII-1 8.1.2. Jamur .......................................................................... VIII-21 8.2. Bahan Diskusi .................................................................. VIII-31 8.3. Bacaan/Rujukan Pengayaan ............................................. VIII-32 8.4. Latihan Soal-Soal ............................................................. VIII-32

    Daftar Pustaka

  • vi

    DAFTAR TABEL

    Halaman 2.1. Perbedaan ciri pada tumbuhan monokotil dan dikotil

    berdasarkan ciri fisik ........................................................................ II-2 2.2. Sub-klas, ordo, dan famili dalam monocotiledoneae ....................... II-8 2.3. Potensi produksi rotan Indonesia ...................................................... II-14 2.4. Daftar jenis rotan komersil dan daerah sebaran di Indonesia ........... II-18 2.5. Penyebaran Marga Bambu ............................................................... II-43 2.6. Perkiraan potensi sagu di Indonesia, Papua Nugini,

    Ma1aysia. Thailand. Filipina dan Kepulauan Pasifik ....................... II-55 2.7. Perkiraan luas sagu di beberapa propinsi di Indonesia ..................... II-57 2.8. Luas areal hutan sagu di Irian Jaya ................................................... II-57 2.9. Sebaran dan luas areal sagu di Propinsi Maluku .............................. II-58 2.10. Sebaran dan luas areal sagu di Jawa Barat ........................................ II-60 2.11. Sebaran dan luas areal sagu di Riau .................................................. II-60 2.12. Populasi sagu di Pulau Seram, Buru dan Halmahera ........................ II-62 2.13. Populasi sagu siap panen berdasarkan jenisnya ................................ II-62 2.14. Produksi aci dan berbagai jenis sagu di Seram Barat ........................ II-63 2.15. Ukuran batang, umur dan hasil aci sagu di Irian Jaya ....................... II-64 2.16. Produksi rata-rata pohon sagu dari Jayapura ....................................... II-64 2.17. Produksi rata-rata aci sagu dan pohon sagu di Salawati Irian

    Jaya .................................................................................................... II-64 2.18. Data tanaman sagu di lembah Sungai Sepik Papua Nugini ............... II-65 2.19. Produksi aci per pohon di Riau .......................................................... II-65 3.1. Persyaratan mutu minyak kayu putih ............................................... III-6 4.1. Daftar komoditi hasil hutan bukan kayu kelompok minyak

    lemak ................................................................................................. IV-1 4.2. Perbedaan pengepresan hidrolik (Hydraulic Press) dengan

    pengepresan berulir (Screw Press) ................................................... IV-12 5.1. Daftar komoditi hasil hutan bukan kayu kelompok resin ................. V-2 5.2. Daftar komoditi hasil hutan bukan kayu kelompok tanin ................ V-13 5.3. Daftar komoditi hasil hutan bukan kayu kelompok bahan

    pewarna ............................................................................................. V-16 6.1. Harga glubal gaharu menurut kelas .................................................. VI-7 7.1. Persen kandungan air kokon ............................................................. VII-26 7.2. Penentuan kelas mutu kokon secara visual/fisik .............................. VII-28 8.1. Fase perkembangbiakan wallet ......................................................... VIII-14 8.2. Kandungan asam amino esensial, semi-esensial, dan non-

    esensial yang terdapat pada sarang wallet ........................................ VIII-19 8.3. Analisis zat gizi dari hasil uji coba 100 gram sarang burung

    walet dengan beberapa perlakuan ..................................................... VIII-20 8.4. Perbandingan kandungan gizi jamur dan bahan makanan

    lain (dalam %) .................................................................................... VIII-23

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman 2.1. Embrio pada tanaman jagung ............................................................. II-5 2.2. Perbedaan struktur tanaman dikotil (atas) dan monokotil

    (bawah) : akar, berkas pengangkutan, pertulangan daun, dan struktur bunga .................................................................................... II-6

    2.3. Contoh berbagai bentuk pertulangan daun pada tumbuhan monokot ............................................................................................. II-6

    2.4. Perakaran serabut dan akar adventif tumbuhan monocot ................. II-7 2.5. Penilaian sumber daya rotan dunia .................................................... II-17 2.6. Peta Pusat Daerah Sagu di Malaysia, Indonesia, Phillipina

    dan Papua Nugini .............................................................................. II-55 2.7. Peta Areal Sagu di Indonesia ............................................................. II-56 2.8. Potensi Tanaman Sagu ..................................................................... II-59 2.9. Peta penyebaran Corypha, Arenga, Euqeissona dan caryota ............. II-66 2.10. Penampang membujur batang sagu ................................................... II-73 2.11. Struktur mikrokopis empelur beberapa jenis sagu ........................ II-74 2.12. Skema pembuatan gula aren ............................................................. II-100 3.1. Mikrograf kilasan electron bahian-bagian daun 1.

    Eucalyptus camaldulensis 135x. 2. Ficus elastic, yang memperlihatkan litosista berisikan sistolit. Sumber FAHN A. (Anatomi Tumbuhan) ................................................................. III-20

    3.2. Penyulingan dengan air ...................................................................... III-24 4.1. Biji kemiri yang sudah dikupas dari cangkangnya ........................... IV-4 4.2. Alat pemecah biji kemiri .................................................................. IV-5 4.3. Buah tengkawang ............................................................................. IV-7 4.4. Pohon Kalumpang (S. foetida Linn.) yang terdapat di

    Universitas Hasanuddin, Makassar .................................................. IV-9 4.5. Buah kalumpang muda (A), Buah kalumpang siap panen (B) ........... IV-10 5.1. Bubuk damar .................................................................................... V-3 5.2. Gondorukem ..................................................................................... V-6 5.3. Pabrik Gondorukem Perum Perhutani .............................................. V-8 5.4. Kopal dari Madagaskar .................................................................... V-10 7.1. Ulatsutera .......................................................................................... VII-15 7.2. Beberapa produk hasil olahan lak : a. lak putih, b. Mica, c.

    kayu yang telah dipernis, d. keripik lak, e. permen yang menggunakan lak sebagai pelapis .................................................... VII-29

    7.3. Proses penularan kutu lak : a. Seleksi bibit, b-c. Memasukkan bibit lak dalam kantong, d. Bibit lak di bawa ke lapangan, e. Persiapan penularan lak, f-g. Peletakan bibit lak pada tanaman kesambi, h. Bibit lak yang telah diletakkan di pohon ............................................................................................ VII-33

    7.4. Kutu lak yang swarming dan mulai mencari tempat pada ranting (beberapa hari setelah peletakan bibit) .................................. VII-34

    7. 5. Kutu lak setelah 1 bulan penularan .................................................. VII-34 7.6. Kutu lak yang menulari ranting tanaman kesambi ........................... VII-34

  • viii

    7.7. Pungutan bekas bibit lak dikeluarkan dari kantong untuk dikirim ke pabrik ............................................................................... VII-36

    7.8. Lak siap unduh ................................................................................. VII-37 7.9. Proses pengunduhan lak batang : a-b. Pemotongan cabang

    dan ranting yang akan diunduh, c. Ranting hasil pemangkasan, d-f. Pemotongan dan pengguntingan lak cabang ............................................................................................... VII-38

    7.10. Perlakuan unduhan prematur ............................................................ VII-38 7.11. Tanaman inang setelah dilakukan pengunduhan ............................. VII-38 7.12. Lak dari hutan yang dikumpulkan di gudang untuk diseleksi:

    a. lak batang yang belum diseleksi, b. lak batang yang akan dijadikan bibit, c. lak batang afkir ..................................................... VII-39

    7.13. Proses pengantongan bibit lak ........................................................... VII-40 7.14. Lak cabang AII dan AIII .................................................................. VII-41 7.15. Lak cabang yang siap diangkut ke pabrik untuk diprooses

    menjadi lak butiran ........................................................................... VII-41 8.1. Budidaya walet pada gedung/bangunan ........................................... VIII-2 8.2. Burung walet dan sarangnya ........................................................... VIII-13 8.3. Sarang Walet Merah .......................................................................... VIII-16 8.4. Sarang Walet Putih ............................................................................ VIII-17 8.5. Sarang Walet Kuning ........................................................................ VIII-18 8.6. Sarang Walet Hitam .......................................................................... VIII-18 8.7. Jamur pada batang pohon .................................................................. VIII-21 8.8. Jamur champignon, salah satu jamur konsumsi yang sudah

    dibudidayakan .................................................................................... VIII-22 8.9. Jamur kuping ..................................................................................... VIII-24 8.10. Jamur tiram ........................................................................................ VIII-26 8.11. Jamur merang .................................................................................... VIII-28

  • I-1

    BAB I. PENGERTIAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU

    Tujuan Umum

    Menjelaskan pengertian hasil hutan bukan kayu dan produk-produk kehutanan

    yang masuk dalam HHBK

    Tujuan Khusus

    Mendefinisikan, Mengidentifikasi, dan klasifikasi HHBK yang mempunyai nilai

    sosial ekonomi

    1.1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan tropis secara tradisional dilihat sebagai sumberdaya penting : lahan

    dan kayu gergajian. Di dalam pemerolehan lahan, jutaan hektar hutan tropis telah

    dibuka dan dikonversi untuk pemanfaatan lahan alternatif. Di dalam pemerolehan

    kayu, banyak areal telah dipanen dengan panen pilih yang bernilai tinggi. Pada

    bagian ini kita akan membicarakan produk yang ke tiga yang dapat diperoleh dari

    hutan tropis yaitu Non Timber Forest Products (NTFPs) atau Hasil Hutan Bukan

    Kayu (HHBK). Produk ini meliputi resin, kulit, tanaman pangan (edible plants),

    material konstruksi, produk hewan dan obat-obatan.

    Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) penting untuk konservasi, kelestarian

    dan ekonomi. Penting untuk konservasi sebab untuk mengeluarkan hasil hutan

    bukan kayu biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan minimal terhadap hutan.

    HHBK penting untuk kelestarian sebab proses panen biasanya dapat dilakukan

    secara lestari dan tanpa kerusakan hutan. Penting untuk ekonomi karena bukan-

    timber produk ini berharga/memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pada beberapa

    keadaan (Circumtimes), pendapatan dari HHBK dapat lebih banyak jika

    dibandingkann pendapatan dari semua alternatif yang lain. Mengeluarkan HHBK

    dapat memperkembangkan antara pengawetan dan pengembangan hutan tropis.

    Keuntungan lain dari pengelolaan HHBK adalah dapat mengurangi kerusakan

    hutan alam, selama masyarakat lokal memperoleh pendapatan dari lahan hutan.

    FAO mendefinisikan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah produk biologi asli

    selain kayu yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang

  • I-2

    berada di luar hutan. NWFP menggunakan pengertian yang berbeda dari

    pengertian umum mengenai HHBK yaitu Non-Timber Forest Product (NTFP)

    yang meliputi kayu untuk penggunaan selain kayu walaupun masih ada areal yang

    abu-abu. Istilah NTFP memiliki pengertian produk hutan bukan kayu yang

    meliputi semua material biologi selain kayu yang di sadap dari hutan untuk

    kebutuhan manusia.

    Dari Buku Non-Timber Forest Product Data Base yang diterbitkan oleh

    CIFOR dalam publikasi khususnya disebutkan sebagai berikut : istilah-istilah

    Hasil Hutan Bukan Kayu seperti Non-timber Forest Products, Non-wood

    Forest Products, Minor Forest Products, Multi-use Forest Produce,

    Vernacular Forest Products, Special Forest Products yang dikemukakan oleh

    setiap pengarang semata-mata untuk pertimbangan kesederhanaan.

    Singkatan NTFP untuk Hasil Hutan Bukan Kayu dapat juga disebut

    NWFP (non-Wood Forest Product), tapi istilah NTFP lebih sering didengar dan

    mungkin lebih gampang diterima, walaupun FAO lebih memilih istilah NWFP.

    Penelitian tentang Hasil Hutan Non-Kayu tidak digunakan secara konsisten hal ini

    disebabkan oleh laporan produk yang tercantum dalam laporan itu berbeda untuk

    tiap penulisnya sehingga susah untuk diperbandingkan. Contohnya ada dalam

    beberapa definisi berikut ini :

    FAO dalam www.fao.org/forestry/fop/fopw/nwfp (berlaku Juni 2001) menuliskan

    definisi sebagai berikut : Hasil Hutan Bukan Kayu adalah produk biologi asli

    selain kayu yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang

    berada di luar hutan. Hasil Hutan Bukan Kayu yang dipungut dari alam bebas,

    atau dihasilkan dari hutan yang ditanami, skema agroforestry dan pohon-pohon

    yang berada diluar hutan. Contoh Hasil Hutan Bukan Kayu berupa makanan atau

    bahan tambahan (additive) untuk makanan (biji-bijian yang dapat dimakan,

    jamur/cendawan, buah-buahan, herba, bumbu dan rempah-rempah, tumbuhan

    aroma dan binatang buruan), serat (yang digunakan untuk konstruksi, furniture,

    pakaian atau perlengkapan), damar, karet, tumbuhan dan binatang yang digunakan

    untuk obat-obatan, kosmetika dan keperluan upacara adat (religi dan culture).

  • I-3

    Dykstra & Heinrich, 1996 (FAO): semua materi biologi, selain kayu industri,

    yang melalui proses ekosistem alam, baik untuk keperluan komersial, untuk

    keperluan sehari-hari ataupun juga untuk keperluan sosial, budaya dan agama.

    Sist et al., 1998 (CIFOR) menuliskan definisi yang sama, bedanya hanya

    menghilangkan kata ekosistem alam dan menggantinya dengan kata hutan.

    Profounds www.ntfp.org (2001) mencantumkan pemisahan yang lebih luas

    dengan definisi sebagai berikut: Hasil Hutan Bukan Kayu meliputi semua bahan

    biologi selain kayu yang di hasilkan dari hutan untuk kebutuhan manusia, dengan

    demikian maka kayu industri digantikan oleh balok dan digunakan untuk

    keperluan rumah tangga atau untuk keperluan sosial, budaya dan agama.

    1.2. Klasifikasi HHBK Tidak ada standar umum yang dipakai dalam pengklasifikasian Hasil

    Hutan Bukan Kayu.

    Ada tiga contoh pengklasifikasian tipe produk yaitu:

    1. Pancel, 1993:

    a. Karet dan damar

    b. Bahan celup dan penyamak. Bahan celup berasal dari campuran

    bermacam tumbuhan, kulit kayu, daun dan buah. Penyamak berasal dari

    phenols yang dapat larut yang berasal dari bagian-bagian tumbuhan

    seperti kayu atau kulit kayu.

    c. Tumbuhan yang dapat dimakan

    d. Bahan serat

    e. Obat-obatan

    f. Produk dari binatang

    2. Qwist-Hoffman et al., 1998 (RECOFTC):

    a. Serat dan benang

    b. Produk yang dapat dimakan

    c. Berupa ekstrak dan cairan

    d. Tumbuhan obat-obatan

    e. Tumbuhan ornamen/ pohon hias

    f. Hasil dari binatang

  • I-4

    3. Profounds webpage www.ntfp.org (2001) mengklasifikasikan Hasil Hutan

    Bukan Kayu menjadi lima bagian, gabungan dari kelompok produk dan tipe

    produk:

    a. Tumbuhan yang dapat dimakan

    1. Makanan

    2. Minyak yang dapat dikonsumsi

    3. Bumbu

    4. Makanan ternak

    5. Tumbuhan lain yang dapat dikonsumsi

    6. Tumbuhan yang tidak dapat dikonsumsi

    b. Tumbuhan yang tidak dapat dikonsumsi lainnya

    1. Rotan

    2. Bambu

    3. Produk kayu

    4. Pohon hias

    5. Bahan kimia

    c. Bahan obat-obatan

    - Semua bahan obat-obatan

    d. Hewan yang dapat dikonsumsi

    1. Binatang darat

    2. Produk dari hewan

    3. Ikan dan invetebrata air

    e. Produk hewan lainnya yang dapat dikonsumsi

    1. Produk hewan yang tidak dapat dikonsumsi

    2. Serangga

    3. Margasatwa dan binatang hidup

    4. Hewan yang tidak dapat dikonsumsi lainnya

    Permasalahan utama yang terjadi dalam pengklasifikasian ini adalah

    masalah pengklasifikasian susunan dan manfaatnya. Struktur/susunan contohnya:

    serat dan ekstrak sedangkan contoh manfaat: yang dapat dikonsumsi dan obat-

    obatan. Sebagai tambahan contohnya damar. Perbedaan kualitas suatu produk

  • I-5

    tergantung dari spesiesnya. Damar misalnya, damar dapat digunakan sebagai

    produk untuk obat-obatan, sama seperti minyak yang dapat di konsumsi dan

    digunakan untuk industri kosmetik, damar dapat diklasifikasikan ke dalam

    katagori karet dan damar atau obat-obatan menurut pengklasifikasian Panchel

    dan termasuk katagori ekstrak dan cairan atau tumbuhan obat-obatan menurut

    Qwist-Hoffman tetapi tidak akan cocok bila diklasifikasikan sebagai bahan untuk

    kosmetika. Dalam penjelasan pengklasifikasian Profound, damar dikategorikan ke

    dalam kelompok vegetative. Sedangkan bambu memiliki dua katagori sebagai

    tumbuhan yang dapat dimakan (untuk tunas muda) dan tumbuhan yang tidak

    dapat dimakan. Hal ini agak membingungkan dalam mengklasifikasikannya. Hasil

    Hutan Bukan Kayu ini sedikit agak rumit untuk diklasifikasikan bila dilihat dari

    asalnya, kadang orang mengkatagorikannya ke dalam produk industri dan

    terkadang sebagai produk yang dipungut dari hutan. Tapi tentu saja HHBK itu

    merupakan produk yang dipungut dari hutan dan bukan merupakan produk

    industri. Contoh untuk kasus ini adalah:

    1. Kayu dijadikan minyak ekstrak bagi perusahaan kimia untuk produk sabun

    atau parfum;

    2. Damar pohon cemara dijadikan bahan industri penghasil minyak tusam;

    3. Biji-bijian dari pohon dipterocarp dijadikan minyak ekstrak untuk bahan

    industri berskala kecil sebagai bahan baku untuk mentega.

    Pengklasifikasian kelompok tumbuhan merambat dianggap kurang jelas

    maksudnya, karena rotan menurut definisinya dikatagorikan ke dalam palem

    rambat yang berduri. Dalam database proyek rotan diklasifikasikan ke dalam

    kelompok produk merambat dan bukan katagori kelompok produk palem.

    Kelompok evaluasi menjadi sub-kelompok produk dalam laporan ini. Penggunaan

    istilah sub-kelompok memang sangat tepat, misalnya: sub-kelompok untuk rotan

    yang merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa rotan tetapi secara

    umum ia tidak disebut rotan. Lebah juga merupakan HHBK masuk dalam sub-

    kelompok madu dan lilin, yang masuk dalam satu katagori.

    1. HHBK dibedakan berdasarkan keberadaannya disuatu areal tertentu atau

    tersebar; nilai per kg; pasar tetap; ada selama musim panen; menghasilkan

    uang.

  • I-6

    2. HHBK yang paling banyak ditemui dan tersebar dimana-mana, biasanya

    dipanen dalam jumlah yang besar oleh kelompok tertentu; sebagian besar

    dipanen sebelum masa transaksi; harga memuaskan/sesuai; dilakukan

    ketika kegiatan alternatif (seperti menyadap karet, bertani) kurang

    menarik; sebagian besar dijual dan sisanya digunakan untuk kebutuhan

    rumah tangga.

    3. HHBK yang ada sesuai musim atau harus di pungut oleh tenaga

    ahli/khusus; sebagian besarnya dijual dan sisanya di konsumsi sendiri;

    merupakan pendapatan tambahan.

    4. HHBK dipungut untuk di konsumsi sendiri atau di jual.

    5. HHBK yang sedikit tidak dibahas secara mendalam disini.

    1.3. Peran Hasil Hutan Bukan Kayu bagi Kehidupan Manusia Hasil hutan bukan kayu merupakan sumber daya alam yang sangat

    melimpah di Indonesia dan memiliki prospek yang sangat baik untuk

    dikembangkan. Sampai dengan tahun 2004, luas hutan Indonesia seluas 120,35

    juta ha. Seluas 109,9 juta ha telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai

    kawasan hutan. Kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan konservasi seluas 23,24

    juta ha, hutan lindung seluas 29,1 juta ha, hutan produksi terbatas seluas 16,21

    juta ha, hutan produksi seluas 27,74 juta ha, dan hutan produksi yang dapat

    dikonversi seluas 13,67 juta ha. Sebagai negara tropis, Indonesia merupakan

    negara dengan kekayaan alam hayati yang tinggi, tercermin dengan

    keanekaragaman jenis satwa dan flora. Indonesia memiliki mamalia 515 jenis (12

    % dari jenis mamalia dunia), 511 jenis reptilia (7,3 % dari jenis reptilia dunia),

    1.531 jenis burung (17 % jenis burung dunia), 270 jenis amphibi, 2.827 jenis

    binatang tak bertulang, dan 38.000 jenis tumbuhan. Jika kita mampu mengelolah

    dan memanfaatkan sumber daya hutan tersebut secara lestari maka sumber daya

    dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Sejak zaman prasejarah hasil hutan bukan kayu telah banyak dimanfaatkan

    oleh manusia. Sebelum manusia mengenal peralatan logam manusia purba telah

    menggunakan batu gunung dan tulang binatang sebagai alat berburu. Pada saat

    itu, manusia purba hidup berburu dan meramu dan belum mengenal bangunan

  • I-7

    rumah. Mereka tinggal di dalam gua. Pakaian mereka masih berupa kulit binatang,

    daun-daun dan kulit-kulit kayu yang yang dijalin rapi. Beberapa tumbuhan-

    tumbuhan dari hutan mereka gunakan sebagai tanaman obat.

    Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, mereka kemudian telah

    mengenal teknik bercocok tanam. Mereka mulai bercocok tanaman umbi-umbian

    dari hutan sebagai sumber makanan mereka dan telah menjinakkan hewan sebagai

    hewan peliharaan untuk bahan makanan dan kendaraan mereka. Selain itu,

    mereka kemudian mengenal teknik menganyam. Mereka mengajam rotan, bambu,

    daun pandan sebagai alat-alat rumah tangga seperti tikar, bakul, tampi, topi,

    kurungan ayam dan lain-lain sebagainya. Dalam upacara-upacara adat hasil hutan

    bukan kayu sangat memegang peranan penting. Hasil kerajinan terkadang

    dijadikan mas kawin seperti sarung sutera, bakul dan perabot rumah lainnya.

    Selain itu, pewarna-pewarna alam juga sudah banyak dikenal sebagai pewarna

    makanan dalam kegiatan upacara adat.

    Sejak manusia mengenal kayu sebagai bahan bangunan, penggunaan hasil

    hutan kayu tetap tidak lepas dari kehidupan manusia. Walaupun komponen

    strukturalnya adalah kayu namun masih tetap mengandalkan bambu sebagai

    pagar, tiang, jendela, dan atap. Rotan sebagai bahan furniture dan pengikat kayu

    dan ijuk sebagai bahan atap rumah. Di beberapa daerah di Indonesia penggunaan

    hasil hutan bukan kayu sebagai komponen struktural masih tetap diminati.

    Bagi masyarakat pedesaaan hasil hutan bukan kayu merupakan sumber

    daya yang penting bahkan merupakan kebutuhan pokok mereka. Mereka

    memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebagai pangan (pati sagu, umbi-umbian,

    pati aren, nira aren), bumbu makanan (kayu manis, pala) dan obat-obatan. Selain

    itu, mereka juga menggunakan hasil hutan bukan kayu sebagai bahan pembuat

    pakaian seperti sarung sutera serta sebagai bahan pembuat bangunan rumah.

    Sampai saat ini, peranan hasil hutan bukan kayu tetaplah penting, bahkan

    pemanfaatannya telah mulai ditingkatkan seperti pemanfaatan bambu sebagai

    pembuat kertas dan papan komposit, nira aren sebagai penghasil gula, cuka dan

    bioetanol; rotan sebagai furniture yang menarik, bahan ekstraktif sebagai parfum

    dan lain-lain sebagainya. Oleh karena itu, semakin tinggi peradaban manusia

    semakin tinggi pula tingkat ketergantungnya pada hasil hutan bukan kayu.

  • I-8

    Secara umum peranan hasil hutan bukan kayu bagi kehidupan manusia

    adalah:

    1. Sebagai bahan makanan seperti pati sagu, umbi-umbian (talas, gadung, suweg

    dan lain-lain), biji-bijian (pangi, biji aren, biji polong-polongan dan lain-lain)

    dan buah-buahan (mangga, durian, sukun)

    2. Sebagai komponen bangunan (bambu dan batang aren).

    3. Sebagai furniture

    4. Sebagai perabot rumah tangga

    5. Sebagai penghasil bahan kimia dan produk-produk industri

    6. Sebagai bahan obat-obatan.

    7. Sebagai bahan kosmetik

    8. Sebagai bahan pengawet

    9. Sebagai bahan perekat

    10. Sebagai bahan minuman

    11. Sebagai bahan bioenergi

    12. Sebagai pewarna alami

    13. Sebagai bahan kerajinan tangan

    14. Sebagai bahan indutri tekstil

    15. Sebagai alat musik dan olahraga

    16. Sebagai makanan ternak

    17. Sebagai alat mainan dan boneka

    18. Sebagai senjata dan peralatan berburu

    19. Sebagai bahan penghiasan (tanaman hias dan kegemaran)

    20. dan lain sebagainya

    Ciri ekonomi mata pencaharian masyarakat di pedesaan, terutama di

    negara-negara berkembang adalah suatu keberagaman. Masayarakat desa

    mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta berbagai

    sumber pendapatan lainnya yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari

    upah bekerja. Berdasarkan tingkat pendapatan tunai rumah tangga dan proporsi

    pendapatan dari perdagangan hasil hutan bukan kayu, maka masyarakat desa yang

    berkecimpung dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dapat dibagi ke dalam

    tiga kategori utama yaitu :

  • I-9

    1. Rumah tangga yang bergantung penuh pada sumber daya sekadarnya

    (pemanfaatan langsung dari hutan).

    2. Rumah tangga yang menggunakan hasil hutan bukan kayu komersial sebagai

    pendapatan tambahan.

    3. Rumah tangga yang mendapatkan sebagian besar pendapatan tunainya dari

    penjualan hasil hutan bukan kayu.

    1.4. Bahan Diskusi Pada bagian ini, mahasiswa secara berkelompok diminta untuk mendiskusikan

    dan menyampaikan pendapat tentang Permasalahan, Peluang dan Strategi

    Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia. Diskusi ini akan

    dilaksanakan dikelas dengan meknisme sebagai berikut :

    1. Peserta mata kuliah dibagi menjadi 3 kelompok

    2. Kelompok I memilih ketua kelompok yang akan memimpin diskusi internal

    kelompoknya dengan tema diskusi : Permasalahan Pengelolaan Hasil

    Hutan Bukan Kayu di Indonesia

    3. Kelompok II memilih ketua kelompok yang akan memimpin diskusi internal

    kelompoknya dengan tema diskusi : Peluang Pengelolaan Hasil Hutan

    Bukan Kayu di Indonesia

    4. Kelompok III memilih ketua kelompok yang akan memimpin diskusi internal

    kelompoknya dengan tema diskusi : Strategi Pengelolaan Hasil Hutan Bukan

    Kayu di Indonesia

    5. Tiap kelompok membuat resume hasil diskusi yang telah dilaksanakan

    6. Ketua kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas

    untuk ditanggapi oleh kelompok lainnya

    1.5. Bacaan/Rujukan Pengayaan Website yang berhubungan dengan materi diatas misalnya : http://www.fao.org/corp/publications/en/ www.prosea.lipi.go.id/ 1.6. Latihan Soal-Soal 1. Jelaskan pengertian hasil hutan bukan kayu !

    2. Jelaskan klasifikasi hasil hutan bukan kayu yang anda ketahui !

  • I-10

    3. Jelaskan bagaimana peran HHBK bagi masyarakat sekitar hutan !

    4. Jelaskan permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pengelolaan HHBK !

    5. Jelaskan peluang apa saja yang dihadapi dalam pengelolaan HHBK !

    6. Jelaskan Strategi dalam pengelolaan HHBK !

  • II-1

    BAB II. TUMBUHAN MONOKOTIL

    Tujuan Umum

    Menjelaskan jenis-jenis tumbuhan monokotil; perbedaan dengan jenis dikotil,

    dan klasifikasi jenis-jenis monokotil, serta beberapa pengolahan produk

    monokotil dan pemasarannya.

    Tujuan Khusus

    Menjelaskan bambu, rotan, aren dan nipah sebagai hasil hutan bukan kayu dari

    tumbuhan monokotil

    2.1. Mengenal Tumbuhan Monokotil Monokotil merupakan salah satu kelompok hasil hutan ikutan (Hasil Hutan

    Bukan Kayu) yang dikenal luas oleh masyarakat, baik masyarakat pedesaan

    terutama masyarakat yang berkecimpun langsung dengan pemanfaatan dan

    pemungutan HHBK monokotil maupun masyarakat yang lebih luas yang

    memanfaatkan HHBK monokotil sebagai bahan makanan, bahan baku industri,

    bahan perdagangan, dan pelengkap dalam kehidupan sehari-hari.

    Pada tumbuhan kelas tingkat tinggi dapat dibedakan atau dibagi menjadi

    dua macam, yaitu tumbuh-tumbuhan berbiji keping satu atau yang disebut dengan

    monokotil / monocotyledonae dan tumbuhan berbiji keping dua atau yang disebut

    juga dengan dikotil/dicotyledonae. Ciri-ciri tumbuhan monokotil dan dikotil

    hanya dapat ditemukan pada tumbuhan subdivisi angiospermae karena memiliki

    bunga yang sesungguhnya.

    2.2. Perbedaan Tumbuhan Monokotil dan Dikotil Perbedaan ciri pada tumbuhan monokotil dan dikotil berdasarkan ciri fisik

    pembeda yang dimiliki :

  • II-2

    Tabel 2.1. Perbedaan ciri pada tumbuhan monokotil dan dikotil berdasarkan ciri fisik Ciri Fisik Monokotil Dikotil

    Bentuk akar

    Memiliki sistem akar serabut

    Memiliki sistem akar tunggang

    Bentuk sumsum atau pola tulang daun

    Melengkung atau sejajar

    Menyirip atau menjari

    Kaliptrogen / tudung akar

    Ada tudung akar / kaliptra

    Tidak terdapat ada tudung akar

    Jumlah keping biji atau kotiledon

    satu buah keping biji saja

    Ada dua buah keping biji

    Kandungan akar dan batang

    Tidak terdapat kambium

    Ada kambium

    Jumlah kelopak bunga Umumnya adalah kelipatan tiga

    Biasanya kelipatan empat atau lima

    Pelindung akar dan batang lembaga

    Ditemukan batang lembaga / koleoptil dan akar lembaga / keleorhiza

    Tidak ada pelindung koleorhiza maupun koleoptil

    Pertumbuhan akar dan batang Tidak bisa tumbuh berkembang menjadi membesar

    Bisa tumbuh berkembang menjadi membesar

    Contoh Tumbuhan Kelapa, Jagung, dan lain sebagainya

    Kacang tanah, Mangga, Rambutan, Belimbing, dan lain-lain.

    Terdapat perbedaan antara batang dikotil dan monokotil dalam susunan

    anatominya.

    1. Batang Dikotil

    Pada batang dikotil terdapat lapisan-lapisan dari luar ke dalam :

    a. Epidermis

    Terdiri atas selaput sel yang tersusun rapat, tidak mempunyai ruang antar

    sel. Fungsi epidermis untuk melindungi jaringan di bawahnya. Pada

    batang yang mengalami pertumbuhan sekunder, lapisan epidermis

    digantikan oleh lapisan gabus yang dibentuk dari kambium gabus.

    b. Korteks

    Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari beberapa lapis sel,

    yang dekat dengan lapisan epidermis tersusun atas jaringan kolenkim,

    makin ke dalam tersusun atas jaringan parenkim.

  • II-3

    c. Endodermis

    Endodermis batang disebut juga kulit dalam, tersusun atas selapis sel,

    merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan stele. Endodermis

    tumbuhan Angiospermae mengandung zat tepung, tetapi tidak terdapat

    pada endodermis tumbuhan Gymnospermae.

    d. Stele/Silinder Pusat

    Merupakan lapisan terdalam dari batang. Lapis terluar dari stele disebut

    perisikel atau perikambium. lkatan pembuluh pada stele disebut tipe

    kolateral yang artinya xilem dan floem. Letak saling bersisian, xilem di

    sebelah dalam dan floem sebelah luar.

    Antara xilem dan floem terdapat kambium intravasikuler, pada

    perkembangan selanjutnya jaringan parenkim yang terdapat di antara berkas

    pembuluh angkut juga berubah menjadi kambium, yang disebut kambium

    intervasikuler. Keduanya dapat mengadakan pertumbuhan sekunder yang

    mengakibatkan bertambah besarnya diameter batang.

    Pada tumbuhan dikotil, berkayu keras dan hidupnya menahun,

    pertumbuhan menebal sekunder tidak berlangsung terus-menerus, tetapi hanya

    pada saat air dan zat hara tersedia cukup, sedang pada musim kering tidak terjadi

    pertumbuhan sehingga pertumbuhan menebalnya pada batang tampak berlapis-

    lapis, setiap lapis menunjukkan aktivitas pertumbuhan selama satu tahun, lapis-

    lapis lingkaran tersebut dinamakan Lingkaran Tahun.

    2. Batang Monokotil

    Pada batang monokotil, epidermis terdiri dari satu lapis sel, batas antara

    korteks dan stele umumnya tidak jelas. Pada stele monokotil terdapat ikatan

    pembuluh yang menyebar dan bertipe kolateral tertutup yang artinya di antara

    xilem dan floem tidak ditemukan kambium. Tidak adanya kambium pada

    monokotil menyebabkan batang monokotil tidak dapat tumbuh membesar, dengan

    perkataan lain tidak terjadi pertumbuhan menebal sekunder. Meskipun demikian,

    ada monokotil yang dapat mengadakan pertumbuhan menebal sekunder, misalnya

    pada pohon Hanjuang (Cordyline sp) dan pohon Nenas seberang (Agave sp).

  • II-4

    Monokotil bercirikan adanya satu daun lembaga, daun sempit dengan

    tulang daun sejajar, berkas pembulu angkut dalam batang terpencar dan tidak

    mampu untuk meluas, jarang terdapat perkembangan membentuk kayu, dan

    bagian-bagian bunga tersusun dalam karangan-karangan (lingkaran) yang

    berbilangan tiga.

    Tumbuhan monokotil dan dikotil yang lebih populer dengan sebutan

    tumbuhan monokot dan dikot adalah tumbuhan yang tergabung dalam kelompok

    tumbuhan berbunga atau tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae). Kelompok

    tumbuhan ini dapat dibedakan dengan kelompok tumbuhan berbiji terbuka

    (Gymnospermae) karena sebagal berikut :

    1. Adanya megasporangia atau bakal biji (ovule) yang diselimuti oleh

    megasporofil atau dinding buah (carpel). Penyelimutan dinding buah ini

    dapat melindungi bakal biji dalam perkembangannya menjadi biji. Akan

    tetapi, proses pembuahannya menjadi Iebih rumit sehingga terjadilah

    bentuk-bentuk kepala putik yang khusus sebagai hasil adaptasi agar

    terjadinya proses penyerbukan dan pembuahan menjadi lebih mudah.

    Megasporofil yang menyelimuti bakal biji tersebut secara keseluruhan

    membentuk putik (pistil) yang merupakan bentuk dasar dan organ kelamin

    betina atau gynoecium. Pada bagian ini terdapat kepala putik (stigma)

    yang merupakan tempat melekatnya tepung sari. Kepala putik ini kadang-

    kadang mempunyai tangkai pendek atau panjang yang sedemikian rupa

    sehingga memudahkan tepung sari dapat melekat pada kepala putik.

    2. Adanya mikrosporofil atau benang sari (stamen) yang merupakan bentuk

    dasar dan organ kelamin jantan atau androecium. Benang sari terdiri dari

    tangkai sari (filament) dan kepala sari atau kotak sari (anther).

    3. Adanya daun steril yang mengelilingi putik dan serbuk sari merupakan

    bentuk dasar dan perhiasan bunga (pennth) yang terdiri dan kelopak (calix)

    dan mahkota (corolla)

    4. Adanya bunga yang merupakan gabungan antara kelopak, mahkota,

    gynoecium, dan androecium.

    Tumbuhan monokot ada yang berupa tumbuhan akuatik (misalnya eceng

    gondok), semi akuatik (genjer), epifit (anggrek) dan teresterial. Bentuk

  • II-5

    tumbuhannya ada yang terna (rerumputan), semak berdaging (pisang), terna

    berkayu yang memanjat atau liana (rotan), dan pohon (bambu, kelapa).

    Tumbuhan monokot dapat dibedakan dengan tumbuhan dikot berdasarkan ciri-

    ciri khas sebagai berikut:

    1. Embrio (Gambar 2.1.) pada tumbuhan monokot hanya mempunyai keping

    biji (kotiledon) satu sehingga daun pertama yang tumbuh juga hanya satu.

    2. Batang (Gambar 2.2.) pada tumbuhan monokot mempunyai ikatan pembuluh

    yang tersebar, tidak mempunyai batasan korteks yang jelas kambiumnya tidak

    terbentuk pada batang sehingga diameter batang pada sebagian besar anggota

    tumbuhan monokot tidak bertambah besar setelah pertumbuhan primer

    berlangsung. Dengan kata lain pada tumbuhan monokot tidak ada

    pertumbuhan sekunder karena tidak ada kambium. Batang pada beberapa

    anggota tumbuhan monokot yang berbentuk pohon seperti kelapa dan bambu,

    mencapai diameter maksimum setelah berlangsungnya pertumbuhan primer

    dan besarnya diameter tetap bertahan setelah perturnbuhan primemya terhenti.

    Gambar 2.1. Embrio pada tanaman jagung

  • II-6

    3. Daun (Gambar 2.2 dan 2.3.) tumbuhan monokot pada umumnya mempunyai

    pertulangan daun sejajar atau melengkung yang bertemu di ujung daun.

    Seringkali dijumpa! anak tulang daun yang bercabang dad tulang daun

    utamanya. Kadang-kadang anak tulang daun merupakan penghubung tulang

    daun utamanya sehingga menjadi bentuk seperti tangga. Beberapa anggota

    tumbuhan monokot mempunyal pertulangan daun menyirip atau menjari,

    terutama pada sub-kias Arecidae dan Zingiberidae. Walaupun demikian,

    secara anatomis pertulangan daun tersebut masih sangat berbeda dengan

    anggota tumbuhan dikot, terutama dilihat dan segi ikatan pembuluhnya yang

    tersebar. Pada pangkal daun kebanyakan anggota tumbuhan monokot dijumpai

    pelepah yang menyeilmuti batangnya.

    Gambar 2. 2. Perbedaan struktur tanaman dikotil (atas) dan monokotil (bawah) : akar, berkas pengangkutan, pertulangan daun, dan struktur bunga (Postletwait dan Hopson, 1995)

    Gambar 2.3. Contoh berbagai bentuk pertulangan daun pada tumbuhan monokot

  • II-7

    4. Bunga (Gambar 2.2.) tumbuhan monokot pada dasarnya merupakan kelipatan

    tiga (3-merous). Pada beberapa anggota tumbuhan monokot, kelopak dan

    mahkotanya dapat dibedakan dengan jenis antara satu dengan lainnya. Akan

    tetapi, ada yang tidak dapat dibedakan karena keduanya berbentuk sama.

    Bentuk perhiasan bunga yang sama tersebut dapat berbentuk seperti sepal

    (sepaloid), atau petal ( petaloid ) saja. Pada beberapa anggota tumbuhan

    monokot, bagian perhiasan bunganya tereduksi atau bahkan sampai tidak ada

    sama sekali. Bunga tumbuhan monokot pada umumnya mempunyai benang

    sari sebanyak enam buah, yang mempunyai benang sari banyak hanya pada

    beberapa genera.

    Sebaliknya terdapat juga anggota yang benang sarinya tereduksi menjadi tiga

    atau kurang, bahkan kadang-kadang berubah menjadi starminodia. Organ

    kelamin betina pada dasarnya terdini dan tiga dinding buab, tetapi ada anggota

    sub klas Alismatidae yang hanya mempunyai beberapa dinding mempunyai

    dinding buah banyak

    5. Akar (Gambar 2.2. dan 2.4.) tumbuhan monokot merupakan akar dengan

    diameter akar satu dengan lainnya relatif sama. Hal ini disebabkan karena

    tidak adanya kambium sehingga diameter akar akan tetap besarnya selama

    berlangsungnya pertumbuhan primer. Pada beberapa anggota tumbuhan

    monokot mempunyai akar yang tumbuh pada batang dekat permukaan tanah

    yang berfungsi sebagai penguat batang.

    Gambar 2.4. Perakaran serabut dan akar adventif tumbuhan monokot

  • II-8

    2.3. Klasifikasi Tumbuhan Monokotil Tumbuhan berbunga yang ada di dunia ini diperoleh lebih dari 250.000

    spesies. Lebih kurang 50.00 spesies dari jumlah tersebut merupakan tumbuhan

    monokot. Tumbuhan tersebut telah diberi nama dalam bahasa Latin sesuai dengan

    hukum tata nama dalam International Code of Botanical Nomenclature, kemudian

    dikelompokkan dalam katagori yang lebih tinggi berupa genera, famili, ordo, dan

    seterusnya berdasarkan kritenia tertentu atau berdasarkan sistem klasifikasi

    tertentu. Setiap pakar botani mempunyai kriteria tersendiri dalam sistem

    klasifikasinya sehingga hasil pengelompokkannya juga akan berbeda-beda pula.

    Sebagai contoh, Bentham and Hookers (18621883) membagi tumbuhan

    berbunga dalam 179 famili, Cronquist (1968) membagi dalam 354 famili, dan

    Takhtajan (1969) membagi dalam 418 famili. Tumbuhan monokot yang kadang-

    kadang dimasukkan dalam klas Liliopsida, oleh Cronquist (1981) dibagi dalam 5

    sub-klas, 19 ordo, 65 famili dan lebih kurang 50.000 spesies, seperti terlihat pada

    Tabel 2.2.

    Anggota tumbuhan monokot tersebar di seluruh belahan dunia, ada yang

    kosmopolit, ada yang di kawasan tropika atau kawasan beriklim sedang saja. Oleh

    karena itu, keanekaragaman jenis di suatu kawasan dengan sendirinya akan

    berbeda dengan kawasan lain. Demikian pula di Indonesia tidak semua anggota

    dari tumbuhan monokot ini dapat di jumpainya.

    Tabel 2.2. Sub-klas, ordo, dan famili dalam monocotiledoneae Sub-klas Ordo Famili

    Alismatidae Alismatales Butomaceae Limnocharitaceae Alismataceae Hydrocharitales Hydrocharitaceae Najadales Aponogetonaceae Scheuchzeriaceae Juncaginaceae Potamogetonaceae Ruppiaceae Najadaceae Zannichelliaceae Posidoniaceae

  • II-9

    Tabel 2.2. Lanjutan Sub-klas Ordo Famili

    Cymodoceaceae zosteraceae Triuridales Petrosaviaceae Triuridaceae Arecidae Arecales Palmae (Arecaceae) Cyclanthales Cyclanthaceae Pandanales Pandanaceae Arales Araceae Lemnaceae Commelinidae Commelinales Rapateaceae Xyridaceae Mayacaceae Commelinaceae Eriocaulales Eriocaulaceae Restionales Flagellariaceae Joinvilleaceae Restionaceae Centrolepidaceae Juncales Juncaceae Thurniaceae Cyperales Cyperaceae Gramineae (Poaceae) Hydatellales Hydatellaceae Typhales Sparganiaceae Typhaceae Zingiberidae Bromeliales Bromeliaceae Zingiberales Strelitziaceae Heliconiaceae Musaceae Lowiaceae

  • II-10

    Tabel 2.2. Lanjutan Sub-klas Ordo Famili

    Zingiberaceae Cannaceae Marantaceae Lilidae Liliales Philydraceae Pontederiaceae Haemodoraceae Cyanastraceae Liliaceae Iridaceae Velloziaceae Aloeaceae Agavaceae Xanthorrhoeaceae Hanguanaceae Taccaceae Stemonaceae Smilacaceae Dioscoreaceae Orchidales Geosiridaceae Burmanniaceae Corsiaceae Orchidaceae Sumber : Cronquist (1981)

    2.4. Peranan Tumbuhan Monokotil bagi Manusia Tumbuhan berbunga merupakan kelompok tumbuhan berpembulu yang

    dominan di dunia saat ini. Anggota tumbuhan berbunga ini bukan saja terbanyak,

    tetapi juga merupakan kelompok tumbuhan yang mempunyai peranan penting

    bagi kehidupan manusia. Keberadaan tumbuhan berbunga sebagai salah satu

    komponen ekosistem sangat menentukan kelangsungan hidup manusia, ternak,

    satwa liar, dan tumbuhan itu sendiri. Peranannya antara lain, adanya penyedian O2

    yang dihasilkan. Tumbuhan dalam proses fotosintesis bagi manusia dan hewan;

    adanya rantai makanan dalam ekosistem. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan

    pangan manusia sangat tergantung pada tumbuhan.

    Anggota tumbuhan monokot sebagai bagian tumbuhan berbunga sangat

    banyak yang mempunyai peranan penting bagi manusia. Peranan ini dapat bersifat

  • II-11

    merugikan dan juga bersifat menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak

    langsung.

    Peranan yang merugikan disebabkan banyak sekali anggota tumbuhan

    monokot yang berperan sebagai gulma di danau, waduk, kolam, pengairan, sawah,

    atau lahan pertanian. Gulma yang terdapat di danau, waduk, atau kolam akan

    dapat mempercepat proses pendangkalan sehingga mengurangi daya tampung air

    dan merusak habitat ikan. Gulma yang terdapat di perairan dapat mengganggu

    pelayaran. Pada pengairan teknis, gulma dapat menyumbat pintu-pintu air dan

    mempercepat pendangkalan saluran sehingga mengurangi debit air yang

    diperlukan manusia. Gulma yang terdapat di sawah dan lahan pertanian dapat

    memperkecil produksi pertanian.

    Peranan yang menguntungkan disebabkan sebagian besar bahan makanan

    pokok manusia merupakan anggota tumbuhan monokot. Beberapa kegunaan

    tumbuhan monokot bagi manusia sebagai berikut :

    1. Sumber karbohidrat: terutama tanaman serelia, tanaman umbi-umbian dan

    beberapa tanaman palma.

    2. Sumber minyak goreng: terutama anggota famili Palmae dan beberapa

    anggota famili Gramineae.

    3. Sumber bumbu dan rempah: terutama anggota famili Zingeberaceae.

    4. Sumber bahan kerajinan dan bangunan : anggota famili Palmae,

    Pandanaceae, Cyperaceae, dan Gramineae.

    5. Sumber Tanaman Hias : terutama anggota famili Orchidaceae dan banyak

    anggota famili lainnya.

    6. Sumber kebutuhan lainnya.

    2.5. Beberapa Produk Monokotil dan Pemasarannya 2.5.1. Rotan

    Rotan merupakan salah satu hasil hutan ikutan (Hasil Hutan Bukan Kayu)

    yang dikenal luas oleh masyarakat, baik masyarakat pedesaan terutama

    masyarakat yang berkecimpung langsung dengan pemungutan rotan maupun

    masyarakat yang lebih luas yang memanfaatkan rotan sebagai bahan baku

    industri, bahan perdagangan, dan pelengkap dalam kehidupan sehari-hari.

  • II-11

    2.5. Beberapa Produk Monokotil dan Pemasarannya 2.5.1. Rotan

    Rotan merupakan salah satu hasil hutan ikutan (Hasil Hutan Bukan Kayu)

    yang dikenal luas oleh masyarakat, baik masyarakat pedesaan terutama

    masyarakat yang berkecimpung langsung dengan pemungutan rotan maupun

    masyarakat yang lebih luas yang memanfaatkan rotan sebagai bahan baku

    industri, bahan perdagangan, dan pelengkap dalam kehidupan sehari-hari.

  • II-12

    Indonesia merupakan negara produsen rotan yang mampu memenuhi

    kebutuhan rotan dunia, dan selama ini mampu mensuplai kurang lebih 80 % dari

    kebutuhan rotan dunia dan 90 % dari produksi rotan dihasilkan dari hutan alam

    yang terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10 % dihasilkan

    dari budidaya rotan.

    2.5.1.1. Penyebaran

    Rotan merupakan salah satu tumbuhan khas di daerah tropis yang secara

    alami tumbuh pada hutan primer maupun hutan sekunder, termasuk pada daerah

    perladangan berpindah dan belukar. Secara umum rotan dapat tumbuh pada

    berbagai keadaan, seperti : di rawa, tanah kering, dataran rendah, pegunungan,

    tanah kering berpasir, tanah liat berpasir yang secara periodik digenangi air atau

    sama sekali bebas dari genangan air. Jenis tanah yang dapat ditumbuhi rotan

    adalah tanah alluvial, latosol dan regosol. Pertumbuhan terbaik pada daerah-

    daerah lereng bukit yang cukup lembab dengan ketinggian antara 0 2900 m.dpl.

    dan memiliki iklim basah sampai kering.

    Menurut hasil inventarisasi yang dilakukan Direktorat Bina Produksi

    Kehutanan, dari 143 juta hektar luas hutan di Indonesia diperkirakan hutan yang

    ditumbuhi rotan seluas kurang lebih 13,20 juta hektar, yang tersebar di Sumatera,

    Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan pulau-pulau lain yang memiliki hutan alam. Dari

    hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan

    Wilayah XV Makassar bahwa di Sulawesi Selatan ditaksir sekitar 673.166 ha

    yang tersebar di CDK Luwu, CDK Mamuju, CDK Mapilli, dan CDK Bila.

    Produksi rotan di Sulawesi Selatan menurut Dinas Kehutanan pada tahun 1996

    mencapai 2.627.361 ton/tahun.

    Pendugaan areal rotan lebih sulit karena rotan merupakan salah satu

    tumbuhan hutan yang penyebarannya tidak merata. Rotan tumbuh berumpun atau

    soliter dalam kelompok-kelompok hutan secara sporadis dan kehadirannya

    sebagai tegakan tidak nampak jelas, karena tumbuhnya merambat pada pohon-

    pohon lain disekitarnya (inang).

    Pengetahuan tentang penyebaran rotan masih sedikit. Diperkirakan lebih

    dari 516 jenis rotan yang terdapat di Asia Tenggara, termasuk 11 marga.

  • II-13

    Beberapa jenis tersebar luas, sedangkan jenis lainnya sangat terbatas, tetapi pola

    penyebarannya belum diketahui secara pasti. Jenis-jenis rotan tersebut adalah :

    Calamus 333 jenis, Daemonorops 122 jenis, Korthalsia 30 jenis, Myrialepis 2

    jenis, Calopatha 2 jenis, Bejaudia satu jenis, Ceratolobus 6 jenis, beberapa jenis

    dari genus Carnera dan Scizophata.

    Jenis rotan terbanyak dan tersebar luas adalah dari marga Calamus yang

    menyebar dari Afrika Barat sampai kepulauan Fiji, dan dari Cina Selatan sampai

    Selandia Baru. Pusat keragaman jenis rotan ditemukan di Semenanjung Malaya,

    yaitu pada daerah pusat dangkalan Sunda sebagai salah satu daerah beriklim

    basah, dimana ditemukan delapan dari sembilan marga rotan yang terdapat di Asia

    Tenggara. Makin jauh lokasi dari daerah tersebut makin kurang jumlah

    keragamannya. Tiga marga rotan ditemukan di Afrika Barat menunjukkan ciri

    tumbuhan primitif, yaitu Calosphta, Myrialeps dan Plectocomiopsis. Dengan

    demikian di duga bahwa Afrika Barat merupakan daerah asal rotan yang termasuk

    anak suku Lepidocaryoideae.

    Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih

    306 species telah teridentifikasi dan menyebar di semua pulau di Indonesia. Dari

    keseluruhaan yang telah teridentifikasi tersebut, sebanyak kurang lebih 50 jenis

    diantaranya telah dipungut, dipakai, diolah, dan diperdagangkan sejak lama oleh

    penduduk Indonesia yang tinggal di sekitar hutan untuk memenuhi permintaan

    lokal dan internasional. Dari delapan genera terdapat dua genera rotan yang

    bernilai ekonomi tinggi adalah Calamus dan Daemonorops. Jumlah total rotan

    yang sudah ditemukan dan digunakan untuk keperluan lokal mencapai kurang

    lebih 128 jenis. Sementara itu, rotan yang sudah umum

    diusahakan/diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru

    mencapai 28 jenis saja.

    Budidaya rotan di Indonesia belum banyak dilakukan dan luas areal

    budidaya juga masih tergolong kecil bila dibandingkan dengan luas areal

    keseluruhan potensi rotan. Dari berbagai sumber diperoleh bahwa hutan tanaman

    rotan atau kebun rotan kurang lebih 50.000 ha dengan terluas di Kalteng kurang

    lebih 47.000 ha, sisanya terdapat di Jawa, Sulawesi Utara, Kalsel, Sumatera Barat,

    Riau dan Kendari. Ditempat lain didapatkan hanya sebagai plot-plot percobaan.

  • II-14

    2.5.1.2. Potensi Rotan

    Setelah terjadi perubahan penutupan hutan maka pada tahun 80-an maka

    terjadi perubahan luas hutan di Indonesia sehingga luas hutan yang memiliki

    potensi rotan akan terjadi perubahan. Diperkirakan luas hutan pada dekade 80-an

    kurang lebih 120 juta ha dengan potensi rotan di 16 propinsi di Indonesia

    diperkirakan hanya 5,6 juta ha. Dari 16 propinsi yang telah di survey potensi

    penyedian rotannya pertahun adalah sebesar 573.890 ton/tahun. Bagaimana

    kondisi sekarang ?

    Tabel 2.3. Potensi produksi rotan Indonesia

    No Propinsi (ton/tahun) Potensi Produksi 1. Aceh 45.0002. Riau 2.8003. Sumatera Utara 6.0004. Sumatera Barat 34.0005. Jambi 6.9006. Bengkulu 23.1007. Sumatera Selatan 5.0008. Lampung 24.0009. Kalimantan Barat 92.500

    10. Kalimantan Tengah 24.00011. Kalimantan Selatan 7.00012. Kalimantan Timur 11.65013. Sulawesi Utara 87.00014. Sulawesi Tengah 18.40015. Sulawesi Selatan 150.00016. Nusa Tenggara Barat 36.000

    Jumlah 573.890Sumber : Departemen Kehutanan, 1983

    Dari data tersebut dapat diprediksi data riil sepuluh kali lipat sampai

    duapuluh kali lipat dari data yang ada. Sehingga potensi yang sebenarnya sangat

    tinggi. Yang perlu diwaspadai adalah kemampuan produksi, perubahan luas areal

    hutan yang semakin meningkat, dan potensi yang tinggi semakin jauh dari

    pemukiman masyarakat lokal.

    Perkiraan hasil yang dilaporkan untuk perkebunan Calamus trachycoleus

    dan C. caesius di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Secara umum

    Calamus trachycoleus dikatakan siap di panen pada umur 7 10 tahun setelah di

  • II-15

    tanam dengan produksi 1 3.5 ton/ha, 2,2 3,9 ton/ha, dan 7 ton/ha. Sedangkan

    untuk C. caesius dengan masa panen 9 10 tahun setelah penanaman dengan

    hasil beragam dari 3.5 ton/ha. 5 7,5 ton/ha rotan hijau dan 2,3 3,1 ton/ha.

    2.5.1.3. Perdagangan Dalam Negeri Dan Luar Negeri

    Perdagangan rotan antar pulau atau dalam negeri sebagian besar dikuasai

    oleh daerah produsen, yaitu Kalimantan (69 %), Sulawesi (23 %). Dan daerah

    lainnya (8 %). Daerah yang menjadi tujuan perdagangan rotan antar pulau

    sebagian besar jawa (57 %), Ujung Pandang atau Makassar (31 %) dan daerah

    lainnya (12 %).

    Pada tahun 1996, pemasaran rotan antar pulau melonjak kembali hingga

    mencapai 58 %, yakni dari total 174.759 ton menjadi 332.432 ton. Jumlah

    tersebut terbagi atas berdasarkan asal tujuan antar pulau, yaitu dari Kalimantan

    sebesar 29,8 %, dari Sulawesi sebesar 69 %, dan dari daerah lainnya sebesar 1.2

    %. Tujuan pemasaran rotan antarpulau terbesar masih Surabaya (69 %), Jakarta

    (7 %), Sampit Kalimantan Tengah (14 %), dan daerah lain (10 %).

    Rotan Indonesia sampai dengan tahun 1980 telah memberikan kontribusi

    terbesar dalam memenuhi keperluan rotan dunia, yaitu sebesar 73,8 % atau

    sebesar 81.26 ribu ton dari total 111,2 ribu ton perdagangan rotan dunia. Negara

    tujuan utama perdagangan rotan adalah Hongkong, Singapura, Taiwan dan Negara

    maju lainnya. Berdasarkan data dari BPS Jakarta, dari tahun 1993 sampai 2002,

    ada 25 negara menjadi tujuan ekspor rotan.

    2.5.1.4. Pengelompokan Jenis Rotan

    Rotan merupakan tumbuhan monokotil yang banyak dikenal orang yang

    pemanfaatannya luas baik orang dipedalaman maupun diperkotaan.

    Pemanfaatannya begitu penting sehingga muncul istilah kalau tidak ada rotan

    akar-pun jadi.

    Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis

    tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut Lepidocaryodidae,

    Lepidocaryodidae berasal dari bahasa Yunani yang berarti mencakup ukuran

  • II-16

    buah. Kata rotan dari bahasa melayu diturunkan dari raut yang berarti

    mengupas (menguliti), atau menghaluskan.

    Diperkirakan lebih dari 516 jenis rotan yang terdapat di Asia Tenggara,

    termasuk 11 marga. Beberapa jenis tersebar luas, sedangkan jenis lainnya sangat

    terbatas, tetapi pola penyebarannya belum diketahui secara pasti. Jenis-jenis rotan

    tersebut adalah : Calamus 333 jenis, Daemonorops 122 jenis, Korthalsia 30 jenis,

    Myrialepis 2 jenis, Calopatha 2 jenis, Bejaudia satu jenis, Ceratolobus 6 jenis,

    beberapa jenis dari genus Carnera dan Scizophata.

    Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih

    306 species telah teridentifikasi dan menyebar di semua pulau di Indonesia. Dari

    keseluruhaan yang telah teridentifikasi tersebut, sebanyak kurang lebih 50 jenis

    diantaranya telah dipungut, dipakai, diolah, dan diperdagangkan sejak lama oleh

    penduduk Indonesia yang tinggal di sekitar hutan untuk memenuhi permintaan

    lokal dan internasional. Dari delapan genera terdapat dua genera rotan yang

    bernilai ekonomi tinggi adalah Calamus dan Daemonorops. Jumlah total rotan

    yang sudah ditemukan dan digunakan untuk keperluan lokal mencapai kurang

    lebih 128 jenis. Sementara itu, rotan yang sudah umum

    diusahakan/diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru

    mencapai 28 jenis saja.

    Berdasarkan sistematika dalam tumbuhan maka rotan terdiri atas :

    Divisio/Divisi : Magnoliophyta

    Classis/kelas : Liliopsida

    Sub-classis/ Anak kelas : Arecidae

    Ordo / Bangsa : Arecales

    Famili / Suku : Arecaceae

    Sub-Family/Anak suku : Lepidocaryoideae

    Genus / Marga : Calamus, Daemonorops, Korthalisia, Plectocomia, Pectocomioopsis, Myrialepis, Calosphata, Ceratolobus, dan Bejaudia.

    Sedangkan perincian jumlah kegunaan rotan berdasarkan marga atau suku

    rotan adalah sebagai berikut.

    1. Suku/marga Korthalsia sebanyak 14 jenis rotan.

    2. Suku/marga Ceratolobus sebanyak 3 jenis rotan.

  • II-17

    3. Suku/marga Plectocomia sebanyak 2 jenis rotan.

    4. Suku/marga Plepcomiopsis sebanyak 3 jenis rotan

    5. Suku/marga Myrialepis sebanyak 2 jenis rotan.

    6. Suku/marga Daemonorops sebanyak 31 jenis rotan.

    7. Suku/marga Calamus sebanyak 73 jenis rota.

    Gambar 2.5. Penilaian sumber daya rotan dunia

    2.5.1.5. Rotan Terpenting Indonesia (Jenis, Sifat dan Penggunaannya)

    Rotan dalam sistematika tumbuh-tumbuhan termasuk divisio Spermato-

    phyta, sub-divisio Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Spacadici-

    florae, dan famili/suku Palmae. Rotan yang sampai saat ini sudah dikenal

    sebanyak 15 suku, yakni Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia,

    Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepis, Calospatha, Bejaudia, Cornera,

    Schizospatha, Eremospatha, Ancitrophylum dan Oncocalamus.

    Dari jumlah suku rotan yang telah ditemukan tersebut, telah diketahui

    sebanyak 9 suku dengan jumlah jenisnya masing-masing, yakni Calamus (370

    jenis), D'aemonorops (115 jenis), Khorthalsia (31 jenis), Plectocomia (14

  • II-18

    jenis), Ceratolobus (6 jenis), Plectocomiopsis (5 jenis), Myrilepis (2 jenis),

    Calospatha (2 jenis), dan Bejaudia (1 jenis).

    Di Indonesia sampai saat ini ditemukan sebanyak 8 jenis rotan, yakni

    Calamus, Daemonorops, Khorthalsia, Plectocomia, Ceratolobus, Plecto-

    comiopsis, Myrialepis, dan Calospatha. Dari 8 suku tersebut, total jenisnya di

    Indonesia mencapai tidak kurang dari 306 jenis. Penyebaran rotan tersebut

    meliputi pulau Kalimantan sebanyak 137 jenis, Sumatra sebanyak 91 jenis,

    Sulawesi sebanyak 36 jenis, Jawa sebanyak 19 jenis, Irian sebanyak 48 jenis,

    Maluku sebanyak 11 jenis, Timor sebanyak 1 jenis, dan Sumbawa sebanyak 1

    jenis.

    Rotan yang benar-benar memiliki sifat dan memenuhi syarat serta

    kualitas baik untuk berbagai keperluan berjumlah 128 jenis (Tabel 2.4.). Dari

    jumlah tersebut, rotan yang memiliki nilai komersial tinggi dan banyak

    dipungut serta diperdagangkan berkisar 28 jenis (Tabel 2.4.).

    Tabel 2.4. Daftar jenis rotan komersil dan daerah sebaran di Indonesia

    No Nama lokal Nama Botanis Daerah sebaran produksi 1 Manau Calamus manna Miq. Aceh, Sumut, Sumbar, Jambi,

    Bengkulu, Lampung, Kalimantan

    2 Semambu Calamus scipionum Loure Sumbar, Bengkulu, Lampung 3 Sega/taman Calamus caesius Bl. Aceh, Sumut, Sumbar, Riau,

    Bengkulu 4 Irit Calamus trachyoleus Becc Kalimantan 5 Tohiti Calamus inops Becc Sulawesi, Maluku 6 Batang/air Calamus zolingeri Becc Sulawesi, Maluku 7 Pulut/bolet Calamus ipar Bl Kaltim, Kalsel 8 Pulut putih Calamus sp Kaltim, Kalsel 9 Seuti Calamus ornatus Bl Bengkulu, Lampung, Sumbar,

    Jawa 10 Taman,

    Sego Calamus optimus Becc Kaltim, Kalsel, Kalteng

    11 Sega air Calamus exilis Griff Jambi, Sumsel, Lampung. 12 Sega batu Calamus hetroideus Bl. Jambi, Sumsel, Lampung,

    Bengkulu, Kalsel, Kalteng 13 Jermasin Calamus leijocaulis Becc. Sulawesi, Maluku 14 Tabu-tabu Daemonorops sabut Becc Sumbar, Bengkulu, Kalimantan 15 Jernang Daemonorops draco Bl. Jambi, Sumbar, Riau 16 Getah Khorthalsia angustifolia

    Bl. NTB, Aceh, Sumbar, Jambi, Lampung

    17 Datu Calamus minahasa Warb Maluku, Irja

  • II-19

    Tabel 2.4. Lanjutan

    No Nama lokal Nama Botanis Daerah sebaran produksi 18 Lilin Calamus javanensis Bl. Sumatera, Jawa, Kalimantan 19 Batu Calamus filiformis Becc. Bengkulu, Lampung, Kalteng 20 Lita Daemonorops lamprolepis

    Becc Kalbar, Kaltim, Sulawessi

    21 Dandan Calamus schistacanthus Bl.

    Sumsel, Jambi, Lampung

    22 Umbul Calamus symhysipus Mart NTB, Sulawesi 23 Duduk Daemonorops longopes

    Mart Bengkulu, Sumbar,Sumsel, Lampung, Aceh,

    24 Suwai Calamus warbugii K. Schum

    Maluku, Irja

    25 Seel Daemonorops melanochaetes Becc

    Sumatera, Jawa, Kalimantan

    26 Wilatung Daemonorops fissus Kalimantan 27 Balubuk Calamus burchianus Becc Sumatera, Jawa 28 Telang Calamus polystachys Becc Sumut, Aceh, Jambi, Riau,

    Kalimantan 29 Dahan Khorthalsia flagellaris

    Miq. Jambi, Riau, Bengkulu, Jawa, Kalimantan

    30 Inun Calamus scabidulus Lampung, Jawa 31 Bulu Khorthalsia celebica Bl Sulawesi, Maluku, Irja 32 Semut Khorthalsia scaphigera

    Mart Lampung, Jawaa

    33 Cacing Calamus ciliaris Bl. Sumatera, Jawa, Kalimantan 34 Udang Khorthalsia echinomerta

    Becc Sumbaar, Bengkulu

    35 Manau tikus Calamus oleyanus Becc Jambi, Sumbar, Bengkulu 36 Manau

    Gajah Calamus marginatus Mart.

    Sumbar, Bengkulu, Kalimantan

    37 Pelah Daemonorops rubra Bl. Sumatera, Jawa, Kalimantan 38 Lacak Calamus crinatus Bl. Riau, Jawa, Kalimantan 39 Tunggal Calamus mucronatus

    Becc Sumatra, Kalimantan

    40 Leules Calamus melanoloma Mart

    Lampung, Jabar

    41 Epek Calamus tolitoliensis Becc NTB, Sulawesi, Maluku 42 Rawa Calamus tenuis Jambi, Sumsel, Lampung 43 Samuli Calamus picicapus Bl Sulawesi, Maluku 44 Arasulu Calamusrumpii Bl Maluku, Irja 45 Buluk Calamus hispidulus Becc Sumsel, Riau, Bengkulu,

    Sumbar, Lampung, Kalimantan 46 Terumpu Calamus muricatus Sulawesi 47 Hoa Calamus didymocarpus

    Warb Sulawesi, Maluku, Irja

  • II-20

    Tabel 2.4. Lanjutan

    No Nama lokal Nama Botanis Daerah sebaran produksi 48 Lambang Calamus sp. Sulawesi, Maluku 49 Selutup Calamus optimus Becc. Sumatera, Jawa, Kalimantan 50 Kidang Calamus sp. Lampung, Jabar 51 Leluo Calamus maximus Sulawesi

    Habitus dan sifat-sifat rotan terpenting :

    1. Rotan Jernang Besar (Daemonorops draco Blume)

    Rotan jernang besar, jernang beruang, dan jernang kuku adalah nama

    lokal yang diberikan oleh penduduk Sumatra Selatan, sedangkan di Jawa Barat

    disebut getik badak dan di Jawa Tengah disebut getik warak. Penyebaran rotan

    jernang besar tidak luas, hanya dijumpai di semananjung Malaya dan Sumatra.

    Secara alami, rotan ini tumbuh di dataran rendah dalam hutan meranti pada

    ketinggian 300 m dari permukaan laut. Rotan ini tumbuh memanjat dan

    membentuk rumpun. Pembiakannya terjadi melalui biji dan tunas yang tumbuh

    pada pangkal batang.

    Batangnya yang sudah kering dan telah dirunti berwarna cokelat keku-

    ning-kuningan dan mengkilat, sedangkan bagian tengah batang berwarna putih.

    Batang rotan ini memiliki diameter kurang lebih 12 mm dan panjang ruas 18

    cm - 35 cm.

    Daunnya termasuk daun majemuk menyirip, dengan anak daun berben-

    tuk lanset seperti pita. Permukaan atas anak daun dan tulang anak daun tumbuh

    duri-duri halus. Duduk anak daun berhadap-hadapan, berjumlah banyak, dan

    berwarna cokelat kekuning-kuningan.

    Bunganya berbentuk malai dan tersusun dalam tandan. Tandan ketika

    masih kuncup diselubungi seludang berbentuk perahu dan di luar seludang

    tumbuh duri-duri.

    Buah yang masak berbentuk bulat, berwarna cokelat kemerah-merahan,

    dan berbiji tunggal. Dengan biji-bijinya inilah rotan jernang besar membiakkan

    diri. Buahnya banyak mengandung resinotanol sehingga banyak dimanfaatkan

    oleh rakyat untuk obat sakit murus. Batangnya dimanfaatkan untuk bahan

    furnitur, sedangkan getah buahnya dimanfaatkan untuk bahan pewarna dan

    bahan industri farmasi.

  • II-21

    Getah jernang yang dihasilkan dari buah rotan Jernang telah diper-

    dagangkan sejak lama untuk tujuan ekspor, paling tidak telah tercatat dalam

    data ekspor sejak tahun 1918. Pada saat itu, daerah pelabuhan utama ekspor

    getah jernang adalah pelabuhan Pontianak (Kalimantan), Belawan (Medan),

    Palembang, Jambi, Tanjung Balai Riau, dan Bagan Siapi-Api, dengan tujuan

    ekspor Malaysia dan Singapura.

    2. Rotan Dahanan (Korthalsia flagellaris Miq.)

    Rotan dahanan banyak tumbuh di Semenanjung Malaya, Sumatra, dan

    Kalimantan. Lokasi tempat tumbuh yang umum adalah di daerah berawa-rawa

    dataran rendah sampai pada ketinggian 50 m di atas permukaan laut.

    Rotan dahanan tumbuh secara berumpun dan jumlah tiap rumpun dapat

    mencapai 20 batang yang merambat pada tumbuhan lain. Perbanyakan tanaman

    menggunakan biji atau tunas yang tumbuh di pangkal batang yang membentuk

    rumpun.

    Batang rotan dahanan sering bercabang, diameter batang berkisar 1,5

    cm - 3 cm, dan panjang ruas batang 20 cm - 50 cm. Panjang batang yang

    merambat dapat mencapai 50 m. Permukaan batang agak kasar, berwarna

    cokelat sebam, dan batang bagian dalamnya cokelat. Batang rotan ini keras dan

    liat, sehingga agak sukar untuk dibelah. Karena itu, rotan ini banyak digunakan

    untuk rangka mebel.

    Bentuk daunnya majemuk menyirip dan letak anak daun agak berpa-

    sangan. Anak daun berbentuk bundar telur lanset sunsang yang bagian ujung-

    nya bergerigi. Pada tulang daun bagian bawah, tumbuh duri-duri.

    Bunganya berbentuk malai yang terletak diujung batang. Setelah berbu-

    nga dan berbuah, rotan ini akan mati. Buahnya berwarna kuning dan kulit buah

    bersisik.

    3. Rotan Semambu (Calamus scipionum Louer)

    Rotan semambu hidup membentuk rumpun yang satu atau dua batang-

    nya menjalar dan memanjat. Rotan ini banyak tumbuh secara alami di Se-

    menanjung Malaya, Sumatra, dan Kalimantan. Tempat tumbuhnya tersebar di

  • II-22

    dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Selain

    itu, rotan ini tumbuh di daerah belukar dengan iklim basah.

    Rotan semambu memiliki nama lokal sumambu (Batak Karo), simambo

    (BatakToba), simambu (Minangkabau), semambu (Lampung), semabu (Kal-

    bar), dan tantuwo (Dayak-Kalteng)

    Batang rotan ini dapat mencapai tinggi lebih dari 20 m. Diameter

    batangnya 3 cm dan ruas batang dapat mencapai 30 cm atau lebih. Batangnya

    berwarna cokelat kemerah-merahan kalau sudah kering.

    Daunnya berbentuk majemuk menyirip, panjang daun mencapai 2 m,

    daun terdiri atas anak-anak daun berbentuk lanset, dan pada ujung daun

    terdapat sulur panjat. Panjang tangkai daun 1 m; pelepah dan tangkai daun

    tumbuh duri.

    Bunganya ada dua macam, yaitu bunga yang subur dan bunga yang

    mandul. Bunga yang subur berbentuk cemeti dan berduri yang fungsinya untuk

    memanjatkan batangnya ke pepohonan kayu. Bunga yang subur ber bentuk

    malai panjang. Bunga jantan dan betina terletak pada pohon yang berlainan.

    Buahnya berbentuk lonjong, panjang buah 1,5 cm, dan kulit buah bersisik.

    Rotan semambu telah dikenal dalam perdagangan Internasional sejak

    awal abad XIX. Tujuan ekspor rotan ini antara lain ke benua Eropa. Karena

    kekuatan dan keuletannya, rotan ini banyak digunakan untuk tongkat pendaki

    gunung, tongkat ski, gagang payung, dan cambuk. Rotan ini juga banyak

    dipakai untuk rangka pembuatan mebel.

    4. Rotan Jermasin (Calamus leocojolis Becc.)

    Batang rotan jermasin berwarna hijau kekuning-kuningan dan apabila

    telah kering serta dirunti berwarna hijau telur kekuning-kuningan serta nampak

    mengkilat. Batang rotan ini dapat tumbuh mencapai kurang lebih 50 m.

    Diameter batang lebih kecil daripada rotan irit, yaitu antara 6 mm -10 mm dan

    ruas buku antara 15 cm - 40 cm. Batang rotan ini agak keras dan kuat. Rotan

    ini hidup berumpun dan ketika dewasa pada setiap rumpun berjumlah antara 30

    - 50 batang.

  • II-23

    Biasanya, rotan ini tumbuh secara alami di daerah Kalimantan,

    Sumatra, dan Sulawesi pada ketinggian tempat l0 m - 100 m di atas permukaan

    laut. Kondisi tempat tumbuh rotan ini adalah pada tanah berbatu dan banyak

    pasir, pada lereng, lembah, dan punggung gunung.

    Daun rotan jermasin termasuk daun majemuk menyirip yang hampir

    sama dengan daun rotan sega; warna anak daun hijau tua baik di bagian atas

    maupun bagian bawah. Batang rotan ini digunakan untuk bahan baku mebel.

    5. Rotan Buyung (Calamus optimus Becc.)

    Rotan buyung tumbuh di pinggir-pinggir sungai, daerah berbukit

    dengan ketinggian antara 100 m - 300 m dari atas permukaan laut. Rotan ini

    tumbuh secara berumpun dan jumlah tiap rumpun sebanyak 60 batang. Di

    daerah Kalimantan rotan ini dikenal dengan nama rotan buyung, rotan selutup

    dan rotan sega bulu.

    Batangnya berwarna hijau tua, tetapi setelah dirunti dan kering akan

    berubah berwarna kuning telur mengkilap. Diameter batang antara 12 mm - 24

    mm, panjang ruas 20 cm - 30 cm, panjang batang dapat mencapai 40 m.

    Daunnya berbentuk majemuk menyirip, anak daun berbentuk lanset, warna

    permukaan sama dengan rotan hijau. Kegunaan rotan buyung adalah untuk

    bahan baku mebel.

    6. Rotan Mantang (Calamus ornatus Blume)

    Rotan mantang adalah nama yang diberikan oleh penduduk Jambi dan

    banyak tumbuh di daerah tersebut. Di beberapa daerah, rotan ini memiliki

    beberapa nama, yakni rotan sega badak (Semenanjung Malaya), howe kasur

    dan howe seuti (Jawa Barat), manau dan salian (Kalimantan), upentu dan padas

    mapentu (Minahasa). Rotan ini tumbuh secara alami di daerah-daerah tersebut,

    tetapi juga tumbuh di Thailand dan Filipina.

    Diameter batang termasuk pelepahnya (sebelum dipungut) dapat men-

    capai 40 mm, sedangkan diameter batang yang sudah dibersihkan dan dirunti

    berkisar 15 mm - 30 mm, sedangkan panjang ruas 16 cm - 20 cm. Batang rotan

    yang masih hidup berwarna hijau gelap, sementara batang yang sudah dirunti

  • II-24

    dan kering berwarna kuning muda. Batang dari jenis rotan mantang banyak

    dipakai untuk keperluan pembuatan bahan baku mebel.

    Daun rotan ini berbentuk majemuk menyirip, panjang pelepah daun

    kurang lebih 4 m, dan bangun anak daun lanset. Pelepah daun berwarna hijau

    gelap dan ditumbuhi duri-duri tajam berwarna hitam yang panjangnya 4 cm

    dan lebar dasar 1 cm.

    Buahnya bulat telur agak runcing di ujungnya, panjang buah 3 cm dan

    lebar 2 cm. Bua