BUdaya kerja pns.pdf

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, termaktub bahwa tujuan di bentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk menjadikan Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia maju dan sejahtera serta mencerdaskan kehidupan dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk merealisasikan semua tujuan tersebut, perlu usaha-usaha memberdayakan seluruh potensi dan aset sumber daya yang dimiliki negara Indonesia secara produktif khususnya dalam pengembangan dan pemanfaatan Sumber Daya Manusia yang belum optimal. Dalam sistem kenegaraan, pengetahuan pengelolaan Sumber Daya Manusia telah diatur dalam Undang-Undang Kepegawaian Republik Indonesia. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 1999 dengan merujuk pada, perubahan atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian, dinyatakan : Bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, diperlukan pegawai negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kedudukan pegawai negeri dalam UU Pokok Kepegawaian sebagai unsur aparatur negara, mempunyai tugas dan peran yang sangat strategis dalam

Transcript of BUdaya kerja pns.pdf

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, termaktub bahwa tujuan

    di bentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk menjadikan

    Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia maju dan sejahtera serta

    mencerdaskan kehidupan dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

    berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk

    merealisasikan semua tujuan tersebut, perlu usaha-usaha memberdayakan seluruh

    potensi dan aset sumber daya yang dimiliki negara Indonesia secara produktif

    khususnya dalam pengembangan dan pemanfaatan Sumber Daya Manusia yang

    belum optimal. Dalam sistem kenegaraan, pengetahuan pengelolaan Sumber Daya

    Manusia telah diatur dalam Undang-Undang Kepegawaian Republik Indonesia.

    Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 1999 dengan

    merujuk pada, perubahan atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-

    Pokok Kepegawaian, dinyatakan :

    Bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, diperlukan pegawai negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kedudukan pegawai negeri dalam UU Pokok Kepegawaian sebagai unsur

    aparatur negara, mempunyai tugas dan peran yang sangat strategis dalam

  • 2

    pengelolaan bangsa dan negara. Terutama dalam memberikan pelayanan kepada

    masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan

    tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Pegawai negeri adalah asset

    nasional yang sangat vital, mereka adalah sosok-sosok pemimpin, penggerak dan

    sekaligus pelaksana tugas negara. Pada pundak mereka tugas tanggung jawab

    keberhasilan pemerintahan dalam mencapai tujuannya.

    Oleh karena itu sudah sepantasnya PNS merupakan tenaga unggulan yang

    terpilih. Manusia-manusia paripurna sebagai pengelola kesempurnaan

    pemerintahan negara. Tak heran jika tugas tanggung jawab negara berada pada

    pundaknya. Untuk itu kita harus tahu persis, siapakah mereka itu sebenarnya, Baik

    menyangkut kondisi fisik maupun mental serta integritas pribadi dalam

    keprofesionalannya. Begitu pula apakah imbal jasa yang mereka terima sudah

    layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya sehingga bisa

    menunaikan tugas pekerjaannya secara optimal.

    Justru inti pokok persoalan inilah yang harus menjadi sorotan perhatian

    utama dan perlu mendapat kajian yang mendalam, karena energi bangsa

    Indonesia berada ditangannya. Walaupun kekuatan mereka hanya berada dalam

    jumlah kurang lebih 3,7 juta orang tetapi sangat menentukan. Hal ini sesuai

    dengan hukum Pareto Manajemen yang menyatakan bahwa: Sedikit tetapi

    penting dan banyak tetapi tidak penting (Januar, 1980). Kekuatan +1,76 % PNS

    harus bisa bekerja optimal untuk mengendalikan jumlah yang 98,24 % warga

    negara Indonesia untuk mencapai tujuan yang diinginkan bangsa dan NKRI. Pada

    tangan-tangan merekalah sebenarnya keberhasilan bisa dicapai dan diandalkan .

  • 3

    Profesionalisme dengan tugas dan tanggung jawabnya sangat menentukan sebagai

    ujung tombak dan tak dapat diabaikan atau dilirik hanya dengan sebelah mata.

    Mereka membutuhkan fokus perhatian 100 % atas keberadaan dan upaya-upaya

    peningkatannya, sampai kepada prestasi dan produktivitas kerjanya yang optimal.

    PNS ini, keberadaannya tersebar di seluruh tatanan birokrasi pemerintahan.

    Sedangkan fokus pembahasan kajian dalam penelitian ini lebih ditujukan kepada

    dosen sebagai PNS dalam jabatan fungsional yang melaksanakan tugas

    profesional berdasarkan keahlian dan keterampilannya untuk bekerja mandiri

    dalam tugas keseharianya di lingkungan dunia perguruan tinggi. Untuk

    kepentingan itu semua, penelitian dalam tesis ini akan mengkaji dan membahas: :

    Apakah Dosen sebagai Pegawai Negeri Sipil Aparatur Negara telah mengikuti

    dan melaksanakan budaya kerja yang berlaku dalam kehidupan aparatur negara?.

    Apakah Dosen sebagai Pegawai Negeri Sipil telah menunjukkan kinerja yang

    produktif dan optimal dalam bidang tugas pekerjaannya?. Apakah Dosen sebagai

    Pegawai Negeri Sipil telah mendapatkan imbal jasa sebagai balas jasa yang adil

    dan layak atas pekerjaannya? Apakah Dosen merasa telah mendapatkan kepuasan

    kerja dalam melaksanakan tugas kewajibannya sebagai Pegawai Negeri Sipil

    Aparatur Negara. Berdasarkan kaji telaah yang telah dilakukan oleh Djoko

    Susilo (Makalah, 2001), bahwa Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara

    (dalam hal ini termasuk Dosen) masih belum dapat menjalankan tugas secara

    optimal. Hal ini, dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hasil penelitian dan

    kajian serta penilaian terhadap Aparatur Negara khususnya Pegawai Negeri Sipil

    baik menyangkut Budaya Kerjanya, Kinerjanya maupun Imbal Jasanya, yang

  • 4

    dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:

    25/KEP/M.PAN/04/2002

    Apabila SK. Menpan No. 25/2002 kita kaji telaah dengan seksama dan

    klarifikasikan berdasarkan penilaian khusus terhadap opsi Budaya Kerja PNS,

    maka dapat disimpulkan sebagai berikut : (1). Sampai saat ini komitmen dan

    konsistensi terhadap visi dan misi organisasi masih rendah, karena belum

    memahami benar mengenai urgensi dan makna visi, misi dan masih ada

    kepentingan pribadi dan golongan yang lebih menonjol jika dibandingkan dengan

    kepentingan tujuan organisasi. (2) Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab

    aparatur saat ini belum seimbang. (3) Di kalangan pegawai masih belum

    menunjukkan integritas perilaku dan profesionalisme yang konsisten. Tampak

    pada perilaku yang tidak bisa diandalkan, sering mangkir, datang terlambat dan

    pulang cepat, menunda-nunda pekerjaan, dan lain-lain. (4) Saat ini sifat

    kebersamaan mulai jarang dijumpai karena masing-masing individu lebih banyak

    terpaku pada kepentingan interest masing-masing dan enggan menerima risiko,

    yang dapat merugikan setiap individu. (5) Kebiasaan aparatur negara saat ini

    banyak yang kurang tepat sasaran dan tidak cepat dalam menyelesaikan suatu

    urusan, bahkan sering terkesan asal jadi, asal bekerja dan kurang berorientasi pada

    kualitas pelayanan. (6) Pengaruh budaya prestise yang lebih menonjol sehingga

    aspek rasionalitas sering dikesampingkan. (7) Aparatur negara masih suka ikut-

    ikutan dan tidak punya pendirian serta kurang objektivitas dalam bekerja terutama

    dalam mengatasi konflik sosial, ekonomi, dan lain-lain. (8) Aparatur negara dari

    tingkat tertinggi sampai yang terendah pada umumnya kurang memiliki kearifan,

  • 5

    karena nilai kearifan itu telah menggeser pada nilai materialisme yang selalu di

    ukur dengan uang. Ini disebabkan oleh tuntutan biaya hidup yang kurang

    terpenuhi dari gaji yang diterima dan pengaruh lingkungan sosial yang bergaya

    hidup mewah dan konsumtif. (9) Dedikasi dan loyalitas aparatur negara masih

    rendah, bahkan ada aparatur yang salah dalam menerapkan loyalitas hanya

    ditunjukkan kepada atasannya tetapi tidak loyal terhadap visi dan misi tugas

    Instansinya. (10) Banyak aparat yang kurang tekun dalam melaksanakan tugasnya.

    Mereka seringkali menunda pekerjaannya karena merasa tidak ada beban dan

    tanggung jawab moral. (11) Kebanyakan aparatur negara belum memahami

    makna keadilan dan keterbukaan bagi masyarakat yang dilayaninya.

    Sedangkan penilaian terhadap Kinerja PNS dapat kita klarifikasikan ,

    adalah sebagai berikut : (1). Komitmen dan konsistensi terhadap visi, misi dan

    tujuan organisasi belum efektif. (2). Aparatur negara dalam menjalankan

    wewenang dan tanggung jawabnya masih rendah, wewenang yang kurang jelas,

    dedikasi yang rendah serta sistem manajemen pelayanan yang masih kurang baik

    sehingga layanan aparatur kepada masyarakat masih jauh dari harapan baik

    kualitas kepastian maupun sikap aparaturnya. (3). Saat ini masih banyak aparatur

    yang integritas dan profesionalisme rendah, selalu mau menang sendiri dan

    biasanya tidak mau di salahkan karena menganggap dirinya sebagai penguasa

    resmi yang sah. (4). Kebiasaan bekerja sangat terburu-buru, sehingga banyak

    kesalahan atau bekerja sangat lamban. Tidak mempunyai rencana kerja yang

    tepat, rinci dan akurat, jelas dan kurang giat mengembangkan metode kerja yang

    efisien. (5). Keteguhan dan ketegasan aparatur negara masih rendah. (6).

  • 6

    Kedisiplinan dan keteraturan negara aparatur kerja masih rendah, terbukti masih

    banyak pejabat tingkat atas terlalu sibuk menghadiri rapat koordinasi di berbagai

    tempat dan bekerja sampai malam. Sementara banyak pegawai di bawah yang

    bekerja hanya berdasarkan perintah sehingga sering terburu-buru dan banyak

    nganggur apabila tak ada perintah. (7). Banyak aparatur negara yang tidak berani

    mengambil risiko dalam pengambilan keputusan karena tuntutan baru yang tidak

    pasti atau diluar kebiasaan. Konsekuensinya kalau gagal mereka akan kena sanksi

    sehingga mereka tidak berbuat apa-apa dan menunggu perintah. (8). Aparatur

    yang asal kerja tanpa merasa malu berbuat kesalahan berulang kali, karena

    segalanya dianggap biasa dan akan diperbaiki oleh atasannya.

    Demikian juga penilaian terhadap Imbal Jasa (Reward) PNS hasil

    penilaiannya adalah sebagai berikut: (1). Gaji pegawai pemerintah yang kecil

    nilainya bila di bandingkan dengan harga barang dan jasa lainnya. (2). Tingkat

    kesejahteraan yang kurang memadai. (3). Penghasilan aparatur belum memadai.

    Diperkuat lagi dengan pendapat Kwik Kian Gie (2004) dalam tinjauannya

    terhadap sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil dan Polri, sudah menjadi sangat

    semerawut, ini karena besarnya gaji yang di terima satu bulan hanya cukup untuk

    hidup satu sampai dua minggu. Lebih tajam lagi Business News (Jakarta, 20 Juli

    2002) memberitakan, sungguh ironis perbandingan antara UMP di Jakarta dengan

    gaji guru sebulan hanya cukup untuk menginap satu malam saja di hotel

    berbintang empat. Dalam sebuah laporan Pokja Pemberdayaan Guru/ Tenaga

    Kependidikan periode November 1998 Januari 1999 mengangkat persoalan

    kesejahteraan guru/tenaga kependidikan, bahwa :

  • 7

    Tingkat kesejahteraan guru/tenaga kependidikan tergolong rendah, bahkan amat rendah, tidak setara dengan pengabdian yang diberikannya. jumlah gaji yang di terimanya jauh di bawah kebutuhan minimal untuk hidup guru bersama keluarganya. Keadaan ini berlaku untuk semua guru pada semua tingkat pendidikan dan di semua daerah. Kesejahteraan guru yang rendah berdampak tidak menguntungkan terhadap motivasi guru, status sosial profesi guru dan dunia pendidikan secara keseluruhan. Gaji guru rendah, bahkan lebih rendah dari pada pekerjaan lain dengan tingkat pendidikan yang sama atau bahkan dengan pendidikan yang lebih rendah. (Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001:229).

    Dalam hal ini Hardiyanto (2002) berpendapat bahwa masalah tersebut

    disebabkan oleh sistem Remunerasi yang berlaku masih belum dapat berfungsi

    sebagai pemacu peningkatan kinerja karena jumlahnya masih belum dapat

    memenuhi kebutuhan hidup layak dan penetapan besaran gaji pokok dan

    tunjangan masih belum didasarkan pada bobot jabatan. Kondisi seperti ini

    mendorong emosi yang tak terbendung dan meledak menjadi sebuah demonstrasi

    yang intinya berkisar pada rendahnya imbal jasa yang mereka terima. Kasus yang

    masih hangat adalah kasus pemogokan dan demonstrasi besar-besaran para

    pahlawan tanpa tanda jasa, para guru dari tingkat SD,SLTP, maupun SLTA.

    Mereka meminta kenaikan gaji minimal 300 % . Kasus ini menjadi cukup serius

    dengan ancaman mogok saat pelaksanaan EBTANAS andai tetap tidak digubris.

    Untung saja hal tersebut tidak sampai terjadi. Bagaimana pun hal ini telah

    menyentakan hati para orang tua murid. Sudah segawat itukah permasalahan yang

    di hadapi sehingga mereka menggunakan senjata terakhir agar di dengar pihak

    berwenang? Sudah berkali-kali ditulis dan dibahas dalam seminar, bahkan

    dinyanyikan dalam lagu yang cukup terkenal oleh Iwan Fals perihal nasib guru

  • 8

    yang di juluki Oemar Bakri ini, membonceng suasana reformasi, para guru

    lebih berani menggunakan hak untuk mengatakan yang sebenarnya.

    Hal inipun telah terjadi dalam pergerakan para karyawan/pegawai yang

    sudah bisa diperkirakan sebelumnya, bahkan seharusnya sudah dapat di cegah

    akibat yang lebih serius apabila perusahaan atau pemerintah mempelajari

    sungguh-sungguh gejala awal yang muncul sebagai akibat rendahnya tingkat gaji

    yang ada di Indonesia. Juga dapat mengambil langkah sebelum akibat lebih serius

    terjadi. Sebenarnya masalah rendahnya imbalan (reward/compensation) yang di

    terima bisa berdampak luas. Dampak yang muncul tidak hanya pada hal yang

    mencolok mata, seperti demonstrasi dan pemogokan. Deteksi dini dapat di lihat

    dari perilaku para karyawan/pegawai sebelum demonstrasi atau pemogokan.

    Gejala awal bisa berupa sering timbulnya pertanyaan kenapa karyawan/pegawai di

    suatu organisasi bisa bekerja dengan penuh semangat, rajin penuh dedikasi, dan

    perhatian kepada pekerjaan yang dijalankan. Di lain pihak, dapat di lihat ada yang

    bekerja ala kadarnya, sering terlambat, kadang tidak masuk, produktivitas rendah,

    dan kurang dedikasi.

    Dalam dunia pendidikan, persoalan seperti itu bisa kita bandingkan

    kualitas Guru dan Dosen perguruan tinggi Australia dan Malaysia dengan

    Indonesia. Di perguruan tinggi Indonesia, baik tenaga edukatif maupun tenaga

    administratif belum bisa mencurahkan seluruh perhatiannya secara fokus seratus

    persen pada pekerjaannya. Akibat pengamatan bagaimana dosen harus bekerja dri

    satu tempat ketempat lain, dalam kondisi fisik serta mental yang lebih, waktu

    yang syarat padat dengan beban kerja untuk ditunaikan, sehingga dari satu

  • 9

    pekerjaan ke tugas pekerjaan lainnya sangat mepet. Akibatnya sering terjadi

    keterlambatan mengumumkan hasil evaluasi, tugas atau ujian mahasiswa. Belum

    lagi dengan seambreg bimbingan masiswa baik dalam bentuk guidance &

    counseling dimana jumlahnya cukup banyak, ditambah dengan rangkap tugas dan

    jabatan. Bimbingan skripsi, penelitian, pengabdian masyarakat dan kegiatan

    kepanitiaan yang bersifat ekstra kurikuler. Peran pelayanan terhadap klien atau

    pelanggan, belum menunjukkan standar profesional sesuai dengan jabatan

    fungsional. Banyak masalah penyebab menurunnya kinerja staf pengajar di

    perguruan tinggi di Indonesia ini. Salah satunya disebabkan, tidak sepadannya

    penghargaan yang di terima para dosen atas pekerjaan yang telah di lakukan. Jika

    kita bandingkan dengan pendapatan dosen di negara tetangga terdekat saja yang

    serumpun misalnya Malaysia berdasarkan tim survey BAUK UPI yang dipimpin

    Drs.H.Dirdja Halimi (2004) dalam satu bulannya untuk golongan III

    mendapatkan kurang lebih Rp. 17.000.000,00 sedangkan untuk pangkat dan

    golongan yang sama di Indonesia Rp. 1.700.000,00. Begitu juga untuk guru besar

    golongan IVe versi tertinggi golongan gaji di Indonesia, kurang lebih

    mendapatkan Rp. 34.000.000,00 sedang di Indonesia Rp. 3.400.000,00. Betapa

    besarnya gap sistem penggajian di negara Jiran dibandingkan dengan sistem

    pengupahan di Indonesia. Menurut Satrio (Business News,20 Juli 2002), kondisi

    sistem penggajian di Indonesia sungguh tragis dimana seorang Profesor dengan

    kemampuan yang sama, gajinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan teman

    sejawatnya di Malaysia. Akibatnya, tidak aneh jika banyak profesor dan guru

    besar terbaik Indonesia yang hijrah ke negeri Jiran demi untuk memperbaiki

  • 10

    nasibnya. Di Australia, gaji dosen untuk setara dengan golongan III menurut

    versi Indonesia rata-rata sekitar $ 2000/bulan (Kompas, 2000). Ketidakpuasan

    pada gaji sering di jadikan salah satu penyebab banyak kejadian, mulai dari

    kurang disiplin dalam bekerja sampai kinerja yang rendah serta menunjukkan

    sikap mental negatif.

    Dalam hal ini Edward Lawler (1972) menjelaskan akan ketidakpuasan

    gaji yang dapat mempengaruhi perasaan individu melalui dua cara. Pertama,

    meningkatnya keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih banyak. Kedua,

    menurunnya daya tarik pekerjaan. Manakala individu meningkat penghasilannya.

    Kegiatan ini termasuk menjadi anggota suatu serikat pekerja, mencari pekerjaan

    lain, bekerja lebih baik, atau mogok kerja. Dengan perkecualian bekerja lebih

    baik, pada umumnya tindakannya diklasifikasikan sebagai tindakan yang tidak

    baik. Dalam kasus bekerja lebih baik, hal ini hanya akan terjadi dalam kasus di

    mana gaji di persepsikan langsung terkait dengan kinerja. Jika pekerjaan

    kehilangan daya tariknya, karyawan cenderung akan absen, sulit diatur, dan

    menjadi tidak puas dengan pekerjaan itu sendiri.

    Kepuasan gaji pada umumnya mempunyai pengaruh yang cukup

    signifikan pada kinerja karyawan maupun organisasi. Hal serupa ini dapat di

    tunjukkan berdasarkan informasi dari berita surat kabar Kompas (24-3-2000).

    Bahwa :

    Masalah yang muncul dan amat meresahkan kalangan Rektorat dan Dosen adalah karena justru Kepala Biro, Kepala Bagian dan Kepala Sub Bagian yang mengurus administrasi PTN memiliki eselon dan berhak atas tunjangan cukup besar. Kepala Biro misalnya berada di eselon II/a dengan tunjangan jabatan Rp. 5.000.000,- per bulan. termasuk tunjangan kepala Biro jauh lebih tinggi dari pada Rektornya. Bagaimana kami bisa

  • 11

    memimpin mereka, tanya Rektor Universitas Negeri Malang (UNM) Nuril Huda. Selama ini Nuril Huda memperoleh tunjangan fungsional sebesar Rp. 500.000,-/bulan dari anggaran perguruan yang ia pimpin. Sesuai Surat Edaran (SE) Dirjen Anggaran, mulai April mendatang Rektor PTN dengan jabatan guru besar hanya akan menerima tunjangan sebesar Rp. 900.000,- per bulan. Kalau pejabat seperti Dekan, jabatannya baru Lektor Madya dengan tunjangan yang ia terima hanya Rp. 500.000,- per bulan. Inilah yang menimbulkan keresahan. Kami khawatir keadaan ini akan mengganggu kegiatan perkuliahan, tambah Nuril lagi. Tanggapan senada datang dari Purek I Universitas Indonesia Usman Chatib Warsa yang mengaku pihaknya amat terkejut mengetahui kenaikan tunjangan struktural yang mencapai 1.900 persen. Mengapa tunjangan struktural itu begitu besar ? Bukannya saya iri tetapi kesenjangan yang teramat besar dengan staff biasa akan berakibat kurang baik. Lebih baik SE Dirjen Anggaran ditunda dahulu, kata Usman. Diluar itu, kelak jika otonomi PTN direalisir, tunjangan struktural yang begitu tinggi akan memberatkan PTN yang otonomi. Menurut tujuh Rektor PTN se-Jatim ( Universitas Airlangga, Universitas Jember, IAIN Sunan Ampel, ITS, Universitas Negeri Malang dan Universitas Negeri Surabaya), SE Dirjen Anggaran tersebut dapat menimbulkan keresahan dan suasana kerja kurang kondusif, utamanya dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar. Akibat lebih lanjut dapat merusak disiplin kerja tenaga edukatif dan tenaga administratif di lingkungan PTN. Disamping itu lebih lanjut Hardiyanto (2002) mengemukakan bahwa :

    Gaji pegawai yang di berikan berdasarkan kemampuan keuangan negara, bukan

    didasarkan pada standar kebutuhan fisik minimal atau standar hidup minimal.

    Sistem remunerasi yang berlaku masih belum dapat berfungsi sebagai pemacu

    peningkatan kinerja karena jumlahnya masih belum dapat memenuhi kebutuhan

    hidup layak dan penetapan besaran gaji pokok dan tunjangan masih belum

    didasarkan pada bobot jabatan. Struktur gaji pokok masih belum memenuhi

    prinsip-prinsip keadilan individu, internal dan eksternal (individual equity,

    internal equity, dan external equity). Selain itu, sistem remunerasi yang berlaku

    masih belum transparan, karena selain gaji dan tunjangan, masih ada PNS yang

    menerima penghasilan berbagai sumber non-belanja pegawai. Dengan tunjangan

  • 12

    jabatan struktural yang lebih besar dari gaji pokok telah menimbulkan distorsi dan

    mendorong terjadinya kompetensi yang tidak sehat dikalangan PNS untuk dapat

    kedudukan dalam struktural. Untuk mengurangi distorsi, gaji pokok seyogyanya

    dinaikkan sehingga dapat menjadi bagian terbesar dari penghasilan PNS. Namun,

    upaya untuk meningkatkan penghasilan PNS selalu dihadapkan pada kenyataan

    gaji pokok terendah PNS selalu dijadikan bench mark bagi penetapan upah

    pekerjaan di sektor swasta.

    Kenaikan gaji pokok PNS tentunya akan mendorong pekerja untuk

    membuat kenaikan upah. Di dalam kondisi ekonomi yang belum pulih, hal

    tersebut justru akan membawa dampak yang luas. Begitu pula dalam hal disiplin

    pegawai masih rendah dan mekanisme akuntabilitas belum dapat ditegakkan. Hal

    tersebut disebabkan antara lain tidak jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab

    PNS serta sasaran pencapaian hasil yang dibebankan kepadanya.

    Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan di lingkungan Dosen Jurusan

    Pendidikan Ekonomi, bahwa budaya kerja seperti yang telah digariskan dalam

    kebijakan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara sebagian sudah dilaksanakan

    akan tetapi masih ada Nilai-Nilai Dasar Budaya Kerja yang menunjukkan belum

    dapat dilaksanakan secara konsisten, menyeluruh dan optimal. Hal ini dapat

    ditunjukkan seperti dalam disiplin kehadiran Dosen sebagai Pegawai Negeri Sipil

    yang harus bekerja dari jam 07.00 sampai dengan jam 16.00, belum bisa

    sepenuhnya setiap Dosen dengan tenang diam di tempat menjalankan tugasnya

    sehari-hari. Dalam bekerja, Dosen belum memanfaatkan tenaga, peluang waktu

    kerja maupun sarana - prasarana ruangan dan laboratorium secara efektif dan

  • 13

    efisien. Dalam menyalurkan ide, gagasan, dan kreativitas Dosen masih belum

    memaksimalkan kapasitas potensi yang dimilikinya untuk berbagai kegiatan

    inovatif selain menjalankan tugas-tugas rutin PBM, juga penelitian dan

    pengabdian sangat ketergantungan pada dana yang terbatas di sediakan lembaga.

    Apalagi yang menyangkut aktivitas-aktivitas kemandirian baik dalam

    pengembangan pribadi atau terprogram. Begitu juga dalam inovasi dan motivasi

    dengan biaya sendiri masih jauh dari yang diharapkan.

    Standar profesionalisme dan etika kerja, masih harus ditingkatkan.

    Keteladanan Dosen memerlukan pembinaan yang lebih intensif, di mana

    integritas kepribadian dan profesionalisme dengan standar nasional maupun

    internasional dalam beberapa hal masih perlu peningkatan menuju kesempurnaan

    pribadi kaum intelektual yang arif dan bijak serta mandiri secara utuh. Ketegasan

    dalam hal tindakan pengambilan keputusan, pertimbangan-pertimbangan

    emosional masih nampak dan menunjukkan budaya kerja pokoknya aman dan

    berjalan lancar dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan sampai akhir

    tahun. Sedangkan kinerja yang ditunjukkan DP3 dan Angka Kredit Dosen,

    walaupun secara keseluruhan sudah dijalankan sesuai dengan aturan dan prosedur

    serta kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam pelaksanaan kerja, akan tetapi masih

    terdapat kesenjangan-kesenjangan penilaian yang perlu mendapatkan perhatian

    lebih tajam dan konsisten.

    Mengenai imbal jasa Dosen, umumnya sudah menerimanya sesuai dengan

    sistem imbal jasa PNS yang harus diterima pada setiap bulannya. Sekalipun

    jumlahnya dirasakan belum memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga

  • 14

    dalam setiap bulannya. Akibatnya, banyak atau hampir sebagian besar Dosen

    mencari pendapatan tambahan diluar pekerjaan tetap, yang kadang-kadang

    mengganggu terhadap tugas-tugas rutin sebagai kewajiban utamanya. Demikian

    pula kebiasaan mengambil pinjaman ke Bank, ke Koperasi atau ke badan-badan

    kesejahteraan lainnya merupakan fenomena yang tak dapat dihindari, hal ini

    menyebabkan take home pay mereka ada yang sampai nol bahkan minus.

    Bagaimana mungkin motivasi kerja bisa memacunya dalam kondisi seperti itu.

    Atas dasar kondisi Dosen seperti yang telah diuraikan di atas, muncul

    keinginan untuk mengetahui persepsi dan gambaran objektif keadaan PNS di

    lapangan dengan mengambil objek riset pada Pegawai Negeri Sipil Tenaga

    Edukatif/Dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS-UPI. Dengan tujuan untuk

    memperoleh gambaran deskriptif dan analisis verifikatif tentang keadaan

    Dosen/Tenaga Edukatif berdasarkan data empirik yang dapat dikaji dan diuji

    sehingga memperoleh temuan-temuan yang bisa dijadikan masukan (feed back)

    bagi dosen dalam rangka mewujudkan tindakan yang positif menuju peningkatan

    budaya kerja yang lebih produktif, kinerja yang lebih baik dan perfect serta imbal

    jasa kesejahteraan yang lebih memadai dan memberi kepuasan dalam tugas dan

    kewajibannya sebagai aparatur negara. Semua itu diharapkan bisa memotivasi

    dan diakui sebagai sebuah Hukum Besi bagi kelangsungan hidup setiap

    organisasi apakah itu Bisnis, ataupun Pemerintahan. (Anwari, 2000). Lebih-lebih

    memberi arti yang positif, di lihat sebagai basis untuk mencapai sukses pada

    berbagai kehidupan khususnya pada lingkungan Perguruan Tinggi. Seperti di

    kemukakan dalam International Dictionary of Management (1990) bahwa proses

  • 15

    atau faktor yang menyebabkan dan mendorong seseorang mengambil tindakan

    dengan cara-cara tertentu. Dimana proses motivasi itu bisa mengidentifikasi atau

    mengapresiasi kebutuhan yang tidak memuaskan, menetapkan tujuan yang dapat

    memenuhi kepuasan serta bisa menyelesaikan suatu tindakan yang dapat

    memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dalam mencapai

    tujuannya. Dari semua paparan materi yang diuraikan secara runtut dan sistematis

    sebagai latar belakang permasalahan, telah memacu dan memicu penulis untuk

    membuat Tesis yang berjudul : Pengaruh Budaya Kerja, Kinerja, Imbal Jasa

    Terhadap Kepuasan Kerja Dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS-

    UPI. Sebagai sebuah karya tulis dalam memenuhi salah satu syarat penyelesaian

    studi pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial, Pasca Sarjana Universitas

    Pendidikan Indonesia.

    1.2. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, banyak

    faktor yang dapat memotivasi Dosen/Tenaga Edukatif untuk menunjukkan kinerja

    yang produktif, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada dirinya maupun

    organisasinya. Dalam mengelola sumber daya manusia faktor-faktor yang harus

    diperhatikan dan diklasifikasikan serta diklarifikasikan, seperti digambarkan

    dalam fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan maupun pengawasan

    terhadap: partisipasi, sistem promosi, motivasi, imbal jasa, prestasi/ kinerja, iklim

    dan budaya kerja.

    Untuk lebih memfokuskan perhatian pembahasan dalam penelitian ini,

    permasalahannya akan dibatasi pada persoalan-persoalan yang menyangkut

  • 16

    Budaya Kerja, Kinerja, dan Imbal Jasa yang dapat mempengaruhi

    Kepuasan Kerja. Sejauh mana keempat variabel tersebut saling berhubungan

    dan sejauh mana ketiga variabel independen dapat mempengaruhi baik secara

    langsung maupun tidak langsung terhadap variabel dependen dapat di rumuskan

    sebagai berikut :

    1. Bagaimana gambaran pelaksanaan budaya kerja, kinerja dan imbal jasa

    terhadap kepuasan kerja dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS-UPI.

    2. Seberapa jauh pengaruh budaya kerja terhadap kepuasan kerja.

    3. Seberapa jauh pengaruh kinerja terhadap kepuasan kerja.

    4. Seberapa jauh pengaruh imbal jasa terhadap kepuasan kerja.

    1.3. Maksud dan Tujuan

    Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh data guna kepentingan

    menganalisis variabel-variabel penelitian dalam konteks permasalahan daya

    dukung Budaya Kerja, Kinerja dan Imbal Jasa dapat memotivasi kerja sehingga

    bisa mempengaruhi Kepuasan Kerja Dosen di lingkungan Jurusan Pendidikan

    Ekonomi FPIPS-UPI.

    Maksud dan tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menelaah tentang:

    1. Gambaran tentang pelaksanaan budaya kerja, kinerja dan imbal jasa terhadap

    kepuasan kerja dosen pada Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS-UPI.

    2. Besarnya pengaruh budaya kerja terhadap kepuasan kerja.

    3. Besarnya pengaruh kinerja terhadap kepuasan kerja.

    4. Besarnya pengaruh imbal jasa terhadap kepuasan kerja.

  • 17

    1.4. Kegunaan Penelitian

    Dari hasil penelitian ini, di harapkan mempunyai manfaat yang berarti

    secara positif baik bagi kepentingan praktis maupun teoritis, sebagai berikut :

    1.5.1. Kegunaan praktis.

    1. Dapat memberikan masukan yang berarti dalam upaya sosialisasi dan

    internalisasi, implementasi SK Menpan No. 25/KEP/M.PAN/04/2002 serta

    sekaligus meningkatkan Budaya Kerja dalam memberi motivasi kepada dosen

    (tenaga edukatif), sehingga bisa mencapai Kinerja yang optimal dengan Imbal

    Jasa yang adil serta layak dan dapat memberikan Kepuasan Kerja dalam

    pelaksanaan tugas dan kewajibannya sebagai Dosen Jurusan Pendidikan

    Ekonomi FPIPS-UPI.

    2. Memberikan masukkan bagi Lembaga dalam membuat kebijakan dan program

    pengembangan dan peningkatan Budaya Kerja, Kinerja, serta Imbal Jasa SDM

    Tenaga Edukatif/Dosen pada jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS dalam

    pengembangan Universitas Pendidikan Indonesia dimasa depan.

    3. Mendayagunakan ilmu bagi umat manusia untuk mencari dan menemukan

    kebenaran yang bermanfaat dan kemaslahatan .

    1.5.2. Kegunaan Teoritis

    1. Memperkaya konsep dan teori yang dapat menopang pengembangan

    pendidikan ilmu pengetahuan sosial dalam bidang Pengetahuan Manajemen

    Sumber Daya Manusia, khususnya yang terkait dengan Budaya Kerja, Kinerja,

    Sistem Imbal Jasa, dan Kepuasan Kerja.

  • 18

    2. Hasil kajian dari penelitian ini dapat dipakai untuk penelitian lebih lanjut, bagi

    setiap insan yang peduli terhadap upaya-upaya perbaikan pengembangan dan

    peningkatan mutu SDM dalam bidang kerja.

    1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1. Kerangka Pemikiran

    Dasar pemikiran yang esensial memicu penelitian ini adalah teori B.F

    Skinner (Sunarto 2003) yang menyatakan bahwa : Dengan konsekuensi-

    konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti ragam-ragam penilaian yang

    khusus, frekuensi dari perilaku tersebut akan meningkat. Orang-orang kebanyakan

    akan menunjukkan perilaku yang diinginkan jika mereka di perkuat secara positif

    untuk melakukan hal itu. Ganjaran (reward) misalnya akan paling efektif, jika

    ganjaran itu dengan segera mengikuti respon yang diinginkan. Disamping itu,

    perilaku yang tidak diberi ganjaran akan lebih kecil kemungkinannya untuk di

    ulang. Demikian pula perilaku yang diberi hukuman (punishment).

    Dalam penelitian ini akan melihat sejauh mana ada faktor-faktor / aspek-

    aspek yang menyenangkan sehingga membuat seorang pekerja atau pegawai

    mendapatkan kepuasan dari pekerjaan yang dilakukannya. Sejauh itu Umar

    Husein (2003:63) menyebutkan beberapa faktor yang menyenangkan, sehingga

    pegawai termotivasi untuk melakukan tugas pekerjaan dengan baik yaitu: gaji,

    supervisi, sifat pekerjaan, rekan sekerja, dan promosi jabatan, ini diduga kuat

    memiliki hubungan atau keterkaitan dengan kepuasan. Sejauh mana hubungan

    tersebut mempunyai arti dan makna lebih jauh lagi dan bagaimana variabel-

    variabel budaya kerja, kinerja, imbal jasa dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

  • 19

    Pengaruh (influence) dalam konteks persoalan ini adalah sesuatu yang

    dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain atau daya yang menyebabkan

    sesuatu terjadi (Badudu-Zain, 1994:1031). Sedangkan Gary Yukl (1981 dan

    1994) mengatakan bahwa : Influence is a word that everybody seems to

    intuitively understand; it is merely the effect of one party(the target) lebih

    tegas lagi dikatakan : Influence is the actual esertion of force on another

    (pengaruh adalah tindakan yang sesungguhnya daripada kekuatan yang satu

    kepada yang lain). Berdasarkan model motivasi kerja yang dibuat oleh Smith dan

    Cranny yang dikutip Udai Pareek (1980:226). Mengemukakan bahwa :

    Work motivation can be explained in tersm of the interactions amongs three main variables, ie, effort, satisfaction and reward. The relationships amongst these variables are shown: the performance influences abaut satisfaction and rewards. The significant part of model is that all other relationships are two way relationship, axcept that of performance, which is only influence by effort or intention.

    Dari pendapat Smith dan Cranny tersebut nampak sangat jelas apakah itu

    hubungan atau pengaruh variabel yang satu terhadap yang lainnya, sebagaimana ia

    tuturkan atas penelitiannya bahwa: (1) Usaha/maksud tujuan (effort and incention

    atau Budaya Kerja dalam kajian tesis ini. (2) Kinerja (performance) dan (3) Imbal

    Jasa (reward) sebagai faktor dependen mempunyai fungsi mempengaruhi

    terhadap (4) Kepuasan Kerja (job satisfaction) (sebagai faktor independen yang

    dipengaruhi). Dari semua uraian yang telah dikemukakan, menunjukkan apa dan

    bagaimana hubungan antara variabel Budaya Kerja, Kinerja Imbal Jasa dan

    dalam hubungannya dengan Kepuasan Kerja. Untuk lebih nampaknya hubungan

    tersebut dapat disimak dari konsep model motivasi kerja yang dibuat oleh Smith

  • 20

    dan Cranny, yang dikutip oleh Udai Pareek (1980), sebagaimana telah

    dikemukakakan di atas bahwa : Motivasi kerja dapat di terangkan dalam bentuk

    interaksi diantara tiga variabel utama yaitu: Usaha atau maksud dan tujuan (effort

    or intension), Imbal Jasa (reward), dan Kepuasan (satisfaction) sedangkan

    Penampilan (performance) hanya dipengaruhi oleh usaha/maksud tujuan (effort or

    intension) dan mempengaruhi pada kepuasan (satisfaction). Untuk Usaha atau

    maksud dan tujuan akan digunakan istilah Budaya kerja berkaitan dengan

    pendapat Rue and Byars (1992:481) yang mengatakan bahwa : Effort, Which

    result from bring motivated, refer to the amount of energy used by an employee in

    performing job. Dalam hal ini Budaya Kerja adalah merupakan suatu ikhtiar

    yang dilakukan untuk mendorong agar pekerja/ pegawai dapat melaksanakan

    tugas sesuai dengan maksud dan tujuan yang menjadi komitmennya pada

    pekerjaan Sebagaimana Atkinson dengan mengutip pendapat Patchen dalam Udai

    Pareek (1980:226) mengatakan That effort will lead to achievement. .

    Achievement motivation has been explained in terms of expected intrinsic

    satisfaction, expected satisfaction in approval that achievement will bring and

    expected other satisfaction. Lebih jelasnya Budaya kerja diartikan sebagai

    sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-

    nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam

    melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari (Menpan, 2002:2). Bagi kajian tesis

    ini, untuk Effort or intension/usaha atau maksud tujuan akan digunakan istilah

    Budaya Kerja yang merupakan konsep hasil kajian Pemerintah Indonesia

    dalam usaha/ikhtiar untuk meningkatkan kinerja prestasi Pegawai Negeri Sipil

  • 21

    dalam mencapai target standar bagi pelaksanaan kerja pada instansi pemerintah.

    Untuk mengaktualisasikan nilai (value), karsa (creativity) dan hasil karyanya

    (performance), budaya kerja ini dielaborasi dalam bentuk nilai-nilai yang

    diinternalisasikan pada lembaga sebagai institusionalisasi dalam pelaksanaan

    Standard operating procedure aparat negara. Sedangkan internalisasi dan

    nasionalisasi pada PNS diwujudkan dalam bentuk nyata dari nilai, kepercayaan,

    dan pemahaman yang dianut dan didapat menjadi motivasi untuk melahirkan kerja

    yang bermutu.

    Akhirnya budaya kerja akan merupakan cara pandang seseorang dalam

    memberi makna terhadap kerja. Dengan demikian budaya kerja merupakan cara

    pandang seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral

    yang dimilikinya sehingga menumbuhkan keyakinan kuat atas dasar nilai-nilai

    yang diyakini, memiliki semangat tinggi dan sungguh-sungguh untuk

    mewujudkan prestasi kerja terbaik (Kebijakan Menpan 2002:7). Aktualisasi

    keyakinan tersebut menumbuhkan motivasi dan tanggungjawab terhadap

    peningkatan produktivitas dan kinerja yang memuaskan baik bagi PNS maupun

    bagi Pemerintah Indonesia.

    Untuk keperluan dalam kajian tesis ini, kinerja (performance) diartikan

    sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai negeri sipil dalam

    melakukan tugas yang dibebankan kepadanya. Kinerja atau juga disebut prestasi

    kerja adalah merupakan hasil penilaian terhadap seorang pekerja atas hasil

    pekerjaannya untuk pegawai negeri sipil. Sistem penilaian atas hasil kerja dosen

    digunakan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) disertai Angka Kredit.

  • 22

    Penilaian yang baik kepada pegawai merupakan penghargaan atas prestasi yang

    dicapainya. Ini merupakan kepuasan bagi pegawai atas prestasi yang dicapai

    karena telah melaksanakan tugas dan sekaligus kewajiban dengan baik dan

    berhasil. Untuk Reward digunakan istilah Imbal Jasa. Imbal jasa diartikan

    sebagai keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pekerja atau pegawai karena ia

    telah melaksanakan tugas sesuai dengan kewajibannya. Pegawai dalam hal ini

    telah memberikan jasa (tenaga dan pikirannya) kepada lembaga sehingga

    menghasilkan sesuatu (barang/jasa) yang mempunyai nilai atau harga. Atas jasa

    pegawai kepada lembaga melalui pekerjaan yang ia lakukan, maka wajar pegawai

    menerima balas jasa baik berupa uang (upah/gaji/insentif) maupun berbentuk

    barang (natura). Imbal Jasa yang diberikan atas prestasinya itu merupakan wujud

    penghargaan yang dicapai dengan kerja keras yang tinggi sehingga memberikan

    kepuasan atas gaji/upah yang diterima sesuai dengan prestasi dan harapannya,

    baik secara internal maupun eksternal dibandingkan dengan penerimaan. Untuk

    Satisfaction tetap dipakai istilah Kepuasan. Kepuasan di sini berarti perasaan

    menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dialami dan dirasakan pegawai

    dalam pekerjaannya. Menurut Davis dan Newstrom (1996) kepuasan kerja

    menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang

    diberikan atas pekerjaan. Kepuasan ini berkaitan dengan hasil pekerjaan seseorang

    yang dihargai secara adil dan layak, baik secara fisik maupun psikologis.

    Sehingga dari apa yang diterimanya atas hasil jerih payahnya diwujudkan dalam

    bentuk sikap senang atau tidak senang, seorang individu sebagai pencerminan

    perasaan puas atas pekerjaan, hasil kerja dan sekaligus penghargaan yang ia

  • 23

    terima dari pekerjaannya. Baik secara internal maupun eksternal dibandingkan

    dengan penerimaan imbal jasa yang lain dalam pekerjaan yang sama. Apabila

    semua variabel tersebut kita gambarkan, maka akan nampak sebagai berikut:

    Sumber : Model konsep Motivasi Kerja Smith dan Cranny dalam Udai Pareek (1980) yang dimodifikasi untuk model kerangka penelitian pengaruh budaya kerja, kinerja dan imbal jasa serta kepuasan kerja.

    Gambar 1.1 Modifikasi Model konsep Motivasi Kerja Smith dan Cranny

    Dari model konsepsi di atas, ke empat variabel tersebut di berikan simbol-simbol

    sebagai berikut :

    Budaya kerja di beri tanda simbol X1

    Kinerja di beri tanda simbol X2

    Imbal Jasa di beri tanda simbol X3

    Kepuasan Kerja di beri tanda simbol Y

    Berdasarkan teori ekspektasi, maka hubungan-hubungan yang nampak dari

    variabel variabel tersebut adalah :

    1. Hubungan Budaya Kerja dengan Imbal Jasa

    2. Hubungan Imbal Jasa dengan Kinerja

    3. Hubungan Kinerja dengan Budaya Kerja

    Sedangkan perbedaan ketiga variabel yaitu Budaya Kerja (X1), Kinerja

    (X2), dan Imbal Jasa X3 dapat secara parsial maupun simultan berpengaruh

    Imbal Jasa

    Kepuasan Kerja

    Budaya Kerja

    Kinerja

  • 24

    terhadap Kepuasan Kerja (Y). Apabila kajian tersebut kita rumuskan ke dalam

    model kepuasan kerja adalah sebagai berikut : Y = f(X1, X2,X3)

    Untuk mengoperasionalkan variabel-variabel tersebut, agar dapat dipakai sebagai

    media penelitian yang rasional dan sistematis akan di gambarkan dalam alur bagan

    kerangka kerja sebagai berikut :

    Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh Budaya Kerja, Kinerja Dan Imbal Jasa

    Terhadap Kepuasan Kerja

    1.5.2. Hipotesis

    Dari uraian kerangka kerja pemikiran, dapat dirumuskan ke dalam bentuk

    hipotesis kerja penelitian yaitu, bahwa Budaya kerja, kinerja dan imbal jasa

    berpengaruh terhadap kepuasan kerja baik secara parsial maupun secara

    simultan. Sub hipotesisnya sebagai berikut :

    1. Budaya Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

    2. Kinerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

    3. Imbal Jasa berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

    4. Budaya kerja, kinerja, imbal jasa secara bersama-sama berpengaruh terhadap

    kepuasan kerja.

    Budaya kerja (X1)

    Kinerja (X2)

    Imbal Jasa (X3)

    Kepuasan Kerja (Y)