Brain Infection Full

22
Infeksi Sistem Saraf Pusat A. Infeksi Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman(mikro- organisme)di dalam jaringan tubuh. Invasi atau penetrasi berarti penembusan yang bagi tubuh manusia akan dihalangi oleh epitelium permukaan tubuh luar dan dalam (kulit, konjungtiva, dan mukosa). Tahap-tahap terjadinya infeksi diantaranya, penetrasi, multiplikasi kuman, toksemia (toksin diserap oleh aliran darah menimbulkan gejala prodrom), bakteriemia (kuman sudah berada dalam aliran darah sistemik), dan septikemia (kuman berkembang biak dan menetap di aliran darah). Pada tahap bakteriemia dan septikemia, kuman disebar keseluruh tubuh berikut organ-organnya. Setibanya di sebuah organ ia menimbulkan kerusakan (radang)sehingga timbul disfungsi organ yang bersangkutan. Gejala-gejala yang merupakan manifestasi infeksi pada suatu organ dinamakan gejala lokalisatorik. Gejala lokalisatorik berbeda dengan gejala-gejala toksemia. Toksemia terhadap susunan saraf pusat menimbulkan : nyeri kepala, insomnia, iritasi mental, delirium sampai koma. Invasi kuman ke susunan saraf pusat dapat melalui lintasan-lintasan perkontinuitan dan hematogenik melalui arteri intraserebral yang merupakan penyebaran ke otak secara langsung. Penyebaran hematogen secara tidak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteritis itu kuman dapat tiba di likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan pia mater. Akhirnya, saraf-saraf tepi dapat digunakan juga sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat. Blood brain barier yang

Transcript of Brain Infection Full

Page 1: Brain Infection Full

Infeksi Sistem Saraf Pusat

A. Infeksi

Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman(mikro-organisme)di dalam jaringan tubuh.

Invasi atau penetrasi berarti penembusan yang bagi tubuh manusia akan dihalangi oleh

epitelium permukaan tubuh luar dan dalam (kulit, konjungtiva, dan mukosa). Tahap-tahap

terjadinya infeksi diantaranya, penetrasi, multiplikasi kuman, toksemia (toksin diserap oleh

aliran darah menimbulkan gejala prodrom), bakteriemia (kuman sudah berada dalam aliran

darah sistemik), dan septikemia (kuman berkembang biak dan menetap di aliran darah). Pada

tahap bakteriemia dan septikemia, kuman disebar keseluruh tubuh berikut organ-organnya.

Setibanya di sebuah organ ia menimbulkan kerusakan (radang)sehingga timbul disfungsi

organ yang bersangkutan. Gejala-gejala yang merupakan manifestasi infeksi pada suatu organ

dinamakan gejala lokalisatorik. Gejala lokalisatorik berbeda dengan gejala-gejala toksemia.

Toksemia terhadap susunan saraf pusat menimbulkan : nyeri kepala, insomnia, iritasi mental,

delirium sampai koma. Invasi kuman ke susunan saraf pusat dapat melalui lintasan-lintasan

perkontinuitan dan hematogenik melalui arteri intraserebral yang merupakan penyebaran ke

otak secara langsung. Penyebaran hematogen secara tidak langsung dapat juga dijumpai,

misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteritis itu kuman dapat tiba di

likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan pia mater. Akhirnya, saraf-

saraf tepi dapat digunakan juga sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf

pusat. Blood brain barier yang sebelumnya dipersiapkan sebagai penjagaan otak khusus

terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen menjadi tidak berfungsi karena

terusak pada saat toksemia dan septikemia. 1

B. Infeksi Sistem Saraf Pusat

Infeksi sistem saraf pusat telah lama dikenal sebagai penyakit yang paling merugikan.

Bahkan sejak tahun 1805 infeksi sistem saraf otak dinyatakan sebagai penyakit fatal. Infeksi

sistem saraf pusat bervariasi berdasarkan definisinya. Meningitis didefinisikan sebagai

inflamasi dari membran otak dan medula spinalis yang juga dikenal sebagai arachnoiditis

atau leptomenigitis. Encefalitis diketahui sebagai inflamasi yang terjadi di otak itu sendiri,

sedangkan mielitis merupakan inflamasi yang terjadi pada medula spinalis. Adapun

kombinasi istilah dari meningoencefalitis atau ensefalomielitis mengarah pada proses dari

infeksi difus.2

Page 2: Brain Infection Full

Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak

yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Namun apabila terjadi infeksi di otak, cenderung

menjadi sangat virulen dan destruktif.1

C. Meningitis

1. Definisi dan Klasifikasi

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai lapisan meningen

yang membungkus otak dan medula spinalis.3 Meningitis terbagi menjadi dua golongan

berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis

purulenta.4

a) Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan

otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab

lainnya Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.4

b) Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi

otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae

(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss,

Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella

pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.4 Meningitis purulenta ini terbagi lagi

berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang (pakinmeningitis dan

leptomeningitis) dan yang tebagi berdasarkan penyebabnya.5

2. Anatomi dan Fisiologi Meningen

Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf

yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan

serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

a) Pia meter : yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang

belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah

untuk struktur-struktur ini.

b) Arachnoid : Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.

c) Dura meter : Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan

ikat tebal dan kuat.6

Page 3: Brain Infection Full

3. Manifestasi Klinik

a. Meningitis serosa :

Awalnya terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala, dan nyeri kuduk.

Disamping itu juga terdapat rasa lemah, berat badan menurun, nyeri otot, nyeri punggung,

dan mungkin dijumpai kelainan jiwa seperti halusinasi dan waham. Pada pemeriksaan akan

dijumpai tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk, tanda kernig dan

brudzinsky. Dapat terjadi hemiparesi dan kerusakan saraf otak yaitu N.III, N.IV, N VI,

N.VII, dan N.VIII. Akhirnya kesadaran akan menurun. Pada funduskopi akan tanpak sembab

papil. Sering juga dijumpai TB di tempat lain seperti paru dan kelenjar linfa di leher.5

b. Meningitis Purulenta :

Pada permulaan terdapat gejala panas, mengigil, nyeri kepala yang terus-menerus, mual

dan muntah. Disamping itu terdapat hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, dan rasa

nyeri pada punggung serta sendi. Setelah 12 sampai 24 jam, timbul gambaran klinis yang

lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku

kuduk, tanda kernig, dan tanda brudzinsky. Bila terjadi koma yang dalam, tanda-tanda

rangsangan meningen akan menghilang. Penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap

rangsangan. Kejang jarang dijumpai pada orang dewasa baik kejang umum, maupun kejang

fokal. Kadang dijumpai kelumpuhan N.VI, VII, dan V.III dapat juga terjadi peningkatan

refleks fisiologi dan timbulnya refleks patologi. Penderita sering gelisah, mudah terangsang,

dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif, serta halusinasi. Akhirnya

pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.

Pada meningitis yang disebabkan oleh kuman meningokokus bisa terjadi sindrom waterhouse

Friederichsen dengan gejala yang terdiri dari perdarahan pada kulit, dan kelenjar adrenal

serta penurunan tekanan darah. Hal ini disebabkan oleh adanya perdarahan intravaskularis

menyeluruh atau koagulapatia intravaskularis diseminata akibat terjadi meningokokemia.5

4. Patofisiologi

a. Meningitis serosa

Meningitis tuberkolusa selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis, fokus primernya

terjadi diluar otak. Fokus primer biasanya di paru-paru, tapi bisa juga di kelenjar getah

bening, tulang, sinus nasalis, traktus gastrointestinal, ginjal dan sebagainya.7

Page 4: Brain Infection Full

Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak secara

hematogen, tetapi melaui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa milimeter sampai

satu centimeter) berwarna putih, terdapat pada permukaan otak, sum-sum tulang belakang.

Tuberkel tersebut selanjutnya melunak, pecah, dan masuk ke dalam ruang subaraknoid dan

ventrikel sehingga terjadi peradangan difus.7

Penyebaran dapat pula terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan

di daerah selaput otak seperti proses di nasofaring, penumonia, endoarditis, otitis media,

mastoiditis, trombosis sinus covernosus, atau spondilitis.7

Penyebaran kuman dalam ruang subaraknid menyebabkan reaksi radang pada pia mater,

aranoid, CSS, ruang subaraknoid dan ventrikel.7

Akibat reaksi radang ini maka akan terbentuk eksudat kental, serofibrinosa, dan gelatinosa

oleh kuman-kuman serta toksin yang mengandung sel-sel mononuklear, linfosit, sel plasma,

makrofag, sel raksasa dan fibroblas. Eksudat ini juga tidak terbatas dalam ruang subaraknoid

saja tetapi terutama berkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga menyebar melalui pembuuh-

pembuluh darah pia mater, dan menyerang jaringan otak di bawahnya sehingga proses

sebenarnya adalah meningoensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat aquaduktus, visura

silvi, foramen magendi, foramen luschka dengan akibatnya adalah terjadinya hidrosefalus,

edema papil akibat terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan ini juga terjadi pada

pembuluh-pembuluh darah yang berjalan di dalam ruang subaraknoid berupa kongesti,

peradangan dan penyumbatan sehingga selain arteritis dan fleblitis, juga menyebabkan infark

otak terutaa pada bagian korteks, medula oblongata dan gaglia basalis.7

b. Meningitis Purulenta

Secara umum istilah meningitis menunjuk ke infeksi yang menyerang meningen. Infeksi

yang ada menyebabkan selaput ini meradang dan membengkak. Bakteri dapat mencapai

struktur intrakranial melalui beberapa cara. Secara alami bisa disebabkan oleh penyebaran

hematogen dan dari infeksi di nasofaring atau perluasan infeksi dari struktur intrakranial

misalnya sinusitis atau infeksi telinga tengah. Infeksi bakterial pada SSP juga bisa terjadi

karena trauma kepala yang merobek durameter atau akibat tindakan bedah saraf.7

Meningitis bakterial bermula dengan kolonisasi bakteri di nasofaring. Bakteri

menghasilkan immunoglobulin A protease yang bisa merusak barrier mukosa dan

memungkinkan bakteri menempel pada sel epitel nasofaring. Setelah berhasil menempel pada

Page 5: Brain Infection Full

sel epitel, bakteri akan menyelinap melalui cairan antar sel dan masuk ke aliran darah.

Bakteri yang biasa menyebabkan meningitis bakterial akut mempunyai kapsul polisakarida

yang bersifat antifagositik dan anti komplimen, sehingga bisa lepas dari mekanisme

pertahanan seluler yang umumnya menghadap struktur asing yang masuk ke dalam aliran

darah. Bakteri kemudian akan mencapai kapiler susunan saraf pusat lalu masuk ke ruang

subarakhnoid. Kurangnya pertahana seluler di dalam ruang subarakhnoid membuat bakteri

yang ada akan mudah bermultiplikasi.7

Kerusakan di dalam jaringan otak terjadi okibat peningkatan reaksi inflamasi yang

disebabkan adanya komponen dinding sel bakteri. Endotoksin dan asam teichoic akan

menyebabkan sel-sel endotelial dan sel glia lainnya melepaskan sitokin pro-inflamasi

terutama tumor necrosing factor (TNF) dan interleukin 1α dan β (IL-1).7

Selanjutnya akan terjadi proses lebih kompleks dari sitokin yang akan merusak sawar

darah otak. Sawar darah otak yang rusak akan memudahkan masuknya leukosit dan

komplemen ke dalam ruang subarakhnoid disertai masuknya albumin. Hal ini akan

menyebabkan timbulnya edema vasogenik di otak. Leukosit dan mediator-mediator

pertahanan tubuh lainnya akan menyebabkan perubahan patologis lebih lanjut sehingga akan

terjadi iskemik otak dan dapat menimbulkan edema sitotoksik di otak. 7

Proses inflamasi lebih lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan serebrospinal

di granula arakhnoid yang berakibat meningkatnya tekanan intrakranial sehingga dapat

menimbulkan edema interstisial di otak. Keadaan edema otak itu akan diperberat dengan

dihasilkannya asam arakhidonat dan metabolitnya yang dikeluarkan oleh sel otak yang rusak

dan adanya asam lemak yang dilepaskan dari leukosit polimorfonuklear.7

5. Diagnosa

a. Meningitis Serosa:

1. Pemeriksaan cairan otak:

Tekanan: meningkat

Warna: jernih atau satokrom

Protein: meningkat

Gula: menurun

Klorida: menurun

Page 6: Brain Infection Full

Leukosit: meningkat sampai 500/mm3 dengan sel mononuklear yang dominan.

Bila didiamkan beberapa jam akan terbentuk pelikuna yang berbentuk sarang laba-laba.

Pada pengecatan Ziehl Neelsen dan biakan akan ditemukan kuman mikobakterium

tuberkulosa.

2. Darah: jumlah leukosit meningkat sampai 20.000

3. Radiologi: sken tomografi dapat tampak hidrosefalus

4. Test tuberkuli: sering positif.5

b. Meningitis Purulenta

1. Pemeriksaan cairan otak:

Tekanan : meningkat diatas 180 mm H2O

Warna : cairan otak berwarna mulai dari keruh sampai purulen bergantung pada

jumlah selnya.

Sel : jumlah leukosit meningkat, biasanya berjumlah 200-10.000 dan 95% terdiri

dari sel PMN. Setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah

sel mononuklear (MN) terhadap sel PMN meningkat.

Protein : meningkat, biasanya di atas 75mg/100ml

Klorida : kadar klorida menurun, kurang dari 700mg/100ml

Gula : kadar gula menurun, biasanya kurang dari 40mg% atau kurang dari 40%

kadar gula darah yang diambil pada saat yang bersamaan.

2. Pemeriksaan darah tepi:

Biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke

kiri.

3. Pemeriksaan radiologi:

Pada foto thorax mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang paru atau abses paru.

Pada foto tengkorak mungkin dijumpai sinusitis, mastoiditis. Scan tomografik pada

meningitis purulenta mungkin akan menunjukkan adanya sembab pada otak dan

hidroseflus, berfungsi untuk mengetahui adanya komplikasi seperti abses hati atau efusi

subdural.

4. Pemeriksaan EEG:

Menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding

dengan berat radang.5

Page 7: Brain Infection Full

5. Pengobatan

a. Meningitis serosa

Dipakai obat tripel yaitu kombinasi INH dengan 2 dari 3 macam tuberkulostatika selama 2

tahun.

INH: dewasa 10-15 mg/kgbb/hari; anak 20 mg/kgbb/hari. Diberikan sekali sehari/oral.

Harus ditambah piroksin 50mg/hari

Streptomisin: dosis 20 mg/kgbb/hari (maksimal 1gr/hari). Diberikan intarmuskularis

selama 3 bulan.

Etambutol: dosis 25 mg/kgbb/hari/oral selam 2 bulan pertama lalu dilanjutkan dengan 15

mg/kgbb/hari.

Rifampisin: dosis dewasa 600mg/hari; anak 10-20 mg/kgbb/hari. Diberikan per oral sehari

sekali.

Kortikosteroid

Indikasi: tekanan intrakranial yang meningkat, adanya difisit neurologik, mencegah

perlekatan araknoid pada jairngan otak.

Deksametaso: mula-mula diberikan 10mg intravena lalu 4mg tiap 6 jam.

Prednison: 60-80 mg/hari selama 2-3 minggu lalu diturunkan berangsur selama 1 bulan.5

b. Meningitis purulenta

Pengobatan dibagi menjadi pengobatan umumn dan pemberian antibiotika.5

1. Umum

- Penderita dirawat di RS.

- Mula-mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan

berlebihan.

- Bila gelisah diberi sedativa seperti fenobarbital.

- Nyeri kepala diatasi dengan analgetik.

- Panas diturunkan dengan kompres es, parasetemol, asam salisilat.

2. Kejang diatasi dengan

- Diazepam : dosis 10-20 mg intravena

- Fenobarbital: dosis 6-120 mh/hari secara oral

- Difenilhidantoin: dosis 300mg/hari secara oral

Page 8: Brain Infection Full

3. Tekanan intrakranial diberikan

- Manitol: dosis 1-1,5 mg/kgBB secara intravena dalam 30-60 menit dan dapat diulang

2x dengan jarak 4 jam

- Pernapasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan napas.

4. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting)

5. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25-30 cc setiap hari selama 2-3 minggu, bila gagal

dilakukan operasi.

6. Fisioterapi: diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

7. Antibiotika

Ampisilin: 8-12 gr/hari dibagi dalam 4x pemberian

Gentamisin: 5mg/kgBB/hari dibagi dalam 3x pemberian.

Kloramfenikol: 4-8 gr/hari dibagi dalam 4x pemberian secara intravena.

Sefalosporin: 1. Sefotaksim: dosis 2 gr setiap 4-6 jam

2. Sefuroksim: 2 gr tiap 6 jam5

6. Komplikasi

a. Meningitis serosa

- Hidrosefalus

- Epilepsi

- Gangguan jiwa

- Buta karena atrofi N.II

- Tuli

- Kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV, N.VI

- Hemiparesis5

b. Meningitis purulenta

- Efusi subdural

- Abses otak

- Hidrosefalus

- Epilepsi

- Paralisi serebri

- Ensefalitis

- Renjatan septik5

Page 9: Brain Infection Full

7. Prognosis

a. Meningitis serosa

Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosis jelek pada bayi dan orang tua.

b. Meningitis purulenta

Bergantung pada:

1. Umur

2. Kuman penyebab

3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotik

4. Jenis dan dosis antibiotik yang diberikan

5. Penyakit yang menjadi faktor predisposisi5

D. Ensefalitis

1. Definisi

Ensefalitis adalah suau proses inflamasi akut pada jaringan otak. Proses peradangan ini

jarang terbatas pada otak saja, tetapi hamppir selalu mengenai selaput otak sehingga beberapa

ahli sering menggunankan istilah meningoensefalitis.7

2. Etiologi

Penyebab yang paling sering pada ensepfalitis adalah infeksi virus, namun pada kasus

yang sangat jarang ensefalitis bisa disebkan oleh parasit, bakteri atau karena komplikasi ddari

penyakit infeksi lainnya. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus herpes simpleks

(31%), yang disusul oleh virus ECHO (17%), arbovirus enterovirus, rhabdovirus.7

3. Epidemiologi

Studi epidemiologi memperkirakan insiden terjadinya ensefalitis virus 3,5-7,4 per 100.000

orang setiap tahun. The centres for diseases control and prevention (CDC) memperirakan

sedikitnya terdapat 20.000 kasus baru ensefalitis di amerika serikat. Penyebab kasus endemik

ensefalitis virus di AS adalah hsv dan rabies. Ensefalitis HSV adaalah jenis ensefalitis virus

yang sering terjadi degan insiden sebanyak 2 kasus per 1 juta populasi setiap tahunnya dan 10

% kasus dari semua ensefalitis yang ada di AS. Ensefalitis arbovirus bisa terjadi 150-3000

kasus setiap tahun, tergantung pada banyaknya penularan epidemi.7

Page 10: Brain Infection Full

4. Patogenesis

Ensefalitis dapat bermanifestasi secara cepat begitu terjadi infeksi virus atau baru

berkembang ketika virus yang mulanya dalam bentuk dormant tiba-tiba menjadi reaktif.

Virus sangat sederhana, namun memiliki kemampuan menginfeksi yang kuat.

- Virus menginfeksi sel hospes dengan mempenetrasi membran sel lalu memasukkan

material genetiknya ke dalam sel (DNA dan RNA virus).

- DNA atau RNA virus mengambil alih kontrol berbagai proses penting dalam sel,

memerintahkan sel untuk memproduksi lebih banyak virus.

- Kemudian sel ruptur terlepaslah partikel-partikel virus baru yang akan menginfeksi

sel lainnya.

Terdapat 2 mekanisme bagaimana virus dapat menginfeksi sel otak.

1. Virus menginvasi tubuh seceara perlahan. Tidak ada gejala khas yang timbul. Virus di

bawa melalui aliran darah menuju sel saraf otak, selanjutnya akan berkumpul dan

menggandakan diri. Virus yang memasuki otak dalam hal ini biasanya menyebar

secara luas ke dalam otak, ensefalitis difusa.

2. Virus yang menginfeksi jaringan lain dahulu lalu menginvasi sel otak, biasaya

menyebabkan infeksi lokal. Infeksi lokal tersebut akan mengakibatkan kerusakan

berat hanya pada area kecil di otak.

HSV-1 merupakan virus penyebab ensefalitis akut sporadik tersering. Manusia

mendapatkan infeksi virus herpes simpleks ini dari sesamanya. Virus ini ditransmisikan dari

seseorang yang terinfeksi ke orang lain yang rentan melalui kontak personal. Virus kontak

perlu kontak dengan permukaan mukosa atau kulit yang terkelupas untuk memulai infeksi.

Infeksi primer HSV-1 biasanya terjadi pada mukosa orofaring dan tanpa gejala. Gejala dari

penyakit tersebut ditandai dengan demam, nyeri, dan ketidakmampuan menelan karena lesi

pada mukosa buccal dan gingival. Durasi penyakit selama 2-3 minggu.

Setelah infeksi primer, HSV-1 ditransportasikan ke SSP melalui aliran retrograde akson

virus dalam percabangan akson N Trigeminus. Gangglion trigeminal akan dikuasai, dan virus

membentuk infeksi laten dalam gangglion. Reaktivasi infeksi laten gangglion disertai

replikasi virus akan menimbulkan ensefalitis, serta infeksi pada korteks temporal dan struktur

sistem limbik. Ensefalitis HSV-1 kemungkinan juga hasil dari infeksi primer yang berasal

dari inokulasi intranasal virus, dengan invasi langsung pada bulbul olfaktorius dan menyebar

via alur olfaktorius menuju orbitofrontal dan lobus temporal. Apakah infeksi merupakan

Page 11: Brain Infection Full

akibat reaktifasi atau infeksi primer, inflamasi dan lesi nekrotik terlihat pada lobus temporal

medial dan inferior, kortek orbitofrontal, serta strutur limbik.

Arthropod-borned virus (arbovirus) diinokulasikan ke dalam hospes secara subkutan

melalui gigitan nyamuk atau kutu dan mengalami replikasi lokal di kulit. Viremia akan

mengikuti dan jika terdapat inokulasi virus yang cukup luas, invasi dan infeksi SSP terjadi.

Sebagian besar arbovirus kecil dan lebih kurang efisien dibersihkan daripada mikroorganisme

lain oleh sistem retikuloendotelial. Infeksi awal SSP oleh arbovirus tampak terjadi melalui sel

endotel kapiler serebral dengan infeksi berurutan dari neuron-neuron. Virus juga dapat

menyebar dari pleksus koroid menuju CSF intraventrikular dan menginfeksi sel ependim

ventrikular secara berurutan menyebar ke jaringan subependimal periventrikular otak. Virus

menyebar dari satu sel ke sel lain secara tipikal sepanjang dendrit atau prosesus akson.

Ensefalitis arboviral adalah penyakit perimer dari korteks gray-matter dan batan otak serta

nuklei talamikus. Kemungkinan juga ada inflamasi meningeal ringan, eksdudat terdii atas

limfosit, polimorfonuklear leukosit, sel plasma, dan mkrofag. Ensefalitis japanese virus, west

nile virus dan eastern equine ensefalitis memiliki predileksi khusus pada gangglia basalis.

Neuroimaging menjadi bukti terdapat keterlibatan gangglia basalis dan talami dapat sangat

membantu membedakan ensefalitis arbovirus dan ensefalitis virus herpes simpleks.

Patofisiologi ensefalitis virus bervariasi tergantung pada familia virus yang menyebabkan

infeksi. Virus memasuki SSP dari dua rute yang berbeda: penyebaran hematogen atau

penyebaran retrograde neuronal. Penyebaran hematogen adalah alur yang sangat sering.

Manusia biasanya merupakan hospes terminal insidental pada banyak virus ensefalitis.

Ensefalitis arbovirus sejenis zoonosis, dengan kemampuan bertahan hidupnya dalam siklus

infeksi terkait gigitan antropoda dan bermacam vertebrata terutama burung dan tikus.

Viremia transien menimbulka pertumbuhan virus pada sistem retikuloendotelial dan otot.

Setelah replikasi seara terus menerus, viremia sekunder menimbulkan penyebaran virus pada

tempat lain termasuk SSP. Pada kasus yang mematikan, perubahan histopatologis kecil

diketahui di luar saraf pusat.

Bentuk lain penyebaran ke SSP melalui retrograde neural. Rabies biasanya menyebar ke

SSP melalui saraf perifer secara retrograde. Virus rabies cenderung memperlihatkan

predileksi pada lobus temporal, memengaruhi Ammon hors. Satu rute yang memungkinkn

penyebaran HSV ke SSP ialah melalui traktus olfaktorius. Ensefalitis virus herpes pada bayi

sebagian perluasan infeksinya dengan memproduksi lesi nekrotik fokal dengan tipikal

inclusion intranuklear pada banyak organ. Pada orag dewasa dan beberapa anak, lesi terbatas

Page 12: Brain Infection Full

pada otak. Virus herpes memiliki predileksi pada korteks tempporal dan pons, tapi lesinya

bisa saja menyebar luas.

5. Gejala Klinis

Tanda yang utamanya muncul pada akut viral ensefalitis ialah demam, nyeri kepala, dan

perubahan tingkat kesadaran. Tanda lainnya ialah fotofobia, bingung, dan kadang disertai

kejang. Meningitis kadangkala tejadi pada ensefalitis sehingga kekakuan leher dapat muncul

sebagai gejala tambahan dari ensefalitis

Beberapa kasus ensefalitis dengan perantaraan serangga dapat tidak menunjukkan gejala-

gejala ensefalitis. Gejala yang nampak berupa sedikit demam, mengantuk, gejala mirip flu,

malaise, dan mialgia. Kadang diikuti nyeri kepala, muntah dan sensitivitas terhadap cahaya.

Beberapa virus dapat berefek pada beberapa area spesifik otak, termasuk gangguan

berbicara, pergerakan, dan perubahan tingkah laku (kepribadian). Hal ini tergantung pada

bagian otak yang terkena.

Ensefalitis herpes simpleks dikenal dapat memberikan tambahan gejala berupa demam,

nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan kebingungan. Gejala lainnya antara lain kejang,

kesulitan berbicara ketidakmampuan menggerakkan satu sisi tubuh, hilang ingatan dan

perubahan tingkah laku.7

6. Diagnosis

Dalam banyak kasus, gejala ensefalitis yang terlalu mirip.  Tujuan utama dalam

mendiagnosis ensefalitis virus adalah untuk menentukan apakah itu disebabkan oleh:

Arbovirus atau virus lainnya yang bisa dikelola hanya oleh gejala menghilangkan

Herpes simpleks atau kondisi lain yang berpotensi dapat diobati

Pemeriksaan yang dibutuhkan :

- Teknik pencitraan

Jika dokter mencurigai ensefalitis, teknik pemindaian sering diambil sebagai langkah

diagnostik pertama. Computerized tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI)

scan dapat menunjukkan tingkat peradangan di otak dan membantu membedakan ensefalitis

dari kondisi lain. MRI dianjurkan selama CT scan karena mereka dapat mendeteksi cedera di

bagian otak yang menunjukkan infeksi virus herpes pada awal penyakit, sedangkan CT scan

tidak bisa.

Page 13: Brain Infection Full

Electroencephalogram (EEG), yang merekam gelombang otak, dapat mengungkapkan

kelainan di lobus temporal yang menunjukkan ensefalitis herpes simplex.

- Cairan serebrospinal Tes

Ketika ensefalitis dicurigai, sampel cairan cerebrospinal diambil menggunakan pungsi

lumbal, yang melibatkan memasukkan jarum antara dua tulang di belakang pasien yang lebih

rendah. Sampel diambil untuk menghitung sel darah putih dan mengidentifikasi jenis sel

darah tertentu, untuk mengukur protein dan kadar gula darah, dan untuk menentukan tekanan

cairan tulang belakang.  Cairan serebrospinal digunakan untuk menguji virus herpes

simpleks, virus Epstein-Barr, virus varicella-zoster, enterovirus, dan untuk mencari adanya

antibodi terhadap virus West Nile. Selain untuk mendiagsis, digunakan juga sebagai petanda

sejauh mana perjalanan penyakit.

- Darah Tes

Tes darah digunakan untuk menguji untuk virus West Nile dan infeksi arbovirus lainnya.

- Otak Biopsi

Jika perlu, sampel kecil jaringan otak pembedahan untuk pemeriksaan dan pengujian

untuk kehadiran virus. Jaringan ini disusun dengan menggunakan teknik pewarnaan dan

kemudian dilihat di bawah mikroskop elektron. Dalam beberapa kasus, virus dalam sel-sel

otak dibuat kultur. Biopsi otak adalah standar emas untuk mendiagnosa rabies.8

7. Terapi

Viral ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus, tidak memerlukan pemberian

antibiotik. Selain ensefalitis herpes simpleks dan varicella-zoster, bentuk ensefalitis viral

yang lain tidak berespons terhadap pengobatan. Sementara itu, vaksin yang tersedia saat ini

hanya untuk ensefalitis Japanese.

Panduan klinis merekomendasikan pemberian obat antiviral acyclovir intravena

secepatnya tanpa perlu menunggu penentuan penyebab penyakit. Antikejang diberikan untuk

mengontrol kejang. Terapi obat tergantung pada penyebab ensefalitis. Obat antiviral untuk

penyebab spesifik, seperti yang tercantum pada tabel 1.

Terapi tambahan lain berfungsi untuk membantu mengurangi gejala berupa :

Page 14: Brain Infection Full

- Kejang yang diatasi dengan obat anti kejang

- Kejang diterapi dengan lorazapam intravena (ativan)

- Sedatif dapat diresepkan jika terdapat iritabilitas atau gelisah

- Antinyeri digunakan untuk demam dan nyeri kepala

- Jika keadaan pasien sudah stabil, terapi selanjutnya hanya menjaga kepala tetap

elevasi dan mengawasi kondisi pasien.

Tabel 1. Terapi antimikroba pada ensefalitis virus

Organisme Antimikroba dan dosisnya

Herpes simpleks

Sensitif terhadap asiklovir

Resisten terhadap asiklovir

Varisella zoster

Epstein barrr

Cytomegalovirus

HHV, variant A

HHV, variant B

Rocky mountain spotted fever

Asiklovir 10 mg/kg setiap 8 jam selama 3 minggu

Foscamet 60mg/kg setiap 8 jam selama 3 minggu

Asiklovir 10 mg/kg setiap 8 jam selama minimum 2 minggu

Asiklovir 10 mg/kg setiap 8 jam

Terapi induksi (2-3 minggu)

Gansiklovir 5 mg/kg setiap 12 jam

Foscarmet 60mg/kg setiap 8 jam

Terapi pemeliharaan

Gansiklovir 5 mg/kg setiap hari

Foscarmet 60-120 mg/kg sehari

Foscarmet 60mg/kg setiap 8 jam

Foscarmet atau gansiklovir 5mg/kg setiap 12 jam

Doxycycline 100 mg setiap 12 jam

Belum ada satupun obat yang efektif dalam mengobati arbovirus, termasuk West Nile

virus.7

8. Prognosis

Dalam kebanyakan kasus infeksi arbovirus, gejala yang ringan, terakhir 3 - 5 hari, dan

sembuh tanpa menjadi serius. Bahkan hanya nampak sebagai flu ringan.

Prognosis untuk Ensefalitis berat tergantung pada banyak faktor :

Page 15: Brain Infection Full

- Usia pasien - hasil buruk bagi bayi di bawah usia 12 bulan dan orang dewasa di atas

usia 55

- Immune Status

- Yang sudah ada sebelumnya kondisi neurologis

- Virulensi virus.8