Bst Asbron
-
Upload
nina-purnama-dewi -
Category
Documents
-
view
135 -
download
0
Transcript of Bst Asbron
I. PROBLEM
Pasien laki-laki usia 54 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak diraskan hilang timbul atau kumat-kumatan sejak
24 yang lalu. Sesak dirasa bertambah berat pada malam hari, hawa dingin. Bila
terkena debu, jika terlalu lelah, juga bila mencium bau-bauan yang menyengat.
Sesak dirasakan berkurang bila siang hari, juga bila pasien tidur/berbaring
dengan menambah bantal sebanyak 2-4 buah. Setiap kali pasien sesak selalu
mengeluarkan keringat banyak sampai ganti baju 2-3 kali. Sesak tidak disertai rasa
sakit dan rasa panas di dada. Pasien juga tidak mengeluh sering terbangun tengah
malam hari karena sesak nafas.
Selain itu pasien juga mengeluh batuk-batuk, ngikil dan terus menerus.
Batuknya berdahak, warna putih agak kental dan sulit dikeluarkan. Batuk tidak
disertai dengan darah. Selama batuk, pasien kadang-kadang juga merasa mual-mual,
namun muntah tidak ada, tidak sakit kepala, leher tidak kaku dan tidak pusing, nafsu
makan menurun, BAK/BAB normal. Sebelumnya pasien pernah menderita keluhan
yang sama kemudian berobat ke puskesmas dan mendapatkan obat semprot yang
dihisap melalui mulut untuk mengurangi keluhan sesaknya. Namun kali ini sesaknya
tidak juga berkurang dengan menggunakan obat semprot tersebut.
Pada pemeiksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien yang tampak sesak
dengan kesadaran compos mentis, kepala, dada, cor, abdomen dalam batas normal,
hanya saja pada pemeriksaan pulmo pada inspeksi terlihat ekspirasi memanjang, dan
terdengar wheezing baik dengan menggunakan stetoskop mauun tidak.
II. HIPOTESIS
- Asma Bronkhiale
- Bronkhitis kronis
- Emfisema paru
III. MEKANISME
Penyakit asma bronkhial adalah penyakit saluran nafas bagian bawah yang
ditandai oleh hiperaktivitas cabang trakhea dan bronkhus terhadap aneka macam
rangsangan, sehingga timbul penyempitan jalan nafas yang luas dan reversible, dan
membaik secara spontan maupun dengan pengobatan. Serangan asma dapat dimulai
dari yang paling ringan sampai yang mengancam.
Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan
penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi
paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang
asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya
mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait
lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.5
Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh
antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan
molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+
dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting
Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya
di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling
berhubungan di dalam epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut
bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu
sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel
mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak
mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel
dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif.5
Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif
terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan
komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan.
Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal.
Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan
makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi
molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran
respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2,
selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan
transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF
untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi,
sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat.5
Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran
respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur
sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut,
ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of
Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau
Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas
menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling.
Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan,
kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran
respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi,
neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk
kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien
yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan
lamanya penyakit.5
GejalaFaktor Risiko
Hiperaktivitas Bronkus Obstruksi Bronkus
Faktor Risiko Faktor Risiko
Inflamasi
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan
kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat.
Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur
saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran
respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas
saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu
lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi
kortikosteroid.5
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi
bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.1
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan
refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen
masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.1
Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan
limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien,
tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat
reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan
hiperaktivitas bronkus.1
Penyempitan yang berlangsung beberapa hari atau minggu, walaupun telah
mendapat terapi yang biasa dipakai, dikenal sebagai “status asmatikus” (1). Status
asmatikus adalah asma dengan intensitas serangan yang tinggi dan tidak memberikan
reaksi dengan obat-obatan yang konvensional dan merupakan salah satu kegawatan
asma bronkhial (2).
Berdasarkan tingkat kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan (2)
1. Asma Bronkhial : yaitu suatu bronkhospasme yang sifatnya reversibel dengan latar
belakang alergi.
2.Status Asmatikus : yaitu suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional.
3.Asthmatic Emergency : yaitu asma yang dapat menyebabkan kematian.
Sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang definisi asma bronkial yang
dapat diterima oleh semua ahli. Alasan-alasannya antara lain adalah sebagai berikut :
1. Diantara para penderita, penyakit asma baik dalam berat maupun perjalanan
penyakitnya berbeda-beda.
2. Berbagai hal dapat mencetuskan serangan asma.
3. Histopatologi terutama pada keadaan yang ringan tidak banyak diketahui.
4. Sebab penyakit belum diketahui.
Penyakit asma bronkial jarang menimbulkan kematian. Didalam beberapa
penelitian didapatkan bahwa angka mortalitas tidak banyak membantu menjelaskan
patogenesis penyakit ini. Studi insidensi juga hanya memberikan keterangan tentang
frekuensi episode akut yang terjadi dalam kondisi tertentu saja, oleh karena itu
penelitian epidemiologi asma lebih banyak diarahkan pada penentuan prevalensi.(3)
IV. MORE INFO
Tgl 30 oktober 2011
Keluhan : sesak (+), batuk dahak (+), mual (+), muntah (-)
Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum : Sedang, tampak sesak
B. Kesadaran : Compos mentis
C. Vital sign : Tekanan darah : 1400/100 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 36,7°C
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesocephal, simetris
Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut
Venektasi : Tidak ada
2. Pemeriksaan Mata : CA (-/-), SI (-/-).
3. Pemeriksaan Leher : JVP normal
4. Thorax
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Kanan atas : SIC II RSB
Kiri atas : SIC II LSB
Kanan bawah : SIC IV RSB
Kiri bawah : SIC VI LMC 2 cm medial
Auskultasi : S1 > S2, reguler
Bising (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (+), ketinggalan
gerak (-), eksperium memanjang (+)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar SIC VI LMC
dextra
Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler
Suara tambahan : Ronkhi (+), wheezing (+)
5. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, benjolan (-), venektasi (-), pulsasi epigastrium (-)
Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Perkusi : Tympani, pekak beralih (-), undulasi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
6. Pemeriksaan Punggung
Costo vertebrae : Nyeri ketok (-)
Ginjal : Ballotemen (-)
7. Pemeriksaan Extremitas : akral dingin, nadi cukup,
Superior : Edem (-/-)
Inferior : Edem (-/-)
Tgl 31 oktober 2011
Keluhan : sesak (+), batuk dahak (+), mual (+), muntah (-)
Pemeriksaan Fisik
D. Keadaan umum : Sedang, tampak sesak
E. Kesadaran : Compos mentis
F. Vital sign : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Suhu : 36,7°C
Status Generalis
8. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesocephal, simetris
Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut
Venektasi : Tidak ada
9. Pemeriksaan Mata : CA (-/-), SI (-/-).
10. Pemeriksaan Leher : JVP normal
11. Thorax
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Kanan atas : SIC II RSB
Kiri atas : SIC II LSB
Kanan bawah : SIC IV RSB
Kiri bawah : SIC VI LMC 2 cm medial
Auskultasi : S1 > S2, reguler
Bising (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (+), ketinggalan
gerak (-), eksperium memanjang (+)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar SIC VI LMC
dextra
Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler
Suara tambahan : Ronkhi (+), wheezing (+)
12. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, benjolan (-), venektasi (-), pulsasi epigastrium (-)
Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Perkusi : Tympani, pekak beralih (-), undulasi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
13. Pemeriksaan Punggung
Costo vertebrae : Nyeri ketok (-)
Ginjal : Ballotemen (-)
14. Pemeriksaan Extremitas : akral dingin, nadi cukup,
Superior : Edem (-/-)
Inferior : Edem (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah lengkap
Hb : 13,7 (13-16 g/dl)
Leukosit : 26.400 (5000-10.00 /ul)
Hematokrit : 40 (37-43 %)
Eritrosit : 4,6 (4-5 juta/ul)
Trombosit : 268.000 (150.000-400.000 /ul)
LED : 30 (p : 0-10; w : 0-15 mm/jam)
Hitung jenis
- Eosinofil : 3 (0 – 1 %)
- Basofil : 0 (1 – 3 %)
- Batang : 0 (2 – 6 %)
- Segmen : 90 (50 – 70 %)
- Limfosit : 7 (20 – 40 %)
- Monosit : 0 (2 – 8 %)
- MCV : 97 (82-92 pg)
- MCH : 29,8 (31-37 %)
- MCHC : 30,8 (32-36 g/dl)
Tgl 1 november 2011
Keluhan : sesak (+) berkurang, batuk dahak (+) berkurang, mual (+) berkurang, muntah (-)
Pemeriksaan Fisik
G. Keadaan umum : Sedang, tampak sesak
H. Kesadaran : Compos mentis
I. Vital sign : Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 36,7°C
Status Generalis
15. Pemeriksaan Kepala
Bentuk : Mesocephal, simetris
Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut
Venektasi : Tidak ada
16. Pemeriksaan Mata : CA (-/-), SI (-/-).
17. Pemeriksaan Leher : JVP normal
18. Thorax
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Kanan atas : SIC II RSB
Kiri atas : SIC II LSB
Kanan bawah : SIC IV RSB
Kiri bawah : SIC VI LMC 2 cm medial
Auskultasi : S1 > S2, reguler
Bising (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (+), ketinggalan
gerak (-), eksperium memanjang (+)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar SIC VI LMC
dextra
Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler
Suara tambahan : Ronkhi (+), wheezing (+)
19. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, benjolan (-), venektasi (-), pulsasi epigastrium (-)
Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-)
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
Perkusi : Tympani, pekak beralih (-), undulasi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
20. Pemeriksaan Punggung
Costo vertebrae : Nyeri ketok (-)
Ginjal : Ballotemen (-)
21. Pemeriksaan Extremitas : akral dingin, nadi cukup,
Superior : Edem (-/-)
Inferior : Edem (-/-)
Pemeriksaan Rontgen Thorax : gambaran bronkhitis
V. DON’T KNOW
1. Bagaimana penegakan diagnosis untuk asma bronchial?
2. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada pasien tersebut? (pada pasien tersebut
tidak dilakukan pemeriksaan spirometri)
VI. LEARNING ISSUE
Definisi
Suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik setara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan.(3)
Bila ditelaah lebih lanjut definisi tadi dapat diuraikan menjadi :
1. Ada peningkatan respon trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas
penderta asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan
dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan,
tetapi oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru.
4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada
malam hari dibanding dengan siang hari.
Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat
hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan maupun
dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain :
1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.
2. Batuk produktif, sering pada malam hari.
3. Sesak nafas dada seperti tertekan.
Gejalanya bersifat proksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk
pada malam hari. (5)
Klasifikasi derajat asma(5)
Derajat asma Gejala Gejala
malam
Fungsi paru
Intermitten
mingguan
Persisten ringan
mingguan
Persisten sedang
harian
Persisten berat
kontinu
-Gejala < 1x/minggu
-Tanpa gejala di luar
serangan
-Serangan singkat
-Fungsi paru
asimtomatik dan normal
luar serangan
-Gejala > 1x/minggu
tapi < 1x/hari
-Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
-Gejala harian
-Menggunakan obat
setiap hari
-Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
-Serangan 2x/minggu,
bisa berhari-hari
-Gejala terus-menerus
-Aktivitas fisik terbatas
-Sering serangan
2kali
seminggu
> 2 kali
seminggu
> sekali
seminggu
sering
VEPI atau APE
80%
VEPI atau APE
80% normal
VEPI atau APE >
60% tetapi 80%
normal
VEPI atau APE <
80% normal
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
- Spirometri
- Tes provokasi bronkial
- Pemeriksaan tes kulit
- Pemeriksaan kadar IgE total dan spesifik dalam serum
- Pemeriksaan radiologi
- Analisis gas darah
- Pemeriksaan eosinofil dalam darah dan pemeriksaan sputum. (3,4)
Diagnosis
Diagnosis asma berdasarkan :
1. Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap asma, riwayat keluarga dan riwayat alergi, serta gejala klinis.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik),
sputum (eosinofil, spiral curshman, kristal chartot-leyden). (3,5)
4. Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
adanya obstruksi jalan nafas.
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan
semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menegakkan diagnosis.
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang .
1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
b Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan alergen atau polutan?
c Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan
sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
d Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas
atau olah raga?
e Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat
pelega (bronkodilator)?
f Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca
atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?
g Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis
alergi)?
h Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,
saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan.
Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling
sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi
diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar
(silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal
sebagai berikut, sesuai derajat serangan :
Inspeksi
pasien terlihat gelisah,
sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium,
retraksi suprasternal),
sianosis
Palpasi
biasanya tidak ditemukan kelainan
pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi
ekspirasi memanjang,
mengi,
suara lendir
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.
SPIROMETRI
Cara yang paling tepat menegakkan diagnosis asma dengan melakukan tes respon
terhadap dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah
menghirup bronkodilator. Peningkatan VEP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma.
Tes spirometri selain penting dalam pnegakan diagnostik juga penting dalam menilai
beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Diagnosis Banding
1. Bronkhitis kronik
2. Emfisema paru
Komplikasi Asma
1. Pneumothoraks
2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmonar alergik
5. Gagal nafas
6. Bronkitis
7. Fraktur iga. (3,5)
Penatalaksanaan :
Tujuan terapi asma yaitu :
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
5. Menghindari efek samping obat asma
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel. (3,5)
Yang termasuk obat anti asma (3,5) :
1. Bronkodilator
a. Agonis 2
Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan fenetrol
memiliki lama kerja 4-6 jam, sedang agonis 2 long action bekerja lebih dari 12 jam,
seperti salmeterol, formoterol, bambuterol, dan lain-lain. Bentuk aerosol dan inhalasi
memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu
sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.
b. Metilxantin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan
konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan
pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.
c. Antikolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran nafas.
2. Anti inflamasi
Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi dan
profilaksis.
a. Kortikosteroid
b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi non steroid.
Terapi awal, yaitu :
1. Oksigen 4-6 liter/menit
2. Agonis 2 (salbutomol 5 mg atau feterenol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian
agonis 2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau
terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokarbon 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut :
1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan.
2. Pemeriksaan fisik normla
3. Arus puncak ekspirasi (APE) > 70%
4. Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya
dirawat di Rumah Sakit.
Pengobatan Asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit (5)
Derajat
asma
Obat pengontrol Obat pelega
Asma
intermiten
Tidak perlu -Bronkodilator aksi singkat
yaitu inhalasi agonis 2
-Intensitas pengobatan
tergantung berat
eksaserbasi
-Inhalasi agonis 2 atau
kromolin dipakai sebelum
aktivitas atau pajanan
alergen.
Asma
persisten
ringan
- Inhalasi kortikosteroid
200-500
g/kromolin/nedokromil/ata
u teofilin lepas lambat.
- Bila perlu ditingkatkan
sampai 800 g atau
ditambahkan bronkodilator
aksi lama terutama untuk
mengontrol asma malam
dapat diberikan agonis 2
aksi lama inhalasi atau oral
teofilin lepas lambat.
-Inhalasi agonis 2 aksi
singkat bila perlu dan
melebihi 3-4 x sehari
Asma
persisten
sedang
- Inhalasi kortikosteroid
800-2000 g.
- Bronkodilator aksi lama
terutama untuk mengontrol
asma malam, berupa agonis
2 aksi lama inhalasi atau
oral teofilin lepas lambat.
-Inhalasi agonis 2 aksi
singkat bila perlu dan tidak
melebihi 3-4 x sehari
Asma
persisten
berat
-Inhalasi kortikosteroid 800-
2000 g atau lebih.
-Bronkodilator aksi lama,
berupa agonis 2 inhalasi atau
oral teofilin lepas lambat.
-Kortikosteroid oral jangka
panjang
VII. PROBLEM SOLVING
Pada anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas, dimana keluhan sesak nafas ini
timbul setelah terpapar oleh keadaan tertentu misalnya dingin, kelelahan, serta
alergen yaitu debu, asap rokok maupun polusi udara. Selain itu adanya perubahan
cuaca dan kegiatan jasmani juga dapat menimbulkan hal yang sama. Alergen masuk
dari luar tubuh ke dalam saluran pernafasan sehingga akan merangsang sistem imun
untuk membentuk antibodi jenis IGE.
Imunoglobulin inilah yang kemudian akan menempel pada permukaan sel
mastosit yang didapatkan di sepanjang saluran nafas dan kulit. Ikatan antara alergen
yang masuk lagi ke dalam badan dengan IGE pada permukaan sel mastosit tadi akan
mencetuskan serangkaian reaksi dan menyebabkan pengelupasan radiator kimia
seperti histamin, leukotrienm prostaglandin, eosinophil, chemotoctic faktor of
anaphylaxis (ECF-A), neutrofil chemotactic factor dan lain-lain. Mediator-mediator
inilah yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi, edema, hipereaksi kelenjar-kelenjar
sub-mukosa dan inflitrasi sel-sel radang saluran nafas. Gejala yang timbul dapat
berupa asma akut fase cepat atau lambat atau bahkan asma kronik. Hal yang menonjol
pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus, yang mana
pada penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi. Karena sifat inilah maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai
rangsangan, baik fisik, alergen, infeksi dan sebagainya.
Selain sesak juga adanya batuk yang berdahak, putih dan kental yang dirasakan
setiap hari. Batuk biasanya timbul karena adanya rangsangan baik mekanik, kimia
dan peradangan. Inhalasi debu, asap dan benda-benda asing kecil merupakan
penyebab paling sering dari batuk. Adanya sputum karena pada orang dewasa normal
membentuk mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari.
Pada pasien ini didiagnosa dengan asma derajat persisten sedang, hal ini
didasarkan atas :
- Gejala hampir setiap hari
- Menggunakan obat setiap hari
- Serangan mengganggu aktivitas dan tidur.
- Serangan 2 x/minggu, bisa berhari-hari.
- Gejala malam lebih dari sekali seminggu
Penatalaksanaan pada pasien ini, diberikan obat golongan metil-xantin
yang merupakan bronkhodilator yang sering digunakan pada pengobatan asma. Agonis
2 diberikan untuk mencegah terjadinya serangan dan digunakan sebagai obat
pencegahan asma. Selain itu diberikan ampicillin sebagai obat antibiotik untuk
mengatasi infeksi atau peradangan pada bronkus, yang terlihat dengan adanya
gambaran radiologis berupa bronchitis, dan diberikan ambroxol untuk meredakan
batuk.
Pasien diperbolehkan pulang bila atau beristirahat di rumah bila :
1. Keadaan umum sudah membaik.
2. Pemeriksaan fisik normal.
APE 70% (test peak flow meter).