Borang Portofolio OBGYN
-
Author
voltvoltics -
Category
Documents
-
view
52 -
download
4
Embed Size (px)
description
Transcript of Borang Portofolio OBGYN
BAB I
PENDAHULUANLatar BelakangKasus mioma uteri sering terjadi di masyarakat. Penelitian Ran Oket-al(2007) di Pusan Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17% kasus mioma uteri dari 4784 kasus-kasus bedah ginekologi yang diteliti. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Joedosaputro, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan Karel Tangkudung (1977) di Surabaya angka kejadian miomauteri adalah sebesar 10,30%, sebelumnya di tahun 1974 di Surabayapenelitian yang dilakukan oleh Susilo Raharjo angka kejadian mioma uteri sebesar 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat (Yuad,2005).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukanlebih banyak.Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelummenarche. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masihbertumbuh. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39%-11,7% pada semuapenderita ginekologi yang dirawat (Saifuddin, 1999).
Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan pada uterusnya. Diperkirakan hanya 20%-50% yang menimbulkan gejala klinik, terutamaperdarahan menstruasi yang berlebihan, infertilitas, abortus berulang, dannyeri akibat penekanan massa tumor. Sampai saat ini penyebab pasti miomauteri belum dapat diketahui secara pasti, namun dari hasil penelitian diketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri distimulasioleh hormon esterogen dan siklus hormonal (Djuwantono, 2004).BAB II
PORTOFOLIO KASUS
Borang Portofolio Kasus Kandungan dan Kebidanan
Topik : Mioma Uteri
Tanggal (kasus) : 20 Mei 2015Presenter :dr. Andreas Dhymas DMK
Tanggal Presentasi : 31 Agustus 2015Pendampingdr. I Nyoman Okayasa Sp.OG
Tempat Presentasi :Ruang Perawatan Obsgyn RSD May.Jend. H.M. Ryacudu
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Perempuan, usia 50 thn, nyeri perut, lemas dan keluar darah dari kemaluan.
Tujuan :Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos
Data Pasien :Nama : ny. S, , 50 thn, BB : 50 kg, TB : 158 cmNo. Registrasi : 14.93.97
Nama Klinik : Obsgyn RSD Ryacudu LampuraTelp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis : Mioma Uteri/ pasien datang dengan keluahan nyeri perut, lemas dan keluar darah dari kemaluan.
Riwayat Pengobatan : Pasien pernah berobat di dokter sebelumnya, sudah dilakukan USG dan didiagnosis mioma uteri
Riwayat Kesehatan/Penyakit: sudah di USG dan didiagnosis mioma uteri pada bulan Februari
Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan : Petani
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada
Riwayat Reproduksi : Os sudah menikah
Lain-lain : Hasil pemeriksaan laboratorium, Hb : 5,4 gr/dl, Leukosit : 6.990/uL, trombosit : 417.000/uL, Hematokrit 18%, SGOT/PT 32/28, Ur/Cr 30/0,9, GDS 153mg/dl
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi mioma uteri
2. Penegakan diagnosa mioma uteri
3. Tatalaksana mioma uteri
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
Pasien datang ke IGD RSUD Ryacudu dengan rujukan dari klinik Prima Medika dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak 2 bulan yang lalu. Darah yang keluar dirasakan pasien banyak. Pasien mengaku mengganti pampers sehari lebih dari 6 kali. Pasien merasakan ada nya massa di bagian perut bagian bawah yang sudah lama. Pasien mengaku riwayat menstruasi 7 hari teratur. Pasien pernah berobat ke dokter dan sudah dilakukan USG dan sudah didiagnosis oleh dokter spesialis kandungan menderita mioma uteri. Pasien mengaku lemas dan nyeri perut serta merasakan adanya benjolan di dalam perut. BAB dan BAK dalam batas normal.
2. Objektif :
Kesan umum :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, Kesadaram : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 100 / 80 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5C (Axilla)
Nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukupStatus Generalis KepalaMesocephali, rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
MataCekung (-/-), Kelopak mata oedema -/-, konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, pupil iskokor kanan dan kiri, refleks cahaya +/+. HidungNafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
TelingaNormotia, discharge (-/-)
MulutSianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), mukosa faring hiperemis (-), bibir kering (+), tonsil T1-T1 tenang.
LeherKGB tidak teraba membesar Thorax
Paru
Inspeksi: simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi (-), subcostal (-), intercostalis (-)Palpasi: vokal fremitus dextra et sinistra samaPerkusi : sonor diseluruh lapang paruAuskultasi: suara nafas bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
: pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi: bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: datarAuskultasi: peristaltik (+) normal
Palpasi: supel, turgor kulit normal, nyeri tekan (+), teraba massa di regio suprapubic, berukuran 7 x 8 cm, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Perkusi: timpani seluruh regio abdomen Genitalia
Tampak darah keluar dari vagina. Anggota gerak Keempat anggota gerak lengkap sempurna
Ekstremitas
Superior
Inferior
Deformitas
- /-
- /-
Akral dingin
- /-
-/-
Akral sianosis
- /-- /-
Ikterik- /-- /-
CRT< 2 detik< 2 detik
Tonus
NormotoniNormotoniPEMERIKSAAN KHUSUS
A. Status Obsteric dan GynecologyPemeriksaan DalamTidak terdapat bukaan, nyeri goyang portio (-), pada handscoon didapatkan bercak darah, keputihan(-). B. Status Antopometri
Berat Badan : 50 kg
Tinggi badan :158 cm
BMI: BB (kg) / TB2 (m) = 20.08
Kesan : normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 20 Mei 2015
Hematologi
Hasil
Rujukan
Hemoglobin
5,4 gr/dl
12-16 g/dl
Golongn darah
Rhesus
OPositif
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
GDSSGOT
SGPT
Ureum
Creatinin6.990 / ul
417.000 / ul
18 %
153 mg/dl32 U/L
28 U/L
30 mg/dl
0,95000 10.000 / ul
150.000 400.000/ul
38 47 %
100-200 mg/dl5 - 40 U/L
5 - 41 U/L
15 39 U/L
0,6 1,1
3. Assesment (penalaran klinis) :
Mioma Uteri
4. Plan :
Rawat inap
IVFD RL 20 gtt makro
Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam Injeksi Ketorolax 1 Amp/8 jam Injeksi Asam Tranexamat 1 Amp/8 jam Konsultasi dr.SpOG
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterinefibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.
1.2. Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara.
1.3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :1. Umur :mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas :lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik :pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
1.4. Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu (12;14)(q15;q24).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. PercobaanLipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulinlike growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen.
Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.1.5. Klasifikasi mioma uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.1. Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius.
Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa
gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat menyebabkan dismenore, namun ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.
Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan.
Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras.
Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentukpusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
1.6. Gejala klinis
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenorea, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah :
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium. Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.
3) Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi
1.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien
b) Imaging
Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi. Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh kearah kavum uteri pada pasien infertil. MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
1.8. Diagnosis BandingDiagnosis banding yang perlu kita pikirkan adalah :
Tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan.
Mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri.
Mioma intramural harus dibedakan dengan khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri.
Tumor solid ovarium.
Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi ke jaringan sekitar yang menyebabkan pelbagai keluhan samar-samar seperti perasaan sebah, makan sedikit terasa cepat kenyang, sering kembung, nafsu makan menurun. Beberapa gejala yang timbul dapat membuat keraguan dalam mendiagnosa mioma karena memberikan beberapa keluhan yang hampir sama. Kecenderungan untuk melakukan implantasi di daerah perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan ascites.
Uterus gravid.
Kelainan bawaan rahim.
Adenomiosis uteri
Adenomiosis secara klinis lebih banyak persamaannya dengan mioma uteri. Adenomiosis lebih sering ditemukan pada multipara dalam masa premenopause, sedangkan endometriosis terdapat pada wanita yang lebih muda dan yang umumnya infertil. Menurut kepustakaan frekuensi adenomiosis berkisar antara 10 47 %. Diagnosis untuk adenomiosis yang akurat sekarang dapat dilakukan dengan tehnik MRI.
Patologi:
Pembesaran uterus pada adenomiosis umumnya difus. Didapat penebalan dinding uterus, dengan dinding posterior biasanya lebih tebal. Uterus umumnya berbentuk simetrik dengan konsistensi padat, dan tidak menjadi lebih besar dari tinju atau uterus gravidus 12 minggu.
Adenomiosis ini sering terdapat bersama-sama dengan mioma uteri. Walaupun jarang, adenomiosis dapat ditemukan tidak sebagai tumor difus melainkan sebagai tumor dengan batas yang nyata. Dalam hal ini kelainan tersebut yang dinamakan endometrioma uteri, sukar dibedakan dari mioma uteri. Gambaran mikroskopik yang khas pada adenomiosis ialah adanya pulau-pulau jaringan endometrium di tengah-tengah otot uterus. Pulau-pulau ini dapat menunjukkan perubahan siklik, akan tetapi umumnya reaksi terhadap hormon-hormon ovarium tidak begitu sempurna seperti endometrium biasa. Walaupun demikian dapat ditemukan kista-kista kecil berisi darah tua di tengah-tengah jaringan adenomiosis. Kadang-kadang kelenjar-kelenjar dari endometrium menunjukkan hiperlasia kistik, bahkan dapat ditemukan sel-sel atipik, akan tetapi keganasan sangat jarang terjadi.
Jaringan otot di sekitar pulau-pulau endometrium mengalami hiperplasia dan hipertrofi dan segala sesuatu memberi gambaran seperti anyaman dengan bintik hitam di dalamnya, tanpa adanya semacam kapsula seperti pada mioma. Kehamilan akan menyebabkan endometrium ektopik ini berubah seperti desidua.
Diagnosis :
Diagnosis adenomiosis dapat diduga, apabila pada wanita berumur sekitar 40 tahun dengan banyak anak, keluhan menoragia dan dismenorea makin menjadi, dan ditemukan uterus yang membesar simetrik dan berkonsistensi padat. Akan tetapi diagnosis yang pasti baru bisa dibuat setelah pemeriksaan uterus pada waktu operasi atau sesudah diangkatnya pada operasi itu.
Endometriosis.
Adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar atau stroma, terdapat di dalam miometrium atau pun di luar uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila di luar uterus disebut endometriosis.
Gambaran Mikroskopis :
Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan ciri ciri khas bagi endometriosis, yakni kelenjar kelenjar dan stroma endometrium, dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin, dan sel sel makrofag berisi hemosiderin.Di sekitarnya tampak sel sel radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi dari jaringan normal di sekelilingnya (jaringan endometriosis).Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium di dalam uterus, dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Akan tetapi besarnya pengaruh tidak selalu sama, dan tergantung dari beberapa faktor, antara lain dari komposisi endometriosis yang bersangkutan (apakah jaringan kelenjar atau jaringan stroma yang lebih banyak), dari reaksi jaringan normal di sekitarnya, dan sebagainya. Sebagai akibat dari pengaruh hormon hormon tersebut, sebagian besar dari sarang sarang endometriosis berdarah secara periodik. Perdarahan yang periodik ini menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila kehamilannya berakhir, rekasi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang endometriosis, dan dengan membaiknya keadaan. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy). Secara mikroskopik endometriosis merupakan suatu kelainan yang jinak, akan tetapi kadang kadang sifatnya seperti tumor ganas. Antara lain bisa terjadi penyebaran endometriosis ke paru paru dan lengan, selain itu bisa terdapat infiltrasi ke bawah kavum Douglasi ke fasia rektovaginal, ke sigmoid, dan sebagainya.
Gambaran klinis :
Gejala gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah : nyeri perut bawah yang rogresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid (dismenorea), dispareunia, nyeri waktu defekasi, khususnya pada waktu haid, poli dan hipermenorea, infertilitas.
Patologi :
Gambaran mikroskopis dari endometriosis sangat variabel. Lokasi yang paling sering terdapat ialah pada ovarium, dan biasanya di sini didapati pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista kista biru kecil sampai kista besar (kadang kadang sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma)
Diagnosis :
Biasanya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dipastikan dengan pemeriksaan laparoskopi. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae posterior, perineum, parut laparotomi, dan sebagainya, biopsi dapat memberi kepastian mengenai diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberikan tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau kandung kencing. Laparoskopi merupakan pemeriksaan yang sangat berguna untuk membedakan endometriosis dengan kelainan kelainan lain di pelvis.
Perdarahan uterus disfungsional
Yaitu perdarahan bukan haid.Yang dimaksudkan di sini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu ; yang pertama dinamakan metroragia , yang kedua menometroragia .Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.Perdarahan-perdarahan dari uterus selain mioma uteri dapat disebabkan oleh kelainan pada :
1. Serviks uteri, sepeti polipus servisitis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisitis uteri.
2. Korpus uteri, seperti polip endometrium , abortus imminens, abortus sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma , subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri.
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik dinamakan perdarahan disfungsional.Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause.Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur di atas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun.Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas , akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit kecuali perdarahan tersebut disebabkan karena sebab-sebab tertentu seperi mioma.
Tumor solid rongga pelvis non ginekologis. Miosarkoma.
USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.
1.9. KomplikasiKomplikasi yang ditimbulkan mioma uteri adalah :
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
Mioma uteri subserosa.
Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Perlengketan pasca miomektomi.5. Terjadi ruptur atau robekan pada rahim.2.0. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma uteri tergantung dari segi umur, paritas, lokasi, dan ukuran tumor.Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan.Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera .
Tindakan-tindakan tersebut terbagi atas :
1. Penangganan konsevatif, bila: mioma yang kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.
Cara penagganan konservatif sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3 6 bulan.
Bila anemia, Hb < 8 g % segera transfusi PRC.
Pemberian zat besi.
Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas pemikiran leiomioma uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen. Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1 3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin di hipofisis akan mengurangi sekresi gonadotropin yang mempengaruhi leiomioma. Efek pengurangan yang dilakukan obat ini terhadap sekresi gonadotropin akan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan : mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Pemberian GnRHa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRHa dihentikan, leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami menopause yang terlambat. Karena keinginan memperoleh anak, maka baru-baru ini progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin. Hormon androgen yang dianggap sebagai hormon laki-laki diberikan sebagai terapi pengobatan yang dapat menghikangkan gejala mioma.
Danazol, obat sintetik yang sama dengan testoteron, dapat menyusutkan myoma, mengurangi ukuran uterus, menghentikan menstruasi dan memperbaiki anemia. Terdapat efek samping seperti pertambahan berat badan, dysphoria (depresi), jerawat, sakit kepala, suara yang berat. Efek samping tersebut membuat banyak wanita enggan memakai obat ini.
Pengobatan lain seperti kontrasepsi oral atau progestin dapat membantu mengontrol perdarahan menstruasi tapi tidak dapat mengurangi ukuran myoma. NSAID, yang bukan pengobatan hormonal, efektif untuk perdarahan vagina yang berat yang tidak berhubungan dengan myoma.
2. Penangganan operatif : dengan melakukan tindakan operasi terhadap pasien.
Berikut beberapa cara penangganan operatif :
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dikerjakan misalnya pada mioma submukosum pada miom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai karena jelas dan mudah dijepit serta diikat. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas, kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30 50 %. Sejauh ini tindakan ini tampaknya aman, efektif dan masih menjadi pilihan terbaik. Miomektomi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadi carcinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan.
Miomektomi dilakukan bila :
Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12 14 minggu.
Pertumbuhan tumor cepat.
Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
Hipermenorea pada mioma submukosa.
Penekanan pada organ sekitarnya.
Miomektomi selama kehamilan
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam kehamilan.Demikian pula tidak dilakukan abortus provokatus. Apabila terjadi degenerasi merah pada mioma, biasanya sikap konservatif dengan istirahat baring dan pengawasan yang ketat memberi hasil yang cukup memuaskan.Antibiotika tidak banyak gunanya karena proses peradangannya bersifat suci hama.Akan tetapi, apabila dianggap perlu , dapat dilakukan laparotomi percobaan dan tindakan selanjutnya disesuaikan dengan apa yang ditemukan waktu perut dibuka.
Miomektomi selama kehamilan harus dibatasi pada mioma yang jelas memiliki tangkai dan dapat djepit dan diikat dengan mudah (Burton dkk, 1989).Mioma jangan dipotong dari uterus selama kehamilan atau saat pelahiran, karena dapat terjadi perdarahan deras dan kadang kadang , terpaksa dilakukan histerektomi.Walaupun Glavind dkk (1990) berkeras bahwa pendekatan agresif tidak akan meningkatkan kematian janin dibandingkan dengan tindakan non bedah, tetapi hal ini masih perlu dibuktikan.Biasanya mioma mengalami involusi nyata setelah pelahiran ; karena itu , miomektomi harus ditunda sampai terjadi involusi. Apabila mioma menghalang-halangi lahirnya janin , harus dilakukan secsio sesarea segera.
Miomektomi Sebelum Kehamilan
Pengangkatan suatu leiomioma intramural sangat berbahaya bagi kehamilan berikutnya.Setelah miomektomi , terjadi peningkatan bermakna risiko ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.Selain itu, ruptur dapat terjadi pada awal kehamilan dan jauh sebelum persalinan (Golan dkk, 1990).Apabila miomektomi menyebabkan defek yang mengenai atau dekat dengan endometrium, kehamilan berikutnya perlu diakhiri sebelum terjadi persalinan aktif.Baru baru ini dilakukan embolisasi arteri pada mioma uteri wanita tidak hamil (Katsumori dkk 1999).Hasil dan penyulit pada kehamilan setelah tindakan ini tidak diketahui.
Miomektomi Setelah Kehamilan
Dalam masa nifas mioma dibiarkan kecuali apabila timbul gejala-gejala akut yang membahayakan.Pengangkatannya dilakukan secepat-cepatnya setelah 3 bulan ; akan tetapi pada saat itu mioma kadang-kadang sudah demikian mengecil sehingga tidak memerlukan pembedahan. Laparoskopik
Satu atau beberapa myoma diangkat menggunakan tehnik laparaskopi atau endoskopi. Laparaskopi dilakukan dengan membuat insisi kecil pada dinding abdomen dan memasukkan laparaskop ke dalamnya. Keuntungannya adalah pasien tidak perlu rawat inap dan penyembuhannya lebih cepat daripada laparatomi. Kerugiaannya adalah dibutuhkan waktu yang lama untuk mengangkat myoma yang besar dari abdomen.
Tampilan dari laparoskopik pelvis yang menunjukkan adanya mioma uteri Penghancuran mioma
Yaitu dengan menghambat suplai darah mioma : miolisis yaitu dengan laparaskop, laser fiber / alat elektrik diletakkan pada fibroma, kemudian pembuluh darah yang memberi makan mioma dibekukan atau digumpalkan, sehingga jaringan myoma yang akan mati dan berangsur-angsur digantikan dengan jaringan parut. Ini lebih mudah dilakukan daripada myomektomi dan penyembuhannya lebih cepat. Uterine Artery Embolization (UAE)
Arteri uterina diinjeksi dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Penting untuk diketahui, setelah dilakukan UAE, kehamilan tidak diperkenankan karena terjadi distorsi signifikan dari lapisan uterus yang dapat menyebabkan implantasi abnormal dan keguguran serta infertilitas dalam waktu yang lama. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan myoma. Keuntungannya adalah tidak ada insisi dan waktu penyembuhannya yang cepat.
Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas.Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik.Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadi karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan.Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat.Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium , kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan sectio caesarea.
Kriteria preopersi menurut American College of Obstericians Gynecologist (ACOG) adalah sebagai berikut :
Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang.
Histerektomi
Perlu disadari bahwa 25 35% dari penderita mioma masih memerlukan histerektomi.Histerektomi adalah pengangkatan uterus , yang umunya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau per vaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umunya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma sevisis uteri.Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya.
Histerektomi dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
a) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau
yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
b) Perdarahan uterus berlebihan :
Perdarahan yang banyak bergumpal gumpal atau terjadi
berulang ulang selama lebih dari 8 hari.
Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
c) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
Nyeri hebat dan akut.
Rasa tertekan pada punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.
Penekanan buli buli dan frekuensi urine yang berulang ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
Penangganan Radioterapi
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita mengalami menopause.Karena itu tindakan ini tidak dilakukan pada wanita muda.
Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif.
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
Bukan jenis submukosa.
Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahanBAB IV
ANALISA KASUS
Bagaimana mendiagnosa Mioma Uteri?
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, diagnosa pasien ini adalah Mioma Uteri.Anamnesa
Pasien datang ke IGD RSUD Ryacudu dengan rujukan dari klinik Prima Medika dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak 2 bulan yang lalu. Darah yang keluar dirasakan pasien banyak. Pasien mengaku mengganti pampers sehari lebih dari 6 kali. Pasien merasakan ada nya massa di bagian perut bagian bawah yang sudah lama. Pasien mengaku riwayat menstruasi 7 hari teratur. Pasien pernah berobat ke dokter dan sudah dilakukan USG dan sudah didiagnosis oleh dokter spesialis kandungan menderita mioma uteri. Pasien mengaku lemas dan nyeri perut serta merasakan adanya benjolan di dalam perut. BAB dan BAK dalam batas normal.
Keluhan pasien sesuai dengan teori bahwa mioma uteri menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak pada pasien hingga mengganti pampers lebih dari 6 kali sehingga menyebabkan anemia dimana gejala anemia yaitu lemas. Pasien juga merasakan adanya massa di bagian perut bagian bawah dan terasa nyeri.Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan pasien yang lemas dan terlihat pucat. Pemeriksaan conjungtiva didapatkan conjungtiva anemis dan pada pemeriksaan abdomen didapatkan adanya massa di regio suprapubic dan dirasakan nyeri tekan, massa berukuran 7x8 cm. Pada pemeriksaan dalam didapatkan tidak adanya pembukaan dan tidak nyeri goyang porsio.
Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa mioma uteri pada pemeriksaan fisik, sering menyebabkan komplikasi berupa anemia yang diakibatkan adnya darah yang mengalir pervaginam dalam jumlah yang banyak. Adanya perabaan massa di abdomen yang mengarahkan ke arah mioma uteri.Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap :
Hb
: 5,4 gr/dl
Leukosit: 6.990/uL
Trombosit: 417.000/uL
Hematokrit: 18%USG Abdomen
Dari hasil laboratorium pasien diatas ditemukan tanda anemia dimana Hb pasien hanya 5,4 mg/dl. Sedangkan dari pemeriksaan penunjang berupa USG abdomen didapatan adanya massa.Bagaimana penatalaksanaan dari mioma uteri?Penatalaksanaan mioma uteri di bagi menjadi 2 yaitu penanganan konservatif dan operatif. Penatalaksanaan mioma uteri tergantung kondisi pasien dan gejala dari mioma uteri itu sendri.Pada pasien ini diberikan penanganan konservatif yaitu dengan pemberian tranfusi darah PRC sebanyak 5 kolf di karenakan HB pasien 10 mg/dl maka akan dilakukan Histerectomy total.BAB V
KESIMPULANBeberapa kesimpulan dapat ditarik dari isi laporan laporan yang ada. Yaitu :
1. Sampai saat ini penyebab pasti mioma uteri belum diketahui.
2. Mioma uteri sangat erat hubungannya dengan infertilitas dari seorang wanita.
3. Mioma uteri sering tidak memberikan gejala klinik yang bermakna, karena itu tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan.
4. Mioma uteri sering ditemukan pada masa reproduksi akhir dan sekitar masa menopause.
5. Faktor predisposisi terjadinya mioma uteri adalah : umur, paritas, ras, genetik, fungsi ovarium.
6. Pertumbuhan mioma selama kehamilan tidak dapat diperkirakan.
7. Implantasi plasenta yang menutupi atau berkontak dengan mioma meningkatkan kemungkinan solusio plasenta, abortus, persalinan preterm, dan perdarahan pasca partum.
8. Mioma multipel meningkatkan insiden malposisi janin dan persalinan preterm.9. Degenerasi mioma mungkin menimbulkan gambaran sonografik khas.10. Insiden sectio sesarea dapat meningkat (Vergani dkk, 1994).
11. Lakukan pengobatan secara konservatif dan operatif bila mioma tersebut menimbulkan gejala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Joedosepoetra MS, Tumor jinak pada alat genital. Dalam : Wiknjosastro H., Syaifuddin A.B., Rachimhadhi, editors. Ilmu Kandungan. Edisi ke 2 Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka; 2005: 338 45.
2. Cunningham F.Gary, F Gant Norman, J Leveno Kenneth, C Gilstrap III Larry,C Hauth John,D Wenstrom Katharine: Obstetri Williams. Edisi ke-21 Vol 2: Tentang Kelainan Saluran Reproduksi. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006: 1031-1035
3. Karim A, Murah Manoe IMS. Miooma Uteri. Dalam: Djuanna AA, et al, editors. Pedoman diagnosis dan terapi. Edisi Pertama. Ujung Pandang; Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi FKUH RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo; 1999: 282 297.
4. Manuaba IBG. Tumor jinak rahim. Dalam: Setiawan, Manuaba IBG, editors. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998: 409 412.
5. Manuaba IBG. Mioma Uteri. Dalam : Manuaba IBG, editor. Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan KB. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998: 600 603.
6. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Mioma uterus. Dalam: Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta; POGIU; 1991: 21 22.
30