Bst Asbron

33
I. PROBLEM Pasien laki-laki usia 54 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak diraskan hilang timbul atau kumat-kumatan sejak 24 yang lalu. Sesak dirasa bertambah berat pada malam hari, hawa dingin. Bila terkena debu, jika terlalu lelah, juga bila mencium bau-bauan yang menyengat. Sesak dirasakan berkurang bila siang hari, juga bila pasien tidur/berbaring dengan menambah bantal sebanyak 2- 4 buah. Setiap kali pasien sesak selalu mengeluarkan keringat banyak sampai ganti baju 2-3 kali. Sesak tidak disertai rasa sakit dan rasa panas di dada. Pasien juga tidak mengeluh sering terbangun tengah malam hari karena sesak nafas. Selain itu pasien juga mengeluh batuk-batuk, ngikil dan terus menerus. Batuknya berdahak, warna putih agak kental dan sulit dikeluarkan. Batuk tidak disertai dengan darah. Selama batuk, pasien kadang-kadang juga merasa mual-mual, namun muntah tidak ada, tidak sakit kepala, leher tidak kaku dan tidak pusing, nafsu makan menurun, BAK/BAB normal. Sebelumnya pasien pernah menderita keluhan yang sama kemudian berobat ke puskesmas dan mendapatkan obat semprot yang dihisap melalui mulut untuk mengurangi keluhan sesaknya. Namun kali ini sesaknya tidak juga berkurang dengan menggunakan obat semprot tersebut.

Transcript of Bst Asbron

Page 1: Bst Asbron

I. PROBLEM

Pasien laki-laki usia 54 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari

sebelum masuk rumah sakit. Sesak diraskan hilang timbul atau kumat-kumatan sejak

24 yang lalu. Sesak dirasa bertambah berat pada malam hari, hawa dingin. Bila

terkena debu, jika terlalu lelah, juga bila mencium bau-bauan yang menyengat.

Sesak dirasakan berkurang bila siang hari, juga bila pasien tidur/berbaring

dengan menambah bantal sebanyak 2-4 buah. Setiap kali pasien sesak selalu

mengeluarkan keringat banyak sampai ganti baju 2-3 kali. Sesak tidak disertai rasa

sakit dan rasa panas di dada. Pasien juga tidak mengeluh sering terbangun tengah

malam hari karena sesak nafas.

Selain itu pasien juga mengeluh batuk-batuk, ngikil dan terus menerus.

Batuknya berdahak, warna putih agak kental dan sulit dikeluarkan. Batuk tidak

disertai dengan darah. Selama batuk, pasien kadang-kadang juga merasa mual-mual,

namun muntah tidak ada, tidak sakit kepala, leher tidak kaku dan tidak pusing, nafsu

makan menurun, BAK/BAB normal. Sebelumnya pasien pernah menderita keluhan

yang sama kemudian berobat ke puskesmas dan mendapatkan obat semprot yang

dihisap melalui mulut untuk mengurangi keluhan sesaknya. Namun kali ini sesaknya

tidak juga berkurang dengan menggunakan obat semprot tersebut.

Pada pemeiksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien yang tampak sesak

dengan kesadaran compos mentis, kepala, dada, cor, abdomen dalam batas normal,

hanya saja pada pemeriksaan pulmo pada inspeksi terlihat ekspirasi memanjang, dan

terdengar wheezing baik dengan menggunakan stetoskop mauun tidak.

II. HIPOTESIS

- Asma Bronkhiale

- Bronkhitis kronis

- Emfisema paru

Page 2: Bst Asbron
Page 3: Bst Asbron

III. MEKANISME

Penyakit asma bronkhial adalah penyakit saluran nafas bagian bawah yang

ditandai oleh hiperaktivitas cabang trakhea dan bronkhus terhadap aneka macam

rangsangan, sehingga timbul penyempitan jalan nafas yang luas dan reversible, dan

membaik secara spontan maupun dengan pengobatan. Serangan asma dapat dimulai

dari yang paling ringan sampai yang mengancam.

Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan

penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi

paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang

asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya

mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait

lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik.5

Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh

antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan

molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+

dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting

Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya

di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling

berhubungan di dalam epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut

bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu

sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel

mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak

mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel

dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif.5

Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif

terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan

komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan.

Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal.

Page 4: Bst Asbron

Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan

makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi

molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran

respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2,

selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan

transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF

untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi,

sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat.5

Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang

menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran

respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur

sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut,

ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of

Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau

Transforming Growth Factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas

menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling.

Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan,

kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran

respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi,

neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk

kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien

yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan

lamanya penyakit.5

Page 5: Bst Asbron

GejalaFaktor Risiko

Hiperaktivitas Bronkus Obstruksi Bronkus

Faktor Risiko Faktor Risiko

Inflamasi

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan

kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat.

Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur

saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran

respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas

saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu

lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi

kortikosteroid.5

Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi

bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus.1

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,

nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan

refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan

makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen

masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.1

Page 6: Bst Asbron

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan

serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan

limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien,

tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat

reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan

hiperaktivitas bronkus.1

Penyempitan yang berlangsung beberapa hari atau minggu, walaupun telah

mendapat terapi yang biasa dipakai, dikenal sebagai “status asmatikus” (1). Status

asmatikus adalah asma dengan intensitas serangan yang tinggi dan tidak memberikan

reaksi dengan obat-obatan yang konvensional dan merupakan salah satu kegawatan

asma bronkhial (2).

Berdasarkan tingkat kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi tiga

tingkatan (2)

1. Asma Bronkhial : yaitu suatu bronkhospasme yang sifatnya reversibel dengan latar

belakang alergi.

2.Status Asmatikus : yaitu suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang

konvensional.

3.Asthmatic Emergency : yaitu asma yang dapat menyebabkan kematian.

Sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang definisi asma bronkial yang

dapat diterima oleh semua ahli. Alasan-alasannya antara lain adalah sebagai berikut :

Page 7: Bst Asbron

1. Diantara para penderita, penyakit asma baik dalam berat maupun perjalanan

penyakitnya berbeda-beda.

2. Berbagai hal dapat mencetuskan serangan asma.

3. Histopatologi terutama pada keadaan yang ringan tidak banyak diketahui.

4. Sebab penyakit belum diketahui.

Penyakit asma bronkial jarang menimbulkan kematian. Didalam beberapa

penelitian didapatkan bahwa angka mortalitas tidak banyak membantu menjelaskan

patogenesis penyakit ini. Studi insidensi juga hanya memberikan keterangan tentang

frekuensi episode akut yang terjadi dalam kondisi tertentu saja, oleh karena itu

penelitian epidemiologi asma lebih banyak diarahkan pada penentuan prevalensi.(3)

IV. MORE INFO

Tgl 30 oktober 2011

Keluhan : sesak (+), batuk dahak (+), mual (+), muntah (-)

Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan umum : Sedang, tampak sesak

B. Kesadaran : Compos mentis

C. Vital sign : Tekanan darah : 1400/100 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 28 x/menit

Suhu : 36,7°C

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala

Bentuk : Mesocephal, simetris

Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut

Venektasi : Tidak ada

2. Pemeriksaan Mata : CA (-/-), SI (-/-).

3. Pemeriksaan Leher : JVP normal

4. Thorax

Page 8: Bst Asbron

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Kanan atas : SIC II RSB

Kiri atas : SIC II LSB

Kanan bawah : SIC IV RSB

Kiri bawah : SIC VI LMC 2 cm medial

Auskultasi : S1 > S2, reguler

Bising (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (+), ketinggalan

gerak (-), eksperium memanjang (+)

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar SIC VI LMC

dextra

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler

Suara tambahan : Ronkhi (+), wheezing (+)

5. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, benjolan (-), venektasi (-), pulsasi epigastrium (-)

Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-)

Hepar tidak teraba

Lien tidak teraba

Perkusi : Tympani, pekak beralih (-), undulasi (-)

Auskultasi : BU (+) normal

6. Pemeriksaan Punggung

Costo vertebrae : Nyeri ketok (-)

Ginjal : Ballotemen (-)

7. Pemeriksaan Extremitas : akral dingin, nadi cukup,

Superior : Edem (-/-)

Inferior : Edem (-/-)

Tgl 31 oktober 2011

Keluhan : sesak (+), batuk dahak (+), mual (+), muntah (-)

Pemeriksaan Fisik

Page 9: Bst Asbron

D. Keadaan umum : Sedang, tampak sesak

E. Kesadaran : Compos mentis

F. Vital sign : Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Respirasi : 28 x/menit

Suhu : 36,7°C

Status Generalis

8. Pemeriksaan Kepala

Bentuk : Mesocephal, simetris

Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut

Venektasi : Tidak ada

9. Pemeriksaan Mata : CA (-/-), SI (-/-).

10. Pemeriksaan Leher : JVP normal

11. Thorax

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Kanan atas : SIC II RSB

Kiri atas : SIC II LSB

Kanan bawah : SIC IV RSB

Kiri bawah : SIC VI LMC 2 cm medial

Auskultasi : S1 > S2, reguler

Bising (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (+), ketinggalan

gerak (-), eksperium memanjang (+)

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar SIC VI LMC

dextra

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler

Suara tambahan : Ronkhi (+), wheezing (+)

12. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, benjolan (-), venektasi (-), pulsasi epigastrium (-)

Page 10: Bst Asbron

Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-)

Hepar tidak teraba

Lien tidak teraba

Perkusi : Tympani, pekak beralih (-), undulasi (-)

Auskultasi : BU (+) normal

13. Pemeriksaan Punggung

Costo vertebrae : Nyeri ketok (-)

Ginjal : Ballotemen (-)

14. Pemeriksaan Extremitas : akral dingin, nadi cukup,

Superior : Edem (-/-)

Inferior : Edem (-/-)

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Darah lengkap

Hb : 13,7 (13-16 g/dl)

Leukosit : 26.400 (5000-10.00 /ul)

Hematokrit : 40 (37-43 %)

Eritrosit : 4,6 (4-5 juta/ul)

Trombosit : 268.000 (150.000-400.000 /ul)

LED : 30 (p : 0-10; w : 0-15 mm/jam)

Hitung jenis

- Eosinofil : 3 (0 – 1 %)

- Basofil : 0 (1 – 3 %)

- Batang : 0 (2 – 6 %)

- Segmen : 90 (50 – 70 %)

- Limfosit : 7 (20 – 40 %)

- Monosit : 0 (2 – 8 %)

- MCV : 97 (82-92 pg)

- MCH : 29,8 (31-37 %)

- MCHC : 30,8 (32-36 g/dl)

Page 11: Bst Asbron

Tgl 1 november 2011

Keluhan : sesak (+) berkurang, batuk dahak (+) berkurang, mual (+) berkurang, muntah (-)

Pemeriksaan Fisik

G. Keadaan umum : Sedang, tampak sesak

H. Kesadaran : Compos mentis

I. Vital sign : Tekanan darah : 120/90 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 26 x/menit

Suhu : 36,7°C

Status Generalis

15. Pemeriksaan Kepala

Bentuk : Mesocephal, simetris

Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut

Venektasi : Tidak ada

16. Pemeriksaan Mata : CA (-/-), SI (-/-).

17. Pemeriksaan Leher : JVP normal

18. Thorax

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Kanan atas : SIC II RSB

Kiri atas : SIC II LSB

Kanan bawah : SIC IV RSB

Kiri bawah : SIC VI LMC 2 cm medial

Auskultasi : S1 > S2, reguler

Bising (-), gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (+), ketinggalan

gerak (-), eksperium memanjang (+)

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar SIC VI LMC

dextra

Page 12: Bst Asbron

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler

Suara tambahan : Ronkhi (+), wheezing (+)

19. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, benjolan (-), venektasi (-), pulsasi epigastrium (-)

Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-)

Hepar tidak teraba

Lien tidak teraba

Perkusi : Tympani, pekak beralih (-), undulasi (-)

Auskultasi : BU (+) normal

20. Pemeriksaan Punggung

Costo vertebrae : Nyeri ketok (-)

Ginjal : Ballotemen (-)

21. Pemeriksaan Extremitas : akral dingin, nadi cukup,

Superior : Edem (-/-)

Inferior : Edem (-/-)

Pemeriksaan Rontgen Thorax : gambaran bronkhitis

Page 13: Bst Asbron

V. DON’T KNOW

1. Bagaimana penegakan diagnosis untuk asma bronchial?

2. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada pasien tersebut? (pada pasien tersebut

tidak dilakukan pemeriksaan spirometri)

VI. LEARNING ISSUE

Definisi

Suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap

berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas

dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik setara spontan maupun sebagai hasil

pengobatan.(3)

Bila ditelaah lebih lanjut definisi tadi dapat diuraikan menjadi :

1. Ada peningkatan respon trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas

penderta asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan

dibanding dengan orang normal.

2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan,

tetapi oleh berbagai rangsangan.

3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru.

4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada

malam hari dibanding dengan siang hari.

Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat

hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan maupun

dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain :

1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.

2. Batuk produktif, sering pada malam hari.

Page 14: Bst Asbron

3. Sesak nafas dada seperti tertekan.

Gejalanya bersifat proksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk

pada malam hari. (5)

Page 15: Bst Asbron

Klasifikasi derajat asma(5)

Derajat asma Gejala Gejala

malam

Fungsi paru

Intermitten

mingguan

Persisten ringan

mingguan

Persisten sedang

harian

Persisten berat

kontinu

-Gejala < 1x/minggu

-Tanpa gejala di luar

serangan

-Serangan singkat

-Fungsi paru

asimtomatik dan normal

luar serangan

-Gejala > 1x/minggu

tapi < 1x/hari

-Serangan dapat

mengganggu aktivitas

dan tidur

-Gejala harian

-Menggunakan obat

setiap hari

-Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur

-Serangan 2x/minggu,

bisa berhari-hari

-Gejala terus-menerus

-Aktivitas fisik terbatas

-Sering serangan

2kali

seminggu

> 2 kali

seminggu

> sekali

seminggu

sering

VEPI atau APE

80%

VEPI atau APE

80% normal

VEPI atau APE >

60% tetapi 80%

normal

VEPI atau APE <

80% normal

Page 16: Bst Asbron

Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

- Spirometri

- Tes provokasi bronkial

- Pemeriksaan tes kulit

- Pemeriksaan kadar IgE total dan spesifik dalam serum

- Pemeriksaan radiologi

- Analisis gas darah

- Pemeriksaan eosinofil dalam darah dan pemeriksaan sputum. (3,4)

Diagnosis

Diagnosis asma berdasarkan :

1. Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap asma, riwayat keluarga dan riwayat alergi, serta gejala klinis.

2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik),

sputum (eosinofil, spiral curshman, kristal chartot-leyden). (3,5)

4. Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan

adanya obstruksi jalan nafas.

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan

semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk

menegakkan diagnosis.

Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang .

1. Anamnesis

Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:

a Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?

b Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah

terpajan alergen atau polutan?

c Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan

sesak di dada dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?

Page 17: Bst Asbron

d Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas

atau olah raga?

e Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat

pelega (bronkodilator)?

f Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca

atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?

g Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis

alergi)?

h Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung,

saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan.

Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling

sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi

diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar

(silent chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.

Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal

sebagai berikut, sesuai derajat serangan :

Inspeksi

pasien terlihat gelisah,

sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium,

retraksi suprasternal),

sianosis

Palpasi

biasanya tidak ditemukan kelainan

pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus

Perkusi

biasanya tidak ditemukan kelainan

Auskultasi

Page 18: Bst Asbron

ekspirasi memanjang,

mengi,

suara lendir

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:

Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer

Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter

Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)

Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.

Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.

Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.

SPIROMETRI

Cara yang paling tepat menegakkan diagnosis asma dengan melakukan tes respon

terhadap dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah

menghirup bronkodilator. Peningkatan VEP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma.

Tes spirometri selain penting dalam pnegakan diagnostik juga penting dalam menilai

beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

Diagnosis Banding

1. Bronkhitis kronik

2. Emfisema paru

Komplikasi Asma

1. Pneumothoraks

2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis

3. Atelektasis

4. Aspergilosis bronkopulmonar alergik

5. Gagal nafas

Page 19: Bst Asbron

6. Bronkitis

7. Fraktur iga. (3,5)

Penatalaksanaan :

Tujuan terapi asma yaitu :

1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah kekambuhan

3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya

4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise

5. Menghindari efek samping obat asma

6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel. (3,5)

Yang termasuk obat anti asma (3,5) :

1. Bronkodilator

a. Agonis 2

Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan fenetrol

memiliki lama kerja 4-6 jam, sedang agonis 2 long action bekerja lebih dari 12 jam,

seperti salmeterol, formoterol, bambuterol, dan lain-lain. Bentuk aerosol dan inhalasi

memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu

sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.

b. Metilxantin

Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan

konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan

pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.

c. Antikolinergik

Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran nafas.

2. Anti inflamasi

Page 20: Bst Asbron

Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi dan

profilaksis.

a. Kortikosteroid

b. Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi non steroid.

Terapi awal, yaitu :

1. Oksigen 4-6 liter/menit

2. Agonis 2 (salbutomol 5 mg atau feterenol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi

nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian

agonis 2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau

terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.

3. Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12

jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

4. Kortikosteroid hidrokarbon 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera atau

pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut :

1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan.

2. Pemeriksaan fisik normla

3. Arus puncak ekspirasi (APE) > 70%

4. Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya

dirawat di Rumah Sakit.

Pengobatan Asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit (5)

Derajat

asma

Obat pengontrol Obat pelega

Asma

intermiten

Tidak perlu -Bronkodilator aksi singkat

yaitu inhalasi agonis 2

-Intensitas pengobatan

tergantung berat

eksaserbasi

-Inhalasi agonis 2 atau

kromolin dipakai sebelum

Page 21: Bst Asbron

aktivitas atau pajanan

alergen.

Asma

persisten

ringan

- Inhalasi kortikosteroid

200-500

g/kromolin/nedokromil/ata

u teofilin lepas lambat.

- Bila perlu ditingkatkan

sampai 800 g atau

ditambahkan bronkodilator

aksi lama terutama untuk

mengontrol asma malam

dapat diberikan agonis 2

aksi lama inhalasi atau oral

teofilin lepas lambat.

-Inhalasi agonis 2 aksi

singkat bila perlu dan

melebihi 3-4 x sehari

Asma

persisten

sedang

- Inhalasi kortikosteroid

800-2000 g.

- Bronkodilator aksi lama

terutama untuk mengontrol

asma malam, berupa agonis

2 aksi lama inhalasi atau

oral teofilin lepas lambat.

-Inhalasi agonis 2 aksi

singkat bila perlu dan tidak

melebihi 3-4 x sehari

Asma

persisten

berat

-Inhalasi kortikosteroid 800-

2000 g atau lebih.

-Bronkodilator aksi lama,

berupa agonis 2 inhalasi atau

oral teofilin lepas lambat.

-Kortikosteroid oral jangka

panjang

Page 22: Bst Asbron

VII. PROBLEM SOLVING

Pada anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas, dimana keluhan sesak nafas ini

timbul setelah terpapar oleh keadaan tertentu misalnya dingin, kelelahan, serta

alergen yaitu debu, asap rokok maupun polusi udara. Selain itu adanya perubahan

cuaca dan kegiatan jasmani juga dapat menimbulkan hal yang sama. Alergen masuk

dari luar tubuh ke dalam saluran pernafasan sehingga akan merangsang sistem imun

untuk membentuk antibodi jenis IGE.

Imunoglobulin inilah yang kemudian akan menempel pada permukaan sel

mastosit yang didapatkan di sepanjang saluran nafas dan kulit. Ikatan antara alergen

yang masuk lagi ke dalam badan dengan IGE pada permukaan sel mastosit tadi akan

mencetuskan serangkaian reaksi dan menyebabkan pengelupasan radiator kimia

seperti histamin, leukotrienm prostaglandin, eosinophil, chemotoctic faktor of

anaphylaxis (ECF-A), neutrofil chemotactic factor dan lain-lain. Mediator-mediator

inilah yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi, edema, hipereaksi kelenjar-kelenjar

sub-mukosa dan inflitrasi sel-sel radang saluran nafas. Gejala yang timbul dapat

berupa asma akut fase cepat atau lambat atau bahkan asma kronik. Hal yang menonjol

pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus, yang mana

pada penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non

imunologi. Karena sifat inilah maka serangan asma mudah terjadi akibat berbagai

rangsangan, baik fisik, alergen, infeksi dan sebagainya.

Selain sesak juga adanya batuk yang berdahak, putih dan kental yang dirasakan

setiap hari. Batuk biasanya timbul karena adanya rangsangan baik mekanik, kimia

dan peradangan. Inhalasi debu, asap dan benda-benda asing kecil merupakan

penyebab paling sering dari batuk. Adanya sputum karena pada orang dewasa normal

membentuk mukus sekitar 100 ml dalam saluran napas setiap hari.

Pada pasien ini didiagnosa dengan asma derajat persisten sedang, hal ini

didasarkan atas :

- Gejala hampir setiap hari

Page 23: Bst Asbron

- Menggunakan obat setiap hari

- Serangan mengganggu aktivitas dan tidur.

- Serangan 2 x/minggu, bisa berhari-hari.

- Gejala malam lebih dari sekali seminggu

Penatalaksanaan pada pasien ini, diberikan obat golongan metil-xantin

yang merupakan bronkhodilator yang sering digunakan pada pengobatan asma. Agonis

2 diberikan untuk mencegah terjadinya serangan dan digunakan sebagai obat

pencegahan asma. Selain itu diberikan ampicillin sebagai obat antibiotik untuk

mengatasi infeksi atau peradangan pada bronkus, yang terlihat dengan adanya

gambaran radiologis berupa bronchitis, dan diberikan ambroxol untuk meredakan

batuk.

Pasien diperbolehkan pulang bila atau beristirahat di rumah bila :

1. Keadaan umum sudah membaik.

2. Pemeriksaan fisik normal.

APE 70% (test peak flow meter).