Buah Naga Merah Dan Ubi Ungu

10
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Buah naga merah mempunyai bentuk yang unik dan menarik, berwarna merah dengan kulit yang menyerupai sisik naga. Buah naga merah memiliki nilai nutrisi dan nilai ekonomis yang tinggi. Warna merah pada buah ini dikarenakan adanya kandungan pigmen betalain yang juga memiliki sifat sebagai antioksidan. Masyarakat biasa mengkonsumsi buah ini dengan membuang kulitnya. Padahal kulit buah naga merah juga mengandung pigmen betalain sama seperti yang terkandung pada daging buah. Pigmen betalain sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang aman dan juga dapat memberikan aktivitas antioksidan (Norziah et al., 2008; Stintzing et al., 2007; Mahatanatawee et al., 2005). Ubi jalar ungu merupakan sejenis umbi yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Warna ungu pada umbi ini disebabkan oleh kandungan pigmen antosianin. Pigmen antosianin dan pigmen betalain memiliki kemiripan struktur molekul kecuali adanya unsur nitrogen pada struktur betalain (Hendry & Houghton, 1996). Kedua pigmen tersebut bersifat larut dalam air sehingga mudah diekstraksi dengan menggunakan air sebagai pelarut. Nutrisi tidak hanya berarti pencegahan kekurangan zat gizi tetapi berkembang menjadi usaha untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko penyakit. Pangan fungsional merupakan makanan konvensional yang dikonsumsi dalam pola makan sehari-hari dan terdiri dari komponen alami yang mungkin merupakan hasil fortifikasi. Pangan fungsional mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan serta meningkatkan kualitas hidup, mencakup fisik, psikologis, dan performa (Gibson & Christine, 2000). Sehubungan dengan trend pangan fungsional, produk-produk confectionery mulai dikembangkan dengan adanya fortifikasi senyawa-senyawa fungsional. Menurut Gruenwald (2007), pasar global untuk functional confectionery mencapai 7,4 milyar dollar, 24 % dari total pasar functional food pada tahun 2005 dan terus meningkat

description

buah naga merah

Transcript of Buah Naga Merah Dan Ubi Ungu

  • 1

    1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar belakang

    Buah naga merah mempunyai bentuk yang unik dan menarik, berwarna merah dengan

    kulit yang menyerupai sisik naga. Buah naga merah memiliki nilai nutrisi dan nilai

    ekonomis yang tinggi. Warna merah pada buah ini dikarenakan adanya kandungan

    pigmen betalain yang juga memiliki sifat sebagai antioksidan. Masyarakat biasa

    mengkonsumsi buah ini dengan membuang kulitnya. Padahal kulit buah naga merah

    juga mengandung pigmen betalain sama seperti yang terkandung pada daging buah.

    Pigmen betalain sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang aman

    dan juga dapat memberikan aktivitas antioksidan (Norziah et al., 2008; Stintzing et al.,

    2007; Mahatanatawee et al., 2005).

    Ubi jalar ungu merupakan sejenis umbi yang banyak dibudidayakan di Indonesia.

    Warna ungu pada umbi ini disebabkan oleh kandungan pigmen antosianin. Pigmen

    antosianin dan pigmen betalain memiliki kemiripan struktur molekul kecuali adanya

    unsur nitrogen pada struktur betalain (Hendry & Houghton, 1996). Kedua pigmen

    tersebut bersifat larut dalam air sehingga mudah diekstraksi dengan menggunakan air

    sebagai pelarut.

    Nutrisi tidak hanya berarti pencegahan kekurangan zat gizi tetapi berkembang menjadi

    usaha untuk meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko penyakit. Pangan

    fungsional merupakan makanan konvensional yang dikonsumsi dalam pola makan

    sehari-hari dan terdiri dari komponen alami yang mungkin merupakan hasil fortifikasi.

    Pangan fungsional mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan serta meningkatkan

    kualitas hidup, mencakup fisik, psikologis, dan performa (Gibson & Christine, 2000).

    Sehubungan dengan trend pangan fungsional, produk-produk confectionery mulai

    dikembangkan dengan adanya fortifikasi senyawa-senyawa fungsional. Menurut

    Gruenwald (2007), pasar global untuk functional confectionery mencapai 7,4 milyar

    dollar, 24 % dari total pasar functional food pada tahun 2005 dan terus meningkat

  • 2

    dengan laju pertumbuhan sebesar 1 % di tahun 2006. Marshmallow merupakan produk

    confectionery dengan karakteristik stuktur yang elastis dan foamy (Lees & Jackson,

    1973).

    Berdasarkan cara pembuatannya, marshmallow memiliki keunggulan untuk

    dikembangkan sebagai functional confectionery karena suhu pemanasan yang

    dibutuhkan tidak terlalu tinggi dibandingkan produk confectionery yang lainnya.

    Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan produk baru dengan memanfaatkan

    ekstrak kulit buah naga merah. Ekstrak ubi jalar ungu ditambahkan sebagai formulasi

    marshmallow sehingga marshmallow yang dihasilkan mempunyai nilai fungsionalitas

    sebagai antioksidan.

    1.2. Tinjauan Pustaka

    1.2.1. Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Buah naga sering pula disebut sebagai pitaya atau dragon fruit merupakan tanaman

    buah yang banyak mendapat perhatian dari masyarakat Indonesia karena keunikan

    bentuknya, harga jual yang tinggi, dan nilai nutrisinya yang tinggi. Buah naga berasal

    dari negara-negara Amerika Latin yaitu Chile, Argentina, Peru, dan Mexico. Buah naga

    dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu buah naga kulit merah daging putih

    (Hylocereus undatus), buah naga kulit merah daging merah (Hylocereus polyrhizus),

    dan buah naga kulit kuning daging putih (Selenicereus megalanthus) (Lau et al., 2007).

    Menurut Stinzing et al. (2007), buah naga merupakan buah yang memiki potensi yang

    bagus dibandingkan buah lainnya. Disamping nilai komersialnya yang tinggi, tanaman

    buah naga juga bersifat adaptatif terhadap lingkungan pertumbuhan yang baru (mudah

    ditumbuhkan). Tanaman buah naga yang termasuk dalam famili Cactaceae mampu

    mentolerir kondisi kering, panas, dingin, serta tanah yang kurang subur. Buahnya pun

    memiliki penampakan yang sangat menarik dengan warna kulit yang merah dengan

    ujung kehijauan serta daging buah yang merah atau putih dengan biji hitam yang dapat

    di makan.

  • 3

    Buah naga merah memiliki kelebihan dibandingkan dengan buah naga putih, yakni

    pigmen merah yang terkandung di dalam daging dan juga kulit buahnya (Gambar 1).

    Pigmen tersebut digolongkan dalam kelompok betalain dan berpotensi untuk

    dikembangkan menjadi natural food coloring (Harivaindaran et al., 2008; Rebecca et al.,

    2008; Wybraniec & Mizrahi, 2002). Pigmen merah tersebut tidak hanya dapat

    memberikan warna tetapi juga memiliki aktivitas antioksidan (Stintzing et al., 2007;

    Mahatanatawee et al., 2005). Komposisi kimia kulit buah naga dapat dilihat pada

    Tabel 1.

    Tabel 1. Komposisi Kimia Kulit Buah Naga Merah

    Kandungan Kimia Kadar (%) Kadar air 4,73 Kadar Protein 3 Kadar Lemak 0,8 Kadar Abu 19,1 Kadar Karbohidrat 72,3 (Norziah et al., 2008)

    Skala 1:6

    Gambar 1. Kulit Buah Naga Merah Berwarna Merah Keunguan (Dokumentasi Pribadi)

    1.2.2. Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Ubi Jalar (Ipomoea batatas) adalah tanaman dengan umbi akar yang berpati dan berasa

    manis. Bentuk umbi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak

    rata. Kulitnya berwarna putih, kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan, tergantung

    varietasnya. Daging umbi berwarna putih, kuning atau jingga sedikit ungu. Kulit

    maupun dagingnya mengandung pigmen karotenoid dan antosianin yang menentukan

    warnanya. Keberadaan pigmen karotenoid dan antosianin dengan kombinasi dan

  • 4

    intesitas yang berbeda-beda menghasilkan warna putih, kuning, oranye, atau ungu pada

    kulit dan daging ubi (Teow et al., 2007).

    Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Adapun

    komposisi kimia beberapa jenis ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2. Ubi jalar ungu

    (Gambar 2) mengandung pigmen antosianin. Keberadaan senyawa antosianin pada ubi

    jalar ungu dapat berfungsi sebagai antioksidan. Antosianin mampu menghalangi laju

    perusakan sel radikal bebas akibat nikotin, polusi udara dan bahan kimia lainnya.

    Antosianin berperan dalam mencegah terjadinya penuaan, penyakit jantung koroner,

    penyakit kanker dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis. Selain itu,

    antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik

    terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan olahannya,

    mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula darah

    (antihiperglisemik). Hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar ungu

    mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner (Cho et al., 2003).

    Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar

    Kandungan Kimia Kadar (%) Air 77,22 Protein 1,58 Lemak 0,08 Karbohidrat 20,15 Abu 0,98 (USDA, 2008)

    Skala 1:4,5

    Gambar 2. Ubi Jalar Ungu (Dokumentasi Pribadi)

    1.2.3. Radikal Bebas dan Antioksidan Suatu radikal bebas dapat dinyatakan sebagai atom berisi satu atau lebih elektron yang

    tidak berpasangan. Radikal bebas dapat bereaksi menyerang senyawa lipida disebut

  • 5

    reaksi oksidatif. Aktivitas radikal bebas dalam tubuh dapat memberikan pengaruh

    negatif bagi kesehatan. Radikal bebas dalam tubuh dapat merusak senyawa lipoprotein

    penyusun sel dan mengakibatkan terbentuknya sel-sel kanker. Aktivitas radikal bebas

    dalam makanan dapat menyebabkan ketengikan. Selain itu radikal bebas juga dapat

    menyebabkan kerusakan nutrisi jika bereaksi dengan vitamin (Papetti et al., 2002;

    Pokorny et al., 2001).

    Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat, memperlambat, atau

    mencegah terjadinya reaksi oksidasi. Berdasarkan mekanismenya, antioksidan dibagi

    menjadi:

    Antioksidan primer seperti seruloplasmin, transferin dan ferritin berfungsi untuk

    mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru.

    Antioksidan sekunder seperti vitamin E, vitamin C, -karoten, asam urat,

    bilirubin dan albumin akan memutus jalur pembentukan reaksi rantai dari radikal

    bebas.

    Antioksidan tersier seperti enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin

    sulfoksida reduktase berfungsi untuk memperbaiki struktur sel yang rusak akibat

    serangan radikal bebas tadi.

    Keberadaan antioksidan dalam bahan pangan dapat mencegah terjadinya ketengikan

    oksidatif. Konsumsi antioksidan dalam pola makan akan dapat menghambat oksidasi

    dan mencegah penyakit degeneratif (Pokorny et al., 2001).

    1.2.4. Senyawa Aktif Buah Naga Merah (Betalain) Betalain tergolong sebagai pigmen yang merupakan turunan dari asam betalamat dan

    bersifat larut dalam air. Struktur kimia betalain mirip dengan flavonoid dan antosianin,

    hanya saja betalain mengandung unsur nitrogen. Betalain dibagi menjadi dua kelas,

    yaitu betacyanin yang berwarna merah keunguan dan betaxanthin yang berwarna

    kekuningan. Betacyanin terbentuk dari asam betalamat yang membentuk ikatan

    kondensasi dengan cyclic 3,4-dihydroxyphenylalanine (cyclo-DOPA) dan terglikosilasi.

    Lebih dari itu betalain memiliki aktivitas antioksidan karena strukturnya sebagai

    cationized compounds (Vitti et al., 2005; Tesoriere et al., 2004). Sebagai cationized

    compounds, betalain dapat menjadi donor hidrogen yang berfungsi untuk inaktivasi

  • 6

    radikal bebas dalam tubuh yang dapat sebabkan penyakit degeneratif. Dengan demikian

    betalain dapat mengurangi resiko penyakit degeneratif yang disebabkan oleh aktivitas

    destruksi radikal bebas di dalam tubuh.

    Sifat stabilitas betalain sangat perlu untuk diketahui berkaitan dengan fungsinya sebagai

    pewarna dan antioksidan yang banyak diaplikasikan pada produk pangan. Beberapa

    faktor yang mempengaruhi stabilitas betalain yaitu suhu, pH, cahaya, oksigen, dan

    enzim. Suhu adalah faktor utama yang mempengaruhi stabilitas betalain. Suhu

    pasteurisasi dapat mereduksi betalain hingga 5 % sedangkan suhu sterilisasi dapat

    mereduksi betalain secara drastis. Ikatan glikosidik antara cyclodopa dan asam

    betalamat rusak saat betalain terdegradasi. Degradasi betalain bersifat reversibel pada

    suhu yang tidak terlalu tinggi. Artinya, ikatan glikosidik antara cyclodopa dan asam

    betalamat dapat terjadi kembali membentuk betalain. Pada suhu yang terlalu tinggi,

    pembentukan kembali senyawa betalain dari cyclodopa dan asam betalamat terganggu

    karena adanya reaksi mailard. Degradasi betalain pada suhu tinggi juga dapat

    disebabkan karena adanya reaksi dekarboksilasi dan dehidrogenasi (Stintzing et al.,

    2007; Hendry & Houghton, 1996).

    Betalain stabil dan tetap dapat mempertahankan warnanya pada rentang pH 3 -7 (asam

    hingga netral). Pada pH basa betalain akan terdegradasi karena adanya pembebasan

    asam betalamat. Penambahan asam sitrat dilakukan untuk meningkatkan stabilitas

    pigmen pada saat ekstraksi (Esquivel et al., 2007; Delgado-Vargas & Octavio, 2003;

    Hendry & Houghton, 1996). Pada pH 7 (netral), larutan betalain dengan paparan

    oksigen akan terdegradasi 15% lebih besar daripada larutan betalain pada kondisi

    nitrogen atmosphere. Keberadaan oksigen dapat memicu terjadinya reaksi oksidasi yang

    dapat merusak komponen betalain. Betalain juga rentan terdegradasi dengan keberadaan

    radiasi cahaya ultraviolet (UV) dan sinar gamma. Keberadaan cahaya dapat memicu

    terjadinya reaksi oksidasi yang dapat merusak komponen betalain (Delgado-Vargas &

    Octavio, 2003; Hendry & Houghton, 1996).

  • 7

    Betalain lebih stabil pada sistem kering. Hal tersebut berkaitan dengan adanya oksigen

    yang terlarut dalam air. Selain itu, reaksi degradasi betalain cenderung melibatkan air

    jadi pengurangan air dapat meminimalkan reaksi degradasi betalain. Keberadaan enzim

    peroksidase dapat menyebabkan degradasi enzimatik betalain (Delgado-Vargas &

    Octavio, 2003).

    1.2.5. Senyawa Aktif Ubi Jalar Ungu (Antosianin) Antosianin merupakan kelompok flavonoid yang mempunyai struktur kerangka inti

    berupa C6C3C6 dan bersifat larut dalam air. Struktur kerangka tersebut dapat

    mengalami glikosilasi dengan polihidroksi atau dengan polimetoksi membentuk

    aglycones (antosianidin). Antosianin memiliki kelebihan proton yang menyebabkannya

    memiliki aktivitas antioksidan (Sanchez et al., 2006; Hendry & Houghton, 1996).

    Antosianin bersifat tidak stabil dan mudah mengalami kerusakan. Stabilitas antosianin

    dipengaruhi oleh pH, suhu, enzim, cahaya, dan oksigen (Shahidi et al., 1995).

    Antosianin bersifat lebih stabil pada pH < 3. Peningkatan pH akan menurunkan

    intensitas warna dan hilangnya ikatan ganda (Ozela et al., 2007; Hendry & Houghton,

    1996). Menurut peneliatian Tensiska dan Natalia (2007), asam sitrat, asam asetat, dan

    asam tartarat dapat meningkatkan stabilitas antosianin. Suhu yang tinggi juga dapat

    mengakibatkan kerusakan pada antosianin. Kerusakan thermal antosianin akan

    menyebabkan terbentuknya warna coklat terutama dengan keberadaan oksigen dan

    kondisi yang basa (Ozela et al., 2007; Laleh et al., 2006; Hendry & Houghton, 1996).

    Inaktivasi enzim dapat meningkatkan stabilitas antosianin. Enzim yang dapat memicu

    kerusakan antosianin adalah glikosidase yang dapat memutuskan ikatan aglycone yang

    diikuti oleh degradasi antosianin yang menjadi lebih tidak stabil. Selain glikosidase,

    peroksidase dan fenolase juga dapat menyebabkan kerusakan enzimatik pada antosianin.

    Aktivitas fenolase akan meningkat dengan adanya komponen fenol seperti catechol dan

    caftaric acid (Hendry & Houghton, 1996).

  • 8

    Antosianin bersifat lebih stabil dan dapat mempertahankan warnanya pada kondisi

    penyimpanan gelap. Berdasarkan penelitian Ozela et al. (2007), waktu paruh antosianin

    lebih besar pada kondisi gelap. Hal tersebut berarti degradasi antosianin terjadi lebih

    lambat pada kondisi gelap. Pengaruh kerusakan antosianin oleh oksigen dapat terjadi

    melalui reaksi oksidasi baik secara langsung maupun tidak langsung, dimana komponen

    yang teroksidasi akan mengalami reaksi dengan antosianin menyebabkan kehilangan

    warna. Kerusakan oksidatif antosianin juga dipengaruhi oleh suhu, pH, dan cahaya

    dimana kerusakan yang terjadi akan menjadi minimal pada suhu rendah, pH asam, dan

    tempat gelap (Hendry & Houghton, 1996).

    Keberadaan oksigen dan cahaya akan mempengaruhi stabilitas antosianin. Selama

    proses oksidasi, ion flavilium yang berwarna merah akan berubah menjadi basa karbinol

    dan akhirnya menjadi kalkon (Gambar 3). Kalkon akan berubah menjadi senyawa

    turunan yang mengalami reaksi-reaksi lanjutan menghasilkan pigmen kecoklatan

    melanoidin (Ozela et al., 2007; Laleh et al., 2006; Sari et al., 2005; Lydia et al., 2001).

    Gambar 3. Reaksi Oksidasi Antosianin (www.photobiology.info)

    1.2.6. Produk Marshmallow Marshmallow merupakan produk kembang gula dengan karakteristik struktur yang

    elastis dan foamy. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi tingkat kualitas

    marshmallow adalah kadar air, tekstur, dan kestabilan struktur foam (Lees & Jackson,

    1973). Berdasarkan metode pembuatannya, marshmallow dibedakan menjadi 2 macam,

    Flavylium cation

  • 9

    yaitu deposited marshmallow dan extruded marshmallow. Pada metode deposited

    marshmallow, adonan marshmallow dituangkan ke tepung yang sudah dibentuk seperti

    cetakan dan didiamkan hingga mengeras. Sedangkan pada metode extruded

    marshmallow, adonan marshmallow diekstrusi melewati lubang die dan membentuk

    semacam rope. Selanjutnya rope didiamkan hingga mengeras dan dipotong sesuai

    dengan ukuran yang diinginkan (Zietlow et al., 2001).

    Terbentuknya marshmallow ditentukan oleh bahan-bahan penyusunnya seperti gula,

    sirup glukosa, gelatin, putih telur, air, tepung, asam sitrat, pewarna, dan perasa

    secukupnya. Gula berfungsi memberi rasa manis dan sebagai filler. Sirup glukosa

    ditambahkan untuk mencegah rekristalisasi gula yang menimbulkan tekstur berpasir

    yang tidak diinginkan pada marshmallow. Gelatin berfungsi sebagai gelling agent dan

    foaming agent. Kekuatan gel yang dibentuk oleh gelatin dinyatakan sebagai obloom.

    Gelatin yang baik digunakan untuk pembuatan marshmallow adalah gelatin

    200 250 obloom (Lees & Jackson, 1973).

    Gelatin dengan obloom yang tinggi lebih direkomendasikan untuk pembuatan produk

    aerated confectionery. Jumlah penambahan gelatin yang dibutuhkan untuk pembuatan

    marshmallow akan berkurang jika digunakan gelatin dengan obloom yang tinggi.

    Jumlah penambahan gelatin yang lebih sedikit dapat menghasilkan adonan dengan

    viskositas yang lebih rendah sehingga dapat menurunkan lower back pressure dan

    discharge temperature. Dengan demikian, efisiensi pembuatan marshmallow akan

    menjadi lebih baik (Lees & Jackson, 1973).

    Putih telur bersama dengan gelatin membentuk lapisan protein yang menjebak udara

    menciptakan struktur foamy pada marshmallow. Air berfungsi untuk melarutkan gula,

    asam sitrat, dan gelatin. Tepung berfungsi sebagai media untuk mencetak dan asam

    sitrat berfungsi memberikan rasa asam. Pewarna dan perasa ditambahkan untuk

    meningkatkan penampakan, rasa, dan aroma. Bahan perasa biasanya berupa edible oil

    dan ekstrak dalam bentuk emulsi. Pewarna yang bersifat larut air dapat ditambahkan ke

    adonan marshmallow yang putih. Pada umumnya umur simpan marshmallow dapat

  • 10

    mencapai 2 3 bulan jika disimpan pada suhu ruang dalam kemasan rapat (Zietlow et

    al., 2001; Edwards, 2000).

    1.3. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

    Mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak kulit buah naga merah dan ubi jalar ungu terhadap perubahan sifat fisikokimiawi marshmallow selama penyimpanan.

    Mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak kulit buah naga merah dan ubi jalar ungu terhadap karakteristik sensori marshmallow ditinjau dari segi warna, tekstur, dan

    rasa.

    logo: