BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN … · Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... dan...
Transcript of BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN … · Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat ... dan...
BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN
DALAM NOVEL REMBANG JINGGA
KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI:
PENDEKATAN FEMINISME
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Catharina Novia Christanti
NIM 124114006
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
JULI 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN
DALAM NOVEL REMBANG JINGGA
KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI:
PENDEKATAN FEMINISME
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Catharina Novia Christanti
NIM 124114006
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
JULI 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing dan
memberi berkat kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel
Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi”.
Penulis menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, bantuan, waktu dan dukungan kepada
penulis, selama proses penyelesaian skripsi ini.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum., selaku pembimbing II yang selalu memberikan
waktunya untuk membimbing, serta masukan bagi penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik.
4. Seluruh Dosen Prodi Sastra Indonesia S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum, selaku
kaprodi, Drs. Hery Antono, M.Hum, selaku wakil prodi, Prof. Dr. I.
Praptomo Baryadi, M.Hum, Drs. F.X. Santosa, Dra. Fransisca Tjandrasih
Adji, M.Hum, Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum dan Sony Christian
Sudarsono, M.A yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama
mengikuti studi di Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
5. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sanata Dharma.
6. Kedua orangtua penulis, Bapak J. Paino Rahardjo, S.H dan Ibu Christina Tri
Handayani, yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan materil,
serta selalu mendoakan penulis setiap saat. Mereka yang menjadi inspirasi
bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Kedua kakak penulis, Theresia Sri Wahyuni, S.Pd, M.M dan Elisabet Dwi
Mayasari, S.T, M.T, serta kakak ipar penulis Aking Wijang Pambudi, A.Md
yang selalu memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis.
8. Kedua keponakan penulis, Yohana Gendhis Ayu dan Yosia Laras Rekinayu
yang selalu memberikan penghiburan bagi penulis.
9. Seluruh staff dan karyawan perpustakaan Sanata Dharma yang telah
membantu dan menyediakan buku-buku referensi yang diperlukan oleh
penulis.
10. Seluruh teman-teman angkatan 2012 Santi, Bella, Venta, Lina, Retha, Silvy,
Gabby, Roby, Carlos, Ovi, Kasi, Mei, Willy, Patrick dan Peng.
11. Keluaraga besar Sastra Indonesia, terima kasih untuk semangat, dukungan
dan motivasi yang diberikan selama ini.
12. Teman-teman Stero Clement, Dheta, Lusi, dan Lisna terima kasih untuk
dukungannya.
Serta pihak yang andil dalam proses penyelesaian. Semoga jasa baik mereka
mendapatkan balasan dari Tuhan. Akan tetapi semua kekurangan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan untuk Tuhan Yang Maha Esa,
dan sebagai kado ulang tahun pernikahan kedua orangtuaku,
Bapak Paino dan Ibu Tri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
MOTTO
Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu
Tapi satu-satunya hal yang benar-benar bisa menjatuhkanmu adalah dirimu sendiri
-R.A. Kartini-
Ketika kau memiliki sebuah impian yang tinggi, jangan pernah lupakan impian itu
hanya karena mendengar omogan orang lain
-Finding Dory-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRAK
Christanti, Catharina Novia. 2016. Budaya Patriarki Terhadap Tokoh
Perempuan dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan
Dwiyana Premadi : Pendekatan Feminisme. Skripsi Strata Satu (S1).
Yogyakarta : Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Univesitas Sanata
Dharma.
Penelitian ini mengangkat tema mengenai budaya patriarki yang dialami
tokoh Ires, Diar dan Karina dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan
Dwiyana Premadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
gambaran alur, tokoh dan penokohan, serta latar dan mendeskripsikan gambaran
budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang meliputi stereotipe gender dan
kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga. Pendekatan srukural dibatasi
pada aspek alur, tokoh, penokohan, serta latar untuk menganalisis budaya
patriarki. Pendekatan feminisme digunakan untuk mendalami stereotipe gender
dan kekerasan gender dalam novel ini. Metode pengumpulan data yang dipakai
studi pustaka. Metode analisis data yang dipakai metode hermeneutika. Metode
penyajian hasil analisis data yang dipakai metode formal dan deskripsi kualitatif.
Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu struktur dan budaya patriarki.
Struktur dibagi menjadi empat, yaitu alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Alur
yang digunakan dibagi menjadi tiga, yaitu tahap awal, tahap tengah, serta tahap
akhir. Tokoh utama dalam novel ini adalah Ires dan Herlambang, sedangkan tokoh
tambahan adalah Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi. Latar yang digunakan
adalah latar tempat, waktu, dan latar sosial.
Budaya patriarki dibagi menjadi dua, yaitu stereotipe gender dan kekerasan
gender. Stereotipe gender yang tergambar dalam novel terlihat dalam pembagian
kerja dan pendidikan. Pembagian kerja akan dibagi menjadi dua, yaitu di luar
rumah dan di dalam rumah. Sementara itu, kekerasan gender yang tergambar
daalam novel, yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis dan
kekerasan kekuasaan. Budaya patriarki dialami oleh beberapa tokoh perempuan
yang ada dalam novel Rembang Jingga seperti Ires, Diar dan Karina. Namun,
budaya patriarki yang paling dominan terlihat pada tokoh Ires. Tokoh Ires sebagai
tokoh utama menjadi korban yang diakibatkan adanya budaya patriarki yang
dibentuk oleh masyarakat. Berkat bantuan dari teman-temannya, tokoh Ires
sempat berhasil bebas dari kekerasan gender yang dilakukan oleh suaminya.
Tetapi, ia kembali terpuruk dan mati akibat kekerasan yang dilakukan oleh
suaminya. Tokoh Diar dan tokoh Karina pun mengalami hal yang sama dengan
tokoh Ires, namun kedua tokoh tersebut berhasil bebas dari belenggu budaya yang
menerpa mereka, dengan mengubah pola pikir mereka yang selama ini mereka
gunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
ABSTRACT
Christanti, Catharina Novia. 2016. Patriarchal System Displayed Towards
Women Characters on Rembang Jingga Novel by TJ Oetoro and
Dwiyana Premadi: Feminism Approach. An Undergraduate Thesis.
Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program. Faculty of
Literature. Sanata Dharma University.
This research discusses patriarchy system that was experienced by Ires, Diar
and Karina on Rembang Jingga, a novel by TJ Oetoro and Dwiyana Premadi. The
purposes of this study are (1) to describe the plot, character and characterization,
and settings, and (2) to describe patriarchal system that includes gender stereotype
and gender abuse in the novel. The structural approach is used to analyze plot,
character and characterization, and settings. The data collecion method in this
analysis is library research. The methods used for the analysis is hermeneutic
method. The analysis presented used in this research are formal method, and
qualitative descriptive method.
The results of this research are divided into two parts, the structural analysis
and the patriarchal system analysis in Rembang Jingga novel. The structural
analysis consists of plot, character and characterization, and settings. The plot is
separated into three parts: the beginning, middle, and ending. The main characters
of this novel are Ires and Herlambang, while the additional characters are Karina,
Diar, Amanda, Sugeng, and Dodi. The settings analyzed are the setting of place,
setting of time, and social background.
The patriarchy system analysis is divided into two parts, the gender
stereotype and the gender abuse. The gender stereotype illustrated in the novel can
be seen on the right to get education and the attribution of duties. Duties are
divided into ones done in the house and outside the house. Meanwhile, the gender
abuses described in the novel are physical abuse, verbal abuse, mental abuse, and
power abuse. The patriarchal system was experienced by some women characters
in Rembang Jingga novel, such as Ires, Diar, and Karina. However, the patriarchal
system can be seen dominantly displayed on Ires. Ires, as the main character, was
the victim of patriarchal system shaped by society. Aided by her friends, Ires
almost got her freedom from gender abuse by her husband. Yet, she failed and
died because of his husband’s ill treatments. The same thing happened to Diar and
Karina. Even so, they succeeded to free themselves from the patriarchal system by
changing their mindset they had been confined to.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH .... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... ix
MOTTO ............................................................................................................. x
ABSTRAK ........................................................................................................ xi
ABSTRACT ..................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.4 Manfaat Hasil Penelitian ............................................................................ 5
1.5 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 6
1.6 Landasan Teori ........................................................................................... 7
1.6.1 Kajian Struktural................................................................................. 8
1.6.2 Kajian Feminisme ............................................................................. 12
1.7 Metode dan Teknik Penelitian ................................................................. 17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 17
1.7.2 Metode dan Tahap Analisis Data..................................................... 18
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ............................................. 18
1.8 Sistematika Penyajian ............................................................................. 19
BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL REMBANG JINGGA
KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI ................... 20
2.1 Pengantar .................................................................................................. 20
2.2 Analisis Alur ........................................................................................... 20
2.2.1 Tahap Awal....................................................................................... 20
2.2.2 Tahap Tengah ................................................................................... 21
2.2.3 Tahap Akhir ...................................................................................... 23
2.3 Analisis Tokoh dan Penokohan ................................................................ 24
2.3.1 Tokoh Utama Protagonis ............................................................... 24
2.3.2 Tokoh Utama Antagonis ................................................................. 26
2.3.3 Tokoh Tambahan ............................................................................ 29
2.4 Analisis Latar ........................................................................................... 37
2.4.1 Latar Tempat ..................................................................................... 37
2.4.2 Latar Waktu ...................................................................................... 42
2.4.3 Latar Sosial ....................................................................................... 46
2.5 Rangkuman .............................................................................................. 47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
BAB III BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN
DALAM NOVEL REMBANG JINGGA
KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI ................. 52
3.1 Pengantar .................................................................................................. 52
3.2 Stereotipe Gender ..................................................................................... 52
3.2.1 Stereotipe Gender dalam Pembagian Kerja ...................................... 53
3.2.2 Stereotipe Gender dalam Pendidikan ............................................... 57
3.3 Kekerasan Gender .................................................................................... 59
3.3.1 Kekerasan Fisik ................................................................................ 60
3.3.2 Kekerasan Verbal ............................................................................. 63
3.3.3 Kekerasan Psikis ............................................................................... 64
3.3.4 Kekerasan Kekuasaan ....................................................................... 66
3.4 Rangkuman .............................................................................................. 69
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 72
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 72
4.2 Saran ......................................................................................................... 79
LAMPIRAN ..................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 81
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang, yang
menghasilkan sebuah gagasan, konsep dan ide yang mengambil tema dari
masyarakat. Proses kreatif ini menjadikan masyarakat (pembaca) merasa bahwa
karya sastra yang dibuat oleh pengarang, menggambarkan kehidupan dirinya
sendiri, walaupun gambaran kehidupan ini berdasarkan imajinasi yang dibuat
pengarang. Karya sastra menyampaikan “pemahaman” tentang kehidupan dengan
caranya sendiri (Budianta, 2003: 7).
Dalam kenyataannya, kehidupan ini meyebabkan munculnya budaya
patriarki. Budaya partiarki ini merupakan bentuk dari diskriminasi yang diterima
oleh kaum laki-laki dan kaum perempuan berdasarkan adat istiadat dan agama
(Fakih, 2003:15). Budaya ini mengatakan bahwa kaum perempuan harus dikontrol
oleh kaum laki-laki. Sehingga untuk melakukan sesuatu hal, kaum perempuan
harus meminta izin terlebih dahulu pada kaum laki-laki, agar mereka boleh
menjalankan kegiatan atau pekerjaan mereka. A system of male authority which
oppresses women through its social, political and economic institutions (sistem
otoritas laki-laki yang menindas kaum perempuan melalui jalan sosial, politik dan
lembaga ekonomi) (Humm, 1990:159).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi ini
membahas mengenai kaum perempuan yang mengalami ketidakadilan yang
diakibatkan budaya patriarki. Kaum perempuan dalam novel ini tidak hanya
mengalami diskriminasi oleh adat istiadat, namun juga mengalami ketidakadilan
gender yang disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai gender laki-laki dan
perempuan oleh masyarakat. Ketidakadilan gender ini dapat menyebabkan
terjadinya kekerasan seperti pemukulan dan serangan fisik dalam rumah tangga,
dan juga menyebabkan terbentuknya pikiran-pikiran masyarakat yang
beranggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah ibu rumah tangga yang
setiap harinya di rumah melayani suami mereka, dan bukan bekerja. Akibatnya,
jika kaum perempuan hendak aktif untuk mengikuti sebuah kegiatan yang banyak
digeluti oleh kaum laki-laki, seperti bidang politik, bisnis dan sebagainya akan
dianggap aneh atau bertentangan dengan kodrat perempuan.
Budaya patriarki tidak hanya menyebabkan ketidakadilan gender dan
kekerasan gender, namun juga stereotipe gender. Sterotipe ini, membedakan
kodrat dan peran antara kaum laki-laki dan perempuan. Kaum perempuan
dikategorikan sebagai yang lemah, sedangkan kaum laki-laki adalah berani
(Gambel, 2010:422). Hal ini berhubungan dengan gender yang digambarkan oleh
pengarang melalui karya sastra yang ia ciptakan. Gender bukanlah sesuatu yang
kita dapatkan semenjak lahir dan bukan juga sesuatu yang kita miliki, melainkan
sesuatu yang kita lakukan, sesuatu yang kita tampilkan (Sugihastuti dkk, 2010:4).
Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2003: 8).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Konstruksi ini secara terus menerus berubah dari waktu ke waktu. Konstruksi
sosial ini membedakan gender berdasarkan jenis kelamin (seks) dan sifat, serta
ciri-ciri khas dari laki-laki dan perempuan. Konstruksi ini menyebabkan
terjadinya perbedaan pandangan dan penilaian terhadap kaum laki-laki dan
perempuan yang hingga saat ini sulit untuk diubah.
Berdasarkan penjelasanan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel
Rembang Jingga dipilih sebagai data penelitian, karena dalam novel ini
membicarakan mengenai budaya patriarki yang dianut oleh masyarakat dan hal ini
dapat menyebabkan adanya stereotipe gender dan kekerasan gender terhadap
kaum perempuan. Masyarakat yang masih menganut budaya patriarki
menganggap bahwa perempuan bertugas untuk mengurus rumah tangga dan kaum
laki-laki bertugas mencari nafkah. Sehingga kaum perempuan harus menuruti
segala perintah yang diberikan oleh kaum laki-laki. Dalam hal ini, kaum
perempuan tidak diperkenankan untuk membantah perintah yang diberikan kaum
laki-laki.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan kritik sastra feminis
untuk meneliti novel ini. Pemilihan teori ini didasarkan karena salah satu masalah
yang ada dalam novel Rembang Jingga yang berkaitan dengan teori feminis.
Selain itu, diharapkan dengan menggunakan teori ini penulis dapat terbantu untuk
menemukan konsepsi gender yang ada dalam novel Rembang Jingga. Untuk
menganalisis budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang terlihat dalam
stereotipe gender dan kekerasan gender, terlebih dahulu diteliti gambaran alur,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel Rembang Jingga sebagai
dasar analisis.
Novel Rembang Jingga ini merupakan karangan dari TJ Oetoro dan
Dwiyana Premadi dan merupakan hasil dari kompetisi menulis yang diadakan
oleh Kompas Gramedia. TJ Oetoro merupakan seorang wartawan yang lahir dan
besar dan bersekolah di Jakarta. Ia pernah bekerja di beberapa media, yang
bertema wanita, gaya hidup dan properti. Setelah bertahun-tahun bergelut dalam
bidang penulisan feature, ia tergerak untuk mempelajari penulisan fiksi. Melalui
kursus menulis yang diselenggarakan oleh PlotPoint, dan di mentori oleh Clara
Ng. Novel Rembang Jingga ini merupakan novel kolabarasi kedua TJ, dengan
Dwiyana Premadi.
Dwiyana Premadi adalah penulis yang lahir di Surabaya, namun banyak
melalui masa sekolahnya di Jakarta. Dwiyana mengawali kariernya dengan
bekerja di berbagai perusahaan konsultan teknik dan periwisata. Dwiyana
menggeluti dunia sastra sejak usia muda dan menguasai beberapa bahasa sehingga
mempermudah dirinya untuk melakukan perjalan ke banyak tempat dan mengenal
sosial budaya tempat – tempat tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang mendasari penelitian ini diwujudkan melalui pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel
Rembang Jingga?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.2.2 Bagaimana deskripsi budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang
meliputi stereotipe dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat disimpulkan
sebagai berikut
1.3.1 Mendeskripsikan gambaran alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang
ada dalam novel Rembang Jingga.
1.3.2 Mendeskripsikan gambaran budaya patriarki terhadap kaum perempuan
yang meliputi stereotipe dan kekerasan gender dalam novel Rembang
Jingga.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, manfaat teoritis
dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini merupakan contoh penerapan teori struktur sastra dan
kritik sastra feminis.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan bagian studi
gender.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari mengenai macam-
macam jenis kekerasan seperti kekerasan fisik, verbal, psikis dan kekerasan
sosial-politik. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk
mempelajari ketidakadilan yang masih sering dialami oleh kaum perempuan.
1.5 Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka ini dipaparkan mengenai penelitian karya sastra
dan kekerasan gender yang ada dalam novel Rembang Jingga. Novel Rembang
Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi, pernah dibahas oleh Hesti
Septiana (2015) dalam makalahnya yang berjudul Kekerasan Seksual pada Tokoh
Diar menggunakan pendekatan psikoanalisis. Namun, untuk pendekatan
feminisme, sejauh pengetahuan penulis belum pernah diteliti. Walaupun karya ini
belum pernah diteliti menggunakan pendekatan feminisme namun, tema mengenai
budaya patriarki, stereotipe gender, dan kekerasan gender yang ada di dalam novel
ini sering diangkat menjadi tema dalam artikel atau tulisan-tulisan ilmiah.
Risma Sinaga (2010) dalam tesisnya yang berjudul Dalam Bayang-Bayang
Budaya Patriarki membahas mengenai sistem budaya patriarki Batak Toba yang
membedakan hak antara perempuan dan laki-laki, yang mengakibatkan adanya
relasi kekuasaan yang timpang, dimana laki-laki diposisikan lebih penting
daripada perempuan. Hal ini mengakibatkan perempuan menjadi terpinggirkan
dan rentan mengalami kekerasan dan berbagai macam bentuk ketidakadilan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Andika Wijaya (2010) dalam artikel yang berjudul Stereotipe Gender
dalam Film“It’s a Boy Girl Thing” & “She’s the Man” membahas mengenai
stereotipe gender yang dikonstruksi oleh masyarakat. Pembentukan stereotipe ini
selain karena pengalaman empiris berkaitan dengan sejumlah anggota kelompok,
dapat juga diturunkan dari generasi-generasi sebelumnya. Dalam artikel ini juga
menjelaskan bahwa perempuan adalah makhluk lemah lembut yang tidak boleh
berkata-kata kasar dan tidak boleh melakukan kegiatan laki-laki, seperti bermain
sepakbola, basket dll. Sedangkan laki-laki boleh melakukan hal yang tidak boleh
dilakukan oleh perempuan.
Ariefa Efianingrum (2008) dalam jurnal yang berjudul Pendidikan dan
Pemajuan Perempuan : Menuju Keadilan Gender membahas mengenai kekerasan
terhadap perempuan (kekerasan gender) yang muncul akibat ketidakadilan yang
menimpa kaum perempuan. Kekerasan ini tidak hanya serangan fisik saja, tetapi
juga yang bersifat non fisik.
Berdasarkan paparan di atas, penelitian tentang budaya patriarki terhadap
tokoh perempuan yang meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender dalam
novel Rembang Jingga, belum pernah dibahas.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini dipaparkan pengertian feminisme, budaya
patriarki, stereotipe gender dan kekerasan gender, yang meliputi kekerasan fisik,
verbal dan kekerasan kekuasaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1.6.1 Kajian Struktural
Untuk mengkaji “Gambaran Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan
yang meliputi Stereotipe Gender dan Kekerasan Gender dalam novel Rembang
Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi,” diperlukan kajian struktural
dengan kepentingan untuk mendalami stereotipe gender dan kekerasan gender
dalam novel ini. Penulis membatasi kajian struktural pada aspek alur, tokoh,
penokohan dan latar. Ketiga aspek struktural tersebut merupakan unsur penting
untuk menganalisis kajian Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam
novel Rembang Jingga.
1.6.1.1 Alur
Alur merupakan penataan peristiwa dalam prosa naratif atau drama. Alur
mengandung konflik yang menjadi dasar lakuan dan membuat tokoh terus
bergerak dari satu peristiwa ke peristiwa lain hingga mencapai klimaks (Budianta,
2003:174). Menurut Stanton, plot atau alur merupakan cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau mengemukakan terjadinya peristiwa yang lain
(Nurgiyantoro, 2009:113).
Alur dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tahap awal, tengah dan akhir.
Tahap awal disebut juga sebagai tahap perkenalan, yang berisi sejumlah informasi
penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-
tahap berikutnya. Tahap awal berfungsi untuk memberikan informasi dan
penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Selain itu, pada tahapan awal, konflik (masalah-masalah) yang dihadapi tokoh
perlahan-lahan dimunculkan (Nurgiyantoro, 2009:142-145).
Tahap tengah menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah
mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin
menegangkan. Konflik yang dikisahkan merupakan konflik yang terjadi pada diri
seorang tokoh, konflik internal, konflik eksternal, pertentangan antar tokoh
(Nurgiyantoro, 2009:145).
Tahap akhir atau klimaks, merupakan bagian penyelesaian yang ada dalam
sebuah cerita. Dalam bagian ini, diceritakan mengenai akhir dari sebuah novel.
Penyelesaian sebuah cerita dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyelesaian
terbuka dan penyelesaian tertutup. Penyelesaian tertutup menunjuk pada keadaaan
akhir sebuah karya fiksi yang memang sudah selesai, sudah habis sesuai dengan
tuntutan logika cerita yang dikembangkan. Sesuai dengan logika cerita itu, para
tokoh cerita telah menerima “nasib” sebagaimana peran yang disandangnya.
Sedangkan penyelesaian terbuka menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang
sebenarnya masih belum berakhir. Berdasarkan tuntutan dan logika cerita, cerita
masih potensial untuk dilanjutkan, konflik belum sepenuhnya diselesaikan.
Tokoh-tokoh cerita belum (semuanya) ditentukan “nasib”-nya sesuai dengan
peran yang diembannya (Nurgiyantoro, 2009: 145-148).
1.6.1.2 Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel
yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, selain itu tokoh utama
menjadi tokoh yang mendominasi sebagian besar cerita. Sedangkan tokoh
tambahan adalah tokoh yang paling sedikit muncul dalam cerita, dan tidak
dipentingkan keberadaannya. Kehadirannya hanya ada pada saat tokoh utama
diceritakan (terkait dengan tokoh utama), baik secara langsung maupun tidak
langsung (Nurgiyantoro, 2009 : 176).
Tokoh utama akan dibedakan menjadi dua, yaitu protagonis dan
anatagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu
jenisnya secara popular disebut hero. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu
yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca
(Nurgiyantoro, 2009 : 178). Selain itu, tokoh protagonis merupakan tokoh yang
pertama-tama akan menghadapi masalah dan juga sebagai penggerak alur. Tokoh
antagonis merupakan tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara
langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin (Nurgiyantoro, 2009
: 179). Tokoh antagonis juga merupakan penyebab masalah yang menimpa tokoh
protagonis.
Perwatakan orang dalam karya naratif dan drama, yang mencakupi
pemberian sifat-sifat tertentu, baik secara langsung melalui deskripsi maupun
secara tidak langsung melalui kata-kata dalam penampilan tokoh (Budianta, 2003
: 186).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
1.6.1.3 Latar
Latar merupakan tempat dan hubungan waktu tempat terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009 : 216). Latar
memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk
memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,
waktu dan sosial. Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin
berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi
tertentu tanpa nama yang jelas (Nurgiyantoro, 2009 : 227).
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya
dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2009 : 230). Latar sosial
menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara
kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang
cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang
tergolong latar spiritual (Nurgiyantoro, 2009:233).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1.6.2 Kajian Feminisme
Feminisme menurut Goefe (Sugihastuti dkk, 2010 : 93) ialah teori tentang
persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang ekonomi, politik dan sosial;
atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan
perempuan. Feminisme dapat dibagi menjadi tiga aliran, yaitu liberal, radikal dan
marxis.
Feminis liberal muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang
pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta
kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan
kaum perempuan. Asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa
kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia
privat dan publik (Fakih, 2012 : 81).
Feminis radikal berpendapat bahwa penindasan perempuan terjadi akibat
seksualitas dan sistem gender yang dikembangkan oleh sistem patriarki. Feminis
radikal memperjuangkan mengenai kekerasan terhadap perempuan (Arivia,
2003:103).
Feminisme marxis mempermasalahkan pada kelas yang menyebabkan
perbedaan fungsi dan status perempuan. Feminis marxis berpendapat bahwa
eksistensi sosial menentukan kesadaran diri. Perempuan tidak dapat membentuk
dirinya sendiri bila secara sosial dan ekonomi ia masih bergantung pada laki-laki
(Arivia, 2003: 112).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
1.6.2.1 Budaya Patriarki
Patriarki menurut Bhasin (Sugiastuti, 2010:93) merupakan sebuah sistem
dominasi dan superioritas laki-laki, terhadap perempuan. Dalam partiarki melekat
ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi daripada perempuan,
bahwa perempuan harus dikontrol oleh laki-laki, bahwa perempuan adalah bagian
dari milik laki-laki. Dengan demikian, terciptalah konstruksi sosial yang tersusun
sebagai kontrol atas perempuan dan laki-laki berkuasa penuh mengendalikan hal
tersebut. Patriarchy is the power of the father: a familial-social, ideological,
political system in which men (patriarki adalah kekuasaan dari ayah : sebuah
hubungan sosial keluarga, perjuangan ideologi, sistem politik pada kaum laki-
laki) (Eisenstein, 1984:5).
Menurut Jung, seorang neo-Freundian, laki-laki dan wanita pada dasarnya
tidak mempunyai perbedaan psikologis yang amat nyata. Perbedaan hanya muncul
karena pengaruh budaya dan kepercayaan masyarakat. Jung melihat bahwa
kebudayaan, terutama kebudayaan Eropa yang patriarkal, menekankan perlunya
perbedaan laki-laki dan wanita (Handayani, 2008 : 164).
1.6.2.2 Stereotipe Gender
Sebelum dipaparkan mengenai pengertian stereotipe gender, akan
diberikan penjelasan mengenai stereotipe dan gender. Stereotipe secara umum
adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 2003:
16). Gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang
dikostruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan
kultural yang panjang (Fakih, 2003:72). Gender was the culturally and socially
shaped cluster of expectations, attributes, and behaviors assigned to that category
of human being by the society into which the child was born (gender dulunya
dikenal sebagai pembagi atau penyekat antara budaya dan sosial pada ekspektasi,
atribut, dan tanda-tanda tingkah laku yang dikategorikan sebagai manusia oleh
kelompok sosial dimana seorang anak telah lahir) (Eisenstein, 1984:7). Menurut
Maggie Humm, gender adalah konstruksi sosial yang lebih menindas perempuan
daripada laki-laki dan gender merupakan konstruksi yang dibentuk oleh kaum
patriarki (Jackson dkk, 2009:331).
Stereotipe gender adalah kategori luas yang merefleksikan kesan dan
keyakinan apa perilaku yang tepat untuk pria dan wanita. Pengertian lain dari
stereotipe gender adalah bentuk keyakinan yang dimiliki seseorang atau suatu
kelompok tentang karakteristik atribut-atribut peran sosial yang seharusnya
dilakukan oleh suatu kelompok jenis kelamin tertentu yaitu jenis kelamin laki-laki
dan perempuan.
Sementara itu, Stereotipe gender yang terjadi dalam masyarakat,
merupakan diskriminasi yang terjadi pada kaum perempuan yang berakibat
membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan.
Diskriminasi ini yaitu keyakinan masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari
nafkah dan pekerjaan yang dilakukan kaum perempuan dinilai hanya sebagai
“tambahan” dan oleh karenanya boleh saja dibayar lebih rendah (Fakih, 2012 :
74). Di rumah, perempuan memasak, membersihkan rumah, dan merawat anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
sedangkan laki-laki berkebun, merawat mobil, dan memperbaiki rumah
(Sugihastuti, 2010 : 57).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
stereotipe gender adalah keyakinan yang dimiliki oleh sekelompok orang
mengenai peran sosial, kesan dan keyakinan mengenai pembagian jenis kelamin.
1.6.2.3 Kekerasan Gender
Sebelum dipaparkan mengenai pengertian kekerasan gender, akan
diberikan penjelasan mengenai kekerasan, dan pengertian kekerasan secara fisik
atau biologis, kekerasan verbal, dan kekerasan sosial-politik. Menurut Saraswati
(La Pona dkk, 2002 : 6) kekerasan merupakan suatu bentuk tindakan yang yang
dilakukan terhadap pihak lain, yang pelakunya perseorangan atau lebih, yang
dapat mengakibatkan penderitaan bagi pihak lain. Kekerasan dapat dibagi menjadi
tiga yaitu, kekerasan fisik atau biologis, kekerasan verbal, dan kekerasan sosial-
politik.
Kekerasan fisik atau biologis adalah segala macam tindakan yang
mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya (La Pona dalam Sugihastuti dkk,
2010:179). Contoh kekerasan fisik menurut Baryadi (2012: 35) adalah
pemukulan, penganiayaan, pemerkosaan, penusukan, pembunuhan, pembakaran,
pengeboman, penembakan, dan sebagainya.
Menurut Baryadi (2012:35-36) kekerasan verbal adalah kekerasan yang
menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat, dan
unsur-unsur bahasa lainnya. Kekerasan verbal meliputi menghina, berkata kasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dan kotor yang dapat mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan
rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya.
Kekerasan psikis termasuk kategori kekerasan nonseksual. Jenis kekerasan
ini melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi
korbannya (Sugihastuti, 2010 : 183). Kekerasan psikis dapat mengakibatkan
menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan
untuk bertindak dan tidak berdaya.
Kekuasaan adalah kemampuan berbuat atau bertindak. Kekuasaan adalah
kemampuan memobilisasi sumber daya (uang, orang) untuk memperoleh hasil
yang diinginkan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi relung kehidupan.
Kekuasaan tidak bisa dinilai baik atau buruk. Kekuasaan bernilai netral (Barbara
Booles dan Lydia Swan dalam Handayani dkk, 2008:168).
Kekerasan gender adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki
dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau
penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis pada seorang perempuan atau
sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam,
dan / atau berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik
(La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:172). Hal ini berkembang antara lain
karena status subordinasi perempuan dalam masyarakat yang patriarkhis. Dalam
masyarakat yang patriarkhis, banyak budaya, kepercayaan tradisional, norma dan
institusi sosial melegitimasi kondisi sub-ordinasi ini, yang menyebabkan
kekerasan terhadap perempuan dilanggengkan. Perempuan yang mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
kekerasan domestik (kekerasan dalam rumah tangga) seringkali tidak memiliki
kekuatan untuk melawan (Sugihastuti dkk, 2010:85).
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian ini dilakukan melaui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data, (ii)
analisis data, (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan masing-
masing tahap dalam penelitian ini.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah konsepsi gender dan kekerasan. Data yang
akan dikumpulkan diperoleh dari sumber tertulis yaitu novel Rembang Jingga
yang terbit tahun 2015. Novel Rembang Jingga merupakan novel karangan TJ
Oetoro dan Dwiyana Premadi, yang bergenre novel dewasa.
Sumber yang digunakan adalah :
Judul : Rembang Jingga
Pengarang : TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2015
Halaman : 232 halaman
Data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang mengandung stereotipe
gender dan kekerasan gender. Pengumpulan data menggunakan metode studi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
pustaka. Studi kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari
dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang
menjadi obyek penelitian.
1.7.2 Metode dan Tahap Analisis Data
Langkah berikutnya adalah analisis data. Setelah data terklasifikasi,
kemudian data dianalisis menggunakan metode hermeneutika. Hermeneutika
adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna yang
terdapat pada karya sastra. Metode hermeneutika tidak mencari makna yang
benar, melainkan makna yang paling optimal (Ratna, 2013:44-46). Data dianalisis
menggunakan hermeneutika, yaitu dengan membaca karya sastra sebagaimana
yang dikemukakan oleh Riffatere, dimulai dengan langkah heuristik yaitu
pembacaan dengan jalan meniti tataran gramatikalnya dan dilanjutkan dengan
pembacaan retroaktif, sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk
menangkap maknanya (Faruk, 2014:144).
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah metode analisis data, tahap berikutnya adalah penyajian hasil
analisis data. Analisis data disajikan menggunakan metode formal dan deskripsi
kualitatif. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek
bentuk (unsur karya sastra) (Ratna, 2013:49). Sedangkan analisis secara deskripsi
kualitatif yaitu dengan menggunakan data-data yang telah diperoleh kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
menganalisis isi dari data tersebut dengan menggunakan penafsiran (Ratna,
2013:48).
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab pertama
pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian, dan sistematika penelitian. Latar belakang menguraikan alasan
mengapa penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan
masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian
mendeskripsikan tujuan diadakan penelitian ini. Manfaat penelitian memaparkan
manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini. Tinjauan pustaka
mengemukakan penelitian karya sastra yang pernah mengambil tema kekerasan
gender. Landasan teori menyampaikan teori yang digunakan sebagai landasan
penelitian. Metode penelitian merincikan teknik pengumpulan data, teknik analisis
data, dan teknik penyampaian hasil analisis data yang digunakan penulis dalam
penelitian ini. Sistematika penyajian menguraikan urutan hasil penelitian dalam
proposal ini. Bab II berisi tentang hasil analisis struktur novel Rembang Jingga
yang meliputi alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel
Rembang Jingga. Bab III berisi tentang gambaran budaya patriarki yang meliputi
stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga. Bab IV
berisi tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan hasil analisis data dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
ALUR, TOKOH, PENOKOHAN, DAN LATAR
DALAM NOVEL REMBANG JINGGA
2.1 Pengantar
Pada bab ini, peneliti akan membahas struktur novel Rembang Jingga
yang akan dibatasi pada alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Bagian alur
digunakan oleh penulis untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang tersusun
dalam novel tersebut. Tokoh dan penokohan digunakan penulis untuk
mengungkapkan tokoh-tokoh serta watak dari tokoh-tokoh dalam novel Rembang
Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi. Latar digunakan penulis untuk
mengungkapkan konteks tempat kejadian dan suatu masa yang dialami oleh tokoh
dalam novel.
2.2 Alur
Alur dalam novel Rembang Jingga akan dibagi menjadi tiga tahap, untuk
menjelaskan konflik yang terjadi dalam novel ini. Ada pun tiga tahapan itu adalah
tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir.
2.2.1 Tahap Awal
Ires berkenalan dengan Herlambang suaminya pada saat ia mengantar
ayahnya ke sebuah klinik untuk berobat. Herlambang, yang sedang menemani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
ibunya, duduk di hadapan Ires. Ternyata ayah Ires dan ibu Herlambang adalah
teman satu kantor di Departemen Kesehatan, tempat ayah Ires dulu bekerja. Sejak
itu, Herlambang dan Ires sering bertemu. Ires merasa sangat bahagia karena dapat
berkenalan dengan Herlambang yang sangat sopan dan dapat dibanggakan di
depan teman-temannya.
2.2.2 Tahap Tengah
Perkenalan Ires dan Herlambang berlanjut hingga ke pernikahan, karena
ayah Ires tidak mampu untuk membiayai sekolahnya akibat kecelakaan sepeda
motor yang menyebabkan ayah Ires harus pensiun dini. Setelah menikah, ternyata
Herlambang tidak memberikan kasih sayang seperti pada saat mereka berpacaran.
Herlambang bahkan memukuli Ires, dan tidak megizinkan Ires untuk pergi ke
mana pun tanpa sepengetahuan Herlambang. Ires pun tidak diizinkan melanjutkan
kuliah. Diar, sahabat Ires yang mengenalnya di warung makan tempat Ires
membeli pecel lele, yang mengetahui kondisi Ires yang setiap hari dipukuli oleh
Herlambang, mengajak Ires untuk kabur dari rumahnya. Diar merasa kasihan
dengan nasib Ires yang semakin hari semakin memprihatinkan.
Saat Ires menginap di kos Diar, Diar mendapat kabar buruk. Ayahnya
meninggal dunia, dan tidak ada yang mengurus pemakaman. Karena takut hal
buruk menimpa Ires, Diar lalu mengajak Ires untuk pergi ke Rembang
menemaninya. Sebenarnya Diar merasa ragu apakah keputusannya untuk pulang
dan mengurus pemakaman ayahnya sudah benar atau sebaliknya. Karena selama
ini, ayahnya selalu membuat hidup Diar menjadi susah. Sugeng, ayah Diar pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
mejual Diar demi keinginanya untuk membeli peralatan tambal ban bekas milik
tetangga warung mereka. Tidak hanya sekali, Sugeng pun pernah menjajakan
anaknya untuk pelanggan warung mereka yang adalah supir-supir truk yang
berhenti untuk mengisi perut. Namun, karena Mbahnya yang meminta Diar untuk
pulang, akhirnya Diar bersedia untuk pulang ke Rembang.
Di Rembang, Ires bertemu dengan teman-teman baru. Mereka adalah
Karina dan Amanda. Amanda sudah tidak asing lagi bagi Diar karena Mbah
Karto, nenek Diar pernah bekerja di rumah Amanda cukup lama dan Diar juga
pernah tinggal di rumah Amanda untuk membantu Mbah Karto bekerja di sana.
Karina adalah sahabat dekat Amanda sejak mereka kecil. Bahkan sebelum Karina
mengenal Dodi, pacarnya yang meninggalkan Karina yang tengah mengandung
anak mereka. Mereka berempat bertemu ketika mereka sama-sama berada di
rumah Mbah Karto, nenek Diar di Rembang. Pertemuan mereka di Rembang
tercium oleh Herlambang. Tanpa aba-aba, Herlambang pun langsung memulai
rencana yang telah disusunnya untuk membalaskan dendam pada Ires. Malam hari
saat mereka sedang beristirahat, Herlambang mengitari rumah Mbah Karto, untuk
menyiramkan bensin. Setelah seluruh bensin habis, ia pun mulai menyalakan api
dan membakar rumah Mbah Karto.
Setelah kebakaran yang menimpa mereka, Diar akhirnya memiliki inisiatif
untuk membujuk Ires agar ia mau bercerita pada teman-teman yang lain. Diar
mengetahui bahwa Karina adalah wanita karier yang sangat sukses, dan pasti
memiliki koneksi dengan pengacara-pengacara handal. Ia meminta Ires untuk
bercerita pada Karina dan Amanda mengenai masalah keluarganya, agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
permasalahan rumah tangga Ires dan Herlambang dapat segera selesai. Dengan
bantuan teman-temannya, proses perceraian Ires dan Herlambang sedikit demi
sedikit mulai selesai. Ia akhirnya bisa bebas dari Herlambang. Sambil menanti
proses perceraian ia, Amanda, Karina, dan Diar mendirikan sebuah yayasan yang
terispirasi oleh kisah Ires yang menjadi korban KDRT.
2.2.3 Tahap Akhir
Pada saat persiapan pembukaan yayasan mereka, tiba-tiba Herlambang
menelepon Ires untuk menyelesaikan penjualan rumah mereka. Herlambang
mengajak Ires untuk bertemu di Rembang, untuk menyelesaikan semua masalah
mereka. Ketika mereka bertemu, Herlambang tampak sangat berbeda. Ia terlihat
sangat baik dan sopan, seperti pada saat mereka pertama kali bertemu. Tidak ada
kata-kata kasar, dan juga pukulan yang biasanya diterima oleh Ires. Ires mengira
Herlambang telah berubah. Tetapi sikap baik Herlambang pada Ires memiliki arti
lain. Saat di akhir cerita Ires ditemukan tewas oleh warga yang sedang mengambil
peralatan pancing di gubuk tambak di Rembang. Warga menemukan mayat Ires
tiga hari kemudian setelah pertemuannya dengan Herlambang. Wajah Ires tidak
dapat dikenali lagi, akibat pukulan yang diterimanya. Hal ini menjadi bukti bahwa
Herlambang yang telah membunuh Ires pada saat mereka bertemu di dekat
tambak di Rembang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2.3 Tokoh dan Penokohan
Berdasarkan analisis alur, tokoh dan penokohan akan dibagi menjadi tiga
yaitu tokoh utama protagonis, tokoh utama antagonis dan tokoh tambahan. Tokoh
utama protagonis dalam novel RJ ini adalah Ires, sementara tokoh utama
antagonis adalah Herlambang. Tokoh tambahan dalam novel ini adalah Karina,
Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi.
2.3.1 Tokoh Utama Protagonis
Berdasarkan analisis, tokoh Ires merupakan tokoh utama protagonis dalam
Novel Rembang Jingga. Sebagai tokoh utama protagonis, tokoh Ires merupakan
tokoh yang diutamakan ceritanya dan merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, serta selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Ia juga merupakan
tokoh yang sering menghadapi banyak permasalahan.
2.3.1.1 Penokohan Tokoh Ires
Berdasarkan analisis, Ires merupakan tokoh utama dalam cerita ini yang
menjadi korban kekerasan gender oleh suaminya. Sebelum memutuskan untuk
menikah dengan Herlambang, Ires pernah mengenyam pendidikan di Akademi
Administrasi. Namun di tahun kedua Ires harus rela berhenti sekolah akibat
ayahnya mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan ayahnya harus
berhenti bekerja. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Di tahun kedua Ires bersekolah di Akademi Administrasi, ayah
Ires mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan dia
harus berhenti bekerja dan mengambil pensiun dini. Uang pensiun
dan hasil penjualan di warung depan rumah hanya cukup untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
kehidupan sehari-hari. Dengan berat hati suami-istri Soenaryo
menyampaikan hal tersebut pada Ires (Oetoro, 2015: 70).
Herlambang yang mendengar cerita dari Ires bahwa ayahnya tidak dapat
membiayai Ires sekolah lagi, langsung mengajak Ires untuk menikah. Awalnya
Ires merasa ragu, karena semakin dekat hubungan mereka, semakin terlihat sifat
Herlambang yang yang kasar dan sering memarahi Ires, terutama ketika Ires
sedang berkumpul dengan teman-temannya. Namun, Ires menepis semua
keraguannya atas Herlambang.
Ires memberitahu orangtuanya mengenai lamaran Herlambang. Orangtua
Ires langsung menyetujui pinangan Herlambang, mengingat pekerjaan
Herlambang yang stabil sebagai jaksa muda. Mereka langsung membayangkan
kehidupan putri mereka yang serba enak dan tidak kesusahan. Namun
kenyataannya, Ires justru hidup sengsara. Ia diperlakukan seperti budak oleh
Herlambang. Bila Herlambang tidak menyukai pekerjaan yang dilakukan Ires,
Herlambang akan memukul dan memarahi Ires.
Semakin hari Herlambang semakin mengekang Ires. Semua kegiatan
dimonitor dan dicuriagi. Dia bisa menelepon Ires di rumah beberapa kali dalam
sehari hanya untuk mengecek istrinya ada di rumah atau tidak. Namun, ketika
Herlambang diangkat menjadi asisten jaksa, Herlambang tidak bisa secara
langsung datang ke rumah atau pun menelepon Ires. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut.
Pada awalnya, Herlambang sering pulang untuk makan siang,
namun sejak dia diangkat sebagai asisten jaksa, sulit baginya
untuk mengecek Ires secara langsung (Oetoro, 2015: 71).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Tokoh Ires dapat disimpulkan sebagai tokoh perempuan yang lemah lembut
dan memiliki sikap nrimo atau menerima semua keadaan yang menimpa dirinya.
Hal ini dibuktikan ketika ayahnya harus pensiun dini karena kecelakaan kerja
yang menimpa ayahnya. Ires dengan sabar menerima kenyataan yang harus
menimpanya. Dengan sikapnya yang seperti ini, Ires dianggap lemah tidak
mampu untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya kepadanya. Ires
tahu jika ia melawan pukulan-pukulan yang diberikan Herlambang pada dirinya,
maka Herlambang akan lebih menjadi-jadi dan semakin nekat untuk memukuli
Ires. Tidak hanya pukulan-pukulan saja, Ires juga sering menerima makian dari
suaminya.
2.3.2 Tokoh Utama Antagonis
Berdasarkan analisis, Herlambang merupakan tokoh antagonis dalam novel
Rembang Jingga. Tokoh Herlambang menjadi tokoh antagonis, karena beroposisi
dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik
maupun batin (Nurgiyantoro, 2009 : 179). Tokoh antagonis juga merupakan
penyebab masalah yang menimpa tokoh protagonis.
2.3.2.1 Penokohan Tokoh Herlambang
Herlambang adalah suami dari Ires. Pada awal pertemuan, Herlambang
yang memiliki paras yang menawan, bersikap baik dan sopan pada Ires dan
keluarganya. Wajah tampan Herlambang membuat Ires merasa bangga jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
berjalan berdampingan dengan Herlambang di depan teman-temannya. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Ada rasa bangga pada diri Ires jika membanyangkan dia terlihat
berjalan bersama Herlambang di mata teman-teman sekolahnya.
Wajah Herlambang yang tampan, gagah dengan kemeja dan dasi,
ditambah tindak tanduknya yang sopan serta terlihat selalu
melindungi Ires (Oetoro, 2015: 70).
Selain wajah Herlambang yang sangat menawan, kedudukannya sebagai
jaksa muda membuat ayah dan ibu Ires menyetujui pernikahan Ires dan
Herlambang. Dengan kedudukannya sebagai jaksa muda mereka merasa
kehidupan anak mereka akan menjadi lebih baik dan calon menantu mereka akan
memperbolehkan Ires untuk melanjutkan sekolah yang terputus.
Namun perjalanan waktu, sikap Herlambang berubah. Rasa hormat Ires
padanya berubah menjadi rasa takut. Herlambang sering memukul dan mencaci
Ires. Apalagi saat Ires melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
keinginannya. Saat Ires kabur, ia mencari Ires sampai menyusun rencana untuk
membalas dendam pada Ires karena sudah berani untuk kabur dari rumahnya. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Memang benar, Herlambang tidak menemukan siapa-siapa di
rumah saat dia pulang kantor. Dalam hati dia sudah merencanakan
untuk memberi Ires hukuman karena pergi tanpa pamit
kepadanya. Beberapa bulan berlalu sejak Ires kabur. Herlambang
tidak pernah berhenti mencari dan pencarian itu menjadi obsesi
barunya (Oetoro, 2015: 90).
Herlambang yang meminta tolong tukang ojek yang sering “mangkal” di
dekat warung tempat Diar berjualan, untuk mencari keberadaan Ires. Tukang ojek
itu menyetujui tugas baru yang harus diembannya asalkan ia menerima imbalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
yang setimpal. Herlambang pun menyetujuinya. Tukang ojek itu pun mencari tahu
keberadaan Ires dan akhirnya ia menemukan keberadaan Ires di Rembang. Tukang
ojek itu memberikan kabar baik bagi Herlambang. Tak lama setelah itu,
Herlambang sudah berada di Rembang untuk membalaskan dendamnya pada Ires.
Pada malam yang sudah ditentukan, Herlambang melancarkan rencananya.
Ia menanti waktu malam hari agar tidak dicurigai oleh warga sekitar rumah
tempat Ires dan teman-teman barunya berkumpul. Setelah Herlambang menyiram
bensin kesekeliling rumah Mbah Karto, ia mulai menyalakan api. Tak lama
kemudian rumah yang terbuat dari kayu itu mulai terbakar. Pemandangan itu
membuat Herlambang menjadi puas. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada
kutipan di bawah ini.
Matahari terbenam merupakan saat yang tepat untuk mengendap-
endap menyiram bensin di sekeliling rumah. Tidak akan ada yang
melihat. Mata Herlambang bersinar mengikuti gerakan api yang
berkobar. Dilihatnya Ires pontang-panting berusaha memadamkan
karyanya. Sengaja ia menampakkan diri agar Ires bisa melihatnya,
agar Ires bisa merasakan penderitaannya, agar Ires bisa menyesali
perbuatannya telah meninggalkannya dirinya, agar Ires bisa
merasakan semua itu sebelum dia perlahan mati terbakar.
Herlambang menyaksikan rumah Mbah Karto menyala, berlomba
mewarnai malam Rembang (Oetoro, 2015: 104).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Herlambang
memiliki paras yang sangat tampan dan sangat menawan. Ia pun memiliki sikap
yang sangat baik dan sopan terhadap Ires dan keluarganya. Namun, semakin hari
sikapnya semakin berubah. Herlambang mulai menunjukkan sikapnya yang
sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Setiap Herlambang merasa kesal. Ia pasti melampiaskan kekesalannya pada
Ires dengan memarahi dan memukulinya. Tetapi, dalam novel Rembang Jingga
ini tidak digambarkan alasan mengapa Herlambang memiliki sikap yang kasar
terhadap istrinya, Ires. Hal ini cukup mengecewakan, karena pembaca tidak bisa
mengetahui alasan yang menyebabkan sikap Herlambang yang tadinya sangat
baik, menjadi kasar dan temperamental.
2.3.2 Tokoh Tambahan dalam Novel Rembang Jingga
Tokoh tambahan merupakan tokoh yang lebih sedikit muncul dalam cerita
dan tidak terlalu dipentingkan. Kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya
dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Tokoh tambahan
biasanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009
: 176-177). Berdasarkan analisis, tokoh tambahan dalam novel RJ ini adalah
Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi.
2.3.2.1 Tokoh dan Penokohan Karina
Karina adalah teman baru Ires, yang membantunya mencari pengacara
untuk perceraian Ires. Karina yang memiliki banyak kenalan pengacara langsung
menanyakan pada salah satu temannya. Dan temannya itu pun bersedia untuk
membantu menyelesaikan masalah Ires. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan
pada kutipan di bawah ini.
Menurut pengacara yang saya ceritakan tadi, pada dasarnya proses
perceraian bisa dilaksanakan walau Herlambang sedang terlibat
dalam proses hukum lain. Lalu dengan adanya kekerasan dalam
rumah tangga, permintaan Ires untuk bercerai biasanya akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dikabulkan oleh hakim. Jadi, sekarang ini kita bereskan apa yang
harus dikerjakan di tempat ini, terutama yang berhubungan
dengan polisi. Setelah itu, sambil menunggu pra persidangan
dilaksanakan, kita semua bisa ke Jakarta. Ires bisa bertemu dengan
Darma (Oetoro, 2015: 143).
Karina merupakan wanita karier yang cukup sukses. Namun ternyata ia
memiliki masa lalu yang cukup kelam. Ia memiliki anak dari hubungan dengan
mantan kekasinya. Walaupun ia telah menikah dengan orang lain, namun
keluarganya, terlebih ayah dan ibunya, hingga saat ini belum bisa menerima
Kukuh (anak Karina) dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan
berikut.
Karina masih kelihatan tegar, namun Amanda tahu bagaimana
terpuruk hatinya menghadapi orangtuanya yang belum juga mau
menerima Kukuh sepenuh hati sebagai cucu mereka. Kehamilan
Karina yang di luar dugaan mengubah semuanya. Mereka seperti
menutup semua pintu pergaulan, malu dengan kondisi anaknya
dan takut dihujat (Oetoro, 2015: 108-109).
Orang tua Karina mengetahui kehamilan Karina sebelum putri mereka
kembali ke Amerika. Karina menceritakan dengan jujur apa yang terjadi dan
mengutarakan keinginannya untuk merawat anak yang ada dikandungannya.
Dengan berita kehamilan tersebut, kebanggan atas prestasi putri tunggal
mereka kandas begitu saja dan Karina dianggap mempermalukan mereka. Walau
dengan seribu juta permintaan maaf, mohon pengampunan, Karina dibiarkan
sendiri menghadapi masalahnya. Nasib Karina masih beruntung karena adanya
Roger, bosnya di Amerika yang mau menikahinya dan menganggap bayi yang
dikandungannya itu anaknya sendiri. Walaupun mereka akhirnya menikah, namun
Roger akhirnya meninggalkan mereka selama-lamanya karena sakit yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dideritanya. Setelah kematian Roger, Karina pun mulai berubah. Ia mulai menjadi
lebih tegar dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya bahkan
masalahnya dengan kedua orangtuannya yang hingga saat ia menikah dengan
Roger belum terselesaikan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Karina adalah tokoh yang
sangat tegar dalam menghadapi permasalahan di kehidupannya. Pada awalnya
Karina merasa sangat sedih karena orang tuanya tidak menerima keadaannya yang
mengandung anak hasil dari hubungan gelap dengan Dodi pacarnya. Namun,
dengan adanya Roger, Karina mulai berubah menjadi lebih tegar. Dukungan dari
Amanda, sahabatnya juga menjadi obat mujarab yang membuat Karina menjadi
kuat dan lebih semangat menjalani hari-harinya.
2.3.2.2 Tokoh dan Penokohan Diar
Diar adalah seorang gadis asal Rembang yang dijual oleh ayahnya demi
memperbaiki ekonomi keluarga mereka. Namun, uang hasil penjualan dirinya
tidak pernah sampai ditangan Diar. Pada awalnya Diar menolak permintaan
ayahnya. Namun, ketika Diar menolak permintaan ayahnya, ia selalu memukuli
Diar tanpa ampun. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah
ini.
Tak peduli lagi Sugeng dengan keberatan Diar yang sepulangnya
dari hotel kusam itu langsung mandi lama sekali di dalam MCK.
Meskipun waktu itu sudah menjelang tengah malam. Diar merasa
jijik, kotor dan hina. Disabuninya tubuhnya berkali-kali. Juga
rambutnya, semuanya. Mandi lagi dan mandi lagi terus menerus
(Oetoro, 2015: 62).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Tak tahan dengan perlakuan ayahnya, Diar memutuskan untuk melarikan
diri. Namun, ia tak berani untuk keluar dari rumahnya. Karena setiap ia berpikir
untuk keluar dari rumah, pada malam hari ia selalu bermimpi buruk. Tertangkap
oleh ayahnya pada saat kabur dari rumah. Suatu ketika, dewi fortuna sedang
berpihak padanya. Pada saat Diar dan ayahnya akan pergi ke pasar, mendadak ada
orang yang meminta tolong untuk menambal ban. Kemudian ayah Diar meminta
Agus, tetangga mereka untuk mengantar Diar ke pasar. Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Pasar di hari pasar tentu saja ramai. Diar sibuk kesana kemari
membeli bahan makanan sesuai daftar belanjaan yang tertulis
dikertas. Sulitnya, Agus mengikuti terus ke mana Diar pergi.
Nanti pasti ada kesempatan. Setelah selesai belanja, Agus
mengambil motor di parkiran dan menyalakan mesin. Saat itulah
Diar kabur setelah berkata pada Agus bahwa ada bahan makanan
yang tertinggal (Oetoro, 2015: 67-68).
Diar akhirnya berhasil kabur dari rumahnya dan sampai di kota Tegal. Di
sana ia bertemu dengan pak Kasan pemilik warung makan tegal, yang akhirnya
membawanya ke Jakarta untuk menjadi karyawan di cabang warung makan tegal
miliknya. Kaburnya Diar, mempertemukannya dengan Ires. Pada awal pertemuan
Ires dan Diar hanya berbincang-bincang biasa antar penjual makanan dan pembeli.
Lama kelamaan Ires menceritakan semua permasalahannya. Hingga Diar
mengajak Ires untuk kabur dan tinggal sementara di kontrakkannya.
Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa tokoh Diar adalah tokoh yang
digambarkan berani untuk mengambil resiko. Walau pun awalnya ia tidak berani
untuk keluar dari rumah yang sudah membuatnya menjadi menderita, akhirnya ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
memberanikan diri untuk kabur dan memulai hidup baru. Diar juga digambarkan
sebagai tokoh yang kuat dan sabar menghadapi cobaan yang sedang diterimanya.
2.3.2.3 Tokoh dan Penokohan Amanda
Amanda memiliki seorang saudara perempuan yang bernama Linda. Linda
adalah kebanggan keluarga mereka, dengan prestasi dan kemampuan yang ia
miliki. Namun, sejak kabar kematian Linda akibat over dosis narkoba, orang tua
Amanda menjadi kecewa pada Linda. Hingga saat pemakamannya tidak ada satu
pun dari orangtua mereka yang hadir kecuali Amanda. Amanda dengan tegar terus
menerus meminta agar orang tuanya bisa memaafkan Linda. Namun, kedua orang
tuanya, terutama ayahnya belum bisa memaafkan Linda hingga ia dimakamkan.
Sampai pada saat Karina diminta datang untuk mengemasi barang-barang Linda,
ia menemukan diary Linda, yang membuka sebuah cerita yang sudah lama
dipendam oleh Linda. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah
ini.
Tapi ada satu buku yang bertulisan rapih dan diisi penuh. Karina
mengurungkan niatnya menutup diary itu. Dengan duduk di lantai
bersandar di kaki tempat tidur, Karina tak bisa menahan diri untuk
terus membaca isinya. Tulisan kak Linda sangat menarik. Di situ
tercurah perasaan hati Linda tentang kehidupannya, tentang
keluarganya, dan banyak perasaanya kepada adiknya Amanda
(Oetoro, 2015: 33).
Mendengar bahwa Karina menemukan buku diary Linda, Amanda dan
Karina memutuskan kembali ke Rembang, tempat masa kecil mereka untuk
mencari jawaban dari permasalahan Linda. Mereka menuju rumah Mbah Karto
pengasuh Amanda dan Linda pada saat mereka masih kecil. Mereka menemukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
jawaban bahwa Linda merasa cemburu dengan Amanda yang tidak pernah
dipaksa oleh orang tua mereka untuk selalu berusaha mendapatkan nilai yang
terbaik. Mbah Karto juga menjelaskan jika dulu Amanda adalah anak sangat
penurut dan patuh terhadap kedua orang tuanya, sebaliknya Linda menjadi anak
yang pembangkang.
Kesimpulan dari pernyataan di atas adalah tokoh Amanda digambarkan
sebagai anak yang tegar dan memiliki keinginan yang tinggi untuk membuat
kedua orang tuanya memaafkan kesalahan kakaknya, Linda. Ia pun sampai pergi
ke Rembang untuk mencari akar dari permasalahan yang menimpa kakaknya dan
akhirnya membuat Linda terjerumus narkoba. Ia juga digambarkan sebagai anak
yang patuh terhadap nasehat yang diberikan orang tuanya.
2.3.2.4. Tokoh dan Penokohan Sugeng
Sugeng ayah Diar dan mereka tidak pernah dekat, seperti hubungan ayah
dan anak pada umumnya. Ini disebabkan karena sejak kecil Diar sudah dirawat
oleh Mbah Karto, nenek Diar. Diar mulai tinggal dengan kedua orang tuanya saat
Sugeng memerlukan batuan Diar untuk membantu pekerjaan mereka di warung.
Pada awalnya Diar mengira ia akan membatu pekerjaan ibunya di dapur. Namun
kenyataannya, Diar malah dijadikan pekerja seks oleh ayahnya sendiri. Semenjak
saat itu, Diar mulai membenci Sugeng. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada
kutipan di bawah ini.
Mulanya Diar mengira akan dibutuhkan di warung itu untuk
membantu si Mbok bekerja, tidak tahunya dia juga dipekerjakan
sebagai PSK (Oetoro, 2015: 63).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Pada saat Diar mengeluhkan hal yang menimpanya, Sugeng lalu menampar
pipi Diar dengan kekuatan seorang laki-laki yang biasa hidup di desa. Diar tidak
bisa melakukan apa-apa, selain menangis. Dari hasil menjual anak semata
wayangnya itu, Sugeng dapat membeli peralatan tambal ban, yang dibeli dari
tetangga mereka yang sudah meninggal dunia. Namun, uang hasil menjual Diar
tidak pernah sampai ke tangan Diar.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah Sugeng
merupakan tokoh yang tega menjual anaknya sendiri demi mencapai apa yang
diinginkannya. Ia digambarkan sebagai ayah yang keras dan teguh pada
pendiriannya. Tidak ada yang bisa mengubah keputusan yang telah diambil oleh
Sugeng, bahkan istrinya sendiri. Dengan sikapnya yang seperti ini, ia cukup
ditakuti oleh anak dan istrinya. Mereka tidak ingin mendapatkan masalah jika
berurusan dengan Sugeng.
2.3.2.5. Tokoh dan Penokohan Dodi
Dodi adalah mantan pacar Karina sekaligus ayah kandung dari Kukuh.
Dodi pada awalnya digambarkan sebagai laki-laki yang tidak bertanggungjawab,
atas kehamilan yang terjadi pada Karina. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan
pada kutipan di bawah ini.
Karina baru menyelesaikan masa magangnya di New York. Dia
mendapat libur dua bulan untuk berlibur di Indonesia sebelum
nantinya kembali ke Amerika bekerja di perusahaan yang sama.
Masa-masa indah itu ternyata berakhir penuh duka dan Dodi pergi
meninggalkannya tanpa jejak, tanpa pesan setelah diberitahu
adanya buah hasil hubungan mereka (Oetoro, 2015: 111).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Setelah bertahun-tahun, Karina dan Dodi akhirnya bertemu. Pertemuan
mereka terjadi akibat kecelakaan yang menimpa Kukuh. Dodi datang untuk
memberikan bantuan darah bagi Kukuh. Dalam perjalanan menuju rumah sakit,
ada perasaan menyesal terhadap sikapnya belasan tahun lalu yang meninggalkan
Karina serta bayi yang dikandungnya. Ia merasa malu atas sikap pengecutnya
terhadap Karina dan dirinya sendiri. Dia bersyukur dengan kehidupan Karina yang
mapan, tetapi hatinya pun ikut merasakan hancurnya perasaan Karina yang juga
ditinggalkan suami, ayah angkat dari anaknya. Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Dodi bisa merasakan kesedihan dan kehilangan yang sama karena
pada tahun-tahun tersebut dia juga sedang terpuruk sebab
bangkrut saat Amelia, putrinya, menderita leukimia.
Pengobatannya mahal, menguras seluruh tabungan dan harta
benda kaluarganya. Lalu Amelia meninggal, disusul rumah
tangganya yang hancur berantakan. Anak meninggal dunia karena
sakita, kondisi keuangan yang morat-marit dan kemudian Rahmi,
istrinya, menggugat cerai (Oetoro, 2015: 116).
Dodi digambarkan sebagai tokoh yang memiliki hidup yang bebas dan
tidak punya beban dalam hidup, sehingga Dodi dapat memilih jalan hidupnya
sendiri dan tidak didikte oleh kedua orang tuanya. Hal ini yang membuat Karina
menjadi iri dan kagum terhadap Dodi. Ia juga digambarkan sebagai tokoh yang
pengecut dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia adalah ayah dari anak yang
dikandung Karina. Pada akhirnya Dodi menerima kenyataan bahwa ia memiliki
anak dari Karina dan ia pun memperbaiki hubungannya dengan Karina dan Kukuh
anaknya. Mereka akhirnya hidup bahagia walaupun tidak menjadi keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2.4 Latar
Latar dalam novel ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat,
latar waktu dan latar sosial. Masing-masing (kecuali latar sosial) akan dibatasi
dengan latar luas dan latar sempit.
2.4.1 Latar Tempat
2.4.1.1 Latar Luas
1. Rembang
Rembang merupakan tempat bertemunya Ires dengan teman-teman
barunya. Mereka adalah Karina dan Amanda. Ires sangat senang, karena saat ia
mendapat masalah pada rumah tangganya, Ires mendapatkan dukungan dari Diar
dan kedua teman barunya. Mereka juga yang membantu Ires menyelesaikan
masalah perceraiannya dengan Herlambang. Sejak Herlambang ditahan di
Rembang, atas dugaan pembakaran rumah, hubungan Ires dan Herlambang
semakin membaik. Herlambang sering berkomunikasi dengan Ires mengenai
penjualan rumah mereka.
Suatu ketika, Ires menelepon Herlambang untuk memberitahunya bahwa
rumah mereka akan segera terjual. Ires merasa senang, karena ia dapat terbebas
dari tumah yang membuat ia harus bermimpi buruk setiap hari. Ia juga berjanji
pada Herlambang untuk segera mengirimkan surat perjanjian jual beli rumah pada
Herlambang. Akan tetapi, Herlambang yang memiliki rencana buruk terhadap
Ires, meminta Ires untuk datang ke Rembang dan mengantar sendiri surat
perjanjian rumah pada Herlambang di Rembang. Ires menyetujui pertemuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
mereka. Namun, Ires tidak menyadari bahaya yang sudah menunggunya.
Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
“Besok saya poskan surat perjanjian jual beli ini, jadi Mas
Herlambang bisa segera tanda tangan.”
“Res, gimana kalau Ires datang ke Rembang dan mengantar surat
itu? Aku ingin sekali bertemu Ires untuk terakhir kalinya dan akan
kubuat pertemuan terakhir nanti menjadi kenangan yang baik
yang tidak terlupakan.” (Oetoro, 2015: 206).
2. Jakarta
Jakarta merupakan tempat yang sudah lama diimpikan Diar untuk
melarikan diri. Tetapi, ia tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri, karena
takut dengan ayahnya. Suatu ketika, Diar akhirnya berhasil kabur dari rumahnya.
Ia bertekat untuk pergi dan memulai hidup yang baru. Ia berencana untuk pergi ke
Jakarta, ke tempat keluarga Anwar, majikan Mbah Karto dulu. Namun sayang,
uang Diar tidak cukup untuk naik bus ke Jakarta. Uang yang dimilikinya hanya
dapat membawanya ke kota Tegal. Saat sampai di Tegal, Diar merasa sangat
lapar, dan memutuskan untuk memasuki sebuah warung milik pak Kasan. Diar
yang tidak memiliki uang lalu menyodorkan ponselnya untuk membayar makanan
yang akan dia makan. Tetapi, pemilik warung menolaknya dan meminta Diar
untuk menyimpan ponselnya itu. Pak Kasan sudah melihat gerak-gerik Diar, dan
berfikir bahwa Diar bisa menjadi karyawan di warungnya. Pernyataan tersebut
dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Saat ini, Kasan sedang membutuhkan tenaga kerja di warung.
Biasanya ia mempekerjakan perempuan-perempuan muda yang
selama ini dinilainya terampil memasak dan melayani tamu
warung. Selama ini perempuan yang bekerja di warungnya tidak
semua berhati mulia. Tak jarang yang ternyata bekerja tidak becus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
atau tidak tulus. Bagaimana dengan perempuan ini ya? (Oetoro,
2015:78).
Setelah satu bulan masa percobaan, akhirnya Diar diterima bekerja di
warung pak Kasan. Karena memiliki sifat welas asih membuat Diar diterima
dengan gembira di keluarga pengelola warung tegal itu. Warung tegal yang
dikelola oleh keluarga pak Kasan jumlahnya sangat banyak dan ada di beberapa
kota terutama Jakarta. Saat perputaran karyawan, Diar memilih untuk pindah ke
Jakarta. Kota yang diincarnya sejak pertama kali kabur. Di kota itu, Diar pernah
tinggal bersama si Mbah di rumah keluarga Anwar sebagai pembantu rumah
tangga. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Walaupun satu-satunya destinasi Jakarta yang dia ketahui adalah
rumah keluarga Anwar, Diar enggan bertandang ke rumah itu. Dia
harus selalu berhati-hati dengan statusnya sebagai anak yang
sedang kabur dari rumah (Oetoro, 2015: 85).
3. Amerika
Amerika adalah tempat dimana Karina meraih kesuksesannya menjadi
wanita karier. Bantuan dari kerabatnya, 19 tahun yang lalu Karina mendapatkan
kesempatan magang di negeri Paman Sam setelah lulus kuliah. Karena ia sangat
rajin dalam bekerja, akhirnya Karina diangkat sebagai pegawai tetap. Di sana lah
Karina berkenalan dengan Dodi yang juga bekerja di perusahaan yang sama.
Dodi yang bebas menentukan arah hidupnya, membuat Karina kagum pada
Dodi. Karina ingin hidup seperti Dodi yang bebas menentukan hidup. Selama ini
hidup Karina selalu ditentukan oleh kedua orang tuanya. Sehingga pada saat Dodi
mengutarakan maksudnya untuk menjadikan Karina sebagai gadisnya, Karina
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
selalu berusaha untuk menuruti apa yang diinginkan Dodi. Namun, ketika Dodi
mengetahui Karina mengandung anak mereka, Dodi tiba-tiba menghilang dan
tidak bisa dihubungi. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah
ini.
Masih ada di ingatan Karina, pertemuannya kembali dengan Dodi
saat liburan setelah setahun berpisah. Mereka bertemu hampir
setiap hari. Karina baru menyelesaikan masa magangnya di New
York. Dia mendapat libur dua bulan untuk berlibur di Indonesia
sebelum nantinya kembali ke Amerika bekerja di perusahaan yang
sama. Masa-masa indah itu ternyata berakhir penuh duka dan
Dodi pergi meninggalkannya tanpa jejak, tanpa pesan setelah
diberitahu adanya buah hasil hubungan mereka (Oetoro, 2015:
110-111).
Setelah Dodi pergi meninggalkan Karina, Roger atasan Karina muncul
untuk menyelamatkan harga diri Karina. Ia menawarkan diri untuk menikahi
Karina dan menganggap anak yang dikandung Karina sebagai anaknya. Karina
akhirnya menyetujuinnya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di
bawah ini.
Nasib Karina masih beruntung dengan adanya Roger yang jelas-
jelas mencintainya sejak pertama kali berkenalan. Dengan
statusnya sebagai pegawai dan warga Negara lain, Karina harus
jujur mengutarakan keadaannya. Tanpa pikir panjang, Roger
menawarkan diri untuk menikahi dirinya dan menganggap bayi
yang dikandungnya itu anaknya sendiri. Mereka menikah dengan
segera agar aib tidak terlalu terlihat (Oetoro, 2015: 113).
2.4.2 Latar Sempit
1. Warung Mbah Karto
Warung Mbah Karto di Rembang adalah tempat yang dituju oleh Amanda
dan Karina setelah pemakaman Linda. Mereka datang ke Rembang, setelah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
menbaca buku harian Linda, kakak Amanda. Amanda dan Karina menutuskan
untuk kembali ke Rembang untuk mencari penyebab utama Linda kecanduan
narkoba dan akhirnya meninggal sia-sia, akibat overdosis.
Saat mereka berkunjung ke warung Mbah Karto, mereka melihat bahwa
warung itu tidak mengalami perubahan sama sekali. Hanya lantainya saja yang
berubah. Dulu lantainnya yang terbuat dari tanah liat, kini telah disemen. Pernak-
pernik di warung itu pun juga tidak ada yang berubah. Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Warung Mbah Karto tak banyak berubah sejak belasan tahun yang
lalu. Warung sederhana yang menjual makanan khas Pantura Jawa
Tengah. Lantai tanah liat telah dilapis dengan semen, dinding
warung juga telah dikapur kembali (Oetoro, 2015: 35).
2. Warung Bu Endang
Warung Bu Endang merupakan warung milik Sugeng dan Endang, yang
menyediakan makanan khas daerah pantura. Beberapa bulan sebelumnya warung
Bu Endang memiliki satu karyawan yang membatu mereka. Namun, karyawan itu
pindah ke warung lain, karena di sana terdapat televisi. Akhirnya, Sugeng
meminta Diar untuk datang ke Pantura untuk membantu mereka. Diar yang sedari
kecil tinggal bersama dengan Mbah Karto sempat menolak. Namun, Mbah Karto
memberikan perintah pada Diar untuk pergi ke Pantura dan membantu kedua
orang tuannya.
Diar mengira kedatangannya ke sana adalah untuk membantu urusan dapur.
Tetapi ayahnya malah menjualnya pada laki-laki hidung belang di sebuah hotel
yang tidak terlalu mahal. Saat Diar bertanya pada ayahnya mengapa ia dijual,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
ayahnya malah menamparnya. Akhirnya pada saat ia pulang ke warung milik
ayahnya yang bernama warung Bu Endang, ia pun segera menuju ke MCK untuk
mebersihkan tubuhnya yang telah kotor hingga berkali-kali. Pernyataan tersebut
dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
MCK untuk digunakan para pemilik dan pekerja warung-warung
terdapat sekitar 20 meter jaraknya dari warung Bu Endang. Itu
nama warung milik Sugeng… (Oetoro, 2015: 55)
2.4.3 Latar Waktu
2.4.3.1 Latar Waktu Luas
Latar waktu luas dalam novel ini terjadi pada tahun 2012 hingga 2013.
Pada tahun 2012, Ires dan Herlambang telah menikah. Pada tahun itu juga Ires
menerima perlakuan buruk dari Herlambang. Perlakuan buruk yang diterima Ires
pada awalnya hanya sindiran mengenai makanan yang kurang sedap, dan Ires
yang terlalu lama membeli rokok di warung. Bahkan, Herlambang juga menyindir
Ires ketika ada salah satu tetangga mengajak Ires untuk mengikuti kegiatan
disekitar rumahnya. Sindiran itu lama-lama berkembang menjadi pukulan dan
tendangan, yang setiap hari harus diterima oleh Ires. Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
“Nggak usah ikut macam-macam. Bikin kepala kamu tambah
besar,” bentak Herlambang sembari mengambil bungkusan rokok
dari tangan Ires dengan kasar. Pembicaraan seperti ini jadi
makanan Ires sehari-hari. Hari ini dia beruntung, tidak ada
pukulan atau tendangan Herlambang yang mendarat di tubuhnya.
Suaminya itu memang ringan tangan, suka memukul.
(Oetoro, 2015 : 69)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Ires tidak berani melawan perintah dari Herlambang, karena ia tahu jika ia
melawan perintah dari Herlambang, ia akan mendapatkan masalah besar. Selain
pukulan dan tendangan, ia juga akan mendapat masalah hukum, jika berani untuk
melawan perintah Herlambang. Hal itu diakibatkan pekerjaan Herlambang sebagai
jaksa yang memiliki koneksi dengan penegak hukum lainnya. Pernyataan tersebut
dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Jalan keluar apa yang bisa dicapai jika harus melawan seorang
jaksa? Seorang yang memiliki koneksi dengan hamba-hamba
hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada (Oetoro, 2015 : 72).
Pada bulan Mei tahun 2012, Ires bertemu dengan Diar di warung tegal. Di
sana Ires membeli pecel lele untuk Herlambang, karena pada hari itu, masakan
yang dibuat oleh Ires tidak disukai oleh Herlambang. Awalnya Ires merasa
bingung untuk membuka percakapan dengan Diar, sambil menunggu pesanan
pecel lelenya disiapkan. Diar yang sangat ramah, membuka percakapan mereka
dengan mengatakan bahwa ia sering melihat Ires membeli rokok di warung
sebelah. Setelah percakapan yang sedikit canggung itu, mereka menjadi semakin
akrab. Ires sering datang ke warung Diar untuk mengobrol. Pertemuan ini tidak
diketahui oleh Herlambang. Bahkan kunjungan Diar ke rumah Ires juga tidak
diketahui oleh Herlambang. Sampai pada saat Ires sedang belajar di rumah,
Herlambang tiba-tiba pulang ke rumah dan melihat Ires sedang belajar.
Herlambang menjadi marah dan memberi Ires pukulan bertubi-tubi, hingga Ires
hanya dapat meringis kesakitan akibat pukulan yang tak henti-hentinya.
Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Ires mematung melihat suaminya yang tiba-tiba berada di
hadapannya. Dia tidak mendengar suara mobil datang. Hari itu
menjadi hari yang naas bagi Ires…
Setengah jam kemudian Ires meringkuk di pojok ruang makan,
yang dilakukannya cukup lama, karena ia tidak bisa bergerak.
Bergeming karena rasa sakit yang amat sangat. Tangannya
memegang dada dan perut, mencoba menahan rasa sakit itu
(Oetoro, 2015 : 88).
Diar merasa khawatir, karena beberapa bulan tidak ada kabar dari Ires. Dia
akhirnya memutuskan untuk berkunjung ke rumah Ires untuk melihat keadaan
Ires. Dan benar, kondisi Ires cukup parah, hingga Diar tidak mengenali Ires. Diar
yang merasa kasihan pada Ires, mengajak Ires untuk tinggal di kamar kos Diar.
Awalnya Ires merasa ragu. Tetapi Diar meyakinkan Ires untuk meninggalkan
rumah yang membuat Ires menjadi sengsara. Akhirnya Ires menyetujuinya.
Bulan Mei 2013, saat Ires menginap di kamar kos Diar, Diar mendapat
kabar bahwa ayahnya meninggal. Diar enggan untuk datang ke Rembang. Tetapi
neneknya memberi perintah agar Diar pulang ke Rembang. Akhirnya ia dan Ires
berangkat menuju Rembang. Di Rembang Ires bertemu dengan teman-teman
barunya, yaitu Karina dan Amanda yang sedang mencari penyebab kakak Amanda
menjadi kecanduan narkoba.
Ires menyangka bahwa kepergiannya ke Rembang tidak akan diketahui
oleh Herlambang. Namun, dengan jabatannya sebagai jaksa muda, ia dapat
menyuruh orang lain untuk menemukan tempat persembunyian Ires. Sesampainya
Herlambang ke Rembang, ia langsung mencari ide untuk membalaskan
dendamnya pada Ires. Setelah Herlambang menemukan cara untuk membalaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dendamnya pada Ires, ia langsung mencari tempat persembunyian menunggu
malam hari untuk membalaskan dendam pada Ires.
2.4.4 Latar Waktu Sempit
1. Malam
Setelah Herlambang menemukan keberadaan Ires di Rembang, Herlambang
pun mencari cara untuk membalaskan dendamnya pada Ires. Ia juga
memperhatikan gerak-gerik Ires dan teman-teman barunya. Bagi Herlambang
tawa dan kebahagiaan Ires pada saat itu bukan membuat Herlambang menjadi
bahagia, namun malah menbuat Herlambang semakin dibakar amarah. Pernyataan
tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Malam hari saat semua orang berada di rumah Mbah Karto,
Herlambang memulai aksinya. Ia mulai menuangkan bensin
kesekeliling rumah Mbah Karto, dan akhirnya membakarnya.
Herlambang menyaksikan rumah Mbah Karto menyala berlomba
mewarnai malam Rembang… (Oetoro, 2015: 104).
2. Subuh
Selepas keluarga Anwar mengunjungi rumah sakit untuk memastikan
jenazah yang ada di rumah sakit itu adalah jenazah Linda, semua orang di
keluarga Anwar tidak ada yang bisa tidur. Semua merasa kecewadan sedih
melihat kematian Linda yang tragis. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada
kutipan di bawah ini.
Tak lama lagi azan subuh berkumandang dan tidak ada seorang
pun yang bisa tidur di rumah ini… (Oetoro, 2015: 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
2.4.5 Latar Sosial
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang
tergolong latar spiritual (Nurgiyantoro, 2009:233).
Latar sosial yang Nampak pada novel ini adalah mengenai budaya patriarki
terhadap kaum perempuan. Perempuan dalam novel Rembang Jingga ini
diceritakan harus tunduk dan patuh terhadap perintah dari kaum laki-laki. Budaya
patriarki yang ada dalam novel ini terjadi pada tokoh Ires, ketika Ires menikah
dengan Herlambang. Pada awal mereka berpacaran, Herlambang memperlakukan
Ires dengan baik. Namun, saat mereka menikah, Herlambang mulai menunjukkan
sifat aslinya. Ia mulai melarang Ires untuk melakukan kegiatan-kegiatan di luar
rumah, seperti mengikuti kelompok mengaji dan organisasi lainnya. Pernyataan
tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Lama amat sih? Padahal, cuma diminta beli rokok di warung depan,
gimana kalau disuruh ke Blok M…, bisa-bisa setahun baru balik.
Kamu ketemu pacar ya?” teriak Herlambang, berdiri tegak dihadapan
Ires.
“Ndak, mas. Tadi ketemu ibu Tin, tetangga nomer 5, dia Tanya kapan
saya bisa ikut kelompok mengaji. Saya bilang harus minta izin mas
dulu,” jawab Ires lirih, tak berani menatap mata Herlambang.
“Nggak usah ikut macam-macam. Bikin kepala kamu tambah besar,”
bentak Herlambang sembari mengambil bungkusan rokok dari tangan
Ires dengan kasar (Oetoro, 2015 : 69).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Jabatan Herlambang sebagai jaksa muda, membuat ia semakin mengekang
dan membuat Ires tunduk terhadap perintahnya. Ires yang hanya ibu rumah tangga
biasa tidak mampu untuk melawan perintah dari Herlambang. Karena ia tahu jika
ia melawan perintah Herlambang, maka Herlambang akan semakin mengekang
Ires. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Sejak itu, dunia luar Ires tertutup. Jalan keluar apa yang bisa dicapai
jika harus melawan seorang jaksa? Seorang yang memiliki koneksi
dengan hamba-hamba hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada. Bahkan
orang tua Ires pun takut dengan ancaman-ancaman dari menantu
mereka dan hanya meminta agar Ires lebih bersabar dan lebih banyak
berdoa (Oetoro, 2015 : 72).
2.5 Rangkuman
Analisis bab II ini menjelaskan kajian struktural yang dibatasi dengan alur,
tokoh dan penokohan, serta latar tempat dan waktu dalam novel Rembang Jingga
karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi, serta keterkaitan antar stuktur. Alur dalam
novel ini dibagi menjadi tiga yaitu tahap awal, tengah dan tahap akhir. Tahap awal
menceritakan perkenalan Ires dan Herlambang sebelum mereka menikah. Pada
awalnya, Herlambang memiliki sikap yang sangat baik terhadap Ires dan
keluarganya. Tidak hanya baik, Herlambang juga memiliki wajah rupawan, yang
membuat Ires bangga apabila berjalan di sebelah Herlambang.
Tahap tengah menceritakan Ires dan Herlambang yang sudah menikah,
karena ayah Ires tidak mampu untuk membiayai sekolah Ires akibat kecelakaan
sepeda motor, yang mengharuskan ayah Ires untuk pensiun dini. Setelah menikah
Herlambang tidak memberikan kasih sayang seperti saat mereka berpacaran,
Herlambang bahkan memukuli Ires dan tidak mengijinkan Ires untuk pergi ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
mana pun. Ketika Herlambang akan makan siang, Herlambang melihat ayam yang
digoreng Ires lebih coklat, hal ini membuat Herlambang menjadi marah dan
akhirnya menyuruh Ires untuk membeli makanan di warung pecel lele.
Tahap akhir menceritakan mengenai Ires, Diar, Karina dan Amanda yang
membangun sebuah yayasan khusus untuk perempuan yang mengalami kasus
kekerasan dalam rumah tangga. Yayasan ini terbentuk dari kisah hidup Ires yang
mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Pada saat mereka tengah
mempersiapkan pembukaan yayasan, tiba-tiba Herlambang menelepon Ires dan
meminta Ires bertemu dengannya di Rembang untuk menyelesaikan penjualan
rumah mereka. Di Rembang, Herlambang sudah mempersiapkan sebuah rencana
yang tak terduga untuk Ires. Pada saat Ires dan Herlambang tengah menikmati
matahari terbenam, Herlambang mulai melaksanakan rencananya, yaitu
membunuh Ires. Keesokan harinya, mayat Ires ditemukan oleh warga sekitar,
dengan wajah yang sudah tidak dikenali lagi.
Dalam tokoh dan penokohan, tokoh Ires mengalami kekerasan dalam
rumah tangga yang diakibatkan oleh dominasi laki-laki terhadap perempuan.
Laki-laki menganggap perempuan harus patuh terhadap mereka. Hal inilah yang
menyebabkan Herlambang menjadi semena-mena terhadap tokoh Ires. Selain itu,
dalam novel ini diceritakan pula tokoh-tokoh lain, seperti tokoh Diar yang pernah
dijual oleh Sugeng ayahnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Tokoh Amanda yang kakaknya terjerumus dalam lingkar narkoba dan akhirnya
tewas akibat over dosis. Sementara itu, tokoh Karina yang pernah mengalami
kekecewaan akibat Dodi, kekasih Karina yang meninggalkan Karina, saat ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
mengandung anak dari hubungan mereka. Para tokoh dalam novel Rembang
Jingga ini pernah mengalami masa lalu yang cukup kelam. Namun, mereka
berusaha untuk menyelesaikan masalah mereka di kota Rembang. Setelah masalah
mereka perlahan-lahan selesai, mereka pun bersama-sama membangun sebuah
yayasan agar orang lain, khususnya kaum perempuan yang memiliki masalah
dalam keluarga dapat dibantu agar masalah yang dihadapi dapat diselesaikan
dengan baik.
Pada latar tempat, dalam novel ini diceritakan beberapa tempat yang
menjadi latar yang menjadi tempat kejadian berlangsung. Beberapa latar yang ada
di dalam novel ini adalah Rembang, Jakarta dan Amerika. Rembang merupakan
tempat bertemunya Ires dan Herlambang, sekaligus menjadi tempat Ires
ditemukan tewas. Jakarta merupakan tempat yang ingin Diar tuju sebagai tempat
pelariannya dan sebagai tempat untuk memulai hidup baru bagi Diar. Amerika
merupakan tempat bertemunya Karina dan Dodi. Amerika juga merupakan saksi
bisu keberhasilan Karina. Rembang merupakan tempat berkumpulnya Karina,
Diar, Ires dan Amanda.
Latar waktu tergambar melalui pertemuan antara Ires dan Herlambang,
serta pertemuan tokoh Ires dan tokoh-tokoh lainnya, yang terjadi pada tahun 2012
hingga 2013. Pada tahun 2012, Ires dan Herlambang melangsungkan
pernikahannya. Pada tahun itu juga, Ires mulai menerima perilaku buruk dari
suaminya. Seperti sindiran jika pekerjaannya tidak dilakukan dengan benar,
hingga pukulan membabi-buta ketika emosi Herlambang tengah meninggi. Pada
tahun 2012, juga merupakan tahun bertemunya Ires dengan seorang penjaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
warung pecel yang bernama Diar. Ires sangat beruntung bertemu dengan Diar.
Karena Diar mau menjadi teman Ires dan mau mendengarkan seluruh cerita Ires.
Diar pun mengajak Ires untuk mengikuti kelompok belajar yang dibentuk oleh
perkumpulan pengacara muda, yang peduli terhadap pendidikan kaum lemah dan
miskin. Ires pun menyetujui tawaran Diar dengan konsekuensi ia harus
mengetahui kapan Herlambang pergi ke kantor dan pulang ke rumah. Pada tahun
2013, Ires diceritakan kabur dari rumahnya setelah dipukuli oleh Herlambang atas
bantuan dari Diar. Ires pun menginap di kamar kos Diar untuk menghindari
kejaran Herlambang. Saat ia menginap di kamar kos Diar, Diar mendapatkan
kabar bahwa ayahnya meninggal dunia. Diar awalnya enggan untuk kembali ke
Rembang, namun neneknya memberi perintah untuk kembali ke Rembang.
Akhirnya Diar bersama dengan Ires berangkat menuju Rembang.
Latar sosial menceritakan mengenai tokoh perempuan yang harus tunduk
terhadap kaum laki-laki. Hal ini diakibatkan adanya budaya patriarki yang ada
didalam masyarakat. Akibatnya, tokoh harus Ires menjadi korban. Ia harus tunduk
terhadap semua peraturan dan perintah yang dibuat oleh Herlambang. Jika ia
menolak dan melawan perintah dari Herlambang, ia akan mendapat pukulan dan
sindiran bertubi-tubi dari Herlambang.
Dari analisis struktur novel Rembang Jingga, terdapat adanya budaya
patriarki yang meliputi kekerasan gender dan stereotipe gender. Sementara
analisis mengenai deskripsi budaya patriarki yang meliputi kekerasan gender, dan
stereotipe gender akan dikaji pada bab III. Bab III akan dideskripsikan mengenai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
budaya patriarki yang ada dalam novel Rembang Jingga yang masih sering
menimpa dan mendiskriminasi kaum perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN
DALAM NOVEL REMBANG JINGGA
3.1 Pengantar
Dalam bab III, akan dibahas mengenai gambaran budaya patriarki terhadap
tokoh perempuan yang terdapat dalam novel Rembang Jingga. Gambaran budaya
patriarki ini meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender. Stereotipe gender
akan dibagi menjadi pembagian kerja dan pendidikan. Kekerasan gender akan
dibagi menjadi empat, yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis,
dan kekerasan kekuasaan.
3.2 Stereotipe Gender
Stereotipe secara umum adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu
kelompok tertentu (Fakih, 2003: 16). Gender adalah perbedaan perilaku antara
laki-laki dan perempuan yang dikostruksi secara sosial, yakni perbedaan yang
bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia
melalui proses sosial dan kultural yang panjang (Fakih, 2003:72). Sementara itu,
stereotipe gender yang terjadi dalam masyarakat, merupakan diskriminasi yang
terjadi pada kaum perempuan yang berakibat membatasi, menyulitkan,
memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. Diskriminasi ini yaitu keyakinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah dan pekerjaan yang dilakukan
kaum perempuan dinilai hanya sebagai “tambahan” dan oleh karenanya boleh saja
dibayar lebih rendah (Fakih, 2012 : 74). Di rumah, perempuan memasak,
membersihkan rumah, dan merawat anak, sedangkan laki-laki berkebun, merawat
mobil, dan memperbaiki rumah (Sugihastuti, 2010 : 57).
Kesimpulan dari para ahli di atas adalah stereotipe gender merupakan
pelabelan yang dibentuk oleh masyarakat terhadap kaum laki-laki dan perempuan,
yang menyebabkan diskriminasi terhadap kaum laki-laki dan kaum perempuan.
Diskriminasi ini menyebabkan kaum perempuan menjadi kurang dihargai, dalam
hal pendapatan. Mereka dianggap hanya sebagai pelengkap gaji suami, bukan
sebagai pemenuh kebutuhan. Pandangan ini disebabkan karena tidak sesuai
dengan pekerjaan sehari-hari kaum perempuan. Berdasarkan konsep stereotipe
gender tersebut, dalam penelitian ini stereotipe gender yang tergambar dalam
novel Rembang Jingga terhadap pembagian kerja dan pendidikan.
3.2.1 Stereotipe Gender dalam Pembagian Kerja
Stereotipe gender dalam novel ini terlihat yaitu di luar rumah dan di dalam
rumah. Pembagian kerja di luar rumah berhubungan dengan mencari nafkah baik
bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Pembagian kerja di dalam rumah
yaitu pekerjaan yang berhubungan dengan merawat anak dan bertanggung jawab
dalam unsur rumah tangga. Stereotipe gender yang terjadi dalam novel ini adalah
pembagian beban kerja yang diterima oleh kaum laki-laki dan perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Pembagian beban kerja yang dimaksud adalah dalam hal mencari nafkah dan
pekerjaan dalam rumah tangga.
3.2.1.1 Di Luar Rumah (Publik)
Kaum laki-laki sering diidentikan sebagai pencari nafkah utama bagi
keluarga, sehingga kaum laki-laki akan melakukan pekerjaan apa saja untuk
mencari nafkah bagi keluarga. Misalnya saja bekerja sebagai pedagang, tukang
bangunan, pegawai, dst. Sementara, kaum perempuan hanya dianggap sebagai
penambah gaji suami, sehingga pekerjaan yang dikerjakan oleh kaum perempuan
hanya berkisar pada pekerjaan tertentu yang mengacu pada kegiatan sehari-hari
seperti memasak, mengajar, merawat, dst. Namun, beberapa kaum perempuan
menjadi korban dari stereotipe gender, yaitu tidak diperbolehkan untuk bekerja di
luar rumah, dengan alasan bahwa kaum laki-laki bertanggung jawab untuk
membiayai kebutuhan mereka sehari-hari, serta kebutuhan lainnya.
Sebagai seorang kepala keluarga, ayah Ires memiliki tanggung jawab untuk
mencari nafkah bagi kebutuhan keluarganya, serta membiayai sekolah anaknya.
Namun, kecelakaan sepeda motor yang dialami oleh ayah Ires, meyebabkan Ires
harus berhenti bersekolah dan menikah dengan kekasihnya yang bernama
Herlambang. Herlambang merupakan seorang jaksa muda dianggap memiliki
penghasilan yang stabil, sehingga dapat memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan
Ires. Dengan kedudukannya sebagai jaksa muda, Herlambang memiliki hak untuk
melarang istrinya untuk tidak bekerja mencari nafkah. Herlambang juga memiliki
pandangan bahwa kaum perempuan harus berada di rumah untuk memasak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
membereskan dan membersihkan rumah. Untuk itu, Herlambang sering
menelepon ke rumah untuk memastikan apakah Ires ada di rumah atau tidak, dan
memastikan apakah pekerjaan yang dikerjakan Ires berjalan dengan baik.
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Namun, dengan adanya pernikahan, Herlambang semakin mengekang
Ires. Semua kegiatan dimonitor dan dicurigai. Segala pengeluaan
diperiksa, semua harus dengan tanda bukti. Dia bisa menelepon Ires
di rumah beberapa kali sehari hanya untuk mengecek istrinya ada di
rumah atau tidak (Oetoro, 2015 : 71).
3.2.1.2 Di Dalam Rumah (Domestik)
Pekerjaan domestik selalu diidentikan dengan kaum perempuan, sehingga
terbentuk sebuah anggapan, bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga
menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya banyak perempuan
yang harus bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapihan
rumah tangganya (Fakih, 2012 : 21). Sementara kaum laki-laki diperbolehkan
untuk tidak membantu kaum perempuan, untuk mengerjakan pekerjaan domestik
atau pekerjaan rumah tangga. Selain bertanggung jawab atas pekerjaan rumah
tangga, kaum perempuan juga memiliki tugas untuk merawat, membesarkan dan
mendidik anak. Sesuai dengan peran gender yang dibentuk oleh masyarakat, kaum
perempuan dituntut untuk dapat mengasuh dan mendidik anak, dari kecil hingga
dewasa. Sementara itu, kaum laki-laki kurang begitu mengambil peran ini, dengan
alasan kaum laki-laki lebih sering berada di luar rumah untuk mencari nafkah,
dibandingkan dengan kaum perempuan. Maka dari itu, kaum perempuan dianggap
memiliki peran penting terhadap tumbuh kembang anak, yang menyebabkan
apabila seorang anak memiliki perilaku yang kurang baik, maka ibunya yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
disalahkan terlebih dahulu dibandingkan dengan ayahnya. Perempuan sebagai
subjek yang mengandung anak, tidak hanya bertugas melahirkan, namun juga
membesarkan. Untuk urusan pemeliharaan, pekerjaan perempuan tidak hanya
dilakukan untuk anak-anak melainkan juga seluruh keluarga. Selain itu,
perempuan dibebani tugas merawat rumah tempat tinggal mereka. Bila pembagian
kerja hanya mengacu pada jenis kelamin maka perempuan bertugas mengandung
dan mengasuh anak sedangkan si laki-laki tidak (Sugihastuti, 2010 : 54-55).
Tokoh Ires mengalami stereotipe gender dalam hal tanggung jawab
terhadap rumah tangga. Sehingga ia bekerja keras untuk selalu membesihkan dan
merapihkan rumahnya, serta menjaga agar rumahnya selalu bersih. Pernyataan
tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Mata Ires memerah menahan tangis melihat keadaan rumahnya.
Rumah yang selama ini selalu dia jaga kebersihannya. Tumpukan
piring gelas kotor dibiarkan begitu saja di tempat cuci piring. Baju-
baju yang telah dipakai berserakan di lantai kamar. Puntung-puntung
rokok menggunung di meja dengan abu dimana-mana. Di atas meja
makan terdapat berkas-berkas dan beberapa catatan yang dibuat
Herlambang. Semua tampak berantakan dan seperti ditinggalkan
dalam keadaan terburu-buru (Oetoro, 2015 : 144).
Selain tokoh Ires yang mengalami stereotipe gender dalam hal tanggung
jawab terhadap rumah tangga, tokoh Karina memiliki masalah yang sama, yaitu
dalam hal mendidik dan membesarkan anak. Karina sebagai ibu harus mendidik
dan mengasuh anaknya hingga dewasa tanpa bantuan dari ayah kandung anaknya
dan tanpa dukungan dari keluarganya. Karina sadar bahwa sulit untuk
mendapatkan dukungan dan bantuan dari orangtuanya untuk membesarkan anak
dari hasil hubungan terlarang dengan pacarnya yang bernama Dodi. Namun,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Karina tetap mempertahankan anaknya itu dan merawatnya hingga dewasa.
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Dulu Karina selalu bertanya-tanya dalam hatinya mengapa Dodi
sampai hati meninggalkannya saat dia begitu membutuhkan pacarnya
itu. Kini tak ada lagi rasa keingintahuan tersebut. Aral melintang di
saat kehamilan, kemarahan dan pengucilan oleh orangtuanya yang
sampai sekarang masih bersikap dingin kepada dirinya, semua dilalui
dengan sabar (Oetoro, 2015 : 112).
3.2.2 Stereotipe Gender dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan hal wajib yang harus dilaksanakan oleh semua
orang. Namun, ada beberapa orang juga menganggap bahwa pendidikan tidak
terlalu penting. Apalagi bagi kaum perempuan, sehingga kaum perempuan tidak
diizinkan untuk melanjutkan pendidikannya, dengan alasan kaum perempuan pada
akhirnya akan mengurus anak dan rumah tangga. Banyak orang menganggap ilmu
yang kaum perempuan dapatkan, pada saat menempuh pendidikan tidak akan
digunakan saat mereka mengurus rumah tangga. Dalam rumah tangga, masyarakat
maupun negara, banyak kebijakan dibuat tanpa „menganggap penting‟ kaum
perempuan. Misalnya, ada anggapan perempuan nantinya akan kembali bekerja di
dapur, mengapa harus sekolah tinggi-tinggi? (Fakih, 2003:73). Kondisi
pendidikan perempuan memang mengalami banyak peningkatan mulai tahunn
1550-1700, namun perempuan tetap dilarang untuk mendapat pendidikan pada
tingkat universitas (Gamble, 2010 : 4).
Dalam novel ini, tokoh Ires juga mengalami hal yang sama. Ia tidak
diperbolehkan melajutkan pendidikannya yang tertunda akibat kecelakaan kerja
yang menimpa ayahnya. Pada saat ayah Ires mendengar bahwa anaknya akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
menikah dengan seorang jaksa muda, ayah Ires berpikir bahwa menantunya nanti
akan memperbolehkan Ires untuk melanjutkan pendidikannya. Karena
Herlambang yang memiliki ekonomi yang cukup, dianggap mampu oleh orang tua
Ires untuk membiayai pendidikan Ires. Namun, pada kenyataanya, Herlambang
melarang Ires untuk melanjutkan pendidikannya. Pernyataan tersebut dapat dilihat
pada kutipan di bawah ini.
Darahnya mendidih kembali melihat Ires sedang sibuk melakukan
aktivitas yang tidak ia ketahui sebelumnya. Begitu melihat tumpukan
kertas di meja makan, Herlambang langsung tahu, istrinya punya
kegiatan rahasia, kegiatan yang tak pernah disetujuinya. Ikut
kelompok belajar. Sekolah! Tanpa izin darinya!
(Oetoro, 2015 : 88).
Tokoh Diar juga harus mengalami nasib yang sama dengan tokoh Ires. Pada
saat Diar tengah menempuh pendidikannya yang akan memasuki kelas 2 SMP di
Jakarta, Sugeng, meminta Diar untuk datang ke Rembang membantu di warung
milik Sugeng. Awalnya Diar sempat menolak karena ia masih ingin bersekolah
dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Namun, karena perintah dari
neneknya, akhirnya Diar pergi juga ke Rembang untuk membantu kedua orang
tuanya dan meninggalkan pendidikannya di Jakarta. Pernyataan tersebut dapat
dilihat pada kutipan di bawah ini.
Diar diajak si Mbah ke Jakarta, menjadi asisten rumah tangga
keluarga Anwar. Di Jakarta enak, bisa sekolah, bermain menjadi
anak-anak yang sesungguhnya, walau kadang-kadang membantu si
Mbah melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Baru saja akan
memasuki kelas 2 SMP, Diar dijemput Sugeng untuk tinggal di
warung bersamanya dan si Mbok (Oetoro, 2015 : 62).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
3.3 Kekerasan Gender
Jika membicarakan mengenai kekerasan gender tidak akan lepas dari
stereotipe gender yang ada di dalam masyarakat. Karena dengan adanya
strereotipe, akan selalu muncul ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan.
Stereotipe ini adalah bentuk dari pemikiran yang ada di dalam masyarakat, yang
dibentuk oleh budaya patriarki, sehingga terjadi kekerasan baik secara fisik
maupun verbal, yang akan dikaitkan dengan stereotipe dan juga ketidakadilan
gender yang menimpa kaum perempuan.
Pengertian dari kekerasan gender adalah tindakan seorang laki-laki atau
sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan
kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis pada seorang
perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat
memaksa, mengancam, dan / atau berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang
domestik dan publik (La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:172). Dalam
masyarakat yang patriarkhis, banyak budaya, kepercayaan tradisional, norma dan
institusi sosial melegitimasi kondisi sub-ordinasi ini, yang menyebabkan
kekerasan terhadap perempuan dilanggengkan. Perempuan yang mengalami
kekerasan domestik (kekerasan dalam rumah tangga) seringkali tidak memiliki
kekuatan untuk melawan (Sugihastuti dkk, 2010:85). Dalam novel Rembang
Jingga kekerasan gender yang terjadi pada tokoh meliputi kekerasan fisik,
kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan sosial-politik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
3.3.1 Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik atau biologis adalah segala macam tindakan yang
mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya (La Pona dalam Sugihastuti dkk,
2010:179). Kekerasan fisik menggunakan anggota tubuh seperti memukul,
menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta
melukai dengan barang atau senjata (Meiyanti dalam Sugihastuti dkk, 2010 : 179).
Kekerasan fisik dalam novel ini terjadi karena kecemburuan Herlambang
terhadap Ires istrinya. Ires digambarkan sangat mencintai dan hormat pada
suaminya. Namun, rasa cinta dan hormat Ires dibalas dengan pukulan dan
tendangan yang dilakukan oleh Herlambang. Hal ini membuat Ires tidak mampu
berbuat apa-apa. Bahkan untuk membela dirinya sendiri. Walaupun pernah satu
kali kabur dari rumah karena tidak tahan dengan sikap suaminya, namun pada
akhirnya iapun memaafkan sikap suaminya yang sebenarnya tidak bisa dimaafkan
lagi. Semenjak Ires kembali ke rumah Herlambang, ia tidak diperbolehkan untuk
berkomunikasi dengan teman-temannya. Ires tidak berani untuk membantah,
karena ia tahu apa yang akan terjadi jika ia berani untuk membantah. Pernyataan
tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Rasa cinta dan hormat di hati Ires perlahan berubah menjadi rasa
takut. Ires pernah kabur, pulang ke rumah orangtuanya. Itu terjadi
ketika malam sebelumnya dia menerima pukulan dahsyat dari
Herlambang, karena malam itu Herlambang melihat Ires membuka
akun Facebook. Berarti Herlambang mendapatkan istrinya
berhubungan lagi dengan teman-teman lamanya. Detik itu juga
Herlambang langsung menghujam Ires dengan segala tuduhan dan
ketika Ires membantah, Herlambang kalap. Dipukulnya Ires berkali-
kali dan dibentur-benturkan kepala istrinya ke dinding. Begitu siuman
besok paginya, dan didapatinya suaminya tidak berada dirumah, Ires
kabur (Oetoro, 2015 : 72).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Tak hanya tidak diizinkan untuk berkomunikasi dengan teman-teman
lamanya, Ires juga tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan dunia luar bahkan
untuk mengikuti kegiatan di sekitar rumah. Alhasil dunia Ires yang tadinya bebas,
menjadi terkekang. Ia tak dapat melakukan apa-apa. Karena ia tahu jika ia
membantah, suaminya akan menggunakan kekuasaannya untuk menyakiti dirinya.
Suatu ketika, saat Herlambang menyuruhnya untuk membeli nasi pecel,
Ires berjumpa dengan seorang penjaga warung makan yang bernama Diar. Diar
mengajak Ires untuk ikut kelompok belajar yang didirikan oleh beberapa
pengacara muda, memberi kesempatan kepada perempuan yang kurang mampu
untuk menambah ilmunya. Ires setuju untuk ikut. Namun, ia harus tahu kapan
suaminya berangkat ke kantor dan kapan suaminya pulang ke rumah. Awalnya
kegiatan ini berjalan dengan mulus. Namun, tanpa disadari oleh Ires, Herlambang
tiba—tiba pulang ke rumah lebih awal dan melihat Ires sedang menulis di meja
makan. Herlambangpun tahu jika Ires mengikuti kelompok belajar tanpa
sepengetahuan dirinya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah
ini.
Ires mematung melihat suaminya yang tiba-tiba berada di
hadapannya. Dia tidak mendengar suara mobil datang. Hari itu
menjadi hari yang sangat naas bagi Ires. Setengah jam kemudian Ires
meringkuk di pojok ruang makan, yang dilakukannya cukup lama,
karena dia tidak bisa bergerak. Bergeming karena rasa sakit yang
amat sangat. Tangannya memegang dada dan perut, mencoba
menahan sakit itu. Warna ungu mulai terlihat di sekitar mata, lengan
dan kaki. Tulang rusuknya seakan hancur. Ires berusaha berdiri, tapi
terjatuh setiap kali. Herlambang duduk di kursi kebanggaannya
menghisap rokok dalam-dalam sambil memandang Ires. Puas rasanya
bisa mengeluarkan emosi yang terpendam sejak tadi (Oetoro, 2015 :
88).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Serupa dengan tokoh Ires, tokoh Diar juga mengalami kekerasan fisik yang
dilakukan oleh ayahnya. Kekerasan fisik ini terjadi setelah Sugeng, menjual Diar
pada seorang laki-laki di sebuah hotel. Diar yang tidak terima dirinya dijual oleh
ayahnya sendiri, hanya dapat menangis dan megatakan ketidaksetujuannya pada
segala sesuatu yang telah dilakukan oleh Sugeng. Sugeng yang mendengar hal itu,
langsung menampar Diar. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah
ini.
“Wes, ora popo. Ojo nangis, Ayok mulih,” kata Sugeng dengan
mimik biasa-biasa saja, seolah tak ada apa-apa dan segera mengajak
pulang.
“Bapak keterlaluan! Bapak sengaja ya? Aku diperkosa sama dia…”
Tiba-tiba sesuatu terdengar keras. Rasa panas luar biasa di pipi
kirinya, berubah dratis dari dingin yang dirasakan Diar sebelumnya
karena sedang berada di area terbuka malam hari. Panas yang
membakar, menjalar-jalar hingga ke mata, hidung dan seluruh wajah.
Itulah tamparan keras dari Sugeng yang mendarat di pipi Diar, saat
kalimat belum lagi selesai diucapkan. Saat kesedihan belum selesai
dikeluhkan (Oetoro, 2015 : 61).
Tidak hanya ditampar oleh Sugeng, Diar juga ditarik dan dipaksa untuk
naik ke motor yang mereka pakai untuk menuju ke hotel. Dengan kekuatan
Sugeng sebagai laki-laki yang tinggal di desa, Diar tidak dapat mengelak dan
hanya pasrah. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Dengan kekuatan seorang laki-laki yang biasa hidup di desa, dengan
kekuatan seorang ayah yang diktator, ditariknya tangan Diar,
diseretnya tubuh itu, dipaksanya naik ke boncengan motornya. Tanpa
kata-kata lagi mereka bersepedamotor kembali ke kabupaten. Hanya
suara mesin motor dan isak Diar yang terdengar (Oetoro, 2015 : 61).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Malam itu menjadi malam yang sangat kelam bagi Diar, karena pada
malam itu ia dijual oleh ayahnya untuk menjadi perempuan pekerja seks.
Pekerjaan yang bukan menjadi keinginan Diar. Diar merasa terpaksa melakukan
hal tersebut karena ekonomi keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan
dan menurut Sugeng, menjual anaknya yang masih muda pada laki-laki hidung
belang adalah solusi yang tepat untuk meningkatkan ekonomi keluarga mereka.
Hal ini terbukti bahwa beberapa hari kemudian, Sugeng memiliki modal untuk
membeli peralatan tambal ban milik tetangga mereka yang sudah meninggal.
3.3.2 Kekerasan Verbal
Menurut Baryadi (2012:35-36) kekerasan verbal adalah kekerasan yang
menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat, dan
unsur-unsur bahasa lainnya. Kekerasan verbal meliputi menghina, berkata kasar
dan kotor.
Kekerasan verbal yang terjadi dalam novel ini dapat dilihat dari perkataan
Herlambang terhadap Ires, istrinya. Herlambang yang dulunya sangat baik pada
Ires dan keluarganya, berubah menjadi pemarah dan ringan tengan setelah
menikah dengan Ires. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Lama amat sih? Padahal, Cuma diminta beli rokok di warung depan,
gimana kalau disuruh k Blok M…, bisa-bisa setahun baru balik.
Kamu ketemu pacar ya?” teriak Herlambang, berdiri tegak di hadapan
Ires (Oetoro, 2015 : 69)
Tak hanya saat diminta membeli rokok, perkataan sinis Herlambang juga
terlontar saat Ires menyajikan ayam goreng yang terlihat lebih coklat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
biasanya. Herlambang langsung menolak memakan makanan itu, dan menyuruh
Ires membeli pecel lele di warung. Ires sempat merasa heran, tidak biasanya
Herlambang menyuruh Ires membeli makanan di luar. Karena setiap Ires
melakukan kesalahan saat menyajikan makanan, Herlambang langsung pergi
membeli makanan sendiri. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di
bawah ini.
“Goreng ayam saja nggak becus. Nggak berguna sekali hidupmu, Res.
Beli pecel lele sana untukku. Ayam ini kamu yang makan, biar tahu
rasanya makan sampah.” Diambilnya uang dari dompetnya dan
dilempar begitu saja di atas meja untuk Ires memungut sambil terus
menundukkan kepala. (Oetoro, 2015 : 73).
3.3.3 Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis termasuk kategori kekerasan nonseksual. Jenis kekerasan
ini melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi
korbannya (Sugihastuti, 2010 : 183). Kekerasan psikis dapat mengakibatkan
menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan
untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis memiliki kaitan dengan
kekerasan verbal dan kekerasan fisik. Karena kekerasan psikis merupakan akibat
yang ditimbulkan dari kekerasan verbal dan kekerasan fisik.
Kekerasan psikis yang dialami oleh tokoh Ires, merupakan akibat dari
kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh suaminya, Herlambang.
Ires sangat menghormati Herlambang sebagai suami dan kepala keluarga. Namun,
rasa hormat yang diberikan oleh Ires, dibalas dengan pukulan dan makian oleh
Herlambang. Awalnya Ires merasa Herlambang akan segera berubah dengan
berlalunya waktu. Tetapi, semakin lama sindiran dan pukulan dari Herambang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
semakin intensif dan membuat Ires tidak dapat melakukan apa-apa. Bahkan orang
tuanya hanya menyarankan Ires untuk bersabar dan memperbanyak doa.
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Sejak itu, dunia luar Ires tertutup. Jalan keluar apa yang bisa dicapai
jika harus melawan seorang jaksa? Seorang yang memiliki koneksi
dengan hamba-hamba hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada. Bahkan
orang tua Ires pun takut dengan ancaman-ancaman dari menantu
mereka dan hanya meminta agar Ires lebih bersabar dan lebih banyak
berdoa (Oetoro, 2015 : 72).
Kekerasan yang dilakukan oleh Herlambang, menyebabkan Ires merasa
takut dan tidak berdaya untuk membantah semua yang dilakukan oleh
Herlambang. Akibatnya, Herlambang semakin semena-mena terhadap Ires.
Apalagi ketika Herlambang melihat Ires sedang belajar tanpa ijinnya. Emosinya
seketika itu langsung meningkat. Tanpa peringatan terlebih dahulu, Herlambang
langsung memukuli Ires tanpa ampun.
Diar, sahabat Ires yang khawatir dengan keadaan Ires datang menemui Ires.
Apa yang dikhawatirkan oleh Diar memang benar terjadi. Ia melihat wajah Ires
yang penuh dengan memar dan badannya pun semakin kurus. Diar mengajak Ires
untuk kabur dari rumah. Namun, Ires menolak dengan alasan ia takut jika
Herlambang mengetahui keberadaannya, Herlambang akan semakin menyiksa dan
mengekangnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Mendengar cerita Ires, Diar langsung mengajaknya pergi dari rumah
itu. Pertama-tama Ires menolak, takut Herlambang akan mengetahui
keberadaannya. Selain itu, dia tidak berani karena tidak memiliki apa-
apa untuk hidup sendiri. Ires pun masih ingat apa yang terjadi setelah
ia kabur ke rumah orangtuanya. Dia ingat ancaman-ancaman
Herlambang. Bulu kuduknya berdiri membayangkan kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi (Oetoro, 2015 : 89).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
3.3.4 Kekerasan Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan berbuat atau bertindak. Kekuasaan adalah
kemampuan memobilisasi sumber daya (uang, orang) untuk memperoleh hasil
yang diinginkan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi relung kehidupan.
Kekuasaan tidak bisa dinilai baik atau buruk. Kekuasaan bernilai netral (Barbara
Booles dan Lydia Swan dalam Handayani dkk, 2008:168).
Ketika Ires menemani Diar pergi ke terminal untuk pulang ke Rembang,
diam-diam Herlambang menyewa seorang tukang ojek untuk mencari informasi
tentang keberadaan Ires yang menghilang setelah dipukuli habis-habisan oleh
Herlambang. Dengan diketahuinya keberadaan Ires, Herlambang langsung
berangkat menuju Rembang untuk mencari Ires untuk membalas dendam. Dengan
menggunakan jabatannya sebagai jaksa, sangat mudah bagi Herlambang untuk
mencari tempat tinggal Diar di Rembang. Akhirnya Herlambang menemukan
tempat tinggal Diar. Ia pun mencari cara untuk membalas dendam pada Ires.
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Dengan menggunakan jabatannya, Herlambang tidak memerlukan
waktu lama untuk mendapatkan keterangan mengenai Diar dan di
mana kemungkinan dia tinggal. Dua hari dia menunggu dengan sia-
sia saat Ires keluar rumah sendiri. Tempat dia menunggu semakin tak
nyaman. Dia tak bisa berlama-lama berada di warung tetangga Mbah
Karto karena mengundang tanda tanya pemilik (Oetoro, 2015 : 103).
Agar tetangga Mbah Karto tidak mencurigainya, Herlambang akhirnya
bersembunyi di balik ilalang di dekat tambak. Amarahnya semakin meningkat
setelah serangga-serangga yang ada di tambak mulai mengigitnya. Matahari mulai
terbenam. Ini adalah saat yang tepat bagi Herlambang untuk memulai rencananya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
yaitu membakar rumah Mbah Karto beserta penghuninya. Termasuk Ires dan
teman-temanya yang sedang ada di dalam rumah Mbah Karto. Pernyataan tersebut
dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Matahari terbenam merupakan saat yang paling tepat untuk
mengendap-endap menyiram bensin di sekeliling rumah. Tidak akan
ada yang melihat. Mata Herlambang bersinar mengikuti gerakan api
yang berkobar. Dilihatnya Ires pontang-panting berusaha
memadamkan karyanya. Sengaja dia menampakkan diri agar Ires bisa
melihatnya, agar Ires bisa merasakan penderitaannya, agar Ires bisa
menyesali perbuatannya telah meninggalkan dirinya, agar Ires bisa
merasakan semua itu sebelum dia perlahan mati terbakar (Oetoro,
2015 : 104).
Pada saat Ires dan teman-temannya tengah saling membantu untuk
memadamkan api yang semakin membesar, Herlambang memunculkan dirinya,
agar Ires dapat melihat dirinya dan dapat mengingat kesalahan-kesalahan yang
telah dibuat oleh Ires pada Herlambang. Ires yang melihat keberadaan
Herlambang, langsung merasa bersalah karena sudah membawa teman-teman
barunya ke dalam masalahnya dengan Herlambang. Setelah melihat hasil
karyanya, Herlambang merasa puas karena sudah membalaskan dendamnya pada
Ires.
Tak lama setelah musibah yang mereka alami, Ires mulai berani untuk
menceritakan segala sesuatu yang ia lihat pada saat kebakaran terjadi. Karina yang
memiliki teman seorang pengacara langsung menghubunginya untuk membantu
menyelesaikan permasalahan Ires dan Herlambang. Tak lama setelahnya,
Herlambang dimasukkan ke dalam penjara dengan tuduhan kekerasan dalam
rumah tangga dan percobaan pembunuhan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Tak terima dengan perlakuan teman-teman Ires. Herlambang kembali
menyusun rencana untuk membalas dendam pada Ires. Walaupun ia dipenjara,
Herlambang tetap berusaha agar seluruh rencananya dapat terlaksana dengan baik.
Ia juga rela berbuat baik pada Ires, agar Ires percaya bahwa Herlambang telah
berubah menjadi lebih baik. Untuk melancarkan rencananya itu, Herlambang
meminta Ires untuk datang ke Rembang, untuk mengantarkan surat perjanjian jual
beli rumah mereka. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Herlambang meminta Ires untuk menemuinya di rumah tahanan di
Rembang, untuk membicarakan masalah rumah yang mereka tempati
selama ini. Namun, Herlambang memberi kejutan pada Ires dengan
menemuinya di hotel tempat Ires menginap. Ires sangat terkejut
karena Herlambang berdiri didepannya. Herlambang bercerita bahwa
ia berkelakuan baik saat di rutan. Sehingga ia boleh pergi hingga jam
enam sore. Ires sama sekali tidak tahu bahwa Herlambang telah
membayar puluhan juta pada seorang sipir agar ia boleh keluar selama
sehari.” (Oetoro, 2015 : 213).
Setelah pertemuan hari itu, Ires tidak pernah terlihat lagi. Bahkan ia tidak
sempat untuk mengucapkan sepatah kata pun pada teman-temannya. Dendam
Herlambang telah terbalaskan. Hanya dengan uang dan kekuasaan, Herlambang
dapat membalaskan seluruh dendamnya pada Ires. Tak berapa lama, kematian Ires
terungkap. Teman-temannya pun membangun sebuah yayasan yang diberi nama
SRI, untuk membantu perempuan-perempuan yang teraniaya. Agar kekerasan
yang dialami oleh Ires tidak terjadi lagi, dan mereka dapat membantu mencari
solusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
3.4 Rangkuman
Pada bab III telah dianalisis mengenai budaya patriarki dalam novel
Rembang Jingga. Budaya patriarki yang dianalisis pada bab ini meliputi,
stereotipe gender dan kekerasan gender. Stereotipe gender akan dibagi menjadi
dua yaitu pembagian kerja dan pendidikan.
Pembagian kerja yang dimaksud adalah pembagian kerja berdasarkan di
luar rumah (publik) dan di dalam rumah (domestik). Pembagian kerja di luar
rumah sering kali merugikan kaum perempuan yang bekerja, karena kaum
perempuan yang bekerja hanya dianggap sebagai penambah gaji suami dan bukan
sebagai pencari nafkah utama, sehingga kaum perempuan hanya bekerja yang
sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari, seperti menjadi pengajar, menjadi
perawat, dst. Namun, ada beberapa kaum perempuan yang mengalami nasib yang
kurang baik. Mereka menjadi korban dari stereotipe gender, yaitu tidak
diperbolehkan untuk bekerja.
Pada pembagian kerja di dalam rumah, kaum laki-laki tidak mendapatkan
tanggung jawab yang sama dengan kaum perempuan. Kaum laki-laki
dibebastugaskan dari seluruh pekerjaan rumah, seperti memasak, menyapu, dst.
Berbeda dengan kaum laki-laki, kaum perempuan lebih mendapat tanggung jawab
yang besar terhadap kebersihan rumah. Mereka harus selalu menjaga kebersihan
dan kerapihan rumah mereka. Jika ada kaum perempuan yang membiarkan rumah
mereka dalam keadaan yang tidak rapih, maka mereka akan dianggap sebagai
perempuan yang malas dan tidak mau bekerja, serta dianggap tidak sesuai dengan
kodrat dari kaum perempuan sebagai ibu rumah tangga. Tidak hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
bertanggungjawab terhadap kebersihan rumah, kaum perempuan juga bertugas
untuk mendidik, merawat dan membesarkan anak, tanpa bantuan dari suami
mereka dengan alasan bahwa kaum laki-laki bekerja mencari nafkah bagi
keluarganya.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Tidak hanya bagi kaum
laki-laki saja, namun kaum perempuan juga memerlukan pendidikan yang tinggi.
Tetapi banyak orang menganggap ilmu yang akan didapatkan oleh kaum
perempuan tidak akan digunakan saat mereka mengurus rumah tangga. Faktor
ekonomi juga berpengaruh pada kelangsungan pendidikan dari kaum perempuan.
Kekerasan gender akan dibagi menjadi empat yaitu kekerasan fisik,
kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan kekuasaan. Kekerasan fisik
sering menimpa kaum perempuan karena dianggap lemah dan tidak dapat
melawan kekuatan kaum laki-laki yang lebih kuat dari kaum perempuan.
Kekerasan fisik dapat terjadi akibat kecemburuan dan kesalahpahaman yang
terjadi pada salah satu pihak dalam sebuah rumah tangga.
Kekerasan verbal merupakan kekerasan yang dapat “menampar” korbannya
secara tidak langsung. Kekerasan ini menggunakan kalimat atau kata-kata yang
bernada sinis maupun kotor. Sering kali penutur sengaja menggunakan kekerasan
verbal untuk meyakiti lawan bicaranya.
Kekerasan psikis merupakan akibat yang ditimbulkan dari kekerasan
verbal dan kekerasan fisik. Akibat dari kekerasan fisik, korban akan merasa takut
untuk melakukan perlawanan terhadap pelaku kekerasan psikis. Mereka merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
takut untuk melawan karena korban dari kekerasan psikis sudah membayangkan
tindakan selanjutnya yang akan dilakukan oleh pelaku kekerasan ini.
Kekerasan kekuasaan bertujuan untuk menguntungkan salah satu pihak.
Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan jabatannya untuk
mendapatkan sebuah informasi penting.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada bab II telah dibahas mengenai alur dari novel Rembang Jingga yang
dibagi menjadi tiga yaitu tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir. Tahap awal
menceritakan mengenai pertemuan Ires dan Herlambang pertama kali di klinik
saat menemani orang tuanya berobat. Tahap kedua menceritakan hubungan
Herlambang dan Ires pada saat mereka telah menikah. Ires mengalami banyak
kekerasan baik fisik maupun verbal. Pada bagian ini Ires mulai menemukan
teman-teman baru yang dapat mengeluarkannya dari permasalahan rumah
tangganya. Pada bagian akhir, Ires akhirnya ditemukan tewas setelah bertemu
dengan Herlambang untuk menyelesaikan penjualan rumah mereka. Pertemuan
antara Herlambang dan Ires sama sekali tidak diketahui oleh teman-temannya. Ires
merasa bahwa Herlambang sudah berubah dan menjadi lebih baik, maka ia berani
untuk menemui Herlambang, tanpa ditemani oleh teman-temannya.
Tokoh dalam novel ini dibagi menjadi tiga, yaitu tokoh utama protagonis,
tokoh utama antagonis dan tokoh tambahan. Tokoh utama protagonis dalam novel
ini adalah Ires. Tokoh utama antagonis adalah Herlambang. Keduanya menjadi
tokoh utama karena sering muncul dan menjadi penggerak alur. Tokoh Ires
menjadi tokoh protagonis karena tokoh ires tokoh yang diutamakan ceritanya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, ia juga merupakan tokoh yang
sering menghadapi banyak permasalahan. Tokoh Herlambang menjadi tokoh
antagonis karena beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun
tidak langsung, baik fisik maupun batin.
Tokoh Ires digambarkan sebagai tokoh perempuan yang lemah lembut dan
memiliki sikap nrimo atau menerima semua keadaan yang menimpa dirinya. Hal
ini dibuktikan ketika ayahnya harus pensiun dini karena kecelakaan kerja yang
menimpa ayahnya. Ires dengan sabar menerima kenyataan yang harus
menimpanya. Tokoh Herlambang digambarkan sebagai tokoh yang memiliki
paras yang sangat tampan dan sangat menawan. Ia pun memiliki sikap yang
sangat baik dan sopan terhadap Ires dan keluarganya.
Tokoh tambahan dalam novel merupakan tokoh yang lebih sedikit muncul
dalam cerita dan tidak terlalu dipentingkan. Kehadirannya hanya jika ada
keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Tokoh
tambahan dalam novel ini diantaranya Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi.
Tokoh Karina digambarkan sebagai tokoh yang sangat tegar dalam menghadapi
permasalahan di kehidupannya. Terutama pada saat keluarganya mulai
menjauhinya karena ia mengandung anak di luar pernikahan. Tokoh Diar
digambarkan tokoh yang berani untuk mengambil resiko untuk keluar dari
rumahnya yang selalu membuat ia menjadi menderita.
Tokoh Amanda digambarkan sebagai anak yang tegar dan memiliki
keinginan yang tinggi untuk membuat kedua orang tuanya memaafkan kesalahan
kakaknya, Linda. Sugeng digambarkan sebagai tokoh yang tega menjual anaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
sendiri demi mencapai apa yang diinginkannya. Ia digambarkan sebagai ayah
yang keras dan teguh pada pendiriannya. Dodi digambarkan sebagai tokoh yang
memiliki hidup yang bebas dan tidak punya beban dalam hidup, sehingga Dodi
dapat memilih jalan hidupnya sendiri.
Latar dalam novel ini diceritakan mengenai beberapa tempat yang menjadi
pertemuan antara Ires dan teman-teman barunya di Rembang. Tempat Diar
mencari persembunyian dan tempat ia bertemu dengan Ires di Jakarta. Tempat
Karina bertemu dengan Dodi di Amerika. Latar waktu dalam novel Rembang
Jingga ini menceritakan mengenai tahun-tahun penting dimana para tokoh utama
dan tokoh tambahan bertemu dan mulai mendapatkan masalah. Latar sosial
menceritakan mengenai kaum perempuan yang harus tunduk dan patuh terhadap
sebuah budaya yang diciptakan oleh sebuah masyarakat, yang menyebabkan kaum
perempuan mengalami tindak kekerasan gender dan stereotipe gender.
Pada bab III dijelaskan mengenai jenis-jenis budaya patriaki yang terdapat
pada novel Rembang Jingga. Budaya patriarki yang tampak dari novel Rembang
Jingga ini meliputi kekerasan gender dan stereotipe gender. Stereotipe gender
yang terjadi dalam novel Rembang Jingga terjadi akibat diskriminasi yang terjadi
pada kaum laki-laki dan kaum perempuan.
Stereotipe gender yang terjadi dapat dibagi menjadi dua yaitu yaitu
stereotipe gender dalam pembagian kerja dan stereotipe gender dalam pendidikan.
Stereotipe gender dalam pembagian kerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu di luar
rumah (publik) dan di dalam rumah (domestik). Pembagian kerja di luar rumah
sering kali merugikan kaum perempuan, karena kaum perempuan hanya dianggap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
sebagai penambah gaji suami dan bukan sebagai pencari nafkah utama, sehingga
kaum perempuan hanya bekerja yang sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari,
seperti menjadi pengajar, menjadi perawat, dst. Namun, ada beberapa kaum
perempuan yang mengalami nasib yang kurang baik. Mereka menjadi korban dari
stereotipe gender, yaitu tidak diperbolehkan untuk bekerja. Tokoh Ires pun
menjadi korban dari stereotipe gender ini. ia tidak diperbolehkan untuk bekerja
oleh suaminya yang bernama Herlambang. Herlambang melarang Ires bekerja,
karena ia merasa bahwa gajinya sebagai jaksa muda dapat mencukupi kebutuhan
mereka sehari-hari.
Pembagian kerja di dalam rumah diidentikan dengan kaum perempuan.
Sehingga ada pernyataan jika kaum laki-laki tidak bisa memasak adalah hal yang
sangatlah wajar. Lain halnya jika kaum perempuan yang tidak dapat memasak
maupun membersihkan rumah. Maka akan dianggap berlainan dengan kodrat dari
kaum perempuan. Tokoh Ires mengalami hal yang serupa dengan penjelasan di
atas. Ia harus bekerja keras agar rumahnya dapat terlihat selalu bersih dan rapih,
tanpa bantuan dari suaminya. Sama seperti tokoh Ires, tokoh Karina juga
mengalami pembagian kerja domestik. Karina harus bertanggung jawab untuk
mengurus dan memberikan pendidikan untuk anak semata wayangnya. Ia harus
melakukan hal itu tanpa dibantu oleh suami ataupun keluarganya. Hal itu terjadi
karena Karina melakukan sebuah kesalahan dengan melakukan hubungan
terlarang dengan pacarnya. Karena takut, pacarnya pun meninggalkan Karina
dengan tanggung jawab yang sangat besar. Kaum perempuan memiliki tugas
untuk menjaga dan mengurus anaknya. Tetapi kaum laki-laki tidak diberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
beban tugas yang sama seperti kaum perempuan, dengan alasan bahwa kaum laki-
laki memiliki tugas mencari nafkah untuk keluarganya.
Tokoh Ires tidak hanya mengalami diskriminasi dalam pembagian kerja, ia
juga tidak diizinkan untuk melanjutkan pendidikannya yang tertunda akibat
ayahnya yang mengalami kecelakaan. Menurut Herlambang, kaum perempuan
tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi, karena pada akhirnya perempuan
akan kembali ke dapur juga. Tokoh Diar juga mengalami hal yang sama dengan
tokoh Ires, yaitu tidak diperbolehkan untuk melanjutkan pendidikannya oleh
orangtuanya. Hal ini karena keluarga Diar mengalami kesulitan ekonomi,
sehingga ayah Diar memutuskan agar Diar tidak melanjutkan sekolahnya dan
kembali ke Rembang untuk membantu orangtuanya.
Kekerasan gender akan dibagi menjadi empat yaitu kekerasan fisik,
kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan kekuasaan. Kekerasan fisik
merupakan kekerasan yang dapat menyebabkan korbannya mengalami luka fisik.
Kekerasan ini menggunakan anggota tubuh seperti memukul, manampar,
meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, dst.
Tokoh Ires mengalami kekerasan fisik yang diakibatkan karena
Herlambang, suaminya cemburu terhadap Ires yang membuka akun facebook dan
berhubungan dengan teman-temannya. Setelah melihat hal itu, emosi Herlambang
langsung terpancing. Seketika itu, ia langsung memukuli Ires hingga Ires tak
sadarkan diri. Keesokan harinya, ketika Ires melihat suaminya tidak berada di
rumah, ia langsung bergegas kabur menuju rumah orangtuanya. Ires tahu, jika ia
melawan perintah dari Herlambang, ia akan menerima pukulan yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
menyakitkan daripada sebelumnya. Tidak hanya tokoh Ires yang menerima
kekerasan fisik, tokoh Diar pun juga mengalami hal yang serupa dengan tokoh
Ires. Ia menerima kekerasan fisik dari ayahnya, setelah tokoh Diar dijual sebagai
pekerja seks oleh ayahnya sendiri. Tokoh Diar tidak terima jika ayahnya
menjualnya sebagai pekerja seks untuk menaikkan ekonomi keluarga mereka yang
berada dibawah garis kemiskinan. Pada saat tokoh Diar tengah mengatakan
ketidaksetujuannya pada Sugeng ayahnya, tiba-tiba Sugeng langsung menampar
wajah anak satu-satunya itu. Diar yang tidak dapat melawan ayahnya hanya dapat
menangis sepanjang perjalanan pulang.
Kekerasan verbal merupakan kekerasan yang dapat “menampar” korbannya
secara tidak langsung. Kekerasan ini menggunakan kalimat atau kata-kata yang
bernada sinis maupun kotor. Sering kali penutur dengan sengaja menggunakan
kakta-kata yang bernada sinis untuk meyakiti lawan bicaranya. Namun, sering kali
penutur menggunakan kata-kata yang halus dan lembut agar tidak terlalu tampak
bila penutur sedang menggunakan kekerasan ini kepada lawan bicaranya.
Tokoh Ires sebagai tokoh utama sering mengalami kekerasan verbal yang
dilakukan oleh suaminya terhadap dirinya. Kekerasan verbal itu terjadi ketika
tokoh Ires melakukan kesalahan-kesalahan kecil pada saat ia sedang
melaksanakan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. saat Ires melakukan
kesalahan, Herlambang akan menyindir Ires dengan kata-kata yang sangat
menyakitkan hati.
Kekerasan psikis merupakan akibat yang ditimbulkan dari kekerasan verbal
dan kekerasan fisik. Akibat dari kekerasan fisik dan kekerasan verbal, korban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
akan merasa takut dan tidak berdaya untuk melakukan perlawanan terhadap
pelaku kekerasan psikis. Mereka merasa tidak mampu untuk melawan dan merasa
bahwa perlawanannya akan menjadi sia-sia.
Tokoh Ires mengalami kekerasan psikis yang diakibatkan kekerasan fisik
dan verbal yang dilakukan oleh suaminya, Herlambang. Kekerasan yang telah
dilakukan Herlambang terhadap Ires menyebabkan Ires menjadi takut dan tidak
berdaya untuk membantah seluruh perintah dari Herlambang. Walaupun
sahabatnya telah membujuknya untuk melarikan diri dari rumahnya, ia tidak
berani dan memilih untuk tinggal. Dampak kekerasan fisik dan verbal terhadap
seseorang dapat menyebabkan psikologis orang tersebut menjadi terganggu.
Hingga orang tersebut dapat merasakan takut, tidak berdaya dan hilangnya rasa
percaya diri.
Kekerasan kekuasaan bertujuan untuk menguntungkan salah satu pihak.
Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan jabatannya dan sejumlah
uang untuk mendapatkan sebuah informasi penting. Tokoh Herlambang pun
menggunakan jabatannya untuk mengetahui dimana keberadaan Ires dan Diar
temannya. Setelah ia mengetahui tempat mereka berada, ia pun langsung
menyusul Ires dan Diar ke Rembang. Di sana Herlambang mulai menjalankan
rencananya, membakar rumah tempat Ires tinggal di Rembang. tak lama setelah
kejadian itu, Herlambang ditangkap dengan tuduhan pembunuhan berencana dan
kekerasan dalam rumah tangga. Namun, beberapa bulan kemudian, Herlambang
dapat menghirup udara segar di luar penjara, setelah menyuap salah satu sipir agar
ia dapat keluar selama satu hari untuk membalaskan dendamnya pada Ires.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Dari pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan budaya patriarki dialami
oleh beberapa tokoh perempuan yang ada dalam novel Rembang Jingga seperti
Ires, Diar dan Karina. Namun, budaya patriarki yang paling dominan terlihat pada
tokoh Ires. Tokoh Ires sebagai tokoh utama menjadi korban yang diakibatkan
adanya budaya patriarki yang dibentuk oleh masyarakat. Berkat bantuan dari
teman-temannya, tokoh Ires sempat berhasil bebas dari kekerasan gender yang
dilakukan oleh suaminya. Tetapi, ia kembali terpuruk dan mati akibat kekerasan
yang dilakukan oleh suaminya. Tokoh Diar dan tokoh Karina pun mengalami hal
yang sama dengan tokoh Ires, namun kedua tokoh tersebut berhasil bebas dari
belenggu budaya yang menerpa mereka, dengan mengubah pola pikir mereka
yang selama ini mereka gunakan.
4.2 Saran
Penelitian dan pembahasan mengenai budaya patriarki yang meliputi
kekerasan gender dan stereotipe gender telah dianalisis dalam karya ilmiah ini.
Dari penelitian yang telah dilaksanakan, disarankan kepada peneliti selanjutnya
dapat menggunakan psikoanalisis sebagai bahan kajian terhadap novel ini. Karena
cerita di dalam novel ini juga mengangkat mengenai psikoanalisis.
Untuk mengatasi budaya patriarki ini, maka perlu adanya kesetaraan gender
(kedudukan yang setara laki-laki dan perempuan dalam segala hal).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahlaq, Mufti Makarim. 2012. Memaknai “Kekerasan” URL :
makaarim.wordpress.com/2012/07/18/memaknai-kekerasan/.
Diunduh: 20/07/2016, 18.30.
Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berpespektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal
Perempuan.
Baryadi, I Praptomo. 2012. Bahasa, Kekuasaan dan Kekerasan. Yogyakarta :
Universitas Sanata Dharma.
Budianta, Melani, dkk. 2003. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera.
Eisenstein, Hester. 1984. Contemporary Feminist Thought. Massachusetts: G.
K. Hall & Co.
Efianingrum, Ariefa. 2008. “Pendidikan dan Pemajuan Perempuan : Menuju
Keadilan Gender”. Jurnal Fondasia, Universitas Negeri Yogyakarta.
Fakih, Mansour. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Faruk. 2014. Metode Penelitian Sastra; Sebuah Penjelajahan Awal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gamble, Sarah. 2010. Pengatar Memahami Feminisme dan Postfeminisme.
Yogyakarta: Jalasutra.
Handayani, Christina S. dan Ardhian Novianto. 2008. Kuasa Wanita Jawa.
Yogyakarta : PT LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta.
Humm, Maggie. 1990. The Dictionary Of Feminist Theory. USA: Ohio State
University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Jackson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Teori-Teori Feminis Kontemporer.
Yogyakarta: Jalasutra.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Oetoto, TJ dan Dwiyana Premadi. 2015. Rembang Jingga. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Septiana, Hesti. 2015. “Kekerasan Seksual pada Tokoh Diar”. Disampaikan
dalam Seminar Nasional Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra
Indonesia, Univeristas Sebelas Maret.
Sinaga, Risma. 2010. “Dalam Bayang-Bayang Budaya Patriarki”. Tesis pada
Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata
Dharma.
Strada, Eddy. 2014. Materi IPS, Sosiologi dan Antropologi. URL :
https:/rangkumanmateriips.blogspot.co.id/20014/10/pengertian-dan-
bentuk-kekerasan-sosial.html?m=1. Diunduh 23/02/2016, 20.00
Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan. 2010. Gender dan Inferioritas
Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wijaya, Andika. 2010. Stereotipe Gender dalam Film“It’s a Boy Girl Thing”
& “She’s the Man” URL :
https://katakecil.wordpress.com/2010/04/21/stereotipe-gender-
dalam-film%E2%80%9Cit%E2%80%99s-a-boy-girl-
thing%E2%80%9D-%E2%80%9Cshe%E2%80%99s-the-
man%E2%80%9D/. Diunduh 16/02/2016, 14.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
LAMPIRAN
Sinopsis Rembang Jingga
Amanda Anwar menemukan kakaknya, Linda, tewas karena overdosis
narkoba. Meninggalnya Linda menimbulkan kemarahan orang tuanya. Amanda
berusaha membuka hati ayahnya dengan mencari tahu penyebab Linda terjerumus
ke dunia narkoba melalui sebuah buku harian.
Beberapa tahun setelah suaminya meninggal dunia, Karina Hakim
memutuskan meninggalkan New York bersama anaknya kembali ke Jakarta untuk
membangun kehidupan baru. Sahabatnya, Amanda mengajaknya pergi ke
Rembang untuk membuktikan sebuah fakta dalam buku harian Linda. Melewati
New York, Jakarta, Rembang, ternyata masa lalu Karina masih terus
menghantuinya.
Tidak tahan dipaksa jadi pelacur oleh ayahnya, Diar memutuskan minggat
dari tempat prostitus di Pantura. Jaln panjang dan berliku harus ditempuh Diar,
bahkan menjadi pelayan warung nadi di Tegal sampai akhirnya ke Jakarta. Hingga
takdir hidup membuat Diar harus pulang lagi ke Rembang.
Setelah menikah, Ires berharap mendapatkan kasih sayang dari suami yang
sangat dicintainya. Namun, yang ia dapatkan hanya kekerasan fisik dan mental.
Pertemuan Ires dan Diar memberi harapan baru baginya. Ires mengikuti ajakan
Diar untuk kabur dari rumah. Ires yang lugu dan berhati lembut tidak mengira
suaminya menyimpan dendam dan bertekat mengejarnya ke mana pun.
Di Rembang keempatnya bertemu, bersahabat, dan akhirnya malapetaka
yang timbul mambuat salah satu dari mereka harus membayar mahal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
BIOGRAFI PENULIS
Catharina Novia Christanti lahir di Balikpapan 28 November 1993. Ia
adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2000-2006, ia menempuh
pendidikan tingkat SD di SD Santa Maria, Cirebon. Pada tahun 2006-2007, ia
menempuh pendidikan SMP di SMP Santa Maria, Cirebon dan pada tahun 2007-
2009, ia melanjutkan pendidikan SMP di SMP Pangudi Luhur 1, Yogyakarta.
Pada tahun 2009-2012, ia menempuh pendidikan SMA di SMA Stella Duce 2
Yogyakarta. Kemudian pada tahun 2012 ia memulai studi S1-nya di Program
Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Pada tahun 2016, ia mengakhiri masa studinya dengan penelitian untuk
tugas akhirnya yang berjudul “Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan
dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi:
Pendekatan Feminisme”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI