Bocah Berdarah Hitam

56
Serial Dewi Ular Bocah Berdarah Hitam Tara Zagita 1 Dongeng sebelum tidur… Sebuah tradisi lama yang sampai sekarang masih ada. Yang berbeda hanya materi ceritanya. Dulu ada dongeng yang paling populer dan digemari anak- anak: "Si. Kancil Mencuri Ketimun". Barangkali jika disesuaikan zaman sekarang materinya berubah, judulnya pun bisa diganti: "Si Kancil Mencuri Sepeda", atau yang lainnya. Secara psikologis seorang anak menyukai suara orang .bertutur di saat menjelang tidur. Kesukaan inendengar orang berceritabisa juga dikarenakan suatu kebiasaan. Barbie mempunyai kebiasaan baru sejak ia tinggal bersarna Rayo Paska, pacarnya Kumala Dewi. Kebiasaan itu adalah mendengarkan dongeng sebelum ia tidur. Maka, ketika Barbie fidur bersama Kumala, anak itu pun menuntut kebiasaan tersebut. Mau tak mau Kumala harus mendongeng sebuah cerita yang dapat meninabobokan gadis kecil berwajah mungil bak wajah boneka itu.

description

Mulai malas menulis deskripsinya.. Jadi agak asal-asalan yg penting 2.

Transcript of Bocah Berdarah Hitam

Serial Dewi Ular

Serial Dewi Ular

Bocah Berdarah Hitam

Tara Zagita

1

Dongeng sebelum tidur Sebuah tradisi lama yang sampai sekarang masih ada. Yang berbeda hanya materi ceritanya. Dulu ada dongeng yang paling populer dan digemari anak-anak: "Si. Kancil Mencuri Ketimun".

Barangkali jika disesuaikan zaman sekarang materinya berubah, judulnya pun bisa diganti: "Si Kancil Mencuri Sepeda", atau yang lainnya. Secara psikologis seorang anak menyukai suara orang .bertutur di saat menjelang tidur. Kesukaan inendengar orang berceritabisa juga dikarenakan suatu kebiasaan. Barbie mempunyai kebiasaan baru sejak ia tinggal bersarna Rayo Paska, pacarnya Kumala Dewi. Kebiasaan itu adalah mendengarkan dongeng sebelum ia tidur. Maka, ketika Barbie fidur bersama Kumala, anak itu pun menuntut kebiasaan tersebut. Mau tak mau Kumala harus mendongeng sebuah cerita yang dapat meninabobokan gadis kecil berwajah mungil bak wajah boneka itu.

"Kalau Kak Mala nggak kasih dongeng aku, kayak Kak Ray, aku nggak mau tidur. Aku Mau meleeeeek... sampai mataku capek."

"Ya, udah... kakak punya cerita nih, ceritanya tentang seekor kancil yang..." "Judulnya dulu dong," protes Barbie.

"Judul .ceritanya apa?"

"Judulnya, ... Si Kancil Membeli Ketimun. Begini..." "Hiiik, hiiik, hiiik.. !" Barbie tertawa cekikikan. Kumala tak jadi menuturkan dongengannya. "Kamu kenapa ketawa? Ntar nggak tidur-tidur lho."

"Habis, Kak Mala ngaco niihh... !

Seingatku, Kak Rayo beberapa kali mendongeng tentang seekor kancil, hmmm, judulnya... Si Kancil Mencuri Ketirnun, bukan Si Kancil Membeli Ketimun "

"Mencuri itu kan perbuatan nggak baik. Merugikan orang lain. Melanggar hokum. Jadi, supaya kamu bisa beaain mana yang baik dan mana yang benar, maka kakak mau cerita: Si Kancil Membeli Ketimun."

"membeli sama mencuri baik yang mana sih?"

"Baik membeli, sebab membeli tidak merugikan orang lain, tapi menguntungkan orang lain. Siapa yang diuntungkan? Pedagang ketimun itulah yang untung. Coba kalau mencuri, pedagang ketimun nggak dapat untung kan? Barang dagangannya malah Hilang." "Iya... kasihan, ya. Kak?" "Kasihan sekali. Nanti anak-anaknya Si pedagang mau dikasih makan apa kalau dagangan ketimunnya dicuriin orang terus, hayo?" "Hmmm, dikasih , dikasih makan humberger aja, kayak waktu aku dibeliin Kak Rayo dulu. Kakak tahu nggak humberger, itu tuh... roti tingkat. Hmmm, ada yang tingkat tiga lho, Kak." Dewi Ular, atau Kumala Dewi, tertawa kecil mendengar celoteh si bocah temuannya yang krits dan cerdas itu. Apa yang dikatakannya adalah suatu kejujuran dan ungkapan emosi dan rasa. Pola pikir yang sederhana dan selalu apa adanya rnembuat gadis kecil berwajah mungil dan cantik sekali itu sering membuat orang tertawa. Dalam keadaan tidak kambuh kebandelannya,Barbie memang lucu dan menggemaskan. Tapi dalam keadaan kambuh kebandelannya, Barbie adalah bocah yang membahayakan dan mengkhawatirkan. Manakala anak itu sedang ngambek, banyak orang yang merasa takut dijadikan sasaran atau terkena imbasnya. Sebab, kemarahan gadis kecil itu dapat mendatangkan bencana bagi orang di sekelilingnya Ia akan menggunakan kesaktiannya untuk melampiaskan kemarahan, tanpa berpikir lagi apakah tindakannya akan mencelakai seseorang atau tidak. Kadang energi gaibnya bekerja dengan sendirinya, di luar keinginan hatinya, atau terlepas tanpa disengaja.

Kemarin siang, Mak Bariah diberi tugas oleh Kumala Dewi untuk mengawasi tidur siangnya Barbie. Kumala ingin agar anak itu belajar disiplin pribadi. Maka, sebelum pergi Kumala mewanti-wanti Barbie agar tepat pukul dua siang; Barbie harus tidur. Anak itu menyanggupi, dan Kumala menugaskan pelayan setianya untuk mengingatkan sekaligus mengawasi Barbie pada pukul dua siang itu. Benarkah anak itu tidur siang tanpa merasa takut kepada Kumala, atau justru bermain dengan bebas karena merasa tidak ada Kumala. Tepat pukul dua siang, Mak Bariah mengingatkan pesan Kumala untuk Barbie. Setelah diberitahu bahwa saat, itu ,adalah pukul dua siang, maka Barbie pun berhenti bermain rumah-rumahan di halaman belakang. Ia cuci kaki, cuci tangan, lalu naik ke atas tempat tidurnya. Memeluk guling dengan mata terpejam. Mak Bariah tersenyum sambil memuji dalam hatinya. "Syukurlah kalau anak itu sekarang sudah bisa dijinakkan. Nggak seperti dulu, buandelnya bukan main." Mak Bariah segera ke belakang untuk mengangkat jemuran yang sudah kering. Tetapi alangkah terkejut hati Mak Bariah ketika ia melihat di halaman belakang Barbie sedang bermain rumah-rumahan sendirian. "Lho, tadi kayaknya dia tidur tuh?! Kok tahu-tahu dia udah ada di sana sih?!" Mak bariah berjalan cepat-cepat menuju ke kamar khusus untuk Barbie. Ia rnembuka pintu kamar itu dan rnelihat Barbie ada di atas ranjangnya sambil memeluk guling. Mak Bariah mengucal-ngucal mata beberapa kali. Pandangan matanya tidak salah, memang Barbie yang dilihatnya sedang memeluk guling di atas ranjangnya itu. Sekali lagi Mak Bariah masih kurang percaya. la berlari kecil ke halaman belakang. Di situ ia juga melihat Barbie sedang bermain. Jelas, dan nyata sekali. Padahal Mak Bariah tahu bahwa Barbie bukan anak kembar.

Setidaknya ia tahu persis bahwa Kumala Dewi suatu

hari datang dari alam gaib hanya berdua dengan Barbie, bukan bertiga. "Lalu. yang kulihat di kamar itu siapa?!" gumam hati Mak Bariah dengan bulu kuduknya merinding. Meski pun siang hari tapi kalau ada sesuatu yang bersifat gaib muncul di dapan matanya, maka bulu kuduknya tetap akan merinding. Mak Bariah tidak tahu bahwa memecah bayangan raga menjadi dua bagian adalah salah satu bentuk kesaktian yang dimiliki. Barbie. Entah dilakukan secara sadar atau tidak, yang jelas kesaktian semacarn itu sering membuat Mak Bariah dan yang lainnya menjadi takut, ngeri, atau terkagum-kagum. Kumala Dewi menangkap beberapa fenomena mistis yang tersimpan dalam diri anak tersebut. Selain kesaktiannya tergolong kesaktian tingkat tinggi, anak itu juga memiliki lapisan penangkal gaib yang menyatu dalam darahnya. Lapisan penangkal gaib itu dalam istilah kanuragan disebut: Perisai Maya. Perisai ini melindungi seluruh energi sakti yang ada, sehingga ia tampak seperti anak biasa-biasa saja tanpa kesaktian. Hanya yang memiliki kesaktian setara atau lebih tinggi yang bisa menembus Perisai Maya itu. Atau,apabila Perisai Maya sedang tidak aktif, maka kesaktian Barbie bisa dideteksi lawannya. Tapi jika Perisai Maya dalam keadaan aktif, siapa pun tak bisa mendeteksi energi kesaktiannya. Sebab, sifat Perisai Maya,ini seperti HP, bisa di-on-kan bisa juga di-off-kan. Kumala Dewi juga memiliki Perisai Maya, termasuk dewa-dewa lainnya. Tetapi belum bisa dipahami dengan jelas apakah anak sekecil Barbie itu sudah bisa mengaktifkan Perisai Maya-nya dengan sengaja, atau Perisai Maya itu bekerja on-off secara otomatis, dalam arti bekerja diluar kesadaran dan keinginan Barbie. Letupan emosi yang bersifat spontanitas dapat membuat kesaktiannya bekerja pula secara reflek. Ini sangat berbahaya, Bisa membuat orang lain celaka atau bahkan mati karena letupan energi saktinya anak itu.

Oleh karenanya Kumala Dewi bertekat untuk ciptakan filter dalam emosi Barbie agar kesaktiannya terkontrol dan tidak liar. Untuk menciptakan filter dibutuhkan Waktu agak lama. Sedangkan, saat ini masih ada persoalan lain yang lebih urgent dan hams segera ditangani secara serius, yaitu menyingkirkan bayi dalam perut Barbie. Gadis kecil berambut panjang poni depan itu sekarang sedang hamil. Sungguh memalukan dan fantastis kedengarannya. Tetapi kehamilan itu bukan karena suatu perzinahan. Bayi yang ada di perutnya terhisap oleh kesaktiannya sendiri ketika is sedang bersama Rayo Pasca, (Baca serial Dewi.Ular dalam episode: "Terjerat Asmara Gaib"). Rayo Pasca sebagai lelaki yang tampan dan gagah sempat hamil karena ulah Dewa Bahakara. atau Dewa Jenaka, (Baca serial Dewi Ular dalam episode:, "Misteri Santet Iblis"). Bayi dan perangkat kandungannya itu sebenarnya milik seseorang. Belum lama ini baru. diketahui siapa pernilik kandungan itu, setelah kedatangan Samon dan temannya, Fardan. Pada mulanya Samon hanya ingin memperkenalkan Fardan kepada Kumala sebagai orang yang terjerat asmara mistiknya Mak Ayu. Fardan ingin minta saran bagaimana baiknya menghadapi Mak Ayu, karena Mak Ayu sudah berjanji akan mengembalikan kandungan istrinya yang hilang secara misterius itu. Dari situlah Kumala dan orang-orang dekatnya mengetahui bahwa kandungan yang diambil dan dipindahkan oleh Dewa Jenaka ternyata adalah kandungan milik istri Fardan; Ranni. Lalu dengan hati-hati sekali Kumala berusaha menjelaskan duduk persoalan sebenarnya , Bahkan waktu itu ada Buron di samping Kumala. Jelmaan dari Jin Layon sempat mnambahkan kata kepada Fardan.

"Soal dukun perempuan yang mengaku bemarna Mak Ayu itu, sebaiknya kau lupakan sajalah. Dia sudah kembali ke alamnya; Tanah Ladang Mistik. Dia bukan perempuan biasa." "Oo, pantas tadi siang saya coba datang ke sana, rumahnya kosong. Tidak dikunci, tapi tidak ada penghuninya satu pun. Bahkan pelayannya juga nggak ada." "Pelayannya itu pasti juga ikut pulang ke Tanah Ladang Mistik. Kamu pikir pelayannya orang biasa. Bukan! Makhluk alam sana juga itu!" Kumala berkata dengan kelembutannya, "Soal bayimu itu, jangan khawatir, kami akan menjaga dan merawatnya. Aku bertanggung jawab penuh atas keselamatan bayi pertamamu itu, Fardan. Dan, secepatnya aku akan berusaha mengembalikan ke raga istrimu. Kalian tenang saja. Sekarang kalian sudah tahu kan, kandungan dan bayinya "ada di sini. Tinggal menunggu waktu saja untuk bisa kembali secepatnya kepada istrimu." Keterangan dan alasan yang diberikan oleh kumala kepada Samon dan Fardan memang tidak secara detil. Kumala punya cara sendiri untuk menjelaskan mengapa kandungan itu bisa ada di perut anak-anak seusia enam tahun. Dan, ternyata mereka bisa menerima penjelasan tersebut, walau pun disertai dengan keheranan yang luar biasa. Demi menjaga citra dan kerahasiaan Kahyangan, Kumala tidak menyinggung-nyinggung tindakan Dewa Jenaka, bahwa kandungan itu sengaja diambil serta dipindahkan oleh Dewa Jenaka ke dalam perut Rayo, tujuannya untuk mengancam Kumala alias Dewi plar. agar mau memenuhi undangan pihak Kahyangan. Kandungan itu tidak bisa diusik atau disingkirkan oleh siapa pun karena dipenuhi energi kesaktiannya Dewa Jenaka.

Jadi, hanya dewa Penabur Tawa itulah yang bisa mengambil dan mengembalikannya pada pemilik kandungan sebenamya. Diluar dugaan ternyata kandungan

dan bayi itu terhisap oleh kesaktian Barbie. Dengan sendirinya yang bisa menyingkirkan bayi dan perangkat kehamilan dalam perut Barbie adalah Dewa Jenaka. Repotnya, sampai sekarang Dewa. Jenaka masih dalam keadaan koma akibat suatu pertarungan di Hutan, Kutukan. Dalam deteksiny, Kumala berkesimpulan bahwa kesaktian Dewa Jenaka telah dibuat beku oleh lawannya menjadi gumpalan keras, sekeras besi baja. Praktis kesaktian itu tidak akan bisa digunakan oleh Dewa Jenaka sebelum dipulihkan menjadi normal kernbali. Proses memulihkan kesaktian itu tidak cukup sehari-dua hari, dan tidak mudah dilakukan karena jenis kesaktian tersebut adalah kesaktian dewa. Meski demikian Kumala berusaha keras agar dapat secepat mungkin memulihkannya, karena dialah yang paling membutuhkan bantuan Dewa Jenaka untuk saat ini. "Kenapa nggak minta bantuan salah satu dewa di sana ? Mungkin dengan bantuannya proses pemulihan dapat segera teratasi." "Para dewa di Kahyangan sedang mengecamku. Buktinya aku berusaha mengadakan kontak dengan mereka dari sini, tak ada jawaban dan tak ada respon dan mereka." "Sudah kau lakukan menghubungi mereka?" "Sudah, sambil melaporkan keadaan Dewa Jenaka. Tapi mereka tak memberi tanggapan apapun, termasuk ayah dan ibuku juga ikut-ikutan diam waktu kuberi tanda panggilan dari sini." "Kenapa kau sampai didiamkan oleh mereka " "Karena aku menolak upacara agung penobatan diriku sebagai Senopati Perang Khayangan." "Ooo..., lalu kenapa kau menolak? Kurasa kau memang layak dan mampu untuk menjadi Senopati Perang."

"Bukan soal mampu atau tidak mampu, yang kutolak adalah upacara agung itu. Kamu tahu, yang namanya upacara agung di Kahyangan itu merupakan upacara

besar-besaran, sangat sakral dan sangat. terhormat. Pestanya pun besar-besaran, Mewah sekali deh pokoknya. Nah, aku tuh nggak suka digitukan. Diagung-agungkan, disanjung-sanjung, dan diarak-arak dalam pestamewah begitu. Tahu sendiri kan, mewahnya pesta Kahyangan itu kan seratus kali lipat mewahnya pesta di bumi." "Hmmmm...., ya, ya, ya..." "Tapi untuk menjadi Senopati Perang, aku sanggup! Kalau nanti terjadi Perang Dirgandani, aku bersedia tampil paling depan dalam peperangan tersebut. Aku nggak takut. Tapi aku nggak mau kalau dimewahmewahkan, sementara aku di bumi menjadi penyelamat dan pelindung umat manusia yang srba kekurangan. Di sini aku berhadapan dengan mereka yang sering kelaparan, dilanda kemiskinan, dicekam teror dan sebagainya. Mana tega aku di sana menikmati kernewahan?!" "ck, ck... kamu emang bidadari bandel. Berani mbalelo terhadap kebijakan Kahyangan. Tapi; yaaahh... aku bisa memahami maksudmu, dan bisa ngertiin gimana perasaanmu." "Kupikir sih, kalau kamu nggak bisa ngertiin juga nggak apa. Nggak harus bikin aku kesel. Itu hakmu. Soalnya, aku sengaja undang kamu ke sini bukan buat ngomongin upacara agung, tapi jujur saja... aku mau minta bantuanmu menangani kedua kasus berat ini. Yang paling utama aku minta bantuanmu dalam masalah memulihkan kesaktian Dewa Jenaka. Mungkin kamu punya saran-saran yang sangat membantu mempercepat proses pemulihannya." "Hmmmm...," orang yang diajak bicara Kumala itu manggut-manggut. Penampilannya tetap tenang. Tidak tampak merasa bangga atau merasa hebat karena dimintai tolong Dewi Ular. Tapi dia justru merasa ikut prihatin atas kesulitan yang dihadapi Kumala Dewi.

Sepertinya dia mengetahui banyak tentang Kumala yang terlahir sebagai putri tunggalnya Dewa Permana dan

Dewi Nagadini. Dan, agaknya orang itu punya pengetahuan tentang kesaktian alam gaib, sehingga Kumala Dewi mengharapkan sarannya. Siapa sebenarnya orang yang dimintai tolong oleh Kumala itu? *** Sebuah sedan merah maroon meluncur di kegelapan malam. Irama musik jazz mengalun dalam kelembutan khasnya memenuhi ruangan dalam sedan merah itu. Agaknya si pengemudi merasa sepi berada dalam mobil sendirian, sehingga mematar musik kesukaannya sebagai penghalau kesepian. Jalur tol lancar. Sedan merah itu memilih masuk tol daripada sering terhambat kemacetan di lampu merah. Ketika berhenti di gerbang masuk tol, pemuda yang bertugas melayani ticket masuk tol sempat menatap si pengemudi sedan merah dengan senyum rasa kagum. "Busyet... , cantik banget tuh cewek?! Wajahnya napsuin!" pikir si pemuda sambil menghitung uang kembalian untuk diserahkan kepada si pengemudi sedan merah. Ketika menyerahkan uang kembalian, si pengemudi sedang merah itu mengerdipkan sebelah matanya. Senyum yang dipamerkan saat itu adalah senyum penggoda iman. Petugas penjualan ticket tol itu langsung sesak napas karena detak jantungnya menjadi sangat cepat. Debar-debar yang dirasakan begitu indah, sampai membuatnya merasa melambung sesaat. "Hay, .. ," wanita cantik yang mengemudikan Audi Quarto S warna merah maroon itu memberi sapaan setelah dilihatnya di belakang tak ada mobil lain yang mengantri. "Hmm, iya... met malem juga," sahut pemuda penjaga tol, Tulalit. "Namamu keren juga, Rickson," seraya ia menunjuk ID name si petugas tol yang terpasang di bawah jendela ruang ticket.

"Iyaa, nama saya... memang ...," ia menjawab masih

gugup karena debar-debur di dalam dadanya semakin kuat. "Tugas sampai pagi, ya?" "Hmm, sampai pukul 12 udah off, Tante." "Jangan panggil Tante. Jelek. Panggil ajaAudy." "Oo, iyy... iya, Tante Audy..." "Nggak usah pakai Tante." "Ooh, maaf iya deh nggak pakai." Audy tersenyum kalem tapi sangat menggoda. Karena ada mobil lain mau masuk tol juga, Audy pun segera meninggalkan pemuda bernama Rickson itu. Weess... ! Di pihak lain, Rickson merasa rugi atas kemunculan mobil lain, karena peluangnya bicara dengan wanita cantik yang menggairahkan itu hilang seketika. "Rese mobil jeep ini!" gerutunya dalam hati. "Padahal gue masih kepengen ngobrol lama ama cewek tadi, hmmm... siapa namanya? Oo, Audy. Bagus juga namanya. Kayak mobil yang dipake. Pasti dia udah punya cowok, atau malah udah married. Aah, sayang sekali... !" Di dalam mobil itu Audy pun bicara sendiri. "Boleh juga tuh cowok. Rickson, hmm... namanya nggak kampungan kok. Keren. Wajahnya juga gemesin banget. Ganteng-ganteng imut. Kayaknya tipe cowok yang patuh pada perintah mesum tuh dia, hahaha.... ! Kalau dibawa ke apartemen, mau nggak ya? Hmmm, kayaknya sih, pasti mau! Kalau nggak mau ya harus mau! Aku jadi bergairah ngebayangin dia jadi budak kemesraanku. Oohh... !" Sebuah Escudo yang meluncur tepat di belakang sedan merah itu sempat oleng dengan suara rem menjerit. Pengemudi Escudo itu rnenggeragap dan hampir saja menabrak besi pagar jalan tol ketika ia membuang arah laju mobil ke kiri. Lelaki berusia separoh baya itu tersentak kaget ketika dilihatnya mobil sedan merah maroon tiba-tiba saja memercikkan cahaya api dalam sekejap.

Crlaaap... ! Kemudian sedan merah itu lenyap dan pandangan mata. Beruntung sekali pengemudi Escudo itu tidak sendirian. Ia bersama pria sebaya juga yang duduk di

samping kirinya. Mereka sama-sama gaduh mempeributkan lenyapnya sedan merah tadi. Sementara jantung mereka berdebar cepat ketika mobil nyaris menabrak besi pagar jalanan. Setelah menyadari mobil dalam keadaan normal kembali, napas mereka pun menjadi lega, dada diusap berkali-kali sambil mengucap syukur berulang-ulang. Mereka sempat sibuk mencari-cari di mana sedan merah yang tadi, sedang mereka bicarakan warna merahnya yang menyolok itu. "Hay... !" Rickson terkejut melibat sedang merah itu sudah berada di sampingnya. Audy mengulurkan uang pembayaran ticket tol. Rickson ragu menerima uang itu, karena belum ada dua menit mobil merah itu memasuki gerbang tol, sekarang sudah mau masuk lagi. "Baru aja dia lewat, sekarang Udah mau lewat lagi?!" pikir Rickson terheran-heran, bahkan jelas-jelas terbengong dengan mata menatap Audy tak berkedip. "Hey, kok bengong sih?!" Teguran itu membuat Rickson menggeragap dan buru-buru mengambil uang yang disodorkan Audy. Uangnya sama dengan yang tadi, lembaran nominal seratus ribu. Rickson menghitung uang kembalian sambil sesekali melirik dan tersenyum malu. Hatinya yang berdesir-desir itu tak dapat dinikmati sepenuhnya, karena batin selalu bertanya-tanya, bagaimana mungkin sedan merah itu bisa dalam posisi mau masuk tol lagi. "Kalau dia harus putar balik arah, kayaknya nggak ada jalur putaran sepanjang tol ini. Terus, dia muter di mana, ya? Kalau dia keluar dulu lewat gerbang timur, terus memutar balik ke arah sini, dia harus memutar balik di depan sana, aaah... nggak mungkin! Memakan waktu sedikitnya 20 menit kalau menggunakan jalur gerbang timur. " "Rick, pulang bareng aku, mau?" "Hmm, eeh... boleh, tapi... tapi..."

"Aku jemput kamu lima menit sebelum kamu off, ya?

Okey?" "Ook... ookey, yaaa.... ya Okey." "Di mana kujemput kamu?" "Di... di..." "Di seberang sana, ya? Dekat telepon darurat." "Boo... boleh, Tante... eeh, hmm..." "Audy... !" "Iyya, Audy... !" Barangkali inilah maksud yang terkandung dalam peribahasa gayung bersambut itu. Audy melirik, Rickson tertarik. Pemuda tampan berperawakan tegap dan masih bujangan itu tak keberatan ketika Audy menawarkan-tumpangan di mobilnya. Bahkan, ketika Audy mengajak singgah ke apartemennya, Rickson pun tak menolak ajakan tersebut, meski mulanya ia berusaha untuk menghindar. Tapi itu hanya basa-basi. "Udah punya. cewek kamu, Rick?" "Udah... maksudku...-udah lama putus." "Eeh, sama dong. Waah, kayaknya kita senasib nih " "Putus juga kamu, ya? Waah, bego banget cowok yang mau mutusin kamu. Kalau aku nggak akan mau putus ama kamu," kata Rickson setelah saling buka kartu tentang usia, ternyata usia mereka sama-sama 25 tahun. Tak canggung Rickson untuk bersikap makin akrab selayaknya teman biasa. Namun bagaimana pun juga Rickson merasa masih kalah PD dari Audy. Keberanian perempuan muda itu sering membuat Rickson tersipu malu dan dihinggapi rasa minder. Apalagi setelah ia berada di dalam apartemennya Audy, cahaya lampu terang membuat segalanya serba jelas, termasuk kecantikan Audy. Audy berkulit kuning langsat, berperawakan tinggi, sekal, dengan dada montok membusung kencang: Rambutnya yang selewat pundak berpotongan shaggy disemir coklat sebagian, membuat kecantikan Audy menjadi lebih menarik lagi, seakan percampuran antara kecantikan klasik dan kecantikan ala bule Eropa.

Rickson sering berdecak dalam hati manakala memandang pinggang Audy yang. ramping itu memiliki pinggul yang lebar dengan bokong padat berisi. "Kamu seorang foto model, ya?" tanya Rickson ketika Audy melangkah untuk menutup pintu balkon. Setiap melangkah pinggul dan bokongnya terayun-ayun bagai lambaian tangan yang mengajak lawan jenis untuk segera bercinta. "Kenapa kamu menyangka aku foto model?" "Pantas kalau menjadi seorang foto model Bodymu, pakaianmu, kecantikanmu, semuanya pantas dimiliki seorang model." "O,ya ...?! " Audy kembali menuju sofa dengan senyum yang mencengangkan hati Rickson. Senyuman itu bukan hanya manis, tapi juga menggoda hasrat setiap lelaki untuk berkhayal tentang kehangatan. "Jujur saja, aku bukan seorang model kok." "Atau... seorang selebritis?" "Juga bukan," jawabnya sambil meluruskan pandangan mata hingga beradu dengan tatapan Rickson. Tatapan mata itu telah membuat sentakan beruntun pada jantung Rickson. Seolah-olah ada sesuatu yang berontak dan ingin meledak dalam diri pemuda itu, namun terpaksa harus tetap ditahannya. Sesuatu yang beronta ingin meledak itu sekarang hanya bisa menyentak-nyentak. "Kalau kau mau tahu profesiku, kau harus lebih sering bertemu denganku, Rickson. Kalau perlu kau tinggal di apartemen ini bersamaku. Karena tanpa sering bertemu denganku, sulit bagiku untuk menjelaskan profesiku dan siapa diriku ini." Rickson tersenyum mendapat tantangan seperti itu. "Kalau aku tinggal di sini, bisa berbahaya." "Kenapa berbahaya?" seraya ia bergeser lebih mendekat lagi.

"Kau bisa hamil nanti," Rickson memberanikan diri melempar pancingan itu. Ternyata disambut hangat oleh

Audy. "Apa kau bisa menghamiliku?" "Wah, nggak tahu deh," Rickson tertawa malu. "Bagaimana kalau kita coba saja?" "Mmmhh, eeehh, maksudmu...?" Rickson nyaris tak bisa bicara, karena tatapan mata Audy semakin dekat. Mata yang sedikit lebar itu sudah menjadi sayu. Dengus napasnya menghangat di permukaan pipi Rickson. Aroma parfumnya tercium jelas dan menghadirkan debar-debar yang kian bergemuruh dalam dada. Suara Audy mulai bercampur desah. "Cobalah untuk menghamiliku. Awali dengan sentuhan bibirmu. Aku suka bibir tanpa nikotin begini," jari tangannya meraba bibir Rickson dengan pelan-pelan sekali. Rickson sedikit merenggangkan mulut. Jari Audy masuk pelan-pelan. Rickson menghisap jari itu dengan lidah bergerak lincah. Audy mendesah panjang dengan mata nyaris terpejam. "O000000uuuhhh.. . !" Lampu padam sendiri bersamaan dengan hembusan napas panjang Audy tadi. Tapi ada lampu sudut yang masih menyala dengan kap lampu berwarna ungu. Suasana remang membuat Rickson merasa semakin ditenggelamkan ke telaga asmara oleh Audy. Ia pun menggigit jari Audy tak terlalu keras. Audy berbisik sambil mendesis. "Jangan itu yang digigit..." Rickson melepaskan jari Audy. "Mana yang hams kugigit?" Audy menyingkirkan kain blus di pundaknya. "Ini . ," suaranya sedikit parau, bernada merengek. Menunjukkan bahwa ia sangat menginginkan gigitan mesra Rickson. Maka, pemuda yang sudah dibakar hasrat kernesraan itu segera melakukannya.

Tepat sekali dugaan Audy saat di dalam mobil tadi. Rickson tipe laki yang senang menuruti perintah asmara

pasangannya. Karena di atas sofa panjang itu, Audy dapat memerintah Rickson sesuai dengan apa yang ia inginkan. Malam tanpa hujan, justru membuat sekujur tubuh Audy dan Rickson dihujani peluh kenikmatan. Audy takingin tidur. Ia ingin menghabiskan malam dengan sejuta kenikmatan cumbu pria berwajah imut itu. Rickson tak pernah menolak perintah Audy, tak pernah menggelengkan kepala saat Audy menyatakan keinginannya. Bahkan, ia bersedia pulang esok siangnya, langsung ke tempat kerja. Tetapi tiba-tiba dering HP Audy terdengar. Rickson sempat heran, karena tadi ia melihat jelas Audy mematikan HP-nya. Kenapa sekarang HP itu bisa berdering sendiri tanpa diaktifkan pemiliknya. "Sebentar, aku nggak bisa menolak telepon dari yang satu ini," kata Audy seraya meraih HP-nya. Ia sudah tahu siapa yang menelepon dirinya dalam keadaan HP tidak aktif . "Ya, kenapa?" "Tolong datang ke rumahku, aku ada masalah." "Kapan?" "Sekarang." "Kau gila apa ? Ini jam berapa?" "Okey, kalau nggak bisa, jangan dipaksakan..Besok siang saja temui aku di rumah, ya?" "Ya.... tapi... ," Audy tampak ragu-ragu. " Ada apa sih sebenarnya ? Tumben kamu minta aku datang jam segini?" "Aku agak suntuk. Aku butuh teman bicara. Tapi, ya udahlah... besok aja. Tuntaskan dulu aktivitasmu saat ini. Kasihan dia kalau harus kamu tinggal kemari." "Hmmm, nggak apa-apa kok. Okey, aku ke sana deh!" "Nggak usah sekarang, Audy. Kamu kan sedang..." "Dengar, Kumala... kalau kau bisa mengetahui apa yang sedang kulakukan malam ini, aku pun bisa merasakan kegundahan hatimu malam ini. Kamu nggak usah cerewet lagi. Aku datang!"

Tegas sekali kata-kata itu. Ternyata dialah orang

yang dimintai saran oleh Kumala Dewi. Audy tak pernah bisa menolak panggilan Kumala, karena ia merasa pernah dikalahkan oleh Kumala dan berjanji akan membantu segala kesulitan Kumala. Kapan saja ia dibutuhkan, akan datang secepatnya. Janji itu dibuktikan. Dia ingin tunjukkan pada Kumala bahwa ia sekarang sudah bukan Nyimas Kembangdara , pelindung para selirnya Dewa Kegelapan, alias Lokapura. Ia sudah menyeberang ke alam kehidupan manusia , dan siap membantu Kumala Dewi dalam melindungi dan menyelamatkan kehidupan manusia di bumi. Rickson terpaksa diantar pulang lebih dulu, baru Audy melesat dengan sedan merahnya ke rumah Kumala. Rickson memang tampak kecewa, tapi dia akan lebih kecewa lagi seandainya dia tahu siapa Audy sebenarnya. Rickson akan merasa bersyukur sekali tak jadi menginap di apartemen itu seandainya ia melihat sosok aslinya Audy sebagai Nyimas Kembangdara yang bermata merah tanpa kelopak mata, bermulut panjang seperti tikus, bergigi runcing-runcing dengan sepasang taring panjang, dan berperawakan tinggi, besar, mirip raksasa betina, (Baca serial dewi Ular dalam episode: "Kupu-kupu Iblis"). Sebagai mantan pelindung para selirnya Dewa Kegelapan tentunya Audy memiliki kesaktian di atas rata-rata kesaktian manusia. la sudah termasuk jenis iblis betina yang kini berpihak pada manusia. Tetapi apakah kesaktian Audy benar-benar bisa membantu Dewi Ular dalam memulihkan kesaktiannya Dewa Jenaka ? . Sebab Jika tidak, maka tidak ada orang yang bisa menyingkirkan janin dan kandungan dalam perut Barbie. Gadis keeil yang masih berusia sekitar enam tahun itu akan melahirkan seorang bayi yang bukan darah dagingnya sendiri. Sungguh menyedihkan sekali nasib anak itu. ***

2 VILLA indah milik Niko Madawi di kawasan Puncak sudah tiga hari ditinggalkan Kumala. Apalagi saat itu Rayo Pasca sudah tidak hamil lagi. Sisa jejak gaib tidak terdapat dalam perut Rayo Pasca. Oleh karena itu, Kumala memutuskan untuk membawa Dewa Jenaka ke rumahnya. "Kalau kamu masih ingin menggunakan villa itu, pakai saja. Jangan sungkan-sungkan," kata Niko ketika ditelepon Kumala. "Sesuai perjanjianku, aku hanya memakai villamu untuk mengasingkan Rayo dari pandangan umum. Sekarang Rayo sudah normal kembali, jadi aku harus kembali ke rumahku. Terima kasih banyak atas bantuanmu, Nik," "Tapi, bukankah katamu ada dewa yang kau bawa pulang ke bumi dan sekarang dalam keadaan koma?" "Iya, tapi itu bisa kuatasi di rumah. Artinya, tidak harus disembunyikan. Keberadaan fisiknya toh sama seperti manusia biasa. Tidak ada keanehan dan kelebihan, kecuali dalam darah dan auranya." Dewa bermuka tua itu ditempatkan pada sebuah kamar berukuran besar. Kamar itu memang diperuntukkan tamu-tamu khusus yang bermalam di rumah Kumala, seperti ibunya sendiri: Dewi Nagadini, atau ayahnya: Dewa Permana, atau kakeknya dan sebagainya. Kenyamanan di dalam kamar tidur itu sangat diutamakan. Bahkan dilengkapi dengan perabot 'kelas satu; ranjang dan kasurnya memang buatan dalam negeri tapi kualitas ekspor. Demikian pula satu set mebel yang diletakkan di sudut kamar. Sebuah kolam kecil berisi ikan hias dan dinding karang buatan yang selalu mengucurkan air juga melengkapi kamar tersebut.

Kumala sendiri jarang tidur di situ. Sandhi, Buron apalagi Mak Bariah, tidak ada yang berani tidur di situ. Mereka hanya berani masuk untuk mengambil atau

meletakkan sesuatu. Tapi pria pujaan hati, Rayo Pasca, pernah beberapa kali tidur di kamar tersebut, walau pun sebenarnya Rayo lebih suka menempati kamar tidur bersebelahan dengan ruang tamu. Kali ini Kumala membawa Audy ke kamar itu. Di atas ranjang bertiang empat namun tanpa kelambu itulah Dewa Jenaka berbaring mirip orang tertidur nyenyak.. Wajah tua itu memiliki tulang pipi sedikit menonjol dan sepasang alisnya yang berwarna abu-abu lebat hampir menyatu. Tubuhnya yang agak kurus tetap mengenakan jubah aslinya, tapi sekarang ditambah selimut tebal berwarna hijau lembut. Melihat wajah tua terbaring di ranjang dengan mulut sedikit terbuka, Audy langsung mengerjapkan matanya. Berpaling sambil menyilangkan tangan di depan mata . "Auuh.. !" "Kenapa? !" Kumala kaget. "Mataku nggak kuat melihatnya!" Audy mencoba menatap ke arah ranjang. Tapi kepalanya kembali disentakkan ke. samping sambil memejamkan mata. "Uuuh... ! Nggak kuat. Bener Mataku sakit dan perih. Duuuh, kepalaku jadi ikut sakit nih!" "Kenapa bisa begitu?!" "Silau sekali.... !! Aku di luar aja.." Kumla Dewi bergegas ikut keluar juga. Pintu kamar ditutupnya, agar udara AC yang sudah diatur temperaturnya tida.k merambah keluar . Belum sempat bertanya Kumala sudah mendengar penjelasan Audy yang disertai ekspresi wajah agak tegang. "Aku melihatnya seperti genangan cahaya putih yang sangat menyilaukan. Sumpah, aku nggak mengada-ada!" "Iya, aku percaya. Tapi kenapa bisa begitu? Bukankah kamu sudah sering melihat pengejawantahan sosok dewa?" "Masalahnya bukan itu. Bukan karena beliau dewa lantas aku menjadi silau melihatnya.. Bukan."

Lalu, karena apa?" suara Kumala tetap pelan dan

kalem. "Ada sesuatu di dalam dirinya. Pasti ada sesuatu yang memancar kuat, dan nggak bisa diterima dengan mataku. Cahayanya putih seperti kertas timah. Tapi kuat sekali pancarannya. Dan, menurutku itu adalah medan gaib. Entah milik siapa." Saat tertegun hati Kumala berkata, "Aneh. Aku dan yang lainnya tidak melihat tubuh paman dewa bercahaya, kenapa penglihatan Audy berbeda, ya? Apakah karena Audy bukan dari jenis manusia atau bukan keturunan dari Kahyangan, maka matanya nggak kuat melihat aura kedewaan paman Jenaka? Hhhmmm...kasihan Audy, bola matanya sampai agak merah begitu." Setelah rasa sakit di mata dan kepala bisa diatasi sendiri dengan menyalurkan hawa gaib penyembuh, Audy pun kembali bicara penuh keseriusan. "Ada medan gaib yang melapisi auranya. Medan gaib itulah yang membuat paman Dewa Jenaka seperti orang tidur, nggak sadar, atau istilah medisnya, dalam keadaan koma." "Kenapa aku nggak bisa melihat medan gaib itu?" "Karena kau keturunan dari Kahyangan. Medan . gaib itu sepertinya memang diciptakan untuk mengelabuhi mata penghuni Kahyangan. Dan, menurutku medan gaib itu sangat kuat. Kuat sekali!" Begitu antusiasnya Audy meyakinkan Kumala sampai terkesan berapi-api dalam bicaranya. Buron yang tadinya masih tertidur menjadi bangun mendengar suara ribut-ribut. Ia pikir ada tamu yang cekcok dengan Kumala. Melihat yang bicara ternyata Audy, jelmaan Jin Layon masuk kamar lagi. Rupanya sekedar untuk ganti kaos oblong, lalu ikut nimbrung dalam pembicaraan itu. Tentunya setelah ia cuci muka dulu dan gosok gigi alakadarnya. Mendengar penjelasan ulang mengenai medan gaib, Buron akhirnya berkomentar juga. Membenarkan pendapat Audy.

"Dalam perjalananku sebagai jin yang berkelana ke

sana-sini, aku pernah dengar ada kesaktian yang disebut medan gaib, berguna untuk mengelabuhi mata dewa-dewi Kahyangan. Tapi aku nggak tahu apa fungsinya dan bagaimana bentuk kesaktian itu." "Kamu juga lihat cahaya medan gaib itu?" tanya Audy. "Nggak lihat tuh." "Sedikit pun kamu nggak lihat sesuatu yang ganjil dalam diri paman dewa itu?" cecar Audy, penasaran. "Nggak lihat apa-apa. Yang kulihat ya, sosok biasa,Seperti inanusia. Dan, gumpalan-gumpalan hitam di sekujur tubuh beliau." "Itu energi yang dibekukan menjadi sekeras besi baja," sahut Kumala. "Itu yang harus dihancurkan. Maksudku, dikembalikan ke bentuk aslinya." "Tapi, kenapa aku melihatnya sampai silau sekali gitu, ya? Sedangkan dia ... nggak lihat?" sambil Audy menunjuk Buron. Buron menyahut dengan tenang. "Mungkin karena aku berasal dari keturunan bangsa jin, sedangkan kamu kan dari bangsa... bukan jin, bukan manusia." Kumala dan Audy sama-sama paham maksud ucapan Buron. Rupanya Buron tidak enak hati jika harus mengatakan bahwa Audy dari jenis iblis betina yang memiliki aura berbeda dengan manusia dan jin. "Kamu punya kacamata hitam?" tanya Audy kepada Kumala. "Kacamata hitam? Buat apa?" "Setidaknya bisa kupakai untuk mengurargi ketajaman cahaya perak medan gaib itu." Mengerti maksud Audy, Dewi Ular bergegas mengambil kacamata hitam yang sering dikenakan dalam keadaan bepergian di siang hari. Setelah mengenakan kacamata hitam, Audy masuk ke kamar tadi didampingi Kumala dan Buron. "Ehhmmm ... ?!"

"Masih silau?" tanya Kumala. "Masih. Tapi mendinganlah daripada tadi." "Kurang tebal warna hitamnya," kata Buron. "Pakai kacamataku saja. Lebih tebal dari itu." Buron segera pergi mengambil, kacamata hitamnya. Lalu, Audy mengenakan kacamata milik Buron yang memang lebih tebal dari kacamatanya Kumala Dewi. "Bagaimana?" "Nah, ini lebih enak buat melihat. Nggak sesilau tadi." Kacamata hitam digunakan untuk menahan cahaya medan gaib. Tapi mata gaibnya pun digunakan untuk melihat kondisi dewa berwajah tua itu. Gelombang gaib yang disalurkan melalui sepasang matanya kini dapat melihat apa sebenarnya yang ada dalam diri Dewa Bahakara itu. "Kau lihat gumpalan-gumpalan hitam itu?" tanya Kumala pelan. "Ya, ya... aku melihatnya sekarang." "Sudah kucoba menggemburnya dengan Aji Cakra Salju, tapi tidak berhasil membuatnya lumer. Dengan cara lain pun belum berhasil." "Aku boleh pegang bagian kakinya?" "Peganglah..." Audy mendekati tubuh kurus yang terbaring tanpa gerakan itu. Tapi ketika tangan Audy ingin memegang kaki dewa Jenaka, tiba-tiba ia tersentak cukup kuat, hingga mengeluarkan suara pekikan pendek tapi cukup keras. "Aauuww !!" Gubraak... ! Audy tak sempat tertangkap tangan Buron. Ia terpental dan jatuh terkapar di depan pintu kamar mandi. Audy pun mengerang dengan memegangi tangan kanannya. "Aaaauuww... !! Gilaaaa... ! Huuuuwwh... !"

"Coba lihat," Dewi Ular meraih tangan kanan Audy. Ia terperanjat, Buron terperangah. Tangan itu mengalami luka

bakar cukup serius pada bagian telapak tangan hingga pergelangannya. Warnanya biru kehitaman. matang. "Kenapa bisa sampai begini?!" gumam Dewi Ular yang segera memberi usapan di atas tangan yang terluka, namun tidak menyentuh. Hawa saktinya dialirkan melalui usapan tangan beberapa kali. Ekspresi wajah Audy tidak sekeras tadi. Seringainya berkurang, karena ia rasakan kesejukan yang menjamah lukanya. Berkurangnya rasa sakit seiring dengan perubahan luka yang makin lama makin pulih seperti sediakala. Untuk urusan pengobatan seperti itu, dari dulu Audy mengakui keunggulan Kumala Dewi. Memang tiada duanya. "Apa yang kamu rasakan tadi?" "Tenaga nya, seperti strom listrik tegangan tinggi," jawab Audy masih tetap memakai kacamata. Ia bertolak pinggang dengan sisa napas masih sedikit terengah-engah. Dari balik kacamatanya ia menatap ke arah dewa Jenaka. Pada saat itu Buron mencoba memegang kaki Dewa Jenaka. Tapi tak ada reaksi apaapa yang dirasakannya. "Nggak ada apa-apa tuh," ujar Buron masih dengan berkerut dahi. Kumala ikut memegang, bahkan mendeteksi dengan getaran kesaktiannya, tapi ia juga mengaku tidak merasakan apa-apa. Audy masih diam bertolak pinggang, membiarkan Dewi Ular dan membicarakan tentang jejak gaib yang tidak ditemukan Kumala dalam diri Dewa Jenaka, sehingga tidak bisa dilacak siapa lawan yang melumpuhkan dewa Panabur Tawa itu. "Aku tahu... !" tiba-tiba Audy nyeletuk dengan suara agak keras, membuat Kumala dan Buron berpaling cepat kearahnya. Audy menjentikkan jarinya dengan bersemangat. Kliik .. ! " Ya aku tahu sekarang!" wajahnya berseri-seri, tapi kakinya melangkah keluar dari kamar. Dewi Ular dan Buron segera mengikuti.

"Tahu apaan sih?" tanya Buron setelah di luar kamar. Audy melepas kacamata hitamnya . "Aku mengenali getaran energinya tadi. Aku ingat siapa yang pernah menghajarku dengan energi kesaktian seperti tadi." "Siapa?" desak Buron. "Energi kesaktian itu miliknya selir kesayanganya Lokapura, yang sering disebut-sebut sebagai selir-mas." Kumala Dewi langsung menyahut, "Auro ... ?!" "Tepat. Memang cuma Auro yang punya kesaktian seperti itu. Aku pernah dihajarnya ketika melakukan kesalahan yang menurutnya fatal. Dan, aku merasakan getaran hawa panas yang seperti tadi sekujur tubuhku seperti dicongkel-congkel dengan ribuan jarum." Kumala Dewi dan Buron sama-sama diam. Audy mempertegas lagi keterangannya yang perlu digarisbawahi. "Seperti dicongkel jarum panas, bukan seperti ditusuk-tusuk jarum!" sambil menirukan gerakan mencongkel. "Apakah hanya dia yang memiliki energi kesaktian serti itu?" "Ya. Hanya dia. Sebab, dia anaknya si Penghulu Iblis yang bernama Bahoddam. Sebelum aku menjadi Pelindung Para Selir di Istana Hitam, lebih dulu aku pernah mengabdi pada Penghulu Iblis. Makanya,,. sedikit banyak aku tahu ciri-ciri ilmu kesaktian yang berasal dari Bahoddam." "Cukup masuk akal," kata Kumala Dewi sambil duduk. Merenung sebentar, mengingat sesuatu, lalu kembali bicara lagi sambil sesekali memandang Buron, sesekali memandang Audy. "Aku temukan paman dewa terkapar di Hutan Kutukan, yang konon Hutan Kutukan dan menurut pemanduku..." "Hutan Kutukan?!" sahutAudy. "Dekat dengan Bukit Neraka?"

"Benar. Kau tahu banyak tentang tempat itu?" "Hutan Kutukan itu terjadi akibat Bahoddam marah dan melontarkan kutukannya kepada para penghuni tempat itu, sehinggamereka berubah menjadi pohon, batu dan... itulah yang dinamakan Hutan Kutukan." "Ya, menurut keterangan pemanduku memang begitu. Tapi yang belum kuketahui dengan jelas, apakah tempat itu menjadi wilayah kekuasaannya Bahoddam?" "Tepat sekali!" jawab Audy bersemangat. "Seingatku Auro punya pesangrahan di sana. Beberapa saudaranya masih ada yang tinggal di sekitar lereng Bukit Neraka." "Apakah Bahoddam masih ada sampai sekarang?" "Tentunya masih. Dia akan turunkan seluruh kesaktiannya kepada cucunya yang berdarah hitam. Cucu itu akan lahir dari. Auro, karena Auro akan hamil dan melahirkan anak hanya satu kali. Usia kandungannya pun akan memakan waktu sembilan tahun, bukan sembilan bulan." "Pantaslah kalau Auro menjadi selir masnya Lokapura," sela Buron berkomentar. "Pasti yang diincar oleh Lokapura adalah darah keturunan hasil perkawinan dengan anak Penghulu lblis." "0, ya. Jelas begitu!" kata Audy. "Perpaduan darah Lokapura dengan darah keturunan Penghulu Iblis akan menghasilkan keturunan yang mampu menampung seluruh kesaktian Bahoddam. Nanti setelah seluruh kesaktian Bahoddam diturunkan semua kepada cucunya, barulah Bahoddam akan moksa. Lenyap selamanya ." "Dan, itulah sebabnya pihak Kahyangan ingin menobatkan diriku sebagai Senopati Perang. Tugas utamaku adalah berhadapan dengan anaknya auro yang kesaktiannya membahayakan penghuni Kahyangan."

"Kuingatkan, hati-hatilah kau berhadapan dengan keturunannya Auro, sebab kesaktian Bahoddam diwariskan padanya, dan Bahoddam punya banyak kesaktian yang membahayakan lawan. Maka, dia menolak untuk menyandang gelar Raja Iblis, dan memilih menjadi,

Penghulu Iblis, karena tingkatannya lebih tinggi Penghulu Iblis daripada Raja Iblis, si Damasscus itu." Dewi Ular menarik napas. Informasi itu tidak membuatnya gentar membayangkan pertarungannya dengan anak Auro yang bernama Athila Darapura itu: Sekarang yang terpikirkan dalam benak Kumala adalah bagaimana cara memulihkan kembali kesaktian Dewa Jenaka. Jika berlarut-larut Dewa Jenaka dalam keadaan koma begitu, Kumala Dewi khawatir bayi yang ada di perut Barbie itu akan lahir. Audy ikut memikirkan hal itu. la berjalan mondar-mandir di depan Buron dan Kumala, sambil mengingat-ingat kehidupan masa lalunya di alam sana. la coba mengenang masa kelahiran Auro dari istri Bahoddam kesembilan, yaitu yang bernama: Urami. "Urami itu dulunya seekor lintah yang hidup di lautan api," kata Audy sambil berjalan mondar-mandir. Tak jelas kata-katanya ditujukan kepada siapa, tetapi Kumala dan Buron menyimaknya. "Dia disebut Puteri Lintah Neraka. Karena ketika Urami bertapa untuk memperoleh kesaktian tertinggi, Urami justru bertemu dengan Bahoddam, lalu dengan kesaktian manteranya Bahoddam merubah lintah neraka itu menjadi iblis betina berwajah cantik, yang kemudian diberi nama Urami." "Berarti... Auro memiliki sifat-sifat lintah pada umumnya," ujar Kumala Dewi mencoba menyimpulkan cerita itu. Audy membenarkan. "Ya, itu benar. Tapi kesaktian Urami juga hasil menyerap energi saktinya Bahoddam, terutama pada waktu mereka bercinta." "Umumnya lintah menghisap darah, tapi Urami lintah yang menghisap energi kcsaktian. Boleh juga tuh ilmunya," komentar Buron cukup pelan sambil sedikit tersenyum geli. "Sebagian besar kesaktian Auro darimana ?" tanya Kumala. "Dari ayahnya atau dari ibunya?"

Audy semakin tajam tnenen-ibus daya ingatnya. " Hmmmmm ....... Kayaknya cenderung lebih banyak menguasai kesaktian dari ibunya." "Kesaktian lintah?" "Kira-kira seperti itu." "Kalau begitu, akan kucoba menggunakan garam!" kata Kumala dengan nada mantap, sepertinya ia yakin sekali dengan pendapatnya. "Garam? Untuk apa garam?" Audy mengernyitkan alisnya. "Banyak cara untuk menyingkirkan atau mematikan lintah, antara lain dengan menggunakan garam yang ditaburkan di tubuhnya." Audy diam, tak berani menyangkal tak berani membenarkan. Buron pun demikian. Dalam keraguan pendapatnya. "Tentu saja bukan hanya murni garam saja yang akan kupakai nanti, tapi juga harus dibubuhi energi saktiku supaya bisa menyerap masuk bersama garam itu. Sebab, sekarang aku baru tahu kalau sejak kemarin aku gagal memasukkan energi gaibku, karena rupanya ada lapisan medan gaib yang membungkus diri paman dewa." "Hmm, ya, ya ya... !" Andy tampak bersemangat lagi. "Aku paham maksudnu. Waah... hebat kamu. Cerdas sekali otakmu, ha?" Audy tertawa sambil menepuk pundak Kumala Dewi. "Karena bantuanmu aku menjadi cerdas," senyum anggun Kumala pun mekar di awal fajar. "Memang seharusnya kau hancurkan dulu medan gaib itu, supaya energi saktimu dapat menembus lapisan gaibnya Dewa Jenaka. Tanpa menjebol Medan gaib, kurasa... dewa mana pun nggak akan bisa menyentuh gumpalan energi saktinya Dewa Jenaka. Tepat sekali cara berpikirmu, Kumala!"

Audy mengacungkan jempol dengan senyum bangga. Ia sangat bangga terhadap kecerdasan dan kesaktian Dewi Ular, sehingga kadang ia merasa sangat rendah dan hina

berada di depan Kumala Dewi. Sementara itu, Kumala sendiri merasa dirinya biasa-biasa saja, yang sesekali berada dalam kondisi telmi manakala puncak kelelahan berpikir menyerang otaknya. Menurut dia, siapa pun dapat mengalami kelelahan berpikir dan menjadi seperti orang bodoh . Ketika suara kokok ayam menyongsong fajar telah tak terdengar lagi, Audy pun bermaksud mau pulang ke Apartemennya tapi pada saat itu mereka mendengar-suara aneh yang cukup mengecurigakan. Suara itu terdengar seperti benda berat jatuh dari ketinggian. Gleduuuhg I Mereka bertiga spontan saling berpandangan. "Suara apa itu?!" Andy bertanya lebih dulu. Buron masih melacak dengan telinga kirinya sedikit dimiringkan. Kumala Dewi memang tampak diam, tapi indera keenamnya segera melacak datangnya suara tersebut. Maka, seketika itu terbayang wajah Barbie yang sejak tadi ditinggalkan dalam kamar anak-anak. Bersebelahan dengan kamar tidurnya Kumala. "Barbie, Ron ?! " sentaknya dengan wajah sedikit tegang, cemas. Buron berkelebat lebih dulu menuju kamar Barbie menggunakan gerakan gaibnya. Seeet... Sementara Kumala Dewi juga melangkah kesana dengan. tergesa-gesa. Buron lebih dulu masuk ke kamar itu. Tak lama kemudian keluar dengan wajah tegang. "Nggak ada tuh." "Hah .... ?!" Kumala Dewi segera masuk ke kamar, tak berselang lama Audy juga ikut masuk Wajah cantik sang bidadari tampak semakin tegang setelah mengetahui"Barbie... ?! Barbie, di mana kamu, Sayang ..... ?!" Kumala memanggil sambil memeriksa kamar mandi yang ada di sudut. Kamar mandi ternyata kosong. Di dalam lemari besar pun tak ada Barbie.

Audy dan Buron ikut mencari dengan kekuatan gaibnya masing-masing, namun mereka tidak menemukan jejak gaib di sekitar kamar tersebut. Bayang-bayang kesedihan mulai membias dan sorot mata sang Dewi Ular. "Yaaaah, ke mana anak itu sih ..... ?! " Kumala mulai mengeluh sedih. Tanpa diperintah Buron segera menggunakan kesaktiannya dengan merubah dirinya menjadi sinar kuning. ! Sinar kuning kecil seperti bintang berekor itu melesat menembus jendela kamar. Zzlaaap... ! Sinar itu bergerak cepat di antara lapisan alam nyata dan alam gaib. "Tadi waktu kau tinggal dia benar-benar sudah tidur?" tanya Audy. "sudah. Dia tidur dengan nyenyak setelah aku mendongengkan tiga cerita," jawab Kumala Dewi. Audy ikut tegang juga. Tapi ia sudah mencoba menyebarkan radar gaibnya, namun tak menangkap getaran hawa gaib asing di sekitar rurnah tersebut. Dewi Ular semakin sedih dan penasaran. la memeriksa setiap jengkal rumahnya sambil berseru memanggil anak itu. "Barbieee... ! Kamu di mana, Sayang... Barbieee .... !" Sandhi dan Mak Bariah terbangun dan ikut mencari anak itu. ***

3 PERJALANAN malam ditempuh juga, karena esok hari ada urusan bisnis yang tak bisa ditangguhkan. Jaguar warna silver itu dikemudikan sendiri oleh Pramuda. Ia sengaja tak menggunakan sopir pribadi, karena ia merasa puas jika bisa membawa keluarganya berlibur tanpa bantuan seorang sopir. Mereka pulang berlibur dari villanya yang ada di kawasan perkebunan teh. "Capek, Pa?" tanya Emafie, istri tercintanya Pramuda. "nggak" "Kalau capek biar ganti aku yang stir." "Nggak usah. Selama bersama keluarga aku nggak pernah ada capeknya disuruh apa saja. Apalagi disuruh naik turun ranjang .." "Huuuhh.. !" Emafie yang cantik itu mencubit lengan suaminya . Mereka Berani bercanda begitu karena mereka tahu anak mereka sudah tertidur di jok belakang, dipangkuan baby sitter Anifa, yang juga sudah tertidur. Mereka kecapekan setelah seharian bermain di perkebunan teh yang berhawa sejuk itu. Dahulu sebelum Pramuda menjadi orang sukses seperti sekarang ini, ia pernah menemukan seorang gadis yang kehujanan di jalan tol. Gadis itu dibawanya pulang, dirawatnya dengan baik, dan ternyata gadis itu sangat cantik. Waktu itu Pramuda belum menikah dengan Emafie. Namun entah mengapa Pramuda tak berani jatuh cinta pada gadis itu. Yang ia rasakan hanya persaudaraan begitu dalam, sehingga gadis itu sampai sekarang menganggap Pramuda adalah kakak angkatnya., Gadis itu tak lain adalah Dewi Ular, alias Kumala Dewi, (Baca serial pertama Dewi. Ular dalam episode: "Roh Pemburu Cinta").

Menjelang pukul sembilan hujan turun. Tidak terlalu deras, tapi angin yang bertiup cukup kencang. Lewat sorot

lampu mobil dapat terlihat butiran hujan terhempas ke sana-sini. "Hati-hati aja, Pa... Jalanan licin," Emafie mengingatkan suaminya. Meski tak ada jawaban, namun Emafie yakin suaminya mau mendengar sarannya. Kecepatan mobil memang berkurang sedikit. Tapi Emafie merasakan ada sesuatu yang mengganjal di parasaannya. "Perasaanku kok nggak enak, ya Pa?" "Kamu mikir apaan sih? Jangan macem-macemlah. Tidur aja." Emafie diam. Tapi ia mengusap tengkuknya sambil berkata pelan, seakan bicara pada diri sendiri. "Kenapa aku jadi merinding sih.?" Pramuda mengurangi temperatur AC, karena disangkanya Emafie merinding karena udara AC terlalu dingin. Tetapi toh saat itu Emafie masih merinding juga. Hampir tiga menit sekali badannya bergidik merinding. Dan, ia tak mau bilang pada suaminya karena tak ingin sang suami terganggu konsentrasinya. Ternyata diam-diam Pramuda juga mengalami kegundahan dalam hati. Kegundahan itu timbul akibat jalanan yang sepi dan hujan yang makin deras. Pemandangan yang ada di kanan-kiri jalan hanya pohon-pohon liar berukuran besar. Seperti hutan beringin. Akar-akar pohon sebesar lengan orang dewasa bergelantungan dengan jumlah tak dapat diperkirakan. Anehnya, semua pohon yang ada di pinggiran jalan adalah dari jenis pohon beringin. Daunnya rindah, akarnya bergelantungan, batang pohonnya pun berkerut-kerut dalam ukuran besar. "Kayaknya waktu berangkat kita nggak lewat sini deh, Pa." Emafie juga memperhatikan keganjilan itu. Pramuda bersikap tenang supaya istrinya tak ikut tegang. "Kita lewat jalan alternatif secara nggak sengaja. Mungkin tadi mestinya kita belok ke kanan, bukan lurus aja." "Papa udah pernah lewat sini?"

"Kayaknya sih udah," jawab Pramuda berbohong. Padahal ia sendiri tak tahu, tembus ke mana jalan yang baru ia lewati pertama kali ini. Pramuda sengaj a menyimpan kecemasan dalarn hatinya. "Nggak ada mobil satu pun yang berpapasan?" pikir Pramuda. "Di belakang juga nggak ada mobil lain yang searah denganku. Hmmrn, kayaknya bener-bener salah jalan nih. Harus mutar ke mana, ya?" Di tengah jalan terdapat jalur pemisah dari pagar besi. Jalur yang dilalui saat itu hanya untuk satu arah. Jalur yang berlawanan arah ada di seberang sana. Tapi untuk memutar balik ke arah berlawanan sangat tidak mungkin dilakukan, karena Pramuda tak menemukan jalur untuk putar balik arah . Pagar besi tebal memanjang memagari pemisah jalur. "Wah, gawat! Kayaknya jalan ini nggak wajar nih...," bisik hati Pramuda semakin' cemas. Tapi penampilannya tetap tenang agar istrinya tak terpengaruhi oleh kecemasan itu. "Ada yang nggak-beres nih kayaknya," Emafie pun ternyata memendam kecemasan yang sama. Ia mulai berdoa. Apa saja doa yang ia ingat ia ucapkan dalam hati . Hujan sedikit reda. Tak terlalu deras. Sedikit lega hati Emafie. Tapi pemandangan hutan beringin yang masih asing bagi mereka masih tetap menggelisahkan hati. Lebih-lebih suasana lengang jalanan itu telah membuat Pramuda menarik napas, karena dalam logika pikirannya, tidak mungkin jalanan bisa sebegitu sepinya, tanpa satu pun kendaraan yang melintas selain mobil Jaguarnya. "Ada kabut. . ?!" gumam hati Pramuda "Semakin aneh tempat ini." Kabut tipis menyelimuti jalanin beraspal. Tak terlalu tinggi. Sekitar setengah meter dari permukaan aspal. Tetapi kabut di kanan dan kiri jalan tampak tebal. Kabut itu menutupi separoh pohon besar yang tumbuh bagaikan hutan angker.

"Adhella masih tidur, Ma?" Pramuda mencoba mengalihkan suasana agar istrinya tak hanyut dalam

kecemasan. Ia yakin sang istri juga sedang menyembunyikan kecemasan, batin, karena dari tadi sebentar-sebentar berpaling memandangi suasana sekitar dengan heran. Emafie menengok ke belakang. "Masih. Sama nyenyaknya dengan susternya." "Syukurlah... ," ucap Pramuda sambil menghembuskan napas lega. "Pa...," suara Emafie mulai mencurigakan hati Pramuda. Agaknya apapun yang akan diketahui Emafie, Pram harus siap menanggapinya.. "Kabutnya makin tebal, ya Pa?" "Iya. Maklum habis hujan." " Tapi kayaknya kita salah jalan, Pa. Terlalu jauh." "Aku sedang cari jalur putaran, buat putar balik." Emafie diam, merasa bersyukur dalam hati karena suaminya menyadari hal itu. Pramuda pun diam, tak mau memperpanjang masalah supaya sang istri tidak terlalu tegang. "Ada orang di tengah jalan, Pa! Hati-hati!" Pramuda sedikit kaget, tapi segera dapat menguasai diri. Ia juga melihat seseorang berdiri di tengah jalan. Di antara gumpalan kabut yang menutupi separoh betisnya. Orang itu tampak melambaikan tangan di atas kepala, menyilang-nyilangkan kedua tangan dengan maksud agar mobil yang menyorotkan lampu jauh itu. berhenti. "Hati-hati, Pa. Jangan-jangan dia orang nggak beres:" "Tenang aja, aku mengerti apa yang harus kulakukan!" Rupanya orang itu berdiri di pertigaan jalan. Ia seorang lelaki tua berambut panjang warna putih dengan pakaian warna putih lusuh, basah kuyup. Ia melambai-lambaikan kedua tangannya sambil yang satu memegangi caping tudung kepala dari anyaman pandan. "Apa maksud Pak Tua itu, ya?" gumam Pramuda sambil sedikit demi sedikit mengurangi kecepatan mobilnya.

"Jangan berhenti. Siapa tahu dia kawanan perampok!" Pramuda tidak berkomentar. Ia berpikir sendiri, mempelajari situasi dengan pertimbangan otaknya. Menurutnya, lelaki setua itu tak mungkin menjadi kawanan perampok. Tapi bagaimana pun juga ia tetap harus waspada, sebab kejahatan kadang tidak mempertimbangkan usia tua maupun muda. Semakin pelan laju mobil Jaguar silver itu. Semakin tampak jelas wajah pak tua yang mengucapkan kata-kata namun tak terdengar. Hanya mulutnya saja yang tampak bergerak-gerak. Tapi kedua tangan lelaki itu kini terayun ke arah kiri, seakan menyuruh Pramuda berbelok ke arah kiri. Bahkan dengan sedikit membungkuk sopan lelaki tua itu menggunakan bahasa isyarat agar Pramuda mengarahkan mobilnya ke jalan sebelah kirinya. "Dia melarang kita lurus terus, Ma. Bagaimana ini?" "Aneh. Tiba-tiba aku kasihan sama orang itu. Naluriku berkata lain. Kita harus belok ke kanan, Pa." "Kita ikuti perintah dia?" "Hmmm, ya! Ikutin saja." "Kalau di jalan itu ternyata dia sudah siapkan komplotannya buat menghadang kita, bagaimana?" "Hmmm, kayaknya nggak deh. Naluriku mengatakan, dia orang baik. Entah kenapa aku jadi nggak curiga lagi sama dia . Ikuti aja petunjuk Pak Tua itu, Pa." Dari dulu Pramuda mempercayai naluri istrinya. Ia sangat yakin bahwa feeling perempuan biasanya tajam dan tepat sasaran. Oleh sebab itu, dengan membunyikan klakson dua kali sebagai tanda terima kasih, Pramuda membelokkan mobilnya ke arah kanan. Jalanan itu tanpa kabut.

Tapi masih lengang tanpa kendaraan lain. Jika Pramuda memaksakan diri untuk tetap terus, maka jalanan di sana masih berkabut. Keadaan jalan yang tanpa

kabut inilah yang membuat hati Emafie mempercayai petunjuk pak tua tadi. "Gila. Sudah pukul sepuluh belum masuk Jakarta,Pa?" "Sebentar lagi kita sampai," jawab Pramuda, dengan masih tetap berusaha membuat tenang hati sang istri. "Hey, lihat .... ?! Jalanan kering?!" Emafie bersuara sedikit keras, karena ia sempat terperanjat dan merasa sangat heran. "Busyet?! Kering krontang?!" gumam Prarnuda "Di sini nggak ada hujan dan nggak ada kabut sedikit pun, Ma." "Aneh banget? Tadi di sana hujan deras dan kabut makin tebal saja, Lagipula... coba perhatikan kanan kiri jalan." "Iya, ya...? Sudah nggak ada pohon besar yang rnenakutkan seperti di sana tadi. Naah, itu ada mobil dari depan! Tadi satu pun nggak ada kendaraan yang berpapasan dengan kita? !" Mobil lain pun tampak menyorotkan lampunya dari arah belakang. Lewat kaca spion Pramuda dapat melihat lampu mobil belakang berkedap-kedip memberi tanda ingin melintas lebih dulu. Pramuda sedikit menepi, mobil dari belakang pun menduluinya. "Nah, kok mobil itu kering, Pa? Nggak basah kayak mobil kita?!" Wuuueeng... ! Mobil lain menyalipnya. Mobil itu juga kering. Tanpa air hujan setetes pun.. Makin lama makin banyak mobil yang menyalip maupun yang berpapasan dengan Jaguar silver itu. Suasana di kanan-kiri jalan juga semakin ramai, Banyak rumah penduduk yang masih tampak belum tidur penghuninya. Tanaman yang tumbuh pun sudah beraneka jenis, termasuk pohon pisang yang umum ditanam penduduk. "Kalau begitu kita tadi benar-benar tersesat, Pa Tersesat ke alam yang nggak jelas penghuninya."

"Ya, dari tadi aku sudah curiga begitu. Tapi nggak berani bilang sam kamu. Takutnya kamu malah panik. Beruntung tadi pak tua mengarahkan kita ke sini. Coba kalau tadi kita nekat lurus saja, mungkin kita Makin terperosok ke alam lain, Ma." "Jantungku sekarang sudah nggak deg-degan kayak tadi. hampir saja kita nggak bisa balik ke Jakarta, ya Pa:" Pramuda juga menghembuskan napas panjang. Pria berwajah tampan itu. merasakan kelegaan dalam hatinya. Sangat bersyukur atas kembalinya arah perjalanan ke. Jalur sebenarnya. "Kalau begitu, Pak Tua itu tadi siapa, ya Pa?" "Pasti bukan orang biasa." Adhella terbangun. Suara rengekannya terdengar Anifa sang baby sitter juga terbangun. Emafie segera mengambil alih Adhella. Anak berusia empat tahun itu kini berada di pangkuannya. Anak itu merengek minta minum. Diberi minuman mineral dalam botol, tapi tak mau. la minta minuman susu dingin. "Di depan kayaknya ada restoran tuh. Kita singgah sebentar, Pa. Siapa tahu ada yang jual susu dingin di sana" "Boleh juga,sambil aku mau buang air kecil dulu." Ada beberapa restoran yang masih. buka. Para pedagang makanan siap saji itu sengaja membuka usaha dalam satu kaveling tanah berukuran luas. Mereka membuka usaha secara berderetan, tanpa persaingan nakal. Banyak pula mobil lain yang singgah di situ, temasuk dua bus rombongan wisata dari Jakarta. Emafie memilih restoran yang ada di samping pedagang aneka macam . Karena , dilihatnya di situ ada yang menjual susu dingin kesukaan Adhella.

Seperti biasa, di tempat peristirahatan seperti itu, banyak anak-anak usia tanggung menawarkan cinderamata. Ada pula yang sudah dewasa, bahkan beberapa dari mereka tampak dua orang ibu menawarkan

makanan kering khas daerah tersebut. Pramuda pulang dari toilet, langsung memesan kopi panas pada pelayan restoran. "Nyonya, saya minta izin mau ke toilet juga, boleh?" kata suster Anifa dengan sikap hormatnya. "Hmm, ya, ya. sana ke toilet dulu, dari pada nanti kamu kencing di dalam mobil " kata Emafie dalam kelakarnya. "Toiletnya sebelah mana, Tuan?" "Situ, di ujung sana, belok.kiri. Ada uang receh,seribu? Kalau nggak ada minta Nyonya tuh. Buat bayar toilet." "Ada, Tuan Saya masih simpan uang beli roti kemarin kok." Anifa sudah lama menjadi pengasuhnya Adhella. Sudah seperti saudara sendiri. Tapi sikapnya tetap sopan dan bertanggung jawab sekali terhadap tugas dan kewajibannya. Itulah yang membuat Pramuda dan Emafie merasa sayang kalau harus kehilangan Anifa. Di sisi lain, Adhella sendiri sudah terlanjur lengket dengan Anifa, sehingga anak itu akan merasa kehilangan kalau sampai Anifa berhenti bekerja sebagai suster pengasuhnya. "Selamat malam, Tuan, Nyonya.'.. barangkali membutuhkan cinderamata , Tuan? Kalung, gelang... buat oleh-oleh bisa kok. ,.." Seseorang menawarkan cinderamata berupa aneka asesoris yang terbuat dari tempurung kelapa. Ada gelang, kalung, cincin, bahkan ikat pinggang dari tempurung berukir pun ada padanya. "Maaf, Pak. Lain kali aja," kata Pramuda menolak. Tapi bapak penjual asesoris itu meletakkan tiga buah kalung di meja. "Silakan dilihat-lihat dulu, Tuan. Siapa tahu berminat."

Setelah itu pergi menawarkan dagangannya ke pengunjung yang ada di meja seblah. Tiga kalung di meja

Pramuda ditinggalkan. '"SSst... !" Emafie memberi isyarat agar suaminya yang duduk di seberang meja mendekatkan telinganya. Pramuda mendekatkan wajah. "Apaan?" "Coba perhatikan, bapak yang jualan cinderamata itu kayak pak tua yang tadi mengarahkan mobil kita ke jalan sini. Perhatikan deh!" Pramuda melirik dengan curi-curi pandang. Lalu, ia berbisik pada istrinya dengan menjulurkan kepala ke depan. "Bukan, ah! Ngaco aja kamu." "Iya! ntar deh kalau dia pas menghadap ke sini, perhatikan tonjolan tulang pipinya dan bentuk alisnya yang lebat itu." "Cuma kebetulan aja mirip. Rambutnya putih panjang,pakaiannya putih lusuh, tapi tingginya nggak sama. Masih tinggi pak tua yang tadi kita temui di jalan itu, Ma." "Ah, Papa kok nggak percaya sih." Mereka diam, karena pedagang cinderamata kembali ke meja mereka, menanyakan penawarannya. "Bagaimana, Tuan... ada yang berminat? Kalung ini bagus untuk adik yang cantik ini lho..." "Hmm, eeh...," Pramuda bingung memutuskan, karena kaki Emafie di bawah meja menendang-nendang kakinya. Matanya berkedip-kedip, memberi isyarat agar Pramuda membeli souvenir itu. Sedangkan hati kecil Pramuda kurang berminat dengan souvenir yang sangat sederhana dan kurang menarik itu . "Hmmm,nanti deh... nanti saya panggil lagi kalau anak saya mau, ya Pak. Maaf, ya... ?" "Iya deh... nggak apa-apa," kemudian orang itu pergi menawarkan kepada pengunjung lainnya.

"Papa gimana sih? Beli aja satu sebagai ucapan terima kasih dia yang udah selamatkan kita dari jalan maut

itu." "Mama... dia itu bukan orang yang kita temukan di jalan tadi. Lagi pula kalau dia orang yang tadi, kenapa tubuhnya udah kering? Kenapa dia cepat sampai sini? Coba pikir deh!" "Ya, udahlah... kalau Papa nggak percaya!" Emafie agak kesal. Masalah itu buru-buru dilupakan. la tak mau psoalan sepele menjadi, pertengkaran berlarut-larut. "Udah, yuk... biar kita cepat sampe rumah," ajak Emafie, dan Pramuda pun setuju. Tapi suster Anifa belum pulang dari toilet. "Tunggu aja di mobil! Ngapain sih suster lama-lama di toilet?!" gerutu Emafie, Lalu ia segera bangkit. Adhella tak mau jalan sendiri. Minta digendong. Emafie yang menggendongnya. Mereka menuju mobil. Ketika mereka sudah masuk mobil, tapi masih menunggu kedatangan suster Anifa, tahu-tahu pedagang souvenir yang tadi berlari-lari menghampiri Emafie. "Nyonya... Nyonya... sebentar!" Pramuda dan istrinya menatap dengan rasa heran. "Nyonya, kalau nggak-mau beli dagangan saya, hmm.... saya mau kasih adik manis ini satu kalung, boleh nggak? Naah, ini kalung yang pantas buat adik manis... !" "Ehli, nggak usah, Pak. Kami.... " "Oo; ini gratis, Tuan... gratis! Biarlah buat tanda mata dari saya. Tapi harus adik manis ini yang mengenakannya,ya?" "Aduh, jadi ngerepotin dong kami, Pak?" kata Emafie sambil membiarkan orang itu memakaikan kalung di leher Adhella. Kalung itu terbuat dari tali hitam dengan liontin tempurung hias yang di tengahnya diberi batuan, kecil warna hijau giok. "Tuuuh, jadi makin cakep adik manis ini!" katanya dengan ceria, dan tawanya terkekeh-kekeh mengharukan hati. Emafie membuka dompetnya. "Berapa sih, Pak?"

"Eh, saya tadi bilang apa, gratis! Heh, heh, heh.'..

berarti, nggak usah bayar, Nyonya." "Kita nggak mau ngerugiin Bapak," sahut Pramuda. "Ooh, saya nggak rugi kok. Nggak rugi!" jawabnya berapi-api. Lalu, menyambungnya dengan suara pelan. "Asalkan, Tuan atau Nyonya mau sampaikan salam saya pada Kumala Dewi..." "Kumala Dewi... ?!" Pramuda tersentak kaget sekali mendengar nama adik angkatnya disebut-sebut. "Bapak kenal dengan Kurnala?!" Pak tua itu tidak menjawab pertanyaan tersebut, tapi melanjutkan ucapannya yang tadi. "Katakan kepada Kumala Dewi... masuk melalui lubang kepala..." "Masuk melalui lubang kepala? Maksudnya bagaimana, Pak?" "Terima kasih, Tuan, Nyonya.... " Kemudian ia berlari-lari kecil menghampiri rombongan wisata yang baru datang sambil berseru. "Cinderamataa... cinderamata... Kalung, gelang, Akan dikenang... !" "Hey, Pak! Tunggu dulu! Paaak... !" "Kejar dia, Pa!" Pramuda keluar dari mobil menuju ke arah belakang mobil, karena bus rombongan wisata itu di belakang mobilnya. Ia berusaha mencari pak tua tadi di antara orang-orang yang baru turun dari bus tersebut. Tetapi sampai beberapa saat lamanya Pramuda tak berhasil menemukan si pedagang souvenir. Akhirnya ia kembali ke mobil. "Dia udah nggak ada. Entah ke mana tadi!" "Bukankah tadi dia ke belakang sana?!" "Iya tapi sudah kucari di antara mereka, tetap nggak ada!" "Huhh, ya udahlah...itu suster Anifa sudah keluar dari toilet! Iih, aku jadi merinding dengar dia menyebutkan nama Kumala Dewi?!" "Siapa dia sebenarnya?!"

Suster Anifa masuk lewat pintu belakang. Pramuda dan istrinya sampai lupa tak menegur lamanya Anifa di toilet, karena mereka sibuk membicarakan pak tua yang menurut mereka sangat misterius itu: Mobil mulai mau jalan. Anifa berkata kepada Emafie. "Biar saya yang pangku, Nyonya... !" "Dhella sama suster Ani, ya?" Anak itu menggeleng. Tapi mamanya tetap mengangkat dia dan menyerahkan ke belakang. Suster Anifa menerima Adhella. Baru saja mobil bergerak maju; terpaksa, harus direm mendadak, karena Pramuda mendengar suara Anifa memekik. "Hahh ... !! Siapa kasih kalung ini?! Aaah, aaaahh,aaaaaaahhh... !!" "Paaa...??!" Emafie juga memekik melihat Anifa berteriak dengan tubuh memancarkan cahaya merah redup. Makin lama makin dipenuhi .cahaya, dan cahaya itu pun padam seketika. Blaaab...! Suara jeritan. Anifa menjauh dan lenyap dari pendengaran mereka. "Astaga ... !" sambil Pramuda meraih tubuh anaknya yang sempat terlempar ke jok samping. la segera memeluk Adhella yang menangis. "Apa yang terjadi sebenarnya?!" seru Ematie dengan panik. Lalu, ia melihat seseorang menghampiri mobilnya dengan sempoyongan. "Naah, itu dia Anifa.. ?? !" serunya lagi. "Hey, bukankah kamu tadi sudah masuk ke Mobil?" tegur Pramuda. "Maaf, Tuan... saya jatuh di dalam toilet. Seperti ada yang memukul kepala saya, dan kaki saya jadi lumpuh sebentar, nggak bisa buat berdiri..." seraya ia memperlihatkan pakaian putihnya yang kotor dan basah, menandakan ia benar-benar jatuh. "Celaka! Kalau begitu tadi yang kemari bukan Anifa asli. Entah makhluk apa tadi yang menjelma menjadi Anifa!" kata Pramuda.

"Untung bapak tua tadi memberi Dhella kalung, dan... astaga, kalung itu ikut lenyap bersama lenyapnya makhluk tadi, Pa?!" Cukup mudah menarik kesimpulan setelah suatu peristiwa terjadi. Bahwa ada pihak lain yang menghendaki Adhella. Entah makhluk dari alam mana, yang jelas ia menginginkan Adhella dengan menyamar sebagai Anifa. Dapat dipastikan makhluk lain itu sudah sejak tadi mengincar Adhela, sejak ia menyesatkan arah mobil Jaguar itu ke jalan yang lengang dan bertepian hutan beringin. Tetapi karena seorang lelaki tua mengarahkan mobil itu ke jalan lain, maka tujuan makhluk itu gagal. Ia masih mengejarnya sampai ke restoran, Ia melumpuhkan Anifa di toilet, lalu merubah diri sebagai suster yang amat dipercaya oleh Emafie untuk mengasuh Adhella. Tapi usahanya itu justru membuatnya hancur karena Adhella mengenakan kalung pemberian pak tua yang misterius itu. Seandainya Adhella tidak mengenakan kalung itu, maka Pramuda dan Emafie akan kehilangan anaknya dalam perjalanan, bersama lenyapnya suster palsu itu. Mereka tak akan. bertemu lagi dengan Adhella, seandainya mereka menolak pemberian kalung dari pak Tua, yang kini diyakini Pramuda sebagai lelaki tua yang mengarahkan mobilnya ke jalan sebenarnya. Kini masalahnya adalah, siapa pak tua itu sebenarnya? Dan, apa maksud pesan yang harus disampaikan kepada Kumala Dewi? Pramuda dan Emafie- mencoba memecahkan arti kalimat pesan yang berbunyi: "masuk melalui lubang kepala ..." Namun mereka tak menemukan jawaban dari arti kalimat pesan itu. ***

4 Gadis kecil berwajah cantik imut bak boneka, kini diam tertunduk dengan bibir cemberut. Menampakkan rasa takut la sedang kena omel 'sang kakak' yang disegani. Masalahnnya, anak itu telah bikin ulah yang membuat Kumala Dewi kalang kabut mencarinya ke sana-sini. Hilangnya Barbie dari tempat tidurnya memang sempat membuat heboh seluruh penghuni rumah. Kumala hampir menangis karena tak berhasil mendeteksi energi kesaktian yang dimiliki Barbie. Padahal anak itti rnenyimpan bayi dalam kandungan yang bukan miliknya, melainkan milik istri Fardan. Bayi dan kandungan itu harus dikembalikan pada pemilik sebenarnya. Lalu, pada saat Kumala Dewi tertegun kebingungan, Ia ingat kesaktian anak itu ketika berada di alam hampa gaib. la pernah diserang anak itu, namun ketika dicari penyerangnya tak ditemukan. Ternyata sipenyerang bersembunyi dalam lapisan udara yang ada di alam tersebut. , "Jangan-jangan dia masuk ke dalam lapisan udara. lagi?!" pikir Kumala Dewi, lalu segera masuk ke kamar Barbie lagi. Aji Mata Dewa digunakan untuk menyisir seluruh udara yang ada di kamar tersebut. Sampai akhirnya Kumala menemukan lapisan udara di sudut kamar yang bergerak-gerak seperti permukaan air. Dengan sinar hijau kecil seperti jarum yang terpancar dari ujung jarinya, Kumala Dewi merobek lapisan udara itu. "Weeesst....! Maka, tampaklah Barbie sedang berdiri memeluk boneka panda dengan wajah polos dan mata memandang sendu. Kumala Dewi segera meraih anak itu, lalu memeluknya kuat-kuat. Setelah merasa lega, barulah tiba giliran anak itil untuk diomeli.' Kumala sengaja menutup kamar, dan bicara empat mata dengan Barbie, agar si anak tak merasa malu mendapat " omelen di depan orang lain.

"Lain kali kakak nggak mau lihat kamu bertingkah

kayak gitu! Kakak capek dibuat pusing oleh tingkahmu, Barbie! Kalau kakak capek, maka kamu mau ke mana saja, kakak nggak mau peduli lagi!" "Maa,.. maaf, Kak Mala..." "Ya, kali ini kakak maafkan. Tapi berjanjilah untuk nggak akan bikin ulah kayak tadi" "Iya, aku janji... nggak kayak tadi lagi." "Bagus. Sekararig, coba Icasih alasan pada kakak, kenapa kamu pakai ngumpet segala di situ?! Kenapa kamu berlagak ngilang, hm?! "Habis, aku'., aku mencium bau iblis. Aku.... aku yakin di sini ada iblis,.. jadi, aku'ngumpet dulu, Karena..; karena aku nggak suka sama bau iblis,'..." . Kumala, terbungkam sesaat ia tahu apa yang dimaksud Barbie. Bau ibiis yang dimaksud tak lain adalah jati diri Audy. Rupanya dengan kesaktiannya anak itu bisa mengenali bau iblis, dan tentu saja mengenali bau jin. Karena, Barbie sering berselisih dengan Buron. Itu karena Barbie mungkin tidak menyukai aroma khas sesosokjin'. "Kak Audy memang dari bangsa iblis. tapi dia sudah menjadi teman baik kakak. Dia ada di pihak kita, seperti halnya Bang Buron Jadi,. kita harus mau menerima mereka. Siapa pun yang ingin berteman atau bersaudara dengan kita, harus kita terima baik-baik. Jangan kita memusuhi karena kesalahan masa lalu mereka. Itu tidak baik, Ngerti?" Berbie mengangguk. Kumala Devvi mencoba memahami .dan memaklumi emosi dan daya nalar seorang bocah yang masih, butuh bimbingan dalam menentukan sikap hidupnya. Kumala merasa tak layak menyalahkan Barbie sepenuhnya, sebelum ia memberinya pelajaran dan pernahaman tentang makna sebuah pesahabatandan persaudaraan. "Nah, sekarang ayo... kakak kenalkan Barbie sama Kak Audy. Dia bukan musuh kita. Mau kan?".

Barbie mengangguk. Kemudian ia dibawa keluar kamar. Kumala memperkenalkan Barbie kepada Audy,

"KakAudy... kenalin ini Barbie, adik Kak Mala yang paling cantik," ujar Kumala membesarkan hati Barbie. Audi paham gaya bahasa itu. sehingga ia bersikap manis menerima kehadiran Baibie. "Aduuuh, cantiknya adik Kak Mala, ya? Siapa namanya?" "Kata Kak Mala... namaku Barbie..." Audy menerima uluran tangan Barbie dan mereka pun berjabatan tangan. Tapi tiba-tiba Audy tersentak dpngan mata membelalak dan tubuh mengejang. Tersentak-sentak. Kelojotan. "Aaahkk...!!" "Bie ..! Lepaskan!"'.sergah Kumala sambil menarik tangan Barbie. Begitu lepas dari genggaman tangan Barbie, Audy terhempas jatuh terduduk di lantai berkarpet. Napasnya terengah-engah. "Kenapa begitu, Barbie?!" . "Aku... aku nggak apa-apain kok. Aku cuma pegang tangannya. Nggak ngapa-ngapain. .," ia menggeleng sangat lugu. Kumala Dewi tak sanggup menghardik atau memarahinya. Rupanya apa yang dilakukan Barbie atas diri Audy adalah diluar kesadaran anak itu Ada gerakan gaib yang dapat bereaksi secara refleks pada saat anak itu tidak menghendaki reaksi tersebut. "Kau baik-baik saja, Audy?" "Yaah, yaah..'.,"Audy mengangguk-anggukkan kepala. "Aku cuma merasakena strom listrik bertegangan tinggi, seperti tadi kupegang telapak kaki paman dewa di kamar. Cuma, yang ini nggak telalu besar. Masih besar tegangan yang ada di kaki paman Dewa Jenaka tadi. Huubhfff...!!" ' Kumala Dewi berbisik, "Apakah kau bisa mengetahui darimana asal kesaktiannyai'" "Nggak tahu deh. Kepalaku jadi pusing. ' Duuhhh...." Audy masih sedikit terengah-engah. "Minta air putihnya dong...!"

Sandhi bergegas pergi rnengambilkan air minum

untuk Audy. "Memang ada kesamain dengan getaran gaib yang ada di kaki Dewa Jenaka itu. Tapi aku nggak yakin, apakah berasal dari satu sumber atau berbeda sumber. Karena, tadi tangan itu buru-buru kau tarik dan lepas dari tanganku. Belum menyentuh inti gaibku. Dan, kayaknya... kalau sampai menyentuh inti gaibku, aku bisa lebih celaka lagi, Aku nggak mampu menahannya tadi." Sekali lagi Kumala Dewi menceritakan secara singkat darimana asalnya anak itu, dan seperti apa kondisi kesaktian yang dimiliki anak itu sebenarnya. Audy hanya bisa mengungkapkan kesimpulan batinnya. "Anak ini memiliki kesaktian cukup berbahaya. Kau harus hati-hati padanya, Kumala. Menembus daya ingatnya saja adalah sesuatu yang sulit dilakukan apalagi melumpuhkan sendi-sendi kesaktiannya. Selama ia dalam pembinaan yang baik, maka ia akan menjadi anak baik-baik. Tapi jika dalam pembinaan yang liar, maka ia bisa lebih liar dari setan mana pun." Satu persatu persoalan harus ditangani dan diselesaikan. Kumala Dewi tetap mengutartiakan pemulihan kesaktiannya Dewa Jenaka, karena dewa itulah yang memegang kunci penyelesaikan bayi dalam kandungan Barbie. Sedangkan daya ingat Barbie dapat dipulihkan dengan cara lain, walau pun Cara itu belum ditemukan oleh Kumala.. Kini yang ditanyakan oleh mereka adalah, mampukah Kumala berpisah dengan Barbie seandainya Barbie sudah pulih ingatannya dari kembali pada orang tuanya? Sebab, tampaknya makin hari Kumala semakin jatuh cinta pada anak itu. ***

Persediaan garam di dapur sangat menipis. Mak Bariah belum membelinya lagi. Mau tak mau siang itu juga Kumala menyuruh Sandhi mengantarkan Mak Bariah ke

pasar untuk membeli garam halus. Cukup banyak garam yang dibeli, karena Kumala Dewi memperkirakan butuh garam lebilh dari satu kilogram untuk melepaskan medan gaib yang melapisi auranya Dewa Jenaka. Garam-garam itu dituang semua dalam sebuah tampah berukuran sedang.. Dewi Ular mengerahkan kesaktiannya, sehingga kedua telapak tangannya mengeluarkan kabut hijau tipis. Kabut itu bergumpal- gumpal di atas garam, kemudian terhisap seluruhnya masuk ke dalam garam. Menyatu dengan garam, membuat warna garam tidak putih lagi, tapi putih agak kehijauan. "Pakai kacamata Hitam'' Kumala mengingatkan Audy ketika jelmaan iblis betina itu ingin membantu menaburkan garam. Siapa saja boleh menaburkan garam ke tubuh Dewa Jenaka, tanpa harus menggunakan tenaga gaib , atau kesaktian apapun. Maka, Sandhi pun ikut membantu menaburkan garam dari tampah tersebut. Setiap garam yang dihamburk.an ke tubuh Dewa Jenaka selalu menimbulkan percikan cahaya merah dan suara letupan kecil . Craat. preetaak, prriiitikk, traaataar, taarr, preetiik, prcefik .! Dan, setiap garam yang dilemparkan bukan hanya menghambur tapi terserap hilang dari pandangan mata awam. Hanya Audy yang melibat garam-garam itu terhisap oleh cahaya menyilaukan yang disebut medan gaib. menurut pengiihatannya cahaya menyilaukan itu . masih berpendar-pendar. Belam bisa padam walaupun semua garam sudah disiramkan ke tubuh Dewa Jenaka. "Apa masih kurang garam sebanyak itu? tanya Buron kepada Kumala Dewi, tapi Audy yang menjawab pertanyaan tersebut.. "Kurasa sudah eukup." "Apakah berkurang cahaya medan gaibnya itu?"

"Belum. Kalau kacamata ini kubuka, aku masih

nggak akan sanggup menerima silaunya cahaya medan gaib. Lalu kenapa-kau bilang sudah cukup?" tanya Sandhi! "Yaaa, kita tunggu sajalah. Kalau Iintah ditaburi garam, apakah dia langsung lepas? Pasti menunggu beberapa saat, kan?" "Lepasnya lintah tidak membutuhkan waktu !ama. tapi kalau lintah bermuatan energi gaib seperti ini, pasti butuh waktu agak lama," kata Kumala Dewi yang segera memahami kata-kata Audy tadi. Mereka keluar dari kamar. Kebetulan saat itu dering telepon terdengar,Sandhi lebih dulu menyambut telepon tersebut. Kamudian ia menyerahkan gagahg telepon padia Kumala Dewi. "Bang Pram mau bicara. Penting katanya, Dewi Ular segera menyapa kakak angkatnya. la baru ingat sejak tadi HP tak diaktifkan sehingga Pramuda terpaksa menghubungi telepon rumah. Biasanya Pram, lebih suka menghubungi HP, karena bisa langsung bicara dengan adik angkatnya yang cantik dan sexy sekali itu. "Hallo, ya. Aku belum bisa ngantor dulu, Pram Ada.;.." "Aku bukan mau bicara soal kantor," sahut Pramudal "Ada masalah' yang harus kubicarakan denganmu. Aku mengalaminya tadi malam, sepulangnya aku dari berlibur." "Ooh...? Masalah apa? Bicarakan sekarang saja." Nggak bias, harus kubicarakan di depanmu., Nggak cukup ceritanya kalau cuma lewat telepon. Nanti. sore aku mau ke rumah sama Emafie. Kamu ada di rumah?" "Ada. Pukul berapa kalian mau datang?" "Menjelang petanglah. Ini menyangkut masalah Adhella!. Ada yang ingin menculik Adhella, tapi dia bukan manusia biasa " Kumala Dewi diam sebentar. Sinyal gaibnya memantau keadaan Adhella seketika itu juga. Sesaat kemudian baru bicara lagi.

"Tapi sekarang dia dalam keadaan aman-aman saja

kok. Okey nanti ceritakan semuanya. Aku tunggu kedatangan kalian "Ya. Sekarang aku mau mulai meeting sama orang-orangnya Mister Andrew. Sampai ketemu nanti Mala! "Okey, Sukstes ya,. J" Tiba-tiba si kecil Barbie keluar dari kamar dan bertanya, "Kakak... Adhella itu siapa?" Dahi Kumala berkerut sekcjap. Rupanya anak itu menyadap. pembicaraan di telepon tadi. Tentu saja ia menyadap dengan kekuatan supranaturalnya. Tapi mungkin saja penyadapan itu di luar keinginan Barbie, Terjadie secara otomatis... "Adhella itu anaknya Paman Pram dan Bibi Ema. Kenapa?" "Anaknya lebih kecil dariku, ya? Dengan sabar dan tetap lembut Kumala mengangguk. "Ya, umurnya masih sekitar empat tahun." "Ooo,'Barbie menggumam, lalu tak melanjutkan bicara. Tapi sepasang matanya yang bundar indah itu melirik ke sana-sini. Tak tenang. Maka, dalam hati Kumala pun tahu, ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh Barbie, namun sepertinya ia ragu-ragu. Bisa karena merasa takut, bias juga karena merasa tak yakin pada dirinya sendiri. "Kenapa? Kamu mau bilang apa, Sayang? Bilang aja" sambil Kumala berlutut dan merangkulnya. Mencium pipinya yang gembul tapi bukan tembem. Tak terlalu besar. '"Aku boleh nggak main sama Adhella,. Kak?" Bofeh saja. Nanti kalau Adhella kemari, kamu main sama dia,ya?" Iya, Biar nanti kalau nenek tua itu mau ambil Adhella lagi, aku tonjok mukanya sampai penyok, hiiihiii hiii.hiii Dewi Dlar ikut tertawa, tapi sumbang. Karena dalam-hatinya ia bicara pada dirinya sendiri.

Ooo,.rupana anak ini tahu kalau ada pihak yang mau

menculik Adhelia. Bagus sekali teropong gaibnya?'' Lewat suara Iembutnya Kumala bertanya, "Kapan kamu melihat nenek tua mau ambil Adhella?" "Hmmm, nggak tahu. Aku cuma. lihat bekas bayangannya aja kok. Tadi waktu di kamar aku melihatnya." "Apakah sekarang nenek tua itu masih membuntuti Adhella?" "Udah kabur ! Kebakar, angus. Tapi nenek-nenek. lain masih ada. Masih berkeliaran mencari ,anak seusia Adhela kok." "O, ya!.. ? Dimana kau lihat nenek-nenek lainnya itu? "Di sini.Barbie menunjuk kepalanya. Maksud anak itu, didalam alam pikirannya ia melihat nenek-nenek berkeliaran mencari anak seusia Adhella, tentu saja hal itu membuat Kumala Dewi memperhatikan bola mata Barbie untuk menyadap alam pikiran anak itu. Ternyata dalam pikiran Barbie terdapat sekitar lima sosok wanita berambut panjang, beruban, dan bermuka peot. Lima sosok wanita itu memiliki mata cekung dengan berbeda-beda bentuk wajah. Dua diantaranya tampak memiliki sapasang taring pada giginya. Mereka berpencar ke berbagai arah, seperti sedang mencari sesuatu yang harus mereka temukan secepatnya." "Bayangan khayal atau memang pantauan dari dimensi gaib?.!" tanya Kumala dalam hatinya. Ia sulit membedakan antara khayalan anak itu dengan pantauan gaib dari penglihatan batinnya. Yang jelas kelima bayangan nenek itu adalah sosok-sosok yang memiliki kesaktian tersendiri, Jubah mereka berlainan warna, dan masing-masing dari mereka memegang tongkat yang berlainan bentuknya. "Barbie," Bisik Kumala. "Siapa kelima bayangan nenek dalam benakmu itu? Kau mengenali mereka?" Barbie menggeleng "Mereka nggak bisa dengar- suaraku, jadi aku nggak bisa tanyakan siapa mereka."

"Oooo..ya sudah. Kamu nggak usah coba-coba lagi

bertanya pada mereka, ya? Nanti kamu ikut-ikutan diculik dan dibawa kabur oleh mereka. Nantir kakak cari-cari kamu sabil nangis lho." lya, Kak. Aku nggak akah bicara lagi sama mereka kok jawab Barbie dengan patuh, seolah-olah ia tak ingin Kumala kebingungan meuncari dirinya, seperti yang digambarkan dalam kata-kata Kumala tadi. . Dalam hatinya Kumala berkata, "Kalau begitu, bayangan yang ada dalam benaknya itu bukan sekedar khayalan semata, la melihat dengan alam pikirannya,tapi tak mampu mengirimkan suara kedalam alam pikirannya itu. Hhmm, sepertinya akan terjadi sesuatu yang mengganggu ketenangan hidup manusia di bumi." Dewi Ular segera dekati Buron dan bicara secara bisik-bisik. , "Awasi terus Barbie, Ada pihak yang sedang mengincar anak seusia dia. Entah mau untuk tumbal apa anak-anak seusia dia itu:. Yang jelas, Adbhella, anaknya Bang Pram, sudah bampir menjadi korban penculikan..'' Buron manggut-manggut "Pelakunya manusia biasa atau bukan?" Sepertinya penghuni alam sana. Aku melihat gambaran rupa mereka lewat bayangan benak Barbie "Okey. Aku awasi dia mulai sekarang!' Kata Buron dengan tegas menunjukkan loyalitas dan kepatuhannya kepada sang Dewi Ular yang tak perlu disangsikan lagi. Lewat tengah hari keadaan Dewa Jenaka ditengok kembali. Dengan mengenakan kacamata hitam. Audy mengetahui bahwa kemilau dari pancaran cahayanya medan gaib itu mulai reda. Tidak seterang tadi. "Sudah berkurang. Pancaran cahayanya juga nggak sekuat tadi. Tapi kayaknya aku masih nggak mampu melihatnya tanpa kaca mata hitam ini." "Apakah perlu kita lakukan tabur garam lagi?"

"Kurasa nggak perlulah, Energi saktimu telah berpengaruh cukup bagus, menurutku. Masih butuh waktu beberapa saat untuk melemahkan medan gaib itu. Meski

kau tambah, juga tak akan mempercepat proses pelumpuhannya." Kali ini handphone Audy berdering. Ia juga punya klien sendiri, karena beberapa orang pernah dibantu olehnya dalam kasus bernuansa mistik. Rupanya kali ini seseorang sengaja menghubungi Audy untuk meminta bantuan berkenaan denggh dunia mistik; "Aku pergi dulu sebentar,' menangani kasusnya klienku. Kanti aku kembali lag! ke sini. Bisa kan?" Ya silahkan. Layani dulu klienmu dengan baik. Jangan malu-maluin dunia supranatural kita." Pesan itu tak pernah berani disanggah Audy. Kumala Dewi sering menyampaikan pesan serupa dengan pengaruh wibawa dan kharismanya yang tak sanggup dikalahkan olehAudy. Pesan semacam itulah yang membuat Audy tak berani terlalu liar dan ganas dalam memenuhi tuntutan gairah mesumnya. Ia berusaha. urttnk bermairin rapi agar tak menjatuhkan citra dunia supranatural. Sebab, beberapa orang telah mengakui kehebatan Audy sebagai seorang paranormal papan atas. Ketika langit mulai redup di awal petang, sebuah mobil Jaguar memasuki halaman rumah Kumala setelah Sandhi membukakan pintu gerbangnya. Pramuda datang bersama Emafie. Sayangnya, mereka tak membawa Adhella dan suster Anita. Hal itu membuat Barbie Sedikit kecewa karena tak jadi mendapat teman untuk bermain. Pramuda dan istrinya mengawali cerita mistdri yang mereka alami dari turunnya hujan, sampai bertemu dengan seorang lelaki tua, dan pertemuan. Mereka dengan pedagang Souvenir. .Cerita itu diakhiri dengan lenyapnya suster palsu. Lalu, Emafie yang tampak menggebu-gebu dalam penuturannya mengulang cerita saat pedagang souvenir memberi kalung kepada Adhelia, dan pesan untok Kumala yang berbunyi: "masuk melalui lubang kepala... " "Sampai sekarang aku belum bisa menemukan apa makna dari pesan seperti itu," kata Pramuda menambahkan pesan tersebut kepada,Kumaia,

"Masuk..melalui lubang,.. kepala;,.? Kumala bicara pelan sambil merenung. "Siapa vang Harus masuk? Lubang kepala bisa. hidung, bisa mulut, bisa telinga.,.. ? Tapi, kepala siapa yang dimaksud?" Ketika mereka membahas tentang makna pesan itu, Sandhi yang tidak ikut dalam pembicaraantersebut segera menemui. Kumala. Ia tampak terburu-buru dengan wajah sedikit tegang. "Ada suara dari dalam kamar itu, Kumala." "Suara..?!" "Ya, suara seperti orang: merintih, atau mengigau,. nggak jelas" Pramuda tertarik dengan pemberitahuan tersebut. "Ada apa sebenaraya?" Kumala Dewi segera menjelaskan secara singkat tentang keberadaan Dewa Jenaka di rumahnya Termasuk cerita tentang penemuan bocah sakti yang diberi nama Barbie, dan keadaan barbie yang sekarang berperut buncit karena mengandung bayi titipan. Emafie penasaran, ingin melihat apa yang terjadi di kamar perawatan Dewa Jenaka itu. Kumala Dewi tak' keberatan. Emafie memaksa suaminya untuk melihat seperti apa sosok seorang dewa itu, sebab ia memang belum pernah melihat dewa yang sebenarnya, Suara erangan seperti orang mengigau tadi temyata datang dari mulut Dewa Jenaka. Matanya masih terpejam, tapi kepalanya sudah miring kekiri. Ia sudah mulai bisa mengeluarkan suara namun belum bisa .membuka mata." ; Agaknya garam ramuan Dewi Ular itu telah, membuat medan gaib makin berjturang. Atau mungkin Saat itu medan gaib itu sudab hilang sama sekali Tapi keadaan itu belum dapat membuat Dewa jenaka memperoleh kesadarannya lagi. Paman Paman Dewa? Ini aku Kumala Dewi paman bias dengar suaraku?! Paman?!

Berkali-kali suara Kumala dibisikkan di telinga Dewa jenaka, tapi tak ada reaksi yang menunjukkan bahwa sang dewa mendengar suara Kumala. Ia belum bias menerima

sinyal dari luar. Sesekali mengerang kecil, sesekali diam tak berkutik seperti orang tertidur nyenyak. Ketika Emafie masuk bersama Pramuda, perempuan itu terpekik dengan suara tertahan. Tangannya buru-buru membungkam mulutnya sendiri. Demikian juga dengan Pramuda yang terbelalak kaget tanpa suara yang dapat terlontar dari mulutnya. Ada apa?! Tanya Kumala kepada mereka berdua. Oorr orang itu orang itu yang memberikan kalung pada Adhella, kata Emafie sambil menunjuk ke ranjang dengan tangan gemetar. la segera lari keluar dengan ketakutan, sedangkan suaminya diam terpaku dengan mata terbelalak tak berkedip." "Apa benar kata Ema tadi? .tanya Kumala kepada Pramuda. Pertanyaan itu menyadarkan Pramuda dari keterpakuannya. 'Bee. Beee... benar. ,Aku lihat sendiri! Aku masih ingat wajahnya, alisnya yang lebat putih, tulang pipinya, dandan dialah yang titip pesan pada kami...masuklah melalui lubang kepala... Ya, dialah orangnya!" Di luar kamar hal itu dibicarakan dengan cukup heboh. Emafie tampak tegang sekali, hingga napasnya terengah-engah, Dia yang merasa melihat jelas wajah penjual souvenir dari jarak sangat dekat, Dia juga yang meyakinkan bahwa pak tua penunjuk jalan diwaktu hujan itu adalah oraflg yang dilihatnya terbaring di dalam kamar tadi. "Berarti kalian sudah ditemui roh Dewa Jenaka. Beliau pasti tahu tentang hubungan kita, jadi beliau menitipkan pesan untukku melalui kalian. Ketika beliau melihat pandangan mata kalian disesatkan oleh pihak yang menginginkan Adhella, beliau mencoba menyelamatkan kalian dengan cara memandu perjalanan. Dan memberikan kalung penangkal gangguan gaib untuk Adhella." "Pa, berarti yang selamatkan kita kemarin adalah roh dewa!

"Ya. Tapi mana kita tahu kalau dia adalah roh dewa?'Kalau tahu begitu, kubeli semua dagangan . souvenirnya itu" "Kalau begitu, sekarang biarlah aku sendiri yang memecahkan teka-teki dari pesan beliau. Pasti sangat' berguna untuk menyelesaikan kasus. Yang sedang kutangani ini," kata Kumala kepada suami-lstri itu. Baru saja Pramuda mau bicara, tiba-tiba HP di dalam saku celananya berbunyi; Dia tangguhkan sebentar untuk melihat siapa peneleponnya. Jika tak penting, ia tak akan menyambut telepon itu. "Suster telepoh, Ma... Kau saja yang terima, aku mau bicara dengan Kumala, ."maka handphone itu pun diserahkan pada istrinya. "Begini, Kumala aku hanya berharap supaya..." ' Emafie memekik, membuat kata-kata Pramuda terputus. "Apa...?! hilang...?! Kamu ngomong yang. betul, Suster! Anakku hilang bagaimana maksudmu?!" "Biar aku yang bicara!" sahut Pramuda dengan wajah tegang. Ia merampas HP dari tangan istrinya. "Ya,.ini Tuan,.. bagaimana maksudmu, Suster?!" Emafie mulai menangie. Kumala Dewi segera meraihnya dalam pelukan ketika Emafie mengatakan, Anakku hilaaaang....!! Pramuda pun menjadi pucat pasi, setelah mendengar penjelasan dari suster pengasuh Adhella. Ia duduk dengan lemas. Belum bisa bicara untuk beberapa saat. Matanya menjadi. merah, antara sedih dan kemarahan yang meledak-ledak. "Adhella hilang... lenyap begitu saja, ketika... ketika suster mengambilkan air minum.. Dia lenyap di depan mata Suster Anifa!" Ada yang telah mengambilnya!" suara Kumala mulai berat, "Kekuatan gaib itu telah berhasil mengambil Adhella dan. .."

"Kumala...., sergah Sandhi yang berdiri diantara

ruang tengah dengan ruang tamu, Semua menatap Sandhi. Tapi saat itu Sandhi diam tak bergerak tak bersuara. Hanya saja ia tampak .mendengarkan suara yang sedang dilacak kebenarannya. Matanya bergerak pelan-pelan kearah kamar anak-anak. "Ada suara tawa," ujarnya dengan nada befbisik tegang. "Suara tawa Barbiedan.. . dan suara tawa anak lain... Mereka menyimak suara yang dimaksud Sandhi. temyata memang benar, dari dalam kamar Barbie terdengal suara cekikikan selayaknya anak-anak sedang bermain dengan gembira. Suara tawa itu bukan hanya ; suara Barbie saja, tapi ada suafa kecil lain yang mengiringi suara tawanya Barbie. Dewi Ular bergegas menghampiri kamar itu. Pramuda, Emafie dan Sandhi ikut menghampiri kamar , itu juga Dengan satu sentakan cepal Kumala membuka pintu kamar tersebut. Wuuut..! ***

5 Kesaktian macam apa sebenarnya yang dimiliki oleh gadis kecil seusia Barbie? Sebagai manusia biasa Sabdhi tak habis piker, bagaimana mungkin Barbie bisa memindahkan Adhella dari rumah yang jauh ke dalam kamarnya. PadahaJl menurut pengakuan suster Anifa, ia tak melihat sekelsebat bayangan pun yang menghampiri Adhella. La hany