budidaya (IMTA)

download budidaya (IMTA)

of 16

Transcript of budidaya (IMTA)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan China sebagai sentra baru perekonomian dunia memberikan sebuah dampak bagi perekonomian Dunia. Peningkatan ekonomi suatu Negara atau sebagai kekuatan baru perekonomian dunia menyebabkan berpindahnya arus informasi dan lainnya. Pada decade tahun 1990 an Amerika serikat dan sekutunya sebagai Negara penguasa memberikan dampak informasi dari barat ke bagian timur, hal ini dapat dilihat dari banyaknya makanan cepat saji yang berasal dari peternakan karena kultur ataupun budaya mereka yang lebih menyukai hewan teresterial ketimbang ikan. Keadaan saat ini China sebagai kekuatan baru perekonomian dunia memberikan dampak pada arus informasi dan hal ini berdampak pula pada pertukaran budaya terutama kultur mereka yang terbiasa dengan sumber protein dari ikan baik laut maupun tawar, hal ini dapat terlihat pada tabel 1 dimana terjadi peningkatan dan estimasi kebutuhan ikan dunia. Menurut Davy dan De Silve (2010) bahwa peningkatan kebutuhan ikan dunia per kapita mengalami peningkatan mencapai 17,2% dan kebutuhan ikan pada tahun 2020 mencapai 123.519.591 ton. Tabel 1. Estimasi kebutuhan ikan dunia per kapita pada tahun 2020 (Davy dan De Silve.2010)

Pemenuhan kebutuhan perikanan secara umum berasal dari penangkapan dan budidaya perikanan. Penangkapan sebagai salah satu sektor penting dari komoditas perikanan memberikan sumbangsih yang tidak sedikit namun berdasarkan, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia menyatakan sekitar 75% dari perikanan Laut dunia telah mengalami eksploitasi penuh dan sisanya 25% berada pada posisi tangkap kurang atau dengan kata lain kondisi perikanan tangkap mengalami eksploitasi yang berlebihan yang lebih dikenal dengan overfishing (FAO. 2002). Namun di Indonesia cenderung mengalami peningkatan, menurut data Kementrian Kelautan dan Perikanan menyatakan terjadinya peningkatan jumlah unit penangkapan sebesar 7,98% dari 1.164.508 menjadi 1.265.440 unit pada tahun 2006-2008 ( KKP,2009). Terjadinya eksploitasi yang berlebihan dari sumberdaya perikanan merupakan dampak dari permintaan ikan yang tinggi hal telah tersajikan oleh tabel 1 diatas. Indonesia sebagai Negara pengekspor ikan peringkat 14 dunia dan sejak tahun 2003

2

hingga 2007 terus menerus mengalami peningkatan sebesar 7,41% per tahun atau secara tidak langsung eksploitasi sumberdaya perikanan sebesar angka tersebut (KKP,2009). Pemenuhan akan ikan didukung dan peningkatan ekspolitasi didukung oleh penargetan konsumsi ikan per kapita Indonesia pada 2014 mencapai 33,9 kg, dengan asumsi laju penduduk sebesar 6 % per lima tahun maka dapat diprediksikan peningkatan kebutuhan ikan domestik meningkat dari 6,9 juta ton pada 2009 menjadi 8,3 juta ton pada 2014 (Poernomo, 2009).

Gambar 1. Produksi Perikanan Indonesia tahun 1977-2008 (Poernomo, 2009) Berdasarkan pada gambar 1 diatas menyajikan bahwa selama ini sektor perikanan tangkap merupakan sektor perikanan yang mampu memenuhi permintaan pasar, namun perikanan tangkap terus mencapai fase stagnan karena ekspoitasi yang berlebihan. Oleh karena itu perikanan budidaya sebagai salah satu sektor yang mendukung dalam pemenuhan protein ikan dan dilakukan peningkatan produktivitas. Gambar 1 menyajikan sebuah kontsibusi perikanan pada beberapa tahun terakhir sehingga sektor budidaya perlu dikembangkan dengan konsep yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Budidaya Perikanan sebagai bagian dari sektor perikanan dan merupakan salah satu solusi dalam mengatasi permintaan perikanan yang terus menerus mengalami peningkatan. Budidaya perikanan laut atau yang lebih dikenal dengan marikultur, merupakan sebagai salah satu usaha untuk membudidayakan ikan ataupun organisme laut pada wadah terkontrol dan dengan campur tangan manusia. Budidaya Laut di Indonesia telah lama dan banyak dikenal salah satunya dengan pemanfaatan keramba jaring apung dan keramba jaring tancap, namun pemanfaatan kedua jenis budidaya ini sebagian besar masih diperairan karang atau pesisir sehingga secara tidak langsung dari marikultur merusak daerah karang dan pencemaran di Laut yang mengakibatkan kerusakan habitat ataupun ekosistem laut.

3

Gambar 2. Perkembangan Produksi Marikultur di Indonesia tahun 2002-2004 (BPS, 2009) Berdasarkan pada data Badan Pusat Statistik (2009) menyajikan sebuah kesimpulan terjadinya peningkatan produksi akuakultur teruatama dalam budidaya laut selama 6 tahun terakhir mencapai 8 kali dari produksi tahun 2002 mencapai 234.900 ton menjadi 1.966.000 ton tahun 2008. Peningkatan jumlah produksi tidak semata meningkatkan jumlah wilayah budidaya dan peningkatan ekonomi, namun juga peningkatan dari limbah. Peningkatan limbah dapat dilihat dari jumlah pakan yang diberikan dengan asumsi bahwa konversi pakan ikan adalah 1,5 dan jumlah protein pakan adalah 30% maka jumlah limbah yang dikeluarkan pada tiap proses dalam N feses sebayak 15728 ton dan N dalam bentuk metabolisme sebesar 22019,2 ton atau total N sebesar 37747.2 ton (Crab et al. 2007). Oleh karena itu sebanyak 37747.2 ton limbah N dibuang ke perairan setiap tahun sehingga dapat mengakibatkan terjadinya eutifikasi atau bila terjadi pada ekosistem danau dapat menyebabkan up welling. Marikultur atau budidaya laut dan budidaya ikan lainnya memerukan pakan. Pakan ikan dibuat dengan bahan baku yaitu tepung ikan karena ikan hanya mampu mengkonversi dari protein ikan menjadi protein bagi ikan kultur. Tepung ikan selama ini berasal dari ikan hasil tangkapan, namun semakin berjalanya waktu mengalami kecendrungan menurun seperti yang terlihat pada gambar 3. Penurunan kuantitas tepung ikan dapat memberikan dampak buruk pada industry budidaya oleh karena itu pemanfaatan dan efesiensi pakan merupakan solusi terbaik untuk mencegah terjadinya eksploitasi ikan yang berlebihan dan perikanan yang berkelanjutan.

4

Gambar 3. Statistik produksi tepung ikan dunia tahun 1976-2006 (FAO, 2010) Implementasi perikanan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dilaksanakan, sekaligus menjawab tantangan pemenuhan akan kebutuhan hasil perikanan yang meningkat. IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) untuk mengoptimalkan hasil perikanan melalui pemanfaatan sistem budidaya dengan pendekatan alamiah ekosistem laut sehingga mengopimalkan hasil, efesiensi pakan dan diversifikasi produk. IMTA adalah salah satu bentuk dari budidaya laut dengan memanfaatkan penyediaan pelayanan ekosistem oleh organisme trofik rendah (seperti kerang dan rumput laut) yang disesuaikan sebagai mitigasi terhadap limbah dari organisme tingkat trofik tinggi (seperti ikan) (White, 2007 dalam Jianguang et al, 2009). IMTA diterapkan sebagai solusi terhadap mitigasi limbah yang dikeluarkan dalam marikultur dan peningkatan efesiensi dari pakan sehingga tidak mencemari lingkungan. Tujuan Tujuan dari Progam Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) adalah memberikan gagasan terhadap perkembangan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) untuk pembangunan budidaya Laut yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan pemanfaatan ekosistem lokal di Indonesia. Manfaat Manfaat dari yang ingin dicapai dalam gagasan adalah sebagai perencanaan pembangunan perikanan Laut berbasis budidaya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

5

POTENSI PENGEMBANGAN IMTA (INTEGRATED MULTI TROPIHC AQUACULTURE) Perkembangan IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) IMTA adalah salah satu bentuk dari budidaya Laut dengan memanfaatkan penyediaan pelayanan ekosistem oleh organisme trofik rendah (seperti kerang dan rumput laut) yang disesuaikan sebagai mitigasi terhadap limbah dari organisme tingkat trofik tinggi (seperti ikan) (White, 2007 dalam Jianguang et al, 2009). IMTA berbeda dengan polikultur karena polikultur adalah membudidayakan lebih dari satu spesies tanpa memperhatikan kegunaan spesies dalam ekosistem, sedangkan IMTA menitikberatkan pada kemampuan spesies dalam menjaga keseimbangan ekosistem sehingga setiap spesies tertentu memiliki fungsi yang berbeda misalnya sebagai karnivore, herbivore, detritus, biofiltering dan penyerang partikel sehingga keseimbangan ekosistem mampu terjaga dengan baik. IMTA dapat digunakan hampir seluruh wadah budidaya baik laut maupun darat karena konsep keseimbangan ekosistem yang diterapkan. IMTA pertama kali diterapkan di Norwegia dengan memanfaatkan salmon, kelp dan kerang (Coppin. 2006 dalam Jinguang et al, 2009)

Gambar 4. Matriks IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) (Theirry Chopin, 2009 dalam Jinguang et al, 2009) IMTA adalah sebuah solusi ramah lingkungan dan keberlanjutan dari akuakultur atau budidaya perikanan. Matriks IMTA pada gambar 4 diatas menjelaskan tentang sistem IMTA yang berasal dari pakan ikan. Pakan ikan yang diberikan dalam wadah tidak semuanya mampu dikonversi menjadi daging dan sisanya menjadi amoniak dan CO2 dari insang sebagai hasil metabolisme dan feses dari hasil sisa penyerapan oleh tubuh. Sisa feses atau limbah sisa pakan dapat dimanfaatkan oleh hewan pemakan sisa atau detritus seperti teripang, abalone, cyclops, lobster dan bulu babi. Limbah dalam bentuk suspense atau small POM dimanfaatkan oleh hewan biofilter seperti kerang-kerangan. Limbah dalam bentuk inorganik atau dalam bentuk larutan yang tidak dimanfaatkan oleh hewan dijadikan nutrisi bagi rumput laut untuk tumbuh dan berkembang. Secara tidak langsung terjadinya tranformasi dari suatu senyawa yang tidak dapat dimanfaatkan menjadi senyawa yang termanfaatkan bagi organisme lain.

6

Keunggulan sistem IMTA dapat diketahui berdasarkan ekonomi, lingkungan dan keamanan pangan bagi organisme budidaya dan manusia. Pemanfaatan IMTA di China memberikan keuntungan ekonomi pada provinsi Qingdao selama 2 tahun menghasilkan 900 kg dengan hasil sebesar 70.000 yuan/ 1600 m2 atau 10.000 dolar US/ 1600 m2 sehingga budidaya dengan IMTA sangat menguntungkan karena diversifikasi produknya sangat banyak dan bernilai ekonomis tinggi (Jinguang et al, 2009) dan keuntungan ekonomi dari IMTA di kanada memiliki keuntungan yang jauh lebih untung dibandingkan dengan sistem monokultur pada ikan salmon (Ridler et al, 2007). Dampak IMTA di China terhadap lingkungan dapat dilihat pada tabel 2 dibawah dan IMTA secara tidak langsung mengurangi perubahan iklim global dengan mereduksi 1,37 juta MT karbon dan 96.000 MT Nitrogen pada budidaya rumput laut dan kerang pada tahun 2006 (Jinguang et al, 2009). Keamanan pangan secara global mampu terpenuhi 15 juta MT hasil laut terhadap manusia (Jinguang et al, 2009) dan penerapan IMTA dapat mereduksi kemungkinan penyebaran penyakit dan penularannya baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus dengan budidaya kerang (Mytilus edelis) terhadap ikan salmon di subtropics (Pietrack et al, 2009). Tabel 2. Nilai regulasi perubahan iklim pada jenis budidaya berbeda (Jinguang et al, 2009)

IMTA telah ditetapkan diberbagai Negara salah satunya di Kanada. IMTA di Kanada memanfaatkan remis, salmon dan rumput laut. Pemanfaatan Limbah dari sisa pakan salmon maupun dari feses dapat diserap oleh remis dalam bentuk suspensi atau small POM dan remis akan mengalami metabolisme dalam bentuk amoniak dan penambahan amoniak dapat berasal dari ikan sebagai hasil metabolisme. Sedangkan limbah inorganik dalam bentuk amoniak akan dimanfaatkan oleh rumput laut sebagai nutirn dalam fotosintesis sehingga rumput laut mampu tumbuh dan berkembang ( Jinguang et al. 2009).

7

IMTA di Laut Mediteranian digunakan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi oligotrofik yang terjadi pada ekosistem di Laut Mediteranian, Olbia dan Sardinia, Israel. IMTA yang dilakukan adalah integrasi budidaya antara ikan salmonid dengan remis. Sistem ini jauh lebih sederhana dibandingkan dengan sistem yang ada di Kanada, namun meningkatkan keseburan dari oligotrofik karena tidak adanya organisme yang mampu memanfaatkan limbah inorganik. IMTA di Laut mediteranian cukup baik hasilnya karena mampu menghasilkan ikan dan remis yang dimana hasil suspensi ataupun limbah dapat dimanfaatkan oleh organisme lain, namun kekurangan sistem ini tidak ada yang memanfaatkan limbah inorganik karena tujuannya adalah dengan meningkatkan oligotrofik namun tidak mencapai blooming dari plankton. IMTA Laut Mediteranian di Israel dapat terlihat pada gambar 5.

Gambar 5. Kegiatan IMTA di Laut Mediteranean antara Ikan salmon dan remis (Angel dan Freeman, 2009). Perkembangan IMTA yang berasal dari negeri sub tropis yang cenderung dengan iklim dingin diawali dari Skotlandia dengan budidaya salmon dalam keramba jaring lingkar atau hydrodinamik yang diintegrasikan dengan bulu babi dan kelp. Sistem ini diperkenalkan Coppin (2009) dalam Jinguang et al (2009)dengan sistem yang lebih kompleks dan ramah lingkungan. Sistem ini merupakan sebuah integrasi antara ikan sebagai karnivor dalam suatu ekosistem seperti ikan salmon dan hasilnya yang berupa sisa metabolisme dan sisa pakan akan dimanfaatkan oleh bulu babi (Diadema sp) sebabagai invertebrata detritus dalam ekosistem laut dan pemanfaatan kelp adalah sebagai organisme yang memanfaatkan bahan inorganik sebagai hasil buangan dari budidaya ikan. Sistem IMTA salmon, bulu babi dan kelp ini memerlukan waktu yang lama dalam mereduksi limbah karena ketiadaan organisme biofilter yang mampu memanfaatkan limbah tersuspensi sehingga budidaya dengan pendekatan ekosistem alami akan tercapai. IMTA didaerah subtropik mengalami perkembangan tidak hanya di utara, namun juga bagian selatan yaitu Selandia Baru yang memiliki sistem lebih kompleks. Sistem IMTA yang diterapakan adalah sistem IMTA Theiry Coppin yang memanfaatkan pendekatan budidaya dengan ekosistem sehingga mampu menjaga keseimbangan alam. Intergrasi antara trofik level tinggi dalam hal ini ikan salmon sebagai karnifora yang diberi pakan, pakan yang diberikan hanya 35 % yang terretensi

8

menjadi daging sisanya akan terbuang sebagai sisa matbolisme oleh insang dalam bentuk karbondioksida dan urigenital dalam bentuk urin atau amoniak serta sisa pakan yang tidak termanfaatkan. Hasil dari metabolisme yang berbentuk larutan akan dimanfaatkan kembali oleh rumput laut, sehingga terjadi siklus pergantian limbah serta sisa feses dan pakan dimanfaatkan dalam oleh detritus atau teripang dan sisanya berbentuk suspense dimanfaatkan oleh kerang sehingga dalam suatu kawasan marikultur yang ramah lingkungan dan berbasis ekosistem (Philip Heath, 2009 dalam Jinguang et al. 2009). Potensi Pengembangan IMTA di Indonesia Potensi dalam pengembangan IMTA di Indonesia dapat diterapkan melalui sistem Keramba Jaring Apung (KJA) ataupun Keramba Jaring Tancap (KJT) yang telah banyak diterapkan di Indonesia. Sistem ini dapat dimodifikasi dengan melakukan pendayagunaan berbagai organisme dalam suatu ekosistem, ekosistem yang digunakan merupakan ekosistem alamiah ataupun habitat asli dari organisme tersebut. IMTA di Indonesia sangat tepat dilaksanakan pada daerah pesisir atau karang karena daerah tersebut telah mengalami kerusakan akibat budidaya Laut ataupun aktivitas perikanan yang tidak berwawasan lingkungan dan ramah lingkungan. Organisme yang dapat dimanfaatkanpun sangat beragam tergantung wilayah dari kepulauan tersebut misalnya untuk daerah karang terdapat kerapu, kakap merah dan ikan Napoleon, sebagai organisme karnivora atau tingkat trofik level tinggi. Setiap aktivitas perikanan memberikan limbah, oleh karena itu limbah dapat memanfaatkan orgnisme disekitar ataupun yang secara alamiah terdapat pada daerah tersebut seperti bulu babi, teripang dan abalone. Kemudian dilakukan pula pemanfaatan dari jenis kerang sebagai trofik level tingkat rendah pemakan atau pereduksi limbah, kerang yang dimanfaatkan tidak hanya kerang yang dapat dikonsumsi melainkan kerang mutiara yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Limbah dalam bentuk inorganik dapat dimanfaatkan dalam bentuk nutrisi oleh rumput Laut dengan metode longine ataupun metode rakit yang sesuai dengan karakteristik. IMTA berbasis budidaya laut di Indonesia telah berkembang namun hanya dapat ditemukan secara parsial misalnya masyarakat Cirebon dan Indramayu yang memiliki tambak hanya membudidayakan ikan bandeng dengan rumput laut ataupun ditambah dengan udang galah sebagai pemakan sisa hasil pencernaan seperti feses dan pakan dan rumput laut selain sebagai sumber oksigen bagi ikan pada siang hari dan mampu memanfaarkan limbah inorganik sebagai nutrient bagi budidaya rumput laut. IMTA yang lebih kompleks dilaksanakan di Bali terutama pada bagian teluk yang memiliki arus yang tenang dan sesuai untuk budiddaya KJA. Sistem IMTA yang diterapkan di Bali menggunkan ikan, rumput laut, oyster pada budidaya KJA dan memberikan hasil yang baik serta optimalisasi dalam pemanfaatan pakan (SeaPlant nett. 2009). Secara tidak langsung pendekatan berdasarkan kepada ekosistem telah dilaksanakan dalam bentuk budidaya di tambak ataupun lainnya. Penerapan IMTA di Indonesia dapat dilaksanakan pada daerah budidaya laut yang memanfaatkan KJA dan KJT sebagai wadah budidaya bagi organisme kultur.

9

Ekosistem lokal yang terdapat dalam suatu daerah dapat dilaksankan sebagai penyusun dalam sistem IMTA, karena ekosistem lokal memilki adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan organisme introduksi dari luar. Ekosistem lokal perlu dijaga guna menjaga keseimbangan alam, introduksi dari luar akan memberikan pengaruh buruk terhadap kerusakan ekosistem seperti penyebaran penyakit dan pada dasarnya organisme dalam ekosistem laut Indonesia memiliki nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Penerapan IMTA pada gagasan ini dilaksanakan pada perairan karang ataupun Teluk yang memiliki arus yang relative tenang. Organisme yang berasal dari ekosistem lokal yang dimanfaatkan adalah ikan kerapu, kakap dan baronang, karena ketiga ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggai serta pembenihan dari ikan karang ini telah diketahui sehingga pasokan benih sebagai unsur budidaya telah terpenuhi. Organime dalam ekosistem lokal yang bertindak sebagai detritifor adalah bulu babi, teripang dan abalone yang mampu memanfaatkan sisa pakan dan feses pada budidaya KJA dan KJT, karena secara alami ketiga jenis organisme tersebut terdapat di Indonesia terutama abalone yang telah berhasil dibudidayakan di BBAL Lombok. Kerang hijau dan kerang darah telah mampu dibudidayakan secara baik hampir diseluruh perairan di Indonesia sehingga dalam pemanfaatanya tidak megalami kesulitan terutama terkait pembenihan, kemampuan kerang sebagai filter feeder dapat memanfaatkan partikel tersuspensi. Tumbuhan laut seperti rumput laut yang mudah dibudidayakan di Indonesia seperti Euchema sp dan Gracilaria sp memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan dapat berguna sebagai penyerap inorganik atau limbah dalam bentuk larutan dalam sistem budidaya sehingga dapat termanfaatkan. Sistem IMTA yang diterapkan di Indonesia dapat terlihat pada gambar 6 dibawah.

`Gambar 6. Aplikasi Sistem IMTA di Indonesia melalui Ekosistem Lokal Keramba Jaring Apung pada sistem ini membudidayakan spesies ikan karang karnifora seperti kerapu, kakap dan baronang. Spesies ikan kerapu bebek dan kerapu macan secara alami berada pada perairan karang memiliki harga jual yang tinggi dan

10

ikan kerapu memiliki pertumbuhan yang lambat oleh karena itu dalam menjalankan budidayanya biasanya dilakukan beberapa kali pendederan, namun melalui IMTA sistem kerapu monokultur dapat diatasi dengan hasil dari rumput laut dan kerang yang memiliki pertumbuhan cepat. Nutrien dalam bentuk feses dan sisa pakan akan diberikan dalam bentuk padatan kemudian akan secara langsung oleh teripang atau bulu babi maupun secara tidak langsung melalui penumbuhan rumput laut, fitoplankton dan benthos kemdian dimanfaatkan oleh abalone dan teripang. Sisa hasil berupa suspense dan fitoplankton dimanfaatkan oleh kerang-kerangan sehingga seluruh limbah dapat dimanfaatkan. Jenis orgnisme dalam ekosistem lokal Indonesia untuk invertebrta detritifor sangat banyak yaitu jenis teripang pandan (Thelonota ananas), putih (Holothuria scabra) dan koro (Microtlele nobelis) yang banyak ditemui pada perairan pulau Banyak, Nanggroe Aceh Darussalam yang telah mampu dibudidayakan hampir diseluruh wilayah Indonesia dan memiliki harga yang tinggi dipasaran dunia (BRR, 2007). Jenis abalone yang bisa dimanfaatkan di Indonesia adalah jenis abalone hitam yang dibudidayakan di Balai Budidaya Air Laut di Lombok dan jenis bulu babi landak banyak ditemukan diperairan secara alamiah sehingga dapat dimanfaatkan secara langsung pada ekosistem budidaya IMTA. Jenis rumput laut yang digunakan adalah Euchema sp dan Gracilaria sp yang secara alamiah ada di perairan Indonesia dan telah dibudidayakan oleh masyarakat baik dalam bentuk longline maupun rakit (BRR, 2007). Strategi Aplikasi Implementasi IMTA di Indonesia

Gambar 7. Aplikasi Strategi IMTA di Indonesia Gambar 8 menyajikan aplikasi startegi dalam penerapan IMTA di Indonesia. IMTA di Indonesia dapat dikembangkan dalam bentuk industri perikanan budidaya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Oleh karena itu diperlukan Industri hulu yang baik yaitu industri pakan, pembenihan dan obat, ketiganya merupakan bagian dari

11

sistem akuakultur tetapi terdapat perbedaan dari industri akuakultur biasa yaitu pada pakan dimana dalam industri IMTA seluruh kegiatannya dapat mengefesienkan pakan sehingga pakan tidak terbuang percuma. Industri IMTA tidak hanya efesien dalam pakan, namun juga dalam pembuangan limbah dimana keseluruhan limbah diolah menjadi bentuk baru organisme dengan harga jual yang tinggi. Bagian tulang punggung merupakan kerja sama antara berbagai komponen dalam mendukung IMTA diantaranya adalah Lembaga permodalan sebagai salah satu lembaga penting dalam mendukung kegiatan usaha atau industri IMTA meliputi Bank, Koperasi dan BUMN. Lembaga permodalan akan lebih mudah dalam memberikan pinjaman atau dana usaha karena keterjaminan kontinuitas produksi dari IMTA. Berikutnya Lembaga Penelitian dan Pengembangan dalam melaksanakan progam ini perlu dilakukannya integrasi antara pemerintah dalam hal ini KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan) Indonesia melalui BRKP (Balai Riset Kelautan dan Perikanan), Balai Budidaya lainnya yang menyokong gerakan IMTA, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), dan Perguruan Tinggi sehingga keseluruh elemen dalam riset dan pengembangan mampu mengembangkan inovasi baru pada masyarakat dan teknologi baru yang sesuai. Lembaga Hukum dan Pengamanan seperti TNI dan POLRI diperlukan dalam menjaga keamanan dalam sistem IMTA terkait pengamanan eksternal karena sistem IMTA berbasisi laut makan TNI AL beserta Polisi Laut harus menjaga keamanan dan ketertiban terkait dengan konflik antar kepentingan dan penjarahan hasil budidaya baik oleh penjarah dalam dan luar negeri. Lembaga Perdagangan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keutuhan IMTA karena IMTA memerlukan penjaminan pasar yang didapatkan oleh lembaga perdagangan. Lembaga Perdagangan yang terkait dengan IMTA adalah KADIN (Kantor Dagang Indonesia), aparat beacukai dan perpajakan dan para perusahaan eksporir hasil laut. Ketiga komponen tersebut harus berjalan secara sinergis dengan melakukan koordinasi dibawah KADIN sehingga perdagangan terjadi secara tertib. Perizinan dan pajak dari hasil IMTA diatur oleh beacukai dan penjualan dilakukan oleh para eksportir atau perusahaan dengan pengawasan KADIN. Lembaga Pengawas, Pendamping dan Pelatihan dapat diberikan oleh pemerintah secara langsung kepada masyarakat misalnya melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan pemberian penyuluh perikanan yang disebarkan ke wilayah IMTA untuk melakukan pendampingan dan pelatihan. Pelaksanaan tersebut harus diawasi oleh KKP melalui Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan dengan melakukan pengawasan mutu produk, pengawasan biosecurity dan lainnya. Setelah seluruh lembaga pendukung bekerja sama maka industri di hilir akan dilakukan melalui pengolahan untuk menjadi bentuk dengan kualitas yang baik sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan industri perdagangan memiliki peran penting baik dalam bentuk penjaminan usaha dan keamanan sehingga banyak usaha perdagangan dalam memasarkan produk IMTA. Seluruh elemen yang terkait dapat bekerja dengan baik dengan adanya peraturan atau kebijakan pemerintah pusat dan daerah sehingga kelegalan dalam menjaga sistem IMTA ini mampu dilaksankan hingga menciptakan budidaya perikanan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

12

KESIMPULAN Sistem IMTA dapat diimplementasikan di Indonesia melalui pemanfaatan ekosistem lokal yang memiliki nilai ekonomis tinggi dengan kerja sama berbagai elemen baik pemerintah, swasta dan masyarakat sehingga terbentuk budidaya perikanan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi(BRR).2007. Laporan Akhir Penyusunan Budidaya Laut di Pulau Banyak dan Simeleu. Jakarta: PT. Awamura Internasional. Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Statistik Produksi Marikultur Indonesia 2002-2008. Jakarta: BPS. Craber et al. 2007. Nitrogen removal technique in aquaculture for a sustainable production. Aquculture 270(1-4): 1-14. Davy.F.B dan De Silve. S. 2010. Succes Story Aquaculture In Asia. Springer, New York. FAO, 2002. The state of the world fisheries and aquaculture 2002. FAO, Rome: FAO, 150 pp. Jinguang et al. 2009. Development IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) in Sungo Bay, China. Yellow Sea Fisheries Research Institute, Qingdao, China. KKP. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan Nasional, Pusat Data, Statistik dan Informasi. Pietrack et al. 2009. Potential disease risks and benefits on a cold water IMTA farm. Aquaculture Research Institute, University of Maine. Purnomo A H. 2009. Pangan dari ikan: kondisi sekarang dan prediksi ke depan. Seminar Hari Pangan Sedunia, Jakarta. SeaPlant nett. 2009. Coral Triangle Aquaculture : 3 Opportunity Market in China. Bali: Yayasan South East Asia SeaPlant Network.

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Tim Ketua Tim 1. Nama/NIM : Rico Wisnu Wibisono/ C14070036 Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Februari 1990 Jenis Kelamin : Laki laki Agama : Islam Hobi : Silat dan Membaca

13

Institusi Alamat Asal Alamat Bogor

Telp. Riwayat Pendidikan TK Nurini 1995-1996 SDI Al-Amjad 1996-2002 SLTPN 12 Jakarta 2002-2004 SMAN 46 Jakarta 2004-2007 S1 Budidaya Perairan, IPB 2007 sekarang Pengalaman Organisasi Rohis SLTPN 12 2002-2004 Wakil Ketua Merpati Putih SMAN 46 2004-2007 Jakarta Community 2007-2008 Ketua Merpati Putih IPB 2009-2010 Divisi Olahraga dan Seni BEM FPIK 2009-2010 BEM KM IPB 2010-2011 Prestasi 1.Juara I Kejuaraan Pencak Silat Se-Kabupaten Bogor 2008 2. Juara III Kejuaraan Daerah Pencak Silat se-Jawa barat (Sukabumi Open) 2008 3. Juara I Kejuaraan Pencak Silat Antar Perguruan Se-Kota Bogor 2009 4. Juara I Kejuaraan Pekan Mahasiswa Daerah Jawa Barat 2008 5. Juara III Kejuaraan Pencak Silat Antar Perguruan Tinggi Se-Indonesia 2010 6. Finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Bali 2010 7 Finalis Pekan Olahraga Mahasiswa Nasioanl di Palembang 2010 8. Presentator Aceh Development International Conference 2010 dan 2011 di Universitas Kebangsaan Malaysia 9. Presentator Marine Environment International Conference in University of Lisbon, Portugal. Ketua Kelompok

: Institut Pertanian Bogor : Jl.Wadasari III, Kec. Pondok Betung, Tangerang : Wisma Nusantara, Badoneng, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor : 02519102658

RicoWisnu Wibisono C14070036 Anggota Tim 1. Nama Lengkap/ NIM Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Jabatan dalam PKM Agama Hobi Institusi : Vikiet Ardhitio / C14100034 : Jakarta, 12 Februari 1992 : Laki-laki : Anggota : Islam :: Institut Pertanian Bogor

14

Alamat Asal Alamat Sekarang

: Jl. Raya Cisolok Rt 03/03 Pelabuhan Ratu Sukabumi : Asrama putra TPB IPB gedung C1 kamar 94 1998 2004 2004 2007 2007 2010 2010 - sekarang 2004-2007 2007-2010 2004-2007 2010-2011 2010-2011 Anggota Kelompok

Riwayat pendidikan : SDN 2 Ciawi SMPN 1 Cisolok SMAN 1 Cisolok S1 Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor Pengalaman Organisasi : Pramuka OSIS MPK IPS (IPB Political School) BEM KM IPB

Vikiet Ardhitio C14100034 2. Nama NRP Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Asal Alamat Bogor Telp. : Titi Nur Chayati : C14080025 : Jakarta, 16 Agustus 1990 : Perempuan : Islam :Jln.Jatipadang Utara RT 12/02 No. 10, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 : Fechouse, Babakan raya IV, Kec. Dramaga, Kab. Bogor : 085691004880 1996-2002 2002-2005 2005-2008 2008 sekarang 2004-2005 2006-2007 2005-2006

Riwayat Pendidikan : SDN Jatipadang 06 SLTPN 2 Depok SMAN 60 Jakarta S1 Matematika, IPB Pengalaman Organisasi 1. Ketua PMR SMPN 2 Depok 2. Bendahara Umum SMAN 2 Depok 3. Kadiv. IPA Karya Ilmiah Remaja

15

Anggota Kelompok

Titi Nur Chayati C14080025

`

Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup Dosen Pendamping Nama lengkap dan gelar : Dr.Ir. Tatag Budiardi, Msi Tempat dan tanggal lahir : Nganjuk, 02 November 1963 NIP : 19631002 199702 1 001 Jabatan/golongan : Penata Muda, III/a Unit kerja : Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Alamat kantor : Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

16

Alamat rumah Pendidikan

Bogor, Jl. Agatis Kampus IPB, Darmaga, Bogor (16680). Telp. 0251-8628755 : Jl. Soka VI/10 Perumahan Taman Cimanggu Bogor. Telp 0251-8344910/ 08129863163 : Doktor (Ilmu Perairan) -IPB ( 2008 ) Magister Sains (Ilmu Perairan) -IPB (1998 ) Sarjana ( Budidaya Perairan) IPB (1987) Dosen Pendamping

Dr.Ir. Tatag Budiardi, Msi 19631002 199702 1 001