BS dsfklsdjhfglisdrjhgprhgspriuhgrspiughsrpiughasdrpiughrpiughsrapoughsrpiun
-
Upload
charles-taylor -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of BS dsfklsdjhfglisdrjhgprhgspriuhgrspiughsrpiughasdrpiughrpiughsrapoughsrpiun
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom Brown-Séquard juga dikenal dengan sebutan Brown-Séquard Hemiplegia atau
Brown-Séquard ditemukan pertama kali oleh dokter Charles-Edouard Brown-Sequard yang
secara sederhana dapat diartikan sebagai kumpulan gejala akibat adanya lesi pada sumsum tulang
belakang, biasanya terdapat pada bagian servikal bagian lateral. Penderita dengan sindrom ini
dapat mengalami defisit neurologi ringan hingga berat, seperti kehilangan fungsi motorik,
proprioseptif, dan rasa getar ipsilateral disertai dengan kehilangan sensasi nyeri dan suhu
kontralateral..
Sindrom ini dapat disebabkan oleh akibat trauma oada satu sisi sumsum tulang belakang dan
non trauma yang dapat terjadi akibat tumor primer maupun metastasis, multiple sklerosis,
herniasi diskus, spondilitis servikal, tuberculosis, meningitis, empyema, herpes zoster, sifilis,
iskemia, dan lain-lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom brown sequard digambarkan oleh ahli saraf Charles-Eduard Brown Squard
untuk menggambarkan sindrom klinis yang menyertai hemisection dari sumsum tulang belakang.
Sindrom klasik yang dapat ditemukan diantaranya hemiplegia, hiperrefleksia, kehilangan
rangsang sentuh ringan,dan kehilangan propiosepsi ipsilateral serta sensori raba, nyeri, suhu pada
bagian kontralateral (Noguera, 2015).
2.2 Epidemiologi
Brown Sequard syndrome sangat jarang ditemukan, baik pria maupun wanita. Insiden
dari sindrom ini diperkirakan hanya 2% dari seluruh kejadian trauma pada medulla spinalis.
Insiden trauma medulla spinalis dilaporkan 30-40 kasus dari 1.000.000 penduduk.
2.3 Etiologi
Penyebab terbanyak dari sindroma ini adalah trauma dan tumor medulla spinalis.
Penyebab lainnya seperti spondilosis, kista araknoid, hematoma epidural juga diketahui dapat
menyebabkan sindrom ini. Selain itu, beberapa penyakit infeksi juga bisa menjadi penyebab
sindrom ini, antara lain: meningitis, tuberculosis, mielitis (Rustaghi et al, 2011)
2.4 Patofisiologi
Brown-Sequard sindrom merupakan hasil dari kerusakan atau kehilangan spinal cord
assending dan descending pada 1 sisi sumsum tulang belakang. Penyebab paling umum adalah
luka trauma, tumor, multiple sclerosis, hematoma epidural, dan virus mielitis. Hemiseksi dari
spinal cord ditandai dengan terjadinya lesi padasistem neural: upper motor neuron pathway dari
traktus corticospinal, columna dorsalis, dan traktus
spinothalamic. Lesi tersebut mempengaruhi sensasi
nyeri dan termal pada bagian tubuh yang
berlawanan dengan lesi, sensasi proprioseptive
pada sisi yang sama dengan lesi. Kehilangan
sensasi nyeri dan temperatur pada satu atau kedua
segmendibawah lesi. (Allan et al, 2005)
2.5 Manifestasi Klinis
Parsial sindrom Brown-Sequard ditandai dengan paresis asimetris, dengan hypoalgesia lebih
ditandai di sisi kurang paretic. Pure sindrom Brown-Sequard (jarang terlihat dalam praktek
klinis) dikaitkan dengan hal-hal berikut:
Gangguan saluran kortikospinalis lateralis - paralisis spastik ipsilateral di bawah tingkat
lesi dan Babinski tanda ipsilateral lesi (refleks abnormal dan Babinski tanda mungkin
tidak hadir dalam cedera akut)
Gangguan posterior kolom putih - hilangnya ipsilateral diskriminasi taktil, serta sensasi
getaran dan posisi, di bawah tingkat lesi
Gangguan traktus spinotalamikus lateralis - hilangnya kontralateral nyeri dan sensasi
suhu; ini biasanya terjadi 2-3 segmen di bawah level lesi
Cobalah untuk membedakan tingkat kehilangan sensasi, kehilangan motorik, kehilangan
suhu, dan kehilangan rasa getaran. Evaluasi bilateral dibandingkan temuan neurologis sepihak
ketika menentukan tingkat kerugian. Pemeriksaan motorik pada pasien dengan sindrom Brown-
Sequard mengungkapkan kelemahan atau kelumpuhan spastik dengan motor atas tanda neuron
peningkatan tonus, hyperreflexia, klonus, dan tanda Hoffmann pada 1 sisi tubuh. Kekuatan motor
otot kunci yang mewakili tingkat akar spinal servikal dan lumbal harus dinilai pada standar 0-5
skala. Perhatian khusus harus diambil untuk menguji posisi dengan gravitasi dihilangkan dan
melawan gravitasi. Pemeriksaan sensorik adalah penting untuk kontralateral penurunan sensasi
sentuhan ringan dan panas atau dingin. Fungsi sensorik harus dicatat dalam dermatom
perwakilan dari C2-S4 / 5 untuk hadir, gangguan, atau normal sensasi cahaya sentuhan dan pin
menusuk (Hayes KC, 2000).
2.6 Diagnosis
· Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis Brown-Séquard Syndrome ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu diperlukan untuk mengevaluasi kondisi
pasien tetapi sangat membantu dalam mengikuti perjalanan penyakit pasien. Pemeriksaan
laboratorium dapat berguna pada Brown-Séquard Syndrome yang disebabkan keadaan
nontraumatik.(2) seperti infeksi atau neoplasma.
· Pemeriksaan Radiologis :
- Foto polos spinal dapat menggambarkan cedera tulang yang disebakan trauma tajam
maupun tumpul.
- Pemeriksaan MRI menunjukkan luasnya cedera korda spinalis dan ini sangat membantu
untuk membedakannya dengan penyebab nontraumatik.
- CT_Mielogram dapat membantu jika MRI dikontraindikasikan atau tidak tersedia.
· Pemeriksaan lain :
- Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) dapat dilakukan jika dicurigai disebabkan oleh
tuberkulosis.
2.7 Tatalaksana
Tatalaksana pada brown-sequard syndrome tidak dibedakan dengan jenis lesi korda spina
yang lainnya. Banyak pusat study memberikan methylprednisolone dosis tinggi (bolus 30 mg /
kg diikuti oleh 5,4 mg / kg setiap jam), dimulai dalam waktu 8 jam dari cedera dan dilanjutkan
selama 23 jam. Namun, menghasilkan sedikit perbaikan pada fungsi motorik dan sensorik
terutama untuk brown sequard syndrome. Sehingga penanganan awal biasanya ditujukan untuk
hipotensi; dirawat dengan infus normal saline dan mungkin memerlukan penggunaan agen
pressor sementara.
Selanjutnya, pemeriksaan pencitraan yang dilakukan untuk menentukan penjajaran
vertebra dan pedikel, fraktur pedikel atau tubuh vertebral, kompresi saraf tulang belakang atau
cauda equina sebagai konsekuensi dari malalignment, atau debris tulang di kanal tulang
belakang, dan adanya jaringan kerusakan dalam corda spina. MRI sangat ideal untuk
menampilkan proses ini, tetapi jika tidak tersedia, myelography dengan CT scan merupakan
salah satu alternative.
Jika cedera tulang belakang servikal dikaitkan dengan dislokasi tulang belakang, traksi
pada leher mungkin diperlukan untuk mengamankan keselarasan dan mempertahankan
imobilisasi. dengan menggunakan brace halo, dapat memberikan fiksasi eksternal yang paling
kaku untuk tulang belakang servikal. Jenis fiksasi biasanya dilanjutkan selama 4 sampai 6
minggu, setelah itu brace halo dapat bisa diganti.
Mengenai manajemen bedah awal cedera tulang belakang, secara tradisional ada dua
perspektif. Satu, yang diwakili oleh Guttmann dan lain-lain, menganjurkan reduksi dan
penjajaran tulang dislokasi oleh traksi dan imobilisasi sampai fiksasi tulang diperoleh, kemudian
direhabilitasi. Pendekatan lainnya, diwakili oleh Munro dan kemudian oleh Collins dan
Chehrazi, yaitu dekompresi bedah awal, koreksi pergeseran tulang, dan pengangkatan jaringan
hernia diskus serta perdarahan intra dan extramedullary. Namun operasi dekompresi akut masih
diperdebatkan sampai sekarang.
studi manajemen akut cedera tulang belakang selama 20 tahun, menyimpulkan bahwa
tingkat kelangsungan hidup meningkat sebagai akibat dari stabilisasi bedah awal patah tulang
dan fiksasi tulang belakang. Namun yang lainnya yang belum mampu untuk mendokumentasikan
penurunan kecacatan neurologis sehingga cenderung semakin ke arah manajemen nonoperative
pada lesi sumsum tulang belakang parsial, maupun lengkap. (Adam dan Victor, 2014)
2.8 Prognosis
Prognosis untuk pemulihan motorik pada sindrom Brown-Sequard baik. Satu setengah
sampai dua pertiga dari pemulihan motorik 1 tahun terjadi dalam 1-2 bulan pertama setelah
cedera. Pemulihan kemudian melambat namun berlanjut selama 3-6 bulan dan telah
didokumentasikan progesitasnya sampai 2 tahun setelah cedera. (Albanese, 2014)
Menurut Adam dan Victor (2014) Risiko terbesar bagi pasien dengan cedera tulang
belakang terjadi pada 10 hari pertama ketika dilatasi lambung, ileus, shock, dan infeksi
merupakan ancaman kehidupan. tingkat kematian turun dengan cepat setelah 3 bulan; setelah
periode waktu ini, 86 persen lumpuh dan 80 persen lumpuh akan bertahan selama 10 tahun atau
lebih. Pada anak-anak, tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi, ditemukan bahwa tingkat
kelangsungan hidup kumulatif 7 tahun pada anak-anak dengan LCI (yang selamat setidaknya 24
jam setelah cedera) adalah 87 persen. Usia lanjut pada saat cedera dan quadriplegic komplit
adalah faktor prognostik terburuk.
2.9 Komplikasi
Potensi komplikasi jangka panjang sindrom Brown - Sequard mirip dengan yang dengan
penuaan dan SCI. Masalah ambulasi yang berkaitan dengan ekstremitas bawah dapat meningkat,
namun fenomena ini belum didokumentasikan dalam literatur . (Adam dan Victor, 2014)
DAFTAR PUSTAKA
Noguera, EMS., Sic, RP., Solis, FE.2015. Intramedullary spinal cord neurocysticercosis
presenting as Brown-Séquard syndrome. BMC Neurology 2015 15:1. (Internet)
Available at [http://www.biomedcentral.com/1471-2377/15/1]. Accessed on : 9th of April
2015
Rustaghi, T., Badve, S., Maniar, H et al. (2011). Cervical Disc Herniation Causing
Brown Sequard Syndrome: A Case Report and Literature Review. Hindawi Publishing
Corporation. Available from :
[http://www.hindawi.com/journals/crior/2011/943720/#B3] . Accessed on : 9th of April
2015
Ropper AH, Brown RH. 2005. Principles Of Neurology Eight Edition. New York:
McGraw-Hill
Hayes KC, Hsieh JT, Wolfe DL, et al. Classifying incomplete spinal cord injury
syndromes: algorithms based on the International Standards for Neurological and
Functional Classification of Spinal Cord Injury Patients. Arch Phys Med Rehabil. May
2000;81(5):644-52.
Ropper. A., et al (2014), Adams and Victor’s Principles of Neurology, 10th ed., Penerbit
McGraw Hill Education: New York.
Albanese. C., (2014), Brown-Sequard Syndrome, diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/321652-overview#aw2aab6b2b6 [pada tanggal :
9 April 2015]
Scivoletto G, Cosentino E, Morganti B, et al. Clinical prognostic factors for bladder
function recovery of patients with spinal cord and cauda equina lesions. Disabil Rehabil.
May 11 2007;1-8. (Internet) Available at :
[http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17852204 ]. Accessed on : 9th of April 2015
Snell, Richard. 2010. Clinical Neuroanatomy. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins.