BST Sirosis Hepatis

27
Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen, hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol. [1] Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. [2] Anatomi Hati Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. 1

description

fasasas

Transcript of BST Sirosis Hepatis

Page 1: BST Sirosis Hepatis

Cirrhosis hepatic (sirosis hepatis) didefinisikan sebagai sekelompok

penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik

normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta

regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang

panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan dan nyeri abdomen,

hematemesis, edema dependen, atau ikterus secara mendadak. Pada stadium

lanjut, asites, ikterus, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat, yang

dapat berakhir dengan koma hepatik, menjadi menonjol. [1]

Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata

yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis

dekompensata yang ditandia gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati

kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu

tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan

melalui pemeriksaan biopsi hati. [2]

Anatomi Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari

total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ

plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior

berbentuk cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian

kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal

kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan

kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura

segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial

dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum

falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.

Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada

permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa

ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.

Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan

kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi

mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke

1

Page 2: BST Sirosis Hepatis

dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri

hepatika, dan saluran empedu. [3,4]

Gambar 1. Permukaan anterior hati [5]

Gambar 2. Permukaan posterior hati [5]

2

Page 3: BST Sirosis Hepatis

Histologi Hati

Setiap lobus hati

terbagi menjadi struktur-

struktur yang dinamakan

lobulus, yang merupakan

unit mikroskopis dan

fungsional organ. Setiap

lobulus merupakan badan

heksagonal dengan diameter

antara 0,8 – 2 mm yang

terdiri atas lempeng-

lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di

antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, tang

merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain,

sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem

monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing

lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-

makrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati

merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan

organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang

melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran

empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang

dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang

dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk

saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus). [3,4]

3

Gambar 3. Struktur dasar lobulus hati [4]

Page 4: BST Sirosis Hepatis

Gambar 4. Pola lobular hati normal [5]

Vaskularisasi Hati

Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa

melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah

yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena

porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan

dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara

pada vena kava inferior. [3]

Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu

dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta

bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini

kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-

lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara

lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari

beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali

menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria

hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran

darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan

4

Page 5: BST Sirosis Hepatis

tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat

serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal.

Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada

obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]

Fisiologi Hati

Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada

hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas

lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan

yang besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu

mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan

kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada

sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau

sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru. [3]

Tabel 1. Fungsi utama hati [3]

Fungsi KeteranganPembentukan dan ekskresi empedu Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan

vitamin yang larut dalam lemak di usus.Metabolisme garam empeduMetabolisme pigmen empedu Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir

metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua; proses konjugasinya.

Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai glikogen.

GlikogenesisGlikogenolisisGlukoneogenesis

Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin serta α dan β globulin (γ globulin tidak).

Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX, dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.

Sintesis protein

Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.

NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino.

Penyimpanan protein (asam amino)

Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol.

KetogenesisSintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol, sebagian

besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol atau asam kolat.Penyimpana lemak

Penyimpanan vitamin dan mineral Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.

Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron, glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.

5

Page 6: BST Sirosis Hepatis

Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang kemudian dieksresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan)

Ruang penampung dan fungsi penyaring

Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utam ahati; saluran

empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan

mengeluarkan empedi ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1

liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,

garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu

(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan

absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka

sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi

ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)

merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun

merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena

bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya. [3]

Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan

yang dikirimkan oeh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut

adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah

menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini,

glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk

memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan

untuk menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan

disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein

dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting

untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin,

disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk

mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-

faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai

dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3).

Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh

ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada

protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain

6

Page 7: BST Sirosis Hepatis

adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi

dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat

endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh

enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang

dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.

Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada

asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital,

dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian. [3]

Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan

karena letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada

sinusoid menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan

dengan cara fagositosis. [3]

Regenerasi Hati

Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai

kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah

terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-

duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan

sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi. [6,4]

Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari

tikus dapat mengalami pembelahan hingga ± 34 kali, atau memproduksi jumlah

sel yang mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian

dpaat dikatakan sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga

2/3 dari seluruh hati. [6,4]

Etiologi

Secara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai

makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang

dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga

diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis. [2]

7

Page 8: BST Sirosis Hepatis

Sebagian besar jenis sirosis diklasifikasikan secara etiologis dan

morfologis menjadi alkoholik, kriptogenik dan post hepatitis (postnekrotik),

biliaris, kardiak, dan metabolik,keturunan, dan terkait obat [2]

Di negara barat, penyebab sirosis yang utama adalah alkoholik, sedangkan

di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Berdasarkan

hasil penelitian di Indonesia, disebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan

sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%

penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non

B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia diduga frekuensinya

sangat kecil walaupun belum terdapat data yang menunjukkan hal tersebut. [2]

Patofisiologi

Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan

terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna

lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran

nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau

parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan

adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata

mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan

proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan perubahan proses

keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus

menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan

menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka

fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal

akan digantikan oleh jaringan ikat. [2]

8

Page 9: BST Sirosis Hepatis

Diagnosis dan Manifestasi Klinis

Gejala Sirosis

Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)

sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan

rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi

perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut

kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,

testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah

lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul

komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan

darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih

seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi

mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai

hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi

Gambar 5. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis [1]

9

Page 10: BST Sirosis Hepatis

Pemeriksaan Fisik

Gambar 6. Manifestasi hipertensi portal [7]

Gambar 7. Manifestasi kegagalan fungsi hati [7]

Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau

spider telangiektasis), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena

kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme

terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan dengan peningkatan

rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang

sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. [2]

Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak

tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.

Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan,

arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. [2]

10

Page 11: BST Sirosis Hepatis

Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan

dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan

akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi

hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. [2]

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati

hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. [2]

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan

kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik

berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus,

distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. [2]

Ginekomastia secara histologist berupa proliferasi benigna jaringan

glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.

Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki,

sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminism. Kebalikannya pada

perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga diduga fase menopause. [2]

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda

ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. [2]

Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau

mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. [2]

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya

nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi

porta. [2]

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi

porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. [2]

Foetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan

peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. [2]

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila

konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap,

seperti air teh. [2]

Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-

ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. [2]

11

Page 12: BST Sirosis Hepatis

Tanda-tanda lain lain yang menyertai diantaranya: [2]

Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar

Batu pada vesika felea akibat hemolisis

Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini

akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat

resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]

Pemeriksaan Penunjang

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada

waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk

evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali

fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. [2]

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat

transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil

piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih

meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak

mengeyampingkan adanya sirosis. [2]

Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer

dan sirosis billier primer. [2]

Gama-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali

fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol

kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa

menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. [2]

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi

bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan

hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. [2]

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari

pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya

menginduksi produksi immunoglobulin. [2]

12

Page 13: BST Sirosis Hepatis

Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati,

sehingga pada sirosis memanjang. [2]

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan

dengan ketidakmampuan eksresi air bebas. [2]

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,

anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.

Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat

splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi

hipersplenisme. [2]

13

Page 14: BST Sirosis Hepatis

Gambar 8. Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal [8]a

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk

konfirmasi adanya hipertensi porta. Pemeriksaan radiologis seperti USG

a Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal. Pada pasiendengan dugaan penyakit hati, pendekatan yang tepat untuk evaluasi adalah pemeriksaan awal fungsi hati rutin, seperti bilirubin, albumin, alanin aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST) dan alakaline pohospatase (ALP). Hasil ini (kadang disertai dengan pemeriksaan γ-glutamyl transpeptidase , GGT) akan menunjukkan apakah pola kelainan yang ada merupakan hepatik, kolestatik, atau campuran. Sebagai tambahan, durasi dari gejala akan memberikan gambaran apakah penyakit tersebut akut atau kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan jika dari adanmnesis, pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan tidak menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati merupakan langkah yang tepat untuk menegakkan diagnosis. Kalau penyakit tersebut kronik, biopsi hati dapat bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai aktivitas dan staging perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien tanpa penurunan kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah transplantasi sumsum tulang atau transplantasi organ padat, evaluasi diagnostik juga harus mencakup evaluasi infeksi oportunistik (adenovirus, sitomegalovirus, coccidioidomyocosis, dll) serta pembuluh darah dan kondisi imunologi (penyakit, venoocclusive graft-vs-host penyakit). HAV, HCV: Hepatitis A atau C virus, HbsAg, Hepatitis B sulface antigen, anti-HBc, antibodi terhadap hepatitis B inti (antigen); ANA, antibodi antinuklear, SMA, mulus-otot antibodi, MRI, magnetic resonance imaging, MRCP; cholangiopancreatography resonansi magnetik; ERCP cholangiopancreatography, endoscopic retrograde; α1AT, α1 antitrypsin; AMA; antimitochondrial antibodi; P-ANCA, antibodi sitoplasmik antineutrofil perifer. [8]

14

Page 15: BST Sirosis Hepatis

Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan

mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran,

homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler,

permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu

USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran

vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. [2]

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin

digunakan karena biayanya relatif mahal. [2]

Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis

sirosis selain mahal biayanya. [2]

Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas

hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan

komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial

spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi

sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul

demam dan nyeri abdomen. [2]

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa

oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.

Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada

penurunan filtrasi glomerulus. [2]

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai

40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.

Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam

waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini

dengan berbagai cara. [2]

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi

hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya

dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom

hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal. [2]

15

Page 16: BST Sirosis Hepatis

Tabel 2. Grade ensefalopati hepatik [8]

Penatalaksanaan

Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus

tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk

mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum

alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan

suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang

mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]

Penatalaksanaan sirosis kompensata

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk

mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk

menghilangkan etiologi, diantaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik

dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,

kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa

diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan

berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. [2]

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)

merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg

secara oral setiap hari selama satu bulan. Namun pemberian lamivudin setelah 9-

12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon

alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6

bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. [2]

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan

terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU

16

Page 17: BST Sirosis Hepatis

tiga kali seminggu dan dikombinasikan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6

bulan. [2]

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih

mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,

menempatkan stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan

merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi sel stelata bisa

merupakan salah satu pilihan. Interferon memiliki aktifitas antifibrotik yang

dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek

antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum tebukti dalam

penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga

dicobakan sebagai antifibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam

penlitian. [2]

Penatalaksanaan sirosis dekompensata

Asites, Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam

sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan

obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-

200 mg sehari.Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5

kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana

pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasikan dengan furosemid

dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila

tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila

asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan

pemberian albumin. [2]

Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan

ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil

ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. [2]

Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan

obat β-blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau

oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]

17

Page 18: BST Sirosis Hepatis

Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim

intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. [2]

Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur

keseimbangan garam dan air. [2]

Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata.

Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi

resipien dahulu. [2]

Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. [2]

Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang

akan manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada

tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari

Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan

hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun

untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masing-

masing 100, 80, dan 45% [2]

Tabel 3. Klasifikasi Child-Pugh pada Sirosis [8]b

Faktor Unit 1 2 3Serum bilirubin µmol/L < 34 34−51 > 51

mg/dL < 2,0 2,0−3,0 > 3,0Serum albumin g/L > 35 30−35 < 30

g/dL > 3,5 3,0−3,5 < 3,0Prothrombin time

Detik pemanjangan 0−4 4−6 >6INR < 1,7 1,7-2,3 > 2,3

Ascites Tidak ada Dapat dikontrol

Tidak dapat dikontrol

Hepatic encephalopathy

Tidak ada Minimal Berat

bKlasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh

kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas B). [8]

18

Page 19: BST Sirosis Hepatis

Daftar Pustaka

1.Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In: Kasper DL et.al,

eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2005. p.

1858-62

2.Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 443-6.

3.Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 426-63.

4.Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology. 11th ed.: Elsevier; 2006. p. 859-64.

5.Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].: Saunders/Elsevier; 2003.

6.Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 415-9.

7.Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of pathophysiology: concepts of altered health states. 2nd ed.: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p. 494-516.

8.Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1808-13.

19