Bst Stigmatisme

29
Bed Side Teaching Astigmatisme Myopicus Compositus Disusun Oleh: Ramarajeen Arumugam 0810314151 Zikra Alfa Sani 1110312125 Preseptor : dr. Getry Sukmawati, Sp.M (K) BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2015

description

mata

Transcript of Bst Stigmatisme

Page 1: Bst Stigmatisme

Bed Side Teaching

Astigmatisme Myopicus Compositus

Disusun Oleh:

Ramarajeen Arumugam 0810314151

Zikra Alfa Sani 1110312125

Preseptor :

dr. Getry Sukmawati, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2015

Page 2: Bst Stigmatisme

BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

- Nama : Tn. G

- Jenis Kelamin: Laki-laki

- Usia : 21 Tahun

- Agama : Islam

- Alamat : Padang

Anamnesa

Seorang laki- laki berusia 21 tahun datang ke poliklinik RSUP DR. M. Djamil

Padang pada tanggal 17 September 2015 dengan keluhan

Keluhan Utama :

Kedua mata kabur sejak 10 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Kedua mata kabur sejak 10 tahun yang lalu

- Penglihatan kabur terutama dirasakan saat melihat jauh dan penurunan

penglihatan dirasakan perlahan-lahan

- Sering memicingkan mata supaya dapat melihat dengan jelas

Page 3: Bst Stigmatisme

- Mata merah, berair, gatal, nyeri, kotoran mata berlebihan tidak ada

- Sakit kepala tidak ada

- Mata rasa berpasir tidak ada

- Penglihatan silau tidak ada

- Penglihatan ganda tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat memakai kacamata sejak 9 tahun yang lalu dengan hasil OD -2.75

dan OS -2.25 tanpa astigmatisme. Pemeriksaan terakhir dilakukan 3 tahun yang

lalu dengan hasil OD 3.50 dan OS -2.75 dengan astigmatisme

- Riwayat trauma tidak ada

- Riwayat operasi sebelumnya tidak ada

- Riwayat penyakit Diabetes Melitus dan Hipertensi tidak ada

Riwayat alergi tidak ada

- Riwayat pemakaian obat-obatan tidak ada

- Riwayat suka melihat layar monitor dalam waktu lama

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Kakak kandung penderita memiliki astigmatisme

Page 4: Bst Stigmatisme

Status Oftalmikus :

STATUS OFTALMIKUS

OD OS

Visus tanpa koreksi 3/ 60 5/60

Visus dengan koreksi Spher -4.00, Cyldr -1.00 Axis 180

Spher -3.00, Cyldr -0.75 Axis 180

Silia / supersilia Trikiasis (-)

Madarosis (-)

Trikiasis (-)

Madarosis (-)

Palpebra superior Edema (-)

Hematom (-)

Edema (-)

Hematom (-)

Palpebra inferior Edema (-)

Hematom (-)

Edema (-)

Hematom (-)

Margo Palpebra Hordeolum (-)

Kalazion (-)

Hordeolum (-)

Kalazion (-)

Aparat lakrimalis Lakrimasi normal Lakrimasi normal

Konjungtiva Tarsalis Papil (-)

folikel (-)

Papil (-)

folikel (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva Bulbii Injeksi siliar (-)

Injeksi konjungtiva (-)

Injeksi siliar (-)

Injeksi konjungtiva (-)

Sklera Putih Putih

Kornea Bening Bening

Kamera Okuli Anterior

Cukup dalam Cukup dalam

Iris Coklat, Rugae (+) Coklat, Rugae (+)

Pupil Bulat, refleks pupil langsung (+),

Bulat, refleks pupil langsung (+),

Page 5: Bst Stigmatisme

diameter = 3 mm diameter = 3 mm

Lensa Bening Bening

Korpus vitreum Bening Bening

Fundus :

- Media Jernih Jernih

- Papil optikus Bulat, batas tegas c/d 03-04 Bulat, batas tegas c/d 03-04

- Retina Perdarahan (-) Eksudat (-) Perdarahan (-) Eksudat (-)

- aa/vv retina aa:vv = 2:3 aa:vv = 2:3

- Makula Reflek fovea + Reflek fovea +

Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Diagnosis Kerja : Astigmatisme Miopikus Kompositus ODS

Diagnosis Banding : Ambliopia

Anjuran Terapi : - Koreksi Kaca mata lensa sferis dan silindris

- Mengubah kebiasaan seperti menatap layar monitor dalam

waktu lama

- Koreksi kacamata teratur

Page 6: Bst Stigmatisme

BAB II

DISKUSI

Dari anamnesis didapatkan

pasien laki-laki berusia 21 tahun mengeluh adanya penglihatan yang kabur pada

kedua matanya sejak 10 tahun yang lalu dan penurunan penglihatan dirasakan

perlahan. Dari anamnesa didapatkan juga pasien suka menatap layar monitor

dalam waktu lama Hal ini dikarenakan sinar cahaya yang datang ke mata, jatuh di

depan retina dan pada akhirnya gambar yang dihasilkan menjadi kabur terutama

saat melihat jauh. Menunjukkan gejala pada miopia.

Pasien juga mengeluh, sering menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas,

dilakukan untuk mendapatkan efek pinhole. Keluhan-keluhan ini biasanya

didapatkan pada pasien dengan astigmatisma. Dari anamnesis juga didapatkan

riwayat memakai kacamata sejak 9 tahun yang lalu dengan hasil OD -2.75 dan

OS -2.25 tanpa astigmatisme. Pemeriksaan terakhir dilakukan 3 tahun yang lalu

dengan hasil OD 3.50 dan OS -2.75 dengan astigmatisme.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan

Snellen Chart dan juga pemeriksaan kelainan refraksi menggunakan Trial

Frames. Didapatkan visus tanpa koreksi OD : 3/50 dan OS : 5/60 . Berdasarkan

hasil visus tersebut, selanjutnya dilakukan uji pinhole (uji lubang kecil) ini

dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan

oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina

Page 7: Bst Stigmatisme

lainnya. Hasil pemeriksaan didaptakan adanya perbaikan tajam penglihatan

dengan pinhole. Lalu dilakukan koreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif

pada kedua mata yaitu OD : -4.00 dan OS -3.00. Dari hasil tersebut, pasien

menderita miopia ringan, dengan kekuatan lesa dibawah 6 dioptri.

Setelah dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis negatif, pasien belum

mencapai visus maksimal, sehingga dicurigai pasien juga memiliki kelainan

refraksi astigmat. Lalu dilakukan uji pengaburan (fogging technique) dengan

menambahkan lensa sferis positif, sehingga tajam penglihatan berkurang dan

memakai juring/kipas astigmat. Didapatkan hasil koreksi OD C-1.00 dengan axis

1800 dan pada OS C-0.75 dengan axis 1800 . Sehingga koreksi refraksi yang

dilakukan pada kedua mata pasien dan memberikan perbaikan visus menjadi 1.0

adalah :

OD : S-4.00C-1.00 X 1800 1.0

OS : S-3.00 C-0.75 X 1800 1.0

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, pasien tergolong

ke astigmatisma tipe : Astigmatisme Miopia Kompositus, dimana pada

astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di

antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah

Sph -X Cyl -Y.

Page 8: Bst Stigmatisme

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan

garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi

lebih dari satu titik.1 Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan

dengan titik atau garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak difokuskan pada

satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling

tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea.2

Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya

jatuh sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di

berbagai meridian kornea atau lensa kristalina.2

2. Etiologi

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata

di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40

Dioptri dari 50 Dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan

memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak

difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada

semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan.

Page 9: Bst Stigmatisme

Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain

difokuskan di belakang retina.2

Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan paling besar adalah

kornea, yaitu mencapai 80 – 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya

adalah lensa kristalin. Astigmatisma paling sering disebabkan oleh terlalu

besarnya lengkung kornea pada salah satu bidangnya Kesalahan pembiasan pada

kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan

atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.3

Perubahan lengkung permukaan kornea terjadi karena kelainan congenital,

kecelekaan, luka atau parut dikornea, peradangan kornea serta akibat

pembedahan kornea. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada

lensa. Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa

kristalin juga semakin berkurang dan lama – kelamaan lensa kristalin akan

mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. Astigmatisme

juga dapat juga terjadi pada intoleransi lensa atau lensa kontak pada

postkeratoplasty, trauma pada kornea , dan tumor.3

3. Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis focus dalam retina, astigmatisme dibagi sebagai

berikut:1,4

1. Astigmatisme Reguler

Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua

bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah

Page 10: Bst Stigmatisme

satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat daripada yang lain.

Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa silindris yang tepat, akan

bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai

dengan kelainan penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular

ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Astigmatisme With The Rule

Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat

dari pada bidang horizontal. Disebut with the rule karena mempunyai

kesamaan dengan kondisi normal mata mempunyai kurvatura vertical

lebih besar oleh karena penekanan oleh kelopak mata. Astigmatisma

ini dapat dikoreksi –axis 180 dan +axis 90.

2. Astigmatisme Against The Rule

Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih

kuat dari pada bidang vertical. Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi

dengan +axis 180 dan -axis 90.

Page 11: Bst Stigmatisme

Gambar.2.1. Astigmatisme Reguler

2) Astigmatisme Ireguler

Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Setiap meridian

mempunyai perbedaan refraksi yang tidak teratur bahkan kadang-kadang

mempunyai perbedaan pada meridian yang sama. Principle meridian tidak

tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya astigmatisma irregular ini

dikoreksi dengan lensa kontak kaku

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi

sebagai berikut: ,2,3,4

1. Astigmatisme Myopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedang titik B

berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik focus dari daya bias

terkuat sedang titik B adalah titik focus dari daya bias terlemah). Pola ukuran

lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl – Y atau Sph – X

Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.

Page 12: Bst Stigmatisme

Gambar 2. 2. Astigmatisme Myopia Simpleks

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedang titik B

berada dibelakang retina.

Gambar. 2.3. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Myopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedang titik B

berada diantara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph – X Cyl – Y.

Page 13: Bst Stigmatisme

Gambar 2.4. Astigmatisme Myopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedang titik A

berada diantara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph + X Cyl +Y.

Gambar. 2.5. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

5. Astigmatisme Mixtus

Astigmatisme jenis ini, titik A tepat berada di depan retina, sedang titik

B berada dibelakang retina. Pola ukuran lensakoreksi astigmatisme jenis ini

adalah Sph + X Cyl – Y atau Sph – X Cyl + Y, dimana ukuran tersebut tidak

dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi

sama – sama + atau –.

Page 14: Bst Stigmatisme

Gambar 2.6. Astigmatisme Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan dioptri:5

1. Astigmatismus Rendah

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 D. biasanya astigmatismus

rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul

keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 D s/d 2,75 D.

Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

3. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya >3,00 D. Pada astigmatismus ini

pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

4. Gejala Klinis

Pada umumnya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi

menyebabkan gejala – gejala sebagai berikut: 4

Page 15: Bst Stigmatisme

1. Memiringkan kepala (tilting head), pada umumnya keluhan ini sering terjadi

pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.

2. Memutar kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

3. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk

mendapat efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga

menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.

4. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati

mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar

bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah biasan ditandai dengan gejala –

gejala sebagai berikut:

1. Sakit kepala pada bagian frontal.

2. Adanya pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan dekat, biasanya

penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek –

ucek mata.

5. Diagnosis

1. Pemeriksaan pin hole

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya

tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada

media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan

bertambah setelah dilakukan pinhole berarti pasien tersebut terdapat kelainan

refraksi yang belum dikoreksi dengan baik. Bila ketajaman penglihatan

Page 16: Bst Stigmatisme

berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan ataupun

retina yang mengganggu penglihatan. 4

2. Uji Refraktif

A. Subjektif

1. Optotipe dari Snellen dan Trial Lens.

Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita.

Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20 kaki. Mata diperiksa satu –

persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus masing

– masing mata. Bila visus tidak 6/6, dikoreksi dengan lensa sferis positif.

Bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau

mencapai 5/5. 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita

hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah

kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negative

memberikan tajam peglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien itu

menderita myopia.

Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam

penglihatan maksimal, mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi

astigmat. Pada keadaan ini dilakukan uji pengaburan (fogging

technique).4,6

B. Objektif

1. Autorefraktometer.

Alat ini berguna untuk menentukan myopia atau besarnya kelainan

refraksi dengan menggunakan computer. Penderita duduk didepan

autorefraktometer, cahaya yang dihasilkan oleh alat dan respon mata

Page 17: Bst Stigmatisme

terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan

refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan

waktu beberapa detik.

2. Keratometri

Keratometri Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk

mengukur radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis

secara luas dan sangat berharga namun mempunyai keterbatasan. 7,8

3. Uji Pengaburan (Fogging Technique)

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam

penglihatan dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan

berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa

sferis positif 3. Pasien diminta melihat kisi – kisi juring astigmat, dan

ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada

900 yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa

silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 1800. Perlahan –

lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring

kisi – kisi astigmat vertical sama tegasnya atau kaburnya dengan juring

horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa

silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat

Page 18: Bst Stigmatisme

kartu Snellen dan perlahan – lahan ditaruh lensa negative sampai pasien

melihat jelas.7

Kipas Astigmat

6. Tatalaksana

1. Koreksi lensa

Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa

silinder. Karena dengan koreksi lensa silinder, penderita astigmatismus akan

dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan

bertambah jelas.4

2. Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak,

lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan

menurunkan myopia. Kekuatan lensa kontak yang digunakan sesuai standar.

Page 19: Bst Stigmatisme

Pada astigmatismus ireguler dimana terjdi pemantulan dan pembiasan sinar

yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat

dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak

maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.

3. Bedah Refraksi

Metode bedah refraksi terdiri dari: 8,9

1. Radial Keratotomy (RK).

Dimana pola jari – jari yang melingkar dan lemah diinsisi di

parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea

dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona

optic, angka dan kedalaman dari insisi.

2. Photorefractive Keratectomy (PRK).

Prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser

pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa

terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa

bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang –

kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum

dioperasi. 9

Page 20: Bst Stigmatisme

DAFTAR PUSTAKA

1. James B, Chew C, Bron A. Optika Klinis. Oftalmologi Edisi Sembilan.

Jakarta: Erlangga, 2002. P.35 – 80.

2. American Academy of Opthalmology. Clinical Optic. Section 3. San

Fransisco: MD Association, 2011-2012.

3. Vaughan DG, Asbury T. Optik dan Refraksi. Dalam buku Oftalmologi

Umum edisi 17. Alih Bahasa Tambajong J, Pendit UB. Widya Medika :

Jakarta. 2013; hal 382-397.

4. Ilyas S. Astigmat. Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. P.52 – 61.

5. Abrams D. Duke – Elder’s Practice of Refraction 10th Edition. Churchil

Livingstone. Edinburg, 1993. P.65 – 71.

6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics

and Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38,

2007.

7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and

Refractive Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.

Page 21: Bst Stigmatisme

8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy,

6th Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-

100,2008.

9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101.

[Diakses tanggal 17 September 2015]