BU ANIK HASTUTI

download BU ANIK HASTUTI

of 39

Transcript of BU ANIK HASTUTI

INDUKSI PERSALINAN....Induksi persalinan adalah pencetusan persalinan buatan. Augmentasi persalinan menggunakan teknik dan obat yang sama dengan induksi persalinan, tetapi dilakukan setelah kontraksi dimulai secara spontan. Biasanya induksi persalinan hanya dilakukan jika ibu memiliki masalah kebidanan atau jika ibu maupun bayinya memiliki masalah medis. untuk menentukan kematangan janin secara akurat, sebelum dilakukan induksi, bisa dilakukan amniosentesis. Pada induksi persalinan biasanya digunakan oksitosin, yaitu suatu hormon yang menyebabkan kontraksi rahim menjadi lebih kuat. hormon ini diberikan melalui infus sehingga jumlah obat yang diberikan dapat diketahui secara pasti. selama induksi berlangsung, denyut jantung janin dipantau secara ketat dengan menggunakan alat pemantau elektronik. Jika induksi tidak menyebabkan kemajuan dalam persalinan, maka dilakukan operasi sesar. Pada augmentasi persalinan diberikan oksitosin sehingga kontraksi rahim bisa secara efektif mendorong janin melewati jalan lahir. Tetapi jika persalinan masih dalam fase inisial (dimana serviks belum terlalu membuka dan kontraksi masih tidak teratur), lebih baik augmentasi ditunda dengan membiarkan ibu beristirahat dan berjalan-jalan. Kadang terjadi kontraksi yang terlalu kuat, terlalu sering atau terlalu kuat dan terlalu sering. keadaan ini disebut kontraksi disfungsional hipertonik dan sulit untuk dikendalikan. Jika hal ini terjadi akibat pemakaian oksitosin, maka pemberian oksitosin segera dihentikan. diberikan obat pereda nyeri atau terbutalin maupun ritodrin untuk membantu menghentikan maupun memperlambat kontraksi. Tahapan : 500 cc dextrose 5%, dicampurkan 5 IU oksitosin sintetik. Cairan oksitosin dialirkan melalui infus dengan dosis 0.5 mIU sampai 1.0 mIU per menit, sampai diperoleh respons berupa aktifitas kontraksi dan relaksasi uterus yang cukup baik. Dimulai dari 8 tetes dan dinaikkan 4 tetes/15 menit.. Dengan Maksimal tetesan 40 tetes. Ini semua dilakukan untuk mendapatkan Kontraksi Rahim yang adekuat sehingga menyebabkan pembukaan jalan lahir. Evaluasi Keberhasilan Induksi oleh tenaga Medis dapat dilihat dalam score Bishop. Bila, sudah di induksi dengan Infus Drip 3x tapi tetap tidak ada kemajuan, dikatakan INDUKSI GAGAL. Dan bila kegagalan persalinan dikarenakan rahim yang tak mau berkontraksi (POWER), penanganan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara Sectio Caesarea

GAWAT JANINMASALAH Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari 180 per menit. Air ketuban hijau kental. PENANGANAN UMUM Pasien dibaringkan miring ke kiri. Berikan oksigen. Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin).

DIAGNOSIS Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang ab-normal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera. Denyut jantung janin abnormal Kotak Kelainan denyut jantung janin (DJJ) DJJ Normal, dapat melambat sewaktu his , dan segera kembali normal setelah relaksasi DJJ lambat (kurang dari 100 x/menit) saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat janin DJJ cepat (lebih dari 180 x/menit) yang disertai takhikardi ibu bisa karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin Mekonium Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran napas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium. Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kompresi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan. PENANGANAN KHUSUS Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal sebagai berikut: Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin: - Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasenta. - Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan antibiotika untuk. - Jika tali pusat terletak di bawah bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan penanganan prolaps tali pusat Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan persalinan: - Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas sim-fisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasion 0, lakukan per-salinan dengan ekstraksi vakum atau forseps. - Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada di atas stasion 0, lakukan persalinan dengan seksio sesarea

Sindroma Aspirasi Mekonium

Definisi : Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Etiologi : Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung. Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari 40 minggu). Selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. Cairan ketuban dan mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paruparu. Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai kemungkinan terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan. Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada bayi baru lahir. Faktor resiko terjadinya sindroma aspirasi mekonium: Kehamilan post-matur Preeklamsi Ibu yang menderita diabetes Ibu yang menderita hipertensi Persalinan yang sulit Gawat janin Hipoksia intra-uterin

(kekurangan oksigen ketika bayi masih berada dalam rahim).

Gejala dan tanda : Gejalanya berupa: - Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya mekonium di dalam cairan ketuban - Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan lama sebelum persalinan) - Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah - Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis) - Takipneu (laju pernafasan yang cepat) - Apneu (henti nafas) - Tampak tanda-tanda post-maturitas (berat badannya kurang, kulitnya mengelupas). Diagnosis : Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut: Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bardikardia (denyut jantung yang lambat) Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan) Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah. Dengan bantuan laringoskopi, pita suara

tampak berwana kehijauan. Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal (ronki kasar). Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: - Analisa gas darah (menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO2 dan peningkatan pCO2) - Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).

Penatalaksanaan : Segera setelah kepala bayi lahir, dilakukan pengisapan lendir dari mulut bayi. Jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukkan sebuah selang ke dalam trakea bayi dan dilakukan pengisapan lendir. Prosedur ini dilakukan secara berulang sampai di dalam lendir bayi tidak lagi terdapat mekonium. Jika tidak ada tanda-tanda gawat janin dan bayinya aktif serta kulitnya berwarna kehijauan, beberapa ahli menganjurkan untuk tidak melakukan pengisapan trakea yang terlalu dalam karena khawatir akan terjadi pneumonia aspirasi. Jika mekoniumnya agak kental, kadang digunakan larutan garam untuk mencuci saluran udara. Setelah lahir, bayi dimonitor secara ketat. Pengobatan lainnya adalah: - Fisioterapi dada (menepuk-nepuk dada) - Antibiotik (untuk mengatasi infeksi)

- Menempatkan bayi di ruang yang hangat (untuk menjaga suhu tubuh) - Ventilasi mekanik (untuk menjaga agar paru-paru tetap mengembang). Gangguan pernafasan biasanya akan membaik dalam waktu 2-4 hari, meskipun takipneu bisa menetap selama beberapa hari. Hipoksia intra-uterin atau hipoksia akibat komplikasi aspirasi mekonium bisa menyebabkan kerusakan otak. Aspirasi mekonium jarang menyebabkan kerusakan paru-paru yang permanen. KOMPLIKASI Pneumonia aspirasi Pneumotoraks Kerusakan otak akibat kekurangan oksigen Gangguan pernafasan yang menetap selama beberapa hari. 1. 1. Definisi : Kurangnya jumlah amniotic fluid volume (AFV) AFV < 500 ml pada usia gestasi 32-36 minggu Single deepest pocket (SDP) < 2 cm Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < 5 persentil 1. 2. Epidemiologi: US : merupakan komplikasi pada 0,5 5,5% kehamilan. Severe oligohydramnion terjadi pada 0,7% kehamilan. 1. 3. Etiologi Fetal : Kromosom Kongenital Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim

-

Kehamilan postterm Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)

Maternal : Dehidrasi Insufisiensi uteroplasental Preeklamsia Diabetes Hypoxia kronis

Induksi Obat : Indomethacin and ACE inhibitors

Idiopatik 1. 4. Faktor resiko: Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi : 1. Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ). 2. Retardasi pertumbuhan intra uterin. 3. Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ). 4. Sindrom pasca maturitas 1. 5. Manifestasi klinis: 1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen. 2. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak. 3. Sering berakhir dengan partus prematurus. 4. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas. 5. Persalinan lebih lama dari biasanya. 6. Sewaktu his akan sakit sekali. 7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.

1. 6. Mekanisme (patofisiologi): Fisiologi Normal : AFV meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan volume sekitar 30 mL pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1 L pada kehamilan 34-36 minggu. AFV menurun pada akhir trimester pertama dengan volume sekitar 800 mL pada minggu ke40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu; dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 mL/minggu pada kehamilan 38-43 minggu. Mekanisme perubahan tingkat produksi AFV belum diketahui dengan pasti, meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600 mL/jam. 3 faktor utama yang mempengaruhi AFV : 1) 2) 3) Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Patofisiologi : Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan : Ruptur membran amnion / Rupture of amniotic membranes (ROM) Gangguan congenital dari jaringan fungsional ginjal atau obstructive uropathy - Keadaankeadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya urin ke kantung amnion - Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic dysplasia, dan atresia uretra Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan penurunan perfusi renal Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi cardiac output fetal

- Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan kebocoran aliran darah dari ginjal ke organ-organ vital lain Anuria dan oliguria

Postterm gestation Unknown Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara pasti

-

Penurunan aliran darah ginjal fetus dan penurunan produksi urin fetus 1. 7. Pemeriksaan penunjang lain:

USG Beberapa cara penentuan volume cairan amnion berdasarkan pemeriksaan USG : 1. 2. 3. penilaian subyektif (visual) penilaian semikuantitatif (pengukuran diameter satu atau lebih kantung amnion) kombinasi kedua cara tersebut di atas 1. 8. Penatalaksanaan: Tindakan Konservatif : 1. Tirah baring. 2. Hidrasi. 3. Perbaikan nutrisi. 4. Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST, Bpp ). 5. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion. 6. Amnion infusion. 7. Induksi dan kelahiran Penatalaksanaan bergantung pada usia kehamilan : Pre-term : mengevaluasi dan memonitor keadaan fetal dan maternal agar tetap dalam kondisi optimal Aterm ersalinan

Post-term : Persalinan 1. 9. Prognosis dan komplikasi Prognosis : Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk prognosisnya Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas

Komplikasi :

-

Congenital malformations Pulmonary hypoplasia Fetal compression syndrome Amniotic band syndrome Abnormal fetal growth or IUGR Decreased fetal blood volume, renal blood flow, and, subsequently, fetal urine output Fetal morbidity

Akibat Oligohidramnion : 1. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat bawaan dan pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu picak seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim. 2. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering ( lethery appereance ).

sfiksia NeonatorumMartono Tri Utomo

BATASAN Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

PATOFISIOLOGI Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

GEJALA KLINIK

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

DIAGNOSIS Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis. Pemeriksaan fisik : Nilai Apgar Klinis Detak jantung Pernafasan Refleks saat jalan nafas dibersihkan Tonus otot Warna kulit 0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Lunglai Biru pucat 1 < 100 x/menit Tak teratur Menyeringai Fleksi ekstrimitas (lemah) Tubuh merah ekstrimitas biru 2 >100x/menit Tangis kuat Batuk/bersin Fleksi kuat gerak aktif Merah seluruh tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Pemeriksaan penunjang : Foto polos dada USG kepala Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

Penyulit Meliputi berbagai organ yaitu : Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH Hematologi : DIC

-

PENATALAKSANAAN Resusitasi Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan) Terapi medikamentosa :

Epinefrin : Indikasi : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada. Asistolik.

-

Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander : Indikasi : Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.

-

Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan : Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat : Indikasi : Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.

-

Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%) Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

Nalokson : Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

-

Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.

-

Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml) Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c

Suportif Jaga kehangatan. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Ketuban pecah dini (early rupture of the membrane) : ada bermacam-macam batasan / teori / definisi.

Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya. Prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum waktunya. Masalahnya : Kapan selaput ketuban pecah (spontan) pada persalinan normal ? Normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi). KETUBAN PECAH DINI BERHUBUNGAN ERAT DENGAN PERSALINAN PRETERM DAN INFEKSI INTRAPARTUM PatofisiologiBanyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Faktor risiko / predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) 2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 4x 3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi 4. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x) 5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%) 6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%) 7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%) 8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x 9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%) 10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

Strategi pada perawatan antenatal- deteksi faktor risiko - deteksi infeksi secara dini - USG : biometri dan funelisasi Trimester pertama : deteksi faktor risiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG, pemeriksaan Gram, darah rutin, urine. Trimester kedua dan ketiga : hati-hati bila ada keluhan nyeri abdomen, punggung, kram di daerah pelvis seperti

sedang haid, perdarahan per vaginam, lendir merah muda, discharge vagina, poliuria, diare, rasa menekan di pelvis. Jika ketuban pecah : jangan sering periksa dalam !! Awasi tanda-tanda komplikasi.

Komplikasi ketuban pecah dini1. infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin. 2. persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm. 3. prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang). 4. oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.

Keadaan / faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm1. iatrogenik : hygiene kurang (terutama), tindakan traumatik 2. maternal : penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis, pre-eklampsia, trauma, konsumsi alkohol atau obat2 terlarang, infeksi intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks, servisitis/vaginitis akut, KETUBAN PECAH pada usia kehamilan preterm. 3. fetal : malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, kematian janin. 4. cairan amnion : oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik. 5. placenta : solutio placenta, placenta praevia (kehamilan 35 minggu atau lebih), sinus maginalis, chorioangioma, vasa praevia. 6. uterus : malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis, aktifitas uterus idiopatik.

Persalinan preterm (partus prematurus) : persalinan yang terjadi pada usia kehamilan antara 20-37 minggu. Tanda : kontraksi dengan interval kurang dari 5-8, disertai dengan perubahan serviks progresif, dilatasi serviks nyata 2 cm atau lebih, serta penipisan serviks berlanjut sampai lebih dari 80%. Insidens rata-rata di rumahsakit2 besar di Indonesia : 13.3% (10-15%)(persalinan preterm ada kuliahnya sendiri)

INFEKSI INTRAPARTUMInfeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in partu.

Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin. Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat. Protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah ketuban pecah, harus sudah partus. Patofisiologi1. ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. 2. infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. 3. mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).

4. tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob). Diagnosis infeksi intrapartum1. febris di atas 38oC (kepustakaan lain 37.8oC) 2. ibu takikardia (>100 denyut per menit) 3. fetal takikardia (>160 denyut per menit) 4. nyeri abdomen, nyeri tekan uterus 5. cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau 6. leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3) 7. pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil degradasi leukosit, normal negatif), pemeriksaan Gram, kultur darah.

Komplikasi infeksi intrapartum1. komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu. 2. komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.

Prinsip penatalaksanaan1. pada ketuban pecah, terminasi kehamilan, batas waktu 2 x 24 jam 2. jika ada tanda infeksi intrapartum, terminasi kehamilan / persalinan batas waktu 2 jam. 3. JANGAN TERLALU SERING PERIKSA DALAM 4. bila perlu, induksi persalinan 5. observasi dan optimalisasi keadaan ibu : oksigen !! 6. antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin iv 4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IU, metronidazol drip. 7. uterotonika : methergin 3 x 1 ampul drip 8. pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan). Di RSCM diberikan, bersama dengan antibiotika spektrum luas. Hasil cukup baik.

Gejala dan Bagaimana Cara Menanggulangi OligohidramnionDitanyakan oleh mumun, setahun yang lalu | 2595 Kunjungan | 0 Jawaban 0 Untuk mendapatkan penanganan dini, maka penting untuk Anda agar dapat mengenal gejala oligohidramnion.

Beberapa gejala oligohidramnion, antara lain sebagai berikut:

1. Ibu merasa nyeri setiap gerakan yang ditimbulkan janin. 2. Bunyi jantung janin sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas seiring berjalannya usia kehamilan. 3. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen. 4. Sering berakhir dengan partus prematurus. 5. Persalinan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. 6. Saat ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar. 7. Ibu merasa sakit yang amat sangat saat kontraksi. Pemeriksaan yang umumnya dilakukan: 1. Ibu menjalani pemeriksaan USG (ultrasonografi) untuk menunjukkan oligohidramnion, serta tidak adanya ginjal janin atau ginjal yang abnormal. 2. Melakukan rontgen pada perut dan paru-paru bayi. 3. Analisa gas darah. Bila oligohidramnion terjadi pada permulaan kehamilan, maka janin akan menderita cacat bawaan. Pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim. Bila oligohidramnion terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti club-foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering (lethery appereance). Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan: 1. Perbaikan nutrisi. 2. Istirahat lebih banyak. 3. Hidrasi. 4. Melakukan pemeriksaan terhadap janin, seperti menghitung pergerakan janin, NST, dan lain sebagainya. 5. Melakukan pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion. 6. Amnion infusion. 7. Induksi dan kelahiran.

Sedangkan NST untuk mengevaluasi : ( NST adalah berupa gambaran rekam jantung dan hubungannya saat ada gerakan dan kontraksi rahim, denyut jantung meningkat atau malah menurun yg di ukur dalam 30 menit.) - Rata2 Denyut jantung janin : normal ( 120-160), bradikardi < 120 dan takikardi > 160 - Gerakan janin : Janin harus dibangunkan dulu dengan menyuarakan lonceng atau menggerakgerakkan perut ibu. Normal minimal ada 3 gerakan janin. - Kontraksi rahim. Interpretasi NST : Prinsip NST adalah mengevaluasi kesejahteraan janin berdasarkan variabilitas denyut jantung janin, reaktif atau tidaknya denyut jantung terhadap gerakan janin dan kontraksi rahim. Apabila kita temukan variabilitas yang rendah, saat gerakan atau kontraksi rahim denyut jantung janin turun dibawah 100x harus diwaspadai, hal ini berarti kondisi janin sudah mulai kurang oksigen. Bisa disebabkan oleh karena lilitan tali pusat atau memang kondisi janin yang sudah gawat walaupun tanpa ada lilitan talipusat. Bila dalam pemeriksaan USG didapatkan air ketuban yang sangat sedikit kemungkinan janin harus segera dilahirkan dengan operasi sesar. Sebaliknya apabila pemeriksaan yang kita dapatkan normal semuanya kita tunggu sampai se aterm mungkin dengan batas maksimal 42mg. Apabila kita dapatkan kehamilan dengan sesuatu penyakit yang diderita ibu ( seperti penyakit jantung dan diabetes melitus ) kontrol rutin 2mg setelah usia kehamilan 20 28mg dan kontrol rutin seminggu sekali saat usia diatas 28 mg. Apabila kondisi janin dan ibu normal : Umur kehamilan < 28mg kontrol 4mg sekali. Umur kehamilan 28-36mg kontrol 2mg sekali Umur kehamilan diatas 36 mg kontrol seminggu sekali. Demikian sekelumit tentang evaluasi dan monitoring janin yang dapat saya sampaikan, semoga menambah pengetahuan anda. Terimakasih. Sby, 6-4-2010

persalinanIlmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo Fase laten: 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat sampai 3 cm Fase aktif: - Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm - Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan 4 cm menjadi 9 cm - Fase deselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap Fase-fase tersebut terjadi pada primigravida. Pada multigravida juga demikian, namun fase laten, aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek. William 21, 428: Fase laten: Selama fase ini, orientasi dari kontraksi uterus adalah pada perlunakan servik serta penipisan (effacement). Kriteria minimal Friedman untuk memasuki fase aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam untuk nulipara, serta 1,5 cm/jam untuk multi para. Rosen (1990): dinyatakan masuk fase aktif bila pembukaan 5 cm. Friedman & Sachtleben (1963): menyatakan prolonged latent phase bila > 20 jam pada nullipara dan 14 jam pada multi para. Faktor penyebab prolonged latent phase adalah: sedasi yang berlebihan atau anesthesia konduksi, kondisi serviks yang buruk (tebal, tidak menipis, serta tidak membuka), serta false

labor. Friedman: koreksi prolonged latent phase dengan istirahat maupun stimulasi oksitosin samasama efektif. Istirahat dengan sedatif yang kuat, 85% wanita tersebut kemudian memasuki fase aktif, 10% hilang kontraksinya, serta sisanya false labor. Friedman: tidak nyata mempengaruhi mortalitas serta morbiditas maternal serta janin Fase aktif: Dilatasi serviks antara 3 4 cm. Fase aktif adalah terminologi yang menggambarakan laju dilatasi tercepat, yang secara konsisten dimulai pada saat serviks berdilatasi dari 3 cm ke 4 cm. Sehingga, dilatasi serviks 3 ke 4 cm atau lebih, dengan kontraksi uterus, mencerminkan fase aktif. Laju pembukaan serviks pada fase aktif: 1,2 cm/jam untuk nulipara, serta 1,5 cm/jam untuk multi para. Contoh: nulipara yang masuk fase aktif dengan pembukaan 3- 4 cm akan dapat mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3-4 jam. Bila pembukaan 4 cm, akan dapat mencapai pembukaan 10 cm dalam 4 jam Desensus dimulai pada tahap akhir dari fase aktif, dimulai pada pembukaan 7 sampai 8 cm pada nulipara dan makin cepat setalah 8 cm. Friedman: membagi masalah pada fase aktif menjadi 2: protraction (perpanjangan) serta arrest (terhenti) Protraction (perpanjangan) fase aktif: laju yang lambat dari dilatasi serviks atau desensus; dimana pada nulipara : < 1,2 cm/jam atau desensus yang