Buku Ajar BAB VI Masyarakat
-
Upload
kadeq-ditya-putra -
Category
Documents
-
view
685 -
download
11
description
Transcript of Buku Ajar BAB VI Masyarakat
BAB VIMASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF
AGAMA HINDU
Pada bagian ini disajikan masyarakat dalam perspektif agama hindu. Bab ini
difokuskan pada pemahaman tentang konsepsi pandangan agama Hindu tentang
konsepsi masyarakat yang sejahtera; Peran umat Hindu dalam mewujudkan
masyarakat Indonesia yang sejahtera; Pandangan agama Hindu tentang HAM,
demokrasi dan kesetaraan gender; Tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan
HAM, demokrasi dan kesetaraan gender.
Dengan mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
tentang konsepsi masyarakat dalam perspektif agama Hindu.
Mahasiswa mampu mendefinisikan konsep masyarakat yang sejahtera.
Mahasiswa mampu menjelaskan peran umat Hindu dalam mewujudkan
masyarakat sejahtera.
Mahasiswa mampu mendefinisikan pandangan agama Hindu tentang HAM,
demokrasi dan kesetaraan gender.
Mahasiswa mampu menjelaskan tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan
HAM, demokrasi dan kesetaraan gender.
6.1. Pandangan Agama Hindu tentang konsepsi masyarakat yang
sejahtera
Pengertian tentang masyarakat sebagai sebuah komunitas dalam pandangan
Hindu adalah berangkat dari konsepsi kula (keluarga), gotra atau mahagotra
(himpunan keluarga besar atau yang lebih besar) yang berkembang melingkupi suatu
wilayah desa hingga terbentuknya suatu tatanan hidup bersama, baik yang disebut
kula dresta, desa dresta atau loka dresta, dan desa dresta. Setiap kula atau gotra pada
dasarnya merupakan unit terkecil dari sistem tatanan dharma karma dalam sebuah
129
kesatuan kosmos yang bertujuan mewujudkan kreta (pakertan) yakni kesejahteraan
warganya. Dari konsep kerta (kreta) ini dikembangkan menjadi keraman atau desa
pakraman seperti dikenal pada masyarakat Hindu di Bali.
Konsepsi kerta (kreta) yang dipahamkan dalam konteks keraman ini secara
ideal (dan utopis) merujuk kepada ketentraman dan keberlimpahan sebagaimana
halnya di kahyangan atau sorga, dan ketentraman keberlimpahan itu adalah
sepatutnya dihadirkan di bumi bagi segenap umat manusia. Hal ini disebutkan dalam
Atharva Veda, sebagai berikut :
Bumi yang memikul beban, bagaikan sebuah keluarga, semua orang berbicara dengan bahasa berbeda-beda dan yang memeluk kepercayaan (agama) yang berbeda pula, semoga ia melimpahkan kekayaan kepada kita, tumbuhkan penghargaan di antara anda seperti seekor sapi betina (kepada anak-anaknya).
Atharva Veda XII.1.45
Engkau mengambil makanan dan airmu di tempat yang sama. Aku menyatukan anda semua dengan suatu ikatan saling pengertian. Sembahlah Tuhan Yang Maha Esa dengan kebulatan hati (musyawarah) dan tujulah kehidupan yang bersatu seperti sebuah as roda yang dikelilingi oleh jari-jarinya.
Atharva Veda III.30.6
Wahai umat manusia, dengan berjalan kea rah depan anda seharusnya tidak saling bertentangan, karena anda adalah para pengikut tujuan yang sama, yang hormat kepada para orang tua, yang memiliki pemikiran-pemikiran yang mulia dan ikut serta di dalam pikiran yang sama. Majulah lebih lanjut berakap-cakap dengan kata-kata yang manis. Aku mempersatukan anda dan memberkahimu dengan pemikiran-pemikiran yang mulia.
Atharva Veda III.30.5
Para dewa marut bertingkah laku seperti sesame saudara dan mereka membenci orang yang membedakan tinggi dan rendah, majulah dikau menuju kemakmuran.
Rg Veda V.60.5
Semoga semua dari anda menjadi giat dan bajik. Buatlah seluruh masyarakat menjadi mulia dan hancurkanlah orang-orang yang kikir.
Rg Veda IX.63.5
6.2. Peran umat Hindu dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera
Setiap manusia Hindu yang merupakan bagian dari anggota keluarga, gotra,
mahagotra, dan desa pakraman secara teologis telah dibekali sebuah kesadaran sosial
ekonomi cultural untuk berperan mengkondisikan dan membangun sebuah
130
masyarakat yang kerta raharja (civil society) dalam ajaran Agama Hindu disebut
Brahma Samad atau masyarakat madani.
Upaya ini tidak sekadar tergantung kepada pemimpin Negara, akan tetapi
bertumpu kepada setiap individu. Hal ini selaras dengan konsepsi filosofis Hindu
yang memandang bahwa setiap manusia Hindu adalah seorang pemimpin, pertama-
tama adalah memimpin mengendalikan indria-indrianya ke hal yang positif, sehingga
ia juga akan dapat memimpin keluarga dan masyarakat demi terciptanya
kesejahteraan bersama. Mewujudkan kesejahteraan pada prinsipnya sebuah dharma
agama, sekaligus dharma negara dan dharma kemasyarakatan.
Sesungguhnya ajaran Bhagawadgita dalam hubungannya dengan peran umat
Hindu dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera telah tersirat sebagai dasar
berpijak bahwa manusia tidak lepas dari kerja. Tanpa kerja bagaimana bisa
mensejahterakan keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat seperti dalam
sloka:
“Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan
mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja. Bhagawadgita III.4
Atas dasar itu maka peran masyarakat Hindu mewujudkan masyarakat
Indonesia yang sejahtera salah satunya adalah dengan yadnya. Dalam pelaksanaan
yadnya sudah tentu membutuhkan sarana upakara seperti buah-buahan, kelapa,
kembang dan lain-lain, bahan baku ini diupayakan agar masyarakat umat Hindu
menanam apa yang menjadi kebutuhan kita. Gunanya tiada lain untuk memberikan
kesejahteraan pada masyarakat setempat, selain itu masyarakat Bali telah jaya
berperan dalam mensejahterakan masyarakat Hindu dengan mendirikan koperasi
krama Bali sebagai salah satu contoh kepedulian dalam memberikan kesejahterakan
pada masyarakat.
6.3. Pandangan Agama Hindu tentang HAM, demokrasi dan kesetaraan
gender.
Hak asasi manusia (HAM) adalah anugerah Tuhan. Sebagai makhluk pribadi,
manusia memiliki hak hidup, hak milik, dan hak meredeka. Hak-hak mendasar yang
kemudian diklaim sebagai hak asasi pribadi manusia, dalam sejarah perjalanan
kemajuan individual barat, diratifikasi sebagai universal declaration of human rights.
131
Layak jika setiap manusia menuntut apa yang menjadi bagian hak asasi pribadinya.
Ini yang menumbuhkan sikap egoisme manusia barat yang tidak saja berbeda namun
sangat bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh spiritualisme manusia timur
sebab menurut paham Hindu adalah tergolong asura sampad, watak kekerasan yang
sepatutnya dibuang jauh-jauh.
Hakikat “hak” dalam persepsi paham Hindu tidak untuk ditonjolkan, melainkan
merupakan faktor sesudah adanya “kewajiban” (dharma, tattwamasi). Sebab
menurut paham filsuf besar Hindu, Mahtma Gandhi, menyebutkan bahwa “sumber
dari seluruh hak yang sejati ialah kewajiban. Asal saja kita semua melaksanakan
kewajiban sendiri, tidak akan terlalu susah mengejar hak. (Mahatma Gandhi, semua
manusia bersaudara, Gramedia 1988). Dan Swami Vivikananda menegaskan “tiap-
tiap kewajiban adalah suci, dan mengabdikan diri kepada suatu kewajiban adalah
suatu bentuk pemujaan terhadap Tuhan yang tertinggi”.
Menusia makhluk paling utama ciptaan Sanghyang Widhi telah dibekali
sejumlah hak, hak hidup, hak milik dan kebebasan. Manusia lahir dan hidup
merupakan proses utpeti, kemudian sthiti adalah proses kepemilikan, meski hanya
untuk sementara, meski akhir dari segala kebebasan akan melalui praline menuju
alam mahardika.
Jadi sesungguhnya ajaran Hindu lebih dari pada paripurna untuk dapat
dipahami dari sekedar memberi pengakuan dan atau perlindungan terhadap hak-hak
umatnya. Jika hak asasi manusia barat cenderung menuntut pengakuan perlindungan
hak asasi pribadi kelak akan muncul egoisme keangkuhan atau ahamkara. Maka hak
asasi manusia versi Hindu lebih memberi pengakuan dan atau perlindungan dalam
pemahaman bahwa hak-hak pribadi manusia merupakan bagian yang tidak boleh
dipisahkan dengan swdharma kewajiban itu sendiri. Lebih dari itu, apa yang disebut-
sebut sebagai hak asasi manusia dalam pengertian Hindu, pada akhir dari segala
tujuan adalah bukan untuk “keakuan” tetapi untuk kesadaran. Dengan demikian
sebenarnya ajaran Agama Hindu jauh lebih dalam dan luas memberi pengertian
HAM, dengan hak asasi pribadinya, termasuk pengakuan dan atau perlindungannya.
Pada hakikatnya jika kita menyadari bahwa tiap makhluk di dunia adalah
ciptaan Tuhan dan tiap makhluk memiliki hak asasi yang sama, kita akan bisa
memandang tiap orang sebagai diri kita. Dengan demikian kita tidak akan
132
mempergunakan hak kita secara bebas tanpa adanya batasan. Dalam ajaran Hindu,
Tattwamasi memiliki persepsi dan makna yang sama dengan nilai-nilai HAM, serta
menyiratkan jiwa dan prikemanusiaan secara bebas, universal dan adil serta beradab.
Tattwamasi (aku adalah kamu, kamu adalah aku) memantulkan sifat saling
mengasihi.
Manusia berhak bebas dari ketakutan, bebas dari kekurangan, bebas
menyatakan pendapat dan bebas memeluk agama. Namun manusia juga hendaknya
menyadari bahwa kebebasan yang kita terima berhak juga dirasakan oleh orang lain.
Dengan demikian kita akan dapat mengontrol diri kita untuk selalu menahan diri kita
untuk tidak selalu hanya menuntut hak kita tanpa memandang hak orang lain karena
pada hakikatnya jika kita ingin dihargai dan ingin hak kita dihormati oleh orang lain,
maka kita juga harus memperhatikan dan menghormati hak orang lain.
Masyarakat yang demokratis memberikan kebebasan dan kesempatan yang
sama kepada anggota-anggotanya untuk berusaha dan mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Nilai ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia pada dasarnya dapat
menggunakan atau mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, yang oleh C.B.
Macphersons disebut sebagai developmental power (Macphersons,1973).
Setiap individu memiliki kebebasan untuk berusaha baik dalam artian untuk
memperoleh pendapatan maupun untuk mengembangkan potensi pribadi yang
dimilikinya. Bebas disini adalah bahwa setiap individu, sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya, boleh memilih pekerjaan atau usaha apa pun serta menggantinya
dengan usaha yang lain yang dia inginkan untuk menghidupi diri dan keluarganya.
Tidak ada pembatasan bahwa seorang individu tidak boleh memilih pekerjaan
tertentu, atau sebaliknya tidak ada paksaaan agar individu memilih atau menerima
pekerjaan tertentu. Pembatasan hanya boleh dilakukan dengan berdasarkan
kualifikasi yang dimiliki oleh individu tersebut dan telah ditetapkan aturan main
yang diketahui oleh semua individu yang berkepentingan.
Bebas dalam pengertian ini juga dikaitkan dengan hak seorang individu untuk
berkreasi dan mengembangkan potensi diri. Sebagaimana halnya dengan
developmental power, ketika dilahirkan seseorang juga telah membawa dalam
dirinya bakat dan kemampuan terpendam baik dibidang seni, olah raga,
kepemimpinan maupun di bidang yang lain. Bakat dan kemampuan terpendam ini
133
masih merupakan potensi-potensi semata yang tidak banyak memberikan arti
sebelum diaktualkan. Dan oleh karena itu, diberikan kebebasan kepada seorang
individu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya merupakan cara untuk
mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Aktualisasi potensi bukan hanya akan
memberikan nilai positif kepada individu itu sendiri tetapi mungkin juga kepada
lingkungannya.
Implisit dalam pemberian kebebasan kepada individu untuk berusaha dan
mengembangkan potensi pribadinya adalah pengakuan bahwa individu-individu
tersbut memiliki persamaan hak untuk berusaha dan mengembangkan potensi
pribadinya. Kebebasan yang dimiliki oleh seorang individu harus pula diartikan
sebagai hak yang dimilki oleh individu yang lain. Sarana dan fasilitas yang tersedia
bagi sarana-sarana berusaha dan pengembangan potensi pribadi harus dapat
dinikmati dan dimanfaatkan oleh setiap individu. Sebagai ilustrasi yang kongkret,
pemberian bantuan kredit oleh pemerintah untuk meningkatkan usaha mengandung
pengertian bahwa semua orang, setelah memenuhi persyaratan yang diperlukan,
berhak mengajukan permohonan dan menerima bantuan tersebut. Juga pemberian
izin untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seni dan olah raga kepada individu-
individu tertentu misalnya, tidak boleh diikuti dengan larangan untuk melakukan
kegiatan yang sama oleh individu-individu yang lain.
Salah satu kelebihan demokrasi dibandingkan dengan sistem yang lain adalah
relative tingginya rasa aman yang dimiliki oleh seorang individu dalam kehidupan
sosialnya. Keamanan sosial ini meliputi berbagai aspek yang sangat luas. Seorang
individu tidak merasa khawatir ditipu oleh produsen suatu produk yang dibelinya, dia
tidak merasa takut menghadapi pemeriksaan kepolisian, dia tidak merasa khawatir
diperlakukan sewenang-wenang oleh perusahaan tempatnya bekerja seperti dipecat
tanpa alas an misalnya, dan rasa aman yang lain.
Dalam masyarakat yang demokratis seorang individu tahu betul hak-haknya
sebagai warga Negara. Dan Negara menjamin sepenuhnya hak-hak tersebut. Rasa
aman dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu berasal dari dua
hal. (1). Pemahaman sepenuhnya akan hak-hak yang dimilikinya secara implicit
mengandung pengertian bahwa individu-individu tersebut memahami pula bahwa
pelaksanaan hak-haknya tersebut dibatasi oleh hak-hak individu yang lain. Dengan
134
demikian pemahaman atas hak-haknya mengimplikasikan pemahaman atas
kewajiban-kewajiban individu terhadap hak-hak individu yang lain. Hak dan
kewajiban individu ini merupakan dua konsep yang mengakar dalam diri setiap
individu dan dalam pelaksanaannya bersifat timbale balik. (2). Selain melalui sifat
timbal balik antara hak dan kewajiban individu yang satu dengan individu yang lain,
social security juga berasal dari adanya aturan-aturan yang jelas yang menjamin hak
dan kewajiban individu. Aturan-aturan ini secara tegas mengatur pelaksanaan hak
dan kewajiban serta menetapkan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya. Dalam kehidupan
sosial aturan-aturan ini benar-benar dilaksanakan dan pada saat yang sama diikuti
dengan lembaga-lembaga pemberi sanksi yang memiliki kekuatan pemaksa jika
terjadi pelanggaran.
Manusia yang lahir ke dunia merdeka dan mempunyai martabat serta hak yang
sama dihadapan Tuhan Yang Maha Esa baik laki-laki maupun perempuan. Istilah
dewa-dewi, putra-putri, lingga yoni dalam ajaran Hindu menggambarkan bahwa
dualisme ini sesungguhnya ada dan saling membutuhkan karena Tuhan Yang Maha
Esa menciptakannya semua makhluk hidup selalu berpasangan.
Gerakan emansipasi wanita yang dimulai dunia barat akibat perlakuan kaum
laki-laki yang terkadang memarginalkan kaum perempuan, namun harus disadari
bahwa gerakan itu bertujuan menegakkan proporsi wanita sebagaimana layaknya. Ini
harus dipahami secara baik agar perilaku wanita tidak terkesan membrontak terhadap
eksistensi laki-laki. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkenaan dengan
eksistensi wanita yaitu bahwa wanita secara fisik apapun alasannya memang lebih
lemah dari kaum laki-laki, di samping itu secara kodrati wanita dapat hamil,
menyusui, dan datang bulan. Kodrat inipun terkadang dilanggar oleh kebanyakan
kaum wanita dengan gerakan emansipasi sehingga tidak sesuai dengan jiwa gerakan
itu sendiri yaitu menegakkan proporsi wanita sesuai dengan kodratnya. Wanita karier
adalah hak asasi sepanjang tidak meninggalkan kodratnya sebagai wanita. Menjadi
wanita karier bukan berarti boleh tidak setia dan tidak menghormati suami dan tidak
menyusui anak, anggapan ini salah besar. Memang wanita dihadapan kepada hal
yang sangat dilematis karena keadaan fisik yang secara kodrati lebih lemah dari laki-
laki, di satu sisi ingin eksis bersama kaum laki-laki dan di sisi yang lain dia harus taat
kepada kodratnya. Berkenaan dengan kesetaraan gender ini harus disikapi secara arif
135
dan bijaksana, artinya kasuistis tidak bisa dijadikan ukuran bahwa wanita
kedudukannya sebagai second class apalagi out class. Pandangan ini sangat keliru
dan bahkan dapat dikategorikan sebagai propokasi kemesraan hubungan laki-laki dan
perempuan dengan isu gendernya. Wanita dituntut harus mampu mengkolaborasikan
karier atau pekerjaan dengan urusan rumah tangga bila ia telah memilih untuk
menjadi wanita karier.
Kewajiban yang berlainan ini diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa agar
manusia dapat hidup saling melengkapi dan harmonis. Sesungguhnya menurut ajaran
Agama Hindu wanita memiliki kedudukan yang terhormat sesuai kodratnya seperti
yang diuraikan dalam Manawadharmasastra sebagai berikut :
“ wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayahnya, kakaknya, suami dan ipar-iparnya, jika mengehendaki kesejahteraan”.
“Di mana wanita dihormati, di sanalah para dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun dalam keluarga itu akan berpahala”.
“Di mana warga wanitanya hidup dalam kesedihan, keluarga itu cepat akan hancur, tetapi di mana wanita itu tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia”.
“Rumah di mana wanitanya tidak dihormati sewajarnya, mengucapkan kata-kata kasar, keluarga itu akan hancur seluruhnya seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib”.
Manawadharmasastra III.55-58
Dari terjemahan sloka-sloka kitab Manawadharmasastra di atas dapat dipahami
sesungguhnya kedudukan wanita atau perempuan di dalam Agama Hindu sangat
dihormati, sebab bila tidak ada penghormatan kepada wanita, maka seluruh aktivitas
ritual tidak akan bermanfaat. Hingga dewasa ini wanita mendapat kehormatan
khususnya dalam berbagai pelaksanaan upacara yadnya. Nilai tawar perempuan
menurut ajaran Hindu sebenarnya cukup kompetitip karena secara hakiki Hyang
Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa menciptakan dua insane berbeda jenis kelamin
ini dalam kapasitas saling membutuhkan dan saling melengkapi. Jadi keunggulan
laki-laki ada kalanya tidak ada pada wanita dan keunggulan wanita tidak ada pada
laki-laki, oleh karena itu maka dua insane ini terdorong saling memerlukan dan
selalu ingin bersatu agar kekurangan masing-masing menjadi lengkap. Selain posisi
136
terhormat salah satu keunggulan komparatif wanita yang termaktub dalam kitab suci
Veda sebagai berikut :
“Orang yang jahat ini memperlakukan kami sebagai wanita yang tidak berdaya. Tetapi kami berani dan sebagai ibu dari anak-anak laki-laki yang gagah perkasa, layaknya istri dari dewa Indra dan sahabat para dewa marut”.
Regveda X.8.9.
Dengan merajuk kepada terjemahan mantram Regveda di atas semestinya dua
insane Tuhan Yang Maha Esa, yakni pria dan wanita harus menyadari bahwa tidak
ada yang harus dipinggirkan sehingga keutuhan, kesempurnaan dengan mudah
diwujudkan jika perpaduan keunggulan komparatif masing-masing gender dipadukan
secara harmoni.
6.4. Tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM dan demokrasi, dan kesetaraan gender.
Tanggung jawab dalam mewujudkan HAM dan demokratisasi bagi sebuah
kehidupan masyarakat dalam pandangan Veda, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan
dharma karma. Dalam pemahaman tentang dharma karma baik dalam konteks
dharma agama, dharma negara, dan dharma kemasyarakatan, maka makna HAM
akan dipahami sebagai satu kesatuan dengan KAM (kewajiban asasi manusia).
Selanjutnya, dengan memahami makna HAM dan KAM sebagai satu kesatuan juga
berarti memahami konsepsi HAR (hak asasi ruh) dan KAR (kewajiban asasi ruh)
yang terlahirkan sebagai amnesia. Seperti telah disinggung dalam pembicaraan di
atas, pandangan filsafat manusia Hindu lebih berat tendensinya kepada paham
spritualisme, bahwa jiwaatma lebih tinggi dari badan materi.
Dalam kaitan ini, Mahatma Gandhi mengatakan, sumber dari seluruh hak yang
sejati ialah kewajiban. Asal saja kita semua melaksanakan kewajiban sendiri
(swadharma), tidak akan terlalu susah mengejar hak. Pandangan Mahatma Gandhi ini
pada dasarnya bersumber dari Bhagawadgita sebagai berikut :
“ oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajibanmu tanpa terikat pada hasil (sebagai hak), sebab kerja yang bebas dari keterikatan bila melakukannya, maka orang itu akan mencapai (tujuan) yang tinggi.”
Dalam bahasa yang lain Svami Vivekananda mengatakan, bahwa tiap-tiap
kewajiban adalah suci, dan mengabdikan diri kepada sesuatu kewajiban adalah suatu
bentuk pemujaan terhadap Tuhan yang tertinggi. Dengan demikian sudah sangat jelas
137
bagi masyarakat Hindu, bahwa mewujudkan HAM tidak dapat dilakukan tanpa
memahami HAM. Dengan kata lain, bahwa pemahaman dan pelaksanaan HAM
secara otomatis telah mengandung HAM sekalipun tidak selalu tampak dalam bentuk
benda materi yang nyata
Masyarakat dalam pandangan Hindu adalah berangkat dari konsepsi kula
(keluarga) gotra atau mahagotra yang melingkupi suatu wilayah desa, sehingga
terbentuknya suatu tatanan hidup bersama, sedangkan konsepsi masyarakat sejahtera
yang dipahamkan dalam konteks keraman yang merujuk pada ketentraman dan
keberlimpahan dalam mewujudkan kreta (pakertan) yakni kesejahteraan warganya.
Untuk mendapatkan / mewujudkan masyarakat sejahtera tidak lepas dari konsep
ajaran moksartham jagadhita ya ca iti dharma. Sebuah masyarakat yang kerta raharja
(civil society) yang dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Brahma samad, yaitu
mewujudkan kesejahteraan pada prinsipnya sebuah dharma agama sekaligus dharma
Negara dan dharma kemasyarakatan.
Untuk memperdalam pemahaman anda terhadap materi diatas silahkan melatih
kemampuan anda dengan menjawab pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas
1. Jelaskan definisi masyarakat yang sejahtera?
2. Sebutkan peran umat Hindu dalam mewujudkan masyarakat sejahtera.
3. Jelaskan pandangan agama Hindu tentang HAM, demokrasi dan kesetaraan
gender?
4. Jelaskan tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM, demokrasi dan
kesetaraan gender?
138
Buatlah kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 4-6 orang (ada pembagian
tugas yang jelas). Tugas kelompok.
1. Studi kasus : Kewajiban Adat yang memberatkan
2. Studi kasus : Wanita dalam keluarga
3. Studi kasus : Perdagangan wanita dan Anak
4. Studi kasus : Upacara keagamaan dan kemiskinan.
5. Studi kasus : Kegiatan adat dan Kebersamaan
6. Stdi kasus : Kebiasaan masyarakat yang bertentangan dengan Agama.
PHDI Pusat. 1990. Pedoman Pembinaan Umat Hindu Dharma Indonesia.
Upadasastra. Denpasar.
Titib, I Made.1986.Veda, Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan, Paramita: Surabaya.
Surpha, I. Wayan., 2005, Pengantar Hukum Hindu, Paramita, Surabaya.
Sidharta, Tjok., 2003, Slokantara Untaian Ajaran Etika teks terjemahan dan ulasan, Paramita, Surabaya.
Sudharta, dan G.Pudja.1986. Manavadharmaúàstra, Kompedium Hukum Hindu, Hanuman Sakti: Jakarta.
139