Buat Dek Indah

download Buat Dek Indah

of 12

Transcript of Buat Dek Indah

PENATALAKSANAANMenurut WHO ada 4 dasar terapi diare: (1) pemberian cairan: untuk mengobati atau mencegah dehidrasi, (2) Diet: meneruskan ASI dan makanan lainnya, (3) obat-obatan: tidak memakai antibiotika, terkecuali pada kasus kolera dan disentri, WHO telah merekomendasikan pemakaian zinc dan (4) penyuluhan. Secara umum penanganan diare ditujukan untuk : (1) mencegah / menangulangi dehidrasi dan kemungkinan terjadinya intoleransi, (2) mengobati kausa dari diare, (3) mencegah / menanggulangi gangguan gizi, dan (4) menanggulangi penyakit penyerta.Pemberian terapi cairan untuk mengobati atau mencegah dehidrasi dapat melalui oral dan parenteral. Pemberian cairan peroral lebih menguntungkan dibandingkan parenteral karena mudah, murah, dan lebih mengurangi frekuensi BAB dan lama diare dibandingkan parenteral. Pemberian cairan peroral diberikan pada diare tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan sedang. Pada keadaan dimana diare dengan dehidrasi berat gagal dilakukan pemasangan IVFD dan fasilitas/tempat untuk pemasangan IVFD tidak terjangkau, dapat diberikan personde NGT, dengan kecepatan maksimal 20 ml/kgBB/jam.Pemberian cairan parenteral diberikan pada dehidrasi berat (dimana peroral tidak akan tercapai), dan dehidrasi ringan-sedang gagal URO. Setelah rehidrasi tercapai secepat mungkin beralih ke pemberian oral. Jenis cairan adalah kristalolid (RL, NaCl, NaCl+Dektrose), yang terbaik adalah RL. NaCl dapat mengatasi dehidrasi tetapi dapat menimbulkan asidosis hiperkloremia. NaCl+Dektrose (KAEN 3A atau 3B) kurang bermamfaat pada dehidrasi berat, karena kecepatan infus melampui batas GIR (glucose infussion rate), tetapi dapat bermamfaat pada dehidrasi ringan sedang. Pemberian infus yang mengandung dektrose, jika melampaui GIR, tidak dapat mengatasi dehidrasi, malahan akan menimbulkan dehidrasi. Prinsip Terapi Cairan Pemberian cairan dilakukan dengan cepat, dalam 3 sampai 6 jam. Pemberian cairan pada dehidrasi berat dalam keadaan syok merupakan tindakan kedaruratan medis, jika terjadi gejala dan tanda syok (nadi tidak teraba) berikan dulu loading cairan 20 ml/kgBB secepatnya. Penilaian lengkap status dehidrasi penderita dilakukan sesudah dimulainya pemberian cairan dan syok telah teratasi. Terapi rehidrasi dengan cairan parenteral pada dehidrasi berat, memerlukan tahap-tahapan : (1) Terapi Awal (initial therapy) ditujukan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi dan fungsi ginjal dengan cara reekspansi cepat volume CES, (2) Terapi lanjutan, ditujukan untuk mengganti defisit air dan elektrolit dengan kecepatan pemberian cairan yang lebih rendah. Mengingat Na penting untuk mempertahankan volume CES dan adanya keterbatasan kadar K dalam rehidrasi cepat, maka pengantian ion Na lebih diutamakan dari pada K, dan (3) Perlu memperhatikan status glukosa pada rehidrasi, karena pada saat diare terjadi kekurangan kalori. Setelah terapi rehidrasi, saat terapi akhir, sangat penting menjaga/memulihkan status gizi penderita. Terapi rehidrasi cepat pada dehidrasi berat, pada terapi awal menurut WHO/Depkes menggunakan Rl 30 ml selama 30 menit pada anak 1 tahun ke atas dan 1 jam pada anak di bawah 1 tahun. Terapi lanjutan, menurut WHO/ Depkes menggunakan Rl 70 ml selama 2,5 jam untuk anak 1 tahun ke atas dan 5 jam untuk anak di bawah 1 tahun. FK UNSRI, rehidrasi pada dehidrasi berat pada diare akut murni menyamaratakan jumlah cairan baik pada terapi awal maupun terapi lanjutan (juga tidak tergantung umur) dengan pemberian Rl 30 ml/kgBB/jam selama 4 jam. Tetapi jika saat awal ditemukan tanda-tanda syok maka cairan awal perlu diloading 20 ml/kgBB/ secepatnya. Tatalaksana FK UI mirip WHO tetapi menggunakan KAEN 3B. Pada dehidrasi ringan-sedang diberikan oralit sebanyak 75 ml/kgBB, yang menurut WHO dalam 3 jam dan FK UNSRI dalam 4 jam. Pada diare akut murni/tanpa masalah/ tanpa penyakit penyulit rehidrasi ditujukan untuk menganti PWL. Pemberian rehidrasi cepat (3-6 jam) parenteral ditujukan untuk : (1) Memperbaiki dinamika sirkulasi (bila ada syok) dan (2) Mengganti defisit yg terjadi atau untuk menganti PWL, sementara pergantian CWL dan IWL diberikan peroral, tetapi jika peroral tidak memungkinkan IVFD dapat dipertahankan. Berbeda dengan diare akut murni, pada diare akut dengan penyakit penyulit, tujuan pemberian cairan yang diberikan selama 24 jam adalah (1) Mengganti kehilangan yang telah terjadi, yang menentukan derajat dehidrasi pada saat dirawat (previous water loss = PWL), (2) Mencukupi kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berlangsung (on going water losses = concomitant water loss = CWL, (3) Menganti cairan melalui keringat, pernafasan / Inseseble cairan, disebut inssible water loss (IWL). Atau (1) Mempertahankan kebutuhan rumatan dan (2) Menganti cairan yang hilang (PWL/CWL). Penyakit penyulit adalah keadaan/penyakit yang dapat membahayakan jika dilakukan pemberian terapi rehidrasi cepat. Keadaan/penyakit tersebut adalah keadaan/penyakit yang dapat menimbulkan beban volume vaskuler atau beban volume rongga otak, yakni: penyakit jantung, BP, bronkiolitis, meningitis, ensefalitis, penyakit ginjal, hipernatremia. Pada diare dengan penyakit penyulit karena rehidrasi dilakukan selama 24 jam maka 1/3 sampai harus diberikan dalam 4 jam pertama agar keadaan dehidrasi (terutama yang berat) cepat teratasi dan sisanya dalam 20 jam kemudian. Pada beberapa keadaan dimana ancaman komplikasi dehidrasi tidak ada (misalnya pada dehidrasi ringan-sedang) atau dehidrasi (terutama yang berat) akan terjadi dalam 24 jam ke depan karena anak tidak bisa minum, maka cairan dapat diberikan dengan kecepatan yang sama. Cairan yang digunakan adalah cairan modifikasi Sutejo, Cairan tersebut adalah D5% + NaCl 15% 10 ml + KCl 10% 4 ml + BicNat 8,4% 7 ml atau mengunakan KAEN 3A atau KAEN 3B.Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka jumlah terapi cairan selama 24 jam adalah : Pada dehidrasi ringan sedang: 200 ml/kgBB/24 jam atau 150-200 ml/kgBB/24 jam, dengan rincian sebagai berikut: (1) PWL: 75 ml/kg ditambah (2) CWL: 10-20 ml/kg/BAB, 5-10 ml/kg/muntah dengan rerata perhari 100 ml/kg/hari, dan ditambah (3) IWL: 25 ml/kg/hari. Atau (1) kebutuhan rumatan: 100 ml/kgBB/hari ditambah (2) PWL: dehidrasi ringan sedang 50-100 ml/kg ditambah (3) CWL: tergantung jumlah BAB dan muntah. Pada dehidrasi berat: 250 ml/kgBB/24 jam, dengan rincian sebagai berikut: (1) PWL: 125 ml/kg ditambah (2) CWL: 10-20 ml/kg/BAB, 5-10 ml/kg/muntah dengan rerata perhari 100 ml/kg/hari, dan ditambah (3) IWL: 25 ml/kg/hari. Atau (1) kebutuhan rumatan: 100 ml/kgBB/hari ditambah (2) PWL: dehidrasi berat 125 ml/kg ditambah (3) CWL: tergantung jumlah BAB dan muntah. Rehidrasi menurut RSMH/FK UNSRI pada diare dengan dehidrasi berat yang disertai penyakit penyulit diberikan cairan sebanyak 250 ml/kgBB/hari, dimana bagiannya (60 ml/kgBB) diberikan dalam 4 jam pertama dan sisanya (190 ml/kgBB) diberikan dalam 20 jam selanjutnya. WHO sendiri tidak mengenal istilah ini (diare akut dengan penyakit penyulit/bermasalah). Jumlah cairan dan jenis cairan yang diberikan berbeda-beda tiap senter. Tabel 8 dan 9 di bawah ini menunjukkan perbedaan pemberian jenis dan jumlah cairan pada 3 senter serta keuntngan dan kerugiannya.Tabel 8. Perbedaan Jenis, Jumlah, dan Kecepatan Pemberian Cairan FK UNSRIWHO/DepkesFKUI 2007

Tanda2 syokRL 20 ml/kg secepatnya?RL 20 ml/kg secepatnya

Terapi AwalRL 30 ml/jamRL 30 ml < 1 tahun 1 jam 1 tahun: jamKAEN 3B 30 ml < 1 tahun 1 jam 1 tahun: jam

Terapi lanjutanRL 30 ml/jam, Monitor setiap jam hentikan jika rehidrasi tercapaiRL 70 ml < 1 tahun 5 jam 1 tahun: 2 jamKAEN 3B 70 ml < 1 tahun 5 jam 1 tahun: 2 jam

Jumlah totalRL 120 ml/4jam + RL resusitasi syokRl 100 mlKAEN 3B 100ml +RL resusitasi syok

Tabel 9. Keuntungan dan Kerugian Metode 3 SenterFK UNSRIWHO/DepkesFKUI 2007

Jumlah cairan untuk anak 10 kgMenutupi rerata dehidrasi berat (10-15% BB)Menutupi jumlah minimal dehidrasi berat (10% BB) kemungkinan timbul dehidrasi lagi, defisit 2,5% dianjurkan minum oralitMenutupi jumlah minimal dehidrasi berat (10% BB) kemungkinan timbul dehidrasi lagi

Jumlah cairan untuk anak > 10 kg dengan dehidrasi beratRehidrasi umumnya dicapai dalam 3 jam pertama, jadi perlu pemantauan MencukupiMencukupi

Ion KaliumRendah, kemungkinan lebih besar terjadi hipokalemiaRendah, kemungkinan lebih besar terjadi hipokalemiaTinggi, kemungkinan lebih kecil terjadi hipokalemia, tetapi jika terjadi gagal ginjal terjadi hiperkalemia

GlukosaTidak mengandung, kemungkinan terjadi hipoglikemiTidak mengandung, kemungkinan terjadi hipoglikemiMengandung, kemungkinan terjadi hiperglikemi

Batas GIR (Glukosa Infussion Rate)Tidak terlampauiTidak terlampauiTerlampaui, sehingga rehidrasi tidak bisa dicapai

Kebutuhan rumatan kalori dan air persatuan kgBB perhari dapat dilihat pada tabel di bawah ini.Tabel 10. Kebutuhan Rumatan Kalori dan Jumlah CairanBerat Badan (Kg)Rumatan

Kcal/kg/24 jamml air/kg/24 jam

10 kg pertama100100

10 kg kedua5050

Setiap kg penambahan BB (>20 kg)2020

Pada tabel 11 di bawah ini dapat dilihat perkiraan jumlah cairan yang dibutuhkan dalam 24 jam berdasarkan derajat dehidrasi dan berat badan. Makin berat anak maka jumlah cairan yang dibutuhkan relatif lebih sedikit. Secara praktis jumlah cairan yang diberikan berdasarkan berat badan selama perhari dapat mengacu pada kebutuhan cairan perhari. Pada dehidrasi berat, jumlah cairan dikalikan 2,5 dan pada dehidrasi ringan sedang dikalikan 1,5 sampai 2. Contoh: anak 20 kg maka jumlah kebutuhan cairan perhari adalah 1500 ml (15 tetes/menit), jika mengalami dehidrasi berat membutuhkan cairan 3750 ml/hari (37-38 tetes/menit, jika kecepatan pemberian disamaratakan), dan jika mengalami dehidrasi ringan-sedang membutuhkan cairan 2250-3000 ml/hari (22-30 tetes/menit) Tabel 11. Jumlah Cairan yang Dibutuhkan dalam 24 Jam:Derajat Dehidrasi3 10 kg10-15 kg15 25 kg

PWLNWL/hariPWLNWL/hariPWLNWL/hari

Ringan5010017530801352565115

Sedang 7510020050801555065140

Berat12510025080801858065170

Jenis cairan peroral yang dapat diberikan pada yang tanpa dehidrasi, yakni cairan rumah tangga, pedialite, oralit dengan disertai minum air putih dengan jumlah yang sama. Larutan gula-garam mulai ditinggalkan karena banyak ibu/pengasuh salah menakar garam dan atau gula. Pada dehidrasi ringan sedang diberikan oralit atau renalit. Pada yang sudah terehidrasi dapat digunakan oralit atau renalit

OralitOralit (ORS = oral rehydration solution) adalah cairan elektrolit-glukosa yang sangat esensial dan telah terbukti efektif dalam pencegahan dan mengobati rehidrasi penderita dengan dehidrasi ringan-sedang. Dasarnya adalah penelitian in vitro mengenai absorbsi Na dari usus mamalia, dimana air bergerak masuk dari lumen usus sebagai respon terhadap transpor aktif berpasangan elektrolit dan solut organik, salah satunya yang penting adalah NaCl dan glukosa. Selain dengan glukosa, mekanisme tranfor Na yang berpasangan juga dengan solut organik lain, yaitu asam amino, dan polipeptide rantai pendek. Selain itu suatu glukosa polimer dapat digunakan dan memiliki keuntungan karena berat molekul (BM) yang rendah tetapi dapat menghasilkan glukosa yang banyak yang dilepas secara bertahap (slow release) tanpa menganggu beban osmotik intraluminal. Zat-zat lainnya juga digunakan untuk meningkatkann kemampuan absorpsi pada oralit misalnya pro/prebiotik, gum arabik. Penambahan zat-zat yang dapat meningkatkan absorpsi dan atau menekan sekresi luminal ke dalam orait standar akan menghasilkan suatu oralit super (super ORS).Absorpsi Na dan air oleh usus menurut kaedah-kaedah, antara lain (1) Yeyunum yang mengabsorpsi Na (dan air) pada kecepatan yang meningkat apabila ada glukosa, (2) Ileum yang secara aktif mengabsorbsi Na dan Cl melawan gradien elektro-kimiawi yg tajam, juga bila tanpa glukosa, (3) Kadar glukosa sekitar 20 g/l yang memacu absorbsi yang optimal. Perlu diperhatikan, kadar glukosa yang lebih dari 20 g/l menyebabkan absorpsi tidak sempurna, sehingga menimbulkan diare osmotik, dan (4) kecepatan absorpsi air pada usus bagian proksimal lebih tergantung pada transpor (terutama transpor berpasangan) elektrolit dan bahan-bahan organik, pada usus bagian distal lebih tergantung pada beda osmolaritas. Pada kebanyakan diare, proses peradangan/kerusakan mukosa terjadi pada usus bagian distal (ileum dan kolon) sehingga jalur absorpsi elektrolit dan air lainnya banyak yang mengalami gangguan kecuali jalur tranpor berpasangan antara Na dan glukosa/asam amino/peptida. Oleh karena itu setiap cairan rehidrasi oral harus mengandung Na dan glukosa/asam amino/peptida.Oralit juga diberikan setelah selesai rehidrasi, yakni pada tahap rumatan. Pada tahap rumatan, pemberian cairan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung karena diare, yakni sebanyak 10-20 ml/kgBB untuk setiap diare berair yang terjadi (dan 5-10 ml/kgBB setiap muntah) atau 100 ml setiap kgBB pada anak dengan BB 10 kg ke bawah dan 200 ml/kgBB untuk BB di atas 20 kg. Oralit mulai diperkenalkan pada tahun 1978 dengan komposisi Na (90 mmol/l) dan osmolaritas (311 mmol/l) yang tinggi. Pada tahun 2004 mulai diperkenalkan oralit yang hipoosmolar, dimana pada penelitian multisenter telah terbukti dapat menurunkan frekuensi dan lama diare dibandingkan oralit lama (hiperosmolar). Tabel 12 menunjukkan perbedaan komposisi atara oralit hipoosmolar an hiperosmolarTabel 12. Perbedaan Komposisi antara Oralit Hipoosmolar dan HiperosmolarReduced Osmolarity ORSHyperosmolarity ORS

Grams/litreMmol/LGrams/litreMmol/L

Sodium Chloride2.6Na 753,590

Anhidrous Glukose13.5Glukosa 7520111

Potassium chloride1.5Cl 651,5Cl 80

Trisodium citrate, dihydrate2.9K 202,9K 20

CitrateSitrat 10Sitrat 10 atau

BikarbonatAtau 2,5 BicNat Bikarbonat 30

Total Osmolarity245311

WHO menyusun rencana pengobatan untuk mengobati diare, dimana rencana A untuk tanpa dehidrasi, B untuk dehidrasi ringan-sedang dan C untuk dehidrasi berat.Rencana Terapi A

Beberapa cairan yang dapat dipakai dalam rehidrasi penderita dehidrasi berat:Garam faali (NaCl ,9%)NaCl 0,9% dapat digunakan pada dehidrasi dengan alkalosis metabolik yang biasanya disebabkan oleh muntah-muntah yang perfuse. Hal ini disebabkan NaCl 0,9% tidak mengandung basa. NaCl 0,9% kurang optimal dalam rehidrasi pasien dengan dehidrasi asidosis (sebagai komplikasi diare akut), karena tidak dapat mengkoreksi asidosis. NaCl 0,9% yang ditambahkan Dektrose, dapat mengatasi dehidrasi tetapi jika GIRnya terlampaui, maka cairan tersebut tidak dapat mengatasi dehidrasi. Ringer Laktat (RL)Pemakaian RL secara cepat dapat mengatasi asidosis dengan cara meningkatkan perfusi ginjal yang mengakibatkan peningkatan eksresi ion hidrogen. Laktat dan asetat sendiri dapat mengatasi asidosis, tetapi efek netralitas terhadap asam tersebut tidak segera terjadi, karena metabolisme laktat atau asetat menjadi bikarbonat memerlukan waktu yang lebih lama. Hal ini penting, karena menormalkan pH yang terlalu cepat atau terlalu agresif, akan lebih berbahaya. Pemberian bikarbonat pada dehidrasi berat hanya ditujukan untuk asidosis berat, yakni bila pH 7,10. EBM memberikan hasil yang baik pada pemberian RL pada pasien dengan dehidrasi berat, bahkan yang dalam keadaan syok tanpa memperburuk asidosis. RL hanya mengandung kalium sebesar 4 mEq/l, kurang mencukupi untuk mengatasi hipokalemia akibat dehidrasi pada diare akut. Terapi Kalium diberikan sesudah ginjal berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, maka pemberian cairan yang rendah Kalium diperlukan pada saat rehidrasi pada dehidrasi berat. Banyak perdebatan mengenai jenis cairan intravena dalam mengatasi dehidrasi akibat diare, terutama pada dehidrasi berat. WHO, Depkes RI, dan FK Unsri memakai RL sedangkan RSCM/FKUI menggnakan KAEN 3B. Menurut Neville, rehidrasi dengan salin normal (NaCl 0,9% + D 2,5%) lebih baik dari salin hipotonik (NaCl 0,45% + D 2,5%), karena dapat mengatasi hiponatremia tanpa hipernatremia. Menurut Eisenhut, penggunaan salin isotonik dapat menimbulkan hiperkloremik asidosis. Menurut Choong, penggunaan larutan hipotonik (baik itu hipotonik fisiologis, yakni KAEN 3A/3B) meningkatkan resiko terjadinya hiponatremia akut dan morbiditas. Untuk anak larutan isotonik lebih fisiologis dan aman. Hiponatremia terjadi akibat keseimbangan positif pemberian cairan bebas Na dan ketidakmampuan mensekresi urin yang hipotonik akibat ADH. Pengeluaran ADH terjadi akibat adanya hipovolumia atau hipoosmolar, tetapi jika terjadi bersamaan, ADH lebih merespon hipovolemia dibandingkan hipoosmolar dengan akibat hipoosmolar semakin berat. Pemantauan klinis lebih ditekankan dalam menilai hasil rehidrasi. Respon klinis yang dipantau, meliputi: tangis bayi, tingkat aktifitas, turgor kulit, nadi dan tekanan darah, frekuensi nafas, BB, intake-output, dan lain-lain. Pada keadaan tertentu (misalnya ada komplikasi), perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, misalnya periksa nilai elektrolit serum dan urin.

DietPada diare, diet memegang peranan penting. Pemberian diet secara dini dapat mempercepat penyembuhan diare dan mencegah penurunan BB lebih lanjut. Pada dehidrasi berat, makanan diberikan setelah keadaan umum anak membaik. ASI diteruskan seperti biasanya. Tetap meneruskan makan dan minum seperti biasanya, dengan penambahan porsi karena pada diare kebutuhan akan diet meningkat 50% adalah prinsip terapi diet pada terapi diare. Tidak mengkonsumsi makanan yang merangsang, banyak mengkonsumsi makanan yang kaya kaliumPada bayi yang mendapat susu formula, jika ada tanda-tanda intoleransi glukosa (baik klinis maupun laboratoris), dehidrasi berat, diare telah berlangsung 3-5 hari ganti susu formula dengan susu rendah laktosa atau bebas laktosa. Penelitian multisenter menunjukkan pemberian susu bebas laktosa lebih bermamfaat jika ada tanda-tanda intoleransi laktosa dibandingkan susu rendah laktosa.

Medika mentosaObat-obat CausaAnti mikroba tidak rutin digunakan pada diare. Pada diare akut, menurut WHO dan Depkes, antibiotika hanya digunakan pada kasus kolera dan disentri. Penggunaan antibiotika dapat diperluas pada kasus diare invasif, yakni diare yang disebabkan oleh bakteri yang meng-invasi enterosit. Suatu diare digolongkan ke diare invasif jika ditemukan leukosit tinja 10/lpb atau lebih, yang biasanya ditandai dengan gejala panas lebih dari 38,5 oC. Antibiotika juga harus digunakan jika terdapat gejala meteorismus, dimana pada keadaan ini terjadi perubahan barier usus yang menyebabkan bakteri-bakteri intraluminal mudah mengalami translokasi. Secara miskroskopis, pengunaan antibiotika dapat dibenarkan pada kasus tersangka kolera, tersangka shigelosis, terbukti amubiasis, terbukti giardiasis, dan overgrowth kuman. Diare yang melanjut lebih dari 7 hari, dipertimbangkan untuk memberi antibiotika sambil menunggu hasil kultur dan resistensi feses. Penggunaan antibiotika yang tepat adalah berdasarkan hasil kultur feses. Kultur juga dilaksanakan untuk mengetahui parasit sebagai penyebab. Jenis antibiotika yang sering digunakan adalah untuk membasmi kolera drug of choice-nya adalah tetrasiklin dengan alternatif kotrimokzasol. Untuk desentri, drug of choice-nya adalah kotrimoksazol. Untuk amubiasis dan giardiasis drug of choice-nya adalah metronidazol. Untuk overgrowth kuman, karena hampir 90% kuman yang di kolon adalah kuman gram negatif anaerob, maka drug of choice-nya adalah metronidazol. Secara sederhana, pada diare yang memerlukan antibiotik, maka diperlukan antibiotika kotrimoksazol dan metronidazol. Tetapi karena telah terjadi banyak resistensi terhadap antibiotika, terutama kotrimoksazol, maka pemilihan obat antibiotika pada kasus diare yang memerlukan antibiotika, sebaiknya mengikuti pola resistensi dan sensitivitas kuman pada daerah tersebut. Beberapa penyakit dapat menyertai diare akut. Pemakaian antibiotika dapat dibenarkan pada kasus seperti ini, tetapi antibiotika yang dipakai adalah antibiotika untuk penyakit penyerta, misalnya diare akut dengan tonsilofaringitis, maka antibiotika yang digunakan adalah antibiotika untuk tonsilofaringitis. Panas tinggi merupakan indikasi penggunaan antibiotika, walaupun penyakit primernya sulit ditemukan. Diare akut murni, sangat jarang disertai panas tinggi. Panas tinggi yang menyertai diare dapat disebabkan oleh sepsis, ensefalitis, meningitis, dan lain-lain. Bayi berumur di bawah 3 bulan perlu dilindungi dengan antibiotik jika mengalami diare, karena mudah mengalami sepsis. Pemakaian antibiotika yang serampangan menyebabkan mudah terjadinya resistensi. Kuman-kuman di dalam GIT merupakan sumber penyebab keresistenan bakteri, walaupun antibiotika yang dipakai tidak ditujukan untuk infeksi GIT. Pemakaian antibiotika pada diare juga dapat memperpanjang lama diare dan meningkatkan frekuensi defekasi. Resistensi terhadap AB tidak hanya mengurangi keefektifan AB terhadap kuman akan tetapi kuman yang resisten justru dapat tumbuh lebih cepat bila ada AB tersebut, sehingga menimbulkan super infeksi.Resistensi kuman terhadap antibiotika kebanyakan diperantarai oleh plasmid. Plasmid merupakan elemen genetika di luar kromoson, yang dapat bereplikasi secara otonom di dalam sel host. Mekanisme kerja plasmid, melalui beberapa cara yakni (1) Perubahan tempat sasaran antibiotika, contohnya: resistensi terhadap eritromisin dan linkomisin, (2) Memodifikasi antibiotika sehingga tidak aktif lagi, contohnya: resistensi terhadap kloramfenikol, penisilin, dan sefalosporin. (3) Pencegahan antibiotik memasuki sel bakteri, contoh resistensi terhadap tetrasiklin dan aminoglikosid, dan (4) Produksi enzim baru sebagai penganti enzim yang berasal dari host yang merupakan sasaran AB, contohnya resistensi terhadap sulponamid dan trimetroprimDNA plasmid dapat dipindahkan dari satu jenis spesies kuman ke spisies kuman lainnya dengan cara : tranduksi, transformasi, dan konjugasi. Tranduksi terjadi dengan perantaraan bakteriofag, misalnya cara pemindahan sifat resistensi AB antara strain Staphylococcus aureus. Transformasi adalah kemampuan bakteri untuk berubah secara alamiah untuk mengambil langsung DNA donor, msalnya pada H nluensa, Streptococcuc pneumoni. Konjugasi, pemindahan gen resisten dari satu kuman ke kuman lainnya dengan kontak melalui sexpilus. Terutama pada basil gram negatif, contohnya pada E coli, samonella, higella, klebsiella, V cholera, dan peudomonasSelain resistensi, AB terutama yang berspktrum luas juga dapat menimbulkan diare yang dihubungkan dengan antibiotika (AAD = antibiotics associated diarrhea atau drug induced diarrhea). AB menimbulkan AAD, dengan mekanisme antara lain (1) Membunuh kuman apathogen sehingga terjadi gangguan keseimbangan kuman, sehingga kuman yang pathogen dan jamur (terutama Candida) overgrowth (2) Berpengaruh langsung ke otot-otot polos GIT yang menimbulkan hiperperistaltik, misalnya eritromisin, (3) Efek toksik obat.Pemakaian obat causa berdasarkan penyebab:Virus: tidak ada obat yang spesipik, terapi hanya bersifat simptomatik (mengobati dan mencegah dehidrasi). Obat antimikroba tidak perlu digunakan. E. coli: tidak perlu diberi antibiotika, kecuali pada bayi yang sakit berat atau berumur di bawah 2-3 bulan, karena berpotensi menimbulkan sepsis. Antibiotika yang dapat dipakai adalah Polymixin E sulfat (Collistin), berkerja dengan cara interferensi pada struktur dan fungsi membran sitoplasma bagian luar bakteri sehingga menimbulkan kebocoran komponen intra seluler. Bersifat bakterisid. Peroral tidak diserap. Dosis 100.000 SI/kgbb/hari dibagi 3 dosis. Juga dapat dipakai Nifuroxazida (Nifural), bekerja lokal dan tidak diserap mukosa usus. Dosis untuk bayi di bawah 6 bulan 2 kali 1 sendoh teh perhari. Untuk ETEC dapat digunakan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksasol (kotrimoksazol), bekerja dengan cara mempengaruhi sintesa protein bakteri sehingga menghambat reproduksi bakteri. Golongan Aminoglikosid (neomisin/ kanamisin), dapat mempengaruhi struktur usus, sehingga menganggu fungsi normal usus, dapat terjadi malabsorbsi lemak, gula, dan kalsium. Pemakaian Neomisin dalam jangka lama dapat menimbulkan diare. Salmonella non tifoid: Insiden terbanyak pada tahun pertama kelahiran. Antibiotik tidak dianjurkan terutama pada kasus yang ringan. Antibiotik hanya dianjurkan pada penderita imuno compromized, bayi berumur kurang dari 3 bulan, dan yang menunjukkan sindrom sistemik seperti demam enterik dan bakteriemia. Pilihan antibiotik adalah kloramfenikol, tiamfenikol, amoksisilin. trimetroprim/ sulfametoksazol. Yang terbaik adalah berdasarkan hasil sensitifitas. Shigella: Sebagian kasus bersifat self limiting dan tidak pernah terjadi masa karier. Pada yang kasus yang ringan tidak perlu antibiotika. Antibiotika yang dapat dipakai antara lain kotrimoksasol, bersifat bakterisid, mengandung 2 bahan aktif yang sinergis melakukan blokade terhadap enzim yang mengkatalisis tahapan beruntun dari biosintesa asam folik di dalam mikroorganisme. Dosis trimetorim 5-10 mg/kg/hari dan sulfametoksazol 25-50 mg/kg/hari, 2 dosis selama 5 hari. Efek samping berupa hipersensitifitas, mual, muntah, stomatitis, leukopenia, dan trombositopenia. Kontra indikasi pemakaian: bayi berusia kurang dari 2 bulan. Golongan quinolon, bersifat bakterisid, daya inhibisi girase pada saat fase proliferasi bakteri sehingga menghambat replikasi DNA bakteri. Asam nalidiksat (Urineg): dosis 55mg/kg/hari, 4 kali sehari 5 hari. Ciprofloksazin dengan dosis 2 x sehari 15 mg/kgBB/x. Pemakaian ke-2 obat tersebut harus hati-hati pada: bayi berumur kurang dari 3 bulan, pernah kejang, anak masa prepubertas karena resiko erosi tulang rawan pada sendi penyangga. Efek samping adalah nausea, diare, dan nyeri perut. Ampisillin, cara kerjanya dengan mengganggu biosintesa dinding sel bakteri, sehingga menyebabkan lisis dan kematian bakteri. Dosisnya adalah 25 mg/kg/kali, 4 x sehari selama 5 hari. Dapat terjadi hipersensitifitas pada penderita yang sensitif penisilin dan sefalosporin. Efek sampingnya adalah alergi, mual, muntah, diare. Sulfonamid yang tidak diserap seperti sulfakuanidin, suksinil-sulfatizol, dan ptalylsulfatiazol, bekerja dengan cara secara kompetisi dengan bakteri dengan cara menghambat penggunaan asam p-aminobenzoat saat sintesa dehidrofolat yang esensial untuk sintesa DNA dan RNA.V. cholera. Penggunaan antibiotik dapat mengurangi volume dan lama diare serta masa ekskresi dari kuman. Tetapi sebagian laporan melaporkan, penggunaan antibiotika tidak berpengaruh. Drug of choicenya adalah tetrasiklin. Cara kerjanya adalah menghambat replikasi DNA sehingga menghambat sintesa protein bakteri yang akan menyebabkan kebocoran isi sel. Efek samping berupa mual, anoreksia, diare. Dosis 50 mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis selama 3-5 hari. Reaksi hipersensitifitas dan gangguan pada hepar dan ginjal. Sebaiknya dihindarkan pada anak usia di bawah 6-8 tahun. Absorpsi dihambat oleh antasid dan suplementasi Fe, Ca, Mg. Obat lainnya adalah kotrimoksazol, dengan dosis trimetoprin 10 mg/kg/hari dibagi 2 dosis selama 3 hari. Furazolidin, bekerja dengan cara menghambat enzim bakteri dan merusak DNA dan menghambat metabolisme karbohidrat dan jaringan saraf (toksisitas neurologik). Dosisnya adalah 5 mg/kg/hariCampylobacter yeyuni. Sebagian besar C jejuni memproduksi lactamase. Bersifat self limiting, pada yang ringan tidak perlu antibiotika. Eritromisin atau tetrasiklin dapat mempercepat masa kesembuhan dan mengurangi lama masa karier dan pengeluaran kuman serta kekambuhan. Eritromisin, bekerja dengan cara menghambat sintesa protein tanpa mempengaruhi sintesa asam nuklei. Efek samping berupa nyeri/ kejang perut. Hati-hati pada gangguan faal hati. Yersinia enterokolitika. Bersifat self limiting, sehingga tidak perlu antibiotikaAeromonas. Jika episode ringan bersifat self limiting sehingga tidak perlu antibiotika. Separuh kasus berlangsung selama 10 hari, bila bertambah parah maka perlu dipertimbangkan memakai antibiotika kotrimoksasolEntamoeba histolytica. Bila ditemukan trofozoit dengan ada RBC di plasmanya atau ulkus pada kolon maka harus diterapi. Hampir 90% orang yang dalam fesesnya mengandung amuba, merupakan Entamoeba histolytica yang non patogen (dinamakan Entamoeba dispar). Idioquinol dan diloksanid furanoate efektif untuk digunakan pada amubisid lumen. Metronidazol dan dehidroemetik efektif digunakan untuk amubisid jaringan (Amubisid invasif). Metronidazol, untuk amubisid intestinal, hepar, dan organ lain. Dosis: 30-50 mg/kg/hari per oral, 22,5 mg/kg/hari iv dibagi 3 dosis diberikan selama 10 hari. Pada amubisis berat digunakan dehiroemetin dengan dosis 1 mg/kg/hari IM atau SC 1 x sehari, 10 hari dengan efek toksik pada jantung, terutama pada penderita dengan gizi buruk. Tinidazol dosis tunggal 60 mg/kg/hari, 3 hari berturut-turut untuk amubiasis intestinal berat.Metronidazol dan tinidazol menimbulkan gejala toksik SSP dan ginjal dan perlu perhatian pada bayi muda. Pemeriksaan tinja perlu diulang 2 minggu setelah terapi amubisid. Sembuh bila tidak ditemukan amuba dalam tinja dalam interval 6 bulanGiardia lambdia. Kebanyakan infeksi tidak menimbulkan gejala (asimptomatik). Antimikroba yang digunakan adalah metronidazol dengan dosis 15 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari atau kuinakrin (Quinacrine) 7,5mg/kg/hari dibagi 3 dosis selama 5 hari.Cryptosporidium. Dapat digunakan antibiotika Makrolid (eritromisin, spiramicin, clindamisin) yang dapat mengurangi jumlah parasit. Paramomycin dan dictazuril dapat mengurangi beban parasit namun tidak menghilangkan parasit

PrebiotikPrebiotik adalah non-digestible food ingredient yang berpengaruh baik terhadap host dengan memicu aktifitas dan atau pertumbuhan selektif satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon. Mekanisme kerja prebiotik dengan cara me-modulasi komposisi mikrobiota kolon yang menyebabkan kuman-kuman yang menguntungkan (Bifidobacteria, lactobaccilus, dan lain-lain) lebih dominan.Cara memperoleh prebiotik, yakni (1) Ekstraksi langsung dari polisakarida alami dari tumbuhan, (2) Hidrolisis dari polisakarida alami, dan (3) Sintesis enzimatik dengan menggunakan hidrolase dan glikosil transferase. Contoh bahan prebiotik FOS (frukgto oligo sacharide), GOS, dan inulin. Syarat bahan makanan yang dapat digolongkan sebagai prebiotik adalah (1) Tidak dihidrolisis dan tidak diserap GIT bagian atas, (2) Substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora komensal yang menguntungkan dalam kolon, sehinga memicu pertumbuhan bakteri yang aktif melakukan metabolisme, dan (3) Mampu merubah komposisi mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan.Keuntungan prebiotik dalam men-stimulasi Bifidobacteria, (1) Efek protektif terhadap Cancer kolorektal dan infeksi usus dengan menghambat bakteri putrefactive (C. perfringen) dan bakteri patogen (E.coli, Salmonella, Shigella, Listeria), (2) Memperbaiki metabolisme glisid dan lipid, (3) Memperbaiki bioavailabilitas mineral esensial, (4) Faktor karsinogenik yang rendah

Probiotik Probiotik merupakan mikrorganisme yang menguntungkan bagi tubuh (friendly microorganism, friendly colonizer). Probiotik adalah bakteri hidup yang memiliki efek menguntungkan melalui kemampuannya memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Keuntungan penggunaan probiotik (1) Mencegah kolonisani bakteri patogen penyebab diare atau penyakit lainnya, (2) Memicu respon imun mukosa sehingga memproduksi SIgA yang berperan dalam imunitas humoral lokal dan CMI (cell meiated immune) mukosa. Syarat suatu kuman dikatakan probiotik adalah (1) Berasal dari manusia dan bakteri yang hidup, (2) Tidak patogen secara alamiah, (3) Tahan terhadap kerusakan pada waktu proses, (3) Tahan terhadap asam lambung dan empedu, (4) Dapat melekat pada epitel usus, (5) Mampu berkolonisasi di GIT, (6) mampu memproduksi substansi antimikrobial, (7) Memodulasi respons imun, dan (8) Mempengaruhi aktivitas metabolik.Mekanisme kerja probiotik meliput aspek: (1) Aspek kompetisi, (2) Aspek stabilisasi barier mukosa, (3) Aspek imunologis, (4) Memproduksi substansi antibakteri, dan (5) Meningkatkan penyeraban di kolon.1. Aspek Kompetisi, (a) aspek kompetisi perlekatan, kemampuan probiotik mengadakan perlekatan dengan enterosit sehingga enterosit tidak dapat berikatan dengan bakteri lain. Lactobacillus strain LA10 dan LA18 berkemampuan rendah mencegah perlekatan kuman EPEC, dan lain-lain kuman. Bifidobacteria mampu melekat kuat pada epitel kolon melalui komponen lipotheichoic acid (LTA). Lactobacillus salivarius CTC2197 dapat mencegah kolonisasi Salmonella enteritidis. (b) Aspek kompetisi bahan makanan, kamampuan probiotik berkompetisi dengan bakteri patogen dalam mengambil makanan, sehingga bakteri patogen kurang dapat tumbuh.2. Aspek Stabilisasi Barier Mukosa. Dalam keadan normal, epitel mukosa usus dan mikroflora usus merupakan barier terhadap bakteri patogen. Jika terdapat Ag dan bahan yang merusak lumen menyebabkan stabilitas terganggu, sehingga permeabilitas membran meningkat yang menyebabkan invasi atau translokasi kuman patogen, Ag lainnya, dan bahan toksik. Probiotik (Lactobacillus GG) dapat menekan proses inflamasi dan me-normalisasi permeabilitas mukosa dan flora usus 3. Aspek Immunologis. Lactobacillus GG bekerja dengan cara (1) Meningkatkan imunitas mukosa intestinal, (2) meningkatan jumlah sel penghasil IgA dan sel penghasil Ig lain, (3) Menstimulus pelepasan INF lokal yang memfasilitasi transport Ag dan meningkatkan ambilan Ag oleh Peyers patches. Bifidobacteria bekerja dengan cara (1) Mempunyai afinitas pengikatan yang tinggi terhadap membran sel epitel mukosa, (2) Bertindak sebagai pembawa Ag, yang akan mengikatkan ke jaringan target, sehingga mengaktivasi makrofag untuk membangkitkan respon imun 4. Memproduksi substansi antibakteri. Beberapa bahan yang bersifat antibakteri dapat dihasilkan oleh probiotik. Bahan-bahan tersebut, diantaranya Asam organik, Bakteriosin, Mikrosin, Reuterin, Volatille fatty acid, Hidrogen peroksida, ion hidrogen. Probiotik dapat menguraikan sisa-sisa makanan menjadi asam-asam lemak rantaipendek (laktat, propionat, butirat) dalam komposisi tertentu sehingga meningkatkan penyerapan kolon. Mekanisme kerja probiotik dalam memperpendek diare, adalah (1) Menurunkan pH usus dengan menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek, (2) Efek antagonis langsung terhadap patogen, (3) Kompetisi perlekatan pada reseptor, (4) Perbaikan fungsi imun dan stimulasi sel imunomodulator, (5) Kompetisi nutrien dan faktor pertumbuhanMekanisme kerja untuk pencegahan diare, adalah (1) Memodulasi sistem imun, meningkatkan produksi Ab dan memobilisasi makrofag, limfosit, dan lain-lain, (2) Meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga meningkatkan respon imun alamiah (innate immunity), (3) Menghambat pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi nutrisi dan meningkatkan fungsi barier, (4) Memproduksi substansi antibakteri, (5) Menurunkan pH usus dengan memproduksi asam laktat, dan (6) Menekan aktivitas toksik dan enzim karsinogenik amin oleh flora usus lain.

Seng (Zinc)Zinc merupakan mikronutrien esensial bagi tubuh. Anak-anak di negara berkembang banyak mengalami kekurangan cadangan zinc. Zinc berperan dalam proses pertumbuhan dan diferensiasi sel, menjaga stabilitas dinding sel, serta ikut dalam proses ekspresi dari gen dan pengaturan ion intraseluler. Zinc berperanan penting dalam sistem imun. Pada sistem imunitas non-spesifik, jika terjadi defisiensi akan menyebabkan kerusakan sel epidermal, mukosa GIT dan saluran nafas yang merupakan barier terhadap mikroba. Defisiensi zinc juga akan mengganggu fungsi leukosit PMN, sel NK dan aktivitas komplemen. Pada sistem imunitas spesifik, zinc berperan besar dalam sistem limfosit. Defisiensi zinc menyebabkan atrofi timus dan berkurangnya kandungan limfositnya. Defisiensi zinc akan menurunkan prekursor limfosit di sumsum tulang, sehingga jumlah limfosit dalam darah akan menurun, yang menyebabkan respons Antibodi menurunHubungan seng dan GIT sangat erat. GIT memiliki kandungan limfosit terbanyak setelah timus, sehingga defisiensi zinc menyebabkan anak rentan terhadap infeksi kuman penyebab gangguan GIT. Zinc berperan dalam mempertahankan integritas mukosa usus melalui fungsi regenerasi sel dan stabilitas membran sel. Zinc dapat menghalangi pembentukan NO yang mengaktivasi c-GMP yang menimbulkan diare sekresi.Penelitian suplementasi zinc pada diare menunjukkan penurunan insidens diare akut dan persisten antara 14-65%. Pemberian zinc pada penderita diare terbukti memperpendek durasi dan mengurangi proporsi diare yang menjadi kronik. Pemberian zinc pada penderita diare tidak memandang status zinc tubuh, tetapi dampaknya lebih jelas pada penderita dengan defisiensi zinc.Sekarang sudah ada bentuk Zinc elemental, yakni zinkid dan diazinc, dengan setiap tablet mengandung zinc elemental 20 mg. Dosisnya adalah untuk bayi 6 bulan ke bawah diberikan 10 mg, untuk yang di atas 6 bulan diberikan 20 mg, diberikan selama 14 hari. Sebelum ada preparat tersebut dipakai Zinc sulfat, Zinc glukonat, Zinc asetat, Zinc pikolinat. Satu mg Zn elemental setara dengan 4,4 mg ZnSO4.7H2O setara dengan 7 mg seng glukonat setara dengan 2,8 mg seng asetat setara dengan 2,1 mg ZnCl2

Obat-obat simptomatikObat-obat yang mempengaruhi fesesObat pengental tinja. Kaolin-pektin. Obat ini tidak dianjurkan dipakai. Silikat aluminium terhidrasi dapat mengabsorpsi toksin bakteri dan memberikan perlindungan mekanik bagi mukosa usus. Walaupun frekuensi diare berkurang, tetapi tidak menghentikan keluarnya air dan elektrolit ke dalam lumen usus karena itu kehilangan cairan tetap berlangsung. Kehilangan cairan akan sulit dipantau. Portoy 1980: penggunaan campuran kaolin pektin menjadikan tinja bertambah keras namun jumlah air yang hilang tidak berubah. Mc Clung: kaolin-pectin dapat meningkatkan kehilangan garam dalam tinja, terutama Na dan KObat antimotilitas. Loperamid. Dosis pada anak 0,04 mg/kg. Efek merugikan loperamid (Walia 1980) : (1). Kehilangan cairan dan elektrolit dalam lumen sulit dinilai, (2). Multiplikasi abnormal flora bakteri kolon sehingga dapat me-invasi ke darah, dan (3) Dapat menybabkan distensi abdomen sehingga menimbulkan Ileus paralitik. Pemakaian obat antimotilitas pada diare akut dengan demam yang diperkirakan ada patogen invasif dan disentri dapat mengakibatkan hambatan pembuangan organisme patogen yang menyebabkan diare memanjang. Dapat menimbulkan ileus paralitik, dan dapat menimbulkan toksik megakolon (terutama pada kasus disentri). Obat anti sekretorik. Klorpromazin. Obat ini menghambat siklase intestin yang dipacu oleh toksin kolera dan sekresi cairan (Rabbani 1979). Dosis 1 mg/kgBB/hari. Kerugiannya: menyebabkan sedasi, sehingga oralit tidak dapat diberikan. Aspirin dan endometasin. Obat ini dapat mencegah efek sekretori dari toksin kolera. (Walia 1980)Kolesteramin. Berefek pada pengikatan asam empedu sehingga efek katartik akibat asam empedu dalam jumlah besar yang mencapai kolon dikurangi (Beraut 1976). Berkemampuan mengikat endotoksin, sehingga efektif pada diare intraktabel, walaupun patogenesisnya belum jelas. Obat-obat anti muntahWHO belum merokemendasikan penggunaan. Obat anti muntah berdasarkan tempat keranya dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yakni (1) berkerja di sistem syaraf pusat, dengan menekan pusat muntah. Efek sampingnya adalah mengantuk. (2) bekerja di saluran cerna, dengan meningkatkan peristaltik. Efek sampingnya adalah diare. Terdapat perdebatan mengenai penggunaan obat antimuntah pada diare. Pendapat yang tidak setuju beralasan: (1) gejala muntah merupakan gejala penyakit yang dapat hilang dengan sendirinya, misalnya pada infeksi rotavirus gejala muntah hanya didapatkan pada awal perjalanan penyakitnya. (2) muntah bisa diakibatkan dari dehidrasi dan asidosis. Jadi jika dehidrasi dan asidosisnya diobati maka muntah akan hilang dengan sendirinya. Pendapat yang setuju berdasarkan EBM (evidence based medicine): penelitan multisenter memperlihatkan keuntungan penggunaan obat anti muntah. Obat yang sering dipakai adalah Domperidone. Dosis 0,25-0,5/kgBB/kali 3 sampai 4 ali perhari.

VAKSINASI SALURAN CERNAImunisasi parenteral: hanya meningkatkan AB dalam serum tetapi tidak dalam saluran cerna. Imunisai peroral dengan bakteri yang telah mati menyebabkan antibodi dalam serum dan lokal tidak cukup tinggi. Imunisasi oral dengan bakteri hidup menyebabkan Antibodi cukup tinggi dalam serum maupun lokal. Jenis vaksin: Vaksin Kolera: menghalangi proses perlekatan toksin kolera terutama sub unit B. Vaksin Shigella: berasal dari mutasi bakteri Shigella yg dilemahkan, mutasi hibrida Shigella dengan segmen E.coli, E.coli yang dimasukkan gen Shigella dan carrier yg mengandung gen Shigella. Booster vaksin shigella dilakukan setiap 2 tahun. Vaksin E.coli: dapat dari inti (Ag LT dan ST), kapsul (Ag K) dan dari silia (Ag P). Vaksin Salmonella: vaksin parenteral kurang memuaskan, vaksin oral lebih memuaskan. Vaksin rotavirus generasi kedua memiliki prospek yang lebih baik dibandingkan generasi pertama. Vaksin generasi pertama telah terbukti menyebabkan invaginasi, sehingga ditarik. Pemakaiannya pada bayi di bawah umur 6 bulan dengan dosis sebanyak 2 kali.