BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang...

8
235 Budidaya multitropik udang windu, nila merah, dan rumput laut ... (Suharyanto) BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus monodon), NILA MERAH (Oreochromis niloticus), DAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI TAMBAK Suharyanto dan Markus Mangampa Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Budidaya multitropik adalah suatu sistem budidaya yang menggabungkan beberapa spesies dalam satu lingkungan budidaya dengan memperhatikan pemanfaatan ruang dan nutrien dalam perairan. Riset ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang pengaruh keberadaan nila merah (Oreachromis niloticus) dan rumput laut (Kapaphycus alvarezii) pada budidaya multitropik dengan udang windu (Penaeus monodon) secara semiintensif terhadap produksi tambak. Riset ini dilaksanakan di Instalasi tambak penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Desa Punaga, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, menggunakan satu petak tambak berukuran 3000 m 2 . Hewan uji adalah udang windu dengan kepadatan 60.000 ind, nila merah 2000 ind., dan rumput laut dengan kepadatan 200 kg yang dibesarkan bersama secara semi intensif, dengan waktu pemeliharaan 120 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu masing-masing 12,06 g/ekor, 80,36%, 1938,3 kg/ha, dan nila merah masing-masing : 311,53 g/ekor, 65,35%, dan 1382,3 kg/ha dan secara finansial memberikan keuntungan sebesar Rp.18.117.500,- per musim tanam, sedangkan rumput laut dari jenis Kappaphycus alvarezii , memperlihatkan pertumbuhan yang baik sampai dengan umur pemeliharaan 45 hari, sesudah itu pertumbuhan menurun akibat aktifitas ikan nila merah. Kata Kunci : Multitropik, , udang windu, Nila merah, rumput laut, tambak PENDAHULUAN Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas unggulan. Komoditas ini teknologi dikuasai dan berkembang di masyarakat, peluang pasar ekspor tinggi, serapan pasar dalam negeri cukup besar, permodalan relatif rendah, penyerapan tenaga kerja tinggi dan hemat BBM (Nurdjana, 2006). Produksi udang khususnya udang windu di Indonesia relatif menurun, oleh karena kegagalan panen sebagai akibat penurunan kualitas lingkungan, sehingga menyebabkan serangan penyakit utamanya yang disebabkan oleh virus. Keadaan yang hampir sama juga terjadi di beberapa negara penghasil udang budidaya. Di sisi lain, kebutuhan konsumsi udang masyarakat internasional semakin meningkat, sehingga kondisi ini merupakan peluang yang baik bagi negara penghasil udang, khususnya Indonesia untuk dapat meningkatkan jumlah produksi udangnya. Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk membangkitkan kembali usaha budidaya udang di Indonesia, salah satu upaya yang dilakukan beberapa tahun terakhir ini adalah melalui sistem budidaya multitropik. Sistem ini memiliki keunggulan antara lain meminimalisasikan risiko penyakit udang, mengurangi resiko kegagalan panen, meniadakan penggunaan antibiotik, meminimalkan biaya operasional, mengoptimalisasikan pertumbuhan udang dan ikan, menghasilkan produk makanan laut berkualitas, dan memberikan nilai tambah petani. Ikan Nila merah (Oreochromis niloticus) komoditas perikanan yang memiliki sejumlah keunggulan seperti harga yang terjangkau dan kandungan proteinnya yang tinggi, dan juga merupakan salah satu jenis ikan yang potensial dikembangkan. Apalagi budidayanya relatif mudah dengan pertumbuhan yang relatif cepat. Ikan nila merah juga tidak mengandung kolesterol sehingga aman untuk kesehatan jantung. Keunggulan ini membuat ikan nila relatif mudah diterima masyarakat dan memiliki peluang pasar yang sangat baik serta menjangkau semua segmen. Bahkan, permintaan bukan hanya dari pasar domestik, tapi juga manca negara, dan sangat disukai masyarakat Singapura dan Jepang karena durinya relatif lebih sedikit serta warna tubuhnya menarik (Anonim, 1992). Budidaya nila merah

Transcript of BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang...

Page 1: BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas ... Sistem ini memiliki keunggulan antara ...

235 Budidaya multitropik udang windu, nila merah, dan rumput laut ... (Suharyanto)

BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus monodon), NILA MERAH(Oreochromis niloticus), DAN RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) DI TAMBAK

Suharyanto dan Markus MangampaBalai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi SelatanE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Budidaya multitropik adalah suatu sistem budidaya yang menggabungkan beberapa spesies dalam satulingkungan budidaya dengan memperhatikan pemanfaatan ruang dan nutrien dalam perairan. Riset inibertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang pengaruh keberadaan nila merah (Oreachromisniloticus) dan rumput laut (Kapaphycus alvarezii) pada budidaya multitropik dengan udang windu (Penaeusmonodon) secara semiintensif terhadap produksi tambak. Riset ini dilaksanakan di Instalasi tambak penelitianBalai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Desa Punaga, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, menggunakansatu petak tambak berukuran 3000 m2. Hewan uji adalah udang windu dengan kepadatan 60.000 ind, nilamerah 2000 ind., dan rumput laut dengan kepadatan 200 kg yang dibesarkan bersama secara semi intensif,dengan waktu pemeliharaan 120 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan, sintasan, danproduksi udang windu masing-masing 12,06 g/ekor, 80,36%, 1938,3 kg/ha, dan nila merah masing-masing: 311,53 g/ekor, 65,35%, dan 1382,3 kg/ha dan secara finansial memberikan keuntungan sebesarRp.18.117.500,- per musim tanam, sedangkan rumput laut dari jenis Kappaphycus alvarezii, memperlihatkanpertumbuhan yang baik sampai dengan umur pemeliharaan 45 hari, sesudah itu pertumbuhan menurunakibat aktifitas ikan nila merah.

Kata Kunci : Multitropik, , udang windu, Nila merah, rumput laut, tambak

PENDAHULUAN

Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas unggulan.Komoditas ini teknologi dikuasai dan berkembang di masyarakat, peluang pasar ekspor tinggi, serapanpasar dalam negeri cukup besar, permodalan relatif rendah, penyerapan tenaga kerja tinggi danhemat BBM (Nurdjana, 2006). Produksi udang khususnya udang windu di Indonesia relatif menurun,oleh karena kegagalan panen sebagai akibat penurunan kualitas lingkungan, sehingga menyebabkanserangan penyakit utamanya yang disebabkan oleh virus. Keadaan yang hampir sama juga terjadi dibeberapa negara penghasil udang budidaya. Di sisi lain, kebutuhan konsumsi udang masyarakatinternasional semakin meningkat, sehingga kondisi ini merupakan peluang yang baik bagi negarapenghasil udang, khususnya Indonesia untuk dapat meningkatkan jumlah produksi udangnya.

Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk membangkitkan kembali usaha budidaya udang diIndonesia, salah satu upaya yang dilakukan beberapa tahun terakhir ini adalah melalui sistembudidaya multitropik. Sistem ini memiliki keunggulan antara lain meminimalisasikan risiko penyakitudang, mengurangi resiko kegagalan panen, meniadakan penggunaan antibiotik, meminimalkanbiaya operasional, mengoptimalisasikan pertumbuhan udang dan ikan, menghasilkan produk makananlaut berkualitas, dan memberikan nilai tambah petani.

Ikan Nila merah (Oreochromis niloticus) komoditas perikanan yang memiliki sejumlah keunggulanseperti harga yang terjangkau dan kandungan proteinnya yang tinggi, dan juga merupakan salahsatu jenis ikan yang potensial dikembangkan. Apalagi budidayanya relatif mudah dengan pertumbuhanyang relatif cepat. Ikan nila merah juga tidak mengandung kolesterol sehingga aman untuk kesehatanjantung. Keunggulan ini membuat ikan nila relatif mudah diterima masyarakat dan memiliki peluangpasar yang sangat baik serta menjangkau semua segmen. Bahkan, permintaan bukan hanya daripasar domestik, tapi juga manca negara, dan sangat disukai masyarakat Singapura dan Jepang karenadurinya relatif lebih sedikit serta warna tubuhnya menarik (Anonim, 1992). Budidaya nila merah

Page 2: BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas ... Sistem ini memiliki keunggulan antara ...

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 236

telah banyak dilakukan sistim polikultur dengan ikan atau udang, budidaya monokultur di tambakmaupun di KJA di laut (Cholik et al., 1990; Tonnek et al., 1993). Polikultur udang windu (Penaeusmonodon) dengan nila merah (Oreochromis niloticus) telah dilakukan dan didapatkan rasio kepadatanoptimal udang windu dan nila merah adalah : 40.000 : 4.000 ekor/ha (Pirzan et al., 1992). Namunbelum efisien dalam biaya produksi.

Rumput laut dapat digunakan untuk mereduksi dan merubah nutrien anorganik terlarut daribuangan limbah sistem budidaya pantai dan tambak (Chopin et al., 2001; Troell et al., 1997; Neori etal., 2004). Ada beberapa keuntungan penggunaan rumput laut dibanding mikroalga pada sistembudidaya tambak, antara lain. 1) budidaya rumput laut lebih stabil dan faktor yang mempengaruhikegagalan budidayanya kurang dibanding mikroalga lain, dan 2) rumput laut secara fisik dapat bertahandan mengembangkan diri lebih mudah dalam sistem budidaya dibanding mikroalga lain karenatallus dapat bertahan dalam wadah/tank. Sebagai konsekuensinya rumput laut tersebut seseringmungkin menyerap nutrien dari buangan limbah atau sistem resirkulasi. Jenis rumput laut yangtumbuh baik di tambak adalah Gracilaria verrucosa, namun pasar domestiknya relatif murah sehingganilai tambah untuk pendapatan petani relatif rendah.

Jenis rumput laut yang dibudidayakan di laut adalah kotoni (Kappaphycus alvarezii) yang memilikiprospek pemasaran cukup baik dan harga relatif tinggi, dibudidayakan dengan metode apung danmemerlukan kedalaman air dan arus yang cukup. Untuk itu dilakukan penelitian species K. alvareziiuntuk budidaya multitropik di tambak dengan menerapkan teknologi semi intensif yang menggunakankincir sebagai sumber arus dan kedalaman air yang cukup. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkandata dan informasi mengenai pengaruh keberadaan nila merah (O. niloticus) dan rumput laut (K.alvarezii pada budidaya multitropik dengan udang windu (P. monodon) secara semiintensif terhadapproduksi tambak

BAHAN DAN METODE

Percobaan ini dilakukan di Instalasi Tambak Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau,Desa Punaga, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan mulai tanggal 24 Mei 2010 sampai dengan 24September 2010 dengan menggunakan satu petak tambak berukuran 3.000 m2. Hewan uji adalahudang windu (P. monodon) dengan kepadatan 60.000 individu, nila merah (O. niloticus) sebanyak2.000 individu, dan rumput laut jenis cotoni (K. alvarezii) dengan kepadatan 200 kg, yangdibudidayakan bersama secara semi intensif dengan waktu pemeliharaan 120 hari.

Persiapan tambak meliputi pengolahan tanah dasar tambak dengan hand tractor, pengeringantanah dasar, pemberantasan hama dengan menggunakan saponin dosis 20 ppm, pengapuran tanahdasar menggunakan dolomit 1000 kg/ha. Pengisian air untuk persiapan klorinasi bertujuanmenetralkan air dan tanah dasar dari bakteri pathogen, dengan dosis khlorin > 20 ppm. Dilakukanpemupukan dengan menggunakan pupuk organik dan anorganik untuk penumbuhan makanan alami,dan sesudah itu dilakukan peninggian air > 1,0 m untuk persiapan penebaran.

Rumput laut ditebar pada tambak penelitian dengan metode apung menggunakan tali ris berjarak1,0 m dengan jarak simpul 0,50 m. Setiap simpul diikatkan rumput laut sebanyak 50 g denganketinggian 0,75 m dari dasar. Setelah rumput laut mulai tumbuh, dilakukan penebaran nila merahsebanyak 2000 ekor. Awal pemeliharaan nila merah ini merupakan proses aklimatisasi kurang lebih1 minggu, yaitu dari kadar garam rendah ke kadar garam tinggi. Sehingga dilakukan penggantiansetiap nila merah yang mati. Selanjutnya dilakukan penebaran udang secara bersamaan yaitu tokolanudang windu PL 42-57 (Mangampa et al., 1990) sebanyak 60.000 ekor. Pemberian pakan komersiluntuk udang dan ikan dilakukan sejak awal dengan dosis dan frekuensi sesuai dengan protap pemberianpakan. Dilakukan pengapuran dan pemupukan susulan dengan dosis 10% dari dosis awal denganinterval waktu setiap 2 minggu.

Parameter biologi yang diukur meliputi pertumbuhan udang, ikan dan rumput laut (Zonneveld etal., 1991) setiap 2 minggu. Parameter kualitas air meliputi suhu, oksigen terlarut, salinitas, pH diamatisetiap 3 hari, sedangkan BOT, amoniak, nitrit, nirat, phosphate, plankton, dan bakteri diamati setiap2 minggu. Sintasan, rasio konversi pakan (Watanabe, 1988), produksi, dan analisis usaha dihitungpada akhir penelitian. Data yang diperoleh ditabulasikan dalam tabel dan dianalisis secara deskriptif.

Page 3: BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas ... Sistem ini memiliki keunggulan antara ...

237 Budidaya multitropik udang windu, nila merah, dan rumput laut ... (Suharyanto)

HASIL DAN BAHASAN

Hasil penelitian budidaya multitropik melalui udang windu (P. monodon), nila merah (O. niloticus)dan rumput laut (K. alvarezii) selama 120 hari pemeliharaan di tambak, memperlihatkan sebaranvariasi pertumbuhan, sintasan dan produksi masing masing komoditas (Tabel 1).

Dilihat dari Tabel 1 tidak menampakkan keberadaan rumput laut yaitu jenis kotoni (K. alvarezii)yang diujicoba dengan budidaya polikultur di tambak. Hal ini disebabkan karena pada akhir penelitiantidak ditemukan lagi komoditas rumput laut K. alvarezii. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwapada bulan pertama sampai memasuki pertengahan bulan kedua (kurang lebih 45 hari pemeliharaan)rumput laut tumbuh baik dgn pertumbuhan mutlak mencapai 110 % pada petak A dan 203.35 %petak B (Gbr. 1). Setelah itu pertumbuhan menurun sampai dengan akhir bulan ketiga pemeliharaan,dan pada akhir penelitian tidak ditemukan lagi.

Kematian rumput laut disebabkan karena: 1) rumput laut yang sudah tumbuh lebat, jatuh kedasarakibat dari gerakan nila merah yang menggoyang rumput laut, dimana ikan nila merah sudah tumbuhdewasa, dan merupakan habitat yang baik sebagai selter. Tjaronge dan Pongmasak (2010),megemukakan bahwa sebaiknya panen rumput laut K. alvarezii setiap 45 hari seiring denganmenurunnya kandungan phosphat dalam perairan saat itu, 2) nila merah sebagai hewan omnivo-rous yang senang memangsa rumput laut, 3) Asumsi bahwa K. alvarezii dengan adanya arus lautdapat melepaskan penempelan sedimen atau kotoran, sehingga pada penelitian ini teknologidiaplikasikan adalah semi intensif dengan asumsi bahwa menggunakan kincir sebagai sumber arusyang dapat menggoyangkan rumput laut justru menjadi kendala, karena terjadi pengadukan sehinggalumpur menempel pada rumput laut dan akhirnya mati. Disamping dibutuhkan arus yang cukupjuga tingkat transparansi menentukan keberhasilan budidaya K. alvarezii di laut. Tingkat transparansisekitar 1,5 m cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut (Anonimous, 1991; Aslan 1995), walaupuntingkat kecerahan yang tinggi sangat dibutuhkan pada budidaya rumput laut, sehingga cahaya prosesfotosintesis dapat terpenuhi. Hal ini tidak relevan dengan tingkat transparansi yang sangat rendahditambak semi-intensif.

Pertumbuhan mutlak ikan nila merah (Oreochromis niloticus) memperlihatkan pola yang relatifsama dengan berat akhir rata-rata 311,53+32.4201 g (Gambar 1). Demikian pula variasi ukuranikan nila merah hasil panen relatif sama. Pertumbuhan relatif rendah disebabkan populasi vibrioyang tinggi pada minggu ke empat mencapai 1,0 .105 CFU/mL dan meningkat sampai minggu keenammencapai 2,88 .105 CFU/mL dari total bakteri dalam tanah tambak 2,87. 106 CFU/mL (Gambar.2). Halini menyebabkan kematian ikan nila merah dan umumnya yang berukuran besar. Sintasan nila merahyang sebesar 65,35%, akibat terjadi kematian ketika populasi vibrio tinggi. Bahkan populasi vibriomencapai 97,14% dari populasi bakteri dalam tanah tambak (Gambar 2). Sedangkan nila merahutamanya yang dewasa aktif membuat kubangan di dasar tambak.

Pertumbuhan udang windu sangat lambat sampai dengan hari ke 70 pemeliharaan, hanyamencapai bobot rata-rata 6,3 g. Bahkan pada akhir bulan ketiga sampai minggu pertama bulan

Tabel 1. Pertumbuhan, sintasan, produksi dan RKP udang windu, dannila merah selama 120 hari pemeliharaan

Parameter Udang windu Nila merahPadat tebar (ind/petak) 60.000 2.000Bobot awal rata-rata (g/ind) 0,143 ± 0,04 23 ± 5,2Bobot akhir rata-rata (g/ind) 12,1 ± 2,3 311,5 ± 32,4Pertumbuhan mutlak (g/ind) 11,9 ± 2,3 288,5 ± 32,4Sintasan (%) 80,4 65,4Produksi (kg/petak) 581,5 414,7Rasio Konversi Pakan (RKP) 2,17 1,51

Page 4: BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas ... Sistem ini memiliki keunggulan antara ...

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 238

keempat laju pertumbuhan harian sangat rendah hanya 0,028 g/hari (Gambar 1). Hal ini disebabkansebagian pakan udang dimanfaatkan oleh nila merah karena aktifitas atau gerakan udang winduuntuk mencari makan relatif lambat. Berbeda dengan udang vaname yang aktif dalam mencari makandan berada pada semua ruang, sehingga makanan udang yang dimanfaatkan nila merah relatif sedikit(Mangampa dan Suharyanto, 2010). Faktor lain yang menghambat pertumbuhan udang windu adalahlingkungan dasar sehingga sebagian besar hidupnya berada pada kolom air, bukan menempel didasar, sehingga makanan yang jatuh ke dasar tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Walaupun populasivibrio di dasar cukup tinggi tetapi tidak menyebabkan timbulnya penyakit atau kematian udang. Halini disebabkan populasi vibrio didalam air masih dalam ambang batas yang tidak membahayakankehidupan udang dan relatif menurun seirama dengan waktu pemeliharaan dengan kisaran (1,75.102- 2,5. 103)+0,4417 cfu/mL dalam air tambak (Gambar.3). Namun demikian dalam waktu tertentusudah kritis.

Gambar 1. Pertumbuhan bobot ikan nila, udang windu dan rumput lautselama penelitian

Gambar 2. Total bakteri (CFU/mL) tanah tambak budidaya multitropikudang windu, nila merah dan rumput laut

Tota

l bak

teri

(CFU

/mL)

Waktu pemeliharaan (hari)

Page 5: BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas ... Sistem ini memiliki keunggulan antara ...

239 Budidaya multitropik udang windu, nila merah, dan rumput laut ... (Suharyanto)

Kualitas air meliputi suhu, oksigen terlarut, pH, kadar garam yang diamati setiap 3 hari dan BOT,Fosfat, Nitrat, Nitrit dan Amoniak yang diamati setiap 2 minggu, memperlihatkan kisaran yangbervariasi selama pemeliharaan (Tabel 2). Namun keseluruhan peubah mutu air yang diamatimemperlihatkan kisaran yang masih layak untuk budidaya tambak. Kecuali suhu air yang relatiftinggi dengan kisaran (28,2- 33,9)+0,6079 oC, dan penempatan rumput laut yang dekat denganpermukaan, sehingga cahaya matahari berpengaruh langsung menyebabkan warna rumput lautberubah menjadi pucat keputihan. Sedangkan rumput laut yang jatuh ke dasar tambakmemperlihatkan warna coklat yang cerah, namun kehidupannya tidak bertahan lama akibat substratdasar. Mubarak (1990), melaporkan bahwa suhu air untuk budidaya rumput laut Euchema spp. berkisar

Gambar 3. Total bakteri (CFU/mL) air tambak budidaya multitropik udangwindu, nila merah dan rumput laut

Waktu pemeliharaan (hari)

Tota

l bak

teri

(CFU

/mL)

Tabel 2. Kisaran kualitas air selama 120 hari pemeliharaan ditambak

Parameter kualitas air Air tambakSuhu (oC) (28,2- 33,9 ) + 0,6079

Oksigen terlarut (mg/L) (3,0 - 7,65) + 0,8876

pH (7,6- 8,3) + 0,2706Kadar garam (ppt) (23 - 34) + 4,7509

(6,89- 28,58)20,93 + 8,0588

(0,0775 - 3,7922)0,7218 +1,5045(0,003 - 0,0131)

0,00846 + 0,0047(0,026 - 0,2212)

0,116175 + 0,0875(0,0104 - 0,0194)0,0149 + 0,0037

BOT (mg/L)

Fosfat (mg/L)

Nitrat (mg/L)

Amonia (mg/L)

Nitrit (mg/L)

Page 6: BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas ... Sistem ini memiliki keunggulan antara ...

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 240

antara 20-28oC dengan fluktuasi suhu tidak lebih dari 4oC setiap hari. Kenaikan temperatur yangtinggi akan mengakibatkan tallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan dan tidak sehat.

Beberapa hal yang perlu dikaji dari penelitian ini antara lain sebaiknya dalam penerapan teknologibudidaya multitropik khusus untuk udang windu dengan nila merah diharapkan kepadatan yangtinggi adalah nila merah dengan aplikasi pakan ikan, sedangkan udang windu kepadatan tradisionaltanpa pakan. Penggunaan rumput laut Kappaphycus alvarezii untuk komoditas tambak, perlu dikajipenempatannya dalam tandon tambak intensif yang cukup dalam sebagai biofilter tanpa biofiltrerlain sebagai pemangsa rumput laut. Juga perlu memperhatikan waktu panen.

Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa kegiatan usaha budidaya multitropik antara udangwindu, ikan nila merah dan rumput laut cukup menguntungkan (Lampiran 1), dan memberikankeuntungan sebesar Rp. 18.117.500 dari modal operasional sebesar Rp. 75.850.000 per hektarnya.Hasil ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang memperoleh keuntungansebesar Rp. Rp. 11.572.000 per hektar pada budidaya multitropik udang windu, rumput laut danikan bandeng di tambak (Suharyanto et al., 2010)

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian budidaya multitropik ini memperlihatkan bahwa, udang windu, nila merah danrumput laut menghasilkan produksi udang windu 1.960,5 kg/ha dan nila merah 1.036,25 kg/hadengan teknologi semi-intensif, secara financial memberikan keuntungan sebesar Rp. 18.117.500,-per musim tanam

Rumput laut K. alvarezii, harus segera dipanen pada hari ke 45 dan sebaiknya ditebar kembalisehingga bisa panen dua kali dalam satu musim tanam.

DAFTAR ACUAN

Anonim. 1992. Budidaya Beberapa Hasil Laut. Departemen Pertanian. Badan Pendidikan dan LatihanPertanian Proyek Pengembangan Penyuluhan Pertanian Pusat (NAEP III).

Aslan, L. M. 1995. Budidaya bumput laut. Penerbit Kanisius. 95 hal.Cholik, F. Rachmansyah, dan S.Tonnek., 1990. Pengaruh padat penebaran terhadap produksi nila

merah (Oreochromis niloticus) di KJA. J.Penel.Budidaya Pantai(8)2:57-62.Chopin, T., A. H. Buschmann, C. Halling, M. Troell,N. Kautsky, A. Neori, G. Kraemer, J. Zertuche-Gonzalez,

C. Yarish, and C. Neefus. 2001. Integrating seaweeds into aquaculture systems: a key towardssustainability. Journal of Phycology 37:975–986.

Mangampa, M., dan A. Mustafa dan A.G.Mangawe.,1990. Penelitian pendahuluan pada budi dayaTambak Semi Intensif dengan menggunakan Benur Windu, Penaeus monodon yang dibantut. JurnalPenelitian Budidaya Pantai, Maros,Vol6(1 :40- 46.

Mangampa, M., S.Tahe, dan H.S.Suwoyo, 2009. Riset budidaya udang vanamei tradisional plusmenggunakan benih tokolan dengan ukuran yang berbeda. Konferensi Akuakultur Indonesia 2009.MAI, Yogyakarta. 11 hal.

Mangampa dan Suharyanto. 2010. Budidaya multitropik udang vaname (Litopenaeus vannamei), nilamerah (Oreochromis niloticus), dan rumput laut (Kappaphycus alvarezii) secara semi intensif. LaporanPenelitian. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros. 10 hal.

Mansyur, A., 2007. Peningkatan produktivitas tambak melalui polikultur udang vanamei dan ikanbandeng. Prosiding Akuakultur 2007. Menuju Industri Akuakultur Indonesia Berkelanjutan, Inovatifdan Kompetitif dalam Era Global. Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI). Surabaya, 5-7 Juni 2007,hal. 201-208

Mubarak, H., S. Ilyas, W. Ismail, I.S. Wahyuni, S.T. Hartati, E. Pratiwi, Z. Jangkaru dan R. Arifuddin.1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan,Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, 93 pp.

Neori, A., T. Chopin, M. Troell, A. H. Buschmann, G. P. Kraemer, C. Halling, M. Shpigel, and C. Yarish.2004. Integrated aquaculture: rationale, evolution and state of the art emphasizing seaweedbiofiltration in modern mariculture. Aquaculture 231:361–391.

Page 7: BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas ... Sistem ini memiliki keunggulan antara ...

241 Budidaya multitropik udang windu, nila merah, dan rumput laut ... (Suharyanto)

Nurdjana, M.L. 2006. Pengembangan budi daya rumput laut di Indoesia, dalam Diseminasi Teknologidan Temu Bisnis Rumput Laut, Makassar 11 September 2006. Badan Riset Kelautan dan Perikanan.Departemen Kelautan dan Perikanan, hal. 1 - 35.

Pirzan, A.M., S. Tahe, A. Ismail.,1992. Polikultur udang windu (Penaeus monodon) dan nila merah(Oreochromis niloticus). J.Penel.Budidaya Pantai (8)2:57-62.

Suharyanto, Muhammad Tjaronge dan Abdul Manssur. 2010. Budidaya multitropik udang windu(Penaeus monogon), rumput laut (Gracilaria sp) dan ikan bandeng (Chanos chanos) (Diterbitkandalam Forum Inovasi Teknologi Akuakultur /FITA. Tgl. 20-23 April 2010 di Bandar Lampung) BukuI. Hal. 285-294. ISSN 978-979-786-033-2

Tjaronge M. dan P. R. Pong-Masak. 2007. Performansi biologis rumput laut, Kappaphycus alvareziipada lingkungan perairan berbeda. Kajian keragaan dan pemanfaatan lingkungan perikanan budidaya. Pusat Riset Perikanan Budidaya. BRKP. ISBN 979-786-014-0. Hal. 121-127.

Tonnek, S., D.S.Pongsapan, Rachmansyah., 1993. Polikultur nila merah dan beronang dalam kerambajaring apung di laut. J.Penel.Budidaya Pantai (9)3:47-56.

Troell, M., Halling, C., Nilsson, A., Buschmann, A.H., Nautsky, N., kautsy, L., 1997. Integrated marinecultivation of Gracialria chilensis (Gracilariales, Rhodophyta ) and Salmon cages for reduced envi-ronmental impact and increased eco.output.Aquaculture 156, 45-61.

Watanabe, T. 1988. Fish nutrition and mariculture, JICA textboox. The General Aquaculture Course,Japan. 233pp.

Zonneveld, N., E.A. Huisman, dan J.H. Boom., 1991. Prinsip prinsip Budidaya Ikan, Pustaka Utama.Gramedia. Jakarta 318 hal.

Page 8: BUDIDAYA MULTITROPIK UDANG WINDU (Penaeus … · Revitalisasi perikanan budidaya menempatkan udang dan rumput laut sebagai komoditas ... Sistem ini memiliki keunggulan antara ...

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 242

LAMPIRAN 1

Analisa finansial budidaya multitropik udang windu, nila merah dan rumput laut: per musimtanam