Borang Portofolio SN.doc

24
Borang Portofolio Nama Peserta: dr. Hanny Rusli Nama Wahana: RSUD Bayu Asih Purwakarta Topik: Sindrom Nefrotik Tanggal (kasus): 19 Juni 2013 Nama Pasien: An. A No. RM: Tempat Presentasi: RSUD Bayu Asih Purwakarta Obyektif Presentasi: Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi: Seorang anak perempuan berusia 10 tahun datang dengan keluhan bengkak seluruh tubuh sejak + 1 minggu sebelum ke puskesmas. Tujuan: Melakukan penegakkan diagnosis SN, memberikan penanganan yang tepat terhadap pasien SN

description

Sindrom Nefrotik

Transcript of Borang Portofolio SN.doc

Page 1: Borang Portofolio SN.doc

Borang Portofolio

Nama Peserta: dr. Hanny Rusli

Nama Wahana: RSUD Bayu Asih Purwakarta

Topik: Sindrom Nefrotik

Tanggal (kasus): 19 Juni 2013

Nama Pasien: An. A No. RM:

Tempat Presentasi: RSUD Bayu Asih Purwakarta

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: Seorang anak perempuan berusia 10 tahun datang dengan keluhan bengkak seluruh tubuh sejak + 1 minggu sebelum ke puskesmas.

Tujuan: Melakukan penegakkan diagnosis SN, memberikan penanganan yang tepat terhadap pasien SN

Page 2: Borang Portofolio SN.doc

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama:An. A Nomor Registrasi

Nama klinik: R. Kemuning RSUD Bayu Asih Telp: - Terdaftar sejak: 19 Juni 2013

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:Pasien seorang anak berusia 10 tahun datang ke IGD dengan keluhan bengkak di seluruh tubuhnya sejak + 1 minggu yang lalu. Bengkak ini timbul secara tiba-tiba. Mula-mula bengkak terlihat di kelopak mata terutama pada pagi hari saat pasien bangun dari tidur dan berkurang siang harinya. Bengkak kemudian menjalar ke perut dan kedua tungkai. Keluhan bengkak disertai dengan adanya sesak napas saat tidur. Nafsu makan pasien menurun. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, dan adanya demam. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi obat maupun makanan. BAK : jumlah dan frekuensi berkemih menurun, warna urin menjadi kuning keruh, berbusa, tidak nyeri. BAB : frekuensi, konsistensi, dan warna dalam batas normal.

2. Riwayat Pengobatan: Pasien langsung berobat ke IGD RSUD Bayu Asih Purwakarta

3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

4. Riwayat keluarga: tidak anggota keluarga sakit seperti ini sebelumnya

Page 3: Borang Portofolio SN.doc

5. Riwayat pekerjaan: -

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN)

7. Riwayat imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus):

Tidak dilakukan imunisasi waktu kecil

8. Lain-lain: (diberi contoh : PEMERIKSAAN FISIK, PEMERIKSAAN LABORATORIUM dan TAMBAHAN YANG ADA, sesuai dengan FASILITAS WAHANA)

PEMERIKSAAN FISIK: (15/5/2013)

Kesadaran compos mentis, GCS 15; Tekanan darah 120/80 mmHg; Nadi 86x/menit, regular; Respirasi 24x/menit; Suhu 36,5 ˚C; BB : 35 kgKepala : Mata : edema palpebra +/+Abdomen : cembung, soepel, hepar/lien tidak teraba membesar, BU (+) normal, NT(-)Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema kedua tungkai +/+ (pitting edema)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM: (16/5/2013)Hb : 13,1 g/dlHt : 39,1 %Leukosit : 6.400/mm3

Trombosit : 215.000/mm3

Urinalisis Warna : kuning Sedimen :Kejernihan : keruh - Leukosit : 50-75/LPBBerat jenis : 1,030 - Eritrosit : 8 – 15/LPB pH : 7 - Epitel : 5 - 10Albumin : 3+ - Silinder : granuler : 1- 3 Hyalin : 1- 4

- Kristal : oxalate muda

Page 4: Borang Portofolio SN.doc

Daftar Pustaka: (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK)

1. Cetish, Theodore C., Prober, Charles G. 2007. Chapter 527 – Nephrotic Syndrome. In: Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics. 16th Ed. US: Saunders Elsevier.

2. .2. Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi dkk. 2009. Sindroma Nefrotik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: FKUI. Hal 999.

3. Herry Ganna, dan Heda Melinda. 2005. Sindroma Nefrotik. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi – Ilmu Kesehatan Anak. Ed. 3. Bandung: FK-UNPAD. h.536-538.

Hasil Pembelajaran:

1. SubjektifPasien seorang anak berusia 10 tahun datang ke IGD dengan keluhan bengkak di seluruh tubuhnya sejak + 1 minggu yang lalu. Bengkak ini timbul secara tiba-tiba. Mula-mula bengkak terlihat di kelopak mata terutama pada pagi hari saat pasien bangun dari tidur dan berkurang siang harinya. Bengkak kemudian menjalar ke perut dan kedua tungkai. Keluhan bengkak disertai dengan adanya sesak napas saat tidur. Nafsu makan pasien menurun. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, dan adanya demam. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi obat maupun makanan.BAK : jumlah dan frekuensi berkemih menurun, warna urin menjadi kuning keruh, berbusa, tidak nyeri. BAB : frekuensi, konsistensi, dan warna dalam batas normal.

Riwayat Pengobatan: Pasien langsung berobat ke IGD Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan seperti ini.

2. ObjektifPada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan compos mentis. Tanda-tanda vital dalam batas normal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan: Ditemukan edema palpebral dan edema kedua tungkai, serta pada abdomen cembung Pada urinalisis ditemukan adanya protein dan albumin

Page 5: Borang Portofolio SN.doc

3. Assessment

Sindroma nefrotik didefinisikan adalah penyakit/sindrom yang mengenai glomerulus, ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif (≥3.5g/hr), hipoalbuminemia, dengan atau tanpa hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia.

Etiologi1) Penyebab primer

Umumnya tidak diketahui penyebabnya dan terdiri dari sindrom nefrotik idiopatik dengan kelainan histologik menurut pembagian ISKDC. Berdasarkan histopatologis dengan pemeriksaan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan:

1. Kelainan minimal (85%)Tampak foot processus sel epitel berpadu, dengan imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau imunoglobulin beta -1C pada dinding kapiler glomerulus.

2. Nefropati membranosaSemua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Jarang ditemukan pada anak. Prognosanya jelek.

3. GlomerulonefritisSindroma nefrotik dapat berkembang selama perjalanan setiap tipe glomerulonefritis tetapi paling lazim adalah berkaitan dengan glomerulonefritis membranosa, membranoproliferatif, pasca streptokokus, lupus, infeksi kronis (termasuk malaria dan skistomiosis) dan pupura anafilaktoid. Meskipun terjadinya sindroma nefrotik sekunder dapat menunjukkan parahnya penyakit glomerulus, sindroma nefrotik seringkali membaik jika nefritisnya membaik.

4. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini terjadi sklerosis glomerulus, sering disertai dengan atropi tubulus.

2) Penyebab sekunder berasal dari luar ginjal, dari penyakit kelainan: Sistematik

Penyakit kolagen seperti Lupus Eritematosus Sistemik, Henoch Schonlein Purpura Penyakit Pendarahan: Sindrom Hemolitik Uremik Penyakit Keganasan: Penyakit Hodgkin, Leukemia

Infeksi: Malaria, Schistosomiasis mansoni, lues, Endokarditis bakterialis subakut, cytomegalic inclusion disease.

Metabolik: Diabetes mellitus, amyloidosis

Page 6: Borang Portofolio SN.doc

Obat-obatan/allergen: Trimethadion, paramethadion, probenecid, tepung sari, gigitan ular/serangga, vaksin polio, obat pereda nyeri yang

menyerupai aspirin, heroin intravena, penisilamin, dan cahaya matahari.

3) Sindroma nefrotik bawaanDiturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.

Klasifikasio Berdasarkan etiologi: idiopatik, primer, sekundero Berdasarkan histopatologi: perubahan minimal, perubahan non minimalo Berdasarkan respon terhadap steroid: steroid responsif, tidak responsif steroid. Umumnya sindrom nefrotik infantil diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria seperti presentasi klinis, riwayat keluarga, hasil laboratorium, gambaran histologi, dan genetic molekular. Sindrom nefrotik infantil ini dapat bersifat primer dan sekunder.

Sindrom nefrotik infantil primer, terdiri dari: 1. Sindrom nefrotik idiopatik yang terdiri dari:

Sindrom nefrotik kelainan minimal Glomeruloskelerosis fokal segmental Glomerulonefritis membranosa

2. Sklerosis mesangial difus (SMD, diffuse mesangial sclerosis) 3. Sindrom nefrotik infantil yang berhubungan dengan sindrom malformasi:

Sindrom Denys-Drash (SDD) Sindrom Galloway-Mowat Sindrom Lowe

  4. Sindrom nefrotik infantil sekunder atau didapat yang terjadi karena: Infeksi : sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubella, malaria toksoplasmosis, HIV. Toksik : merkuri yang menyebabkan immune-complex-mediated epimembranous nephritis Lupus Eritematosus sistemik Sindrom hemalitik uremik Reaksi obat Nefroblastoma atau tumor wilms.

 

Page 7: Borang Portofolio SN.doc

  5. Sindrom nefrotik secara gambaran histologik International Collaboratif Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) telah menyusun klasifikasi histopatologik Sindrom Nefrotik Idiopatik atau disebut juga SN Primer sebagai berikut:

1) Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)2) Glomerulosklerosis fokal3) Glomerulonefritis ploriferatif yang dapat bersifat:

Difus eksudatif Fokal Pembentukan crescent (bulan sabit) Mesangial Membranoproliferatif

1) Nefropati membranosa2) Glomerulonefritis kronik

Kelima bentuk kelainan histologik diatas termasuk sindrom nefrotik idiopatik.

Sindrom Nefrotik menurut terjadinya:1. Sindrom Nefrotik Kongenital

Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir prematur (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria massif dan hiperkolesterolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan kongenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal karena infeksi sekunder atau gagal ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi.

2. Sindrom Nefrotik yang didapat:Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.

Page 8: Borang Portofolio SN.doc

Patofisiologi

Teori klasik (teori underfilled) mengenai terjadinya edema pada pasien SN ialah menurunnya tekanan onkotik intravaskuler yang menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glomerulus, albumin keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial yang menyebabkan terbentuknya edema.

Kelainan glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik plasma ↓

Volume plasma ↑

Retensi renal sekunder ↑

Edema

Terbentuknya edema menurut teori underfilled

Page 9: Borang Portofolio SN.doc
Page 10: Borang Portofolio SN.doc

Akibat pergeseran cairan ini, volume plasma total dan volume darah arteri dalam peredaran menurun dibanding volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini merupakan usaha tubuh untuk menjaga volume dan tekanan intravaskuler agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan yang secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya mengencerkan protein plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat keseimbangan hingga edema stabil.Dengan teori underfilled ini diduga terjadi kenaikan kadar renin plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak ditemukan pada semua pasien dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukkan meningkatnya volume plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, menimbulkan konsep teori overfilled.

Kelainan glomerulus

Retensi Na renal primer

Albuminuria Hipoalbuminemia

Volume plasma ↑

Edema

Terjadinya edema menurut teori overfilled

Menurut teori ini, retensi natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraselular. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam ruang interstisial. Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang tinggi

Page 11: Borang Portofolio SN.doc

dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun sekunder terhadap hipovolemia.

Page 12: Borang Portofolio SN.doc

Akibat pergeseran cairan ini, volume plasma total dan volume darah arteri dalam peredaran menurun dibanding volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini merupakan usaha tubuh untuk menjaga volume dan tekanan intravaskuler agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan yang secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya mengencerkan protein plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke ruang interstisial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat keseimbangan hingga edema stabil.Dengan teori underfilled ini diduga terjadi kenaikan kadar renin plasma dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak ditemukan pada semua pasien dengan SN. Beberapa pasien SN menunjukkan meningkatnya volume plasma dengan tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, menimbulkan konsep teori overfilled.

Kelainan glomerulus

Retensi Na renal primer

Albuminuria Hipoalbuminemia

Volume plasma ↑

Edema

Terjadinya edema menurut teori overfilled

Menurut teori ini, retensi natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraselular. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam ruang interstisial. Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun sekunder terhadap hipovolemia.

Page 13: Borang Portofolio SN.doc
Page 14: Borang Portofolio SN.doc

Gejalan KlinikGejala awal Sindrom Nefrotik dapat berupa:

1. Berkurangnya nafsu makan2. Pembengkakan kelopak mata3. Nyeri perut4. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air5. BAK berbusa

Edema merupakan gejala utama, bervariasi dari bentuk ringan sampai berat dan merupakan gejala satu-satunya yang tampak. Edema mula-mula tampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat atau anasarka sering disertai edema pada genetalia eksterna. Edema pada perut terjadi karena penimbunan cairan. Sesak napas terjadi karena adanya cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Gejala yang lainnya adalah edema lutut dan kantung zakar (pada pria). Edema yang terjadi seringkali berpindah-pindah, pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata atau setelah berjalan, cairan akan tertimbun di pergelangan kaki. Pengecilan otot bisa tertutupi oleh edema. Selain itu edema anasarka ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus.

Kriteria DiagnosisSecara klinis SN terdiri dari:

o Edemao Proteinuria masif (urin bang atau dipstik/kualitatif ≥ +2, kuantitatif > 2g/hr atau protein > 40mg/m2/jam)o Rasio protein : kreatinin > 2,5o Hipoalbuminemia (<2,5g/dL)o Dengan atau tanpa hiperlipidemia/hiperkolesterolemia.

Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI). Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi sindrom nefrotik infantil dan sindrom nefrotik kongenital. Sindrom nefrotik infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang terjadi setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan sedangkan sindrom nefrotik yang terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik kongenital (SNK) yang didasari kelainan genetik. Kelainan histologis sindrom nefrotik idiopatik (SNI) menunjukan kelainan-kelainan tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut minimal change nephrotic syndrome atau sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) atau sering disebut NIL (Nothing In Light Microscopy) disease.

Page 15: Borang Portofolio SN.doc

Pemeriksaan Laboratorium1) Urin

Albumin: Kualitatif: ++ sampai ++++Kuantitatif: >50 mg/KgBB/hari (diperiksa memakai reagen ESBACH)Sedimen: oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.Hal tersebut diatas dikatakan sebagai proteinuria atau dapat juga disebut albuminuria. Albumin adalah salah satu jenis protein. Ada dua sebab yang menimbulkan proteinuria, yaitu: permeabilitas kapiler glomelurus yang meningkat akibat kelainan atau kerusakan membran basal glomerulus dan reabsorpsi protein di tubulus berkurang. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan membran basal glomerulus, maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat glomerulus. Jadi yang diukur adalah index selectivity of proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur rasio antara clearance IgG dan cleareance transferin.ISP = Clearance IgG / cleareance transferinBila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (highly selective proteinuria) yang secara klinik menunjukan:

Kerusakan glomerulus ringan Respon terhadap kortikosteroid baik

Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (poorly selective proteinuria) yang secara klinik menunjukkan: Kerusakan glomerulus berat Tidak respon terhadap kortikosteroid

2) Darah Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:

Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100ml) Albumin menurun (N : 4-5,8 mg/100ml). Hal ini disebut sebagai hipoalbuminemia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5

gram/100 ml). SN kelainan ini dapat disebabkan oleh: Proteinuria Katabolisme protein yang berlebihan Defisiensi nutrisi

Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme ini merupakan faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari proteinuria (albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake berkurang yang dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 gram/100ml.

α1 globulin normal (N : 0,1-0,3 gm/100ml)

Page 16: Borang Portofolio SN.doc

α2 globulin meninggi (N : 0,4-1 gm/100ml) β globulin normal (N : 0,5-0,9 gm/100ml) γ globulin normal (N : 0,3-1 gm/100ml) Rasio albumin/globulin < 1 (N : 3/2) Komplemen c3 normal/rendah (N : 80-120mg/100ml) Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin normal Hiperkolesterolemia bila kadar kolesterol > 250mg/100ml. Akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh

karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi dalam darah, tetapi juga konsituen lemak yang lain yaitu: Low density lipoprotein (LDL) Very low density lipoprotein (VLDL) Trigliserida baru meningkat bila plasma albumin < 1 gram/100ml

Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintetis albumin ini, sel-sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN, aktivitas enzim ini terhambat dengan adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein dalam urin. Jadi hiperkolesterolemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.

KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada penderita sindrom nefrotik adalah: 1. Infeksi sekunder 

Berbagai macam infeksi, termasuk pneumococcal pneumonia. Beberapa penyebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah :

1. Kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia2. Defisiensi protein secara umum3. Gangguan opsonisasi terhadap bakteri4. Hipofungsi lien, dan5. Akibat pengobatan imunosupresif

2. PeritonitisStreptococcus pneumonia merupakan penyebab pada sebagian pasien dan seperempat lainnya oleh kuman E. coli

3. Infeksi kulitErupsi erisipeloid pada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan ini berbatas tegas, tetapi kurang menonjol seperti pada erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit ini dibiak.

Page 17: Borang Portofolio SN.doc

4. Syok  : terjadi terutama hipoalbuminemia berat (< 1mg/100ml) yang menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.5. Trombosis vaskuler/tromboemboli/emboli pulmo, trombosis vena renalis : karena gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi

peninggian fibrinogen atau faktor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi pada sistem vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid. Diduga angka kejadian komplikasi ini sebesar 1,8 % pada anak.

6. Peningkatan risiko aterosklerosis7. Pertumbuhan abnormal dan malnutrisi

Pertumbuhan badan sangat menurun dan terhenti sama sekali pada anak dengan SN yang tidak dikontrol. Namun tidak ada sisa gangguan pertumbuhan pada pasien yang sembuh, dan kebanyakan anak menunjukkan pertumbuhan kompensasi, dan kembali ke laju pertumbuhan semula sesudah remisi jangka lama.Penyebab utama retardasi pertumbuhan pada pasien dengan SN tanpa diberikan kortikosteroid adalah malnutrisi protein, kalori, kurang nafsu makan sekunder, hilangnya protein dalam urin dan malabsorbsi karena edema saluran gastrointestinal. Sekarang penyebab utama adalah karena pengobatan dengan kortikosteroid. Pengobatan kortikosteroid dosis tinggi dan waktu lama dapat memperlambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier, terutama apabila dosis melampaui 5 mg/m2/hari. Pada saat ini untuk mencegah gangguan pertumbuhan ialah mencegah pemberian pengobatan kortikosteroid terlalu lama dan tidak perlu, disamping dosis tinggi, diupayakan meningkatkan pemberian kalori dan protein secukupnya dan sedapat mungkin mengurangi stres psikologis.

8. Gagal ginjal9. Dehidrasi10. Perubahan hormon dan mineral

Pada pasien SN berbagai gangguan hormon timbul karena protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) pada beberapa pasien SN dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria. Hipokalsemia pada SN disebabkan oleh albumin serum yang rendah, dan berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan menetap. Hipokalsiuria juga dapat terjadi, namun dapat kembali normal dengan membaiknya proteinuria.

11. AnemiaAnemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien SN. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemianya terjadi karena pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun karena hilangnya protein ini di urin dalam jumlah besar.

12. Gangguan tubulus renalHiponatremi sering ditemukan pada anak dengan SN. Keadaan ini sering disebabkan oleh retensi air karena kekurangan natrium.

Page 18: Borang Portofolio SN.doc

Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi penyebab sindrom nefrotik dapat menyembuhkan sindrom ini. Jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya: penyakit Hodgkin atau kanker lainnya), maka mengobatinya akan mengurangi gejala ginjal. Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium dengan jumlah yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Terlalu banyak protein akan meningkatkan kadar protein dalam urin. ACE inhibitor (misalnya captopril, lisinopril) biasanya menurunkan pembuangan protein dalam kandung kemih dan menurunkan konsentrasi lemak dalam darah. Tetapi penderita yang mempunyai kelainan fungsi ginjal yang ringan atau berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium darah. Jika cairan tertimbun di perut, untuk mengurangi gejala dianjurkan makan dalam porsi kecil tetapi sering.  Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretik. Diuretik juga dapat mengurangi penimbunan cairan dan mengurangi pembengkakan jaringan, tetapi bisa meningkatkan resiko terbentuknya pembekuan darah.Pengobatan Umum

1. Diet harus banyak mengandung protein dan tinggi kalori. Protein 3-5 gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema berat. Bila tanpa edema diberi 1-2 gr/hari. Pembatasan cairan terjadi bila terdapat gejala gagal ginjal.

2. Aktivitas: tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi. Bila edema sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka aktifitas fisik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Sebaliknya tanpa ada aktifitas dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi kejiwaan anak.

3. Diuretik: pemberian diuretik untuk mengurangi edema terbatas pada anak dengan edema berat, gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal atau obstruksi uretra yang disebabkan oleh edema hebat ini. Pada beberapa kasus SN yang disertai edema anasarka, dengan pengobatan kortikosteroid tanpa diuretik, edema juga menghilang. Metode yang lebih aktif dan fisiologik untuk mengurangi edema adalah yang merangsang diuresis dengan pemberian human albumin 25% (salt poor albumin) 0,5-1 gr/kgBB/IV tiap 6-12 jam dalam 1-2 jam yang disusul kemudian oleh furosemid I.V 1-2 mg/kgBB/hari (diberikan jika restriksi cairan dan diuretik parenteral tidak efektif). Pengobatan ini bisa diulangi selama 6 jam bila perlu.Komplikasi terapi albumin parenteral dengan rapid infusion: volume overload simptomatik, hipertensi, dan gagal jantung. Diuretik yang biasa dipakai adalah diuretik jangka pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. HCT 10 mg/kg/iv tiap 12 jam atau metolazone 0.1 mg/kg/p.o. 2dd) diikuti furosemide 30 menit kemudian 1-2 mg/kg/IV tiap 12 jam

Pemakaian diuretik yang berlangsung lama dapat menyebabkan: Hipovolemia Hipokalemia Alkalosis Hiperurikemia

Monitor status volume, keseimbangan elektrolit serum, fungsi ginjal.

Page 19: Borang Portofolio SN.doc

4. Antibiotik: hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder.5. Pengobatan dengan kortikosteroid

Pengobatan dengan kortikosteroid terutama diberikan pada SN yang sensitif terhadap kortikosteroid yaitu pada SNKM. - Onset 1-8 tahun biasanya perubahan minimal dan responsif terhadap steroid terapi steroid dapat diberikan walaupun tanpa

biopsi ginjal. - Anak dengan gejala kelainan minimal kurang menonjol (hematuria, hipertensi, insufisiensi ginjal, hipokomplementemia, umur <

1th atau > 8 th) biopsi ginjal sebelum terapi. - Kortikosteroid (prednisone/prednisolon)

Tahap I (4 minggu pertama) : 60mg/m2/hr (2mg/kgBB) dibagi dalam 3-4 dosis, diteruskan selama 4 minggu (max 80mg/hr).Tahap II (4 minggu kedua) : 40 mg/m2/hr diberikan secara alternate (selang sehari) dosis tunggal setelah makan pagi.

o Sensitif steroid bila menunjukkan hasil remisi pada pengobatan 8 minggu. o Resisten steroid jika proteinuria (> 2+) menetap setelah 8 minggu biopsi ginjal. o Steroid dependent jika penderita relaps selama terapi steroid yang diberikan secara alternate atau selama 28 hari

pemberhentian steroid .o Relaps frekuen penderita yang berespon baik terhadap terapi prednisone tapi relaps > 4x dalam periode 12 bulan.

Bila relaps: 60mg/m2/hr (2mg/kgBB) dibagi dalam 3-4 dosis sampai 3 hari berturut-turutproteinuria -/±, lalu diteruskan dengan tahap IIKriteria remisi : edema menghilang, proteinuria (trace atau negatif) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

Pada SN yang relaps frekuen atau tidak sensitif terhadap kortikosteroid : - Siklofosfamid: 2-3mg/kgBB/hari dosi tunggal selama 8-12 minggu, bersama prednison 40 mg/m2/hari secara alternate. (Efek

samping → periksa leukosit tiap minggu, jika leukosit < 3.000/m3, stop obat, lanjutkan lagi jika leukosit > 5.000/m3)- Levamisol : 2-3 mg/kgBB/hari selang sehari (6-18 bulan)- Siklosporin A : 4-5 mg/kgBB/hari minimal 1 tahun- Klorambusil : 0,15-0,2mg/kgBB/hari selama 8 minggu

Anak-anak dengan episode SN pertama dan edema ringan-sedang rawat jalan Bila terdapat edema berat termasuk efusi pleura, ascites atau edema genital berat rawat inap

Prognosis Sebagian besar anak-anak SN yang responsif steroid dapat mengalami relaps, dimana secara keseluruhan frekuensinya akan berkurang seiring bertambahnya usia. Anak-anak dengan SN yang resisten steroid mempunyai prognosis lebih jelek, yaitu dapat berkembang menjadi gangguan ginjal yang progresif (GGK).

Page 20: Borang Portofolio SN.doc

Prognosisnya tergantung kepada penyebabnya, usia penderita dan jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati atau obat-obatan. Prognosis biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid. Anak yang lahir dengan sindrom ini jarang bertahan hidup sampai 1 tahun, beberapa diantaranya bisa bertahan setelah menjalani dialisa atau pencangkokan ginjal. Prognosis yang paling baik ditemukan pada Sindroma Nefrotik akibat Glomerulonefritis yang ringan, 90% penderita anak memberikan respon yang baik terhadap pengobatan jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal meskipun cenderung bersifat sering kambuh. Tetapi setelah 1 tahun bebas gejala, jarang terjadi kekambuhan.

Page 21: Borang Portofolio SN.doc

Plan : A. Diagnosis Diagnosis kerja: Sindrom Nefrotik

Pada kasus ini diagnosis Sindrom Nefrotik ditegakkan berdasarkan: 1. Edema anasarka2. BAK yang sedikit, kuning keruh, berbusa3. Proteinuria (+) : albumin 3+ 4. Eritrosit pada pemeriksaan urine (+ +)

B. Pengobatan o Rawat inap untuk evaluasi diagnostik awal dan rencana terapi o Konsultasi bagian gizi

Diet rendah garam (1-2 g/hr) dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Pembatasan asupan protein (0,8-1,0 g/kgBB/hr) untuk mengurangi proteinuria dan mencegah terjadinya gagal ginjal kronik.

o Untuk proteinuria ACE-I atau antagonis reseptor angiotensin II.o Kortikosteroid (prednison/prednisolon)

Tahap I (4 minggu pertama) : 60 mg/m2/hr (2 mg/kgBB) dibagi dalam 3-4 dosis, diteruskan selama 4 minggu (max. 80 mg/hari).

C. Edukasi - Informed consent pada anggota keluarga tentang keadaan dan penyakit pasien. - Pasien disarankan dirawat inap agar bisa diberikan obat-obatan yang diberikan melalui jalur darah. Selain itu, keadaan pasien

dapat terkontrol dengan lebih baik. - Kepatuhan meminum obat, pemantauan efek samping obat, dan kontrol teratur sesuai jadwal yang diberikan.

Page 22: Borang Portofolio SN.doc