bph dan vesiclithiasis
-
Upload
rangga-pragasta -
Category
Health & Medicine
-
view
3.535 -
download
2
Transcript of bph dan vesiclithiasis
Laporan Kasus
BENIGN PROSTAT HYPERPLASI &
VESICOLITHIASIS
Pembimbing :
Dr. Haiman M Sp.B
Disusun oleh :
Rangga Pragasta SS
2051210020
LAB. ILMU BEDAH UMUM
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Laporan kasus
bedah umum dengan judul “ Benign Prostat Hiperplasi dan Vesicolithiasis” tepat
pada waktunya.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah, untuk
menambah wawasan mengenai penatalaksanaan penyakit di bidang bedah. Penulis
menyadari bahwa penulisan dalam makalah ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran untuk penyempurnaan semoga telaah ini dapat berguna dan memberikan manfaat
bagi kita semua. Amin.
Kepanjen, 10 Mei 2012
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan
pada pria yang menapak usia lanjut1. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia
sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma
dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh
sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria
berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan
yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari
pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang
menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai
bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran
kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama
kelamaan dapat menimbulkan perubahan struk-tur buli-buli maupun ginjal sehingga
menye-babkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower
urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun
iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia,
pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas
sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara BPH dengan
LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan
sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang
diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada
dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis
yang masih berfungsi normal menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh
hormon lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor
lingkungan diduga berperan dalam proliferasi selsel kelenjar prostat secara tidak
langsung. Faktor faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk
mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam
memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu
3
meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik sedangkan
protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang menyebabkan hiperplasia
kelenjar prostat.
Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien,
komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di
Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien BPH tidak
sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun
demikian dokter di daerah terpencilpun diharapkan dapat menangani pasien BPH
dengan sebaik-baiknya. Penyusunan guidelines di berbagai negara maju ternyata
berguna bagi para dokter maupun spesialis urologi dalam menangani kasus BPH dengan
benar.
1.2 BATASAN MASALAH
Laporan Kasus ini berisi tentang Anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala
pasien, serta penatalaksanaan BPH atau benign prostatic hyperplasia. Laporan
ini juga membahas sedikit mengenai BPH secara umum.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Penulisan Laporan Kasus ini bertujuan untuk:
- Melaporkan pasien dengan diagnose BPH.
- Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
- Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang RSUD Kanjuruhan Kepanjen
Malang.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Tn. MA
Umur : 72 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pakisaji
Pekerjaan : Pensiunan guru
Pendidikan : tamat SMA
Agama : Islam
St.Perkawinan: Menikah
Suku : Jawa
Tgl. Berobat : 12 April 2012
No. Register :
2.2 ANAMNESA
Keluhan Utama:
Susah BAK sejak ± 2 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak ± 2 bulan yang lalu pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien
juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan
mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan
kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali.
Sebelumnya pasien juga merasakan anyang-anyangen tapi sekarang
menghilang, pasien menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar
kecil dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil
hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien
mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk buang air
kecil. Keluhan lain adalah pasien mengaku pernah 1 kali BAK berwarna merah
kecoklatan. Dan sejak 1 minggu terakhir, kadang pasien merasa nyeri di perut
5
bagian bawah saat BAK. Kemudian pasien memeriksakan diri ke puskesmas dan
dipasang kateter. Jika kateter dilepas, pasien tidak bisa BAK. pasien tidak
merasakan pusing, mual, muntah, BAB (+) normal, panas (-).
Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kejadian serupa seperti sekarang.
tidak ada riwayat kencing keluar batu.
- Diabetes Melitus : disangkal
- Hipertensi : disangkal
- Alergi : disangkal
- Batuk lama : disangkal
Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat sakit denga gejala serupa : Tidak diketahui
- Diabetes Melitus : Tidak diketahui
- Hipertensi : Tidak diketahui
- Alergi : Tidak diketahui
Riwayat Kebiasaan
- Makan : 3 x sehari.
- Minum air putih : Jarang.
- Rokok : (+)
- Alkohol : (-)
- Obat tanpa resep dokter : (-)
- Jamu : (-)
- Olahraga : (-)
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Tidak tampak sakit, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan
cukup.
6
Tanda Vital
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, isi cukup
Pernafasan : 28x/menit, regular, Kusmaull (-), Cheyne-Stokes (-)
Suhu : 36,1o C
Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : warna putih beruban, distribusi merata
Mata
Sklera Ikterik : -/-
Conjuctiva Anemis : -/-
Telinga
Bentuk : normotia
Secret : -/-
Hidung
Tidak ada deviasi septum
Sekret : -/-
Mulut dan tenggorokan
Bibir : tidak kering dan tidak cyanosis
Tonsil : T1/T1
Pharing : tidak hiperemi
Leher
Trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
Paru
Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya massa
Palpasi : teraba masa kistik pada supra simpisis
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal
7
Status lokalisata
Pemeriksaan dalam (digital rectal examina-tion) : sfingter ani
mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat
kenyal, kanan dan kiri simetris, tidak berbenjol-benjol, nyeri tekan (-), sulcus
medianus teraba datar.
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab darah lengkap : 12 april 2012
Hb : 14,2 g/dl
Hct : 43,1 %
Eritrosit : 5,120 juta/cmm
Leukosit : 11.760
Hitung jenis : 4 / 0/ 67/ 21 /8
LED : 15 mm/jam
Trombosit : 165.000 sel/cmm
Masa perdarahan : 1’00’’ menit
Masa pembekuan : 9’00’’ menit
GDS : 144 mg/dl
SGOT : 18 U/L
SGPT : 12 U/L
Ureum : 33 mg/dl
Kreatinin : 0,76 mg/dl
Kesimpulan : Dalam batas normal
Urinalisis : 12 april 2012
Makroskopis
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Kimiawi
Berat jenis 1,025
pH 5,0
albumin 1+(30) mg/dl
Glukose/reduksi NEG
8
Urobilinogen NEG
Bilirubin NEG
Darah samar 4+250 eri/ul
Keton POS
Nitrit POS
Sedimen
Eritrosit (dismorfik 10%) Penuh/LPB
Leukosit <20 Sel/LPB
Epitel
Squamus 1-2
Silinder NEG
Kristal
Ca.oksalat POS
Bakteri -
Lain-lain NEG
Kesan : Albuminuria, hematuria dan Leukosituria.
USG Abdomen tanggal 12 April 2011
Hepar : dbn
Lien : dbn
Ren Dx : ukuran dan bentuk dalam batas normal
Ren Sin : ukuran dan bentuk dalam batas normal
V U : ukuran normal, dinding tak menebal, tampak batu berukuran 0,9
cm 2 buah
Prostat : ukuran 4,1 x 3,9 x 4,4 cm. Echoparencym homogen, indentasi
dasar buli-buli (+)
Kesan : BPH dan Vesicolithiasis
2.3 RESUME
Pasien Tn.MA ♂ umur 72 tahun datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan
Kepanjen dengan keluhan sejak ± 2 bulan yang lalu pasien merasakan susah
buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang
9
harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama
dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan
lancar kembali. Sebelumnya pasien juga merasakan anyang-anyangen tapi
sekarang menghilang, pasien menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke
kamar kecil dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar
kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien
mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk buang air
kecil. Keluhan lain adalah pasien mengaku pernah 1 kali BAK berwarna merah
kecoklatan. Dan sejak 1 minggu terakhir, kadang pasien merasa nyeri di perut
bagian bawah saat BAK. Kemudian pasien memeriksakan diri ke puskesmas dan
dipasang kateter. Jika kateter dilepas, pasien tidak bisa BAK. pasien tidak
merasakan pusing, mual, muntah, BAB (+) normal, panas (-).
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat,
mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri
tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-
benjol. Dari pemeriksaan urinalisis, didapatkan adanya albuminuria, hematuria
dan leukosituria. Sedangkan hasil pemeriksaan USG didapatkan BPH dan
vesicolithiasis.
2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
BPH dan Vesicolithiasis
Diagnosis Banding
karsinoma prostat, Ca buli buli, Acute prostatitis.
Dasar Diagnosis
- Anamnesa : sejak ± 2 bulan yang lalu pasien merasakan susah buang air
kecil. Pancaran melemah dan terkadang harus disertai dengan mengedan
- Pada pasien didapatkan Hesitansi, Pancaran lemah, Intermitensi, Miksi tidak
puas, Terminal dribbling, disuria.
- IPSS (International Prostate Symptom Score)
-
10
Dalam 1 bulan terakhirTidak
pernah
Kurang
dari
sekali
dalam
lima hari
Kurang
dari
setengah
Kadang-
kadang
(sekitar
50%)
Lebih
dari
setengah
Hampir
selaluSkor
1. Seberapa sering anda
merasa masih ada sisa
selesai kencing?
0 1 2 3 4 5 5
2. Seberapa sering Anda
harus kembali kencing
dalam waktu kurang
dari 2 jam setelah
selesai kencing?
0 1 2 3 4 5 3
3. Seberapa sering Anda
mendapatkan bahwa
Anda kencing terputus-
putus?
0 1 2 3 4 54
4. Seberapa sering tidak
bisa menahan
keinginan untuk
kencing?
0 1 2 3 4 54
5. Seberapa sering
pancaran kencing Anda
lemah?
0 1 2 3 4 5 4
6. Seberapa sering Anda
harusmengejan untuk
mulai kencing?
0 1 2 3 4 54
7. Seberapa sering Anda
harus bangun untuk
kencing, sejak mulai
tidur pada malam hari
hingga bangun di pagi
hari?
0 1 2 3 4 53
Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) = 27
Senang Senang Pada Biasa saja Pada Tidak Buruk
11
sekaliumumnya
Puas
umumnya
tidak
puas
bahagia sekali
Seandainya Anda harus
enghabiskan sisa hidup
dengan fungsi kencing
seperti saat ini, agaimana
perasaan Anda?
√
- Pemeriksaan dalam : sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin, ampula
rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri tidak simetris, nyeri
tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol.
2.6 DISKUSI
Berdasarkan data tersebut di atas pasien ini di diagnose Pembesaran prostat
jinak (BPH) kategori berat. Hal-hal yang mendukung diagnosis tersebut berdasarkan
anamnesa adalah sejak ± 2 bulan yang lalu pasien merasakan susah buang air kecil.
Pancaran melemah dan terkadang harus disertai dengan mengedan dan juga pada
pasien didapatkan Hesitansi (susah memulai miksi), Pancaran lemah, Intermitensi
(kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali), Miksi tidak puas, Terminal
dribbling (menetes setelah miksi), disuria (rasa tidak enak saat kencing).
Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat, mukosa licin,
ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri tidak simetris,
nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-benjol. Dan di
kategorikan berat karena skor IPSS = 27
Diagnosis banding dari kasus ini adalah karsinoma prostat, karsinoma buli
bui dan Acute prostatitis.
Karsinoma prostat dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa
dari pasien merasakan susah buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk
memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk buang air
kacil, pancaran semakin lama dirasa melemah dan kadang pasien mengalami
kencing tiba-tiba berhenti dan lancar kembali, dan disingkirkan dikarenakan pada
rectal touser karsinoma prostatharusnya didapatkan konsistensi prostat keras dan
teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.
12
Acute prostatitis dijadikan diagnosis banding didasarkan pada anamnesa dari
pasien yang menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke kamar kecil
dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar kecil hanya keluar
beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien mengaku sering
terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk buang air kecil, akan tetapi
Acute prostatitis disingkirkan dikarenakan pada acute prostatitis sering sering
menggigil, demam, sakit di punggung bawah dan daerah kelamin, nyeri tubuh, dan
dibuktikan dengan adanya infeksi saluran kemih (sebagaimana dibuktikan oleh
keberadaan sel-sel darah putih dan bakteri dalam urin).
2.7 PENATALAKSANAAN
Non operatif
Non medikamentosa
KIE : Pengaturan gaya hidup yang meliputi, Jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol
Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat), Kurangi
makanan pedas atau asin, Jangan menahan kencing terlalu lama
Medikamentosa
Per oral : Penghambat 5α-reduktase (finasterid) mengurangi volume prostat dengan
menurunkan kadar hormon testosterone.
Operatif : Pro operasi (prostatektomi)
13
BAB III
PEMBAHASAN BPH
3.1 PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah inferior
bulibuli dan membungkus uretra posterior.1 Paling sering mengalami
pembesaran, baik jinak maupun ganas.2 Bila mengalami pembesaran, organ ini
membuntu uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin keluar dari buli-
buli.1 Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan Pembesaran Prostat Jinak
(PPJ) yang menghambat aliran urin dari buli-buli.3 Pembesaran ukuran prostat
ini akibat adanya hyperplasia stroma dan sel epitelial mulai dari zona
periurethra.3,4
Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan prostat
yang mengalami pembesaran. Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Mc Neal (1976) membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periurethra. Sebagian
besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.1,6
3.2 ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui secara
pasti,tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan
14
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa
hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone
testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi
metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 α – reduktase.
DHT inilah yang secara langsung memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan
kelenjar prostat. 1
Gambar 2. Perubahan Testosteron menjadi Dihidrotesteron oleh enzim
5 α – reduktase.
Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 α – reduktase dan jumlah
reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.
15
Gambar 3. Teori Dihidrotestosteron dalam Hiperplasia Prostat
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif
meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-
sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen,meningkatkan jumlah reseptor androgen
dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan
testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.1
16
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan selsel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi
sel-sel epitel maupun stroma.1
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin
meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon
androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.1
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya
pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya
proliferasi sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.1
PATOFISIOLOGI HIPERPLASIA PROSTAT
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra
pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus
17
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya
perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah
atau Lower Urinary Tract Symptoms(LUTS).
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.1
3.3 Manifestasi Klinis
Anamnesa
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada
akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun
manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang
menyebabkan penderita datang berobat, yakni adanya LUTS.4
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif.
Gejala obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah,
intermitensi, miksi tidak puas, menetes setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif
terdiri dari: frekuensi, nokturia, urgensi dan disuri.1
Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi
urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri
oleh pasien.
Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah international
Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan
yang berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan
dengan kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala
LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
18
Ringan : skor 0-7
Sedang : skor 8-19
Berat : skor 20-35
IPSS (International Prostate Symptom Score)
Dalam 1 bulan terakhirTidak
pernah
Kurang
dari
sekali
dalam 5
hari
Kurang
dari
setengah
Kadang-
kadang
(sekitar
50%)
Lebih
dari
setengah
Hampir
selaluSkor
1. Seberapa sering anda
merasa masih ada sisa
selesai kencing?
0 1 2 3 4 5 5
2. Seberapa sering Anda
harus kembali kencing
dalam waktu kurang
dari 2 jam setelah
selesai kencing?
0 1 2 3 4 5 3
3. Seberapa sering Anda
mendapatkan bahwa
Anda kencing terputus-
putus?
0 1 2 3 4 54
4. Seberapa sering tidak
bisa menahan
keinginan untuk
kencing?
0 1 2 3 4 54
5. Seberapa sering
pancaran kencing Anda
lemah?
0 1 2 3 4 5 4
6. Seberapa sering Anda
harusmengejan untuk
mulai kencing?
0 1 2 3 4 54
7. Seberapa sering Anda
harus bangun untuk
kencing, sejak mulai
tidur pada malam hari
0 1 2 3 4 5
3
19
hingga bangun di pagi
hari?
Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) = 27
Senang
sekaliSenang
Pada
umumnya
Puas
Biasa saja
Pada
umumnya
tidak
puas
Tidak
bahagia
Buruk
sekali
Seandainya Anda harus
enghabiskan sisa hidup
dengan fungsi kencing
seperti saat ini, agaimana
perasaan Anda?
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).1
3. Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.1
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba
massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.1 Pemeriksaan colok dubur atau
Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada
BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan
kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan
ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi
dan ada tidaknya nodul.1,4,9
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba
ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul,
dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.1
20
Gambar 4. Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih.1 Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih
sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis
menyebabkan infeksi dan urolithiasis.1,9 Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari
jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel
uroteliumyang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi
adanya diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli.
Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA).1
Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya :
• kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
• memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan
indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter
bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
21
• penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel, atau
sakulasi buli-buli
Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH.1 Pemeriksaan
USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui
besar dan volume prostat , adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna
sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah
residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans
Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun
kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.(purnomo, de jong)
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur:1,9
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan pemeriksaan
ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.
3.4 PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi:
- memperbaiki keluhan miksi
- meningkatkan kualitas hidup
- mengurangi obstruksi infravesika
- mengembalikan fungsi ginjal
- mengurangi volume residu urin setelah miksi
- mencegah progressivitas penyakit
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu keluhan
ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien hanya diberikan
edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk keluhan :1
- Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
- Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat)
22
- Kurangi makanan pedas atau asin
- Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Medikamentosa
Tujuan:
- mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik α blocker
- mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon
testosterone melalui penghambat 5α-reduktase
• Selain itu, masih ada terapi fitofarmaka yang masih belum jelas
mekanisme kerjanya.1
3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan:
• Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
• Mengalami retensi urin
• Infeksi Saluran Kemih berulang
• Hematuri
• Gagal ginjal
• Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi
saluran kemih bagian bawah
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan:
Transurethral reseksi prostat (TURP)
TURP telah menjadi prosedur umum untuk pembesaran prostat selama bertahun-
tahun, dan merupakan operasi yang dibandingkan perlakuan lainnya. Dengan TURP,
dokter bedah tempat lingkup yang menyala khusus (resectoscope) ke dalam uretra Anda
dan menggunakan alat pemotong kecil untuk menghapus semua kecuali bagian luar
prostat (reseksi prostat. TURP umumnya mengurangi gejala cepat; kebanyakan pria
memiliki aliran urin kuat dalam beberapa hari. Setelah TURP, ada risiko pendarahan,
infeksi, dan Anda mungkin memerlukan kateter untuk menguras kandung kemih Anda
selama tiga sampai lima hari setelah prosedur. Anda akan bisa hanya melakukan
kegiatan ringan sampai Anda sembuh. Prosedur ini umumnya digunakan untuk
mengobati prostat lebih kecil. Namun, lebih baru dan kurang perawatan invasif (terapi
23
minimal invasif) menjadi lebih umum. Operasi minimal invasif pada umumnya
memiliki risiko yang lebih rendah dari efek samping atau komplikasi, dan memerlukan
waktu pemulihan kurang dari tidak TURP atau jenis operasi invasive.Meskipun
demikian, TURP masih merupakan pilihan pengobatan terbaik untuk beberapa orang.
Transurethral sayatan dari prostat (TUIP atau TIP)
operasi ini adalah pilihan jika Anda memiliki kelenjar prostat agak membesar
atau kecil, terutama jika Anda memiliki masalah kesehatan yang membuat operasi lain
terlalu berisiko. Seperti TURP, TUIP melibatkan instrumen khusus yang dimasukkan
melalui uretra. Tapi bukannya menghilangkan jaringan prostat, ahli bedah membuat satu
atau dua luka kecil di kelenjar prostat untuk membuka saluran di uretra - sehingga lebih
mudah untuk urin melewatinya.
Open prostatektomi
Jenis operasi ini umumnya dilakukan jika Anda memiliki prostat sangat besar,
kandung kemih kerusakan atau faktor komplikasi lain, seperti batu kandung kemih. Ini
disebut terbuka karena ahli bedah membuat sayatan di perut bagian bawah untuk
mencapai prostat. Buka prostatektomi adalah pengobatan yang paling efektif untuk pria
dengan pembesaran prostat yang parah, tetapi memiliki resiko tinggi efek samping dan
komplikasi. Pada umumnya memerlukan kunjungan singkat di rumah sakit dan
berhubungan dengan risiko tinggi memerlukan transfusi darah.
Operasi Pembedahan laser
Laser (juga disebut terapi laser) menggunakan energi laser tinggi untuk
menghancurkan atau menghapus jaringan prostat lebatLaser bedah umumnya segera
meredakan gejala dan memiliki risiko efek samping yang lebih rendah daripada TURP.
Beberapa operasi laser dapat digunakan pada pria yang tidak harus memiliki prosedur
prostat lain karena mereka mengambil obat pengencer darah.
Pembedahan laser dapat dilakukan dengan berbagai jenis laser dan dengan cara yang
berbeda.
24
• Prosedur Ablatif (termasuk penguapan) menghapus jaringan prostat menekan
uretra dengan membakar begitu saja, sambil aliran urin. prosedur ablatif dapat
menyebabkan iritasi gejala urin setelah operasi dan mungkin perlu diulang di
beberapa titik.
• Prosedur Enucleative serupa untuk membuka prostatektomi, tapi dengan risiko
yang lebih sedikit. Prosedur ini biasanya menghapus semua prostat jaringan
memblokir aliran urin, dan mencegah pertumbuhan kembali jaringan. Salah satu
manfaat dari prosedur enucleative adalah bahwa jaringan prostat dihapus dapat
diperiksa untuk kanker prostat dan kondisi lainnya.
Jenis pembedahan laser meliputi:
• Ablasi laser Holmium dari prostat (HoLAP)
• Visual laser ablasi dari prostat (VLAP)
• Laser Holmium enucleation dari prostat (HoLEP)
• Fotosensitif penguapan dari prostat (PVT)
VESICOLITHIASIS
A. Definisi
Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan
(ginjal, ureter,kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal
(Long, 1996:322).
Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat
penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba
akan berhenti dan menetesdisertai dengan rasa nyeri (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong,
1998:1027). Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung
kemih yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung
komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).
Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi
substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau
ketika terdapatdefisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah
terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).
25
Gambar 1. Batu vesica urinaria
B.Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi,
statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu
kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah :
1. Hiperkalsiuria : Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan
karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan
tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis,
dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia : Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam
air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I
(lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan
protein tinggi.
3. Hiperurikosuria : Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat
memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih : Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum : Minuman yang banyak mengandung soda seperti
soft drink, jus apel dan jus anggur.
26
6. Hiperoksalouria : Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari),
kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium
intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang
mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula : Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu
kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asan Urat : Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih
rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit : Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih
dengan organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1.75 % kalsium.
2.15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3.6 % batu asam urat.
4.1-2 % sistin (cystine).
C.Pathofisiologi
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi,
pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan
bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang
disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat
menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis
urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan
mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong,
2001:997).
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
kemudian dijadikan dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):
1. Teori Supersaturasi
Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung
27
terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya
agregasi kristal dan kemudian menjadi batu.
2. Teori Matriks
Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-
5 hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-
kristal sehingga menjadi batu.
3. Teori Kurangnya Inhibitor
Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui
daya kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat
mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila
terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
4. Teori Epistaxy
Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu
jenis batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada
lapisan luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan
mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti
pengendapan kalsium.
5. Teori Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.
D.Manifestasi Klinis
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi
pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis,
kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita
lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer,
2002:1461).
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan.
Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan
menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang
28
punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara
perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri
tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal
adalah:
1. Hematuri.
2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.
3. Demam.
4. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal.
5. Mual.
6. Muntah.
7. Nyeri abdomen.
8. Disuria.
9. Menggigil.
E. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan
fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi
o Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
o Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
o Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
o Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi
pemeriksaan:
1. Urine
o pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme
dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah
29
menyebabkan pengendapan batu asam urat.
o Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan
batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
o Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi
dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
o Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah
terjadi hiperekskresi.
2. Darah
o Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
o Lekosit terjadi karena infeksi.
o Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
o Kalsium, fosfat dan asam urat.
3. Radiologis
o Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.
o Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada
keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan
antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
4. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
5. Riwayat Keluarga
Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran
kemih, jika ada untuk mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah
dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa jenis batu.
F. Penatalaksanaan
Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :
1. Mengatasi SimtomAjarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari
vesikolitiasis, berikanspasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi
koliks ginjal dantidak di kontra indikasikan pasang kateter.
2. Pengambilan Batu
Batu dapat keluar sendiri. Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya
30
melebihi 6 mm.
• Vesikolitolapaksi :
Merupakan salah satu jenis tindakan yang telah lama dipergunakan dalam
menangani kasus batu kandung kemih selain operasi terbuka. Indikasi kontra untuk
tindakan ini adalah kapasitas kandung kemih yang kecil, batu multiple, batu ukuran
lebih dari 20mm, batu keras, batu kandung kemih pada anak dan akses uretra yang
tidak memungkinkan.
Teknik ini dapat dipergunakan bersamaan dengan tindakan TUR-P, dengan tidak
menambah risiko seperti halnya sebagai tindakan tunggal. Angka bebas batu : tinggi
(angka ?). Penyulit : 9-25%, berupa cedera pada kandung kemih.
• Vesikolitotripsi :
a. Elektrohidrolik (EHL)
Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan
batu kandung kemih. Dapat digunakan bersamaan dengan TUR-P. Masalah timbul bila
batu keras maka akan memerlukan waktu yang lebih lama dan fragmentasinya
inkomplit. EHL tidak dianjurkan pada kasus batu besar dan keras.
Angka bebas batu : 63-92%.
Penyulit : sekitar 8%, kasus ruptur kandung kemih 1,8%.
Waktu yang dibutuhkan : ± 26 menit.
b. Ultrasound ;
Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih,
dapat digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan dan biaya
tidak tinggi.
Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm).
Penyulit : minimal (2 kasus di konversi).
Waktu yang dibutuhkan : ± 56 menit.
c. Laser ;
Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu
besar, tidak tergantung jenis batu. Kelebihan yang lain adalah masa rawat singkat dan
tidak ada penyulit.
Angka bebas batu : 100%.
Penyulit : tidak ada.
31
Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.
d. Pneumatik;
Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu kandung
kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL pada kasus batu besar
dan keras.
Angka bebas batu : 85%.
Penyulit : tidak ada.
Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.
• Vesikolitotomi perkutan :
Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada penderita
dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu múltipel. Tindakan ini
indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi daerah
pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen.
Angka bebas batu : 85-100%.
Penyulit : tidak ada.
Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit.
• Vesikolitotomi terbuka :
Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan akses
melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi.
Angka bebas batu : 100%.
• ESWL :
Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan untuk
operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan.
Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi akan menurunkan angka
keberhasilan dan membutuhkan tindakan tambahan per endoskopi sekitar 10% kasus
untuk mengeluarkan pecahan batu.
Dari kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari satu kali
untuk terapi batu kandung kemih.
Angka bebas batu : elektromagnetik; 66% pada kasus dengan obstruksi dan 96% pada
32
kasus non obstruksi. Bila menggunakan piezoelektrik didapatkan hanya 50% yang
berhasil.
• Pedoman pilihan terapi :
Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan
oleh para ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bisa
dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia.
Penggunaan istilah ‘standar’, ‘rekomendasi’ dan ‘opsional’ digunakan berdasarkan
fleksibilitas yang akan digunakan sebagai kebijakan dalam penanganan penderita.
Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm.
1. Litotripsi endoskopik
2. Operasi terbuka
Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm.
1. Operasi terbuka
2. Litotripsi endoskopik
Pedoman untuk batu buli-buli pada anak.
1. Operasi terbuka
2. Litotripsi endoskopik
Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
1. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20mEq
tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal
dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru.
3. Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drink,
kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet
rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
4. Pemberian obatUntuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan
kelainan metabolik yang ada
33
G. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842)
adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pernafasan
Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh
analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi
tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia
terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli
pulmonal.
2. Sistem Sirkulasi
Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya
jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan
syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang
terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan
trombus atau karena trauma pembuluh darah.
3. Sistem Gastrointestinal
Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa
terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut
dan terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi
bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
4. Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena
hilangnya tonus otot.
5. Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi,
buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan
tanda dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada
dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi
bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump
(parotitis).
6. Sistem Saraf
34
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pasien Tn.MA ♂ umur 72 tahun datang ke poli bedah RSUD Kanjuruhan
Kepanjen dengan keluhan sejak ± 2 bulan yang lalu pasien merasakan susah
buang air kecil. Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK, dan terkadang
harus disertai dengan mengedan untuk buang air kacil, pancaran semakin lama
dirasa melemah dan kadang pasien mengalami kencing tiba-tiba berhenti dan
lancar kembali. Sebelumnya pasien juga merasakan anyang-anyangen tapi
sekarang menghilang, pasien menceritakan bahwa dirinya sering bekali-kali ke
kamar kecil dikarenakan hasrat ingin buang air kecil akan tetapi saat di kamar
kecil hanya keluar beberapa tetes saja dan merasa kurang puas, selain itu pasien
mengaku sering terganggu tidurnya dikarenakan kekamar mandi untuk buang air
kecil. Keluhan lain adalah pasien mengaku pernah 1 kali BAK berwarna merah
kecoklatan. Dan sejak 1 minggu terakhir, kadang pasien merasa nyeri di perut
bagian bawah saat BAK. Kemudian pasien memeriksakan diri ke puskesmas dan
dipasang kateter. Jika kateter dilepas, pasien tidak bisa BAK. pasien tidak
merasakan pusing, mual, muntah, BAB (+) normal, panas (-).
Dari Pemeriksaan dalam didapatkan sfingter ani mencengkeram kuat,
mukosa licin, ampula rectum tidak kolaps, teraba prostat kenyal, kanan dan kiri
tidak simetris, nyeri tekan (-), sulcus medianus tidak teraba, tidak berbenjol-
benjol. Dari pemeriksaan urinalisis, didapatkan adanya albuminuria, hematuria
dan leukosituria. Sedangkan hasil pemeriksaan USG didapatkan BPH dan
vesicolithiasis.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: CV.Sagung Seto. 2007. 69-
85
2. Birowo & Rahardjo. Pembesaran Prostat Jinak. 2000.
http://fkui.co.id/urologi/ppj.mht [diakses april 2011]
3. Leveillee. Prostate Hyperplasia, Benign. 2006. http://www.emedicine.com.
[diakses april 2011]
4. Fadlol & Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran Prostat
Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145
5. Anonim. Normal Prostate and Benign Prostate Hyperplasia.
2008.http://www_med_nyu_edu/healthwise/media/medical/nci/cdr0000462221
/jpg.mht
6. Kim & Belldegrun (eds). Urology Dalam Schwartz’s Manual Of Surgery,
8thEdition, Brunicardi et al (eds). USA: Mc Graw-Hill Medical Publishing
Division. 2006. 1036-1060
7. Suryawisesa, Malawat, Bustan. Hubungan Faktor Geografis Terhadap Skor
Gejala Prostat Internasional (IPSS) Pada Komunitas Suku Makassar Usia
Lanjut Tahun 1998. Ropanasuri 1998; XXVI – 4; 1-10
8. Anonim. The Development of Benign Prostate Hiperplasia. 1998.
http://www_lef_org/magazine/graphics/pros1mar98_jpg.mht. [diakses april
2011]
9. Sjamjuhidayat & De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2005. 782
10. Pheonix 5. Transurethral Prostatectomy. 2002.
http://www_phoenix5_org/glossary/graphics-turp/NIDDK/gif.mht [diakses
april 2011]
36