Brain Learning

download Brain Learning

of 32

Transcript of Brain Learning

PENERAPAN BRAIN BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA (Studi Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas IX Suatu SMP Negeri di Kabupaten Bandung) Dini Nurhadyani ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen terhadap kelas IX suatu SMP Negeri di Kabupaten Bandung semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini di antaranya adalah motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yang dinilai masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengkaji secara mendalam apakah peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; 2) untuk mengidentifikasi kualitas peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning; dan 3) untuk mengidentifikasi tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Berdasarkan hasil analisis terhadap data-data yang terkumpul melalui instrumen penelitian, maka kesimpulan umum dari penelitian ini adalah: 1) peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning tidak lebih tinggi daripada peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; 2) kualitas peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yaitu rendah; 3) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; 4) kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yaitu sedang; dan 5) sebagian besar siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Kata kunci: Brain Based Learning, Motivasi Belajar, Kemampuan Koneksi Matematis A. Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Namun, kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih belum menggembirakan, khususnya dalam bidang matematika. Salah satu masalah yang dialami oleh sebagian besar siswa dalam pembelajaran matematika adalah motivasi belajar yang masih rendah. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh penulis, hal tersebut dialami oleh siswa-siswa salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung. Guru pengajar matematika di sana mengatakan bahwa motivasi belajar siswa, khususnya dalam mempelajari matematika, pada umumnya masih sangat rendah. Selain motivasi belajar, masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan koneksi matematis yang masih rendah. Rusgianto (Lestari, 2009: 4) menyatakan bahwa kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya dalam

kehidupan nyata masih belum memuaskan. Ruspiani (Gordah, 2009: 4) pun menemukan bahwa kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematis masih tergolong rendah. Learning is most effective when its fun. Kalimat tersebut dicetuskan oleh Peter Kline (Hernowo, 2008: 15), seorang penulis buku yang berjudul Everyday Genius. Untuk menciptakan suasana pembelajaran matematika yang menyenangkan, hendaknya guru memperhatikan satu hal penting dalam tubuh manusia yang selama ini kemampuannya masih kurang dioptimalkan, yaitu otak. Berdasarkan pemaparan di atas, berarti dibutuhkan sebuah pendekatan pembelajaran yang mengoptimalkan kerja otak serta diperkirakan dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa, yaitu pendekatan Brain Based Learning. Pendekatan Brain Based Learning (Jensen, 2008: 12) adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Tahap-tahap perencanaan pembelajaran Brain Based Learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu tahap pra-pemaparan, persiapan, inisiasi dan akuisisi, elaborasi, inkubasi dan memasukkan memori, verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan yang terakhir adalah perayaan dan integrasi. Sedangkan tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi Brain Based Learning (Sapaat, 2009) yaitu: (1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir matematis, termasuk kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Surakhmad (Mulyana, 2008: 2), bahwa pembelajaran matematika memang harus memberikan peluang untuk belajar berpikir matematis. Lebih lanjut, Romberg menyatakan dalam Chair (Rohendi, 2009: 30) bahwa beberapa aspek berpikir tinggi, yaitu pemecahan masalah matematika, komunikasi matematis, penalaran matematis, dan koneksi matematis. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan koneksi matematis. Selain itu, lingkungan pembelajaran yang menantang dan menyenangkan juga akan memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dan beraktifitas secara optimal dalam pembelajaran. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pendekatan Brain Based Learning dalam kaitannya dengan peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. B. Kajian Pustaka 1. Peranan Otak dan Memori dalam Pembelajaran Roger Sperry (Hernowo, 2008), pemenang hadiah Nobel bidang kedokteran, menemukan dua belahan otak, yaitu otak kiri dan otak kanan yang berfungsi secara berbeda. Menurut beliau, otak kiri berpikir secara rasional, sedangkan otak kanan berpikir secara emosional. Sejalan dengan hal tersebut, Dilip Mukerjea (Hernowo, 2008: 68) juga mengungkapkan bahwa otak kreatif adalah otak kiri dan otak kanan yang bekerja sinergis. Dalam pembelajaran, hendaknya penggunaan otak kiri dan otak kanan diseimbangkan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Otak juga sangat berperan dalam pembentukan memori. Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu & Zain, 1994: 885), memori adalah ingatan atau daya ingat. Memori ini

sangat penting dalam pembelajaran. Semua yang telah kita pelajari, baik secara sadar maupun tidak sadar, tersimpan dalam memori. 2. Pendekatan Brain Based Learning Brain Based Learning (Jensen, 2008: 12) adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Sejalan dengan hal tersebut, Sapaat (2009) juga mengungkapkan bahwa Brain Based Learning menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa. Dalam menerapkan pendekatan Brain Based Learning, ada beberapa hal yang harus diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada proses pembelajaran, yaitu lingkungan, gerakan dan olahraga, musik, permainan, peta pikiran (mind map), dan penampilan guru. Tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu: a. Pra-Pemaparan Pra-pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik (Jensen, 2008: 484). b. Persiapan Dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan kesenangan (Jensen, 2008: 486). c. Inisiasi dan akuisisi Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron itu saling berkomunikasi satu sama lain (Jensen, 2008: 53). d. Elaborasi Tahap elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran (Jensen, 2008: 58). e. Inkubasi dan memasukkan memori Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal yang penting (Jensen, 2008: 488). f. Verifikasi dan pengecekan keyakinan Dalam tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum. g. Perayaan dan integrasi Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar (Jensen, 2008: 490). Strategi pembelajaran utama yang dapat dikembangkan dalam implementasi Brain Based Learning (Sapaat, 2009) yaitu: (1) menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa; (2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. 3. Motivasi Belajar Menurut Uno (2009: 9), motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan

perubahan tingkah laku/aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sedangkan Makmun (2007: 37) berpendapat bahwa motivasi itu merupakan suatu kekuatan, tenaga, daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Dalam perkembangannya, Syah (Hidayati, 2005: 29) mengemukakan bahwa motivasi dibedakan menjadi dua tipe, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, motivasi belajar adalah suatu kekuatan, tenaga, atau daya, baik yang datang dari dalam maupun dari luar diri individu, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri yang mendorong individu untuk belajar, baik disadari maupun tidak disadari. Menurut Makmun (2007: 40), indikator motivasi yaitu: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi; (4) ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan belajar; (5) devosi (pangabdian) dan pengorbanan berupa uang, tenaga, pikiran atau jiwa untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi; (7) tingkatan kualifikasi prestasi, produk, atau output yang dicapai dari kegiatan; dan (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. 4. Kemampuan Koneksi Matematis Kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Kutz (Mariana, 2008: 15) menyatakan bahwa koneksi matematis berkaitan dengan koneksi internal dan koneksi eksternal. Koneksi internal meliputi koneksi antar topik matematika, sedangkan koneksi eksternal meliputi koneksi dengan mata pelajaran lain dan koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Sumarmo (Gordah, 2009: 27) memaparkan beberapa indikator koneksi matematis yang dapat digunakan, yaitu: (1) mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur; (2) memahami hubungan antar topik matematika; (3) menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari; (4) memahami representasi ekuivalen suatu konsep; (5) mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen; dan (6) menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika. 5. Pendekatan Konvensional Pendekatan konvensional yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri dalam pembelajarannya menurut Nasution (Sukmawati, 2009: 9) yaitu: (1) bahan pelajaran disajikan kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual; (2) kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru; (3) siswa umumnya bersifat pasif, karena harus mendengarkan uraian guru mengajar; (4) keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif; (5) hanya sebagian kecil saja akan menguasai bahan pelajaran secara tuntas, sebagian lagi akan menguasai sebagian saja dan ada lagi yang akan gagal; dan (6) guru berfungsi sebagai penyebar/penyalur pengetahuan. C. Hipotesis Penelitian 1. Peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional. 2. Kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional.

D. Metode Penelitian Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (selanjutnya disebut kelas eksperimen) dan kelompok kontrol (selanjutnya disebut kelas kontrol). Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi matematis, angket motivasi belajar, jurnal harian siswa, dan lembar observasi. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes kemampuan koneksi matematis dan angket motivasi belajar siswa. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Data kualitatif diperoleh dari jurnal harian siswa dan lembar observasi. Data jurnal harian siswa yang diperoleh dipisahkan, mana yang termasuk tanggapan positif dan mana yang termasuk tanggapan negatif, serta didata juga berapa banyak siswa yang tidak memberikan tanggapan. Kemudian, dihitung persentasenya. Setelah itu, barulah diambil kesimpulan berdasarkan hasil persentase yang telah didapatkan. Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif, dijelaskan dalam bentuk kalimat-kalimat untuk membantu menggambarkan suasana pembelajaran yang telah dilakukan. E. Analisis Data Penelitian dan Pembahasan 1. Analisis Data Penelitian a. Analisis Data Hasil Tes Koneksi Matematis 1) Kemampuan Awal Koneksi Matematis Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap data pretes menyatakan bahwa skor pretes kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Dengan demikian, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,404. Berdasarkan kriteria pengujian yang telah ditentukan, maka H0 diterima. Ini berarti bahwa rata-rata kemampuan awal koneksi matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Dengan demikian, langkah selanjutnya adalah melakukan uji statistik pada data hasil postes. 2) Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap data postes menyatakan bahwa skor postes kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan skor postes kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Dengan demikian, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,000. Berdasarkan kriteria pengujian yang telah ditentukan, maka H0 ditolak. Ini berarti bahwa kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran lebih tinggi daripada kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol. Karena kemampuan awal koneksi matematis siswa kelas eksperimen sama dengan kemampuan awal koneksi matematis siswa kelas kontrol, maka data hasil postes juga dapat memperlihatkan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa setelah pembelajaran. Dengan demikian, dari hasil uji perbedaan dua rata-rata di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol.

b. Kualitas Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Hasil uji statistik deskriptif terhadap skor indeks gain tes koneksi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memperlihatkan bahwa rata-rata indeks gain tes koneksi matematis siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 0,3892 dan 0,1760. Berdasarkan kriteria indeks gain menurut Hake, ini berarti bahwa kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen tergolong sedang, sedangkan kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol tergolong rendah. c. Analisis Data Angket Motivasi Belajar 1) Motivasi Awal Belajar Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap angket motivasi awal belajar siswa menyatakan bahwa skor angket motivasi awal belajar siswa kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan skor angket motivasi awal belajar siswa kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,007. Berdasarkan kriteria pengujian, maka H0 ditolak. Ini berarti bahwa rata-rata skor angket motivasi awal belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah tidak sama. Oleh karena itu, selanjutnya dilakukan analisis terhadap skor indeks gain angket motivasi belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2) Peningkatan Motivasi Belajar Hasil yang diperoleh dari uji normalitas terhadap skor indeks gain angket motivasi belajar siswa menyatakan bahwa skor indeks gain angket motivasi belajar kelas eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan skor indeks gain angket motivasi belajar kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas varians, tetapi langsung dilakukan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametris Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney memperlihatkan bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,489. Berdasarkan kriteria pengujian, maka H0 diterima. Ini berarti bahwa peningkatan motivasi belajar siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran tidak lebih tinggi secara signifikan daripada peningkatan motivasi belajar siswa kelas kontrol. d. Kualitas Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Hasil uji statistik deskriptif terhadap skor indeks gain angket motivasi belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol memperlihatkan bahwa rata-rata indeks gain angket motivasi belajar siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 0,0280 dan -0,0078. Berdasarkan kriteria indeks gain menurut Hake, ini berarti bahwa kualitas peningkatan motivasi belajar siswa, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, tergolong rendah. e. Analisis Data Jurnal harian Siswa Setelah dihitung banyaknya tanggapan positif, negatif, dan yang tidak memberi tanggapan, serta dihitung persentasenya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penerapan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika yang telah dilaksanakan.

f. Analisis Data Lembar Observasi Setelah dianalisis, ternyata hampir seluruh aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran berjalan dengan baik. 2. Pembahasan Hasil pengolahan tes koneksi matematis siswa memperlihatkan bahwa: (1) rata-rata kemampuan awal koneksi matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama; (2) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol; dan (3) kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen tergolong sedang, sedangkan kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa kelas kontrol tergolong rendah. Hasil ini bisa dikatakan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Surakhmad (Mulyana, 2008: 2), bahwa pembelajaran matematika memang harus memberikan peluang untuk belajar berpikir matematis. Selain itu, hasil analisis terhadap data hasil tes koneksi matematis ini juga sesuai dengan salah satu peranan Brain Based Learning, yaitu memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasah kemampuan koneksi matematis siswa. Hasil pengolahan angket motivasi belajar siswa memperlihatkan bahwa: (1) rata-rata skor angket motivasi awal belajar siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah tidak sama; (2) peningkatan motivasi belajar siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran tidak lebih tinggi secara signifikan daripada peningkatan motivasi belajar siswa kelas kontrol; dan (3) kualitas peningkatan motivasi belajar siswa, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, tergolong rendah. Menurut pengamatan penulis, selama proses pembelajaran, siswa kelas eksperimen terlihat antusias dalam mengikuti pembelajaran. Mereka pun mengaku senang belajar dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. Hal ini salah satunya dapat dilihat dari jurnal harian yang dibuat oleh siswa pada setiap pertemuannya. Namun, ternyata banyak dari mereka, skor angket motivasi belajarnya justru menurun. Selain itu, hasil pengolahan data angket juga menyatakan bahwa peningkatan motivasi belajar siswa kelas eksperimen tidak lebih tinggi secara signifikan daripada peningkatan motivasi belajar siswa kelas kontrol. Menurut dugaan penulis, hal ini terjadi karena siswa tidak serius dalam mengisi angket motivasi belajar. Selain itu, beberapa siswa juga terlihat saling mencontek dalam mengisi angket. Hasil analisis terhadap jurnal harian siswa dan lembar observasi memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap penerapan pendekatan Brain Based Learning dalam pembelajaran matematika yang telah mereka ikuti dan hampir seluruh aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran berjalan dengan baik. F. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Dari seluruh rangkaian penelitian yang telah dilakukan, mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, hingga pada tahap analisis data, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: (1) peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning tidak lebih tinggi daripada peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; (2) kualitas peningkatan motivasi belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yaitu rendah; (3) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan koneksi matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional; (4) kualitas peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yaitu sedang; dan (5) sebagian besar siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu: (1) pendekatan Brain Based Learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran matematika untuk meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa SMP; (2) penelitian terhadap pendekatan Brain Based Learning dalam kaitannya dengan peningkatan motivasi belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa disarankan untuk dicoba kembali karena dalam penelitian ini motivasi belajar siswa hanya mencapai kualitas peningkatan yang rendah, dan kemampuan koneksi matematis siswa pun belum dapat menghasilkan kualitas peningkatan yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Badudu, J. S., & Zain, S. M. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Gordah, E. K. (2009). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pendekatan Open Ended. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Hernowo. (2008). Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan. Bandung: MLC. Hernowo. (2008). Menulis Feature di Dunia Venus. [Online]. https://internalmedia.wordpress.com/2008/02/19/menulis-feature-di-dunia-venus/. [1 Desember 2010]. Hidayati, A. (2005). Penerapan Model Pembelajaran Generatif Matematika dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Jensen, E. (2008). Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lestari, P. (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Makmun, A. S. (2007). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mariana, T. (2008). Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Strategi Working Backward untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintetik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Rohendi, D. (2009). Kemampuan Pemahaman, Koneksi, dan Pemecahan Masalah Matematik: Eksperimen terhadap Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Elektronik (ELearning). Disertasi Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Sapaat, A. (2009). Brain Based Learning. [Online]. Tersedia: http://matematika.upi.edu/index.php/brain-based-learning/. [6 Juli 2010]. Sukmawati, E. (2009). Pengaruh Pembelajaran KUASAI Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Uno, H. B. (2009). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

http://dinidinidini.wordpress.com/2011/01/04/140/ Download, Minggu 23 Oktober 2011, Pukul 21.15 WIB

MODIFIKASI QUANTUM LEARNING DAN METODE EKSPOSITORI UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP Dini Nurhadyani

A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk dipelajari. Selama dan sesudah proses pembelajaran matematika, ada tiga belas kemampuan (kompetensi) matematika yang dapat dikembangkan, yaitu kemampuan pemahaman, penalaran, koneksi, investigasi, komunikasi, observasi, eksplorasi, inkuiri, konjektur, hipotesios, generalisasi, kreativitas, dan pemecahan masalah. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan kemampuankemampuan tersebut. Pembelajaran matematika merupakan salah satu masalah pembelajaran di Indonesia. Pada dasarnya, salah satu masalah yang dialami oleh sebagian besar guru matematika adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini disebabkan oleh pandanganpandangan negatif siswa terhadap matematika yang sering kali menghambat kemampuan komunikasi matematis mereka, sehingga partisipasi dalam pembelajaran pun sangat kurang. Padahal, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa komunikasi matematis merupakan salah satu dari kemampuan matematis siswa yang sangat penting.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menumbuhkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan cara membentuk karakter positif pada siswa yang diharapkan dapat membuat siswa tertarik dan bersemangat dalam mempelajari matematika di kelas. Dengan demikian, partisipasi serta kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran akan meningkat dan siswa akan lebih mudah memahami konsep yang dipelajari. Dalam hal ini berarti dibutuhkan sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang dapat membangun motivasi siswa dalam pembelajaran, yaitu pendekatan Quantum Learning. Pendekatan Quantum Learning merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Quantum Learning (Susilowati, 2009) adalah pembelajaran yang mengoptimalkan belajar siswa dan motivasi berprestasi siswa. Metode yang digunakan dalam pendekatan Quantum Learning harus memperhtikan beberapa hal, seperti yang berhubungan dengan lingkungan, fisik, dan suasana. Pendekatan Quantum Learning dapat digabungkan dengan dengan metode pembelajaran lain, salah satunya adalah dengan metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang berpusat pada guru yang mengkombinasikan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Dengan diterapkannya pendekatan Quantum Learning dengan metode ekspositori, diharapkan siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan sehingga siswa dapat lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran, terutama dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. B. Kajian Pustaka 1. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menurut Effendy (Ersah, 2007: 22), komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Dalam sebuah pembelajaran, komunikasi atau interaksi antara guru dan siswa ataupun siswa dengan siswa sangatlah penting karena akan membuat pembelajaran menjadi hidup. Berdasarkan tingkat partisipasi siswa, komunikasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu komunikasi aktif dan komunikasi pasif. Contoh dari komunikasi aktif yaitu mengemukakan pendapat, berdiskusi, mengemukakan pertanyaan, dan lain-lain. Sedangkan contoh dari komunikasi pasif adalah membaca, mendengarkan, menyimak, dan lain-lain. Bentuk-bentuk kemampuan komunikasi dalam matematika menurut rekomendasi NCTM (Qodariyah, 2006: 21) mencakup aspek-aspek representasi dan berwawancara (Representating and Discourse), membaca (Reading), menulis (Writing), diskusi dan evaluasi (Discussing and Assesing). Pengertian komunikasi matematis pada siswa menurut Greenes dan Schulman (Ersah, 2007), yaitu:1. Kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep strategi matematik. 2. Modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik.

3. Wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagikan pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.

Sedangkan menurut Sumarmo (Syaban, 2009), komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa: (1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika; (2) menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (5) membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis; (6) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; (7) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Indikator yang menunjukkan kemampuan komunikasi matematis menurut Sumarmo (Syaban, 2009) adalah: 1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; 2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; 3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik; 4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; 5) membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis. 2. Pendekatan Quantum Learning Quantum Learning (DePorter, B. & M. Hernacki, 2008: 14) berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai suggesttology atau suggestopedia. Prinsipnya adalah sugesti apapun, baik yang bersifat positif maupun negative, dapat mempengaruhi situasi belajar siswa, dan semua hal, sekecil apapun itu, dapat memberikan sugesti positif ataupun negative. Dalam proses pembelajaran di sekolah, tentu saja yang dibutuhkan adalah sugesti positif. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memberikan sugesti positif pada siswa yaitu mengeset posisi tempat duduk siswa, memutar music latar di dalam kelas, memajang poster-poster yang bertuliskan kata-kata yang memotivasi siswa belajar ataupun poster-poster peta pikiran dari materi-materi yang dipelajari di sekolah, dan lain-lain. Untuk menumbuhkan sugesti positif di dalam kelas juga dibutuhkan guru-guru yang mampu dan terlatih dengan baik dalam memberikan sugesti positif. Selain suggestology, dalam Quantum Learning juga terdapat istilah pemercepatan belajar, yaitu siswa memungkinkan untuk belajar dengan cepat, namun tetap dengan melakukan upaya yang normal dan disertai dengan kegembiraan. Dalam pemercepatan belajar ini terdapat beberapa unsur, seperti hiburan, warna, permainan, cara berpikir positif, kesehatan emosional, dan kebugaran fisik. Jika digabungkan, maka semua unsure tersebut dapat menghasilkan pengalaman belajar yang efektif. Quantum Learning (DePorter, B. & M. Hernacki, 2008: 14) mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik, yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Dalam program ini dilakukan penelitian mengenai hubungan antara bahasa dan perilaku. Ternyata bahasa dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang. Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam proses pembelajaran di kelas, yaitu guru harus senantiasa menggunakan bahasa-bahasa yang positif untuk merangsang tindakan-tindakan positif siswa selama pembelajaran berlangsung.

Quantum Learning menggabungkan ketiga hal di atas, yaitu suggestology, pemercepatan belajar, dan neurolinguistik. Ketiga hal tersebut tentu saja sangat mempengaruhi proses pembelajaran, serta membuat siswa belajar dengan nyaman, menyenangkan, dan efektif. Dengan demikian, siswa dapat termotivasi untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang sedang dipelajari dan dapat mengingatnya lebih lama. Quantum Learning (Sudrajat, 2008) ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Selain itu, Quantum Learning (Susilowati, 2009) juga merupakan pembelajaran yang mengoptimalkan belajar siswa dan motivasi berprestasi siswa. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dapat disimpulkan bahwa Quantum Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang membiasakan siswa belajar dengan nyaman dan menyenangkan, serta menumbuhkan motivasi belajar siswa. Asas utama yang harus dipegang oleh guru dalam melaksanakan Quantum Learning di kelas (DePorter, dkk., 1999) adalah, Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Salah satu caranya adalah dengan mengaitkan materi yang diajarkan dengan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dengan diterapkannya asas ini, siswa dapat mempelajari materi dengan baik, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Dalam Quantum Learning, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah yang berhubungan dengan lingkungan, fisik, dan suasana. Lingkungan yang diciptakan haruslah positif, aman, mendukung pembelajaran, santai, eksploratori (penjelajahan), dan menggembirakan. Hal-hal yang berhubungan dengan fisik, seperti gerakan-gerakan, permainan-permainan, dan partisipasi, harus dilaksanakan. Selain itu, suasana belajar juga harus nyaman, cukup penerangan, enak dipandang, dan ada musiknya. Quantum Learning juga sangat memperhatikan jeda atau waktu istirahat. Memang merupakan suatu hal yang tidak baik jika seseorang terus-menerus dipaksakan untuk belajar. Ada kalanya otak juga butuh istirahat agar dapat menyerap informasi dengan baik. Oleh karena itu, dalam setiap pembelajaran, hendaknya guru selalu menyediakan waktu istirahat untuk siswa. Waktu istirahat ini dapat diisi dengan hal-hal yang dapat menyegarkan otak, misalnya minum air mineral, simulasi-simulasi, siswa berdiskusi tanpa bimbingan guru, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kesiapan otak untuk bekerja, sehingga siswa akan lebih siap untuk menerima apa yang akan mereka pelajari di kelas. Selain itu, peta pikiran (mind mapping) yang dicetuskan oleh Tony Buzan juga dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran Quantum Learning. Peta pikiran dibuat berdasarkan bagaimana sesungguhnya cara otak bekerja, sehingga siswa dapat lebih mudah dan cepat dalam memahami dan mengingat konsep yang telah dipelajari. Dalam proses pembelajaran juga hendaknya guru mengajar dengan melibatkan kecerdasan berganda, sehingga otak kanan dan otak kiri siswa bekerja dengan seimbang. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Quantum Learning atau Kerangka Perancangan Pengajaran Quantum Teaching yang disebutkan oleh DePorter, dkk (1999: 214) adalah sebagai berikut:

Tumbuhkan : Sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan AMBAK (Apa Manfaatnya BAgi Ku). Alami : Berikan mereka pengalaman belajar; tumbuhkan kebutuhan untuk mengetahui Namai : Berikan data, tepat saat minat memuncak Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi. Ulangi : Rekatkan gambaran keseluruhannya Rayakan : Ingat, jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan, perayaan menambahkan belajar dengan asosiasi positif. Ada beberapa keunggulan dari diterapkannya Quantum Learning dalam pembelajaran di kelas, yaitu:1. Belajar menjadi terasa nyaman dan menyenangkan. 2. Belajar menjadi lebih efektif, sehingga proses pembelajaran siswa bermakna . 3. Dapat menghilangkan pandangan negative terhadap mata pelajaran yang ada di sekolah.

Di dunia ini tidak ada yang sempurna. Begitu juga dengan Quantum Learning. Ada beberapa kelemahan dari diterapkannya Quantum Learning di Indonesia, yaitu:1. Masih banyak sekolah yang jumlah siswa dalam satu kelasnya terlalu banyak. 2. Tidak semua sekolah memiliki fasilitas atau sarana dan prasarana yang dapat menunjang pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. 3. Masih kurangnya kesadaran dari pihak sekolah akan pentingnya pemberian sugesti positif pada siswa. 4. Kurang sesuai dengan kurikulum yang ada di Indonesia.

Berdasarkan kekurangan-kekurangan tersebut, solusi yang ditawarkan untuk mengatasinya adalah:1. Guru harus lebih kreatif lagi dalam mengelola siswa yang sedemikian banyak dalam satu kelas. 2. Sekolah hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung siswa dalam belajar. 3. Diadakannya penyuluhan oleh pihak-pihak terkait mengenai pentingnya pemberian sugesti positif pada siswa. 4. Diadakannya sekolah percobaan yang didalamnya diterapkan Quantum Learning.

3. Metode EkspositoriMetode ekspositori adalah metode ceramah yang disertai dengan ilustrasi tulisan atau gambar yang menyajikan (mengekspose, memberi penekanan) kata-kata kunci atau skema konsep dari materi yang disajikan. (Sudarti, 2008)

Menurut Depdiknas (Agisti 2009: 26), strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Dalam strategi ini, siswa tidak dituntut untuk menemukan materi, karena materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Strategi ekspositori seringkali disebut strategi chalk and talk karena lebih menekankan kepada proses bertutur. Strategi ekspositori adalah strategi pembelajaran yang memberikan informasi, prinsip, dan materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan dalam bentuk ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Strategi ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered approach). Hal ini dikarenakan dalam strategi ini guru memegang peranan penting dan dominasinya sangat besar. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai dengan baik. Ruseffendi (Agisti, 2009: 27) menyatakan bahwa ceramah adalah suatu cara penyampaian memberikan informasi secara lisan kepada sejumlah pendengar di dalam ruangan dimana pendengar melakukan pencatatan seperlunya. Di dalam pembelajaran di kelas, pembicara adalah guru dan pendengar adalah siswa. Komunikasi yang terjadi pada umumnya hanya satu arah. Menurut Hudoyo (Agisti, 2009: 28), strategi ekspositori meliputi gabungan metode ceramah, metode tanya jawab, metode penemuan, dan metode peragaan. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (Agisti, 2009: 28) menyatakan bahwa strategi ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Menurut Ruseffendi (Agisti, 2009: 28), ciri-ciri ekspositori antara lain:1. Guru memberikan informasi hanya pada permulaan pengajaran, pada topik yang baru, pada waktu memberikan contoh-contoh soal, dsb. 2. Setelah guru menerangkan suatu konsep, siswa bertanya, lalu guru memeriksa atau mengecek apakah siswa sudah mengerti atau belum, 3. Setelah itu, guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep tersebut, selanjutnya meminta siswa untuk menyelesaikan soal-soal tersebut di depan kelas atau di mejanya masing-masing, 4. Siswa bekerja individual atau bekerja sama dengan teman sebangkunya dalam menyelesaikan soal-soal latihan dan sedikit melakukan tanya jawab, dan 5. Kegiatan terakhir adalah siswa mencatat materi yang telah diterangkan yang seringkali dilengkapi dengan soal-soal pekerjaan rumah.

Kelemahan dari strategi ekspositori (Depdiknas dalam Agisti 2006: 29) antara lain:1. Hanya mungkin dapat dilakukan pada siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, 2. Tidak dapat melayani perbedaan individual baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat serta perbedaan gaya belajar,, 3. Menyebabkan kesulitan dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan intrapersonal, serta berpikir kritis, dan 4. Gaya komunikasi yang satu arah menyebabkan kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran terbatas dan juga bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa terbatas dengan apa yang diberikan oleh guru. C. Definisi Operasional

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa

Kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan kemampuan siswa untuk merepresentasikan permasalahan atau ide dalam matematika baik secara lisan maupun tulisan dengan menggunakan benda nyata, grafik, atau tabel, serta dapat menggunakan simbol-simbol matematika, yang diperoleh melalui pengalaman yang ia alami. 2. Pendekatan Quantum Learning

Pendekatan Quantum learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang membiasakan siswa belajar dengan nyaman dan menyenangkan, serta menumbuhkan motivasi belajar siswa, dengan memperhatikan faktor lingkungan, fisik, dan suasana. Quantum Learning terdiri dari enam tahapan, yaitu: tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan. 3. Metode Ekspositori Metode ekspositori merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada guru yang mengkombinasikan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. D. Contoh Bahan Ajar BAHAN AJAR MATEMATIKA Satuan pendidikan Kelas/semester Alokasi waktu : SMP : IX/2 : 2 x 45 menit (dua kali pertemuan)

Standar kompetensi : Memahami barisan dan deret bilangan serta penggunaannya dalam pemecahan masalah Kompetensi dasar Indikator materi1. 2. 3. 4.

: Menentukan pola barisan bilangan sederhana :

Menyatakan masalah sehari hari yang berkaitan dengan barisan bilangan Mengenal unsur-unsur barisan dan dere Menentukan rumus suku ke- n Menentukan pola barisan bilangan

Indikator komunikasi matematis :1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.

2. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar. 3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik. 4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. 5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

A. Tujuan Pembelajaran1. 2. 3. 4. Siswa dapat menentukan pola barisan bilangan sederhana dari kehidupan sehari hari. Siswa dapat menggunakan unsur unsur barisan dan deret. Siswa dapat menjelaskan rumus suku ke- n. Siswa dapat menjelaskan pola barisan bilangan.

B. Kegiatan Pembelajaran Pendekatan : Quantum Learning Metode : Ekspositori

Skenario pembelajaran:Bagian Pendahuluan Aktivitas Guru memulai pembelajaran dengan mengucapkan salam. Setelah itu, guru memeriksa kehadiran siswa. Guru mengingatkan siswa tentang barisan bilangan dengan memberikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Waktu 5 menit

Kegiatan inti:

5 menit

Tumbuhkan Alami Namai

40 menit

10 menit Guru memberikan LKS pada siswa agar siswa dapat menentukan suku ke-n dari suatu 20 menit barisan bilangan yang sederhana. 5 menit

Demonstrasikan dan Guru menyimpulkan hasil yang siswa Ulangi peroleh. Rayakan Guru memberikan latihan soal untuk menguatkan pemahaman siswa mengenai pola barisan bilangan sederhana. Guru bersama siswa mengevaluasi pembelajaran yang telah berlangsung, kemudian merayakannya (misalnya dengan tos lima jari, baik sesama siswa maupun siswa dengan guru).Penutup

Guru memberikan tugas kepada siswa sebagai 5 menit pekerjaan rumah (PR) untuk dikumpulkan pada

pertemuan berikutnya.

Skenario Pembelajaran Pola Barisan Bilangan Sederhana A. Pendahuluan Guru memulai pembelajaran dengan mengucapkan salam. Setelah itu, guru memeriksa kehadiran siswa. B. Kegiatan Inti Konsep: Pola Barisan Bilangan Sederhana Metode yang digunakan: Ekspositori Pendekatan yang digunakan: Quantum Learning Langkah-langkah pembelajaran: 1. Tumbuhkan Guru mengingatkan siswa tentang barisan bilangan dengan memberikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Soalnya adalah sebagai berikut: Sebuah perusahaan furniture memproduksi meja-meja yang bentuk alasnya bermacammacam. Jumlah kursi yang diproduksi untuk masing-masing meja tergantung pada bentuk alas mejanya. Banyaknya kursi untuk meja yang alasnya berbentuk segitiga adalah 3 buah, banyaknya kursi untuk meja yang alasnya berbentuk segiempat adalah 4 buah, banyaknya kursi untuk meja yang alasnya berbentuk segilima adalah 5 buah, dst. Seperti apakah barisan bilangan yang terbentuk berdasarkan penjelasan tersebut? Kemungkinan jawaban yang dilontarkan siswa yaitu: 3, 4, 5, 6, 7, 8, Selain itu, guru juga mengingatkan siswa tentang barisan bilangan genap, ganjil, dan lain-lain. Dalam hal ini, siswa diminta untuk menyatakan idenya ke dalam simbol matematika. Dengan pemberian soal tersebut, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, khususnya dalam menyatakan peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa atau simbol matematik. Selain itu, siswa juga diharapkan dapat termotivasi dan lebih siap untuk mengikuti pembelajaran. 2. Alami Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok secara heterogen dari segi tingkat prestasi. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 6 orang. Setelah itu, guru memberikan LKS pada tiap kelompok agar siswa dapat menentukan suku ke-n dari suatu barisan bilangan yang

sederhana. Guru membimbing siswa dalam berdiskusi. Dengan pemberian LKS tersebut, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mereka, khususnya dalam menyatakan peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa atau simbol matematik, serta menjelaskan ide dan situasi matematik secara lisan atau tulisan. Setelah diskusi, beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi mereka, sedangkan kelompok lain menyimak dan boleh bertanya jika ada yang kurang dimengerti. (Dalam makalah ini, LKS disajikan setelah lembar skenario pembelajaran) 3. Namai Guru menyimpulkan hasil yang siswa peroleh, yaitu mengenai pola barisan bilangan sederhana. 4. Demonstrasikan dan Ulangi Guru memberikan latihan soal untuk menguatkan pemahaman siswa mengenai pola barisan bilangan sederhana, setelah itu, siswa diminta untuk mengerjakan dan menjelaskannya di depan kelas. (Dalam makalah ini, lembar soal disajikan setelah LKS) 5. Rayakan Guru bersama siswa mengevaluasi pembelajaran yang telah berlangsung, kemudian merayakannya (misalnya dengan tos lima jari, baik sesama siswa maupun siswa dengan guru). C. Penutup Guru memberikan tugas kepada siswa sebagai pekerjaan rumah (PR) untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. (Lebar Kerja Siswa tidak ditampilkan) DAFTAR PUSTAKA Agisti, Noor Sari. 2009. Implementasi Strategi Means-Ends Aalysis untuk Meninngkatkan Kemampua Siswa SMP dalam Komunikasi Matematis. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. DePorter, B., dkk. 1999. Quantum Teaching. Allyn and Bacon: Boston. DePorter, B. & M. Hernacki. 2008. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa. Ersah, S. 2007. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA (Penelitian Terhadap Siswa Kelas X SMA Negri 6 Bandung). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Qodariyah, N. N. 2006. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual dalam Upaya Maningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa SMU. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Metematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Sudarti, Titi. 2008. Perbandingan Kemampuan Penalaran Adaptip Siswa SMP Antara Yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Melalui teknik Probing dengan Metode Ekspositori. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Sudrajat, A. 2008. Quantum Learning. file:///C:/Documents%20and%20Settings/Budi%20Rukhaya/My%20Documents/Quantum%2 0Learning%20%C2%AB%20AKHMAD%20SUDRAJAT%20%20%20LET%27S%20TAL K%20ABOUT%20EDUCATION%20!.htm. 3 Oktober 2009. Susilowati, Y. 2009. Mengorkestrai Lingkungan dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Berbasis Quantum Learning. http://agupenajateng.net/2009/07/07/mengorkrestasilingkungan-dalam-pembelajaran-apresiasi-sastra-berbasis-quantum-learning/. 1 Oktober 2009. Syaban, M. 2009. Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. http://educare.efkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=7. 1 Oktober 2009.

Search

Frontpage Ragam

Hubungan Huruf Awal di Setiap Nama Bilangan 0 -10Share Mungkin tidak pernah kita sadari sampai sekarang bahwa nama nama dari bilangan 1 sampai 10 dalam Bahasa Indonesia memiliki hubungan yang unik, terutama pada huruf huruf awal nama nama bilangan penyusun angka 10 tersebut. Perhatikan penjelasan berikut : 10 = 9 + 1 = [S]embilan + [S]atu 10 = 8 + 2 = [D]elapan + [D]ua 10 [...]Artikel von edukasiana edukasianas Website 12Share

Frontpage Strategi Pembelajaran

Beberapa Strategi Pembelajaran KelompokShare Dalam model pembelajaran kooperatif sangat penting untuk memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan bekerjasama dalam kelompok. Ada beberapa strategi bagaimana membuat dan menjalankan skenario pembelajaran secara kelompok. Berikut ini beberapa di antaranya. Think-share-pair Strategi ini berguna untuk mendengarkan satu sama lain serta memiliki kesempatan waktu yang lebih banyak. Setelah berdiskusi secara berpasangan, siswa diharapkan akan dapat belajar [...]Artikel von edukasiana edukasianas Website 39Share

Dalam model pembelajaran kooperatif sangat penting untuk memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan bekerjasama dalam kelompok. Ada beberapa strategi bagaimana membuat dan menjalankan skenario pembelajaran secara kelompok. Berikut ini beberapa di antaranya. Think-share-pair Strategi ini berguna untuk mendengarkan satu sama lain serta memiliki kesempatan waktu yang lebih banyak. Setelah berdiskusi secara berpasangan, siswa diharapkan akan dapat belajar berbicara dan mendengarkan orang lain. Urutan strategi pembelajaran kelompok think-share-pair ini adalah sbb:1. 2. 3. 4. Siswa mendengarkan sementara guru memberikan pertanyaan atau tugas. Siswa diberi waktu untuk memikirkan jawaban/respon secara individu. Siswa berpasangan dengan salah satu temannya dan membicarakan tanggapan mereka. Siswa kemudian diundang untuk berbagi tanggapan dengan seluruh kelompok/pasangan lain.

Kelemahan cara ini adalah dengan kelompok yang hanya terdiri dari dua orang, siswa kurang mendapat sudut pandang pendapat yang beragam. Numbered Heads Together (NHT) Strategi ini berguna untuk memeriksa pemahaman, untuk meninjau, sebagai obat penawar untuk seluruh kelas menjawab pertanyaan-format Langkah: Siswa membentuk sebuah tim dari 3-5 siswa dan diberi nomor untuk tiap siswa. Kelompok merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar1. Guru mengajukan pertanyaan langsung atau melalui LKS. 2. Siswa mendiskusikan jawaban bersama-sama dan memastikan semua anggota tahu jawabannya. Jika perlu, ada anggota yang berfungsi mengecek jawaban dari masing-masing anggota.

3. Guru memanggil siswa dengan menyebut nomor secara acak dan siswa dengan nomor tersebut mengangkat tangan dan memberikan jawaban untuk disampaikan ke seluruh siswa di kelas. 4. Pada akhir sesi, guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disampaikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :

Rasa harga diri menjadi lebih tinggi Memperbaiki kehadiran Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil Konflik antara pribadi berkurang Pemahaman yang lebih mendalam Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi Hasil belajar lebih tinggi

STAD (Student Teams Achievement Divisors) Secara umum, STAD dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Membentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, atau suku), 2. Guru menyajikan pelajaran, 3. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota kelompok yang sudah memahami materi, diharapkan menjelaskan apa yang sudah dimengertinya kepada anggota kelompok yang lain sampai setiap anggota kelompok tersebut memahami materi yang dimaksud, 4. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat mengerjakan kuis/pertanyaan, siswa harus bekerja sendiri, 5. Memberi evaluasi, 6. Kesimpulan.

JIGSAW Jigsaw dapat digunakan untuk mengembangkan konsep, menguasai materi, serta untuk diskusi dan tugas kelompok. Langkah-langkahnya adalah sbb:1. 2. 3. 4. 5. Siswa dikelompokkan ke tim. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi Dilakukan tes untuk mengetahui apakah siswa telah memahami materi yang didiskusikan. Guru memberi evaluasi dan kesimpulan

6. 7. 8.

Strategi yang disampaikan ini masih sangat umum dan dapat dimodifikasi serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas. Sumber:1. http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-headtogether/ 2. http://laorenswantik.blogspot.com/2008/10/keefektifan-strategi-belajarkooperatif.html?zx=c8218425959b3ee7 3. http://nizland.wordpress.com/2009/07/29/student-teams-achievement-divisors-stad/ 4. http://asepsuhendar.wordpress.com/2009/02/13/pengalaman-mengajar-modified-jigsaw/

Mungkin tidak pernah kita sadari sampai sekarang bahwa nama nama dari bilangan 1 sampai 10 dalam Bahasa Indonesia memiliki hubungan yang unik, terutama pada huruf huruf awal nama nama bilangan penyusun angka 10 tersebut. Perhatikan penjelasan berikut : 10 = 9 + 1 = [S]embilan + [S]atu 10 = 8 + 2 = [D]elapan + [D]ua 10 = 7 + 3 = [T]ujuh + [T]iga 10 = 6 + 4 = [E]nam + [E]mpat 10 = 5 + 5 = [L]ima + [L]ima Dari pejelasan diatas kita ketahui bahwa huruf awal pada nama nama bilangan penyusun angka sepuluh memiliki huruf awal yang sama. Inilah salah satu dari fakta unik matematika yang tak pernah kita sadari. Hermawan ([email protected])

Frontpage Strategi Pembelajaran

Beberapa Strategi Pembelajaran Kelompok

Share Dalam model pembelajaran kooperatif sangat penting untuk memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan bekerjasama dalam kelompok. Ada beberapa strategi bagaimana membuat dan menjalankan skenario pembelajaran secara kelompok. Berikut ini beberapa di antaranya. Think-share-pair Strategi ini berguna untuk mendengarkan satu sama lain serta memiliki kesempatan waktu yang lebih banyak. Setelah berdiskusi secara berpasangan, siswa diharapkan akan dapat belajar [...]Artikel von edukasiana edukasianas Website 39Share

Dalam model pembelajaran kooperatif sangat penting untuk memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan bekerjasama dalam kelompok. Ada beberapa strategi bagaimana membuat dan menjalankan skenario pembelajaran secara kelompok. Berikut ini beberapa di antaranya. Think-share-pair Strategi ini berguna untuk mendengarkan satu sama lain serta memiliki kesempatan waktu yang lebih banyak. Setelah berdiskusi secara berpasangan, siswa diharapkan akan dapat belajar berbicara dan mendengarkan orang lain. Urutan strategi pembelajaran kelompok think-share-pair ini adalah sbb:1. 2. 3. 4. Siswa mendengarkan sementara guru memberikan pertanyaan atau tugas. Siswa diberi waktu untuk memikirkan jawaban/respon secara individu. Siswa berpasangan dengan salah satu temannya dan membicarakan tanggapan mereka. Siswa kemudian diundang untuk berbagi tanggapan dengan seluruh kelompok/pasangan lain.

Kelemahan cara ini adalah dengan kelompok yang hanya terdiri dari dua orang, siswa kurang mendapat sudut pandang pendapat yang beragam. Numbered Heads Together (NHT) Strategi ini berguna untuk memeriksa pemahaman, untuk meninjau, sebagai obat penawar untuk seluruh kelas menjawab pertanyaan-format Langkah: Siswa membentuk sebuah tim dari 3-5 siswa dan diberi nomor untuk tiap siswa. Kelompok merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar1. Guru mengajukan pertanyaan langsung atau melalui LKS. 2. Siswa mendiskusikan jawaban bersama-sama dan memastikan semua anggota tahu jawabannya. Jika perlu, ada anggota yang berfungsi mengecek jawaban dari masing-masing anggota. 3. Guru memanggil siswa dengan menyebut nomor secara acak dan siswa dengan nomor tersebut mengangkat tangan dan memberikan jawaban untuk disampaikan ke seluruh siswa di kelas.

4. Pada akhir sesi, guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disampaikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :

Rasa harga diri menjadi lebih tinggi Memperbaiki kehadiran Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil Konflik antara pribadi berkurang Pemahaman yang lebih mendalam Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi Hasil belajar lebih tinggi

STAD (Student Teams Achievement Divisors) Secara umum, STAD dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Membentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, atau suku), 2. Guru menyajikan pelajaran, 3. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota kelompok yang sudah memahami materi, diharapkan menjelaskan apa yang sudah dimengertinya kepada anggota kelompok yang lain sampai setiap anggota kelompok tersebut memahami materi yang dimaksud, 4. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat mengerjakan kuis/pertanyaan, siswa harus bekerja sendiri, 5. Memberi evaluasi, 6. Kesimpulan.

JIGSAW Jigsaw dapat digunakan untuk mengembangkan konsep, menguasai materi, serta untuk diskusi dan tugas kelompok. Langkah-langkahnya adalah sbb:1. 2. 3. 4. 5. Siswa dikelompokkan ke tim. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi Dilakukan tes untuk mengetahui apakah siswa telah memahami materi yang didiskusikan. Guru memberi evaluasi dan kesimpulan

6. 7. 8.

Strategi yang disampaikan ini masih sangat umum dan dapat dimodifikasi serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas.

Sumber:1. http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-headtogether/ 2. http://laorenswantik.blogspot.com/2008/10/keefektifan-strategi-belajarkooperatif.html?zx=c8218425959b3ee7 3. http://nizland.wordpress.com/2009/07/29/student-teams-achievement-divisors-stad/ 4. http://asepsuhendar.wordpress.com/2009/02/13/pengalaman-mengajar-modified-jigsaw/

Ragam

Bilangan Prima Yang AnehShare Bilangan 73.939.133 adalah salah satu bilangan prima yang unik dan aneh. Jika tiap digit angka tersebut diambil satu persatu dari kanan maka angka yang tersisa adalah bilangan prima juga. Angka tersebut adalah angka bilangan prima terbesar yang sejauh ini ditemukan yang memiliki keunikan ini. Cobalah untuk mengambil satu persatu digit angka dari arah paling kanan: 73.939.133 [...]Artikel von edukasiana edukasianas Website 94Share

Bilangan 73.939.133 adalah salah satu bilangan prima yang unik dan aneh. Jika tiap digit angka tersebut diambil satu persatu dari kanan maka angka yang tersisa adalah bilangan prima juga. Angka tersebut adalah angka bilangan prima terbesar yang sejauh ini ditemukan yang memiliki keunikan ini. Cobalah untuk mengambil satu persatu digit angka dari arah paling kanan: 73.939.133 dan 73,939,13 dan 73,939,1 dan 73.939 dan 7.393 dan 739 dan 73 dan 7 semua adalah bilangan prima!

Sumber: lifesmith.com

Frontpage Ragam

Diselamatkan MatematikaShare Seorang gadis yang koma beberapa hari akhirnya terselamatkan oleh matematika. Seorang gadis di Inggris, Vicki Alex, 15 tahun didiagnosa dokter menunjukkan penyakit myeloid leukaemia acute. Dan sejak ia mulai kesulitan bernafas dan pusing akhirnya ia pun mengalami koma. Dua minggu kemudian, tubuhnya menjadi sangat dingin karena ia mengalami cold-like symptoms. Sebulan kemudian, keadaannya bertambah parah bahkan [...]Artikel von edukasiana edukasianas Website 37Share

Seorang gadis yang koma beberapa hari akhirnya terselamatkan oleh matematika. Seorang gadis di Inggris, Vicki Alex, 15 tahun didiagnosa dokter menunjukkan penyakit myeloid leukaemia acute. Dan sejak ia mulai kesulitan bernafas dan pusing akhirnya ia pun mengalami koma. Dua minggu kemudian, tubuhnya menjadi sangat dingin karena ia mengalami cold-like symptoms. Sebulan kemudian, keadaannya bertambah parah bahkan dokter sudah memvonis kematiannya. Namun orang tua VIcki, Nick dan Tracey tidak mau menyerah dan terus mencoba memberinya stimulus dengan mengajaknya bicara tentang musik favorit hingga teman-temannya, Vicki masih juga tidak bereaksi. Lalu seorang spesialis IT asal Finedon, Northamptonshire, Alex, mengusulkan sebuah ide yang mungkin bisa membangunkan Vicki. Ia menyarankan agar Nick memberi pertanyaan aritmatika sederhana pada Vicki. Gadis ini memang menyukai matematika dan menjadikannya salah satu pelajaran favorit di sekolahnya. Nick pun kemudian memulai pertanyaan aritmatika yang sangat sederhana, yaitu satu ditambah satu. Dan seperti keajaiban, Vicki pun merespons pertanyaan itu. Dia mencoba

menyebutkan jawabannya, tapi saya tidak mengerti. Ketika saya tanyakan apakah jawabannya adalah dua, ia pun mengangguk, tutur Nick. Dokter mengatakan bahwa hal itu hanya sebuah kebetulan saja. Namun ketika ayahnya memberi pertanyaan tentang pelajaran lain, Vicki pun merespons dengan menggelengkan kepala. Nick akhirnya terus memberinya pertanyaan aritmatika, dan responsnya semakin baik. Hari berikutnya, Vicki sudah bisa bernafas tanpa alat bantu.Meski masih harus menjalani kemoterapi, kondisi gadis ini semakin membaik. Kecintaan akan matematika ternyata dapat menyelamatkan nyawa. Sumber: Detik, Foxnews

tips trik matematika

Sudut dan Angka 0 9Share Disengaja atau tidak, tetapi penemu angka 0 9 sungguh sangat brilyan. Betapa tidak, ternyata dibalik angka-angka yang sudah sangat familiar diseluruh dunia ini terdapat makna matematis yang mungkin tidak pernah kita ketahui selama ini. Salah satu rahasia yang bisa diungkapkan adalah jumlah sudut dari angka tersebut yang menunjukkan simbol dari angka itu sendiri. [...]Artikel von edukasiana edukasianas Website 19Share

Disengaja atau tidak, tetapi penemu angka 0 9 sungguh sangat brilyan. Betapa tidak, ternyata dibalik angka-angka yang sudah sangat familiar diseluruh dunia ini terdapat makna matematis yang mungkin tidak pernah kita ketahui selama ini. Salah satu rahasia yang bisa diungkapkan adalah jumlah sudut dari angka tersebut yang menunjukkan simbol dari angka itu sendiri. Perhatikan gambar-gambar dibawah ini, sudut yang terdapat diangka 1 berjumlah 1, begitu juga sudut yang terdapat diangka 9 berjumlah 9 sudut. Bagaimana dengan angka Nol, kita pasti mengetahui bahwa Nol tidak mempunyai sudut sama sekali.

Hermawan ([email protected])

SANDAL BILAL DAN RUMAH SALMAN Para sahabat nabi adalah teladan umat yang kehidupan mereka menjadi tempat bercermin. Kehidupan yang selalu membuat decak kagum bagi yang membaca kehidupan mereka. Karena mereka langsung mereguk pembinaan Al-Quran dan sunnah itu langsung dari Rosulullah yang menjadi panutan utama. Mereka begitu istimewa karena kehidupan itu begitu nyata. Seorang sahabat Abu Hurairah ra meriwayatkan sebuah hadist berkenaan dengan salah satu amalan Bilal yang membuatnya menjadi istimewa. Rasulullah SAW berkata kepada Bilal pada waktu shalat shubuh, Wahai Bilal, ceritakan kepadaku tentang amalan dalam Islam yang memberi manfaat kepadamu, karena sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara sandalmu di syurga. Lalu Bilal berkata, Aku tidak melakukan amalan apa-apa dalam Islam yang dapat memberi manfaat kepadaku, kecuali tidaklah aku bersuci dengan wudhu yang sempurna pada waktu malam ataupun siang kecuali aku melaksanakan shalat dengan wudhu tersebut. (HR Muslim) Ternyata amalan karena itu Bilal menjadi istimewa, ia selalu menjaga wudhlu dan sholat denagn wudhu tersebut, sehingga sehingga Rosul mendengar langka sendal Bilal di syurga. Lain lagi dengan keistimewaan Salman, ia istimewa karena kesederhanaannya. Suatu ketika juga Salman Al-Farisi berkeinginan membangun sebuah rumah. Maka ia bertanya kepada tukang bangunan, Bagaimana engkau akan membuatkan rumah untukku ?. Tukang bangunan itu adalah orang yang cerdas dan mengetahui kezuhudan Salman, lalu ia menjawab: Jangan khawatir! Rumah ini akan melindungimu dari panas dan kau dapat tinggal di dalamnya tanpa kedinginan. Apabila kau berdiri, maka kepalamu akan menyentuh atapnya. Dan apabila kau berbaring, kakimu akan menyentuh dindingnya. Lalu Salman berkata, Ya. Maka buatkanlah aku rumah seperti itu. hamba-alfakir.blogspot.com

Mengurangi Angka KecelakaanSeorang mahasiswa statistika di sebuah perguruan tinggi memiliki sebuah kebiasaan aneh katika menyetir mobil. Setiap kali melewati persimpangan jalan, dia selalu memacu mobilnya dengan cepat, dan ketika telah melewatinya mobilnya kembali pelan.Suatu ketika, seorang teman ikut menumpang di mobilnya. Temannya merasa heran dengan gaya menyetir si mahasiswa. Temannya bertanya: kenapa setiap kali melewati persimpangan jalan, kamu menyetir dengan cepat dan setelah melewatinya kembali melambat? Si mahasiswa statistika tadi menjawab: secara statistik, kecelakaan memiliki kemungkinan lebih besar terjadi di persimpangan jalan. Saya hanya memastikan, saya menghabiskan waktu sesedikit mungkin di tempat itu. ???!!

Merayakan Hari Ulang TahunTelah dibuktikan bahwa merayakan hari ulang tahun adalah menyehatkan. Benarkah demikian? Statistik menunjukkan bahwa orang yang paling banyak merayakan hari ulang tahunnya adalah orang yang umurnya paling tua.S den Hartog, P.Hd. Thesis University of Groningen. Sumber: ahajokes.

Pencurian MatematisSeorang pencuri yang tidak pernah belajar matematika, suatu hari melancarkan aksinya merampok sebuah toko perhiasan. Sambil menodongkan senjata, ia memasuki toko itu dan berkata: Aku ingin uang yang ada dalam peti besi dikurangi yang ada dalam kas. Itu jumlahnya 10 juta kata pemilik toko. Pencuri itu mengerutkan dahi. Maka aku akan membawa semua uang di kedua tempat itu, kata si perampok. Pemilik toko memberi perampok itu 7 juta, setengah dari jumlah yang diminta. Berapakah sebenarnya yang ada dalam mesin kas? Related posts:

Debat Membuat PagarTiga orang ilmuwan sedang terlibat perdebatan serius. Mereka adalah seorang insinyur ahli mesin, fisikawan, dan matematikawan. Mereka berusaha untuk memagadi sebidang tanah yang akan dijadikan kandang kambing. Permasalahannya adalah mereka hanya memiliki sedikit material untuk membuat pagar itu. Sang insinyur menjadi orang pertama yang memiliki ide. Dia mengambil sedikit bahan lalu membuat kandang berbentuk persegi. Dalam pemikirannya, itu adalah solusi terbaik. Tidak, tidak! kata sang fisikawan, saya memiliki solusi lebih bagus! Dia mengambil pagarnya dan membuatnya berbentuk lingkaran. Kemudian dia menunjukkan bahwa bentuk semacam itu memiliki kemungkinan ruang terbesar dengan material yang tersedia.

Lalu giliran sang matematikawan yang berbicara sekarang. Tidak, tidak, tidak Ada solusi yang lebih bagus dari itu! Dengan menunjukkan wajah yang kegirangan, dia segera menunjukkan idenya itu. Dia mulai membuat pagar di sekeliling tubuhnya, lalu berkata: Saya mendefinisikan diri saya, pada posisi berada di luar pagar.

Satu Sama dengan DuaMembuktikan sebuah aturan (teorema) dalam matematika sering menjadi tantangan tersendiri. Tetapi seringkali pembuktian yang diberikan itu tidak sesuai aturan yang telah berlaku. Berikut, Anda diminta untuk membuktikan bahwa satu sama dengan dua. Setengah memaksakan diri, Anda melakukan pembuktiannya sebagai berikut.

Teorema:

Pembuktian: Langkah 1 Misalkan Langkah 2 Maka Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7 Langkah 8 Sehingga diperoleh atau .. Terbukti

Apakah Anda melihat ada yang aneh dengan pembuktian di atas? Sekilas mungkin Anda akan melihat bahwa tidak ada yang salah dengan pembuktian di atas. Sebenarnya satu dari delapan langkah pembuktian teorema di atas ada yang keliru. Sekarang kita cek satu persatu langkah-langkah pembuktian di atas. Langkah 1 Merupakan asumsi awal yang kita gunakan. Maksudnya kita misalkan a itu mewakili sebuah bilangan yang sama dengan b (bilangan lainnya). Mungkin sedikit terasa aneh ketika digunakan dua simbol berbeda untuk menunjukkan bilangan yang sama, tapi secara matematika hal ini adalah sah.

Langkah 2 Kedua ruas dikalikan a. Jika dua bilangan adalah sama, maka ketika kedua bilangan itu dikalikan dengan sebuah bilangan yang sama, hasilnya juga akan sama. Jadi langkah kedua benar. langkah 3 Kedua ruas ditambah . Serupa dengan langkah 2, jika dua bilangan sama, maka ketika keduanya ditambahkan dengan sebuah bilangan maka hasilnya akan sama. Langkah ini banar. Langkah 4 Merupakan penyederhanaan dari langkah 3 di atas, bahwa .

Langkah 5 Kedua ruas dikurangi ab. Serupa dengan langkah 2 dan 3, jika dua bilangan yang sama keduanya dikurangi dengan bilangan yang sama, maka hasilnya juga akan sama. Jadi langkah ini benar juga. Langkah 6 Merupakan penyederhanaan dari langkah 5, bahwa .

Langkah 7 Menggunakan sifat distributif . Biasa diistilahkan distributif kiri untuk kasus di sini. faktorkan 2 di ruas kiri, dan 1 di ruas kanan. Langkah ini tepat, bisa diterima. Langkah 8 Untuk menghilangkan bilangan dari kedua ruas, bisa dilakukan dengan cara membagi dengan bilangan yang sama. Untuk kasus ini, kita membagi kedua ruas dengan . Agar hal ini bisa dilakukan, maka si pembagi ( ) haruslah sebuah bilangan yang bukan nol. Karena di awal kita misalkan mengakibatkan , sehingga membagi kedua ruas dengan tidak bisa dilakukan. Jadi langkah ini keliru.