Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan ......Briefing Paper No. 4: Penataan Batas...

4
Forests and Climate Change Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan Mentarang Partisipatif Pada tanggal 7 Oktober 1996 dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 631/Kpts-II/1996, status Kayan Mentarang berubah fungsi dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional Kayan Menatarang (TNKM) dengan luas ±1,36 juta ha, dengan batas yang sama dengan batas Cagar Alam. Selanjuntya Menteri Kehutanan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 1214/Kpts-II/2002 menetapkan Taman Nasional Kayan Mentarang dikelola secara Kolaboratif. Para pihak Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) tergabung dalam Dewan Pembina dan Pengendali Pengelolaan Kolaboratif (DP3K). Dalam penataan batas TNKM secara partisipatif, dari total luasan TNKM ±1,36 juta hektar, terdapat 497,10 km belum disetujui oleh masyarakat adat. Sampai tahun 2009, proses penataan batas TNKM secara partisipatif telah selesai di delapan wilayah adat (dari 11 wilayah adat yang ada di TNKM), dan telah disetujui oleh semua para pihak yang ada. Kegiatan ini merupakan bagian dari program FORCLIME-GTZ (Kerjasama Pemerintah Indonesia (Kementerian Kehutanan)- Jerman(GTZ), komponen 3, sub-componen TN Kayan Mentarang), yang diimplementasikan oleh WWF Indonesia. kawasan taman nasional dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Untuk mewujudkan proses pemantapan kawasan TNKM yang kuat maka diperlukan kesamaan cara pandang semua pihak melalui proses yang partisipatif semua pemangku kepentingan khususnya masyarakat adat yang ada di 11 wilayah adat besar di dalam dan sekitar TNKM. Dengan ditetapkannya Taman Nasional Kayan Mentarang dikelola secara Kolaboratf melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 1214/Kpts-II/2002 maka proses penataan batas Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak seperti Departemen Kehutanan (Balai TNKM & BPKH Wilayah IV Samarinda Kaltim) bersama Masyarakat adat dalam Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA), Pemerintah Kabupaten Malinau dan Pemerintah Kabupaten Nunukan. Latar Belakang Pada saat penunjukan Cagar Alam Kayan Mentarang pada tahun 1980 melalui SK. Menteri Pertanian No. 847/Kpts/Um/II/1980 tgl 25-11-1980 seluas ±1,36 Juta Ha ternyata terdapat penduduk berjumlah ± 34.508 jiwa di dalam dan sekitar CA Kayan Mentarang yang tersebar dalam 11 wilayah adat besar dan memiliki ketergantungan erat terhadap kawasan hutan. Secara turun temurun mereka memiliki kearifan tradisional dalam pengelolaan kawasan hutan yang diwujudkan dalam hutan adat, tana ulen, tanah jakah dll. Pada tanggal 7 Oktober 1996 Menteri Kehutanan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 631/Kpts- II/1996 merubah fungsi kawasan Kayan Mentarang dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional Kayan Menatarang (TNKM) dengan luas ±1,36 juta ha, dengan batas yang sama dengan batas Cagar Alam. Dengan demikian kawasan pemukiman, lahan pertanian dan tanah adat masyarakat tetap masuk dalam kawasan TN Kayan Mentarang. Dalam proses penataan batas yang sudah dilakukan oleh BPKH Wilayah IV Samarinda Kalimantan Timur bersama pengelola TNKM, masyaraka adat yang bermukim di dalam dan sekiar kawasan TNKM menolak hasil penataan batas sepanjang 497,10 km (dari total 1.238 km) yang telah dilakukan. Penataan tata batas ini dipandang penting karena dapat menentukan langkah kebijakan selanjuntnya. Dengan kejelasan batas kawasan di lapangan melalui tata batas kawasan, maka ada kepastian hukum terhadap kawasan TNKM guna memberikan kemantapan bagi pengelola TNKM dalam melaksanakan pengelolaan ekosistem Gambar 1. Pemukiman di sekitar TNKM

Transcript of Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan ......Briefing Paper No. 4: Penataan Batas...

Page 1: Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan ......Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan Mentarang Partisipatif Pada tanggal 7 Oktober 1996 dengan

Forests and Climate Change

Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan Mentarang Partisipatif

Pada tanggal 7 Oktober 1996 dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 631/Kpts-II/1996, status Kayan Mentarang berubah fungsi dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional Kayan Menatarang (TNKM) dengan luas ±1,36 juta ha, dengan batas yang sama dengan batas Cagar Alam. Selanjuntya Menteri Kehutanan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 1214/Kpts-II/2002 menetapkan Taman Nasional Kayan Mentarang dikelola secara Kolaboratif. Para pihak Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) tergabung dalam Dewan Pembina dan Pengendali Pengelolaan Kolaboratif (DP3K). Dalam penataan batas TNKM secara partisipatif, dari total luasan TNKM ±1,36 juta hektar, terdapat 497,10 km belum disetujui oleh masyarakat adat. Sampai tahun 2009, proses penataan batas TNKM secara partisipatif telah selesai di delapan wilayah adat (dari 11 wilayah adat yang ada di TNKM), dan telah disetujui oleh semua para pihak yang ada. Kegiatan ini merupakan bagian dari program FORCLIME-GTZ (Kerjasama Pemerintah Indonesia (Kementerian Kehutanan)-Jerman(GTZ), komponen 3, sub-componen TN Kayan Mentarang), yang diimplementasikan oleh WWF Indonesia.

kawasan taman nasional dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Untuk mewujudkan proses pemantapan kawasan TNKM yang kuat maka diperlukan kesamaan cara pandang semua pihak melalui proses yang partisipatif semua pemangku kepentingan khususnya masyarakat adat yang ada di 11 wilayah adat besar di dalam dan sekitar TNKM.

Dengan ditetapkannya Taman Nasional Kayan Mentarang dikelola secara Kolaboratf melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 1214/Kpts-II/2002 maka proses penataan batas Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak seperti Departemen Kehutanan (Balai TNKM & BPKH Wilayah IV Samarinda Kaltim) bersama Masyarakat adat dalam Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA), Pemerintah Kabupaten Malinau dan Pemerintah Kabupaten Nunukan.

Latar Belakang

Pada saat penunjukan Cagar Alam Kayan Mentarang pada tahun 1980 melalui SK. Menteri Pertanian No. 847/Kpts/Um/II/1980 tgl 25-11-1980 seluas ±1,36 Juta Ha ternyata terdapat penduduk berjumlah ± 34.508 jiwa di dalam dan sekitar CA Kayan Mentarang yang tersebar dalam 11 wilayah adat besar dan memiliki ketergantungan erat terhadap kawasan hutan. Secara turun temurun mereka memiliki kearifan tradisional dalam pengelolaan kawasan hutan yang diwujudkan dalam hutan adat, tana ulen, tanah jakah dll.

Pada tanggal 7 Oktober 1996 Menteri Kehutanan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 631/Kpts-II/1996 merubah fungsi kawasan Kayan Mentarang dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional Kayan Menatarang (TNKM) dengan luas ±1,36 juta ha, dengan batas yang sama dengan batas Cagar Alam. Dengan demikian kawasan pemukiman, lahan pertanian dan tanah adat masyarakat tetap masuk dalam kawasan TN Kayan Mentarang. Dalam proses penataan batas yang sudah dilakukan oleh BPKH Wilayah IV Samarinda Kalimantan Timur bersama pengelola TNKM, masyaraka adat yang bermukim di dalam dan sekiar kawasan TNKM menolak hasil penataan batas sepanjang 497,10 km (dari total 1.238 km) yang telah dilakukan.

Penataan tata batas ini dipandang penting karena dapat menentukan langkah kebijakan selanjuntnya. Dengan kejelasan batas kawasan di lapangan melalui tata batas kawasan, maka ada kepastian hukum terhadap kawasan TNKM guna memberikan kemantapan bagi pengelola TNKM dalam melaksanakan pengelolaan ekosistem

Gambar 1. Pemukiman di sekitar TNKM

Page 2: Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan ......Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan Mentarang Partisipatif Pada tanggal 7 Oktober 1996 dengan

Selanjutnya para pihak yang berkepentingan (Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, FoMMA, Perguruan Tinggi dan LSM bergabung dalam wadah DP3K (Dewan Pembina dan Pengendali Pengelolaan Kolaboratif).

Proses tata batas sejak awal difasilitasi oleh WWF Indonesia melalui berbagai sumber dana (Danida, WWF Jerman dll) dan sejak tahun 2006 didukung melalui Proyek Kerjasama Pemerintah Indonesia (Departemen Kehutanan) dan Jerman (GTZ), dimana WWF-Indonesia sebagai implementornya.

Tujuan

Prinsip dasar “Partisipasi Masyarakat” dalam Proses Tata batas partisiptif adalah keterlibatan masyarakat dalam Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Tujuan dilakukan penataan batas kawasan partisipatif adalah :

1. Untuk menghasilkan kawasan hutan yang aman terhadap konflik kepentingan jangka panjang dengan menghindari tumpang tindih dengan kegiatan masyarakat;

2. Mengenali proses penataan batas hutan yang paling akomodatif bagi kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan Pemerintah;

3. Memprakarsai proses pelibatan masyarakat secara aktif dalam negosiasi dan tahapan penetapan tata batas;

4. Mendukung upaya-upaya penyelesaian sengketa tata batas dan proses perencanaan pengelolaan kawasan hutan secara kolaboratif.

Proses Penataan Batas TNKM secara Partisipatif

Penolakan masyarakat adat terhadap hasil tata batas membuat penataan batas versi masyarakat menjadi semakin penting. Oleh karena itu WWF Indonesia Program yang telah bekerja di TNKM sejak tahun 1991, mencoba memfasilitasi dan mendorong masyarakat dalam pengelolaan kawasan berbasis masyarakat melalui sistem zonasi, dan pada Tahun 1998 sampai 2002 telah dilakukan proses pemetaan partisipatif di 65 lokasi pemukiman sekitar TNKM. Sejak tahun 1999 dilakukan konsultasi tatabatas TNKM untuk tahap pertama.

Selanjutnya, sejak bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005 dilakukan serangkaian proses konsultasi tata batas di tingkat wilayah adat. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama oleh BPKH Wilayah IV Samarinda, BKSDA Kalimantan Timur dan FoMMA di beberapa lokasi wilayah adat.

Dari proses konsultasi tata batas tahun 1999, BPKH Wilayah IV Samarinda telah berhasil mengidentifikasi dan mengkonfirmasi usulan batas luar oleh masyarakat adat. Namun, untuk wilayah adat di Krayan masih belum ada kesepakatan.

Hasil konsultasi tata batas ini kemudian dipresentasikan di Departemen Kehutanan pada tanggal 30 Juni 2005.

Pertemuan ini dihadiri oleh Kepala Badan Planologi, Direktur Konservasi Kawasan Ditjen PHKA, BPKH Wilayah IV Samarinda Kaltim, BKSDA Kaltim, dan WWF Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, Departemen Kehutanan merekomendasikan agar proses konsultasi dilakukan di seluruh wilayah adat, dan diselesaikan dulu permasalahan di wilayah Krayan, sebelum pembahasan lebih lanjut oleh Menteri Kehutanan.

Hasil rekomendasi tersebut ditindak lanjuti dengan kegiatan konsultasi tata batas dan pembahasan usulan tata batas TNKM di beberapa lokasi seperti Long Layu dan Long Bawan.

Salah satu pertemuan penting yang terjadi selama proses tata batas adalah Konsultasi Publik Tata Batas TNKM tanggal 18 – 19 Januari 2007, bertempat di Long Bawan, Kecamatan Krayan. Beberapa kesepakatan penting yang dibuat adalah:

- Forum pertemuan sepakat untuk mengusulkan agar kawasan-kawasan berikut; 1) Lahan pemukiman, (2) Lahan pertanian (ladang, kebun, sawah, laman), (3) Lahan potensi untuk pengembangan pertanian (bekas sawah dan kampung), (4) Lahan antar pemukiman sebagai sarana transportasi: dikeluarkan dari kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang.

- Kawasan selain (diluar) yang disebutkan dalam point 1 (pertama) termasuk ke dalam hutan adat yang dikelola oleh masyarakat adat, dan tetap menjadi bagian dari zona tradisional Taman Nasional Kayan Mentarang. Pemanfaatan Zona tradisional yang dimaksud adala sesuai dengan Permenhut No. 56/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.

Kesepakatan tersebut ditindak lanjuti dengan melakukan sosialisasi, pengukuran dan penataan batas, perencanaan trayek batas, pembuatan peta proyeksi tata batas, pemancangan batas sementara, Lokakarya Penguatan Hasil Kesepakatan dan Padu Serasi Aturan Adat an Praturan Taman Nasional, dsb.

Sampai tahun 2009, proses penataan batas TNKM secara partisipatif telah selesai di delapan wilayah adat (dari 11 wilayah adat yang ada di TNKM), dan telah disetujui oleh semua Para pihak yang ada.

Gambar 2. Tanda batas sementara TNKM

Page 3: Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan ......Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan Mentarang Partisipatif Pada tanggal 7 Oktober 1996 dengan

Gambar 3. Proses konsultasi batas TNKM

Pada Juni 2009 DP3K menyampaikan catatan hasil kesepakatan beserta peta usulan batas kawasan melalui surat Ketua DP3K Nomor: 09/DP3K-1/6/2009 tanggal 30 Juni 2009 perihal Perubahan Batas Kawasan kepada Ketua BAPPEDA Propinsi Kaltim dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan, Gubernur Kalimantan Timur, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Dephut, dan Ketua Tim Terpadu RTRWP Kaltim, untuk selanjutnya diusulkan kepada Tim Terpadu Revisi RTRWP Kaltim. Sebagai tindak lanjut dari usulan batas tersebut maka pada tanggal 25 Juli 2009 bertempat di Hotel Wijaya Malinau diadakan pertemuan Tim Terpadu dalam rangka pengumpulan data dan informasi serta klarifikasi terhadap Usulan Perubahan Kawasan Hutan dalam Usulan Revisi RTRWP Kalimantan Timur.

Pada pertemuan ini secara resmi disampaikan dan disepakati agar semua desa dikeluarkan dari kawasan menjadi APL (Areal Peruntukan Lainnya) termasuk lahan pertanian (sawah dan ladang dalam siklus aktif)Selain itu sebagai tindak lanjutnya maka pada tanggal 26 Juli 2009 dilakukan Flyover di seputar kawasan TNKM untuk melihat secara langsung pemukiman yang ada disekitar TNKM. Sampai saat ini proses penataan batas TNKM masih menunggu proses revisi tata ruang Propinsi Kaltim.

Pembelajaran yang diperoleh

Pengalaman di TNKM menunjukkan betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses tata batas. Proses tata batas suatu kawasan konservasi, baik itu cagar alam maupun taman nasional, harus memperhatikan kepentingan masyarakat lokal/adat yang tinggal di kawasan tersebut yang kehidupannya tergantung pada hasil hutan dan sumber daya alam dan sudah ada sebelum kawasan ditetapkan menjadi kawasan konservasi. Proses yang dilakuan di TNKM bisa menjadi contoh bagi

kawasan konservasi lain, dimana FoMMA dan DP3K berperan besar dalam proses tata batas partisipatif. FoMMA dan DP3K telah meningkatkan posisi tawar dari masyarakat adat dalam memperjuangkan kepentingan mereka terhadap pemerintah. Di sisi lain pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen PHKA juga bersikap terbuka terhadap usulan-usulan dari masyarakat adat, yang disampaikan melalui FoMMA dan DP3K.

Lambatnya proses kegiatan tata batas baik di tingkat lapangan maupun pusat mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap proses batas yang sedang berjalan. Dalam pelaksanaan proses batas kawasan, pertimbangan kepastian hukum harus menjadi dasar pengambilan keputusan, sehingga jelas mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh. Hal ini penting agar tidak menjadi masalah pada saat kesepakatan tersebut akan dilaksanakan.Follow up action

Kegiatan yang sedang dilakukan adalah mendorong agar proses tata batas TNKM baik di tingkat pemerintah pusat (PHKA) dan pemerintah daerah Malinau dan Nunukan serta masyarakat adat berjalan dengan baik dan cepat. Kegiatan tersebut antara lain, membantu Tim Terpadu RTRWP Kaltim dalam menyelesaikan proses revisi tata ruang Kaltim, memfasilitasi pemda dan masyarakat adat untuk mengusulkan batas TNKM ke PHKA, sosialisasi dan pelatihan pengukuran tata batas di beberapa wilayah adat di sekitar kawasan TNKM.

BALAI TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANGKantor (sementara):Jl. Pusat Pemerintahan Komplek Perumahan DPRDTj. Belimbing, Malinau - Kalimantan TimurTelp/Fax : (0553) 20 22 757Telp : (0553) 20 22 758Email : [email protected]

FOREST AND CLIMATE CHANGE PROGRAMME (FORCLIME)Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbHManggala Wanabakti Building, Block VII, 6th FloorJln. Jenderal Gatot SubrotoJakarta 10270, IndonesiaEmail : [email protected]

WWF Indonesia, Kayan Mentarang National Park ProgramJln. Raja Pandhita No. 89 RT. 07Tj. Belimbing, Malinau KotaKalimantan Timur - 77554Telp : 0553 - 215 23Email: [email protected]

Page 4: Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan ......Briefing Paper No. 4: Penataan Batas Taman Nasional Kayan Mentarang Partisipatif Pada tanggal 7 Oktober 1996 dengan

Gam

bar

4. P

erke

mb

anga

n p

rose

s ta

ta b

atas

TN

KM