BUDAYA ANTI KORUPSI 1.docx

26
BUDAYA ANTI KORUPSI OLEH : NAMA : SERLIN MALAE TINGKAT : II A KEBIDANAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INODNESIA POLITEKNIK KESEHATAN GORONTALO 0 | Page

Transcript of BUDAYA ANTI KORUPSI 1.docx

Page 1: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

BUDAYA ANTI KORUPSI

OLEH :

NAMA : SERLIN MALAETINGKAT : II A KEBIDANAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INODNESIAPOLITEKNIK KESEHATAN GORONTALO

JURUSAN KEBIDANAN 2015

0 | P a g e

Page 2: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa

terlimpahkan atas nabi besar Muhammad SAW, para sahabat dan keluarganya serta para

pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Al-hamdulillah, akhirnya apa yang telah direncanakan untuk menyelesaikan makalah ini

bisa terlaksana. Makalah ini disusun dalam rangka pemenuhan tugas akademik mata kuliah

“Pendidikan Anti Korupsi”.

Tak ada gading yang tak retak, penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya bila

di dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan. Kebenaran dan

kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Semoga Allah mengampuni dosa kita semua.

Amiiin…

Gorontalo, 11 Februari 2015

Penyusun

SERLI MALAE

1 | P a g e

Page 3: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN.

Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia ................................................... 3

BAB II PEMABAHASAN............................................................................................... 4

1.Pengertian korupsi......................................................................................... 4

2. Sejarah Korupsi Indonesia........................................................................ 6

3.Dampak masif korupsi.................................................................................... 9

4.Nilai dan Prinsip Anti Korupsi......................................................................... 13

5. Upaya Pemberantasan Korupsi.................................................................... 13

6.Gerakan kerjasama dan instrumen internasional penjegahan anti korupsi.... 14

7.tindak pidana korupsi dalam peraturan perundan-undangan di indonesia..... 15

8.Peran dan keterlibatan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi................... 16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 19

B. Saran ......................................................................................................... 19

PENUTUP ...................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

2 | P a g e

Page 4: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah

mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang

menganggap korupsi sebagai sesuatu yang “lumrah dan Wajar“. Ibarat candu, korupsi telah

menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat “stress” para

penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasaan, akhirnya menjadi kebiasaan dan

berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara.

Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya

penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika dikatakan telah membudaya

dalam kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini muncul dan berkembang?,

bagaimana penegakan hukum dan pemberantasannya?. Semoga tulisan ini dapat sedikit

memberikan jawaban dari beberapa pertanyaan di atas.

3 | P a g e

Page 5: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Korupsi

Definfinisi:

Korupsi (bahasa Latin:corruptio dari kata kerjacorrumpere yang bermakna

busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) ataurasuah adalah tindakan

pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam

tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan

publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dari sudut pan dang Umum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-

unsur sebagai berikut:

Tidak takut  pada Tuhan dan tidak menganggap adanya Tuhan

Kenikmatan hanya didunia dengan sering menganiaya RAKYAT

DAN MEMPERBUDAKNYA

Menganggap Rakyat adalah BABU yg harus setor uang dan memenuhi

kebutuhanya

Karna sudah membuat hukum dan melangarnya

Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), karna tidak ada

orang yang tahu (karna dia bukan orang)

penggelapan dalam jabatan, mbahe maling anak e celeng

pemerasan dalam jabatan, icek-icek seng kuat koyok lintah darat

ikut serta dalam pengadaan (nggadakno seng ganok lek wes ono

disengetno), dan

menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan

jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan

rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling

ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan

menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan

sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti

harafiahnyapemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur

pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,

terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti

penjualan narkotika,

4 | P a g e

Page 6: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal

ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting

untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang

dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal

di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

BENTUK-BENTUK KORUPSI

Adapun bentuk-bentuk korupsi yang sudah lazim dilakukan di lingkungan instansi

pemerintah pusat maupun daerah, BUMN dan BUMD serta yang bekerjasama dengan

pihak ketiga adalah sebagai berikut :

Transaksi luar negeri illegal, dan penyelundupan.

Menggelapkan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan

mencuri.

Jual beli jabatan, promosi nepotisme dan suap promosi.

Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan menggelapkan uang,

mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, dan

menyalahgunakan keuangan.

Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah mencurangi dan memperdaya

serta memeras.

Mengabaikan keadilan, memberi kesaksian palsu menahan secara tidak sah dan

menjebak.

Jual beli tuntutan hukuman, vonis dan surat keputusan.

Tidak menjalankan tugas, desersi.

Menyuap, menyogok, memeras, mengutip pungutan secara tidak sah dan meminta

komisi.

Jual beli obyek pemeriksaan, menjual temuan, memperhalus dan mengaburkan

temuan.

Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi dan

membuat laporan palsu.

Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin

pemerintah.

Manipulasi peraturan, meminjamkan uang negara secara pribadi.

Menghindari pajak, meraih laba secara berlebihan.

Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.

Menerima hadiah uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada

tempatnya.

Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.

Perkoncoan, menutupi kejahatan.

Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos untuk

kepentingan pribadi.

5 | P a g e

Page 7: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan dan hak istimewa

jabatan.

Memperbesar pendapatan resmi yang illegal.

Pimpinan penyelenggara negara yang meminta fasilitas yang berlebihan.

SEJARAH KORUPSI INDONESIA 

Perjalanan Korupsi di Indonesia :

Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah

mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang

menganggap korupsi sebagi sesuatu yang “lumrah dan Wajar”. Ibarat candu, korupsi telah

menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat “stress” para

penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasan, akhirnya menjadi kebiasaan dan

berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat

Negara. Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa

terhadap upaya penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika

dikatakan telah membudaya dalam kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini

muncul dan berkembang?. Tulisan ini akan sedikit memberikan pemaparan mengenai

asal-asul budaya korupsi di Indonesia yang pada hakekatnya telah ada sejak dulu ketika

daerahdaerah di Nusantara masih mengenal system pemerintah feodal (Oligarkhi

Absolut), atau sederhanya dapat dikatakan, pemerintahan disaat daerah-daerah yang ada

di Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh kaum bangsawan

(Raja, Sultan dll).

Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3

(tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern

seperti sekarang ini. Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut.

Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar

belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah

masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan

Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa

konflik kekuasan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena

wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut[3]. Coba saja

kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar saudara bahkan

hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan, mulai dari Prabu

Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan seterusnya. Hal

yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan terjadinya beberapa kali

konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita

ketahui, kerajaan Majapahit hancur akibat perang saudara yang kita kenal dengan “Perang

Paregreg” yang terjadi sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Lalu, kerajaan Demak yang

memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang, ada juga

Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan kekuasaan dengan ayahnya

sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso[4]. Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan ini

adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya

6 | P a g e

Page 8: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan “abdi dalem”.

Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk

menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan

opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar

dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.

Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah

mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya

korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh Belanda) selama 350

tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja

dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu,

semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-

pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk

menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu.

Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau

pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan

menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si

Pitung, Jaka Sembung, Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi

masyarakat Indonesia ketika

2. Faktor penyebab korupsi

“Korupsi dapat terjadi jika adanya kekuasaan monopoli kekuasaan yang dipegang

oleh seseorang dan orang tersebut memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang

berlebihan, tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat

diasumsikan juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan

semakin rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi/person, otomatis

potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi.

Singh (1974), dalam penelitiannya menemukan beberapa sebab terjadinya praktek

korupsi, yakni: kelemahan moral, tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi,

hambatan struktur sosial. Kartono (1983), menegaskan bahwa terjadi korupsi disebabkan

adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai

demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak

saudara dan teman.

Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu:

Pertma, Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna. Kedua, Administrasi

yang lamban, mahal, dan tidak luwes. Ketiga, Tradisi untuk menambah penghasilan yang

kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap. Keempat, Dimana berbagai

macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga

orang berlomba untuk korupsi. Kelima, Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan

resmi dan tujuan organisasi pemerintah.”

7 | P a g e

Page 9: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

“Korupsi ada karena:

1. Faktor eksternal:

Kesempatan: Biasanya oleh pemilik kekuasaan, pelaku pelaksana peraturan/UU,

pengatur/pengelola kebijakan.

Kebutuhan: Biasanya oleh masyarakat pengguna UU, kebijakan, peraturan,

persyaratan.

2. Faktor internal: Moralitas, Tuntutan Hidup

Dua faktor diatas terjadi dalam hubungan imbal balik “Demand and Supply”.

Kalau ada permintaan maka akan ada supply, begitulah terjadinya. Demand sampai

kapanpun selalu ada, sedangkan supply bisa diberikan atau tidak. So, kesimpulannya

ujung pangkal terjadinya korupsi adalah disupplynya demand oleh point 1 (a), yang

disebabkan kerendahan moral dan tidak kuatnya iman pemilik kesempatan, pembuat

kebijakan, pengelola dan pelaksana peraturan….”

Selain itu ada yang beropini seperti ini:

“Sebagai orang awam, saya sering dibuat bingung oleh komentar para

pejabat, politikus, pakar hukum, tokoh agama, budayawan, seniman, mahasiswa dan

para tokoh lainnya soal KORUPSI.

Ya, bingung dari mana dan apa sih AKAR penyebab korupsi yang

sebenarnya ? Kalau sudah ketemu akarnya, ujung dan pangkalnya tentunya kita bisa

menentukan langkah penanggulangannya dari mana. Sepertinya korupsi di negeri ini

sudah mendarah daging dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita. Dari

pemerintah pusat sampai daerah, bahkan sampai ke pelosok-pelosok pedesaan. Dari

perusahaan besar sampai perusahaan menengah dan kecil. Dari orang-orang

berpendidikan tinggi sampai orang yang tak lulus sekolah dasar (terlalu panjang

untuk dituliskan disini). Singkatnya, ke mana pun kita melangkah, di mana pun kita

berada, korupsi selalu ada.

Masalahnya (lagi-lagi dilihat dari kaca mata orang awam), sepertinya kita

mempermasalahkan korupsi hanya dipermukaannya saja! Kita terlalu sibuk

mempersoalkan dahan, ranting, daun, bunga dan buah korupsinnya saja. Sedangkan

akar penyebab korupsi itu sendiri kita tidak tahu dengan jelas, tidak bisa mengatakan

atau menunjuk dengan tegas, “Inilah akar korupsi yang sebenarnya!”

Mengapa? mungkin karena posisi ‘akar’ yang tak tampak di permukaan. Sebenarnya

akar penyebab korupsi itu apa? Siapa? Di mana? Dari mana? Apakah ada faktor

budaya, faktor keturunan, pola asuh dan pola didik keluarga, sistem pendidikan,

ataukah faktor lingkungan? Siapa yang memulai? Apakah aparat penegak hukum

(jaksa, polisi, hakim) ataukah mereka yang menyuap polisi, jaksa dan hakim?

Karena tidak jelas akar penyebabnya, akhirnya kita sering dibuat bingung sendiri, dari

mana seharusnya kita mulai memberantas wabah korupsi ini. Apakah harus mulai

dari atas atau dari bawah, dari aparatnya atau pelakunya, dari yang kakap atau yang

teri, dari pejabat atau rakyatnya?

8 | P a g e

Page 10: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

Seandainya lembaran hitam praktik korupsi di negeri ini kita sobek dan kita

buang, bagaimana kita akan membuka lembaran baru? Bagaimana mulai

membangun dan membentuk generasi yang bebas korupsi di masa yang akan

datang? Bagaimana kita akan membentuk pribadi-pribadi yang jujur, bersih, punya

integritas, disiplin dan anti korupsi?

Jika kita sudah tahu, akar penyebab korupsi, mudah-mudahan kita bisa

melakukan langkah-langkah penanggulangan atau paling tidak pencegahan. Mungkin

kita bisa memulai dari diri-sendiri, keluarga dan lingkungan di sekitar kita. Mari kita

bangun generasi masa depan yang jujur, bersih dan bebas korupsi !”

 

 

3. Dampak masif korupsi

Dampak Korupsi terhadap Ekonomi

Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous

destruction effects) terhadap orang miskin, dengan dua dampak yang saling bertaut

satu sama lain. Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni

semakin mahalnya harga jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan,

dan juga sering terjadinya pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti

air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin

yakni pengalihan sumber daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang

seharusnya diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui

pembatasan pembangunan.  Dampak yang tidak langsung ini umumnya memiliki

pengaruh atas langgengnya sebuah kemiskinan.

Secara sederhana penduduk miskin di wilayah Indonesia dapat dikategorikan

dalam dua kategori, yakni  :

1.  Kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang bersifat terus

menerus;

2.  Kemiskinan sementara (transient poverty), yaitu kemiskinan yang indikasinya

adalah menurunnya pendapatan (income) masyarakat untuk sementara waktu akibat

perubahan yang terjadi, semisal terjadinya krisis moneter.

Mengingat adanya kemiskinan struktural, maka adalah naif jika kita beranggapan

bahwa virus kemiskinan yang menjangkit di tubuh masyarakat adalah buah dari budaya

malas dan etos kerja yang rendah (culture of poverty). William Ryan, seorang sosiolog

ahli kemiskinan, menyatakan bahwa kemiskinan bukanlah akibat dari berkurangnya

semangat wiraswasta, tidak memiliki hasrat berprestasi, fatalis.  Pendekatan ini dapat

disebut sebagai blaming the victim (menyalahkan korban).

Pada tahun 2000-2001, the Partnership for Governanve Reform in

Indonesia andthe World Bank telah melaksanakan proyek “Corruption and the

Porr”. Proyek ini memotret wilayah permukiman kumuh di Makassar, Yogyakarta, dan

Jakarta. Tujuannya ingin menjelaskan bagaimana korupsi mempengaruhi kemiskinan

kota. Dengan mengaplikasikan suatu metode the Participatory Corruption

assessment (PCA), di setiap lokasi penelitian, tim proyek melakukan diskusi bersama

9 | P a g e

Page 11: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

30-40 orang miskin mengenai pengalaman mereka bersentuhan dengan korupsi. 

Kegiatan ini juga diikuti dengan wawancara perseorangan secara mendalam untuk

mengetahui dimana dan bagaimana korupsi memiliki pengaruh atas diri mereka.

Sebuah wawasan dan pemahaman yang holistik tentang pengaruh korupsi

terhadap kehidupan sosial orang miskin pun didapat.  Para partisipan program PCA ini

mengidentifikasi empat risiko tinggi korupsi, yakni  :

1.  Ongkos finansial (financial cost)

Korupsi telah menggerogoti budget ketat yang tersedia dan meletakkan beban yang

lebih berat ke pundak orang miskin dibandingkan dengan si kaya.

2.  Modal manusia (human capital)

Korupsi merintangi akses pada efektivitas jasa pelayanan sosial termasuk sekolah,

pelayanan kesehatan, skema subsidi makanan, pengumpulan sampah, yang

kesemuanya berpengaruh pada kesehatan orang miskin dan keahliannya.

3.  Kehancuran moral (moral decay)

Korupsi merupakan pengingkaran dan pelanggaran atas hukum yang berlaku (the

rule law) untuk meneguhkan suatu budaya korupsi (culture of corruption)

4.  Hancurnya modal sosial (loss of social capital)

Korupsi mengikis kepercayaan dan memberangus hubungan serta

memporakporandakan kohesifitas komunitas.

Dampak Sosial dan kemiskinan masyarakat

Korupsi, tidak diragukan, menyuburkan berbagai jenis kejahatan dalam

masyarakat. Menurut Alatas, melalui praktik korupsi, sindikat kejahatan atau penjahat

perseorangan dapat leluasa melanggar hukum, menyusupi berbagai oraganisasi negara

dan mencapai kehormatan.  Di India, para penyelundup yang populer sukses menyusup

ke dalam tubuh partai dan memangku jabatan penting. Bahkan, di Amerika Serikat,

melalui suap, polisi korup menyediakan proteksi kepada organisasi-organisasi kejahatan

dengan pemerintahan yang korup.  Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula

kejahatan.

Menurut Transparensy International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi

dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka

kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil

dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law

enforcement) juga meningkat.  Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga

(secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam masyarakat. Soerjono

Soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari

hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada

kesadaran hukum masyarakat.  Memang secara ideal, angka kejahatan akan berkurang

jika timbul kesadaran masyarakat (marginal detterence). Kondisi ini hanya terwujud

jika tingkat kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat sudah memadai.

.

10 | P a g e

Page 12: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

Dampak terhadap politik dan Demokrasi

Negara kita sering disebut bureaucratic polity.  Birokrasi pemerintah merupakan

sebuah kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.  Selain itu, birokrasi pemerintah juga merupakan garda

depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat.  Namun di sisi

lain, birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan

terhadap jerat korupsi.

Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara.  Sudah menjadi

rahasia umum bahwa birokrasi di tanah air seolah menjunjung tinggi pameo “jika bisa

dibuat sulit, mengapa harus dipermudah”.  Semakin tidak efisien birokrasi bekerja,

semakin besar pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini.  Sikap masa bodoh birokrat

pun akan melahirkan berbagai masalah yang tidak terhitung banyaknya.  Singkatnya,

korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi.

Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum  : 

yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri.  Korupsi

tidak saja terbatas pada transaksi yang korup yang dilakukan dengan sengaja oleh dua

pihak atau lebih, melainkan juga meliputi berbagai akibat dari perilaku yang korup, homo

venalis. Transparency International (TI), sebagai lembaga internasional yang bergerak

dalam upaya antikorupsi, membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis,

yaitu  :

1. Korupsi administratif

Secara administratif, korupsi bisa dilakukan “sesuai dengan hukum”, yaitu

meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta korupsi

yang “bertentangan dengan hukum” yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan

pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.

Di tanah air, jenis korupsi administratif berwujud uang pelicin dalam mengurus

berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi

(SIM), akte lahir, dan paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal, seharusnya tanpa

uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat.

2. Korupsi politik

Jenis korupsi politik muncul dalam bentuk “uang damai”.  Misalnya, uang yang

diberikan dalam kasus pelanggaran lalu lintas agar si pelanggar tidak perlu ke

pengadilan.

Manajemen kerja birokrasi yang efisien sungguh merupakan barang yang

langka di tanah air.  Menurut HS. Dillon, birokrasi hanya dapat digerakkan oleh

politikus yang berkeahlian dalam bidangnya. Bukan sekedar pejabat yang direkrut

dari kalangan profesi atau akademikus tanpa pengalaman dan pemahaman tentang

kerumitan birokrasi.

11 | P a g e

Page 13: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

Dampak terhadap briokrasi Pemerintahan

Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu

sistem politik atau pemerintahan.  Pertama, korupsi mengganggu kinerja sistem politik

yang berlaku. Pada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal. Namun, dalam

manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan

juga dapat mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja.  Pada tataran

tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat

samar, dibandingkan dengan dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.

Kedua, publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang

diduga terkait dengan tindak korupsi. Ketiga, lembaga politik diperalat untuk menopang

terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok. Ini mengandung arti bahwa

lembaga politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested interest). Sering

terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multinasional

seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), IF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan

kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni global yang ingin mencaplok politik dunia

di satu tangan raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang

memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam

kasus seperti ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang

kuat dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.

Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah,

sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut  :

1.  Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,

2.  Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,

3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan

politik.

Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan

mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Menurut Wang An Shih, koruptor sering

mengabaikan kewajibannya oleh karena perhatiannya tergerus untuk kegiatan korupsi

semata-mata.  Hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut kehilangan

sensitifitasnya dan akhirnya menimbulkan bencana bagi rakyat.

Dampak terhadap kerusakan lingkungan

Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah akan menurunkan kredibilitas

pemerintah yang berkuasa. Ia meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai

tindakan pemerintah. Jika suatu pemerintah tidak lagi mampu memberi pelayanan terbaik

bagi warganya, maka rasa hormat rakyat dengan sendirinya akan luntur. Jika

pemerintahan justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat

dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintahan. Karenanya, praktik korupsi

yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan masyarakat. Korupsi yang menjangkiti

kalangan elit turut memaksa masyarakat menganut berbagai praktik di bawah meja demi

mempertahankan diri.  Mereka pun terpaksa melakukan korupsi agar mendapat bagian

yang wajar, bukan untuk mencapai berbagai keuntungan luar biasa.  Inilah lingkaran

12 | P a g e

Page 14: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

setan yang klasik.  Singkatnya, demoralisasi terhadap perilaku koruptif kalangan elit

pemerintah, juga sering menyuburkan perilaku koruptif di kalangan masyarakat.

Aspek demoralisasi juga mempengaruhi lembaga internasional dalam menetapkan

kebijakan untuk membantu negara-negara berkembang.  Lembaga internasional menolak

membantu negara-negara yang korup.  Sementara pada gradasi tertentu, praktik korupsi

akan memunculkan antipati dan mendorong sumber-sumber resistensi yang luar biasa di

kalangan warga masyarakat.  Akibatnya kemudian adalah terjadinya delegitimasi aparat

dan lembaga pemerintahan, oleh karena mereka dianggap warga masyarakat tidak

kredibel.  Menurut Sun Yan Said, korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial,

dan keterasingan politik.

4. Nilai dan Prinsip Anti Korupsi

Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan faktor

eksternal (kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi prilaku dan

nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya

pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada

semua individu.” Setidaknya ada 9(Sembilan) nilai-nilai anti korupsi yang

penting untuk ditanamkan pada semua orang, yaitu :

1. Kejujuran

A. Kepedulian

B. Kemandirian

C. Kedisiplinan

D. Tanggung jawab

E. Kerja Keras,

F. Sederhana,

G. Keberanian, dan

H. Keadilan.

 

5. Upaya Pemberantasan Korupsi

“Banyak sekali hambatan dalam pemberantasan korupsi, terlebih bila korupsi sudah

secara sistemik mengakar dalam segala asfek kehidupan masyarakat dalam sebuah

negara. Beragam cara sudah dicoba, namun praktek korupsi tetap subur dan berkembang

baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kegagalan pemberantas korupsi dimasa lalu

tidak boleh menyurutkan keinginan semua pihak untuk memberantas korupsi. Perlu

dipahami bahwa tidak ada suatu konsep tunggal yang dapat menjawab bagaimana korupsi

harus dicegah dan diberantas. Semua cara, strategi dan upaya harus dilakukan dalam

rangka memberantas korupsi”.

13 | P a g e

Page 15: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

6. Gerakan kerjasama dan instrumen internasional penjegahan anti

korupsi

1) Bidang Logistik a. Peran Teknologi Informasi seperti pembangunan e-Procurement

dalam meminimalisasi resiko tindak pidana pada penyelenggaraan Pengadaan Barang

dan Jasa dapat meningkatkan asas transparansi, akuntabilitas dan dependensi

2) Bidang Operasional Peningkatan pengawasan kegiatan operasional khususnya pada

hukum korupsi dengan porsi yang proporsional dan independen bagi pihak terkait yang

bertugas melakukan audit

3) Bidang SDM

a. Perlunya edukasi lanjut dibidang hukum korupsi terutama untuk auditor internal

sebagai pihak yang bertugas untuk melakukan audit serta pengawasan terhadap

pelaksanaan dari tindakan yang berpotensi terhadap terjadinya penyelewengan

serta benturan kepentingan

b. Sikap kepatuhan tinggi untuk seluruh karyawan terhadap norma-norma hukum yang

berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis tanpa melihat status sosialnya

c. Perlu adanya sosialisasi yang intensif tentang pedoman umum GCG, penyusunan

code of conduct, kaitan GCG dengan pencegahan korupsi, dan best practises

dalam penerapan GCG melalui pengawasan yang ketat oleh lembaga pengawas

dan pembina yaitu kementerian BUMN.

d. Budaya hukum, etos kerja serta kualitas karyawan yang harus mendukung

4) Suatu lembaga lebih mempertegas atau memperketat pengawasan kepada

karyawannya.

5) Meminta laporan pengeluaran setiap bulannya

6) Lembaga atau pegawai atau pemerintahan lebih transparan dalam membuat suatu

laporan keuangannya.

7) Suatu karyawan yang mengurus keuangan dimintai riwayat hidup (jumlah harta) yang

akurat.

8)  Membentuk suatu jaringan atau lembaga anti korupsi dan memperbanyak jaringan

yang akurat dan terpercaya.

9) penerapan pakta integritas bagi seluruh pegawai, dengan mengucapkan sumpah

untuk bekerja secara profesional dan secara moral rela mengundurkan diri bila di

kemudian hari terbukti menyimpang dari ketentuan yang berlaku;

10) memperkenalkan layanan satu atap satu pintu (one stop services) dengan

menyederhanakan prosedur layanan, mengedepankan transparansi melalui

pengumuman persyaratan, dan besarnya biaya pengurusan baik dalam lingkup

perizinan maupun yang bukan perizinan serta waktu penyelesaian yang cepat dan

batas waktu yang jelas

11) pencairan anggaran dengan menyederhanakan jumlah meja yang dilalui dalam proses

pengurusan pencairan anggaran

12) pemberian tunjangan kinerja, yakni pemberian uang tambahan yang didasarkan

prestasi kerja bagi setiap individu pegawai. Sumber dana yang dapat digunakan

14 | P a g e

Page 16: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

adalah melalui penghapusan semua honor dan memberlakukan pemberian satu honor

menyeluruh kepada pegawai yang didasarkan pengukuran atas prestasi kerja

13) penerapan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang konsisten, penegakan

hukum yang tegas bagi yang melanggarnya. Merubah sistem pengadaan barang dan

jasa melalui sistem elektronik

14) menerapkan anggaran berbasis kinerja dengan melibatkan perwakilan masyarakat

dalam menyusun rencana anggaran belanja tahunan yang didasarkan atas kebutuhan

riil daerah serta membuka akses bagi masyarakat untuk memberikan kritik dan saran

15) mendorong partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan

masukan yang konstruktif bagi usaha pemerintah dalam membangun masyarakat

serta dalam memantau pelaksanaan program kerja pemerintah untuk mewujudkan

sistem pemerintahan yang transparan.

16) kesiapan dan keahlian dari personel penegak hukum dalam menangani kasus korupsi

yang semakin sistemik dan rumit,

17) Perlunya dukungan politik yang konsisten dari pemerintah

18) Perlunya dukungan masyarakat luas baik masyarakat Indonesia mau pun dukungan

internasional untuk mendukung terlaksananya program antikorupsi yang telah disusun

dan dipublikasikan selama ini

7. Tindak pidana korupsi dalam peraturan perundan-undangan di

indonesia

a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam

rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945;

b. bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan

pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;

c. bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam

masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana korupsi;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 31 TAHUN 1999

TENTANG

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam

15 | P a g e

Page 17: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945;

b. bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan

pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;

c. bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam

masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana korupsi.

 

8. Peran dan keterlibatan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi

Peran mahasiswa

1. Pemberantasan korupsi(terutama pencegahan) perlu melibatkan peran serta

masyarakat, termasuk mahasiswa. Mahasiswa mempunyai potensi besar untuk

menjadi agen perubahan dan motor penggerak dalam gerakan anti korupsi Peran

mahasiswa dalam pemberantasan korupsi

2. Menjaga diri dan komunitas mahasiswa bersih dari korupsi dan perilaku koruptif

3. Membangun dan memelihara gerakan anti korupsi

Penjelasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa pentingnya peran masyarakat

dalam memberantas korupsi. Masyarakat yang akan dibahas dalam artikel ini adalah

masyarakat intelektual atau kaum terpelajar terutama mahasiswa. Mengapa harus

mahasiswa? Karena mahasiwa adalah elemen masyarakat yang paling idealis dan

memiliki semangat yang sangat tinggi dalam memperjuangkan sesuatu. Selama ini

mahasiswa dipandang bisa cukup signifikan dalam mempengaruhi perubahan kebijakan

atau struktur pemerintahan. Di sisi lain mahasiswa juga bisa mempengaruhi lapisan

masyarakat lainnya untuk menuntut hak mereka yang selama ini kurang diperhatikan oleh

pemerintah. Peran mahasiswa bisa dilihat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan

mengenai kebangkitan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda yang mana

dipelopori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia. Presiden pertama Indonesia, Soekarno

sang Proklamator Kemerdekaan RI merupakan tokoh pergerakan dari kalangan

mahasiswa. Selain itu peristiwa lain yaitu pada tahun 1996, ketika pemerintahan Soekarno

mengalami keadaan politik yang tidak kondusif dan memanas kemudian mahasiswa tampil

dengan memberikan semangat bagi pelaksanaan Tritura yang akhirnya melahirkan orde

baru. Akhirnya, ketika masa orde baru, mahasiswa juga menjadi pelopor dalam perubahan

yang kemudian melahirkan reformasi.

Begitulah perjuangan mahasiswa dalam memperjuangkan idealismenya yaitu untuk

memperoleh cita-cita dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan di masyarakat. Maka

tentunya mahasiswa dituntut utuk benar-benar konsisten atau memegang teguh idelisme

mereka. Memang tidak dipungkiri sekarang ini banyak mahasiswa yang sudah luntur

idealismenya karena terbuai dengan budaya konsumtif dan hedonisme. Hal tersebuut

ternyata membuat mereka semakin berfikir dan bertindak apatis terhadap fenomena yang

16 | P a g e

Page 18: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

ada di sekitar mereka dan kecenderungan memikirkan diri mereka sendiri. Padahal

perjuangan mahasiswa tidak berhenti begitu saja ada hal lainnya yang menanti untuk

diperjuangankan oleh mereka, yaitu dalam melawan dan memberantas korupsi.

Faktanya fenomena korupsi selalu tidak berhenti menggrogoti negeri kita, korupsi

merupakan kejahatan yang bukan hanya merugikan negara tetapi juga masyarakat.

Artinya keadilan dan kesejahteraan masyarakat sudah mulai terancam. Maka saatnya

mahasiswa sadar dan bertindak. Adapun upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh

mahasiswa adalah:

a. Menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di kampus.

Hal ini terutama dimulai dari kesadaran masing-masing mahasiswa yaitu

menanamkan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka tidak boleh melakukan

tindakan korupsi walaupun itu hanya tindakan sederhana, misalnya terlambat datang

ke kampus, menitipkan absen kepada teman jika tidak masuk atau memberikan uang

suap kepada para pihak pengurus beasiswa dan macam-macam tindakan lainnya.

Memang hal tersebut kelihatan sepele tetapi berdampak fatal pada pola pikir dan

dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan bahkan yang lebih parah adalah menjadi

sebuah karakter.

Selain kesadaran pada masing-masing mahasiswa maka mereka juga harus

memperhatikan kebijakan internal kampus agar dikritisi sehingga tidak memberikan

peluang kepada pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan melalui korupsi.

Misalnya ketika penerimaan mahasiswa baru mengenai biaya yang diestimasikan dari

pihak kampus kepada calon mahasiswa maka perlu bagi mahasiswa untuk

mempertanyakan dan menuntut sebuah transparasi dan jaminan yang jelas dan hal

lainnya. Jadi posisi mahasiswa di sini adalah sebagai pengontrol kebijakan internal

universitas.

Dengan adanya kesadaran serta komitmen dari diri sendiri dan sebagai pihak

pengontrol kebijakan internal kampus maka bisa menekan jumlah pelaku korupsi.

Upaya lain untuk menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di lingkungan kampus

adalah mahasiswa bisa membuat koperasi atau kantin jujur. Tindakan ini diharapkan

agar lebih mengetahui secara jelas signifikansi resiko korupsi di lingkungan kampus.

Mahasiswa juga bisa berinisiatif membentuk organisasi atau komunitas intra kampus

yang berprinsip pada upaya memberantas tindakan korupsi. Organisasi atau

komunitas tersebut diharapkan bisa menjadi wadah mengadakan diskusi atau seminar

mengenai bahaya korupsi. Selain itu organisasi atau komunitas ini mampu menjadi

alat pengontrol terhadap kebijakan internal kampus.

Sebagai gambaran, SACW yang baru saja dibentuk pada kabinet KM

(semacam BEM) ITB 2006/2007 lalu sudah membuat embrio gerakannya. Tersebar di

seluruh wilayah Indonesia, anggota SACW dari UIN Padang sudah mulai

mengembangkan sayap. Begitu pula mereka yang berada di UnHalu Sulawesi sudah

melakukan investigasi terhadap rektorat mereka yang ternyata memang terjerat kasus

korupsi.

17 | P a g e

Page 19: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

b. Memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya melakukan korupsi.

Upaya mahasiswa ini misalnya memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai

bahaya melakukan tindakan korupsi karena pada nantinya akan mengancam dan

merugikan kehidupan masyarakat sendiri. Serta menghimbau agar masyarakat ikut

serta dalam menindaklanjuti (berperan aktif) dalam memberantas tindakan korupsi

yang terjadi di sekitar lingkungan mereka. Selain itu, masyarakat dituntut lebih kritis

terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa kurang relevan. Maka masyarakat sadar

bahwa korupsi memang harus dilawan dan dimusnahkan dengan mengerahkan

kekuatan secara massif, artinya bukan hanya pemerintah saja melainakan seluruh

lapisan masyarakat.

c. Menjadi alat pengontrol terhadap kebijakan pemerintah.

Mahasiswa selain sebagai agen perubahan juga bertindak sebagai agen pengontrol

dalam pemerintahan. Kebijakan pemerintah sangat perlu untuk dikontrol dan dikritisi

jika dirasa kebijakan tersebut tidak memberikan dampak positif pada keadilan dan

kesejahteraan masyarakat dan semakin memperburuk kondisi masyarakat. Misalnya

dengan melakukan demo untuk menekan pemerintah atau melakukan jajak pendapat

untuk memperoleh hasil negosiasi yang terbaik.

18 | P a g e

Page 20: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semua bentuk korupsi dicirkan tiga aspek. Pertama pengkhianatan terhadap

kepercayaan atau amanah yang diberikan, kedua penyalahgunaan wewenang,

pengambilan keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk

korupsi yang mencangkup penyapan pemersasn, penggelapan dan nepotisme.

Kesemua jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan bentuk

pelanggaran terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan kerugian bagi

badan-badan negara dan publik.

A. Saran

Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat memilih

manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar kita

tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang

intelektual khususnya dalam mata kuliah anti korupsi”.

 

19 | P a g e

Page 21: BUDAYA ANTI KORUPSI  1.docx

DAFTAR PUSTAKA

MM.Khan. 2000. Political And Administrative Corruption Annota Ted Bibliography.

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari

Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi

20 | P a g e