bukan saya

7
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010 11 Korelasi Jarak Genetik Berbasis Marka Mikrosatelit Inbrida Jagung dengan Bobot Biji F1 M.B. Pabendon 1 , M.J. Mejaya 2 , J. Koswara 3, dan H. Aswidinnoor 3 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi Nomor 274, Maros 90514 2 Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Jl. Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur 3 Institut Pertanian Bogor (IPB) Jl. Dramaga, Bogor ABSTRACT. Correlation between Genetic Distances based on Microsatellite Marker in Maize Inbred with Seed Weight of F1. This study was aimed to determine: (a) the correlation between the value of microsatellite marker-based genetic distances with maize seed yield of F1 testcross, and (b) the effectiveness of Mr14 and Mr4 inbred as testers on maize phenotypic seed weight performances. The trial was conducted in two stages. The first stage was the formation of two sets of F1 single crosses, one set using Mr4 inbred tester and another set using Mr14 inbred tester, each tester was crossed with 32 maize lines. Each set contained 32 F1 testcrosses. The values of genetic distances of the F1 testcrosses were obtained by DNA-based characterization using the microsatellite markers. The second stage was to test yield performances of the F1 testcrosses of each set derived from Mr4 and Mr14. Results of the trial showed that one F1 testcross with Mr4 tester and one F1 testcross with Mr14 tester produced seed weights per plant significantly higher than that of cultivar Bisma 1 (control variety). The two genotypes of the F1 testcrosses were P5/GM26-9 x Mr4 and Bisma-3-1 x Mr14, each produced 179.1 and 178.5 g seed weight/plant, respectively. The genetic distances of both F1 testcrosses were 0.82 and 0.84, respectively, where as in the Bima1 hybrid was 0.65. The two F1 testcrosses indicate potential as new testers replacing the Mr14 and Mr4 inbred testers. The coefficient of correlations between genetic distances and seed weights of P5/GM26-9 x Mr4 and Bisma-3-1 x Mr14 inbred were 0.81 and 0.76, respectively. These values are quite high, suggesting that the microsatellite markers can be used to test maize genotypes to obtain better maize testers than Mr4 testers and Mr14. Keywords: Microsatellite marker-based genetic distances, maize inbred testers, yield potentials ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (a) korelasi antara nilai jarak genetik berbasis marka mikrosatelit dengan bobot biji F1 jagung inbrida hasil silang uji (testcross), dan (b) efektivitas inbrida Mr4 dan Mr14 sebagai inbrida penguji (tester) terhadap penampilan fenotipik (bobot biji). Penelitian dilakukan di lapangan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan dua set F1 silang tunggal, masing-masing dengan inbrida penguji Mr4 dan Mr14 yang disilangkan dengan 32 galur jagung, sehingga masing-masing set materi menghasilkan 32 genotipe F1 silang tunggal. Nilai jarak genetik diperoleh dengan melakukan karakterisasi DNA berbasis marka mikrosatelit. Tahap kedua adalah uji daya hasil jagung silang tunggal dari masing-masing set (Mr4 dan Mr14). Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu genotipe silang tunggal F1 dari hasil persilangan dengan inbrida Mr4 dan satu genotipe F1 dari hasil persilangan dengan inbrida Mr14 memiliki bobot biji per tanaman yang secara nyata lebih tinggi dibanding dengan bobot biji pada varietas pembanding Bima1. Kedua genotipe silang tunggal F1 tersebut adalah P5/GM26-9 x Mr4 dan Bisma-3-1 x Mr14, dengan bobot biji masing-masing 179,1 g/tanaman dan 178,5 g/tanaman. Nilai jarak genetik kedua genotipe silang tunggal F1 adalah masing- masing 0,82 dan 0,84, sedangkan jarak genetik hibrida Bima1 adalah 0,65. Kedua genotype inbrida tersebut berpotensi sebagai inbrida penguji baru, masing-masing menggantikan inbrida penguji Mr14 dan Mr4. Nilai korelasi antara jarak genetik dengan bobot biji genotipe F1 hasil silang uji adalah 0,81 dan 0,76, masing masing pada persilangan 32 inbrida dengan inbrida penguji Mr4 dan Mr14. Nilai ini tergolong tinggi, sehingga marka mikrosatelit dapat digunakan untuk menguji inbrida jagung lain guna mendapatkan inbrida yang lebih potensial daripada inbrida penguji Mr4 dan Mr14. Kata kunci: Jarak genetik, inbrida penguji, potensi hasil P emuliaan jagung hibrida termasuk pembentukan galur dan evaluasi kemampuan daya gabung hasil persilangan yang dibentuk berdasarkan karakter yang ingin dikembangkan. Identifikasi kombinasi tetua yang menghasilkan hibrida superior merupakan tahapan yang sangat penting dalam pengembangan hibrida. Kegiatan ini merupakan tahapan yang paling mahal dan membutuhkan banyak waktu, seperti penyilangan inbrida yang satu dengan lainnya dan mengevaluasi hibrida secara ekstensif di lapangan. Penampilan galur inbrida jagung tidak menggambarkan hasil biji hibrida jagung (Hallauer and Miranda 1988). Oleh karena itu, kemampuan memprediksi nilai hibrida silang tunggal atau heterosis antara tetua galur inbrida berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pemuliaan hibrida, terutama jika dapat dilakukan sebelum persilangan. Permintaan jagung akan terus meningkat sehingga potensi hasil tinggi dari calon varietas selalu menjadi prioritas utama. Oleh sebab itu, jika seleksi tetua menggunakan metode silang uji maka materi penguji harus mempunyai kemampuan daya gabung yang tinggi terhadap berbagai karakter. Dalam beberapa studi, efek daya gabung umum (DGU) untuk tetua dan efek daya gabung khusus (DGK) untuk persilangan telah diestimasi pada jagung (Dehghanpour et al. 1996; San-Vicente et al. 1998; Konak et al. 1999; Chaudhary et al. 2000; Araujo et al. 2001; Kalla et al. 2001). Derajat heritabilitas bervariasi dari rendah sampai sedang untuk hasil biji (Deghanpour et al. 1996; Singh et al. 1998).

description

saya tidak akan

Transcript of bukan saya

  • JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010

    11

    Korelasi Jarak Genetik Berbasis Marka Mikrosatelit Inbrida Jagungdengan Bobot Biji F1

    M.B. Pabendon1, M.J. Mejaya2, J. Koswara3, dan H. Aswidinnoor3

    1Balai Penelitian Tanaman SerealiaJl. Dr. Ratulangi Nomor 274, Maros 90514

    2Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-UmbianJl. Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur

    3Institut Pertanian Bogor (IPB)Jl. Dramaga, Bogor

    ABSTRACT. Correlation between Genetic Distances basedon Microsatellite Marker in Maize Inbred with Seed Weightof F1. This study was aimed to determine: (a) the correlationbetween the value of microsatellite marker-based genetic distanceswith maize seed yield of F1 testcross, and (b) the effectiveness ofMr14 and Mr4 inbred as testers on maize phenotypic seed weightperformances. The trial was conducted in two stages. The firststage was the formation of two sets of F1 single crosses, one setusing Mr4 inbred tester and another set using Mr14 inbred tester,each tester was crossed with 32 maize lines. Each set contained32 F1 testcrosses. The values of genetic distances of the F1testcrosses were obtained by DNA-based characterization usingthe microsatellite markers. The second stage was to test yieldperformances of the F1 testcrosses of each set derived from Mr4and Mr14. Results of the trial showed that one F1 testcross withMr4 tester and one F1 testcross with Mr14 tester produced seedweights per plant significantly higher than that of cultivar Bisma 1(control variety). The two genotypes of the F1 testcrosses wereP5/GM26-9 x Mr4 and Bisma-3-1 x Mr14, each produced 179.1 and178.5 g seed weight/plant, respectively. The genetic distances ofboth F1 testcrosses were 0.82 and 0.84, respectively, where as inthe Bima1 hybrid was 0.65. The two F1 testcrosses indicatepotential as new testers replacing the Mr14 and Mr4 inbred testers.The coefficient of correlations between genetic distances and seedweights of P5/GM26-9 x Mr4 and Bisma-3-1 x Mr14 inbred were0.81 and 0.76, respectively. These values are quite high, suggestingthat the microsatellite markers can be used to test maize genotypesto obtain better maize testers than Mr4 testers and Mr14.

    Keywords: Microsatellite marker-based genetic distances, maizeinbred testers, yield potentials

    ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (a) korelasiantara nilai jarak genetik berbasis marka mikrosatelit dengan bobotbiji F1 jagung inbrida hasil silang uji (testcross), dan (b) efektivitasinbrida Mr4 dan Mr14 sebagai inbrida penguji (tester) terhadappenampilan fenotipik (bobot biji). Penelitian dilakukan di lapangandalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan dua set F1silang tunggal, masing-masing dengan inbrida penguji Mr4 dan Mr14yang disilangkan dengan 32 galur jagung, sehingga masing-masingset materi menghasilkan 32 genotipe F1 silang tunggal. Nilai jarakgenetik diperoleh dengan melakukan karakterisasi DNA berbasismarka mikrosatelit. Tahap kedua adalah uji daya hasil jagung silangtunggal dari masing-masing set (Mr4 dan Mr14). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa satu genotipe silang tunggal F1 dari hasilpersilangan dengan inbrida Mr4 dan satu genotipe F1 dari hasilpersilangan dengan inbrida Mr14 memiliki bobot biji per tanamanyang secara nyata lebih tinggi dibanding dengan bobot biji padavarietas pembanding Bima1. Kedua genotipe silang tunggal F1tersebut adalah P5/GM26-9 x Mr4 dan Bisma-3-1 x Mr14, denganbobot biji masing-masing 179,1 g/tanaman dan 178,5 g/tanaman.

    Nilai jarak genetik kedua genotipe silang tunggal F1 adalah masing-masing 0,82 dan 0,84, sedangkan jarak genetik hibrida Bima1 adalah0,65. Kedua genotype inbrida tersebut berpotensi sebagai inbridapenguji baru, masing-masing menggantikan inbrida penguji Mr14dan Mr4. Nilai korelasi antara jarak genetik dengan bobot biji genotipeF1 hasil silang uji adalah 0,81 dan 0,76, masing masing padapersilangan 32 inbrida dengan inbrida penguji Mr4 dan Mr14. Nilai initergolong tinggi, sehingga marka mikrosatelit dapat digunakan untukmenguji inbrida jagung lain guna mendapatkan inbrida yang lebihpotensial daripada inbrida penguji Mr4 dan Mr14.

    Kata kunci: Jarak genetik, inbrida penguji, potensi hasil

    Pemuliaan jagung hibrida termasuk pembentukangalur dan evaluasi kemampuan daya gabung hasilpersilangan yang dibentuk berdasarkan karakteryang ingin dikembangkan. Identifikasi kombinasi tetuayang menghasilkan hibrida superior merupakan tahapanyang sangat penting dalam pengembangan hibrida.Kegiatan ini merupakan tahapan yang paling mahal danmembutuhkan banyak waktu, seperti penyilanganinbrida yang satu dengan lainnya dan mengevaluasihibrida secara ekstensif di lapangan. Penampilan galurinbrida jagung tidak menggambarkan hasil biji hibridajagung (Hallauer and Miranda 1988). Oleh karena itu,kemampuan memprediksi nilai hibrida silang tunggalatau heterosis antara tetua galur inbrida berperanpenting dalam meningkatkan efisiensi pemuliaanhibrida, terutama jika dapat dilakukan sebelumpersilangan.

    Permintaan jagung akan terus meningkat sehinggapotensi hasil tinggi dari calon varietas selalu menjadiprioritas utama. Oleh sebab itu, jika seleksi tetuamenggunakan metode silang uji maka materi pengujiharus mempunyai kemampuan daya gabung yang tinggiterhadap berbagai karakter. Dalam beberapa studi, efekdaya gabung umum (DGU) untuk tetua dan efek dayagabung khusus (DGK) untuk persilangan telah diestimasipada jagung (Dehghanpour et al. 1996; San-Vicente etal. 1998; Konak et al. 1999; Chaudhary et al. 2000; Araujoet al. 2001; Kalla et al. 2001). Derajat heritabilitasbervariasi dari rendah sampai sedang untuk hasil biji(Deghanpour et al. 1996; Singh et al. 1998).

  • PABENDON ET AL.: JARAK GENETIK INBRIDA JAGUNG

    12

    Efek heterosis yang besar ditentukan olehpenampilan kedua tetua dan hibrida. Penampilan tetuaakan berbeda antarlingkungan, dan besarnya heterosiskemungkinan akan memperlihatkan variasi yang sama.El-Haddad (1975) dan Uddin et al. (1992) menyarikanhasil studi pendahuluan yang mengindikasikanterjadinya heterosis nyata pada heterosis rata-rata tetuadan heterosis tetua tertinggi untuk hasil dan beberapakarakter agronomi.

    Jumlah pengujian molekuler yang tersedia untukstudi keragaman tanaman meningkat secara dramatis,masing-masing metode berbeda dalam prinsip, aplikasi,tipe dan jumlah polimorfisme yang terdeteksi, termasukbiaya dan waktu yang dibutuhkan (Tanksley andMcCouch 1997). Menurut Warburton et al. (2005), alatbantu marka molekuler bermanfaat dalam menyaringkelompok heterotik dan menyeleksi materi penyajirepresentatif yang akan digunakan dalam programpemuliaan hibrida. Single Sequence Repeats (SSRs) ataubiasa disebut mikrosatelit merupakan unit pengulangan1-6 pasang basa DNA dengan variasi yang tinggi (Guptaet al. 1996; Senior et al. 1998). Primer SSR dibentukberdasarkan daerah pengapit konservatif (conservedflanking region) lokus SSR (Akkaya et al. 1992), yang bisamenghasilkan amplifikasi PCR (Polymerase ChainReaction) pada lokus SSR tersebut. Hasil produk PCRdapat dielektroforesis yang dibedakan menurut jumlahunit pengulangan DNA dalam alel-alel SSR yang munculdan menghasilkan polimorfisme yang tinggiantarspesies (Senior and Heun 1993; Taramino andTingey 1996; Senior et al. 1998), dan yang lebih pentingadalah antarindividu dalam spesies dan populasi (Guptaet al. 1996; Chen et al. 1997). Modifikasi jarak Roger telahdigunakan dalam menentukan jarak genetikantarsejumlah galur inbrida jagung dataran rendahtropis (Xia et al. 2004), serta galur jagung inbrida danpopulasi CIMMYT (Warburton et al. 2002).

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (a)posisi inbrida Mr4 dan Mr14 sebagai inbrida pengujiterhadap hasil (bobot biji) berdasarkan markamikrosatelit, dan (b) kegunaan marka molekuler melaluikorelasi antara nilai jarak genetik berbasis markamikrosatelit dengan bobot biji genotipe jagung hasilsilang uji.

    BAHAN DAN METODE

    Materi Genetik

    Untuk pembuatan materi silang uji digunakan 32 inbridadan dua materi penguji (Mr4 dan Mr14). Uji daya hasilsilang uji terdiri atas dua set genotipe hasil silang uji yaitu32 genotipe silang tunggal dengan inbrida penguji Mr4

    dan 32 genotipe silang tunggal dengan inbrida pengujiMr14. Masing-masing set materi menggunakan tigavarietas pembanding yaitu Bima 1, Bisi 2, dan Semar 10.

    Karakterisasi Genetik untuk PenentuanNilai Jarak Genetik

    Protokol karakterisasi genetik berbasis marka SSRmeliputi ekstraksi DNA, amplifikasi, elektroforesis, danvisualisasi gel mengikuti prosedur yang digunakan olehGeorge et al. (2004) dengan sedikit modifikasi, yaitumengganti penggunaan cairan nitrogen dengan bufferCTAB (Khan et al. 2004). Proses ini lebih sederhana danlebih murah tanpa mengurangi kualitas DNA yangdiperoleh. Proses amplifikasi menggunakan mesin PTC-100 Programmable Thermal Controller (MJ Research,Waltham, Mass). Primer dibeli dari Research Genetics(Huntsville, Ala). Fenotipe SSR diskoring sebagai databiner yaitu 1 jika ada pita dan 0 jika tidak ada pita, atau 9jika pita yang muncul meragukan. Jika pita yang munculmeragukan maka diskoring sebagai missing data. Databiner akan digunakan dalam analisis data molekuleruntuk mengestimasi nilai jarak genetik.

    Pembentukan Hibrida F1

    Pembentukan dua set hibrida F1 dilaksanakan di KPMaros, Balitsereal, dilakukan dengan metode silang uji,menggunakan dua penguji (tester) atau sebagai tetuajantan, yaitu inbrida Mr4 dan Mr14. Materi genetikpasangan persilangan (tetua betina) terdiri atas 32inbrida harapan. Benih ditanam dengan jarak 75 cm x20 cm dan panjang baris 5 m. Setiap nomor ditanamdua biji per lubang tanam. Sebagai penguji yang akanmenjadi sumber tepung sari 32 inbrida, kedua genotipemasing-masing ditanam dalam dua petak, masing-masing terdiri atas empat baris. Sebagai tetua betina (32inbrida), setiap nomor ditanam dua baris dengan jaraktanam 75 cm x 20 cm dan panjang baris 5 m.

    Takaran pupuk yang diberikan 350 kg urea, 200 kgSP36, dan 100 kg KCl/ha. Pemupukan dilakukan dua kali,pertama pada saat tanam, yaitu setengah takaran pupukurea dan seluruh pupuk SP36 dan KCl. Pemupukankedua dilakukan pada umur 30 hari setelah tanam (HST),yaitu setengah takaran pupuk urea yang tersisa.Penjarangan tanaman dilakukan pada umur 7-10 HSTdengan meninggalkan satu tanaman per lubang tanam.Pemeliharaan tanaman sesuai dengan rekomendasi dankondisi di lapangan, antara lain penyiangan, pengairan,dan pembumbunan.

    Sebelum keluar bunga jantan dan bunga betina,kantong penutup untuk masing-masing bunga sudahdipersiapkan. Untuk menghindari kontaminasi bungabetina, pada saat tongkol sudah muncul segera

  • JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010

    13

    Tingkat kemiripan genetik (GS) diestimasi dari datajumlah alel dengan menggunakan koefisien Jaccard(Rohlf 2000) dengan formula:

    ( )unmS += ,

    di manam = jumlah pita (alel) DNA yang sama posisinya,n = total pita (alel) DNA, danu = jumlah pita (alel) DNA yang tidak sama posisinya.

    Kemiripan genetik dianalisis dengan menggunakanprogram komputer NTSYS-pc versi 2.1 (Rohlf 2000).Analisis matriks jarak genetik diperoleh dari hasil analisiskemiripan genetik (Lee 1998) dengan formula:

    S = 1 GSdi manaS = jarak genetik,GS = Kemiripan genetik (Genetic Similarity).

    Principal Coordinate Analysis (PCoA) digunakanuntuk mengetahui posisi relatif dari masing-masinghibrida dan tetuanya. Komponen utama dari peubahdata asal diperoleh dari matriks varians-kovarianspeubah asalnya (Dillon and Goldstein 1984).

    Analisis data lapangan menggunakan program IRRI-stat. Koefisien korelasi (r) antara jarak genetikberdasarkan marka mikrosatelit dan bobot bijimenggunakan analisis korelasi sederhana.

    Analisis data lapangan mengikuti rancangan alphalatis, sedangkan analisis korelasi sederhana dilakukanuntuk melihat hubungan antara nilai jarak genetikberbasis marka SSR dengan data fenotipik hibrida F1hasil biji, rendemen biji, dan bobot 1.000 biji. Jika nilai rpositif berarti data molekuler didukung oleh datafenotipik, namun jika nilai r negatif maka data molekulertidak didukung oleh data fenotipik.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Nilai jarak genetik antara masing-masing galur denganmateri penguji dalam dua set persilangan disajikan padaTabel 1. Pada set genotipe F1 hasil silang uji dengan Mr4,nilai jarak genetik berkisar antara 0,62-0,89. Nilai jarakgenetik terendah adalah pada persilangan P5/GM26-22xMr4 yang menghasilkan bobot biji 106,8 g/tanaman,sedangkan tertinggi pada persilangan MKB24xMr4dengan bobot biji 169,2 g/tanaman. Bobot biji terendahadalah 96,0 g/tanaman dengan jarak genetik 0,70, danbobot biji tertinggi 179,1 g/tanaman dengan jarak genetik0,82. Dalam hal ini terdapat 11 genotipe F1 yang berbedanyata dengan varietas pembanding Semar 10 dan Bima 1.

    disungkup dengan kantong sebelum rambut tongkolkeluar untuk menghindari benangsari yang tidakdiinginkan jatuh pada rambut tongkol. Untukmenghindari kontaminasi pada bunga jantan (malai),pada saat malai sudah siap disilangkan segeradisungkup dengan kantong kertas yang sudahdisiapkan, maksimal 24 jam sebelum disilangkan.

    Pada saat panen, masing-masing set persilangandipanen secara terpisah, dikeringkan, kemudiandisimpan dalam kantong kertas untuk digunakan padamusim berikutnya. Hal ini bertujuan untuk melihatpenampilan fenotipik masing-masing genotipe yangakan dikorelasikan dengan nilai jarak genetik masing-masing pasangan.

    Uji Daya Hasil Pendahuluan F1 Hasil Silang Uji

    Pengujian dilakukan di KP Bajeng, Balitsereal, SulawesiSelatan. Jumlah perlakuan sebanyak 35 genotipe terdiriatas 32 hibrida silang tunggal dan tiga kultivarpembanding, yaitu Semar 10, Bisi 2, dan Bima 1. Tataletak di lapangan menggunakan rancangan alpha latis 7x 6 diulang dua kali. Jarak tanam 75 cm x 20 cm, panjangbaris 5 m, masing-masing genotipe terdiri atas dua baris.Pupuk yang digunakan pada semua kegiatan di lapangansesuai dengan yang direkomendasikan untuk jagung,yaitu 300 kg urea, 200 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha.Pemberian urea dilakukan dua kali, pertama pada umursatu minggu setelah tanam (150 kg urea/ha), bersamaandengan semua pupuk SP36 dan KCl. Pemupukan ureakedua (150 kg/ha) pada umur 30 HST.

    Data yang dikumpulkan adalah umur 50% berbunga,tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, skoring hama danpenyakit yang menyerang, skoring penampilan tanamandan tongkol, kadar air biji saat panen, jumlah tongkolpanen per petak, bobot tongkol per petak, rendemenbiji, dan komponen hasil (panjang tongkol, diametertongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per baris,dan bobot 1.000 biji).

    Analisis Data

    Analisis data molekuler dilakukan berdasarkan hasilskoring pita DNA yang muncul pada plate. Skoringdilakukan dengan cara:jika ada pita diberi skor satu (1)dan jika tidak ada pita diberi skor nol (0). Hasil skoringdalam bentuk data biner. Tingkat polimorfisme (PIC) dariprimer yang digunakan dihitung untuk masing-masingmarka SSR (Smith et al. 1997), dengan formula:

    = n ifPIC1

    21 i = 1, 2, 3,n,

    di mana f1 adalah frekuensi alel ke-i.

  • PABENDON ET AL.: JARAK GENETIK INBRIDA JAGUNG

    14

    kecil jika pengujinya inbrida Mr4 dan Mr14. Oleh sebabitu, jika potensi hasil merupakan tujuan utama makaperlu dipertimbangkan untuk mencari inbrida barudengan potensi daya gabung yang lebih tinggi dariinbrida penguji Mr4 dan Mr14.

    Dalam penelitian ini hasil ketiga varietas pembandingyang masing-masing adalah 9 t/ha untuk Semar 10, 12t/ha untuk Bisi 2, dan 9 t/ha untuk Bima 1. Semar 10adalah varietas hibrida silang tiga jalur, sedangkan Bisi 2dan Bima 1 merupakan hibrida silang tunggal.

    Pada set genotipe F1 hasil silang uji dengan Mr14,nilai jarak genetik berkisar antara 0,52-0,87. Nilai jarakgenetik tersebut diperoleh dari hasil persilanganBisma137xMr14 yang menghasilkan bobot biji 76,0 g/tanaman, sedangkan nilai jarak genetik tertinggi padapersilangan P5/GM25-42xMr14 menghasilkan bobot biji146,0 g/tanaman. Bobot biji terendah adalah 76,0 g/tanaman dengan jarak genetik 0,52, dan bobot bijitertinggi adalah 178,5 g/tanaman dengan jarak genetik0,84. Dalam hal ini terdapat sembilan genotipe F1 yangberbeda nyata dengan pembanding Semar 10 danBima 1.

    Pada kedua set persilangan, pasangan persilangandengan bobot biji tertinggi terdapat pada P5/GM26-9xMr4 dan Bisma-3-1xMr14, berbeda nyata denganpembanding Bima 1. Tidak terdapat genotipe F1 yangberbeda nyata dengan pembanding Bisi 2, baik padahibrida hasil silang uji dengan inbrida penguji Mr4maupun pada hibrida hasil silang uji dengan inbridapenguji Mr14.

    Tidak ditemukan genotipe yang berbeda nyatadengan Bisi 2, baik pada hibrida hasil silang tunggaldengan inbrida Mr4 maupun dengan inbrida Mr14. Halini wajar karena inbrida penguji Mr4 dan Mr14 diperolehhanya melalui seleksi fenotipik. Genotipe F1 yangberbeda nyata dengan Bima1 juga sangat rendah, hanyasatu pada masing-masing set persilangan. Berdasarkanhasil pengujian secara fenotipik selama lima tahun,inbrida Mr4 dan Mr14 mempunyai kemampuan dayagabung yang tinggi, sehingga dipilih sebagai tetua penguji(Mejaya et al. 2005). Namun pengujian tersebutdilakukan lebih dari 10 tahun yang lalu dan sampaisekarang belum ada inbrida penguji lain yang digunakan.Di lain pihak, dengan tingginya permintaan, banyakvarietas-varietas baru yang dilepas oleh berbagaiperusahaan perbenihan, terutama dari swasta denganpotensi hasil yang sangat tinggi berkisar antara 12-13t/ha.

    Nilai jarak genetik genotipe hasil silang uji denganMr4 yang berbeda nyata dengan varietas pembandingadalah 0,80 dengan bobot biji rata-rata 158,61 g/tanaman, sedangkan nilai jarak genetik genotipe hasilsilang tunggal yang tidak berbeda nyata dengan varietas

    Inbrida penguji Mr4 dan Mr14 adalah tetua Bima 1.Dari karakterisasi marka SSR diperoleh nilai jarak genetikMr4 dengan Mr14 sebesar 0,65 yang tergolong sedang.Dengan demikian, peluang untuk memperoleh hibridayang lebih baik dari varietas hibrida pembanding relatif

    Tabel 1. Jarak genetik dan bobot biji per tanaman hibrida F1 hasilsilang uji 32 inbrida dengan penguji inbrida Mr4 dan Mr14,KP. Bajeng, Sulawesi Selatan 2006

    Bobot biji per Jarak genetik** tanaman (g)Genotipe

    x Mr4 x Mr14 x Mr4 x Mr14

    Inbrida:P5/GM25-42 0,69 0,87 112,92 146,03P5/GM25-97 0,63 0,74 101,70 132,51P5/GM25-203 0,71 0,73 120,25 130,01P5/GM25-233 0,75 0,72 118,04 163,34P5/GM25-241 0,75 0,77 147,24 139,86P5/GM26-9 0,82 0,69 179,10 * 136,41P5/GM26-22 0,62 0,76 106,75 135,74P5/GM26-87 0,72 0,72 119,31 122,60P5/GM30-9 0,81 0,76 155,17 116,16P5/GM30-54 0,79 0,71 132,33 133,65P5/GM30-66 0,76 0,78 108,34 149,45Bisma-3-1 0,71 0,84 126,19 178,52 *Bisma-137 0,69 0,52 109,27 75,99Bisma-140-2 0,76 0,69 153,28 115,15Bisma-181-1 0,75 0,73 130,93 118,76BM(S1)C0-10 0,78 0,69 148,86 98,44BM(S1)C0-172 0,78 0,83 153,36 118,91MKB-24 0,89 0,83 169,20 129,85MKB-52 0,85 0,73 171,24 101,15SP006BBBB-27 0,77 0,80 161,63 156,98SP006BBBB-65 0,74 0,78 131,33 131,37SP007-23 0,70 0,81 95,99 153,64SP007-68 0,81 0,67 160,80 96,17SP007-85 0,76 0,68 129,72 109,26SP007-118 0,74 0,58 110,31 81,43SP008-70 0,78 0,71 132,84 117,49SP008-120 0,76 0,83 115,03 167,88SP008-128 0,74 0,81 118,13 150,87SP008-135 0,75 0,86 126,68 170,52SM5-9x 0,69 0,73 112,73 108,63SW7-6 0,75 0,78 144,86 113,96SM7-11x 0,73 0,67 123,01 126,81Rata-rata 0,75 0,74 146,94 143,69Korelasi (r) 0,81 0,76Hibrida pembandingBima 1 = (Mr 4 x Mr 14) 159,97 153,63Semar 10 121,91 121,40Hibrida Multi Nasional 193,83 195,395% LSD 13,06 22,64KK (%) 5,00 8,80

    Angka bobot biji per tanaman yang diikuti notasi * berarti berbedanyata lebih tinggi terhadap hibrida pembanding Bima1, sedangkanyang tidak mempunyai notasi berarti lebih kecil atau tidak berbedanyata terhadap pembanding Bima1; r adalah korelasi antara jarakgenetik dan bobot biji F1 hasil silang uji dengan Mr4 dan Mr14.Nilai jarak genetik anatara Mr4 dan Mr14 sebesar 0,70.**Sumber:Laboratorium Biologi Molekuler, Balitsereal (2007).

  • JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010

    15

    lebih kecil, yaitu 0,76 dengan bobot biji rata-rata 120,4 g/tanaman. Nilai jarak genetik genotipe hasil silang ujidengan Mr14 yang berbeda nyata dengan varietaspembanding adalah 0,81 dengan bobot biji rata-rata159,7 g/tanaman, sedangkan nilai jarak genetik genotipehasil silang uji yang tidak berbeda nyata dengan varietaspembanding juga lebih kecil, yaitu 0,72 dengan bobotbiji rata-rata 111,3 g/tanaman (Tabel 2).

    Bobot biji tertinggi yang diperoleh dari kedua setsilang uji yaitu P5/GM26-9xMr4 (179,10 g/tanaman) danBisma-3-1xMr14 masing-masing adalah 179,1 g dan178,5 g/tanaman, berbeda nyata dengan pembandingBima 1. Jika bobot biji yang diperoleh kedua hibridatersebut diekstrapolasi ke dalam ton/ha denganpopulasi 66.000 tanaman/ha maka diperoleh hasilmasing-masing 10,8 dan 10,7 t/ha. Nilai jarak genetikhibrida Bima 1 (Mr4xMr14) adalah 0,70 dengan bobotbiji antara set-1 dan set-2 rata-rata 156,8 g/tanaman. Jikabobot biji varietas Bima1 diekstrapolasi ke dalam t/hadengan populasi 66.000 tanaman/ha maka diperolehhasil 10,4 t/ha. Hasil ekstrapolasi Bima 1 lebih rendahdari kedua hibrida terdahulu. Dengan demikian keduainbrida tersebut mempunyai peluang untuk diuji lebihlanjut sebagai inbrida penguji yang baru, sebagaialternatif untuk memperbaiki atau meningkatkankualitas inbrida penguji. Selain itu perlu dilakukaneksplorasi yang lebih jauh untuk mencari genotipe yangmampu bersaing dengan varietas unggul baruberpotensi hasil tinggi.

    Salah satu harapan dari penelitian ini adalahmendapatkan konfirmasi yang tegas bahwa dengan nilaijarak genetik jauh akan diperoleh hasil yang tinggi dansebaliknya. Ada beberapa data yang tidak konsisten.Misalnya pada kedua set silang uji, bobot tertinggi tidakdiperoleh dari pasangan persilangan dengan nilai jarakgenetik tertinggi. Namun secara umum menunjukkankecenderungan bahwa nilai jarak genetik rendah

    menghasilkan bobot biji yang rendah dan nilai jarakgenetik tinggi menghasilkan bobot biji yang tinggi (Tabel2). Bobot biji genotipe F1 yang berbeda nyata denganvarietas pembanding mempunyai nilai jarak genetikyang lebih tinggi dibandingkan bobot biji genotipe F1yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding.

    Nilai korelasi (r) antara jarak genetik vs bobot biji F1hasil silang uji dengan Mr4 dan Mr14 masing-masing 0,81dan 0,76, tergolong sedang sampai tinggi. Nilai korelasirata-rata dari kedua set genotipe silang tunggal tergolongsedang sampai tinggi, artinya kadang-kadang ditemukannilai jarak genetik tinggi tetapi bobot biji lebih rendah.Sebaliknya, nilai jarak genetik sedang tetapi bobot bijitinggi, namun secara umum dari nilai jarak genetiksedang sampai tinggi diperoleh bobot biji sedang sampaitinggi. Nilai jarak genetik yang rendah (< 0,70)menghasilkan bobot biji yang rendah, yang tidak bisabersaing dengan varietas hibrida lain. Gambar 1menunjukkan nilai regresi jarak genetik terhadap bobotbiji dan nilai korelasi antara jarak genetik dan bobot bijiper tanaman.

    Perlu diketahui bahwa faktor lingkungan sepertilokasi atau musim turut berpengaruh sehingga nilaikorelasi antara jarak genetik dan penampilan fenotipikseperti bobot biji tidak akan maksimum. Parentoni et al.(2001) menggunakan marka RAPD pada jagung, di manafilogeny yang diperoleh sesuai dengan data pedigree.Walaupun korelasi antara jarak genetik dan DGK positifnyata, tetapi sangat lemah. Barbosa et al. (2003)menganalisis gerombol untuk membentuk kelompokheterotik inbrida jagung, dan memperoleh korelasi yangsignifikan antara jarak genetik dan hasil. Lanza et al.(1997) tidak menemukan korelasi antara jarak genetik

    Gambar 1. Hasil regresi jarak genetik berdasarkan marka SSRterhadap bobot biji per tanaman (g) hibrida F1 hasilsilang uji dengan inbrida Mr4 dan Mr14. Nilai r adalahhasil analisis korelasi antara jarak genetik dan bobot bijiper tanaman (g) hibrida F1 hasil silang uji dengan inbridaMr4 dan Mr14.

    y = 247,54x - 55,281R2 = 0,5793

    r = 0,76

    y = 323,55x - 110,38R2 = 0,6608

    r = 0,81

    5060708090

    100110120130140150160170180190

    0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95Jarak genetik

    Bob

    otbi

    jipe

    r tan

    aman

    (g)

    Hibrida F1 hasil silang uji dengan galur Mr4Hibrida F1 hasil silang uji dengan galur Mr14

    y = 247,54x - 55,281R2 = 0,5793

    r = 0,76

    y = 323,55x - 110,38R2 = 0,6608

    r = 0,81

    5060708090

    100110120130140150160170180190

    0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95Jarak genetik

    Bob

    otbi

    jipe

    r tan

    aman

    (g)

    Hibrida F1 hasil silang uji dengan galur Mr4Hibrida F1 hasil silang uji dengan galur Mr14

    Tabel 2. Nilai rata-rata jarak genetik dan bobot biji dua set genotipehasil silang uji.

    Bobot biji/Genotipe hasil silang uji Jarak genetik tanaman

    (g)

    Inbrida penguji Mr4Berbeda nyata dengan cek 0,80 158,6Tidak berbeda nyata dengan cek 0,76 120,4

    Inbrida penguji Mr14Berbeda nyata dengan cek 0,81 159,7Tidak berbeda nyata dengan cek 0,72 111,3Varietas Bima 1 (cek) 0,70 156,8

    Tidak berbeda nyata atau berbeda nyata terhadap kultivarpembanding Bima 1 dan Semar 10.

  • PABENDON ET AL.: JARAK GENETIK INBRIDA JAGUNG

    16

    dan hasil secara umum, namun korelasi menjadi nyatajika menggunakan analisis antargerombol. Menurut Diaset al. (2004), perbedaan genetik yang kontras danheterosis tidak selalu berhubungan secara linier. Sant etal. (1999) menggambarkan bahwa hubungan nonlinieryang terjadi antara jarak genetik dan hasil yang tidakmenentu dari sejumlah hasil penelitian disebabkan olehpengaruh lingkungan.

    Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwanilai jarak genetik berdasarkan marka molekulerbermanfaat dalam menyaring sejumlah besar inbridaberdasarkan nilai jarak genetik antara inbrida yang diujidengan inbrida pengujinya, sehingga dapat mengurangimateri pengujian. Jadi peluang untuk mendapatkanhibrida bisa hanya melalui metode silang uji, tanpa harusdilanjutkan ke persilangan dialel, namun inbrida pengujiharus mempunyai potensi penggabung yang besar.

    KESIMPULAN

    1. Jarak genetik antartetua hibrida yang rendah (0,70) menghasilkan hibridadengan bobot biji tinggi.

    2. Nilai jarak genetik dapat digunakan sebagai alatprediksi awal untuk menyeleksi atau menyaringsejumlah besar inbrida, sehingga peluang untukmemperoleh kandidat hibrida potensial melaluimetode silang uji akan lebih cepat dan akurat.

    3. Inbrida P5/GM26-9 dan Bisma-3-1 mempunyaipeluang sebagai inbrida penguji yang baru, masing-masing menggantikan inbrida penguji Mr4 danMr14.

    DAFTAR PUSTAKA

    Akkaya, M.S., A.A. Bhagwat, P.B. Cregan. 1992. Lengthpolymorphisms of simple sequence repeat DNA in soybean.Genetics 132: 1131-1134.

    Araujo, P.M. and J.B. Miranda. 2001. Analysis of diallel cross forevaluation of maize populations across environments. CropBreed. Appl. Biotech. 1: 255-262.

    Barbosa, A.M.M., I.O. Gerald, L.L. Benchimol, A.A.F. Garcia, Jr.Souza, and A.P. Souza. 2003. Relatioship of intra- andinterpopulation tropical maize single cross hybridperformance and genetic distances computed from AFLPand SSR markers. Euphytica 130: 87-99.

    Chaudhary, A.K., L.B. Chaudhar y, and K.C. Sharma. 2000.Combining ability estimates of early generation inbred linesderived from two maize populations. Ind. J. Genet. and PlantBreeding 60: 55-61.

    Chen, X., S. Temnykh, Y. Xu, Y.G. Cho, and S.R. McCouch. 1997.Development of a microsatellite framework map providinggenome-wide coverage in rice (Oryza sativa L.). Theor. Appl.Genet. 95: 553-657.

    Deghanpour, Z., B. Ehdaie, and M. Moghaddam. 1996. Diallelanalysis of agronomic characters in white endosperm maize.J. Genet. and Breeding 50: 357-365.

    Dias, L.A.S., E.A.T. Picolt, R.B. Roca, and A.C. Alfenas. 2004. Apriori choise of hybrid parents in plants. Genet. Mol. Res.3(3): 356-368.

    El-Haddad, M.M. 1975. Genetical analysis of diallel crosses inspring wheat. Egypt J. Genet. Cytol. 4: 174-188.

    George, M.L.C., E. Regalado, M. Warburton, S. Vasal, and D.Hoisington. 2004. Genetic diversity of maize inbred lines inrelation to downy mildew. Euphytica 135: 145-155.

    Gupta, P.K., H.S Balyan, P.C. Sharma, and B. Ramesh. 1996.Microsatellites in plants: A new class of molecular markers.Current Sci. 7 (1): 45-54.

    Hallauer, A.R., and J.B. Miranda. 1988. Quantitative genetics inmaize breeding. Second Edition. Iowa State University Press/Ames. Iowa. p. 337-368.

    Kalla, V., R. Kumar, and A.K. Basandrai. 2001. Combining abilityanalysis and gene action estimates of yield and yieldcontributing characters in maize. Crop Res. Hisar. 22: 102-106.

    Khan, I.A., F.S. Awan, A. Ahmad, and A.A. Khan. 2004. A modifiedmini-prep method for economical and rapid extraction ofgenomic DNA in plants. Plant Molecular Biology Reporter22:89a-89e.

    Konak, C., A. nay, E. Serter, and H. Baal. 1999. Estimation ofcombining ability effects, heterosis and heterobeltiosis byline x tester method in maize. Turk J. of Field Crops 4:1-9.

    Lanza, L.L.B., C.L. de Souza, L.M.M. Ottoboni, M.L.C. Vieira, andA.P. de Souza. 1997. Genetik distance of inbred lines andprediction of maize single-cross performance using RAPDmarkers. Theor. Appl. Genet. 94:1023-1030.

    Mejaya, M.J., M.B. Pabendon, dan M. Dahlan. 2005. Pola heterosisdalam pembentukan varietas unggul jagung bersari bebasdan hibrida. Makalah disampaikan pada SeminarPuslitbangtan. Bogor, 12 Mei 2004.

    Parentoni, S.N., J.V. Magalhaes, C.A.P. Pacheco, M.X. Santos, T.Abadie, and E.E.G. Gama, P.E.O. Guimaraes, W.F. Meirelles,M.A. Lopes, M.J.V. Vasconcelos, E. Paiva. 2001. Heteroticgroups based on yield specific combining ability data andphylogenetic relationship determined by RAPD markers for28 tropicalmaize open pollinated varieties. Euphytica 121:197-208.

    Rohlf, F.J. 2000. NTSYSpc numerical taxonomy and multivariateanalysis system version 2.1. Applied Biostatistics Inc.

    San-Vicente, F.M., A. Bejarano, C. Marin, and J. Crossa. 1998.Analysis of diallel crosses among improved tropical whiteendosperm maize populations. Maydica, 43: 147-153.

    Sant, V.J., A.G. Patankar, N.D. Sarode, L.B. Mhase, M.N. Sainani,R.B. Deshmukh, P.K. Rajenkar, and V.S. Gupta. 1999. Potentialof DNA markers in detecting divergence and in analyzingheterosis in Indian elite chickpea cultivars. Theor. Appl. Genet.98: 1217-1225.

    Senior, M.L. and M. Heun. 1993. Mapping maize microsatellitesand polymerase chain reaction confirmation of the targetedrepeats using a CT primer. Genome 36: 884-889.

  • JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 1 2010

    17

    Senior, M.L., J.P. Murphy, M.M. Goodman, and C.W. Stuber. 1998.Utility of SSR for determining genetic similarities andrelationships in maize using an agarose gel system. CropSci. 38: 1088-1098.

    Singh, A.K., J.P. Shai, and J.K. Singh. 1998. Heritability and geneticadvance for maturity and yield attributes in maize. J. Appl.Biol. 8:42-45.

    Tanksley, S.D. and S.R. McCouch. 1997. Seed banks and molecularmaps: unlocking genetic potential from the wild. Science277: 1063-1066.

    Taramino, G. and S. Tingey. 1996. Simple sequence repeats forgermplasm analysis and mapping in maize. Genome 39:277-288.

    Uddin, M.N., F.W. Ellison, L. OBrian, and B.D.H. Latter. 1992.Heterosis in F1 hybrids derived from crosses of adaptedAustralian Wheats. Aust. J. Agric. Res. 43:907-919.

    Warburton, M., J.M. Ribaut, J. Franco, J. Crossa, P. Dubreuil, andF.J. Betran. 2005. Genetic characterization of 218 eliteCIMMYT maize inbred lines using RFLP markers. Euphytica142:97-106.

    Warburton, M.L., X.Xianchun, J. Crossa, J. Franco, A.E. Melchinger,M. Frisch, M. Bohn, and D. Hoisington. 2002. Geneticcharacteristization of CIMMYT inbred maize lines and open-pollinated population using large-scale fingerprintingmethods. Crop Sci. 42:1822-1840.

    Xia, X., J. C. Reif, D.A. Hoisington, A.E. Melchinger, M. Frich, andM.L. Warburton, 2004. Genetic diversity among CIMMYTmaize inbred lines investigated with SSR markers: I. lowlanftropical maize. Crop Sci. 44:2230-2237.