Blue Print NTDS - Pertanian

141
PERATURAN MENTERI PERTANIAN No. 18/ Permentan/OT.140/2/2010 Tentang

Transcript of Blue Print NTDS - Pertanian

Page 1: Blue Print NTDS - Pertanian

PERATURAN MENTERI PERTANIAN

No. 18/ Permentan/OT.140/2/2010

Tentang

Page 2: Blue Print NTDS - Pertanian

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN

NOMOR :18/ Permentan/OT.140/2/2010

TENTANG

BLUE PRINT PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING PRODUK PERTANIAN DENGAN

PEMBERIAN INSENTIF BAGI TUMBUHNYA INDUSTRI PERDESAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian sesuai karakteristik keinginan konsumen di pasar domestik dan/atau ekspor, perlu upaya secara sistematis dan terintegrasi;

b. bahwa nilai tambah dan daya saing produk pertanian saat ini masih rendah karena keterbatasan skala teknis dan ekonomis;

c. bahwa untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian dilakukan melalui penumbuhan agroindustri perdesaan yang disusun berdasarkan komoditas strategis;

d. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, perlu menetapkan Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian Insentif bagi Tumbuhnya Industri Perdesaan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992

tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran

Page 3: Blue Print NTDS - Pertanian

Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

3. Undang-Undan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4043);

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411);

6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4660);

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);

8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5068);

9. Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan Pembinaan dan Pengembangan Industri;

10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia;

11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;

Page 4: Blue Print NTDS - Pertanian

12. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor

299/Kpts/OT.140/7/2005 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

11/Permentan/OT.140/2/200;

14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor

341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan

Organisasi dan Tata Kerja Departemen

Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian

Nomor 12/Permentan/OT.140/2007

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG BLUE PRINT PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN DAYA SAING PRODUK PERTANIAN DENGAN PEMBERIAN INSENTIF BAGI TUMBUHNYA INDUSTRI PEDESAAN.

Pasal 1

(1) Menetapkan Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian Insentif Bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan, seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri Pertanian ini.

(2) Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian Insentif Bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai acuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, pengendalian dan Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian Dengan Pemberian Insentif Bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan.

Page 5: Blue Print NTDS - Pertanian

Pasal 2

(1) Pelaksanaan dalam perumusan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian dengan pemberian insentif bagi tumbuhnya industri pedesaan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal, Gubernur dan/atau Bupati/Walikota sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.

(2) Perumusan Peningkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi terkait.

(3) Evaluasi dan pengendalian Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian Dengan Pemberian Insentif Bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan dilaksanakan dengan berkoordinasi dengan instansi terkait.

Pasal 3

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari 2010 MENTERI PERTANIAN, SUSWONO

Page 6: Blue Print NTDS - Pertanian

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian masih merupakan sektor penting dalam perekonomian

Indonesia. Sektor pertanian telah berperan besar dalam

pembentukan PDB Nasional hingga mencapai 13-14 %. Sektor

agribisnis (pertanian serta industri dan jasa pertanian)

menyumbangkan sekitar 45% dari total nilai tambah, menyerap

75% tenaga kerja, penyedia pangan, dan tempat bergantung

sebagian besar penduduk perdesaan. Peran ini akan bertambah

di masa yang akan datang dengan berkembangnya teknologi

dan berkurangnya sumberdaya tak terbarukan, yakni pertanian

menjadi tumpuan untuk penyediaan pangan yang makin

beragam (food), pakan yang semakin bertambah (feed), dan

energi alternatif (fuel).

Keadaan pertanian saat ini masih belum mampu menopang

semua peran tersebut dengan baik. Pendapatan petani sebagai

pelaku terdepan masih sangat rendah karena sebagian besar

usaha tani berskala kecil. Petani mempunyai banyak

keterbatasan modal, teknologi sederhana, akses pembiayaan,

dan gangguan iklim yang semakin tidak menentu. Akibatnya

produktivitas masih relatif rendah, kualitas komoditi belum baik,

dan harga pokok masih tinggi. Situasi ini menjadikan komoditas

pertanian Indonesia kalah bersaing dengan komoditas dari

negara lain.

LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN

NOMOR : 18/ Permentan/OT.140/2/2010

TANGGAL : 5 Februari 2010

Page 7: Blue Print NTDS - Pertanian

2

Dalam situasi seperti itu, pembangunan pertanian tetap penting

dari keseluruhan pembangunan ekonomi. Beberapa

pertimbangan adalah: (i) potensi sumberdaya yang besar dan

beragam, (ii) berpotensi besar sebagai penyumbang terhadap

pendapatan nasional, (iii) banyaknya penduduk yang

bergantung pada sektor ini, dan (iv) peluang pasar yang masih

terbuka dan berkembang. Arah pembangunan pertanian

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (petani)

melalui pemanfaatan secara optimal sumberdaya pertanian

dan nilai komoditas. Dengan demikian, keterpaduan hulu-hilir

menjadi pilihan arah yang dapat memberdayakan pertanian

secara ekonomi, sosial dan lingkungan.

Selain situasi dan kondisi tersebut, pembangunan pertanian

dihadapkan pada perdagangan dunia yang semakin bebas.

Komoditas dan produk pertanian harus mampu bersaing di pasar

domestik (dengan impor) dan di pasar internasional (dengan

produk yang berasal dari negara lain). Kemampuan bersaing

produk harus dipahami sebagai output dari sinergi komponen

sistem pertanian secara menyeluruh dari sektor hulu hingga hilir.

Pada tingkat yang lebih maju, dayasaing negara bergantung

dari kapasitas berinovasi dan berkembang dari industri negara

tersebut.

Perdagangan internasional yang mendorong terjadinya

globalisasi ditandai dengan semakin berkembangnya sistem

inovasi teknologi informasi, perdagangan, reformasi politik,

transnasionalisasi sistem keuangan, dan investasi. Indonesia

mengikuti arus perdagangan bebas internasional dengan

menandatangani General Agreement on Tariffs and Trade

(GATT) yang menghasilkan pembentukan World Trade

Organization (WTO) dan deklarasi Asia Pasific Economic

Cooperation (APEC) tentang sistem perdagangan bebas dan

investasi yang berlaku penuh

Page 8: Blue Print NTDS - Pertanian

3

pada tahun 2010 untuk negara maju dan tahun 2020 bagi

negara berkembang. Tidak kalah pentingnya, Indonesia

bersama-sama negara di lingkungan ASEAN lainnya telah

sepakat membentuk perdagangan bebas ASEAN, yaitu ASEAN

Free Trade Area (AFTA) yang sudah mulai diberlakukan pada

tahun 2002, terakhir berkembang China-AFTA mulai tahun 2010.

Melalui berbagai kesepakatan internasional tersebut, pasar bagi

produk Indonesia sudah dan akan menghadapi persaingan

yang semakin ketat, baik dalam perdagangan domestik

maupun internasional serta dalam upaya menarik investasi

multinasional. Keterbukaan pasar Internasional harus

dimanfaatkan melalui persaingan global. Sebaliknya, upaya

yang kurang sungguh-sungguh akan menjadikan Indonesia

sebagai pasar produk dunia. Saat ini, sebagian besar ekspor

berupa produk primer (bahan baku). Potensi nilai tambah yang

terdapat di dalamnya justru dimanfaatkan oleh negara lain yang

kemudian sebagian dibayar kembali melalui impor.

Pelaku usaha agribisnis Indonesia dalam pasar internasional pasti

akan menghadapi pembeli besar berupa importir atau industri

pengolahan lanjutan. Dalam situasi tersebut, Indonesia berada

pada posisi yang lemah karena besarnya volume pembelian

yang dilakukan oleh pasar industri dan sedikitnya jumlah

pembeli. Kelemahan ini semakin menumpuk karena adanya

kecenderungan atas homogenitas produk dengan negara lain.

Publikasi The Global Competitiveness Report yang diterbitkan

oleh World Economic Forum pada tahun 2009 menunjukkan

dayasaing Indonesia dalam persaingan global berada di urutan

ke–54 dari 134 negara.

Page 9: Blue Print NTDS - Pertanian

4

Banyak upaya pemenangan persaingan internasional yang

dapat dilakukan, diantaranya adalah peningkatan nilai tambah,

dayasaing, dan ekspor. Hal ini sesuai dengan Visi pertanian tahun

2010 – 2014 adalah “Pertanian industrial unggul berkelanjutan

yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan

kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan

petani”. Salah satu misi dari pertanian adalah “Menjadikan

petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri, serta mampu

memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan

produk pertanian berdayasaing tinggi”.

Sektor pertanian berada dalam dinamika perubahan lingkungan

strategis internasional menuju persaingan pasar yang semakin

kompetitif. Dengan diratifikasinya beberapa kesepakatan

internasional, telah memaksa setiap negara membuka segala

rintangan perdagangan dan investasi serta membuka ekspor-

impor seluas-luasnya. Hal tersebut akan mendorong persaingan

pasar yang semakin ketat karena terjadinya integrasi pasar

regional/internasional terhadap pasar domestik.

Praktek perdagangan bebas yang cenderung menghilangkan

perlakuan non tariff barier telah berdampak besar terhadap

sektor pertanian Indonesia, baik ditingkat mikro (usahatani) dan

makro (nasional – kebijakan). Di tingkat mikro, liberalisasi

perdagangan ini sangat terkait dengan efisiensi, produktifitas

dan skala usaha. Pada tingkat makro, kebijakan pemerintah

sangat diperlukan untuk “melindungi” petani produsen dan

masyarakat konsumen. Pada kenyataannya kelompok negara

maju lebih berhasil dalam mengamankan petaninya agar tetap

bergairah berproduksi, sementara negara-negara berkembang

relatif kurang berhasil memproteksi petani produsen dan

masayarakat konsumen.

Page 10: Blue Print NTDS - Pertanian

5

Tantangan ke depan yang harus dihadapi adalah meningkatkan

dayasaing komoditas pertanian dengan karakteristik yang sesuai

keinginan konsumen dan memenangi persaingan, baik pasar

domestik, maupun pasar ekspor. Pengembangan dayasaing dan

ekspansi pasar komoditas ekspor tradisional harus lebih

ditingkatkan, terutama pengembangan produk olahan. Di

samping itu, pengembangan komoditas dan produk baru yang

memiliki permintaan pasar yang tinggi juga harus dirintis

Pendekatan pull dan push dapat dijadikan pijakan sebagai

penghela berkembangnya agroindustri perdesaan yang

berorientasi produk (Gambar 1). Pengembangan agroindustri

perdesaan yang berbasis produk dihela dengan tarikan pasar

(pull system) yang berupa peluang pasar yang tinggi mencakup

ekspor dan domestik, ketersediaan infrastruktur dan

kelembagaan pemasaran yang didukung dengan market

intelligent. Sementara sebagai sitem pendorongnya (push

system) adalah kesiapan hulu (kebijakan dan input). Penentuan

produk harus dilakukan secara matang dengan mengacu pada

skala prioritas utama komoditas yang mencakup komoditas

pangan strategis sebagai penopang kemandirian pangan.

1.2. Tujuan dan Outcomes

Tujuan disusunnya konsep peningkatan dayasaing dan nilai

tambah produk dengan pemberian insentif bagi tumbuhnya

industri perdesaan adalah sebagai rancangan acuan

pembangunan pertanian setidaknya dalam kurun waktu lima

tahun ke depan. Capaian yang akan menjadi ukuran adalah

terjadinya peningkatan ekspor, tumbuhnya industri dan

penggunaan produk untuk substitusi impor, serta meningkatnya

konsumsi produk di dalam negeri.

Page 11: Blue Print NTDS - Pertanian

6

•• P rodukP roduk segarsegar & & olahanolahan

•• UntukUntuk K ebutuhanK ebutuhan DomestikDomestik, ,

S ubstitus iS ubstitus i ImporImpor, , E ksporE kspor..

•• P unyaP unya multiplier effectmultiplier effect tinggitinggi

PUL LPUL L

((tarikantarikan pasarpas ar))

PUS HPUS H

((kes iapankes iapan huluhulu & &

on farm)on farm)

PRODUKPRODUK

((ag roindus triag roindus tri

pedes aanpedes aan))

•• S NIS NI

•• S ertifikas iS ertifikas i

•• DukunganDukungan perbenihanperbenihan

•• DukunganDukungan onon--farm farm

((kuantitaskuantitas , , kualitaskualitas , ,

kontinyuitaskontinyuitas ))

•• P eluangP eluang pasarpasar tinggitinggi..

•• K etersediaanK etersediaan infrastrukturinfras truktur & &

kelembagaankelembagaan pemasaranpemasaran..

•• DukunganDukungan market intelligent market intelligent

& & pemasaranpemasaran yang yang kuatkuat

PUL LPUL L

((tarikantarikan pasarpas ar))

PUS HPUS H

((kes iapankes iapan huluhulu & &

on farm)on farm)

PRODUKPRODUK

((ag roindus triag roindus tri

pedes aanpedes aan))

•• S NIS NI

•• S ertifikas iS ertifikas i

•• DukunganDukungan perbenihanperbenihan

•• DukunganDukungan onon--farm farm

((kuantitaskuantitas , , kualitaskualitas , ,

kontinyuitaskontinyuitas ))

•• P eluangP eluang pasarpasar tinggitinggi..

•• K etersediaanK etersediaan infrastrukturinfras truktur & &

kelembagaankelembagaan pemasaranpemasaran..

•• DukunganDukungan market intelligent market intelligent

& & pemasaranpemasaran yang yang kuatkuat

Gambar 1. Konsep push and pull systems Untuk Industri Perdesaan

1.3. Ruang Lingkup

Cakupan dari Blue Print ini adalah arah dan tujuan

pembangunan pertanian secara umum dalam perspektif lintas

sektor dengan konsentrasi pada pembentukan nilai tambah dan

dayasaing produk. Keberhasilan pertanian sangat ditentukan

oleh dukungan sektor lain dan dinamika lingkungan

perdagangan internasional. Oleh karena itu, program

pembangunan yang terkait dengan pembentukan nilai tambah

dan dayasaing dirinci menjadi program aksi. Selebihnya, akan

dikelompokkan dalam program penguat/penunjang yang

menjadi kewenangan instansi lain.

1.4. Metodologi

Sistematika Blue print diawali dari pemahaman kondisi sekarang,

menetapkan arah masa depan yang akan dituju, memahami

situasi internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal

(peluang dan ancaman). Pemahaman ini melahirkan strategi

umum yang menjadi panduan dan melahirkan kebijakan yang

diperlukan. Mengacu pada kebijakan, disusun program aksi dan

rencana implementasi dengan target yang ingin dicapai.

Page 12: Blue Print NTDS - Pertanian

7

Verifikasi pemikiran dilakukan melalui pembahasan di tingkat

Direktorat Jendral dengan masukan dari pejabat esilon I

Kementerian Pertanian. Pendalaman dilakukan melalui

”sosialisasi” ke beberapa Perguruan Tinggi. Dengan demikian,

dokumen ini diharapkan telah mendapatkan justifikasi akademis.

Bentuk insentif yang dicakup adalah pengadaan dan bantuan

alat dan mesin pengolahan hilir, dukungan pembiayaan,

perluasan pasar dan kebijakan pendukung lainnya (pajak impor

dan ekspor, skema pembiayaan khusus pertanian).

Blue print ini berbasis komoditas. Pemilihan jenis komoditas ini

diharapkan dapat mewakili dari kelompok komoditi yang ada,

mempunyai potensi untuk peningkatan dayasaing dan nilai

tambah yang tinggi serta mempunyai multiplier effect yang luas

terhadap peningkatan industri perdesaan. Kementerian

Pertanian, melalui rangkaian kajian dan diskusi menetapkan

komoditas berikut sebagai prioritas:

a. Pangan utama yang meliputi beras, jagung, kedelai, daging

sapi.

b. Andalan ekspor yang meliputi sawit, karet, kakao dan

daging ayam.

c. Emerging products yang mempunyai peluang pasar yang

luas baik internasional maupun domestik seperti buah tropika

(mangga, manggis, salak dan pisang),biofarmaka, tanaman

hias daun dan minyak atsiri.

d. Substitusi impor seperti susu, tepung lokal (cassava dan sagu)

serta jeruk.

Page 13: Blue Print NTDS - Pertanian

8

2. KONSEP DAYASAING DAN NILAI TAMBAH

KOMODITAS PERTANIAN

2.1. Dayasaing Produk dan Nilai Tambah

Dayasaing menggambarkan kemampuan bersaing di masa lalu,

masa kini, dan dapat diproyeksikan ke masa depan. Dayasaing

bersifat dinamis dan akan mengalami fluktuasi dari waktu ke

waktu bergantung pada tingkat kompetisi, perubahan perilaku

permintaan, dan kemampuan dasar industri. Dayasaing produk

dicapai melalui konversi keunggulan komparatif menjadi

kenggulan kompetitif dengan penerapan teknologi,

pengelolaan dan pengembangan pasar dari produk tersebut

terhadap jenis produk yang sama. Keunggulan kompetitif ini

berkaitan dengan upaya peningkatan nilai tambah yang

membentuk dayasaing. Banyak faktor mempengaruhi dayasaing

produk (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Faktor yang Mempengaruhi Dayasaing

Page 14: Blue Print NTDS - Pertanian

9

Konsep keunggulan kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan

oleh perusahaan untuk memperkuat posisinya dalam

menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan perbedaan-

perbedaan dengan lainnya. Dalam konteks komoditas

pertanian, semua faktor (Gambar 2.1) berpengaruh secara

langsung. Indonesia mempunyai sumberdaya alam yang unggul

dibandingkan banyak negara lain di dunia. Keunggulan ini

sangat nyata bila difokuskan pada pertanian tropis (tropical

agriculture) dengan karakteristik dan faktor non-harga yang

kuat.

Dalam faktor yang lain, Indonesia masih perlu melakukan upaya

yang sungguh-sungguh untuk membentuk dayasaing. Fokus

upaya adalah mengembangkan dan menerapkan teknologi

yang dapat menekan biaya (cost reducing technology) dan

memperbaiki mutu (quality enhancement technology). Dalam

jangka pendek, orientasi pada skala kecil dan infrastruktur

terbatas.

Pengelolaan dan pengembangan SDM berbasis usaha kecil

dengan arah peningkatan skala menjadi keharusan dam jangka

pendek dan menengah. Dayasaing harus dibangun dari

perbaikan efisiensi pengelolaan sehingga kualitas SDM menjadi

fakror penentu.

Faktor yang sepenuhnya dapat dikelola dengan baik adalah

kebijakan pembangunan pertanian. Oleh karena itu, kebijakan

yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi sektor pertanian

harus segera dikeluarkan. Sebaliknya, kebijakan yang

menghambat, secara bertahap dikurangi sehingga perbaikan

dayasaing menjadi arus utama pembangunan pertanian.

Infrastruktur menentukan dayasaing karena terkait dengan

produktivitas serta efisiensi pengadaan faktor produksi dan

distribusi produk. Pada giliranya menjadi faktor penentu harga

pokok produksi, ketetapatan waktu dan mutu produk.

Page 15: Blue Print NTDS - Pertanian

10

Oleh karena itu, upaya perbaikan dayasaing tidak terlepas dari

pengadaan dan pengembangan infrastruktur pendukung dan

terkait dengan semua aspek produksi pertanian.

Strategi perusahaan dan struktur industri pendukung meskipun

terkait langsung dengan dayasaing komoditas pertanian, tidak

menjadi faktor penentu inti dalam pembangunan pertanian

Indonesia. Nilai tambah akan menjadi bagian tersendiri yang

tidak ditempatkan sebagai faktor tetapi lebih dari itu sebagai

program penguat pembangunan pertanian.

Nilai tambah dapat diartikan dari berbagai perspektif. Dari

perspektif komoditas atau produk adalah nilai yang diberikan

(attributed) kepada produk sebagai hasil dari proses tertentu

(proses produksi, penyimpanan, pengangkutan). Oleh karena itu,

nilai yang terbentuk tergantung pada banyaknya tahapan

pengolahan yang dilakukan. Secara teoritis, semakin ke hilir

penerapan proses akan semakin besar nilai tambah yang

dibentuk.

Nilai bagi konsumen (customer value) adalah perpaduan dari

faktor dayasaing yang berpadu dengan nilai tambah sehingga

dapat ditingkatkan melalui tiga cara, yaitu kegiatan-kegiatan

yang mampu menciptakan: keunggulan bersaing (competitive

advantage), menekan biaya proses, atau mempercepat proses

penyediaan produk ke tangan konsumen. Peningkatan

dayasaing ini dapat diperoleh dengan menerapkan cara-cara

baru dalam melakukan kegiatan, menerapkan prosedur dan

teknologi baru, atau menggunakan masukan (input) yang

berbeda.

Disisi lain, peningkatan dayasaing produk melalui peningkatan

nilai tambah harus memberikan multiplier effect yang tinggi

seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1.

Page 16: Blue Print NTDS - Pertanian

11

Sasaran program penguatan dayasaing ini diarahkan untuk

memperkuat dan menumbuhkembangkan industri perdesaan

dengan multiplier effect yang tinggi karena sebagian besar

penduduk ada di area perdesaan dan relatif dari sisi ekonomi

masih lemah. Diharapkan melalui industri perdesaan akan

tercipta lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan

perekonomian perdesaaan.

2.2. Konsep Peningkatan Dayasaing dan Nilai Tambah Produk

Peningkatan dayasaing dan nilai tambah melalui industri

perdesaan harus melalui perumusan yang komprehensif yang

melibatkan lintas sektoral yang mencakup hulu hilir sehingga

program yang dikembangkan dapat saling menunjang satu

sama lain. Dengan memperhatikan push and pull factors (faktor

pendorong dan penarik) dirumuskan insentif yang dapat

diberikan dalam aspek kebijakan dan operasional untuk

menciptakan iklim tumbuhnya industri yang kondusif, modal,

dukungan infrastruktur, penerapan teknologi, peningkatan SDM

serta fasilitasi pemasaran produk. Peningkatan nilai tambah

dapat difokuskan pada produk strategis dalam rantai nilai

dengan mempertimbangkan skala prioritas.

Penentuan skala prioritas ini mengacu pada kondisi terkini,

permasalahan yang ada, dan peluang ke depan yang dapat

ditentukan melalui analisis SWOT. Proses penyusunan program

aksi mengikuti tahap tertentu (Gambar 2.2).

Besarnya nilai-tambah yang ditimbulkan dari proses pengolahan

dihitung dari nilai produk yang dihasilkan dikurangi biaya bahan

baku dan input lainnya. Proses ini ditempuh melalui proses

produksi, distribusi, transportasi dan pemasaran. Tingkat

keuntungan diperoleh dari kelebihan yang didapat setelah

harga dikurangi dengan keseluruhan biaya yang keluar selama

proses pengadaan produk,

sehingga keunggulan bersaing diperoleh jika keseluruhan proses

dapat menghasilkan nilai konsumen yang sama dengan atau

lebih rendah dari biaya atau penerapan cara yang

Page 17: Blue Print NTDS - Pertanian

12

Input L ing kungan

SWO T Vis i, Mis i

Pemba ngunan

Harapan

Ma sa

Depan

Sasa ran

-Daya s aing

-Nila i tambah

-Rantai n ilai

Indikator

capaian

Penyusunan

strategi

Identifikasi

masalah

Kondi si

terkin i

•Insentif

•Kebijakan

•Pembiayaan

•Input p ertanian

•SD M

•infrastrukr

P rogram/

pro gram a ks i

menghasilkan nilai konsumen yang lebih besar. Analisis rantai-nilai

dapat menghitung kontribusi nilai-tambah dari setiap aktivitas

dalam proses pengolahan suatu produk, sehingga dapat

digunakan untuk menghitung besarnya nilai yang layak diterima

oleh masing-masing pelaku dalam suatu sistem komoditi. Analisis

nilai tambah bermanfaat untuk memperoleh informasi mengenai

faktor-faktor yang menaikkan nilai tambah atau sebaliknya.

Strategi pengembangan industri perdesaan didasarkan pada

hasil analisis SWOT. Berdasarkan strategi tersebut selanjutnya

disusun strategi umum pengembangan produk yang dipilih.

Peran dari masing-masing sektoral untuk masing-masing produk

yang dikembangkan diidentifikasi melalui mapping program

lintas sektoral yang ada di Departemen terkait. Selanjutnya

strategi operasional pengembangan produk dirumuskan

berdasarkan pada strategi masing-masing produk dan

dijabarkan dalam rencana aksi yang disusun berdasarkan jangka

panjang, menengah dan pendek selama lima tahun (2010-2014).

Gambar 2.2. Konsep Peningkatan Daya Saing dan Nilai Tambah

Page 18: Blue Print NTDS - Pertanian

13

3. KEADAAN DAN PERMASALAHAN PERTANIAN INDONESIA

3.1. Keadaan Pertanian Indonesia

Pertanian Indonesia masih berperan sebagai salah satu sektor

ekonomi yang sangat penting dalam penyerapan tenaga kerja,

pembentuk pendapatan, produksi pangan, perolehan devisa,

penghasil bahan baku dan penggerak kehidupan sosial.

Perjalanan panjang pembangunan pertanian belum menggeser

dan atau memperbaiki peran tersebut secara signifikan,

sehingga capaiannya masih belum optimal. Situasi masa lalu

masih mewarnai wajah pertanian yakni lahan sempit tidak

memenuhi skala ekonomis atau teknis, lahan kering, irigasi

terbatas, jalan pertanian belum memadai, penerapan teknologi

belum memadai, sumberdaya modal terbatas, dan jangkauan

pasar yang terbatas.

Situasi tersebut menyebabkan pertanian terpusat pada kegiatan

hulu dengan dayasaing komoditas relatif rendah. Keterbatasan

skala teknis menghambat penerapan teknologi (khususnya cost

reducing technology) menyebabkan biaya produksi menjadi

lebih mahal. Keterbatasan skala ekonomis menyebabkan

pengelolaan bersifat subsisten yang berorientasi pada

pemenuhuan kebutuhan lokal dan sesaat sehingga tidak

bersaing. Hal inilah menjadi potret umum pertanian Indonesia

yakni menghasilkan bahan baku dengan dayasaing rendah

(mutu rendah dan biaya tinggi).

Kondisi subsisten tersebut dibebani dengan “keharusan”

menampung tambahan angkatan kerja secara berlebih

sehingga terjadi fraksinasi usaha tani menjadi lebih tidak efisien

dan membelenggu (buruh) petani dalam lingkaran kemiskinan.

Hal ini terjadi karena pertumbuhan sektor hilir pertanian relatif

lamban sehingga surplus tenaga kerja pertanian menjadi beban

yang menyebabkan disefisiensi teknis dan ekonomis dalam

produksi hulu pertanian.

Page 19: Blue Print NTDS - Pertanian

14

Lahan pertanian semakin tertekan oleh kegiatan ekonomi

lainnya menyebabkan terjadi konversi pada laju yang

menghawatirkan. Selain itu, praktek pertanian yang “memaksa”

produktivitas tinggi dengan asupan pupuk kimia dan pestisida

telah menurunkan kesuburan tanah secara nyata.

Kecenderungan ini memaksa upaya (input) yang lebih besar

untuk menghindari laju penurunan produktivitas yang semakin

cepat. Sebaliknya, pemanfaatan lahan tidur dan tidak produktif

masih belum optimal.

Upaya peningkatan produktivitas dan perluasan lahan beririgasi

semakin sulit karena perubahan iklim yang semakin tidak

menentu. Kekeringan dan banjir menjadi fenomena yang sangat

sering mengganggu produksi pertanian. Kelangkaan air akan

menjadi faktor pembatas program intensifikasi dan ekstensifikasi

di masa mendatang. Pemanfaatan air semakin kompetitif dan

tidak mustahil menjadi faktor produksi yang mahal.

Penerapan teknologi budidaya masih belum optimal dan belum

merata. Penggunaan benih unggul yang belum merata menjadi

faktor pembeda penerapan teknologi. Keberlanjutan program

penyeragaman benih, di satu sisi diharapkan mampu

memperbaiki kinerja pertanian, tetapi di sisi yang lain

menimbulkan kekhawatiran kerentanan terhadap gangguan

hama dan persoalan lingkungan.

Persoalan hilir yang belum menyatu dengan hulu membentuk

situasi yang tidak menguntungkan dalam pasar dan tataniaga.

Hal inilah yang menyebabkan rendahnya nilai tukar dan

dayasaing produk pertanian. Sistem informasi pasar dalam arti

luas belum berkembang dan terpadu dengan rencana produksi

pertanian. Aktivitas pertanian di hulu tidak secara langsung dan

terencana terkait dengan kegiatan di hilir (permintaan,

pengolahan dan pemasaran).

Page 20: Blue Print NTDS - Pertanian

15

Kesenjangan hulu-hilir manjadikan pertanian sebagai kegiatan

ekonomi yang tidak berbasis pada distribusi marjin yang adil dan

perolehan nilai tambah yang optimal.

Pelaku pertanian (petani, buruh tani, dan pelaku lainnya) belum

bekerja sesuai dengan tuntutan persaingan yang ketat. Kualitas

SDM yang relatif rendah menghambat pertumbuhan sektor

pertanian yang berdayasaing dan berkontribusi dalam

perolehan nilai tambah (ekonomi). Revolusi pertanian hampir

tidak terjadi selama kurun waktu pembangunan yang telah

dijalani karena SDM-nya belum mampu menjadi penggerak

yang tidak memenuhi kebutuhan.

Pertanian sebagai obyek pembangunan melibatkan banyak

pemangku kepentingan baik pelaku langsung maupun

pengambil kebijakan dan layanan pendukung. Pada tataran

kebijakan belum terpadu dan serasi antar pembuatan kebijakan

baik di hulu (Badan Pertanahan Nasional, Departemen Pekerjaan

Umum, Departemen Keuangan), dalam produksi (Departemen

Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Pemerintah Daerah), dan

di hlir (Departemen Perindustrian dan Departemen

Perdagangan). Pemaduserasian kebijakan menjadi bagian

penting dari pembangunan pertanian masa datang.

Page 21: Blue Print NTDS - Pertanian

16

3.2. Permasalahan Pertanian Indonesia

3.2.1. Skala Teknis dan Ekonomis

Skala teknis adalah ukuran dan keadaan lahan pertanian

sehingga memungkinkan penerapan teknologi dan

penggunaan alat-mesin pengolahan lahan, budidaya dan

penanganan pasca panen. Ukuran petakan sawah dan kebun

yang kecil serta kemiringan yang curam tidak memungkinkan

penerapan teknonologi secara optimal. Skala ekonomis adalah

luasan pengusahaan lahan sehingga diperoleh penerimaan

(ekonomis) yang melebihi biaya dan kebutuhan petani secara

wajar. Lahan yang kecil tidak memungkinkan petani

memperoleh hasil yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga

usahataninya tidak dapat mensejahterakan. Rataan pemilikan

lahan petani di pedesaan sebesar 0,41 ha dan 0.96 ha masing-

masing di Jawa dan Luar Jawa.

Dalam perspektif dayasaing, skala kecil menyebabkan:

a) Tidak efisien: pengadaan dan penggunaan input,

pengelolaan usaha serta penanganan dan pemasaran hasil

dilakukan dengan korbanan yang besar. Akibatnya “biaya”

yang digunakan melebihi kewajaran membentuk harga

pokok produksi menjadi sangat tinggi sehingga tidak dapat

bersaing.

b) Pemaksaan produktivitas: Dalam skala yang kecil,

pendapatan hanya dapat ditingkatkan dengan

memaksimumkan penggunaan lahan yang dimiliki.

Penggunaan yang berlebih (over exploitation) menguras

kesuburan tanah, menggunakan air secara “berlebih” dan

menghilangkan keragaman hayati. Dalam jangka panjang

akan terjadi kerusakan lahan yang berakibat pada

penurunan produktivitas normal.

Page 22: Blue Print NTDS - Pertanian

17

c) Penerapan teknologi dan mekanisasi terbatas: alat dan

mesin pertanian mempunyai kelayakan skala minimum, jika

lebih kecil menjadi tidak efektif dan tidak efisien. Lahan yang

kecil menyebabkan penerapan mekanisasi menjadi sangat

terbatas.

d) Penyebab kemiskinan: penghasilan adalah faktor utama

pembentuk kesejahteraan. Bagi petani, penghasilan

berbanding lurus dengan produksi yang merupakan

pengalian produktivitas dengan luas. Dengan demikian, luas

adalah faktor penentu yang dalam banyak aspek tidak

dapat dikendalikan oleh petani.

e) Tidak terorganisir: skala kecil tidak dapat berdiri sendiri untuk

memperbaiki efisiensi. Dalam perspektif ekonomi, kecuali

ada kekhasan, skala kecil lemah dalam pengelolaan usaha

(pengadaan sarana produksi sampai dengan pemasaran).

Hal ini menyebabkan lemahnya kelembagaan dan posisi

tawar petani yang berakibat pada panjangnya tataniaga

dan belum adilnya sistem pemasaran.

f) Tidak kompetitif: skala kecil merupakan kumpulan

karakteristik penyebab inefisiensi. Di hulu berhadapan

dengan biaya produksi, di tengah bertemu dengan skala

ekonomis dan di hilir dihadang persoalan volume, mutu dan

kesinambungan. Semua ini berakhir pada dayasaing yang

lemah.

3.2.2. Alih Fungsi Lahan

Lahan yang baik untuk pertanian adalah tanah subur, topografi

relatif rata, iklim menunjang, dan infrastruktur memadai.

Pembangunan perkotaan, pertambahan penduduk dan

pertumbuhan ekonomi menyebabkan permintaan terhadap

lahan meningkat cepat.

Page 23: Blue Print NTDS - Pertanian

18

Sektor non-pertanian yang membutuhkan banyak lahan adalah

permukiman (settlement), industri, perdagangan, jalan,

perhotelan dan perkantoran. Semua sektor ini dapat

memberikan penerimaan yang lebih baik terhadap nilai lahan

dibandingkan pertanian. Oleh karena itu, laju konversi lahan

pertanian menjadi penggunaan tersebut semakin meningkat.

Akibatnya, lahan (subur) pertanian berkurang dengan

berjalannya waktu. Data BPS tahun 2004 menunjukkan bahwa

besaran laju alih fungsi lahan pertanian dari lahan sawah ke non

sawah sebesar 187.720 ha per tahun, dengan rincian alih fungsi

ke non pertanian sebesar 110.164 ha per tahun dan alih fungsi ke

pertanian lainnya sebesar 77.556 ha per tahun. Demikian juga

dengan alih fungsi lahan kering pertanian ke non pertanian

sebesar 9.152 ha per tahun.

3.2.3. Perdagangan

Perdagangan produk pertanian sebagian besar dalam bentuk

primer dengan rantai tataniaga panjang. Situasi seperti ini

menyebabkan petani tidak memperoleh nilai produk yang

terkandung dalam komoditas sehingga distribusi marjin tidak

wajar dan nilai tambah tidak optimal. Dalam jangka panjang,

selain petani tidak memperoleh pendapatan yang wajar juga

mengurangi minat mereka untuk mengambangkan

usahataninya.

3.2.4. Produk Pertanian

Produk pertanian Indonesia sangat beragam sehingga, dalam

banyak kasus, tidak memenuhi skala minimum perdagangan.

Lebih dari itu, mutu rendah dan kesinambungan tidak terjamin

menyebabkan produk tersebut bukan menjadi pilihan utama

konsumen dan sulit diharapkan menjadi bahan baku industri

pengolahan.

Page 24: Blue Print NTDS - Pertanian

19

3.2.5. Fluktuasi Harga

Fluktuasi produksi dan harga terutama terjadi pada panen raya.

Harga turun (drastis) pada saat produksi tinggi sehingga volume

besar bukan jaminan bagi petani untuk memperoleh

pendapatan yang memadai. Situasi seperti ini menjadi

kekhawatiran sekaligus keengganan petani untuk berkonsentrasi

pada komoditas tertentu. Akibat langsung perubahan harga

adalah petani tidak pernah menikmati penerimaan yang relatif

besar dan keterandalan komoditas tersebut sangat rendah.

3.2.6. Infrastruktur Terbatas

Salah satu persyaratan pertanian modern yang kompetitif

adalah tersedianya infrastruktur (irigasi dan jalan tani) yang

memadai. Kecukupan infrastruktur menjadi penjamin bagi

produktivitas dan efisiensi total usaha tani. Pertanian Indonesia

belum didukung dengan infrastruktur yang memadai sehingga

beroperasi pada tingkat efisiensi yang rendah. Akibatnya,

penerapan teknologi tidak optimal. Sistem alih teknologi dan

diseminasi teknologi pengolahan pertanian masih rendah.

3.2.7. Pembiayaan Pertanian Terbatas

Akses petani ke sumberdaya produktif termasuk permodalan dan

layanan usaha masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan

usaha tani tidak dijalankan dengan optimal. Akibatnya adalah

pertanian tidak tumbuh dengan baik dan beroparasi secara

terbatas sehingga tidak efisien.

3.2.8. Konsentrasi Pembangunan

Pembangunan pertanian terpusat pada padi (beras) dan tebu

(gula) sehingga dana pembangunan terserap (atau

dialokasikan) secara berlebih.

Page 25: Blue Print NTDS - Pertanian

20

Di sisi lain, banyak komoditas yang mempunyai nilai (fungsional

dan ekonomis) kesetaraan dengan komoditas tersebut tidak

mendapat perhatian yang setara. Dana pembangunan yang

terbatas seyogiyanya dialokasikan secara wajar bagi komoditas

prospektif secara ekonomi dan kontributif bagi ketahanan

pangan.

3.2.9. Sumberdaya Manusia

Kualitas SDM pertanian masih sangat rendah. Hal ini

menyebabkan atau menjadi kendala bagi upaya perbaikan

aspek teknis dan ekonomis usaha tani melalui penerapan

teknologi dan pengelolaan berbasis agribisnis. Orientasi subsisten

sudah melekat dan menjadi ciri pertanian sehingga sulit berubah

ke arah yang lebih produktif, efisien dan berorientasi pasar.

3.2.10. Perubahan iklim

Perubahan iklim telah menjadi fenomena alam yang sangat

mengganggu pertanian. Musim hujan selain tidak berpola juga

intensitasnya tidak menentu. Banyak gagal panen akibat banjir

(musim penghujan) atau kekeringan (musim kemarau). Lebih dari

itu, perubahan iklim menyebabkan penurunan produktivitas,

erosi, kerusakan lahan dan serangan hama/penyakit. Akibatnya,

pola tanam, produksi dan perencanaan pertanian dilakukan

dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi.

Dengan situasi dan kondisi pertanian di atas, maka ekonomi

perdesaan yang didominasi oleh pertanian dicirikan oleh:

a. Bertumpu pada pertanian yang sangat rapuh

b. Pertanian yang rapuh tidak mampu menopang

perekonomian yang kuat

c. Pertanian seperti itu tidak akan pernah mensejahterakan

rakyat

d. Struktur subsisten hanya untuk bertahan dalam banyak

keterbatasan.

Page 26: Blue Print NTDS - Pertanian

21

4. STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

4.1. Strategi

Keadaan dan permasalahan pertanian masih sangat banyak

dan beragam, sehingga menuntut strategi yang komprehensif.

Beradasarkan pada analisis SWOT komoditas dikembangkan

strategi spesifik dalam memanfaatkan peluang dan kekutan

serta mengatasi masalah dan ancaman. Dari strategi spesifik

tersebut dikembangkan strategi pokok yang bersifat umum

sebagai berikut:

a. Perbaikan skala teknis dan eknomis usaha tani

b. Pengendalian konversi lahan subur

c. Perbaikan teknologi budidaya dan penanganan pasca

panen (perbaikan dayasaing)

d. Peningkatan produkstivitas dan produksi

e. Peningkatan kualitas penanganan pasca panen untuk

perbaikan mutu dan pengurangan susut

f. Pengembangan agroindustri (perolehan nilai tambah)

g. Penyediaan dana pengembangan pertanian

h. Penguatan posisi tawar produk pertanian

i. Penganekaragaman bahan pangan pokok dan gula

j. Pertanian adaptif dan berkelanjutan

k. Penguatan kelembagaan (Poktan, Gapoktan dan Koptan)

l. Peningkatan kualitas SDM penyuluh, petani dan pelaku

agroindustri perdesaan

m. Pemberian insentif yang berorientasi penguatan dayasaing

dan penumbuhan agroindustri perdesaan

n. Percepatan pembangunan infrastruktur pendukung

pertanian

Page 27: Blue Print NTDS - Pertanian

22

4.2. Kebijakan

Pembangunan pertanian tidak dapat berdiri sendiri dan secara

kuat terkait dengan kementerian dan instansi lainnya. Bahkan

dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan pertanian

sebagian besar ditentukan oleh kontribusi sektor lain (Gambar

4.1).

Keperluan dukungan sektor lain untuk pembangunan pertanian

antara lain:

a. Departemen Pekerjaan Umum – jaringan irigasi primer dan

sekunder, waduk, embung besar, jalan, dan pengendalian

banjir

b. Departemen Perindustrian – jaminan pasokan pupuk dari

produsen dan bahan-bahan kimia untuk pertanian

c. BUMN – program Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN

d. BULOG - stabilisasi harga pangan

e. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi – transformasi

tenaga kerja pertanian ke sektor industri

f. Departemen Perhubungan – kapasitas pelabuhan, kapal,

kereta api, dan pesawat udara untuk arus barang antar

pulau, antar wilayah dan antar negara; tarif angkutan

produk pertanian

g. Departemen Keuangan – pembiayaan yang murah dan

terjangkau bagi petani, asuransi pertanian

h. Kementerian Koordinasi Bidang Ekonomi – koordinasi

kebijakan terkait produksi, distribusi, dan harga sarana

produksi dan produk pertanian

Page 28: Blue Print NTDS - Pertanian

23

i. Departemen Energi Sumberdaya dan Mineral – jaminan

pasokan gas sesuai kebutuhan industri pupuk, percepatan

penggunaan bio-energi sebagai energi alternatif

j. Departemen Perdagangan – jaminan pendistribusian pupuk

sampai lini 4, stabilisasi harga pangan pokok, pasar lelang

komoditi pertanian,

k. Departemen Dalam Negeri – koordinasi APBN lintas sektor

untuk pelaksanaan dana Dekonsentrasi dan Tugas

Pembantuan, pemberdayaan masyarakat desa, dan

koordinasi pelaksanaan monitoring dan evaluasi

pembangunan daerah.

l. BKPM – peningkatan daya tarik investasi sektor pertanian

m. BPN – reformasi agraria, pengendalian konversi lahan dan

sertifikasi lahan

n. Departemen Pendidikan Nasional – promosi diversifikasi

konsumsi pangan

o. Departemen Kesehatan – promosi diversifikasi konsumsi

pangan dan koordinasi pengendalian kesehatan

masyarakat veteriner.

Page 29: Blue Print NTDS - Pertanian

24

Kementrian Pertanian Kementrian Lain Lintas Kementrian

26 % 59 %

15 %

26 %

Dalam konteks pengembangan pertanian dewasa ini, khususnya

penguatan dayasaing dan nilai tambah, keperluan tersebut

dapat diterjemahkan menjadi kebijakan kementerian dan

instansi terkait lainnya. Beberapa kebijakan berupa insentif bagi

tumbuh-kembangnya agroindustri sekaligus penguatan

dayasaing. Secara umum kebijakan dan insentif yang diperlukan

dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Gambar 4.1. Keterkaitan kementerian dan instansi lain dalam

pembangunan pertanian

15%

Page 30: Blue Print NTDS - Pertanian

25

Tabel 4.1. Kebijakan Terkait Dengan Pembangunan Nilai Tambah dan Agroindustri

Kebijakan Instansi/Lembaga

1) Pelaksanaan UU PLPPB No.41 tahun 2009, DEPTAN/BPN/

KMBUMN)

2) Revisi PP No 17 tahun 1986 tentang

Kewenangan, Pengaturan, Pembinaan

dan Pengembangan Industri

3) Penegakan hukum pelaksanaan

peraturan pemotongan sapi betina

produktif

DEPKUHAM

4) Pendirian Bank pertanian atau lembaga

keuangan non bank yang dapat

menyediakan skema pembiayaan yang

sesuai dengan karakteristik pertanian

dan industr perdesaan (sejenis KUP)

DEPKEU/BI

5) Pengalihan impor sapi bakalan menjadi

sapi induk (betina)

DEPTAN?DEPKEU/

DEPDAG

6) Kebijakan pengembangan RPU di sentra

produksi

DEPTAN

7) Pergeseran subsidi input ke subsidi output

secara bertahap

DEPTAN

8) Pengembangan kawasan

pembangunan pertanian terintegrasi

Deptan, Pemda

9) Peningkatan koordinasi lintas

departemen dalam penentuan

komoditas unggulan

DEPTAN/DEPRIN/DEPD

AG/DEPDIKNAS/

KMNRT

10) Kebijakan pengaturan produk pertanian

untuk keperluan pangan dan biofuel

secara jelas dan tegas

DEPTAN/DEPRIN/DEPES

DM/ DEPDIKNAS/

KMNRT

11) Revisi peraturan beras bersubsidi menjadi

pangan bersubidi

Sekneg

12) Penambahan gerbang ekspor di

beberapa daerah

DEPPU/DEPKEU

13) Kebijakan pendorong tumbuhnya industri

hilir

DEPKEU

14) Kebijakan pengurangan pajak impor

mesin dan peralatan industri hilir yang

belum bisa disediakan oleh industri

dalam negeri

DEPKEU

15) Kebijakan pengurangan pajak impor

untuk produk hilir yang sudah mampu

diproduksi di dalam negeri

DEPKEU

Page 31: Blue Print NTDS - Pertanian

26

Kebijakan Instansi/Lembaga

16) Kebijakan subsidi biofuel DEPESDM/DEPKEU

17) Pengembangan tranportasi pertanian

18) Kebijakan mewajibkan eksportir dan

gudang teregistrasi

DEPDAG/DEPTAN

19) Penetapan harga minimal regional PEMNDA

20) Stabilisasi harga komoditas pokok (HPP

beras, ubikayu, jagung)

DEPTAN/BULOG

21) Stabilisasi harga melaui SPS dan TBT, DEPDAG/DEPTAN

22) Kebijakan pengembangan dana riset

untuk pengembangan produk unggulan

dengan pendekatan hulu hilir secara

komprehensif sampai pada tahap

komersialisasi teknologinya.

DEPTAN/DEPDIKNAS

/KMNRT

23) Kebijakan pengambangan dana riset

untuk memperkuat posisi tawar

komoditas unggulan dan produk

turunannya.

DEPTAN/DEPDIKNAS

/KMNRT

24) Kebijakan penyerap tepung 26mpor oleh

26mporter/pengguna tepung terigu

DEPDAG/DEPRIN/

DEPTAN

25) Kebijakan tepung komposit minimal

sampai 20%

DEPRIN/DEPTAN

26) Kebijakan premix biofuel secara

bertahap ke BBM pertamina

DepESDM

TBT=Technical barrier trade, SPS=sanitary and phytosanitary agreement

Page 32: Blue Print NTDS - Pertanian

27

Tabel 4.2. Kebijakan Terkait Dengan Pembangunan Nilai Tambah

dan Agroindustri Insentif Instansi/ lembaga

1) Pengembangan skema pengusahaan

lahan kepada petani produktif dari lahan

HGU yang habis masa perijinannya

DEPTAN/BPN/KMN

BUMN

2) Memperbesar/memperluasjangakuan

KUPS

DEPKEU

3) Pemberian KUPS pada peternak “breeder” DEPTAN

4) Mengembangan skema pembiayaan

seperti KUPS pada komoditas pertanian

lainnya

DEPKEU

5) Bantuan sarana produksi pertanian untuk

peningkatan produksi dan produktivitas

DEPTAN

6) Bantuan mesin dan peralatan untuk

menekan susut pasca panen dan

perbaikan mutu

DEPTAN

7) Pemberian insentif pengurangan pajak

impor untuk memasukkan sapi betina

DEPKEU

8) Pembangunan/penguatan infrastrukut (

Ijalan, pelabuan, penggudangan) untuk

mendukung peningkatan daya saing

DEP PU/DEP HUB

9) Pembangunan infrastruktur pertanian

(jalan sawah, irigasi)

DEP PU/DEPTAN

10) Penetapan HPP sedini mungkin DEPTAN/BULOG

11) Insentif dana penelitian untuk

pengembangan teknologi dan

komersialisasi teknologi untuk mendorong

tumbuhnya industri hilir

DEPTAN/DEPDIKNAS

/KMNRT/SWASTA

12) Insentif dana penelitian untuk

pengembangan teknologi dan

komersialisasi benih/bibit unggul yang

tahan perubahan iklim

DEPTAN/DEPDIKNAS

/KMNRT/SWASTA

13) Insentif dana penelitian untuk peningkatan

posisi tawar komoditas unggulan dan

produk turunannya di dubia internasional.

DEPTAN/DEPDIKNAS

/KMNRT/SWASTA

14) Bantuan untuk rakyat miskin atau bencana DEPDAGRI/BULOG

Page 33: Blue Print NTDS - Pertanian

28

Insentif Instansi/ lembaga

tidak hanya dalam bentuk beras

bersubsidi akan tetapi dapat dalam

bentuk pangan berbahan baku tepung

lokal

15) Jaminan pasar biofuel dari PT. Pertamina DEP ESDM/KMN

BUMN/PERTAMINA

16) Pelatihan penerapan SJMKP untuk

peningkatan kualitas produk

17) Pengurangan pajak impor mesin dan

peralatan industri hilir yang belum bisa

disediakan oleh industri dalam negeri

DEPKEU

18) Pengurangan pajak impor untuk produk

hilir yang sudah mampu diproduksi di

dalam negeri

DEPKEU

19) Fasilitasi pameran dagang di dalam dan

luar negeri

DEPTAN

Keterpaduan dalam Kementerian Pertanian harus menjadi awal

gerakan pembentukan dayasaing dan nilai tambah. Direktorat

Jenderal dan Instansi lain yang berwenang di hulu (perkebunan,

peternakan, tanaman pangan dan hortukultura) harus mengacu

kepada pembentukan nilai tambah. Instansi di hilir senantiasa

menselaraskan program untuk meneruskan produk dengan

dayasaing hingga ke konsumen akhir. Direktorat Jenderal PPHP

harus mampu menjadi penghubung hulu-hilir (petani dan

konsumen) melalui program terpadu pembentukan nilai tambah

dan dayasaing berbasis produk.

Pembangunan pertanian menuntut keterpaduan hulu dan hilir

yang terencana, tepat dan berkesinambungan. Keberhasilan

dalam satu rantai nilai tidak akan

berhasil bila tidak ditopang oleh rantai sebelumnya dan tidak

diteruskan oleh rantai sesudahnya. Pemenggalan kewenangan

lintas kementerian menyulitkan kordinasi strategi, kebijakan dan

program penguatan dayasaing dan nilai tambah. Oleh karena

itu, revisi PP 17/1986 tentang kewenangan, pengaturan,

pembinaan dan pengembangan industri seyogianya diarahkan

Page 34: Blue Print NTDS - Pertanian

29

untuk menjadikan agroindustri menjadi satu dalam Kementerian

Pertanian.

Selain koordinasi dan keterpaduan antar Instansi Pemerintah (G),

keberhasilan program juga ditentukan oleh peran aktif dunia

bisnis/B (penggerak, penghela dan pelaksana utama) dan

akademisi (A) sebagai penghasil teknologi termasuk pemikiran

ilmiah pembentuk dayasaing. Peran aktif harus terencana,

terpadu dan terprogram sehingga terjadi keserasian yang saling

terkait dan menguatkan (Lihat Bab 6).

4.3. Program Aksi

Secara umum program aksi yang diperlukan untuk

melaksanakan strategi dan kebijakan adalah sebagai berikut:

4.3.1. Peningkatan Produksi dan Produktivitas

a) Pengembangan benih unggul untuk tujuan khusus

seperti ketahanan pangan dan energi, bahan

baku industri dan ekspor.

b) Pengembangan benih unggul tanaman pangan

yang tahan kekeringan dan kebanjiran untuk

mengantisipasi perubahan iklim.

c) Penyediaan benih unggul sesuai dengan

kebutuhan yang telah ditentukan

d) Pengembangan pertanian yang berkelanjutan

dengan menerapkan cara budidaya yang baik

(GAP)

e) Pengembangan pertanian berbasis kawasan

(kawasan ternak terpadu, kebuh buah tropika

untuk ekspor, sentra biofarmaka)

f) Peningkatan skala usaha tani/ternak

g) Ekstensifikasi terbatas, misalnya untuk padi dengan

program rice estate

Page 35: Blue Print NTDS - Pertanian

30

4.3.2. Peningkatan Kualitas dan Penurunan Susut Panen dan

Pasca Panen Melalui:

a). Perbaikan cara panen

a) Penguatan teknologi pasca panen

b) Perbaikan penanganan pasa panen (transportasi)

4.3.3. Penumbuhkembangan Industri Perdesaan Untuk

Meningkatkan Nilai Tambah dan Dayasaing Produk

Pertanian:

a) Perbaikan dan penguatan teknologi dari industri

perdesaan yang sudah ada

b) Mendorong tumbuhnya industri perdesaan yang

dapat memanfaatkan hasil samping secara

optimal

c) Peningkatan fasilitas/kapasitas dari RPH/RPU

d) Menumbhukan industri pengolahan yang mampu

dikerjakan oleh kelompok tani, gabungan

kelompok tani dan koperasi pertanian.

e) Menumbuhkan industri perdesaan penanganan

produk segar hortikultura

4.3.4. Peningkatan Dayasaing Produk Pertanian Melalui

Penguatan Posisi Tawar Produk Pertanian Dengan:

a) Penerapan HPP untuk komditas strataegis

b) Peningkatan citra produk pertanian Indonesia

c) Kampanye yang dapat mendorong peningkatan

konsumsi produk lokal

4.3.5. Peningkatan Kapasitas POKTAN/GAPOKTAN Untuk

Memperkuat Posisi Tawar Dalam Perdagangan Produk

Pertanian Dengan:

a) Penguatan kelembagaannya (aspek legal dalam

bentuk koperasi )

b) Pengembangan kemitraan POKTAN dengan pihak

ketiga (industri pengolahan, eksportir, BULOG dll)

Page 36: Blue Print NTDS - Pertanian

31

c) Penguatan kemampuan poktan untuk melakukan

penanganan bahan segar dan pengolahan

produk pertanian.

4.3.6. Perbaikan/Peningkatan Mutu Untuk Meningkatkan

Dayasaing Produk Pertanian Dengan:

a) Penguatan/perbaikan teknologi (misalnya pada

penggilingan beras)

b) Pengembangan/penerapan standar perkebunan

sawit berkelanjutan

c) Pengembangan/penerapan SJMKP/SJM pada

penanganan produk segar dan pengolahan

produk pertanian.

4.3.7. Peningkatan Kualitas SDM Penyuluh, Petani dan Pelaku

Industri Perdesaan Untuk Peningkatan Efisiensi Biaya

Produksi dan Peningkatan Mutu Dengan:

a) Pelatihan TOT untuk penyuluh pertanian

b) Pelatihan dan pendampingan

4.3.8. Insentif diperlukan Untuk Meningkatkan Dayasaing dan

Penciptaan Nilai Tambah Untuk Pengembangan Industri

Perdesaan Melalui:

a) Insentif penelitian dan pengembangan untuk

peningkatan produktivitas dan pengembangan

produk bernilai tambah.

b) Pemberian insentif untuk produksi produk pertanian

yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat seperti

kedelai atau yang mempunyai nilai potensial

ekspor yang sangat baik.

c) Insentif skema pembiayaan dengan bunga rendah

yang dapat dijangkau petani dan industri

pedesaan

Page 37: Blue Print NTDS - Pertanian

32

4.3.9. Pengembangan Dayasaing dan Nilai Tambah Sangat

Ditentukan Kebrhasilannya Oleh Adanya Dukunga

Infrastruktur Yang Memadai yaitu:

a) Infrstruktur produksi seperti irigasi dan jalan usaha

tani

b) Sarana transportasi darat, laut dan udara

c) Sarana pelabuhan dan penggudangan

4.4. Agenda dan Tahap Pembangunan

4.4.1. Empat Agenda (Catur Dharma) Pembangunan Pertanian

Perspektif peningkatan nilai tambah dan dayasaing tidak

terlepas dari situasi makro ekonomi dan pembangunan

pertanian. Empat Agenda Pembangunan Pertanian penting

(Catur Dharma Pembangunan Pertanian) adalah:

Melepaskan Ketergantungan Kepada Beras; Indonesia

mempunyai sumberdaya pertanian dan biologi yang sangat

kaya. Di masa yang lalu, masyarakat dengan kearifan lokal,

telah memanfaatkan sumberdaya tersebut sebagai penopang

kehidupan. Salah satu diantaranya adalah keragaman dalam

bahan pangan pokok. Orang Maluku sudah terbiasa

mengkonsumsi sagu, orang Madura makan jagung, orang Papua

makan sagu dan ubi jalar dan sebagian penduduk Jawa makan

ubi kayu. Melepaskan ketergantungan pada beras berarti

mengurangi beban (biaya) pembangunan sekaligus menjadikan

beras sebagai komoditi komersial.

Penghematan dana pembangunan dapat menjadi modal

percepatan penangan komoditas lainnya. Tingkat konsumsi

beras relatif tinggi, yaitu 139,15 kg/kapita/tahun.

Melepaskan Ketergantungan Pada Gula Pasir; konsumsi gula

pasir sudah cukup tinggi dan cenderung meningkat. Di sisi lain

dayasaing gula pasir sangat rendah memaksa pemerintah untuk

mensubsidi (dari hulu hingga hilir) dan mengimpor gula.

Pengurasan devisa dan penyedotan biaya pembangunan yang

besar sangat kontras dengan jumlah petani yang terlibat

Page 38: Blue Print NTDS - Pertanian

33

langsung dengan sektor ini. Negara-negara pengekspor gula

umumnya menggantungkan konsumsi dalam negeri mereka

terhadap gula lain (non-tebu) dengan pertimbangan tingkat

kemanisan dan kesehatan. Diversifikasi produksi dan konsumsi

gula dapat mengurangi beban pembangunan sekaligus

memperkokoh ketahanan pangan nasional.

Pembangunan Prasarana Pertanian (irigasi dan jalan pertanian);

pertanian modern yang dinilai sangat efisien dan kompetitif tidak

lain ditdukung dengan infrastruktur yang memadai. Inefisiensi di

hulu menjadi penentu keberhasilan di hilir dalam perbaikan

dayasaing dan nilai tambah.

Perbaikan Skala Teknis dan Ekonomis Usaha Tani; kesejahteraan

petani tidak mungkin dibangun berbasis usaha kecil yang tidak

mampu menghasilkan pendapatan yang melebihi kebutuhan

dasar. Pertanian yang berdayasaing juga tidak mungkin

dibangun berbasis usaha yang tidak memenuhi skala teknis (dan

ekonomis). Perluasan pengelolaan (bukan kepemilikan yang

akan terfragmentasi lagi) adalah basis pembangunan menuju

kesejahteraan petani melalui perbaikan produktivitas, efisiensi

dan pendapatan pokok.

Page 39: Blue Print NTDS - Pertanian

34

4.4.2. Tiga Tahap (Tri Jangka) Pembangunan Pertanian

Bertolak pada keadaan terkini pertanian nasional, cita-cita luhur

tidak mungkin dicapai dalam waktu dekat secara bersamaan.

Oleh karena itu, perlu dan harus ada pentahapan

pembangunan pertanian. Tiga tahap simultan (Tri Jangka)

pembangunan pertanian yakni perbaikan skala teknis dan

ekonomis, pengorganisasian petani dan pengembangan industri

pedesaan adalah pilihan bijak yang menjadi pijakan program

pembangunan pertanian sangat beralasan. Tri Jangka adalah

satu kesatuan yang tidak terpisah sehingga berawal pada titik

yang sama dengan orientasi dan target yang berbeda (Gambar

4.1).

Jangka Panjang; Perbaikan skala teknis dan ekonomis melalui

reformasi agraria adalah satu-satunya pilihan menuju

masyarakat pertanian yang sejahtera. Reformasi agraria

menuntut adanya landasan yang kuat, metode yang tepat serta

kalkulasi yang akurat. Perhitungan sederhana dapat dijadikan

acuan yakni rata-rata pengelolaan 2 ha/KK petani yang dapat

dicapai melalui strategi: (i) ekstensifikasi dan redistribusi lahan, (ii)

pengembangan pertanian mandiri berorientasi industri, (iii)

pengembangan sektor hilir (pengolahan), dan penataan

tataguna lahan. Program jangka panjang ini harus dimulai dari

sekarang yang diawali dengan menentukan cara, metode dan

target tahunan hingga 25 tahun ke depan.

Jangka Menengah; Pengorganisasian petani dengan skala kecil

yang ada dewasa ini adalah pilihan moderat untuk memperbaiki

efisiensi sehingga dapat berkontribusi dalam membentuk

dayasaing. Falsafah “sapu lidi” yaitu kuat dan teguh dalam

kesatuan dapat dijadikan “slogan” pengorganisasian petani.

Pengorganisasian atau dalam bahasa yang umum

kelembagaan sudah dimulai sejak empat dikade yang lampau

masih relevan untuk diteruskan.

Page 40: Blue Print NTDS - Pertanian

35

Dalam perspektif kelembagaan, organisasi terkecil adalah

Kelompok Tani (Poktan) yang dapat dipandang sebagai gugus

pertama (primer) dalam satelit pertanian. Beberapa Poktan tani

membentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) mempunyai

kekuatan yang lebih besar sebagai basis pengembangan industri

perdesaan dan dapat dipandang sebagai gugus kedua

(sekunder) dari satelit pertanian.

Gapoktan yang bergabung dapat membentuk kelompok yang

lebih besar dan kuat dapat menjadi basis pengembangan

industri besar hilir (Gambar 4.2).

Gambar 4.1. Keterkaitan antara Jangka Pembangunan Pertanian

Page 41: Blue Print NTDS - Pertanian

36

Jangka Pendek; pertanian Indonesia, terlepas dari berbagai

masalah dan keadaanya, telah menghasilkan produk dalam

jumlah besar. Dengan demikian, pengembangan penanganan

pasca panen dan pengolahan (agroindustri perdesaan)

mempunyai modal dasar yang kuat.

Dalam perspektif pembangunan pertanian, maka

pembangunan agroindustri (perdesaan) adalah pilihan yang

dapat segera dilakukan. Basis pengembangan dapat dipilih

menurut situasi dan kondisi nyata di lapangan. Secara umum,

basis tersebut adalah Poktan dan Gapoktan atau bahkan

Koptan.

Gambar 4.2 Gugus Pengorganisasian Petani

Page 42: Blue Print NTDS - Pertanian

37

5. PROGRAM PENINGKATAN DAYASAING DAN NILAI

TAMBAH KOMODITAS

5.1. Tinjauan Umum

Secara khusus program peningkatan dayasaing dan nilai

tambah komoditas pertanian difokuskan kepada kegiatan off

farm melalui program aksi yang berkaitan dengan peningkatan

nilai tambah komoditas seperti penanganan pasca panen dan

pengolahan primer. Program peningkatan dayasaing dan nilai

tambah komoditas tidak bisa berdiri sendiri, tertapi harus

terintegrasi dan tidak terpisahkan dengan kegiatan hulu yang

berkaitan dengan budidaya pertanian untuk peningkatan

produksi dan produktivitas sampai dengan kegiatan hilir yang

merupakan program penghela terciptanya peningkatan

dayasaing dan nilai tambah.

Program peningkatan dayasaing dan nilai tambah komoditas

pertanian terdiri dari program aksi yang secara langsung

bersentuhan dengan program penguat yang merupakan

prasyarat maupun penghela peningkatan dayasaing dan nilai

tambah komoditas. Peningkatan dayasaing dan nilai tambah

dapat dicapai dengan syarat bahwa program penguat tersebut

ada dan dilaksanakan secara lintas sektoral dengan

departemen terkait maupun pemangku kepentingan lainnya

seperti asosiasi dan pelaku usaha. Demikian juga dengan strategi

insentif untuk mendorong tumbuhnya industri perdesaan harus

ada dan dilaksanakan secara terintegrasi dan lintas sektoral.

Page 43: Blue Print NTDS - Pertanian

38

5.2. Program Komoditas

Komoditas yang dipilih sebagai penghela tumbuhnya industri

perdesaan disesuaikan dengan komoditias prioritas yang

dikelompokkan sebagai komoditas pangan utama yang meliputi

beras, jagung, kedelai, daging sapi.

Komoditas andalan ekspor yang meliputi sawit, karet, kakao dan

daging ayam. Kelompok emerging products yang mempunyai

peluang pasar yang luas baik internasional maupun domestik

seperti buah tropika (mangga, manggis, salak dan pisang),

produk biofarmaka, tanaman hias daun dan minyak atsiri

Kelompok produk yang diarahkan untuk substitusi impor seperti

susu, tepung lokal (cassava dan sagu) serta jeruk. Pemilihan jenis

komoditas ini diharapkan dapat mewakili dari kelompok komoditi

yang ada, mempunyai potensi untuk peningkatan dayasaing

dan nilai tambah yang tinggi serta mempunyai multiplier effect

yang luas terhadap peningkatan industri perdesaan.

Program peningkatan dayasaing dan nilai tambah komoditas

dijabarkan secara terpisah dengan mengacu pada konsep

peningkatan daya siang dan nilai tambah dengan

mempertimbangkan kondisi terkini dan permasalahan, kondisi

yang diharapkan, strategi pengembangan berdasarkan analisis

SWOT (Lampiran), program aksi, rencana implementasi program

aksi serta sasaran program aksi untuk masing-masing komoditas.

Page 44: Blue Print NTDS - Pertanian

39

5.2.1. Beras

Pag e ďż˝ 3 3

O R IE NT AS I P ENG EMB AN G AN B ER ASSw as emb ad a be rkel an juta n me la lui e kste nsi f ika si ter ba ta s (ric e es ta te ) p en uru na n sus ut p as ca pa ne n

d an p en go la ha n, pe nga ne ka rag ama n b ah an pa nga n po ko k da n pe numb uhke mb an ga n i ndu st ri pe de sa a n p en go la h tep ung d an turun an nya s erta h as il sa mpi ng

SW A SEMB A DA

Pro d u k s i:

• Pro duks i: p ad i 6 3.8 4juta to n pa di) ( Di tj en

Ta na ma n Pa nga n)Pa sc a Pa n en /

Pe n g o la h an :

• Sus ut p an en da n pa sca p an en 1 0.8 2 %

(BPS )• Re nd eme n(P PK:

55 .7% , P PM:59 .6 9%

da n PPB: 61 .48 % )• Mutu b era s be lum

ba ik• Be ras be rla be l mas ih

terb ata s

• Indu st ri pe de sa a ntep ung b er as da n

turun an nya , p at i be ras da n

turun an nya , b eka tul

mas ih ter ba ta s untuk pa kan

Pe rd a g an g a n(Pe m as a ra n) :

• Ko nsu msi

12 7 kg/ka pita / th(w id ya kar ya P & G)

• Eksp or be ras o rga ni k: kec il (18 to n)

• Ba ha n b aku tep ung

be ras ma sihimpo r(me ni r)

SW A SEMB A DA

Pro d u k s i:

• Pr od uksi pa di

7 5.7 0 juta to n (D it je n T an ama n

Pa ng an )Pa sc a Pa n en /

Pe n g o la h an :

• Su sut pa ne n da n pa sc a pa ne n 9%

• R en de men(P PK:5 9.6 9% ,

PP M:61 .48 % ,

PP B6 2% )• Mu tu be ras se su ai

SN I 2 5%• Be ra s b er lab el 2 5%

• Ind ustri p ed es aa n

te pun g be ra s d an turu na nny a, pa t i

be ra s d an turu na nny a, be ka tu l

un tuk pa ng an da n

pa ka n be rke mb an gPe rd a g an g a n

(Pe m as a ra n) :• Ko ns umsi 9 4

kg /ka pi ta/th

• Eks po r a roma t ik da n o rga ni k

me ni ngka t (10 .0 00 to n)

• Ba ha n ba ku te pun g

be ra s ( me ni r) da pa tdi pe nu hi

Ko ndi s iTerkin i

Kon disi Y an g

Dih arap kan

5. Pening katan prod uksi pad i 6. Peng endal ian konversi lahan7. Peng em bang an varie tas tah an ke keringan d an

banj ir 8. Eksten sif ikasi te rb atas9. Peng uran gan ke terg antung an bahan po ko k

hanya pa da b eras10. Peng em bang an inf rast ru ktur p ertani an

St rat egi In dust ri Ped esaan

1 . Penguatan tekno logi dan pe nerapan SJMKP pasca panen untuk mene kan s usut pasca p anen dan peni ngkatan mutu g abah

2 . Penguatan tekno logi dan pe nerapan SJMKP pada PPK d an PPM untuk mene kan susut pe ngo lahan dan p ening katan mutu b eras

3 . Penumbuhan ind ustri ped esaan berbas is beras &hasil samping be ras

4 . Penge mbangan p asar b eras

St rat egi P eng uat

1 . 1. Ba n tu an p er a la tan u ntu k meneka n s us u t pa ne n da n

pas c a p an en

1 . 2. Pe n in gk a tan k e mampu an p en y u luh d an p e ta ni un tu k me ne ka n s us ut pa sc a pa ne n

P r o g r a m A k s i

2 . 1. Pe n ingk at an k apa si tas t ek n olog i P PK & PP M

2. 2. Ak se ler asi p en er a pan GMP

2 . 3. Pe n ingk at an k ua lit as b e ras

2 . 4. Pe ngembang an kemitr aa n PP K- PP M-P PB

3 . 1. Ba n tuan me sin d an p era lat an in du st r i ped esaan

te pung be ra s, p r oduk t ur un an ( pas ta , mie , b ih un)

3 . 2. Pe n ingk at an k emamp uan peny ulu h dan p okta n mela k uk an peng emba ng an i ndu st ri p edes aan 3 . 1.

3 . 3. Pe ngemb an ga n sk ema pe mbi ay aan ya ng d ap at di ak ses in dus tr i p ed esaa n

3 . 4 Pe ngemb an ga n kemitr aan unt uk fasi li at si pe masa ra n

4 .1 . S tabi li sasi h a r ga me lalu i mekan is me HPP

4 .2 . E ksp an si pa sa r be ra s d a la m d an lu a r ne ge r i4 .3 . P enge mban gan s is ite m in fo r ma si pa s ar

4 .4 . P enge mban gan k e rja s ama k emitr aan po ktan /ga pok tan -B UL O G

5 . 1. Pe nyed ia an sa pr od i d an beni h un ggu l tep at waktu

(Dep tan/ D ep da g)

5 . 2. Pe ngemb anga n tekno log i pen gend a lian h ama t er padu(Dep tan/ D ep d iknas/ KMN R T)

5 . 3. Pe ngemb anga n p ro du ks i be r as o rga n ik d an a r omatik d i 13 k a bu pa te n/ ko t a (D ept an )

5 . 4. Pe mant ap an p rodu ks i be ra s konsu msi dalam neg er i di

14 p r op ins i ( De p tan )

6 . 1. Me mper ta ha nk an la ha n pad i dar i kon ve rsi la ha n

pe rt an ia n (sesu a i U U P LP PB) (D e phuk ham)6 . 2. P ene ga k kan hu k um bag i pe la ku k onver si ta nah p er tan ia n

( se s ua i UU P LP PB) (D ep hukh am)

7 .1 . I nsent if unt uk R &D pa d i un gg ul t aha n k ek e ri nga n d an ban jir (D ep tan /D epdik n as /K MN RT)

7 .2 . I nsent if unt uk u ji mu ltiloka s i pad i ung gul ( - sd a - )

7 .3 . I nsent if unt uk kome r sia lis as i p adi u nggu l ( -sda - )

8 .1 . P ema nfaa tan p ot ens i lah an ( D ep tan /K MNB UMN )

8 .2 . P eng emba ng an r i ce es ta te (D ept an / Pemda)

9 . 1. Di ver s ifi ka si pa ng an poko k be rb as is s umb er ka rbo - h id ra t

non b e r as da n ga ndum(D ep ta n / De pd ik nas)

K eb ijakan1 ) Pe laksanaan UU PLPPB No .41 tahun 20 09, 2) R evisi Pe raturan beras bersub sidi me njadi pangan b ersubsi di

(Se kneg), 3) T ersed ianya ske ma pemb iayaan b unga rend ah yang d apat di akses petani, d an 4 ) S tabili sasi melalui pe nguatan p eran BUL OG

10. 1 . Peng emba ngan d an pe r ba ik an i ri gas i ( PU?D ept an )

10. 2 . P en ge mbang an f arm ro ad ( PU )

Gambar 5.1. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Beras

Page 45: Blue Print NTDS - Pertanian

40

Tabel 5.1. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Beras

Sasaran tahunan Program Aksi dan Rencana Implementasi

2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan

1.1. Bantuan peralatan untuk menekan susut panen dan

pasca panen

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

10.4

2

10.0

2

9.62 9.32 9.00 Persen susut panen

dan pasca

1.2. Peningkatan kemampuan penyuluh dan petani untuk

menekan susut pasca panen

• Pelatihan TOT untuk penyuluh pertanian spesialis

(panen, pasca panen dan pengolahan)

• Pelatihan untuk peningkatan kemampuan petani

menangani panen, pasca panen

10.4

2

10.0

2

9.62 9.32 9.00 Persen susut panen

dan pasca

2.1. Peningkatan kapasitas teknologi PPK & PPM

• Identifikasi kekeurangan peralatan

• Penetapan bantuan untuk penguatan

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

15 35 100 125 150 Unit usaha poktan

2.2 Akselerasi penerapan GMP

• Penyusunan buku pedoman GHP dan GMP yang

mudah dipahami

• Sosialisasi GHP dan GMP ke penyuluh/tenaga

pendamping

• Sosialisasi ke Kelompok tani dan pelaku

penggilingan beras

50 75 100 100 100 % poktan di 14

prop. sentra

produksi dan 14

kab.kota poktan

penghasil speciality

rice

Page 46: Blue Print NTDS - Pertanian

41

• Peningkatan kualitas beras

• Sosialisasi standar mutu beras organik dan

aromatik

• Sertifikasi beras organik dan beras aromatik

5 10 15 20 25 Kumulatif % beras

sesuai SNI

2.3 Pengembangan kemitraan PPK-PPM-PPB

• Penyusunan model kemitraan

• Sosialisasi kepada pelaku usaha

• Pengembangan model kemitraan di Jawa Timur

dan Jawa Barat

10 40 100 130 150 Kumulatif jumlah

poktan yang

terlibat

3.1. Bantuan mesin dan peralatan industri perdesaan

tepung beras, produk turunan (pasta, mie, bihun)

• Identifikasi mesin yang diperlukan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

10 20 50 20 10 Unit usaha (poktan/

gapoktan)

3.2. Peningkatan kemampuan penyuluh dan poktan

melakukan pengembangan industri perdesaan

tepung beras, produk turunan (pasta, mie, bihun)

• Pelatihan TOT untuk penyuluh pertanian spesialis

(panen, pasca panen dan pengolahan)

• Pelatihan untuk peningkatan kemampuan petani

menangani panen dan pasca panen

5% 25% 65% 90% 100

%

Kumulatif %

penyuluh dan

tenaga

pendamping

3.3. Pengembangan kemitraan untuk fasilitasi pemasaran

• Menetapkan faktor dan ketentuan kerjasama

• Menguatkan faktor kerjasama

• Mengawasi faktor kerjasama

•

25 55 100 125 150 Kumulatif jumlah

poktan yang

terlibat

Page 47: Blue Print NTDS - Pertanian

42

4.1. Stabilisasi harga melalui mekanisme HPP

• Pemantatapan jaminan BULOG untuk pembelian

gabah/beras melalui jalur HPP dan jalur komersial

• Penetapan HPP tepat waktu

• Kebijakan ekspor tepat waktu

10% 10% 10% 10% 10% Pengadaan BULOG

(% x jumlah

produksi)

4.2. Ekspansi pasar beras dalam dan luar negeri

• Pameran dalam dan luar negeri

2 5 5 5 5 Jumlah pameran

yang diikuti

4.3. Pengembangan sisitem informasi pasar

• Peningkatan kemampuan poktan untuk akses

informasi pasar

10 20 50 75 100 % Jumlah poktan di

sentra produksi

4.4. Pengembangan kerjasama kemitraan

poktan/gapoktan-BULOG

• Menetapkan faktor dan ketentuan kerjasama

• Menguatkan faktor kerjasama

• Mengawasi faktor kerjasama

10 40 75 100 150 Jumlah poktan

terlibat

Page 48: Blue Print NTDS - Pertanian

43

5.2.2. Jagung

Page ďż˝ 53

Kondisi

Terkini

Kondisi YangDiharapkan

4. Peningkatan produksi danproduktivitas jagung

5. Pengembangan kasawan ternakterpadu

6. Penguatan kelembagaan poktan7. Pengembangan infrastruktur dan

sarana transportasi

1. Penguatan teknologi dan SJMKP pasca panenuntuk peningkatan kualitas jagung

2. Penumbuhkembangan industri pedesaan pakanternak dan pangan (tepung dan grits) di sentraproduksi jagung

3. Pengembangan pasar jagung

Strategi Penguat

1.1. Peningkatan sarana pengeringan jagung yang sesuai dengan kondisi daerah

1.2. Penurunan kehilangan hasil dan perbaikankualitas jagung

1.3. Penerapan SNI wajib jagung

P r o g r a m A k s i

2.1. Pengembangan industri pedesaan pakan ternak2.2. Pengembangan industri pedesaan tepung & grits

6.1. Penguatan kelembagaan poktandan gapoktan (Deptan)

6.2. Penguatan SDM poktan dangapoktan (Deptan)

4.1. Penyediaan sarana produksipertanian yang tepat waktu(Deptan/Depdag)

4.2. Penyediaan benih unggul yang

mudah diakses petani (Deptan)4.3. Pemanfaatan lahan kebun sawit

sampai umur 2 tahun (KMNBUMN)

3.1. Pengembangan sistem informasi pasar3.2. Pengembangan kerjasama kemitraan industri

pedesaan pakan ternak dengan kelompokpeternak

3.3. Pengembangan kerjasama kemitraan industripedesaan grits dengan industri pakan danpengolahan snack

3.4. Pengembangan kerjasama kemitraan industripedesaan tepung dengan industri tepung terigu

Kebijakan1) Stabilisasi harga melaui mekanisme SPS dan TBT (Depdag, 2) Penetapan harga minimal regional

(Pemda), 3) Peningkatan Peran BULOG sebagai penyangga harga jagung (Bulog), 4) Kebijakan penyerapan tepung lokal oleh importir/pengguna tepung terigu (Deprin/Depdag/Deptan),

Kebijakan skema pembiayaan bunga rendah yang dapat diakses oleh petani dan industripedesaan

5.1. Pengembangan kawasan ternaktepadu di sentra produksi jagung(Deptan)

7.1. Perbaikan infrastruktur jalan disentra produksi jagung (Dep PU)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN JAGUNGSwasembada berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi dengan penurunan susut

pasca panen dan penumbuhkembangan industri pedesaan pengolahan pangan dan energi

Swasembada

Produksi: 17,66 juta ton

Pasca Panen/Pengolahan:

• Susut panen, pasca panen masih tinggi

• Ketersediaan mesin dan peralatan pasca panen terbatas

• Kandungan aflatoksin masih tinggi (>50 ppb)

• Industri pedesaan pakan dan pangan(grits, tepung) belum berkembang

Perdagangan (Pemasaran):

• Sentra produksi dengan industri pakan belum selaras

• Pangan: 3,0 juta ton• Pakan: 4,07 juta ton• Impor: 170 ribu ton

jagung pipilan• Ekspor 150 ribu ton

jagung pipilan• Bioenergi terbatas

Swasembada

Produksi::29 juta ton

Pasca panen/ pengolahan:

• Susut dipanen diturunkan sebesar 10%

• Ketersediaan alat dan mesin pasca pane

• Kandungan aflatoksin dapat ditekan <20 ppb

• Industri pedesaan pengolahan pakan dan pangan (grits dan tepung jagung) berkembang

Perdagangan (Pemasaran):

• Sentra produksi dengan industri pakan dan pangan terintegrasi (klaster)

• Pangan: 3,0 juta ton• Pakan:4.6 juta ton• Impor:0• Ekspor hasil olahan

jagung meningkat• Bioenergi:meningkat

Gambar 5.2. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Jagung

Page 49: Blue Print NTDS - Pertanian

44

Tabel 5.2. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Jagung

Sasaran tahunan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 201

0

201

1

201

2

201

3

201

4

Keterangan

1.1. Peningkatan sarana pengeringan jagung yang sesuai dengan

kondisi daerah

• Revitalisasi silo jagung (14 unit) di Musi Banyuasin, Lombok

Tengah, Tanah laut, Bulukumba, Taklar, Maros, Soppeng,

Sinjai, Bone, Pinrag, jeneponto, Tojo Una-una, Pahuwato,

Bolmong

• Pembangunan silo jagung yang terintegrasi dengan unit

pengering dengan bahan bakar hibrid biomassa (30

unit/tahun) di sentra produksi jagung

• Pelatihan dan pendampingan poktan untuk peningkatan

kemampuan dalam bidang panen dan pascapanen

30 30 30 30 30 Unit

silo/tahun

1.2. Penurunan kehilangan hasil dan perbaikan kualitas jagung

• Fasilitasi peralatan penanganan pasca panen jagung

kepada gapoktan

• Pelatihan dan pendampingan penanganan pasca panen

jagung

• Penerapan manajemen mutu sehingga produk yang

dihasilkan sesuai persyaratan mutu pasar, melalui

pelatihan dan penyuluhan yang intensif tentang

manajemen mutu

2.4 2.2 2.0 1.8 1.7 %

kehilangan

hasil

Page 50: Blue Print NTDS - Pertanian

45

1.3. Penerapan SNI wajib jagung

• Sosialisasi penerapan SNI jagung

30 40 60 80 100 Persentase

wajib SNI

2.1. Pengembangan industri perdesaan pakan ternak

• Penetapan gapoktan untuk mendukung industri

perdesaan pakan ternak

• Mendorong tumbuhnya kawasan peternakan terpadu

secara lintas sekoral

• Pemberian bantuan peralatan pengolahan pakan ternak

• Pelatihan dan pendampingan

2 4 8 10 12 Kumulatif

industri

perdesaan

pakan

ternak

2.2. Pengembangan industri perdesaan tepung dan grits

• Penetapan gapoktan untuk mendukung industri

perdesaan tepung dan grits

• Pemberian bantuan peralatan untuk pengolahan grits dan

tepung

• Pelatihan dan pendampingan

4 8 12 16 20 Kumulatif

industri

perdesaan

grits dan

tepung

jagung

3.1. Pengembangan sistem informasi pasar

• Penyusunan database jagung

• Penguatan kemampuan poktan/gapoktan melakukan

akses informasi pasar

Ad

a

Ad

a

Ad

a

Ad

a

Ad

a

Ketersediaa

n informasi

pasar

3.2.Pengembangan kerjasama kemitraan industri perdesaan

pakan ternak dengan kelompok peternak

10 30 75 100 125 Kumulatif

poktan

yang

terlibat

Page 51: Blue Print NTDS - Pertanian

46

• Fasilitasi Kerjasama antar gapoktan sentra produksi jagung

utama (Jatim, Sumut, Lampung, Jabar, Jateng, NTT, Sulsel,

Sulut dan Gorontalo)

• Fasilitasi kemitraan saling menguntungkan antara

Gapoktan dan industri hilir berbahan baku jagung

3.3.Pengembangan kerjasama kemitraan industri perdesaan grits

dengan industri pakan dan pengolahan snack

• Fasilitasi penyusunan badan hukum gapoktan untuk

kemitraan bisnis jagung

• Fasilitasi kemitraan saling menguntungkan antara

Gapoktan dan industri hilir berbahan baku jagung

10 30 75 100 125 Kumulatif

poktan

yang

terlibat

3.4.Pengembangan kerjasama kemitraan industri perdesaan

tepung dengan industri tepung terigu

• Keringanan pajak bagi industri pengolahan hilir jagung

yang beorientasi substitusi imporPemberian kredit dengan

suku bunga rendah kepada industri jagung.

10 30 75 100 125 Kumulatif

poktan

yang

terlibat

Page 52: Blue Print NTDS - Pertanian

47

5.2.3. Kedelai

Impor lebih dari

50% dari kebutuhan

Produksi:• Produksi: 1 juta

ton

Pasca Panen/Pengolahan:

• Mutu kedelai belum baik

• Industri pedesaan belum melakukan praktek yang baik

Perdagangan (Pemasaran):

• Konsumsi dalamnegeri 2 juta ton

Swasembada

Produksi:

• Produksi: 2.7 juta ton

Pasca Panen/Pengolahan:

• Mutu kedelai lokal 30% sesuai SNI

• Tumbuhkemban

gnya industri pedesaan pengolahan

kedelai yang menerapkan GMP

Perdagangan

(Pemasaran):• Konsumsi dalam

negeri 2.2 juta

ton

Kondisi

Terkini

Kondisi YangDiharapkan

4. Peningkatan produksi dan produktivitas

kedelai5. Pemberian insentif untuk penanaman

kedelai

6. Pengembangan benih unggul sesuai dengan kebutuhan industri

1. Pengembangan penanganan pasca

panen 2. Penumbuhkembangan industri

pedesaan pengolahan kedelai dan

hasil sampingnya.3. Perbaikan pemasaran kedelai dalam

negeri

Strategi Penguat

1.1. Bantuan peralatan perontok multi guna

pada kelompok tani untuk menekan susut

panen, pasca panen dan meningkatkan

kualitas.

1.2. Membangun unit-unit penyimpanan kedelai

di sentra-sentra produksi untuk

mempertahankan mutu kedelai dan

menjaga pasokan kedelai sepanjang tahun.

1.3. Pengembangan SDM (penyuluh dan

petani) dalam penanganan pasca panen.

P r o g r a m A k s i

2.1. Peningkatan kapasitas teknologi industri

pedesaan tahu, tempe, susu kedelai dan

tepung kedelai

2.2. Penumbuhan industri pedesaan

pengolahan ampas tahu menjadi tepung

ampas tahu

3.1. Perbaikan harga kedelai di tingkat petani

4.1. Penyediaan benih kedelai (Deptan)

4.2. Pengembangan mutu benih unggul kedelai(Deptan)

4.3. Penyediaan input produksi mandiri dan berkelanjutan (Deptan/Depdag)

4.4. Penanggulangan hama penyakit kedelai

(Deptan)4.5. Optimalisasi pembinaan petani (Deptan/Pemnda)

Kebijakan1) Stbilisasi harga melalui mekanisme SPS dan TBT (Depdag), 2) Insentif untuk produksi benih unggul

(Depkeu) 3) Kebijakan stabilisasi harga ditingkat petani (HPP) (Deptan/Bulog)

5.1. Bantuan benih unggul (Deptan)

5.2. Subsidi saprotan (pupuk) untuk

pengembangan budidaya kedelai (Depkeu)

5.3. Pembangunan sarana dan infrastruktur

penunjang (Dep PU)

6.1. Insentif untuk penelitian dan pengembangan benih kedelai dengan polong besar untuk industritempe pedesaan (Deptan/Depdiknas/KMNRT)

6.2. Insentif untuk komersialisasi penghasil benih unggul yang sesuai dengan kebutuhan industri.(Deptan/Depdiknas/KMNRT)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN KEDELAIMenuju swasembada untuk mencukupi kebutuhan kalori protein melalui peningkatan produktifitas dan

penguatan industri pedesaan pengolahan pangan berbasis kedelai

Gambar 5.3. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Kedelai

Page 53: Blue Print NTDS - Pertanian

48

Tabel 5.3. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Kedelai

Sasaran tahunan Program Aksi dan Rencana Implementasi

2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan

1.1. Bantuan peralatan perontok multi guna pada kelompok

tani untuk menekan susut panen, pasca panen dan

meningkatkan kualitas

• Identifikasi peralatan yang dibutuhkan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan poktan penerima

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

5 10 20 25 30 Kumulatif %

poktan kedelai

1.2. Membangun unit-unit penyimpanan kedelai di sentra-

sentra produksi untuk mempertahankan mutu kedelai.

• Penetapan kapasitas unti penyimpanan yang

dibutuhkan

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

1 2 3 2 1 Unit

1.3. Pengembangan SDM (penyuluh dan petani) dalam

penanganan pasca panen

• Penyuluhan TOT untuk penyuluh dan pendamping

• Penyuluhan pada poktan

5 15 30 40 50 Kumulatif % jml

penyuluh

&pendamping

Page 54: Blue Print NTDS - Pertanian

49

2.1. Peningkatan kapasitas teknologi industri perdesaan

tahu, tempe, susu kedelai dan tepung kedelai

• Identifikasi kondisi terkini industri perdesaan

pengolah kedelai

• Penetapan bantuan untuk penguatan

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

5 15 25 35 40 Kumulatif unit

usaha

2.2.Penumbuhan industri perdesaan pengolahan ampas

tahu menjadi tepung ampas tahu

• Pelatihan pengolahan hasil samping pengolahan

kedelai

• Bantuan peralatan pengolahan hasil samping

kedelai

• Pengembangan kemitraan pemasaran

5 15 25 35 40 Unit usaha

3.1. Perbaikan harga kedelai di tingkat petani

• Penetapan HPP yang merangsang petani

menanam kedelai

• Pengembangan kemitraan antara kelompok tani

dengan industri pengguna kedelai

1 3 10 15 20 Kumulatif

Jumlah

kerjasama

Page 55: Blue Print NTDS - Pertanian

50

5.2.4. Gula

ORIENTASI PENGEMBANGAN GULASwasembada gula melalui perbaikan produktivitas dan efisiensi, pengembangan bibit unggul,

revitalisasi pabrik dan pengembangan gula non-tebu

MASIH IMPOR(Gula rafinasi:379

ribu ton)

Produksi:• Produksi: 4,4 juta

ton (2.75 juta julakristal dan 1,5 juta

ton gula rafinasi)

• Kandungan sukrosarendah (5.5-8%)

Pasca Panen/Pengolahan:

• Produktivitasrendah

•• Rendemen rendah Rendemen rendah

(PTPN): (PTPN): 66––9% 9%

•• HPP HPP tinggitinggi

•• KondisiKondisi pabrikpabrik

sudahsudah tuatua

Perdagangan(Pemasaran):

•• Konsumsi gula Konsumsi gula

pasir: 12 pasir: 12

kg/kapita/tahunkg/kapita/tahun

•• KebutuhanKebutuhan

nasional:4,85 nasional:4,85 jutajuta

ton (2,7 ton (2,7 jutajuta ton ton

konsumsikonsumsi rumahrumah

tanggatangga dandan 2,15 2,15

industriindustri))

•• KebutuhanKebutuhan pemanispemanis

sebagiansebagian besarbesar daridari

gulagula pasirpasir

SWASEMBADA

Produksi:• Produksi: 5 juta ton

(2.75 juta gulakristal dan 2,25 juta

ton gula rafinasi)• Kandungan sukrosa

10%

Pasca Panen/Pengolahan:

• Produktivitasmeningkat

• Rendemen (PTPN): 9%

• HPP turun• Kondisi pabrik

membaik

Perdagangan(Pemasaran):

• Konsumsi gula pasir:

11kg/kapita/tahun• Kebutuhan

nasional:5,29 jutaton (2,9 juta ton

konsumsi rumahtangga dan 2,3

industri).

• Kebutuhan pemanisindustri sebagian

dipenuhi gula cair

Kondisi

Terkini

Kondisi YangDiharapkan

6. Perbaikan produktivitas tebu

dengan pengembangan varitas

unggul

7. Pengembangan insentif budidaya

tebu

8. Pengaturan impor gula

9. Pengembangan varitas teburesisten terhadap perubahan iklim

1. Pengembangan gula non-tebu

2. Perbaikan efisiensi pengolahan

3. Revitalisasi pabrik

4. Pemanfaatan tetes sebagai bagian terpadu

dari industri gula

5. Perbaikan mutu gula

Strategi Penguat

1.1. Pembangunan pabrik pengolahan gula palmaberbasis gapoktan

1.2. Insentif bagi investasi pabrik pembuatan gula cair

berbasis karbohidrat (umbi-umbian dan biji-bijian)1.3. Kampanye gula sehat non-tebu untuk konsumsi

rumah tangga dan industri

P r o g r a m A k s i

2.1. Perbaikan sistem tebang muat angkut pabrik gula

2.2. Penerapan SOP manis, bersih dan segar secaraoptimal

2.3. Pengawasan pabrik oleh pihak ke III

3.1. Realisasi revitalisai pabrik yang layak secara teknisdan ekonomis

4.1. Pendirian atau penambahan pabrik pengolahan

tetes sesuai skala teknis dan ekonomis pabrik gula4.2. Penyediaan insentif investasi pengolahan tetes

6.1. Dukungan riset dan pengembangan

bibit unggul wilayah khatulistiwa(Deptan/Depdiknas/KMNRT)

6.2. Perbaikan kandungan sukrosa tebuhingga di atas 10%

(Deptan/Depdiknas/KMNRT)

7.1. Pemberian subsidi input pertanian

(Depkeu)7.2. Penyediaan bibit varitas unggul

(Deptan)

8.1. Pengenaan tarif impor gula (Depkeu)8.2. Penetapan volume impor sesuai

kebutuhan (Deptan)

9.1. Insentif bagi Lembaga penelitian danPerguruan Tinggi

(Deptan/Depdiknas/KMNRT)9.2. Penyebarluasan varitas tahan kering

dan panas (Deptan)

Kebijakan1) Insentif penelitian pengembangan dan komersialisasi bibit unggul (Deptan/Depdiknas/KMNRT), 2)

Dukungan investasi gula non-tebu (Pemda), 3) peningkatan konsumsi gula non-tebu untuk rumahtangga dan industri (Deptan/KADIN)

5.1. Pengaturan kerjasama pabrik dan petani tebudengan pengawasan pemerintah

5.2. Penambahan fasilitas pengolahan gula bermutu dipabrik BUMN

Strategi Industri Pedesaan

Gambar 6. 4. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Gula

Page 56: Blue Print NTDS - Pertanian

51

Tabel 5.4. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Gula

Sasaran tahunan Program Aksi dan Rencana Implementasi

2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan

1.1. Pembangunan pabrik pengolahan gula palma

berbasis gapoktan

• Bantuan sarana produksi dan modal awal industri

kecil gula palma berbasis gabungan kelompok tani

• Pendampingan teknologi dan pengembangan

pasar

3 5 5 5 5 Pabrik/ tahun

1.2. Insentif bagi investasi pabrik pembuatan gula cair

berbasis karbohidrat (umbi-umbian dan biji-bijian)

• Penguatan petani penghasil bahan baku

• Insentif harga beli bahan baku produksi petani

• Pembebasan pajak dalam masa produksi awal

2 2 2 2 2 Pabrik/ tahun

1.3. Kampanye gula sehat non-tebu untuk konsumsi rumah

tangga dan industri

• Penyiapan brosur dan leaflet yang memuat

konsumsi gula sehat

• Talk show di media TV dan Radio

• Penayangan iklan gula sehat non-tebu

50 75 100 100 100 Jam tayang

kampanye/

iklan dalam

Televisi

2.1. Perbaikan sistem tebang muat angkut pabrik gula

• Perbaikan jadwal terpadu rencana tanam dan

giling

• Pelatihan tebang, muat dan angkut bersama

pabrik gula

• Monitoring dan pengawasan tebang muat angkut

4 4 4 4 4 Pabrik

gula/tahun

Page 57: Blue Print NTDS - Pertanian

52

2.2. Penerapan SOP manis, bersih dan segar secara

optimal

• Penguatan insentif dan punishment pelaksanaan

MBS (manis, bersih, segar)

• Penyuluhan dan pengawasan pelaksanaan MBS

5 5 5 5 5 Pabrik

gula/tahun

2.3. Pengawasan pabrik oleh pihak ke III

• Pembentukan Tim Pengawas

• Perbaikan proses dan efisiensi produksi

5 5 5 5 5 Pabrik

gula/tahun

3.1. Realisasi revitalisai pabrik yang layak secara teknis

dan ekonomis

• Penetapan pabrik layak revitalisasi

• Pelaksanaan dan pengawasan revitalisasi

3 3 3 3 3 Pabrik

gula/tahun

4.1.Pendirian atau penambahan pabrik pengolahan tetes

sesuai skala teknis dan ekonomis pabrik gula

• Penetapan bentuk, skala dan lokasi indutri

pengolahan tetes

• Dukungan kebijakan industri pengolahan tetes

1 1 1 1 1 Pabrik

pengolah

tetes/tahun

4.2. Penyediaan insentif investasi pengolahan tetes

• Bantuan penyediaan dana persiapan pendirian

industri

• Dukungan kebijakan

1 1 1 1 1 Pabrik

pengolah

tetes/tahun

Page 58: Blue Print NTDS - Pertanian

53

5.1.Pengaturan kerjasama pabrik dan petani tebu

dengan pengawasan pemerintah

• Dukungan pembiayaan kelompok tani tebu

• Pengawasan kesepakan dan bantuan sarana

produksi tebu

5 5 5 5 5 Pabrik

gula/tahun

5.2.Penambahan fasilitas pengolahan gula bermutu di

pabrik BUMN

• Penetapan fasilitas perbaikan mutu pabrik gula

• Insentif dalam pengadaan fasilitas baru

3 3 3 3 3 Pabrik

gula/tahun

Page 59: Blue Print NTDS - Pertanian

54

5.2.5. Daging Sapi

ORIENTASI PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPISwasembada daging sapi 2014 untuk peningkatan kualitas asupan gizi melalui pengembangan beternak intensif

berkelanjutan, pengembangan mutu pakan, pengembangan peternakan terintegrasi dengan perkebunan, penguatan RPH dan pengembangan sistem pasokan rantai dingin.

Impor(daging, jeroan beku,

sapi bakalan)

Produksi:• Populasi ternak: 11 –

12 juta ekor

• Populasi betina: 900

rb ekor

• Produksi daging:

249.925 ton

Pasca Panen/Pengolahan:

• RPH belum

menerapkan SJMKP

• Industri pedesaan

pengolahan kompos

belum berkembang

dengan baik

• Industri pedesaan

pengolahan kulit

belum berkembang

dengan baik

• Industri pedesaan

pengolaha daging

masih belum

menerapkan SJMKP

Perdagangan(Pemasaran):

• Impor ternak dan

daging: 28% dari

kebutuhan (70.000

ton daging dan

jeroan, dan 639.000

sapi bakalan

SWASEMBADA DAGING SAPI

Produksi:• Populasi ternak:

14,6 juta ekor

• Populasi sapi

betina: 1 juta ekor

• Produksi daging :

550 rb ton

Pasca Panen/Pengolahan:

• 75% RPH

menerapkan

SJMKP

• Industri pedesaan

pengolahan

kompos

berkembang

dengan baik

• Industri pedesaan

pengolahan kulit

berkembang

dengan baik

• 50% Industri

pedesaan

pengolahan

daging

menerapkan

SJMKP

Perdagangan (Pemasaran):

• Impor sapi bakalan

dan daging 0%

KondisiTerkini

Kondisi Yang

Diharapkan

5. Pengembangan bibit sapi dan intensifikasi usaha

peternakan6. Pengembangan usaha peternakan terintegrasi dengan

perkebunan sawit dan karet (Integrated farming system)7. Penyediaan dan Pengembangan mutu pakan8. Peningkatan kualitas kesehatan hewan

9. Pengembangan insentif untuk mencegah pemotongan sapi betina poduktif

Strategi Industri Pedesaan

1. Pengembangan dan peningkatan kualitasrumah potong hewan di sentra produksi

2. Pengembangan industri pakan pedesaan3. Pengembangan industri pedesan yang

mengolah hasil samping (kulit, kompos)4. Peningkatan kualitas produksi produk olahan

industri pedesaan

Strategi Penguat

1.1. Peningkatan fasilitas RPH (cold storage, alat

transportasi berpendingin) di sentra produksi1.2. Penerapan SJMKP pada RPH1.3 Peningkatan kualitas SDM

P r o g r a m A k s i

2.1. Bantuan peralatan untuk pengolahan pakan

ternak2.2. Pelatihan dan pendampingan2.3. Pengembangan kerjasama kemitraan antara

peternak (industri pedesaan pakan ternak) dengan peternak

3.1. Bantuan mesin dan peralatan industripedesaan pengolahan kulit, dan kompos

3.2. Pelatihan dan pendampingan3.3. Pengembangan kerjasama kemitraan

produsen kulit dengan pengrajin tas, sepatu .

5.1. Pengembangan pembibitan rakyat (Deptan)5.2. Pengembangan pembibitan swasta (Deptan)5.3. Optimalisasi inseminasi buatan dan intensifikasi kawin

alam (Deptan/Pemnda)5.4. Insentif untuk peternak berupa pembebasan biaya

inseminasi buatan (Pemnda)5.5. Peningkatan kepemilikan jumlah sapi per keluarga tani

(Deptan/Pemnda)

6.1. Pengembangan usaha peternakan terintegrasi denganperkebunan sawit. (Deptan/KMNBUMN)

6.2. Pengembangan usaha peternakan terintegrasi denganperkebunan karet (Deptan/KMNBUMN)

6.3. Pengembangan peternakan terintegrasi dengan sentraproduksi jagung (Deptan/Pemnda)

7.1. Penyediaan lahan untuk pakan hijauan (BPN).7.2. Peningkatan pengetahuan pakan peternak

(Deptan/Pemnda)7.3. Peningkatan kemampuan poktan melakukan

pengolahan pakan (DEPTAN)

8.1. Peningkatan kualitas layanan kesehatan (Deptan/Pemnda)

8.2. Penurunan gangguan reproduksi (Deptan/Pemnda)

9.1. Pengembangan skema pembiayaan dengan bungarendah untuk pembibitan rakyat dan swasta (Depkeu)

Kebijakan

1) Pengalihan impor sapi bakalan menjadi sapi induk (betina) (Deptan), 2) insentif bantuan permodalan untuk pembibitan sapi oleh

peternak rakyat dan swasta KUPS (Depkeu),3)memperketat pelaksanaan peraturan pemotongan sapi betina produktif , (DEPKUHAM) 4)kebijakan pengembangan infrastruktur RPH yang dilengkapi dengan coldstorage dan coldchain distribution

facility di sentral produksi (Deptan/Pemda)

4.1. Pelatihan penerapan SJMKP pada produsenpengolahan daging

4.2. Penerapan SJMKP pada produsenpengolahan daging dan pendampingan

Gambar 5.5. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Daging Sapi

Page 60: Blue Print NTDS - Pertanian

55

Tabel 5.5. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Daging

Sapi

Sasaran tahunan Program Aksi dan Rencana Implementasi

2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan

1.1.Peningkatan fasilitas RPH (cold storage, alat

transportasi berpendingin) di sentra produksi

• Identifikasi kekurangan fasilitas RPH

• Penguatan fasilitas

- 1 3 5 5 Kumulatif

sentra

produksi

1.2.Penerapan SJMKP pada RPH

• Sosialisasi SJMKP

• Pendampingan penerapan SJMKP

5 20 40 60 80 Kumulatif

RPH yang

menerapka

n SJMKP

1.3.Peningkatan kualitas SDM

• Pelatihan manajemen pengelolaan RPH

• Pelatuhan SJMKP

20 40 100 160 200 Jumlah

SDM

terlatih/

tahun

2.1.Bantuan peralatan untuk pengolahan pakan ternak

• Identifikasi kebutuhan peralatan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

3 8 15 20 25 Poktan (unit

usaha)/th

Page 61: Blue Print NTDS - Pertanian

56

2.2. Pelatihan dan pendampingan

• Pelatihan produksi dan manajemen pengelolaan

industri perdesaan pakan ternak

• Pendampingan operasionalisasi industri perdesaan

pakan ternak.

20 40 100 160 200 SDM

terlatih/

tahun

2.3.Pengembangan kerjasama kemitraan antara peternak

(industri perdesaan pakan ternak dengan peternak

• Menetapkan faktor dan ketentuan kerjasama

• Menguatkan faktor kerjasama

• Mengawasi faktor kerjasama

10 30 50 100 125 Kumulatif

poktan

terlibat

3.1.Bantuan mesin dan peralatan industri perdesaan

pengolahan kulit, dan kompos

• Identifikasi kebutuhan peralatan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

5 10 20 40 50 Unit

(poktan)

3.2. Pelatihan dan pendampingan

• Pelatihan produksi dan manajemen pengelolaan

industri perdesaan pakan ternak

• Pendampingan

20 40 100 160 200 SDM

terlatih/

tahun

Page 62: Blue Print NTDS - Pertanian

57

3.3.Pengembangan kerjasama kemitraan produsen kulit

dengan pengrajin tas, sepatu

• Menetapkan faktor dan ketentuan kerjasama

• Menguatkan faktor kerjasama

• Mengawasi faktor kerjasama

10 30 50 100 125 Kumulatif

poktan

terlibat

4.1.Pelatihan penerapan SJMKP pada produsen

pengolahan daging

• Pelatihan SJMKP (GMP, SSOP dan HACCP) pada

pelaku usaha industri perdesaan pengolaha

daging

20 40 100 160 200 SDM

terlatih/tah

un

4.2 Penerapan SJMKP pada produsen pengolahan daging

dan pendampingan

5 15 25 50 75 Unit usaha

menerapka

n SJMKP

Page 63: Blue Print NTDS - Pertanian

58

5.2.6. Sawit

Produksi:

• Produktivitas

perkebunan rakyat 8

ton TBS/ha/th, KBS

dan KBN 15-20

TBS/ha/th

• Produksi: 19.440

ribu ton

• Belum memiliki

standar perkebunan

kelapa sawit

berkelanjutan

Pasca Panen/

Pengolahan:

• Sawit rakyat belum

terserap semua oleh

PKS

Perdagangan

(Pemasaran):

• Kampanye negatif

(isu lingkungan dan

kesehatan)

Dalam Negeri:14.060

ribu ton

• Pangan:11.155 ribu

ton

• Oleokimia:815 ribu

ton

• Biodisel:2.090 ribu

ton

Ekspor

• CPO:40%

• Produk turunan

CPO:60%

Produksi:• Produktivitas 20 ton

TBS/ha/th• Produksi:28,439 ribu

ton

• Memiliki standar

perkebunan kelapa

sawit berkenjutan

Pasca Panen/

Pengolahan:

• Sawit rakyat terserap

semua oleh PKS

• Berkembangnya

industri produk hilir

sawit

Perdagangan

(Pemasaran):

• Berkurangnya

kampanye negatif

perdagangan sawit

Dalam Negeri: 17.090

ribu ton

• Pangan:12.412 ribu

ton

• Oleokimia:1.313 ribu

ton

• Biodisel:3.366 ribu

ton

Ekspor

• CPO:25%

• Produk turunan

CPO:75%

Kondisi

TerkiniKondisi Yang

Diharapkan

4. Peningkatan produksi dan produktivitas sawit5. R & D untuk penguatan industri sawit

nasional.6. Perbaikan infrastruktur7. Pengembangan standar perkebunan sawit

berkelanjutan

1. Peningkatan penyerapan TBS kebun

rakyat oleh PKS

2. Pengembangan industri hilir sawit

3. Peningkatan pemasaran produk

sawit dan turunannya di DN dan LN

Strategi Penguat

4.1. Peningkatan produksi kelapa sawit (Deptan)

4.2. Peningkatan produktivitas kebun sawit (Deptan)

P r o g r a m A k s i

1.1. Peningkatan kemitraan antara petani

dan PKS

1.2. Pendirian PKS bagi kebun rakyat

yang tidak bisa dimitrakan skala 30

ton TBS/jam (coorporate farming)

5.1. Penguatan riset dan pengembangan yang

berkaitan dengan perkebunan sawit dalam kaitannya dengan isu lingkungan

(Deptan/KMNRT/Depdiknas)

5.2. Penguatan riset dan pengembangan produk hilir sawit (Deptan/KMNRT/Depdiknas)

5.3. Dukungan riset dan pengembangan produk sam-ping hasil kelapa sawit (Deptan/KMNRT/Depdiknas)

Kebijakan1)Insentif riset untuk menjawab kampanye negatif tentang isu lingkungan pengembangan perkebunan

sawit dan isu kesehatan minyak sawit (Deptan/Depdiknas/KMNRT) 2)Insentif pembebasan

pajak impor mesin dan peralatan industri hilir dan hasil samping sawit (Depkeu), 3)Kebijakan

alokasi untuk pangan dan biofuel (Deptan/Dep ESDM) 4)Subsidi harga untuk biodiesel(Depkeu)

6.1. Pembangunan/perbaikan akses jalan di

kebunkelapa sawit (Dep PU)6.2 Inisiasi pembangunan jalur kereta di sentra

produksi sawit (Dep PU)

6.3. Advokasi pembangunan pelabuhan CPO (Dep PU/Dephub)

6.4. Penyediaan pasokan gas dan listrik untuk

pengembangan industri sawit (Dep ESDM)

2.1. Mendorong investasi pengembangan

industri produk hilir sawit (oleokimia,

nutracitical)

2.2. Mendorong investasi pengembangan

industri biodiesel

2.3. Mendorong investasi

pengembangan industri berbasis

TBK dan pohon sawit

3.1. Kebijakan advokasi untuk menangkal

kampanye negatife pengembangan

kelapa sawit nasional

3.2. Pengaturan harga TBS

7.1. Penyusunan standar perkebunan kelapa sawit

berkelanjutann (BSN/Deptan)7.2. Penetapan dan pemberlakuan standar

perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (Deptan)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN SAWITMempertahankan pertumbuhan nilai ekspor sawit melalui peningkatan peran perkebunan sawit rakyat

dan penguatan industri hilir untuk mendukung peningkatan nisbah ekspor produk olahan

Gambar 5.6. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Sawit

Page 64: Blue Print NTDS - Pertanian

59

Tabel 5.6. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Rasaran Pengembangan Industri Perdesaan Sawit

Sasaran tahunan Program Aksi dan Rencana Implementasi

2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan

1.1. Peningkatan kemitraan antara petani dan PKS

• Penyusunan model kemitraan

• Sosialisasi kepada pelaku usaha

• Pengembangan contoh model kemitraan di Sumut, Riau,

Sumsel, Kalsel, Kalteng, Kaltim dan Papua

60 70 80 90 100 Persentase

penyerapan

TBS dari kebun

rakyat oleh

PKS

1.2.Pendirian PKS bagi kebun rakyat yang tidak bisa dimitrakan

skala 30 ton TBS/jam (coorporate farming)

• Pendirian PKS dengan kapasitas minimal 30 ton TBS/jam

60 70 80 90 100 Persentase

penyerapan

TBS dari kebun

rakyat oleh

PKS

2.1.Mendorong investasi pengembangan industri produk hilir

sawit (oleokimia, nutracitical)

• Insentif pajak bagi industri hilir sawit

• Kebijakan tarif bea keluar

- - 1 - 1 Pertambahan

industri hilir

produk sawit

2.2.Mendorong investasi pengembangan industri biodiesel

• Insentif jaminan pasar produk biodiesel

• Insentif harga untuk subsidi di tingkat konsumen

• Insentif pajak untuk peralatan produksi

- 1 - 1 - Pertambahan

industri

biodiesel

Page 65: Blue Print NTDS - Pertanian

60

2.3.Mendorong investasi pengembangan industri berbasis

TBK dan pohon sawit

• Insentif pembiayaan untuk pengembangan industri

berbasis TBK dan pohon sawit

- 1 - 1 - Pertambahan

industri hasil

samping sawit

3.1.Kebijakan advokasi untuk menangkal kampanye negatife

pengembangan kelapa sawit nasional

• Penguatan dukungan riset hulu dan hilir kelapa sawit

• Peningkatan intensitas counter negative campaign

melalui media cetak dan website

• Temu bisnis dengan importir CPO

2 2 2 2 2 Kegiatan

kampanye

sawit melalui

seminar atau

temu bisnis

3.2.Pengaturan harga TBS Ada Ada Ada Ada Ada Penetapan

harga TBS

Page 66: Blue Print NTDS - Pertanian

61

5.2.7. Karet

Page ďż˝ 65

Produksi:• Produksi 2.652

ribu ton/th

• Produktivitas 0.8 ton/ha/th

• Peremajaan

kebun karet

rakyat 700 ribu ha

Pasca Panen/Pengolahan:

• Pengolahn lateks

di tingkat kelompok tani

belum ada• Mutu lateks

rendah

Perdagangan

(Pemasaran):

• Penyerapan bahan baku karet

DN 15% (55%

untuk industriban)

• Ekspor 85% dari

produksi (2.4 jutaton) dalam bentuk

setengah jadi

(crumrubber danlateks)

Produksi:• Produksi 2.801

ribu ton/th

• Produktivitas 1 ton/ha/th

• Peremajaan

kebun rakyat1.350 ribu ha

Pasca Panen/

Pengolahan:

• Pengolahan

lateks di tingkat kelompok tani

berkembang

• Penerapan SNI lateks 70%

Perdagangan

(Pemasaran):

• Penyerapan

bahan baku karet oleh

industri DN

50%.• Ekspor

setengah jadi75%

• Ekspor produk

olahan 10%

Kondisi

Terkini

Kondisi YangDiharapkan

4. Peningkatan produksi karet dan perbaikan teknologi produksi serta peralatan budidaya dan industri

5. Perbaikan kebijakan dan penurunan biaya ekspor

6. penyediaan dana subsidi untuk ekspor7. Peningkatan kualitas bokar

1. Peningkatan mutu komoditas dan produk karet alam

2. Peningkatan efsiensi biaya produksi melalui peningkatan keterampilan kinerja sumberdaya manusia, serta penguatan kelembagaan

3. Perluasan pemasaran

Strategi Penguat

4.1. Peningkatan produktifitas kebun (Deptan)4.2. Pengembangan industri karet olahan

(Deptan/Deprin)

P r o g r a m A k s i

2.1. Peningkatan keterampilan, teknis, keahlian dan manajemen usaha

2.2. Penguatan kelembagaan asosiasi usaha komoditas karet

5.1. Mendorong pertumbuhan investasi industri

pendukung (BKPM/Depkeu)5.2. Insentif perpajakan kepada industri yang

membantu peremajaan perkebunan karet(Depkeu)

5.3. Perbaikan ekonomi biaya tinggi (Depdagri)

Kebijakan1) Revitalisasi kebun karet rakyat melalui peremajaan (Deptan/Depkeu) 2) Kebijakan pendorong

tumbuhnya industri hilir (ban) di dalam negeri (Deprin/Depkeu)

1.1. Penerapan Good Agricultural Practices(GAP)

1.2. Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)pada industri karet

1.3. Standarisasi mutu produk1.4. Peningkatan kemampuan kelompok tani

mengolah sheet

3.1. Peningkatan ekspor komoditas dan produk karet ala

6.1. Pengenaan PPN ekspor sheet (Depkeu)6.2. Insentif pajak untuk ekspor produk hilir

(Depkeu)

7.1. Peningkatan kemampuan mengolah petanikaret (deptan)

7.2. Pelatihan dan pendampingan(Deptan/Pemnda)

7.3. Insentif harga untuk kualitas bokar yang baik (Deptan)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN KARETPeningkatan mutu melalui penerapan GAP dan GMP yang didukung oleh perbaikan produktivitas kebun

dan pengembangan industri hilir

Gambar 5.7. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Karet

Page 67: Blue Print NTDS - Pertanian

62

Tabel 5.7. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Karet

Sasaran tahunan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 201

0 2011 2012 2013 2014

Keterangan

1.1. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP)

• Sosialisasi pedoman GAP

30 40 50 60 70 Persentase wajib

standar SNI

1.3. Penerapan Good Manufacturing Practices

(GMP)pada industri karet

• Sosialisasi pedoman GMP

30 40 50 60 70 Persentase wajib

standar SNI

1.3. Standarisasi mutu produk

• Sertifikasi dan apresiasi mutu produk karet dan

produk olahannya

• Penerapan dan pengawasan SNI bokar dan

SNI ban

• Penerapan standar mutu produk karet olahan

selain ban sesuai SNI

30 40 50 60 70 Persentase wajib

standar SNI

1.4. Peningkatan kemampuan poktan mengolah

sheet

• Pelatihan/magang poktan dalam pengolahan

sheet karet

• Pendampingan teknologi pengolahan karet

30 40 50 60 70 Persentase wajib

standar SNI

Page 68: Blue Print NTDS - Pertanian

63

2.1. Peningkatan keterampilan, teknis, keahlian dan

manajemen usaha

• Pelatihan/magang pelaku usaha di bidang

budidaya, produksi karet, serta pengolahan

karet menjadi produk turunannya

• Peningkatan kemampuan SDM

petani/pengolah karet dalam melaksanakan

GAP dan akuisisi teknologi serta berorientasi

pada mutu

• Peningkatan peran balai penelitian dalam

transfer teknologi pasca panen maupun

pengembangan industri olahan karet

• Pengembangan kelembagaan koperasi

petani

10 10 10 10 10 Program

penguatan

kelembagaan

petani dan

kemitraan

(kegiatan/th)

2.2. Penguatan kelembagaan asosiasi usaha

komoditas karet

• Pelatihan kemampuan manajerial pengurus

asosiasi usaha komoditas karet

10 10 10 10 10 Program

penguatan

kelembagaan

petani dan

kemitraan

(kegiatan/th)

3.1. Peningkatan ekspor komoditas dan produk karet

alam

• Membangun dan mempromosikan merk lokal

di pasar internasional

• Bilateral agreement dengan pasar utama

produk untuk meningkatkan pasar ekspor

• Pengembangan pasar ekspor

2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 Peningkatan

pertumbuhan

ekspor (juta

ton/th)

Page 69: Blue Print NTDS - Pertanian

64

5.2.8. Kakao

Produksi:• Produksi: 850 ribu

ton

Pasca Panen/

Pengolahan:• Sebagian besar

unfermented bean• Mutu belum baik

• Industri pedesaan

pengolahan biji kakao menjadi

lemak kakao dan bubuk kakao belum

berkembang

Perdagangan (Pemasaran):

• Fermented bean masih impor

• Ekspor dalam

bentuk biji kakao: olahan = 20:80%

Produksi:• Produksi:1.648

ribu ton

Pasca Panen/Pengolahan:

• 100% fermented bean

• Mutu 100% sesuai SNI

• Tumbuhnya industri pedesaan

pengolahan biji kakao menjadi lemak kakao dan

bubuk kakao

Perdagangan (Pemasaran):

• Fermented bean

dicukupi produksi

dalam negeri• Ekspor dalam

bentuk fermented bean : olahan =

50:50

KondisiTerkini

Kondisi YangDiharapkan

5. Peningkatan dan produktivitasperkebunan kakao

6. Perbaikan cara budidaya untuk peningkatan mutu kakao

7. Penguatan permodalan petani kakao

Strategi Penguat

1.1. Pembangunan fasilitas unit fermentasi dan

pengeringan di sentra kakao1.2. Penerapan SJMKP untuk peningkatan mutu

P r o g r a m A k s i

Kebijakan1) Menghilangkan peraturan yang menghambat pengembangan industri olahan kakao

(Deptan/Deprin/Depdag) , 2)Adanya skema pembiayaan yang bisa diakses oleh industri kecil,

(Depkeu) 3)Poktan dan gapoktan menjadi lembaga berbadan hukum (koperasi poktan/gapoktan) (Deptan/KMN Kop dan UKM), 4)Kebijakan mewajibkan eksportir dan gudang teregistrasi

(Deptan/Depdag)

6.1. Penerapan GAP (Deptan)

6.2. Penguatan SDM pengolahan (Deptan)

5.1. Peningkatan produktivitas tanaman

secara bertahap hingga mencapai sekitar

1,1 ton/hektar/tahun (Deptan)5.2. Peningkatan penggunaan tanaman kakao

unggul pada perkebunan kakao nasional

(Deptan)

5.3. Penguatan kelembagaa poktan/gapoktan sebagai penyedia sarana produsi

(Deptan/Pemnda)

1. Peningkatan kemampuan prosesfermentasi skala kecil

2. Perluasan pemasaran 3. Penumbuhkembangan industri pedesaan

hilir pengolahan kakao4. Penerapan SJMKP

4.1. Penerapan Good Handling Practices (GHP)

dan Good Manufacturing Practices (GMP)

4.2. Penerapan SNI pada unit fermentasi danpengolahan

2.1. Pengembangan kemitraan poktan dengan

industri pedesaan pengolahan kakao

2.2. Peningkatan jumlah ekspor dalam bentuk

fermented bean dan olahan2.3. Peningkatan kerjasama perdagangan

internasional

2.4. Penguatan kelembagaan petani

3.1. Pengembangan industri pedesaan

pengolahan lemak kakao dan bubuk kakao7.1. Pengembangan skema pembiayaan yang

dapat diakses oleh petani kakao (Depkeu)

7.2. Penguatan SDM pengolahan Deptan)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN KAKAOMeningkatkan nilai ekspor kakao melalui pengembangan proses fermetasi biji kakao skala kecil dan

penumbuhkembangan industri pedesaan pengolahan lemak kakao dan bubuk kakao untuk memenuhi

kebutuhan industri dalam negeri dan mendukung peningkatan jumlah ekspor dalam bentuk produk olahan

Gambar 5.8. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Kakao

Page 70: Blue Print NTDS - Pertanian

65

Tabel 5.8. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Kakao

Sasaran tahunan Program Aksi dan Rencana Implementasi

2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan

1.1.Pembangunan fasilitas unit fermentasi dan

pengeringan di sentra kakao

• Penentuan sentra produksi sasmentasi

• Pembangunan fasilitas unit fermentasi

• Palatihan dan pendampingan

15 35 70 90 100 Kumulatif

persentase kakao

terfermentasi (%)

1.2. Penerapan SJMKP untuk peningkatan mutu

• Pelatihan SJMKP

• Pendampingan penerapan SJMKP

10 25 60 80 100 Kumulatif

persentase poktan

yang menerapkan

SJMKP

2.1.Pengembangan kemitraan poktan dengan industri

perdesaan pengolahan kakao

• Menetapkan faktor dan ketentuan kerjasama

• Menguatkan faktor kerjasama

• Mengawasi faktor kerjasama

25 60 100 130 150 Kumulatif jumlah

poktan yang terlibat

2.2.Peningkatan jumlah ekspor dalam bentuk

fermented bean dan olahan internasional

• Peningkatkan jaringan pemasaran

• Peningkatkan mutu dan pengembangan merk

Indonesia di pasar internasional

• Peningkatkan promosi ekspor dan fasilitasi

perdagangan

10 10 10 10 10 Persentase

peningkatan

volume ekspor

fermented bean

dan olahan

Page 71: Blue Print NTDS - Pertanian

66

• Peningkatkan akses pasar ekspor dan dalam

negeri

• Peningkatan mutu biji kakao yang dijual petani

dari unfermented bean menjadi fermented

bean

• Pengembangan riset dan teknologi untuk

produk kakao olahan pangan dan non pangan

2.3. Peningkatan kerjasama perdagangan

• Penyelenggaraan

seminar/lokakarya/konferensi dan pameran

produk kakao dan olahannya di tingkat

internasional

5 15 30 45 50 Kumulatif kerjasama

perdagangan antar

negara

2.4. Penguatan kelembagaan petani 25 60 100 130 150 Kumulatif jumlah

poktan/gapoktan

yang berhasil

melakukan

kerjasama

perdagangan

Page 72: Blue Print NTDS - Pertanian

67

3.1.Pengembangan industri perdesaan pengolahan

lemak kakao dan bubuk kakao

• Penyediaan enegji alternatif untuk efisiensi

produksi pada industri kecil kakao olahan

• Modifikasi teknologi pengolahan dan produksi

kakao olahan

• Penumbuhkembangan industri pengolahan biji

kakao skala kecil di perdesaan

• Pelatihan pelaku usaha di bidang pengolahan

kakao dan produk turunannya

5 15 40 55 65 Jumlah industri

perdesaan

pengolahan lemak

kakao dan bubuk

kakao

4.1.Penerapan Good Handling Practices (GHP) dan

Good Manufacturing Practices (GMP)

• Sosialisasi pedoman GHP dan GMP

• Pelatihan dan pendampingan

20 40 80 120 140 Jumlah unit

pengolahan yang

menerapkan GHP

dan GMP

4.2. Penerapan SNI pada unit fermentasi dan

pengolahan

10 30 60 80 100 Persentase kumulatif

jumlah unit

fermentasi dan

pengolahan yang

menerapkan SNI

Page 73: Blue Print NTDS - Pertanian

68

5.2.9. Ayam Pedaging

ORIENTASI PENGEMBANGAN PETERNAKAN AYAM PEDAGINGPengembangan industri pedesaan pengolahan daging ayam untuk peningkatan kualitas asupan gizi

melalui pengembangan usaha ternak yang intensif berkelanjutan, pengembangan pakan, dan penerapanSJMKP pada industri pengolahan daging ayam pedesaan

Produksi Surplus

Produksi:• Produksi: 1.360

ribu ton

Pengolahan:• Industri

pengolahan daging

ayam sebagian

besar adalah industri besar di

perkotaan

• Industri pedesaan

pengolahan daging ayam belum

berkembang

dengan baik

• Industri pedesaan pengolahan daging

masih belum

menerapkan

SJMKP• Pengembangan

Pakan ternak

berbasis bahan

baku lokal

Perdagangan

(Pemasaran):

• Konsumsi: 1.013

ribu ton

Produksi Surplus

Produksi:

• Produksi:1.488 ribu

ton

Pasca Panen/

Pengolahan:

• Industri pedesaan pengolahan daging

ayam berkembang

dengan baik

• 50% Industri

pedesaan pengolahan daging

ayam menerapkan

SJMKP

• Pengembangan Pakan ternak

berbasis bahan

baku lokal

berkembang

Perdagangan

(Pemasaran):

• Konsumsi: 1.293 ribu ton

• Ekspor produk

olahan

Kondisi

Terkini

Kondisi YangDiharapkan

5. Penyediaan pakan ternak6. Peningkatan skala usaha peternakan dengan

pengembangan kemitraan yang berkeadilan7. melindungi produk perunggasan dalam negeri dari

ancaman produk luar baik legal maupun ilegal8. Penciptaan iklim investasi yang kondusif

9. Penanganan dan pencegahan flu burung

Strategi Industri Pedesaan

1. Pengembangan dan peningkatan kualitas rumahpotong unggas di sentra produksi

2. Peningkatan industri pedesaan pengolahan dagingayam dengan mengenalkan produk baru

3. Peningkatan kualitas produk olahan denganpenerapan SJMKP

4. Peningkatan konsumsi daging ayam

Strategi Penguat

1.1. Peningkatan fasilitas RPU (cold storage, alattransportasi berpendingin) di sentra produksi

1.2. Penerapan SJMKP pada RPU1.3 Peningkatan kualitas SDM

P r o g r a m A k s i

2.1. Pengenalan produk baru olahan daging ayam(baso)

2.2. Bantuan peralatan untuk pengolahan daging ayam.2.3. Pelatihan dan pendampingan2.4. Fasilitasi pemasaran

5.1. Penyediaan bahan bakan (jagung, tepung ikan)5.2. Pengembangan usaha pakan ternak pedesaan5.3. Pengembangan pakan ternak yang lebih murah

dengan memanfaatkan sumber pakan lokal

6.1. Pengembangan kemitraan antara peternakdengan perusahaan peternakan dengan prinsipyang lebih berkeadilan (Deptan/Deprind/Depdag)

7.1. Peraturan ekspor dan impor yang lebih

melindungi kepentingan peternak (Depkeu)7.2. Penegakkan hukum yang tegas bagi pelaku

pemasukan produk unggas ilegal (Depkuhham)

8.1. Penghapusan PPN untuk sarana produksiunggas (Depkeu)

8.2. Penghapusan ekonomi biaya tinggi (Depdagri)

9.1. Sistem penanganan, pencegahan flu burung

yang lebih komprehensif (Deptan)9.2. Penyediaan sarana pencegahan flu burung

dalam jumlah yang memadai (Deptan)

Kebijakan

1) Skema pembiayaan untuk mendukung pengembangan peternakan unggas, (Depkeu), 2)Peraturan

impor yang dapat melindungi kepentingan peternak unggas, (Deptan/Depkeu) 3) pengembangan

dan penguatan RPU di sentra produksi (Deptan/Dep PU)

3.1. Pelatihan penerapan SJMKP pada produsenpengolahan daging

3.2. Pendampingan penerapan SJMKP pada produsenpengolahan daging

4.1. Kampanye makan daging ayam untukmeningkatkan asupan gizi

4.2. Pengembangan diversifikasi produk olahan dagingayam

Gambar 5.9. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Ayam Pedaging

Page 74: Blue Print NTDS - Pertanian

69

Tabel 5.9. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Ayam

Pedaging Sasaran tahunan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 2010 2011 2012 2013 2014

Keterangan

1.1.Peningkatan fasilitas RPU (cold storage, alat

transportasi berpendingin) di sentra produksi

• Identifikasi kekurangan fasilitas RPH

• Penguatan fasilitas

2 7 10 15 20 RPU

1.2. Penerapan SJMKP pada RPU

• Sosialisasi SJMKP

• Pendampingan penerapan SJMKP

5 10 20 30 40 RPU yang

menerapkan SJMKP

1.3 Peningkatan kualitas SDM

• Pelatihan manajemen pengelolaan RPH

• Pelatihan SJMKP

20 60 100 160 200 Kumulatif jumlah staf

RPU yang ikut

pendam-pingan

2.1. Pengenalan produk baru olahan daging ayam

(baso) pemasaran

• Penerbitan media deseminasi pengolahan

berbagai produk olahan berbasis daging ayam

ada ada ada ada ada Tersedianya media

diseminasi

2.2. Bantuan peralatan untuk pengolahan daging

ayam

• Identifikasi kebutuhan peralatan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

5 10 20 35 50 Unit usaha (poktan)

2.3. Pelatihan dan pendampingan

• Pelatihan teknologi produksi pengolahan daging

ayam

20 60 120 160 200 Kumulatif orang

terlatih

Page 75: Blue Print NTDS - Pertanian

70

2.4. Fasilitasi peralatan pengolahan daging ayam

• Bantuan peralatan penmgolahan daging ayam

10 30 50 75 100 Kumulatif poktan

yang terlibat

3.1. Pelatihan penerapan SJMKP pada produsen

Pengolahan daging

• Pelatihan penerapan SJMKP

20 40 80 100 120 Kumulatif jumlah

poktan ikut

pelatihan

3.2. Pendampingan penerapan SJMKP pada produsen

Pengolahan daging

• Pendampingan penerapan SJMKP

5 25 35 40 50 Kumulatif jumlah

poktan (unit usaha)

yang menerapkan

4.1. Kampanye makan daging ayam untuk

meningkatkan asupan gizi

MM MM

& ME

MM

& ME

MM

& ME

MM

& ME

Media kampanye

(MM= media massa,

ME= Media

elektronik)

4.2. Pengembangan diversifikasi produk olahan daging

ayam

1 1 1 1 1 Produk olahan

Page 76: Blue Print NTDS - Pertanian

71

5.2.10. Buah Tropika

Produksi:

• Produksi 18.400 ributon

• Produksi tersebar

berbasis masyarakat• Belum menerapkan

GAP

Pasca Panen/Pengolahan:

• Kehilangan pasca panen masih tinggi

(30-50%) • Mutu buah segar

belum baik• Industri pedesaan

manisan, selai, bubur

buah dan lainnya belum berkembang

dengan baikPerdagangan (Pemasaran):

• Ekspor Buah segar

15.651 ton• Ekspor buah olahan• 107.574 ton

Produksi:

• Produksi 22.543 ribu ton

• Produksi terintegrasi pola klaster di sentra

produksi• Menerapkan GAP

Pasca Panen/

Pengolahan:• Kehilangan pasca

panen 20-25% • Mutu buah segar

sesesuai standar ekspor

• Industri pedesaan

manisan, selai, bubur buah dan

produk olahan lainnya berkembangdengan baik

Perdagangan (Pemasaran):

• Ekspor Buah segarmeningkat10%/tahun

• Ekspor buah olahan

meningkat10%/tahun

KondisiTerkini

5. Peningkatan produksi melalui

penguatan teknologi budi daya6. Pengembangan kawasan kebun

buah tropika7. Penerapan SJMKP pada budidaya

buah tropika

8. Dukungan infrastruktur (sarana danprasarana)

1. Penguatan teknologi pasca panen untuk

menekan kerusakan dan susut2. Penerapan SJMKP

3. Pengembangan industri pedesaanpengolahan manisan, selai dan buburbuah (pulp buah).

4. Peningkatan pemasaran domestik danekspor

Strategi Penguat

5.1. Peningkatan produksi buah tropika (Deptan)

5.2. Perluasan areal tanam buah varietas yang

sesuai dengan permintaan pasar buahsegar (Deptan/Pemnda)

5.3. Perluasan areal tanam buah sesuaikebutuhan industri pengolahan

(Deptan/Pemnda)

P r o g r a m A k s i

3.1. Bantuan peralatan industri pedesaanpengolahan manisan, selai, dan bubur buah

(pulp buah)3.2. Skema bantuan modal dengan bunga

rendah

3.3. Pelatihan dan pendampingan7.1. Pengembangan Indo GAP yang

diharmonisasi global-GAP (BSN/Deptan)7.2. Akselerasi penerapan Indo-GAP (Deptan)

Kebijakan1)Penerbitan bea masuk impor buah tropika (Depkeu), 2)Dukungan sarana transportasi darat, laut

dan udara yang mendukung transportasi buah segar (Dephub), 3)pengembangan kawasan

produksi buah tropika (Deptan, Pemda)

2.1. Akselarasi penerapan SOP, GHP, GMP

4.1. Peningkatan pemasaran dalam negeri

4.2. Peningkatan pemasaran produk buah untukpasar ekspor

4.3. Pengembangan promosi4.4. Pengembangan sisitem informasi pasar

1.1. Bantuan peralatan VHT untuk mengatasipenyakit pasca panen

1.2. Peningkatan kualitas SDM penyuluh danpetani untuk penanganan pasca panen buah

6.1. Peningkatan kawasan kebun buah tropikasesuai dengan kebutuhan pasar ekspor

(Deptan/Pemnda)

8.1. Pengembangan sarana packaging house (Deptan)

8.2. Pengembangan sarana cold storage (Deptan)

Strategi Industri Pedesaan

Kondisi YangDiharapkan

ORIENTASI PENGEMBANGAN BUAH TROPIKAMeningkatkan pasar (DN dan LN) buah tropika melalui penerapan SJMKP pada kegiatan on farm dan off

farm serta penumbuhkembangan industri pedesaan pengolahan buah

Gambar 5.10. Strategi pengembangan industri buah tropika

Page 77: Blue Print NTDS - Pertanian

72

Tabel 5.10. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Buah

Tropika Sasaran tahunan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 2010 2011 2012 2013

201

4

Keterangan

1.1. Bantuan peralatan VHT untuk mengatasi penyakit

pasca panen

• Identifikasi poktan

• Realisasi bantuan

• Pendampingan teknologi

5 20 40 65 75 Kumulatif

jumlah poktan

penerima

bantuan

1.2.Peningkatan kualitas SDM penyuluh dan petani untuk

penanganan pasca panen buah

• Pelatihan farm manajemen

• Training penerapan Global GAP, GHP, GMP

• Pendampingan penerapan GlobalGAP, GHP, GMP

• Sosialisasi penerapan QMS (quality management

system)

10 20 40 50 1.7 Kumulatif

persentase

penyuluh dan

poktan

2.1. Akselarasi penerapan SOP, GHP, GMP

• Penyusunan SOP, GHP dan GMP

• Sosialisasi keamanan produk SOP, GHP, GMP

• Fasilitasi penerapan keamanan produk (HCCP, MLR

(minimum level residue) SOP, GHP dan GMP

30 40 50 60 60 Persentase

gapoktan yang

menerapkan

GHP dan GMP

3.1.Bantuan peralatan industri perdesaan pengolahan

manisan, selai, dan bubur buah (pulp buah)

• Identifikasi poktan

• Fasilitasi pengembangan industri kecil olahan buah

berbasis perdesaan

• Bantuan peralatan pengolahan

10 25 50 70 80 Jumlah industri

perdesaan

pengolahan

buah

Page 78: Blue Print NTDS - Pertanian

73

3.2. Skema bantuan modal dengan bunga rendah

• Identifikasi poktan

• Bantuan permodalan

• Monitoring dan evaluasi

ada ada ada ada ada Skema

bantuan modal

dengan bunga

rendah atau

syariah

3.3. Pelatihan dan pendampingan

• Pendampingan teknologi

• Pendampingan pemasaran

10 25 50 70 80 Jumlah

kelompok yang

mendapat

pelatihan dan

pendampingan

4.1. Peningkatan pemasaran dalam negeri

• Gerakan cinta produksi buah local

• Insentif peralatan dan teknologi dalam bentuk

sarana seperti packing house untuk meningkatan

kualitas buah lokal

5% 5% 5% 5% 5% Persentase

peningkatan

pasar dalam

negeri

4.2. Peningkatan pemasaran produk buah untuk pasar

Ekspor

10% 10% 10% 10% 10% Persentase

peningkatan

pasar dalam

negeri

Page 79: Blue Print NTDS - Pertanian

74

• Pameran produksi buah tropika untuk menarik

konsumen luar negeri

• Peningkatan lobi dengan pembeli di luar negeri

• Branding produk untuk menjaga loyalitaas

konsumen ekspor

• Temu bisnis (petani, eksportir, importir)

• Preferensi produk oleh calon konsumen di negara

tujuan

4.3. Pengembangan promosi

• Pencitraan buah tropika Indonesia melalui tayangan

iklan

MM MM

&

ME

MM

&

ME

MM

&

ME

MM

&

ME

Media

kampanye

4.4. Pengembangan sistem informasi pasar

• Penyusunan data base produksi buah

ada ada ada ada ada Informasi pasar

Page 80: Blue Print NTDS - Pertanian

75

5.2.11. Biofarmaka

Produksi:Produksi:0.5 juta

ton

Pasca Panen/Pengolahan:

• Pengolahan simplisia di tingkat petani

belum dilakukan• Mutu simplisia

masih rendah

Perdagangan (Pemasaran):

• Perdagangn dari petani dalam rimpang segar

• Rantai pasokbelum terintegrasi

Produksi:Produksi: 0.6 juta

ton

Pasca Panen/Pengolahan:

• Poktan/gapoktan

melakukan

pengolahan

simplisia

• Mutu simplisia

sesuai SNI 50%

Perdagangan (Pemasaran):

• Perdangan dari

poktan/gapoktan

dalam bentuk

simplisia

• Peningkatan

ekspor 100%

(20%/th)

• Rantai pasok

terstruktur secara

klaster/kemitraan

KondisiTerkini

Kondisi YangDiharapkan

5. Peningkatan produksi melalui

pengembangan sentra produksi biofarmaka

6. Penelitian dan Pengembangan dan penyediaan benih unggul

7. Kebijakan pendukung dan penguatan industri biofarmaka (Departemen Kesehatan)

1. Pemberian insentif untuk pengembangan

penanganan pasca panen danpengolahan primer

2. Penguatan dan penumbuhkembangan industri pedesaan pengolahan biofarmaka

3. Peningkatan kualitas produk biofarmaka

4. Pengembangan kemitraan poktan dengan IK/IM/IB pengolahan biofarmaka.

Strategi Penguat

1.1. Bantuan peralatan pengolahan simplisia

kepada poktan/industri pedesaan

1.2. Pengembangan SDM (penyuluh dan petani)

dalam pengolahan simplisia

P r o g r a m A k s i

2.1. Penguatan teknologi dengan bantuan

peralatan industri pedesaan pengolahan

minuman instan dan minuman siap minum

(RTD)

2.2. Penguatan penguasaan teknologi SDM

penyuluh dan pelaku usaha

2.3. Fasilitasi akses pasar

2.4. Pengembangan skema pembiayaan yang

dapat diakses industri pedesaan

4.1. Pengembangan kemitraan poktan/gapoktan

dengan IK/IM/IB pengolahan biofarmaka

5.1. Penyediaan benih unggul (Deptan)

5.2. Pengembangan teknologi pengendalian

OPT (Deptan)

5.3. Penerapan GAP pada budidaya

biofarmaka (Deptan)

5.4. Pengembangan kemitraan

poktan/gapoktan dengan industri

pengolahan (Deptan)

5.5. Pengembangan budidaya biofarmaka

organik (Deptan)

Kebijakan1. Kebijakan menjadikan biofarmaka menjadi komoditas prioritas (Deptan/Depdiknas/KMNRT)

2. Skema pembiayaan yang dapat diakses oleh industri pedesaan (Depkeu, Deptan)

6.1. Insentif untuk penelitian dan pengembanganbenih unggul (Deptan/Depdiknas/KMNRT)

6.2. Insentif untuk produksi benih unggul

(Deptan/Depdiknas/KMNRT)

3.1. Penerapan GHP pada penanganan pasca

panen dan GMP pada pengolahan7.1. Pengujian produk biofarmaka (Depkes)7.2. Standarisasi produk biofarmaka

(Depkes/BSN)7.3. Legalisasi penggunaan produk biofarmaka

oleh dokter (Depkes)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN BIOFARMAKAMeningkatkan pasar (DN dan LN) biofarmaka melalui penerapan SJMKP pada kegiatan on farm dan off

farm, penguatan industri pedesaan (poktan ) untuk melakukan pengolahan sampai simplisia

Gambar 5.11. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Biofarmaka

Page 81: Blue Print NTDS - Pertanian

76

Tabel 5.11. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan

Biofarmaka Sasaran tahunan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 2010 2011 2012 2013 2014

Keterangan

1.1. Bantuan peralatan pengolahan simplisia kepada

poktan/industri perdesaan

• Identifikasi peralatan yang dibutuhkan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

10 35 85 100 110 Kumulatif

poktan

1.2.Pengembangan SDM (penyuluh dan petani) dalam

pengolahan simplisia

• Pengembangan SDM (penyuluh dan petani)

dalam pengolahan primer.

• Pelatihan TOT untuk penyuluh dan pendamping

• Penyuluhan pada petani (kelompok tani)

5 15 25 35 40 Kumulatif %

jumlah

penyuluh di

sentra

produksi

2.1.Penguatan teknologi dengan bantuan peralatan

industri perdesaan pengolahan minuman instan dan

minuman siap minum (RTD)

• Identifikasi peralatan yang dibutuhkan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

5 15 25 35 40 % Poktan di

sentra

produksi

Page 82: Blue Print NTDS - Pertanian

77

2.2. Penguatan penguasaan teknologi SDM penyuluh dan

pelaku

usaha

• Pelatihan TOT untuk penyuluh dan pendamping

• Penyuluhan pada petani (kelompok tani)

10 35 85 100 110 Kumulatif unit

usaha

(poktan)

2.3. Fasilitasi akses pasar

• Pengembangan informasi pasar

5 15 25 35 40 Kumulatif %

jumlah

penyuluh di

sentra

produksi

2.4 Pengembangan skema pembiayaan yang dapat

diakses industri perdesaan

• Penyediaan skema pembiayaan yang dapat

diakses oleh industri kecil

5 15 25 35 40 % Poktan

disentra

produksi

3.1.Penerapan GHP pada penanganan pasca panen dan

GMP pada pengolahan

• Sosialisasi penerapan GHP dan GMP

25 50 75 100 100 Kumulatif %

sentra

produksi

4.1.Pengembangan kemitraan poktan/gapoktan dengan

IK/IM/IB pengolahan biofarmaka

• Menetapkan faktor dan ketentuan kerjasama

• Menguatkan faktor kerjasama

• Mengawasi faktor kerjasama

- ya ya ya ya Tersedia

Page 83: Blue Print NTDS - Pertanian

78

5.2.12. Tanaman Hias

Produksi:• Sentra produksi

tersebar

Penangan

Pasca Panen:• Terbatasnya

packing house

Perdagangan (Pemasaran):

• Gerbang eksporterbatas

• Ekspor leather

leaf 3 juta• Impor tanaman

hias 591 ton (2008)

• Eksportanaman hias5.655 ton (2008)

Produksi:• Clustering

sentra produksi

Penanganan

Pasca Panen:• Tersedianya

sarana packing house di sentra produksi

Perdagangan (Pemasaran)

• Terbangunnya

gerbang ekspordi beberapadaerah untukpenguatanekspor

• Ekspor leather leaf 10.1 juta

• Peningkatanekspor 100%

KondisiTerkini

Kondisi YangDiharapkan

4. Peningkatan produksi dan mututanaman hias

5. Peningkatan kemampuan kelompok tani untuk melakukan pembenihan tanaman hias

6. Dukungan infrastruktur

1. Penguatan penanganan pasca panen dan distribusi

2. Capacity building3. Peningkatan daya saing dan volume

pemasaran domestik dan ekspor

Strategi Penguat

4.1. Penggunaan bibit unggul

4.2. Pembuatan GAP tanaman hias

4.3. Penerapan GAP tanaman hias

P r o g r a m A k s i

1.1. Penerapan teknologi pasca panen untuk

dapat mempertahankan kesegaran

tanaman hias

1.2. Penerapan cold chain management

2.1. Pengembangan kelembagaan usaha

2.2. Fasilitasi terpadu pengembangan

florikultura

3.1. Peningkatan permintaan dan akselerasi

ekspor

3.2. Pengembangan gerbang ekspor tanaman

hias

3.3. Pengembangan kerjasama kemitraan

poktan dengan eksportir

6.1. Subsidi sarana produksi

(Deptan/Depkeu)

6.2. Ketersediaan bibit bunga yang mudah

diakses (Deptan)

6.3. Peningkatan fasilitas dan sarana

transportasi ekspor tanaman hias (Dep

PU/DEP HUB)

Kebijakan1) Insentif dukungan infrastruktur untuk peningkatan ekspor, penambahan gerbang ekspor di beberapa

daerah (DepPU/Depkeu)

5.1. Pelatihan pembibitan/pembenihan

tanaman hias (Deptan)

5.2. Magang pembibitan/pembenihan tanaman

hias (Deptan)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN TANAMAN HIASMeningkatkan pasar ekspor tanaman hias melalui pengembangan sentra produksi dengan pola

kluster dan penerapan teknologi pasca panen untuk mempertahankan tingkat kesegaran tanaman hias

Gambar 5.12. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Tanaman Hias

Page 84: Blue Print NTDS - Pertanian

79

Tabel 5.12. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan

Tanaman Hias Sasaran tahunan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 2010

201

1

201

2 2013 2014

Keterangan

1.1. Penerapan teknologi pasca panen untuk dapat

mempertahankan kesegaran tanaman hias

• Pelatihan dan pendampingan teknologi

kepada poktan tanamanhias

20 20 40 40 20 Jumlah poktan yang

diintroduksi

1.2. Penerapan cold chain management

• Sosialisasi GHP

• Penerapan GHP dalam penanganan

tanaman hias

• Fasilitasi packing house

79 82 85 88 90 Jumlah bantuan

packing house

komulatif (total untuk

hortikultura)

2.1. Pengembangan kelembagaan usaha

• Penguatan gapoktan

• Pembentukan asosiasi petani produsen

tanaman hias

5 5 5 5 5 Kegiatan

pendampingan

poktan tanaman hias

per tahun

2.2.Fasilitasi terpadu pengembangan florikultura

• Identifikasi poktan sasaran

• Fasilitasi green house

• Pendampingan, monitoring dan evaluasi

30 40 50 60 70 Persentase poktan

yangmenerima

sosialisasi SOP, Gap

dan GMP

Page 85: Blue Print NTDS - Pertanian

80

3.1.Peningkatan permintaan dan akselerasi

ekspor

• Promosi dan Pameran

• Peningkatan motovasi petani tanaman hias

• Pengembangan pasar bunga

10 10 10 10 10 Persentase

peningkatan

permintaan ekspor

3.2.Pengembangan gerbang ekspor tanaman

hias

• Sosialisasi dan workshop dengan melibatkan

pelaku usaha, eksportir, kelompok tani

hortikultura, serta berbagai institusi terkait

pada berbagai event.

• Kerjasama dan kemitraan usaha antar

produsen dan pelaku usaha telah dapat

dilaksakan, sehingga akhirnya mendorong

pada peningkatan ekspor

• Pengembangan sistem infomasi pasar

2 3 5 5 5 Kumulatif jumlah

gerbang ekspor

tanaman hias

3.3. Pengembangan kerjasama kemitraan poktan

dengan eksportir

• Promosi dan Pameran

• Peningkatan motivasi petani tanaman hias

• Pengembangan pasar bunga

10 25 50 75 90 Kumulatif poktan

yang terlibat dalam

kerjasama

Page 86: Blue Print NTDS - Pertanian

81

5.2.13. Minyak Atsiri

Produksi:

• Minyak atsiri 5000 ton/th

• Peningkatan produksi 20%/th

• Nilam 90 rb ton/th

Pasca Panen/Pengolahan:

• Penyulingan di tingkat petani dengan teknologi

yang sederhana• Mutu minyak atsiri

rendah

Perdagangan (Pemasaran):

• Ekspor produk

setengah jadi • Rantai pasok

belum terstruktur dan masih

tersebar

Produksi:

• MInyak atsiri 7500

ton/th

• Nilam 124 rb ton/th

Pasca Panen/

Pengolahan:

• Poktan/gapoktan

melakukan

penyulingan

dengan alat

penyuling standard

• Mutu minyak atsiri

sesuai SNI

• Penerapan REACH

untuk 12 jenis

minyak atsiri utama

Perdagangan (Pemasaran):

• Rasio ekspor

minyak atsiri

setengah jadi dan

produk jadi 75:25%

• Rantai pasok

terstruktur secara

klaster/kemitraan

KondisiTerkini

Kondisi Yang

Diharapkan

4. Budidaya secara sustainablemelalui pendekatan kluster

5. Dukungan pembiayaan

1. Peningkatan efisiensi penyulingan dan

kualitas minyak atsiri2. Pengembangan kemitraan poktan dengan

industri hilir minyak atsiri 3. Penguatan riset dan pengembangan produk

Strategi Penguat

P r o g r a m A k s i

3.1. Penguatan poktan/gapoktan dan asosiasi

penyuling

3.2. Pembentukan forum komunikasi antara poktan,

dinas pertanian, pelaku usaha

3.3. Penguatan kemitraan antara petani/poktan dan

pelaku industri pengolahan minyak atsiri

4.1. Esktensifikasi dengan

memperitmbangkan daya serap pasar

(Deptan)4.2. Klasterisasi sentra produksi

(Deptan/Deprind)

4.3. Penguatan pilot project Cultiva di 5

lokasi (Deptan/Deprin)

4.4. Perluasan sentra produksi melalui pilot

project Cultiva (Deptan/Deprin)

4.5. Penerapan GAP (Deptan)

Kebijakan1. Kebijakan yang menjadikan minyak atsiri sebagai komoditas unggulan (Deptan/Depdiknas/KMNRT)

2. Skema pembiayaan yang dapat diakses oleh industri pedesaan (Depkeu, Deptan, Perbankan)

1.1. Bantuan peralatan alat penyulingan standard

kepada poktan

1.2 Penerapan GHP pada penanganan pasca panen

dan GMP pada pengolahan

1.3. Sosialisasi kondisi dan peraturan yang berlaku pada bisnis atsiri, baik di tingkat nasional

maupun internasional

1.4. Penerapan standar harga berdasarkan tabel

mutu minyak atsiri

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN MINYAK ATSIRI Meningkatkan pasar Luar Negeri dan domestik melalui penerapan GAP di on farm dan GHP, GMP di off farm,

penguatan industri pedesaan (poktan ) untuk melakukan proses penyulingan dengan peralatan standard

5.1. Pengembangan skema pembiayaan

yang bisa diakses oleh industri

pedesaan (Depkeu)

2.1. Pembinaan melalui pendampingan teknologi oleh

PT, Litbang, eksportir

2.2. Insentif untuk penelitian dan pengembangan

produk minyak atsiri

Gambar 5.13. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Minyak Atsiri

Page 87: Blue Print NTDS - Pertanian

82

Tabel 5.13. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Minyak

Atsiri Sasaran tahunan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 2010 2011 2012 2013 2014

Keterangan

1.1.Bantuan peralatan alat penyulingan standard

kepada poktan

• Identifikasi peralatan yang dibutuhkan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

• Pendampingan

10 10 10 10 10 Bantuan alat

penyulingan standard ke

poktan

1.2.Penerapan GHP pada penanganan pasca panen

dan GMP pada pengolahan

• Penyusunan GHP dan GMP

• Sosialisasi GHP dan GMP ke petani/poktan dan

pelaku usaha

5 5 5 5 5 Kegiatan sosialisasi dan

pelatihan GHP, GMP dan

peraturan standard

perrdagangan minyak

atsiri ke poktan

1.3.Sosialisasi kondisi dan peraturan yang berlaku

pada bisnis atsiri, baik di tingkat nasional maupun

internasional

• Sosialisasi peraturan yangberkaitan dengan

minyak atsiri ke petani/poktan atau pelaku

usaha

5 5 5 5 5 Kegiatan sosialisasi dan

pelatihan GHP, GMP dan

peraturan standard

perrdagangan minyak

atsiri ke poktan

1.4.Penerapan standar harga berdasarkan tabel mutu

minyak atsiri

• Penyusunan tabel harga berdasarkanmutu

minyak atsiri

• Sosialisasi standar harga

• Penerapan tabel harga

1 Penyusunan standard

harga dan

penerapannya

Page 88: Blue Print NTDS - Pertanian

83

2.2.Insentif untuk penelitian dan pengembangan

produk minyak atsiri

• Penentuan kelompok sasaran

• Pendampingan teknologi kepada poktan

1 1 1 1 1 Kegiatan pendampingan

ke poktan skema ABGC

ke sentra produksi

3.1. Penguatan poktan/gapoktan dan asosiasi

penyuling

• Pendampingan poktan

3 3 3 3 3 Jumlah poktan sasaran

3.2.Pembentukan forum komunikasi antara poktan

dinas pertanian, pelaku usaha

• Inisiasi pembentukan forum komunikasi antara

poktan, dinas dan pelaku usaha

3 3 3 3 3 Jumlah forum komunikasi

antara poktan, dinas

pertanian dan pelaku

usaha

3.3.Penguatan kemitraan antara petani/poktan dan

pelaku industri pengolahan minyak atsiri

• Temu bisnis antara poktan, dinas dan pelaku

usaha

3 3 3 3 3 Peningkatan kemitraan

antara poktan dan

pelaku usaha

Page 89: Blue Print NTDS - Pertanian

84

5.2.14. Susu Sapi

Produksi:• Produksi: 600.000

ton• Produktivitas:

<10.5 l/hari• Kepemilikan 2-3

ekor/keluarga taniPasca Panen/Pengolahan:

• Koperasipengolah susu

terbatas• Industri turunan

masih terbatas• Mutu susu rendah

Perdagangan (Pemasaran):

• Impor susu 1.9 juta ton

• Kebiasaan minumsusu segar belumberkembang

• Perdagangandalam bentuk

susu segar

Produksi:

• Produksi: 1.30 juta ton

• Produktivitas: 15 l/hari

• Kepemilikan >10 ekor/ keluarga tani

Pasca Panen/Pengolahan:

• Koperasi pengolah susu

berkembang• Industri turunan

berkembang

• Mutu susu baik dan aman

dikonsumsiPerdagangan (Pemasaran):

• Impor susu turunmenjadi 1.30

juta ton• Peningkatan

konsumsi sususegar

• Perdagangandalam bentuk

susu siapkonsumsi

meningkat

Kondisi

TerkiniKondisi YangDiharapkan

1. Peningkatan mutu susu2. Peningkatan kemampuan koperasi

peternak dalam pengolahan susu

3. Penyerapan susu poktan oleh industripengolah.

4. Peningkatan serapan susu segarmelalui program minum susu segar

5. Peningkatan produksi susu nasional(melalui peningkatan produktivitas dan

jumlah ternak) 6. Pengembangan sentra ternak sapi

perah.7. Pengembangan usaha breeder

8. Penerapan cara produksi susu yang baik

Strategi Penguat

5.1. Insentif harga bibit dan pakan(Deptan/Depkeu)

5.2. Bantuan modal bunga rendah.(Depkeu)

5.3. Pendampingan ke sentra peternak (Deptan)

P r o g r a m A k s i

6.1. Insentif fasilitas yang dibutuhkan sentra(Deptan)

6.2. Fasilitasi pendirian kelompok peternak di

wilayah terpilih (Deptan)

1.1. Peningkatan kualitas SDM dalam carapenanganan panen dan hasil panen susu

segar

1.2. Bantuan peralatan pemerahan susu1.3. Penyediaan container susu segar

1.4. Penerapan SJMKP pada produk susu segar

maupun pasteurisasi

Kebijakan1)Pengembangan kemitraan dengan pola klaster (Deprin/Deptan/KMNKOPUKM),

2) Peningkatan jangkauan KUPS (Depkeu), 3) Program minum susu untuk anak sekolah

(Depdiknas/PEMNDA)

7.1. Fasilitasi kerjasama dengan lembaga

penelitian (Deptan)

2.1. Penguatan SDM

2.2. Bantuan peralatan dan penguatan modal industri pedesaan pengolahan susu

pasteurisasi dan susu fermentasi

2.3. Pelatihan dan pendampingan

3.1. Fasilitasi kemitraan antara petani, poktandan industri besar dengan pola kluster

4.1. Program minum susu untuk anak sekolah

4.2. Kampanye minum susu segar

8.1. Peningkatan kemampuan peternak untuk melakukan cara produksi susu yang baik(Deptan)

8.2. Penerapan cara produksi susu yang baik oleh peternak (Deptan)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN SUSUPeningkatan produksi dan kualitas susu untuk pengurangan impor melalui peningkatan produktifitas,

peningkatan kemampuan koperasi/penumbuhkembangan industri pedesaan pengolah susu pasteurisasi

dengan menerapkan SJMKP

Gambar 5.14. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Susu Sapi

Page 90: Blue Print NTDS - Pertanian

85

Tabel 5.14. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Susu

Sapi Sasaran tahunan Keterangan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 2010 2011 2012 2013 2014

1. Peningkatan kualitas SDM dalam cara penanganan

panen dan hasil panen susu segar

• Pelatihan TOT untuk penyuluh dan tenaga

pendamping

• Pelatihan untuk peternak

15 30 60 85 100 Kumulatif %

penyuluh/

pendamping

peternak

1.2. Bantuan peralatan pemerahan susu

• Identifikasi kebutuhan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

10 20 40 50 60 Poktan

1.3. Penyediaan container susu segar 100 200 1.000 1.500 1.700 Kumulatif unit

1.5. Penerapan SJMKP pada produk susu segar maupun

pasteurisasi

10 30 60 85 100 Jumlah

koperasi (%)

2.1. Penguatan SDM

• Pelatihan pengolahan susu segar dan produk

olahan

• Pendampingan untuk pengolahan dan

pemasaran

1 2 5 6 7 Kumulatif unit

2.2.Bantuan peralatan dan penguatan modal industri

perdesaan pengolahan susu pasteurisasi dan susu

fermentasi

• Identifikasi kebutuhan

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

ad

a

ad

a

ada ada ada Skema

pembiayaan

Page 91: Blue Print NTDS - Pertanian

86

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

2.3.Pelatihan dan pendampingan 10 25 50 60 70 Poktan yang

terlibat

3.1.Fasilitasi kemitraan antara petani, poktan dan industri

besar dengan pola kluster

• Menetapkan faktor dan ketentuan kerjasama

• Menguatkan faktor kerjasama

• Mengawasi faktor kerjasama

• Insentif pajak bagi industri penyerap

1 4 25 35 40 Daerah

4.1. Program minum susu untuk anak sekolah

• Pemberian susu untuk program makanan

tambahan untuk anak sekolah

MM MM

&

ME

MM

& ME

MM

& ME

MM &

ME

Media

kampanye

4.2. Kampanye minum susu segar

• Integrasi dengan kurikulum sekolah tentang

pentingnya minum susu

• Kampanye melalui media massa

15 30 60 85 100 Kumulatif %

penyuluh/

pendamping

peternak

Page 92: Blue Print NTDS - Pertanian

87

5.2.15. Cassava

Produksi:

• Produksi:21 juta

ton

• Pertanian tidak

intensif

Pasca Panen/

Pengolahan:

• Industri

pedesaan

pengolahan

tepung cassava

belum

berkembang

(produksi 2 ribu

ton/th)

• Industri hilir

turunan pati

belum

berkembang

Perdagangan

(Pemasaran):

• Perdagangan

terutama berupa

umbi segar

• Harga fluktuasi

Produksi:

• Produksi:37 juta

ton

• Pertanian intensif

dengan bibit unggul

Pasca Panen/

Pengolahan:

• Industri pedesaan

tepung cassava

berkembang

(produksi 600 ribu ton)

• Industri hilir

turunan pati

berkembang

Perdagangan (Pemasaran):

• Perdagangan

sebagai bahan

baku dan produk

olahan

• Harga minimal

umbi segar

Rp.500/kg

Kondisi

Terkini

Kondisi Yang

Diharapkan

6. Pengembangan

pertanian modern

7. Pengaturan pajak impor

produk hilir cassava

yang telah dihasilkan di

dalam negeri

1. Penguatan industri gaplek dan tapioka

2. Pengembangan industri hilir cassava

3. Pengembangan kemitraan hulu-hilir

4. Pengembangan standar mutu produk hilir cassava

5. Pendirian Pusat Penelitian Terpadu Cassava (P3TC)

Strategi Penguat

1.1. Insentif harga untuk subsidi harga beli cassava dari petani

1.2. Bantuan peralatan pembuatan dan pengeringan chip pada

tingkat kelompok tani untuk perbaikan mutu gaplek.

1.3. Membangun kemitraan petani dan pabrik tapioka

P r o g r a m A k s i

3.1. Penguatan kelompok tani dan gapoktan cassava

3.2. Fasilitasi pendirian asosiasi petani cassava Indonesia

3.3. Mendorong kerjasama asosiasi dan koperasi petani dengan

industri pengolahan cassava

7.1. Pengenaan pajak impor

produk serupa (Depkeu)

7.2. Pengurangan pajak ekspor

produk serupa (Depkeu)

6.1. Penyediaan benih unggul

(Deptan)

6.2. Bantuan sarana produksi

pertanian (Deptan)

Kebijakan1. Kebijakan tepung komposit minimal sampai 20% (Deprin/Depdag/Deptan), 2)Pajak impor untuk produk hilir cassava seperi tapioka,

fruktosa, dekstrin yang sudah mampu diproduksi di dalam negeri (Depkeu), 3)Kebijakan untuk penyerapan tepung lokal oleh pengimpor gandum dan tepung terigu, 4) kebijakan subsidi bioetanol (DepESDM/Depkeu), 5)Kebijakan premix bioetanol secara bertahap ke BBM

pertamina (DepESDM/Deptan).

5.1. Penentuan Konsep P3TC, 5.2. Penyusunan Program

5.3. Pendirian P3TC

4.1. Penyusunan dan penyuluhan standar mutu produk hilir

cassava

4.2. Bantuan teknis dan teknologis pengembangan industri

pangan berbasis cassava

2.1. Pengembangan industri tepung cassava berbasis petani

2.2. Pengembangan industri pengolahan tepung

2.3. Penyediaan insentif bagi berkembangnya industri hilir

pengolahan cassava untuk pangan dan bioetanol

2.5. Program penyerapan tepung cassava, tapioka dan mokaf

oleh industri pengimpor dan pengguna tepung

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN CASSAVAPeningkatan produksi dan kualitas untuk mendukung ketahanan pangan dan energi serta ekspor produkolahan dan substitusi impor melalui penumbuhkembangan industri pedesaan mocaf dan bioetanol serta

produk turunan pati

Gambar 5.15. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Cassava

Page 93: Blue Print NTDS - Pertanian

88

Tabel 5.15. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan

Cassava Sasaran tahunan

Program Aksi dan Rencana Implementasi 2010 2011 2012

201

3

201

4

Keterangan

1.1. Insentif harga untuk subsidi harga beli cassava dari

petani

• Penetapan harga dasar cassava segar yang

layak bagi petani

• Penyusunan mekanisme subsidi

• Pemberian subsidi harga

100 200 250 300 300 X 1000 ton

cassava

1.2. Bantuan peralatan pembuatan dan pengeringan chip

pada tingkat kelompok tani untuk perbaikan mutu

gaplek.

• Penyusunan mekanisme pemberian bantuan

• Penentuan kelompok tani penerima

• Realisasi bantuan

10 20 25 30 35 Poktan

1.3.Membangun kemitraan petani dan pabrik tapioka

• Menetapkan faktor dan ketentuan kerjasama

• Menguatkan faktor kerjasama

• Mengawasi faktor kerjasama

5 10 15 20 25 Kumulatif

jumlah

kerjasama

2.1.Pengembangan industri tepung cassava berbasis

petani

• Penetapan kelompok tani basis pengembangan

• Bantuan peralatan dan teknologi

• Bantuan dan jaminan pemasaran

10 20 25 30 35 Kumulatif

jumlah industri

Page 94: Blue Print NTDS - Pertanian

89

2.2. Pengembangan industri pengolahan tepung

• Mendorong pertumbuhan industri modified starch

yang banyak digunakan oleh industri farmasi dan

pangan, seperti pati alfa dan dekstrin

1 3 5 6 7 Kumulatif

jumlah industri

2.3. Penyediaan insentif bagi berkembangnnya industri

hilir pengolahan cassava untuk pangan dan

bioetanol

• Kemudahan perijinan

• Dukungan subsidi bahan baku kepada petani

• Bantuan pengembangan pasar

5 15 25 35 40 Kumulatif

jumlah

poktan

2.4. Program penyerapan tepung cassava, tapioka dan

mokaf oleh industri pengimpor dan pengguna

tepung

• Penerbitan peraturan ketentuan impor terigu dan

tepung beras lainnya

• Kewajiban menyerap 5 (lima) persen dari volume

setara terigu atau 2,5 (dua setengah) persen

setara tepung lainnya

1 3 4 5 10 Kumulatif

industri hilir

baru

3.1.Penguatan kelompok tani dan gapoktan cassava

• Bantuan penyusunan badan hukum

• Bantuan dana operasional yang

dipertanggungjawabkan

• Bantuan pengembangan jejaring

100 200 300 400 500 X 1000

tonKumulatif

tepung

cassava yang

diserap

Page 95: Blue Print NTDS - Pertanian

90

3.2. Fasilitasi pendirian asosiasi petani cassava

Indonesia

• Pertemuan perwakilan gapoktan daerah

produsen utama (Lampung, Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur)

• Pendirian Asosiasi Petani Cassava Indonesia

20 40 60 70 80 Kumulatif

poktan

3.3.Mendorong kerjasama asosiasi dan koperasi petani

dengan industri pengolahan cassava

• Mengadakan pertemuan asosiasi petani dengan

industri pengolah cassava

• Menyusun program atau kesepakatan kerjasama

1 Assosiasi

petani

cassava

4.1. Penyusunan dan penyuluhan standar mutu produk

hilir cassava

• Inventarisasi produk hilir yang belum memiliki

Standar Nasional

• Adopsi standar Internasional untuk tujuan ekspor

• Penyusunan standar sebagai acuan

pengembangan industri hiliR

4 10 15 Kumulatif

jumlah

kerjasama,

Page 96: Blue Print NTDS - Pertanian

91

4.2.Bantuan teknis dan teknologis pengembangan industri

pangan berbasis cassava

• Menyediakan layanan pendirian Usaha Kecil dan

Menengah Produk Hilir cassava berorientasi

pangan

• Bantuan promosi produk pangan berbasis

cassava

• Pembelian produk pangan cassava oleh instansi

pemerintah

- 2 4 6 10 Kumulatif

standar mutu

baru

5.1.Penentuan Konsep P3TC ada ada Konsep

pengembang

an

5.2. Penyusunan Program

5.3. Pendirian P3TC

Page 97: Blue Print NTDS - Pertanian

92

5.2.16. Sagu

Produksi:• Produksi: 200 ribu

ton• Luas tanaman

budidaya saguterbatas

Pasca Panen/Pengolahan:

• Industri pedesaan pati sagu dan turunnya belum berkembang

Perdagangan (Pemasaran):

• Harga

berfluktuasi dancenderungrendah

Produksi:• Produksi: 300

ribu ton

• Berkembangnya budidaya sagu

berkenjutan

Pasca Panen/Pengolahan:

• Industri

pedesaan pati sagu dan turunnya

berkembang• Pati sagu

menjadi produk penguat

ketahanan pangan dan energi

Perdagangan (Pemasaran)

• Harga menarikuntuk

melakukanusaha dari sagu

KondisiTerkini

Kondisi YangDiharapkan

7. Pengembangan budidaya

sagu secara luas8. Pengembangan bibit unggul

berumur pendek

9. Pengembangan budidayasagu berkelanjutan

1. Pengembangan industri hilir pangan berbasis sagu

2. Pengembangan industri bioetanol berbasis sagu3. Perbaikan teknologi pengolahan pati sagu

4. Perbaikan cara pemanenan5. Pengadaan peralatan industri pati sagu skala kecil

6. Pengembangan industri pangan (pokok) berbasis sagu

Strategi Penguat

1.1. Pengembangan teknologi terapan untuk industri

pengolahan sagu

1.2. insentif bagi investasi di pengolahan hulu sagu1.3. Pengembangan pasar produk olahan sagu

P r o g r a m A k s i

2.1. Inisiasi pengembangan industri bioetanol berbasis sagu

2.2. Fasilitasi dan pemberian insentif untuk investasi industri

bioetanol berbasis sagu

4.1 Penyuluhan pemeliharaan dan pemanenan sagu

4.2. Penyuluhan pengelolaan hutan (tanaman) sagu yang berkelanjutan

5.1. Penyuluhan teknologi pengolahan pati sagu yang berorientasi mutu

5.2. Pengadaan peralatan pengolahan pati sagu

3.1. Penyuluhan teknologi pengolahan sagu bagi petani3.2. Bantuan peralatan pengolahan sagu kepada poktan

7.1. Penyediaan benih unggul

(Deptan) 7.2. Bantuan sarana produksi

pertanian (Deptan)

6.1. Kampanye nasional diversifikasi pangan pokok6.2. Pengembangan produk pangan (beras sagu) untuk

pangan pokok

6.3. Insentif dan kemudahan investasi industri pengolahanpangan berbasis sagu

8.1. Pengenaan pajak impor

produk serupa (Depkeu)

8.2. Pengurangan pajak eksporproduk serupa (Depkeu)

Kebijakan1. Kebijakan tepung komposit sampai 20% (Deprin/Deptan), 2)Pajak impor untuk produk hilir berbais starch seperti fruktosa,

dekstrin yang sudah mampu diproduksi di dalam negeri (Depkeu), 3) Kebijakan untuk penyerapan tepung lokal bagi importir gandum dan tepung terigu, 4)Perubahan kebijakan beras bersubsidi menjadi pangan bersubsidi (Sekneg)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN SAGUPeningkatan produksi dan kualitas untuk mendukung ketahanan pangan dan

energi serta ekspor melalui penumbuhkembangan industri pedesaan pati sagudan bioetanol

Gambar 5.16. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Sagu

Page 98: Blue Print NTDS - Pertanian

93

Tabel 5.16. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Sagu

Sasaran tahunan Program Aksi dan Rencana Implementasi

2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan

1.1. Pengembangan teknologi terapan untuk industri

pengolahan sagu

• Pembiayaan penelitian dan penyusunan profil

kelayakan teknologi terapan skala industri (kecil,

menengah dan besar)

• Diseminasi teknologi terapan pengolahan sagu

• Pembangunan pilot proyek industri hilir pengolahan

sagu

5 10 20 35 40 Jumlah

kumulatif

teknologi tepat

terap

1.2. insentif bagi investasi di pengolahan hulu sagu 10 20 30 40 50 Jumlah

kumulatif

industri hulu

sagu

1.3. Pengembangan pasar produk olahan sagu

• Pameran produk pengolahan sagu nasional

• Sosialisai produk olahan sagu

• Membangun jejaring pasar dalam dan luar negeri

20 30 40 50 60 Persen kenaikan

volume

perdagangan

produk sagu

• Inisiasi pengembangan industri bioetanol berbasis

sagu

• Penyusunan kelayakan regional pembangunan

industri bioetanol

• Penyiapan roadmap pembangunan industri bioetanol

2 4 6 8 10 Kumulatif

penyiapan

pendirian

industri

bioetanol

2.2. Fasilitasi dan pemberian insentif untuk investasi industri

bioetanol berbasis sagu

• Penyusunan mekanisme pemberian insentif

3 5 10 12 Jumlah

kumulatif

industri

Page 99: Blue Print NTDS - Pertanian

94

• Penentuan penerima insentif

• Realisasi insentif

bioetanol yang

berdiri

3.1.Penyuluhan teknologi pengolahan sagu bagi petani

• Pelatihan calon pengusaha lokal pengolahan sagu

• Penyusunan kelayakan dan rencana pengembangan

industri kecil pengolahan sagu

• Fasilitasi tumbuhnya industri kecil pengolahan sagu

• Pelatihan penyuluh pemanenan sagu yang baik

• Bantuan peralatan pemanenan bagi petani sagu

300 600 1000 1300 1500 Jumlah

kumulatif petani

sagu yang

dilatih

3.2.Bantuan peralatan pengolahan sagu kepada poktan

• Penetapan kelompok penerima

• Penyediaan dan realisasi bantuan perlatan

pengolahan sagu bagi kelompok tani

4 8 12 16 20 Jumlah unit

pengolahan

yang dibangun

4.1Penyuluhan pemeliharaan dan pemanenan sagu

• Pelatihan penyuluh pemanenan sagu yang baik

• Bantuan peralatan pemanenan bagi petani sagu

300 600 1000 1300 1500 Jumlah

kumulatif petani

sagu yang

dilatih

4.2.Penyuluhan pengelolaan hutan (tanaman) sagu yang

berkelanjutan

• Pelatihan penyuluh pemeliharaan hutan sagu yang

berkelanjutan

• Penyuluhan pengelolaan hutan sagu yang

berkelanjutan

300 600 1000 1300 1500 Jumlah

kumulatif petani

sagu yang

dilatih

5.1.Penyuluhan teknologi pengolahan pati sagu yang

berorientasi mutu

5 10 15 20 25 Jumlah industri

kecil

5.2.Pengadaan peralatan pengolahan pati sagu

• Penetapan rancangan proses pengolahan

• Penetapan spesifikasi peralatan

5 10 15 20 25 Jumlah industri

kecil

Page 100: Blue Print NTDS - Pertanian

95

• Pemberian bantuan peralatan bagi industri kecil hilir

pengolah produk pangan berbasis sagu

6.1.Kampanye nasional diversifikasi pangan pokok

• Penyiapan bahan dan media kampanye

• Penyusunan Tim Kampanye

• Pelaksanaan kampanye

300 300 300 300 300 Jam tayang per

tahun pada

televisi nasional

6.2.Pengembangan produk pangan (beras sagu) untuk

pangan pokok

• Pemantapan teknologi proses

• Pembuatan contoh beras sagu

• Sosialisasi beras sagu

2 4 6 8 10 Jumlah

kumulatif

industri

pengolah beras

sagu

6.3. Insentif dan kemudahan investasi industri pengolahan

pangan berbasis sagu

• Penetapan mekanisme dukungan

• Identifikasi dukungan yang diperlukan

• Penyediaan insentif bagi industri baru

5 10 15 20 25 Industri baru

tumbuh/tahun

Page 101: Blue Print NTDS - Pertanian

96

5.2.17. Jeruk

Produksi:• Produksi: 2.5

juta ton

Pasca Panen/

Pengolahan:• Kualitas rendah

• Penanganan Pasca panen

belum baik

• Pengolahan

produk turunan

belum berkembang

Perdagangan

(Pemasaran):

• Konsumsi3.85/Kg/th

• Ekspor:1443 ton• Impor143.661

• Produksi:

• Produksi: 3.5

juta ton

• Pasca Panen/

• Pengolahan:

• Terjadi

peningkatan

kualitas• Penanganan

pasca panen lebih baik (ada

grading)

• Industri

pengolahan

produk turunan berkembang

• Perdagangan

(Pemasaran)

• Konsumsi• Konsumsi

5.64/Kg/th• Ekspor:naik

• Impor turun

Kondisi

TerkiniKondisi YangDiharapkan

5. Peningkatan produksi dengan penguatan

teknologi benih dan budidaya

6. Pengembangan pemberantasan hama penyakit terpadu

7. Pengembangan benih unggul yang sesuai

permintaan pasar.8. Penerapan GAP pada budidaya jeruk

1. Pengembangan industri pedesaan

penanganan jeruk segar

2. Pengembangan industri pedesaanpengolahan jeruk

3. Penerapan SJMKP

4. Peningkatan pemasaran domestik

Strategi Penguat

P r o g r a m A k s i

5.1. Peningkatan produktivitas jeruk(Deptan)

5.2. Perluasan areal tanam jeruk (Deptan)

5.3. Pengembangan kebun jerukmonokultur (Deptan)

2.1. Bantuan peralatan industri pedesaan pengolahan

sari buah, marmalaid dan selai jeruk2.2. Skema bantuan modal dengan bunga rendah

2.3. Pelatihan dan pendampingan

4.1. Gerakan cinta buah nasional

4.2. Pengembangan packing house

Kebijakan1. Perbaikan Infrastruktur transportasi dan jalan (DepPU), 2) Insentif penelitian untuk pengembangan produk hilir jeruk sampai

dengan komersialisasinya (Deptan/Depdiknas/KMNRT), 3) Stabilisasi harga jeruk dengan penerapan SPS dan TBT pada

impor jeruk segar dan produk turunannya (Depdag)

1.1. Pengembangan kemampuan petani melakukan

penanganan pasca panen1.2. Penerapan penanganan pasca panen (sortasi,

grading, pelapisan kulit) untuk meningkatkan daya

saing1.3. Pengembangan kerjasama kemitraan poktan

dengan pelaku pasar jeruk segar

1.4. Bantuan peralatan dan modal usaha bunga rendah

untuk industri pedesaan penanganan jeruk segar

3.1. Akselarasi penerapan GHP pada penanganan pasca

panen jeruk segar

3.2. Penerapan GMP pada industri pedesaan pengolah

jeruk

6.1. Peningkatan kemampuan petani

melakukan pemberantasan hama dan penyakit (Deptan)

6.2. Pengembangan insektisida hayati

(Deptan/Depdiknas/KMNRT)

7.1. Pengembangan benih unggul untuk

keperluan konsumsi buah segar

(Deptan/Depdiknas/KMNRT)7.2. Pengembangan benih unggul untuk

keperluan industri pengolahan(Deptan/Depdiknas/KMNRT)

7.3. Melakukan bimbingan penggunaan

benih unggul sesuai dengan kebutuhan (Deptan)

8.1. Penerapan GAP pada budidaya

jeruk (Deptan)

Strategi Industri Pedesaan

ORIENTASI PENGEMBANGAN JERUKPeningkatan produksi dan kualitas untuk pengurangan impor jeruk melalui penumbuhkembangan industri

pedesaan penanganan buah segar dan pengolahan yang menerapkan SJMKP

Gambar 5.17. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Jeruk

Page 102: Blue Print NTDS - Pertanian

97

Tabel 5.17. Program Aksi, Rencana Implementasi dan Sasaran Pengembangan Industri Perdesaan Jeruk

Sasaran tahunan Program Aksi dan Rencana Implementasi

2010 2011 2012 2013 2014 Keterangan

1.1.Pengembangan kemampuan petani melakukan

penanganan pasca panen

• Penyusunan SOP, GHP dan GMP

• Sosialisasi keamanan produk SOP, GHP, GMP

• Fasilitasi (pendampingan) penerapan OP, GHP

dan GMP

20 40 60 40 20 Jumlah poktan

terlatih

1.2.Penerapan penanganan pasca panen (sortasi,

grading, pelapisan kulit) untuk meningkatkan

dayasaing

• Identifikasi poktan sasaran

• Fasilitasi peralatan dan pendampingan

teknologi

• Monitoringdan evaluasi

5 10 15 10 5 Jumlah poktan

yang menerapkan

penanganan

pasca panen

1.3.Pengembangan kerjasama kemitraan poktan

dengan pelaku pasar jeruk segar

• Fasilitasi pertemuan

• Penyusunan mekanisme kerjasama

20 40 60 40 20 Jumlah poktan

yang terlibat

1.4.Bantuan peralatan dan modal usaha bunga

rendah untuk industri perdesaan penanganan jeruk

segar

• Penetapan target Gapoktan yang telah siap

• Inventarisir teknologi pre cooling yang mudah

dan murah diterapkan

• Pemberian bantuan

• Insentif pajak

20 40 60 40 20 Jumlah poktan

sasaran

2.1. Bantuan peralatan industri perdesaan pengolahan

sari buah, marmalaid dan selai jeruk

• Identifikasikelompok sasaran

• Bantuan peralatan

• Monitorng dan evaluasi

5 15 40 60 75 Jumlah industri

perdesaan

penerima

bantuan

2.2. Skema bantuan modal dengan bunga rendah ada ada ada ada ada Skema

Page 103: Blue Print NTDS - Pertanian

98

• Pemberian bantuan permodalan pembiayaan

bunga rendah

2.3. Pelatihan dan pendampingan

• Penentuan poktan sasaran

• Pelaksanaan kegiatan pendampingan dan

pelatihan teknologi

20 40 60 40 20 Jumlah poktan

terlatih

3.1.Akselarasi penerapan GHP pada penanganan

pasca panen jeruk segar

• Penyusunan GHP

• Sosialasi GHP ke poktan

5 10 20 25 30 Kumulatif poktan

yang menerapkan

GHP

3.2.Penerapan GMP pada industri perdesaan pengolah

jeruk

• Sosialisai GMP ke poktan/gapoktan dan industri

jeruk

5 10 20 25 30 Industri perdesaan

yang menerapkan

GMP

4.1.Gerakan cinta buah nasional

• Fasilitasi kerjasama dengan usaha distribusi dan

pasar supermarket

• Penyusunan iklan

• Penayangan iklan

Ada Ada Ada Ada Ada Tayangan iklan ke

media

4.2. Pengembangan packing house

• Identifikasi target lokasi kebutuhan

• Sosialisasi

• Pendirian packing house

• Pendampingan pengelolaan packing house

1 1 1 1 1 Fasilitasi packing

house (unit/tahun)

Page 104: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 99

6. ABG UNTUK PENUMBUHKEMBANGAN INDUSTRI

PEDESAAN

Kesuksesan pelaksanaan Blue Print ini sangat tergantung dari

keberhasilan seluruh pemangku kepentingan memerankan

tugasnya masing-masing. Pemangku kepentingan yang

dimaksud adalah akademisi, dunia bisnis dan pemerintah serta

masyarakat sebagai subyek yang harus disejahterakan atau

sering disebut sebagai ABG-C. Berdasarkan Global

Competitiveness Index (GCI), ada sembilan pilar yang perlu

diperhatikan untuk membangun National Competitiveness, yaitu:

1. Berjalannya fungsi lembaga publik dan swasta (G)

2. Infrastruktur yang tepat (G)

3. Situasi makroekonomi stabil (G)

4. Kesehatan yang baik dan pendidikan dasar yang memadai

(G)

5. Pendidikan tinggi dan pelatihan (A)

6. Efisiensi pasar (B)

7. Kesiapan teknologi (A)

8. Kecanggihan proses produksi (B)

9. Inovasi (A)

Peran masing-masing pemangku kepentingan terhadap

kesembilan pilar tersebut dapat dibagi sebagai berikut:

a) Akademisi harus bertanggung jawab atas:

5. Pendidikan tinggi dan pelatihan

7. Kesiapan teknologi

9. Inovasi

b) Dunia Bisnis harus bertanggungjawab atas:

6. Efisiensi pasar

8. Kecanggihan proses produksi

c) Sedangkan Pemerintah tentunya harus bertanggung jawab

atas:

1. Berjalannya fungsi lembaga publik dan swasta

2. Infrastruktur yang tepat

Page 105: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 100

3. Situasi makroekonomi stabil

4. Kesehatan yang baik dan pendidikan dasar yang

memadai

Tentu saja masing-masing pemangku kepentingan juga saling

terkait dengan pilar-pilar lain yang bukan tanggungjawab

utamanya. Dari kesembilan pilar tersebut empat pilar pertama

diperuntukan bagi negara-negara yang tingkat kompetisinya

masih berdasarkan atas tenaga kerja yang kurang terampil dan

berbasis sumberdaya alam (factor-driven). Perusahaan menjual

produknya berbasis pada harga dan bahan baku atau bahan

setengah jadi dengan produktivitas yang rendah yang tercermin

dari upah yang rendah. Pilar ke lima, enam dan tujuh

diperuntukkan bagi negara-nagara yang sudah mengarah

kepada faktor efisisiensi sebagai pendorongnya (efficiency-

driven). Pilar ke delapan dan sembilan diperuntukkan bagi

negara yang sudah mengandalkan produknya pada tingkatan

tertinggi (innovation-driven), sehingga hanya dapat dicapai

melalui kedua pilar tersebut.

Berdasarkan pengelompokan tersebut di atas maka Indonesia

masih berada pada tingkat pertama atau terrendah, dimana

seluruh pilar yang harus dilaksanakan, penanggungjawab

utamanya adalah pemerintah. Untuk itu semua peran tersebut

(pilar 1-4) harus segera dilakukan dengan sebaik-baiknya dan

dalam waktu yang bersamaan akademisi dan dunia bisnis dapat

membantu mempercepat menuju ke tahap yang kedua melalui

perannya pada pilar lima, enam dan tujuh. Dalam jangka

menengah perlu segera disiapkan pula pelaksanaan pilar yang

kedelapan dan sembilan oleh dunia bisnis dan akademisi, agar

dapat segera mengejar ketertinggalan dari negara lain.

Indonesia harus melakukan terobosan dengan menjalankan

seluruh pilar secara simultan namun dengan membuat prioritas

sesuai dengan tingkat kepentingannya. Peran pemerintah

sebagai regulator dan fasilitator yang sangat penting bagi

pembangunan pertanian di Indonesia. Dari berbagai aspek

tinjauan, kebijakan yang berpihak pada pembangunan ekonomi

Page 106: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 101

yang berbasis perdesaan harus segera diperbaiki. Disamping itu

pembangunan infrastruktur yang masih tertinggal,

mengakibatkan terhambatnya pembangunan pada sektor-

sektor yang lain. Kondisi khas lain yang masih harus dilakukan

pemerintah adalah fungsi fasilitasi yang tidak saja dalam bentuk

bantuan non-fisik tapi juga sering kali dalam bentuk bantuan fisik.

Dari sisi pengusaha (bisnis) pada umumnya masih berfikir jangka

pendek dan sederhana. Pilihan menjual dalam bentuk bahan

baku atau bahan setengah jadi adalah ciri khas dari kondisi

factor-driven. Untuk itu pengusaha hendaknya berperan untuk

meningkatkan nilai tambah setinggi-tingginya di dalam negeri.

Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendorong

para pengusaha untuk sebesar-besarnya meningkatkan nilai

tambahnya di dalam negeri. Pada saat yang sama pengusaha

memperbaiki kinerjanya di berbagai bidang, agar tercapai

tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi agar bisa bersaing

di pasar global.

Dunia pendidikan tinggi diharapkan melalui penelitian-

penelitiannya dapat menghasilkan temuan-temuan atau

teknologi-teknologi yang sesuai dengan keiinginan para

pengusaha atau dunia bisnis. Untuk itu perlu diciptakan

penelitian-penelitian yang mengikutsertakan dunia usaha dan

atau sekaligus menjawab tantangan dunia usaha. Kerjasama

yang baik antar keduanya akan menciptakan efisiensi

penggunaan sumberdaya, baik di perguruan tinggi bahkan

terutama di dunia usaha itu sendiri. Kedepan, para pengusaha

didorong untuk sebesar-besarnya memanfaatkan perguruan

tinggi sebagai pusat penelitian dan pengembangan usahanya.

Untuk mempercepat terjadinya suasana tersebut, pemerintah

harus memfasilitasi melalui kebijakan yang tepat seperti

memberikan insentif pajak bagi pengusaha yang melibatkan

perguruan tinggi sebagai pusat penelitian dan

pengembangannya.

Bagi masyarakat pertanian Indonesia sebagai subjek

pembangunan pertanian harus terlibat aktif dalam

Page 107: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 102

mensukseskan program pemerintah. Sebagai contoh untuk

memperbaiki infrastruktur pertanian diperlukan konsolidasi lahan.

Apabila para petani dapat bekerjasama dengan baik, maka

permasalahan sosial yang biasanya timbul akibat kegiatan ini

dapat dikurangi atau bahkan dapat dihapuskan sama-sekali.

Untuk itu peran pemerintah sangat penting dalam memberikan

pengertian kepada masyarakat akan pentingnya pelaksanaan

program seperti itu.

Tidak ada satupun pembangunan pertanian di dunia ini yang

berhasil jika hanya ditangani oleh satu lembaga saja, melainkan

harus oleh seluruh pemangku kepentingan secara bersamaan di

bawah koordinasi pemerintah. Dalam Blue Print ini telah

diusahakan untuk memasukkan seluruh pemangku kepentingan

yang terkait dalam pembangunan nilai tambah dan dayasaing

pertanian Indonesia. Namun demikian keberhasilannya sangat

ditentukan oleh pelaksanaan dan peran serta masing-masing

pemangku kepntingan sesuai dengan skenario atau rencana

yang telah disepakati dan ditetapkan bersama.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari 2010 MENTERI PERTANIAN, SUSWONO

Page 108: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 103

L A M P I R A N

Page 109: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 104

Lampiran A.

Lampiran 4.1. Analisis SWOT Beras

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Permintaan pasar

dalam negeri

sangat besar

• Tersedia beih padi

unggulan lokal.

• Budaya kerja petani

domestik yang baik

dalam menanam

padi.

Kelamahan (W)

• Akses petani

terhadap saprodi,

benih unggul dan

modal terbatas.

• Kualitas beras

belum baik

• Susut masih tinggi

Peluang (O)

• Pasar beras

internasional terbuka

• telah tersedia

teknologi panen,

pasca panen dan

pengolahan yang

dapat menekan susut

• Pasar beras organik

dan aromatik semakin

meningkat

• Hasil samping dapat

diolah menjadi produk

turunan yang bernilai

ekonomi baik

Strategi (S-O)

• Peningkatan produksi

padi

• Penumbuhan industri

perdesaan berbasis

beras dan hasil

samping beras

Strategi (W-O)

• Pengembangan

sistem bantuan

teknis, benih dan

permodalan

• Penerapan

teknologi panen,

pasca panen dan

pengolahan yang

baik

• Penerapan

teknologi modern

pengolahan beras

Ancaman (T)

• Ketersediaan lahan

sawah semakin

terbatas

• Harga beras ber

fluktuasi

• Tingginya laju konversi

lahan sawah untuk

tujuan lain di luar

pertanian

• Perubahan iklim

• Pangan pokok sangat

tergantung pada

beras

Strategi (S-T)

• Pengurangan

ketergantungan

bahan pokok hanya

pada beras

• Pengendalian

konversi lahan

• Pengembangan

varietas tahan

kekeringan dan

banjir (perubahan

iklim)

Strategi (W-T)

• Stabilisasi harga

beras

• Ekstensifikasi

terbatas

Page 110: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 105

Lampiran 4.2. Analisis SWOT Jagung

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Swasembada

• Potensi peningkatan

produktivitas melalui

penggunaan benih

hibrida

• Potensi perluasan

areal tanam melalui

lahan kering

• Adanya insentif

pemerintah untuk

peningkatan produksi

• Petani jagung

Indonesia sudah

menguasai teknologi

budidaya jagung

• Sudah ada Dewan

Jagung Nasional

• Tersebarnya sentra

produksi jagung

Kelemahan (W)

• Kurangnya

kemampuan SDM

dalam proses

pasca panen

• Akses terhadap

benih unggul

belum merata

• Kualitas jagung

masih rendah

• Kurangnya

fasilitas peralatan

pasca panen

Peluang (O)

• Pasar jagung dunia

kekurangan 34.8 juta

tiap tahunnya

• Kebutuhan jagung

untuk industri pakan

ternak dan pangan

domestik meningkat

• Peluang peningkatan

nilai tambah melalui

proses pasca panen

di tingkat petani

• Peningkatan

produktivitas dari 4

ton/ha menjadi 6 – 8

ton/ha

Strategi (S-O)

• Pemanfaatan lahan

kering untuk jagung di

luar jawa

• Pengembangan

usaha tani jagung

varietas unggul

• Pengembangan

usaha pengolahan

jagung

• Pengembangan

industri pakan ternak

yang berdekatan

dengan sentra

produksi jagung

Strategi (W-O)

• Penyediaan bibit

unggul yang

mencukupi.

• Perbaikan

insfrastruktur jalan

• Penguatan

gapoktan

• Kemitraan

agrobisnis jagung

• Peningkatan

kualitas jagung

• Pendampingan

teknologi pasca

panen

Ancaman (T)

• Perluasan areal tanam

bersaing dengan

produk lain

• Panen jagung

bertepatan dengan

musim hujan

• Ketatnya kualitas

Strategi (S-T)

• Pembangunan alat

pengering mekanis

Strategi (W-T)

• Penerapan SNI

• Sosialisasi SNI

melalui

bimbingan teknis

• Kebijakan bea

masuk impor

Page 111: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 106

jagung yang

diterapkan oleh

negara pengimpor

atau industri pakan

dan pangan

• Industri pangan lebih

memilih jagung impor

karena relatifl ebih

murah dan mudah

pembiayaannya

Page 112: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 107

Lampiran 4.3. Analisis SWOT Kedelai

Faktor

Internal

Faktor

Eksternal

Kekuatan (S)

• Tersedia benih unggul

• Konsumsi kedelai dan

produk turunannya

(tahu, tempe, kecap,

dll) sangat tinggi

Kelamahan (W)

• Petani tidak

tertarik menanam

kedelai

• Produktivitas

masih rendah

• Pasca panen

belum ditangani

dengan baik

• Usahatani kedelai

tidak menarik

Peluang (O)

• Kondisi

Indonesia

belum

swasembada.

• Industri

pengolahan

kedelai

berkembang

dengan baik

• Permintaan

kedelai sangat

besar dan

tumbuh 4.3%/th.

• Hasil samping

pengolahan

belum

dimanfaatkan

secara optimal

Strategi (S-O)

• Penggunaan benih

unggul untuk

peningkatan produksi

kedelai

• Penumbuhkembangkan

industri pengolahan

kedelai dan hasil

sampingnya.

Strategi (W-O)

• Pemberian insentif

untuk

penanaman

kedelai

• Pengembangan

penanganan

pasca panen

Ancaman (T)

• Ketersediaan

lahan

berkompetisi

dengan

komoditas

lainnya

• Tidak ada HPP

• Pasokan

kedelai luar

negeri lebih

menarik dan

lebih berkualitas

Strategi (S-T)

• Pengembangan benih

unggul sesuai dengan

kebutuhan industri

Strategi (W-T)

• Perbaikan

pemasaran

kedelai dalam

negeri

Page 113: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 108

Lampiran 4.4. Analisis SWOT Gula

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Indonesia memiliki

pabrik gula dan

perkebunan tebu

yang luas

• Konsumsi gula

dalam negeri

sangat tinggi

Kelemahan (W)

• Produktivitas tebu

rendah

• Rendemen pabrik

rendah

• Indonesia tidak

dapat memenuhi

kebutuhan dalam

negeri

• HPP tinggi

• Tetes tidak

dimanfaatkan

sendiri

Peluang (O)

• Dukungan

pemerintah

sangat besar

• Sumberdaya

bahan baku gula

non tebu

melimpah

• Pasar dalam

negeri tumbuh

dengan cepat

Strategi (S-O)

• Pengembangan

gula non-tebu

Strategi (W-O)

• Perbaikan

produktivitas tebu

dengan

pengembangan

varitas unggul

• Perbaikan efisiensi

pengolahan

• Revitalisasi pabrik

• Pembangunan

industri gula non-

tebu

• Pemanfaatan tetes

sebagai bagian

terpadu dari industri

gula

Ancaman (T)

• Petani tebu

semakin

berkurang

• Perubahan iklim

• Mutu gula impor

lebih baik dan

lebih murah

Strategi (S-T)

• Pengembangan

insentif budidaya

tebu

• Pengembangan

varitas tebu resisten

terhadap

perubahan iklim

• Perbaikan mutu

gula

Strategi (W-T)

• Pengaturan impor

gula

Page 114: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 109

Lampiran 4.5. Analisis SWOT Daging Sapi

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Agroklimat dan

ketersediaan lahan

• SDM tersedia

• Dukungan riset dan

teknologi

• Dukungan

pemerintah untuk

mewujudkan

swasembada daging

sapi

Kelemahan (W)

• Impor ternak

dan daging: 28%

dari kebutuhan

• Tingkat

penerapan

SJMKP di RPH

masih rendah.

• Industri

perdesaan

pengolahan

kompos belum

berkembang

dengan baik

• Industri

perdesaan

pengolahan kulit

belum

berkembang

dengan baik

Peluang (O)

• Konsumsi daging sapi

dalam negeri terus

meningkat

• Pasar produk hasil

samping peternakan

sapi berkembang

Strategi (S-O)

• Peningkatan kualitas

SDM

• Peningkatan riset dan

teknologi untuk

produk hasil samping

ternak sapi

• Peningkatan akses

pembiayaan untuk

usaha peternakan

sapi potong

Strategi (W-O)

• Pengembangan

bibit sapi dan

intensifikasi

usaha

peternakan

• Pengembangan

usaha

peternakan

terintegrasi

• Penyediaan dan

Pengembangan

mutu pakan

• Peningkatan

fasilitas RPH

(cold storage,

alat transportasi

berpendingin) di

sentra produksi

• Penerapan

SJMKP pada RPH

• Bantuan

Page 115: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 110

peralatan untuk

pengolahan

pakan ternak

Ancaman (T)

• Negara penghasil

ternak sapi mampu

menghasilkan ternak

sapi dengan kualitas

baik

• Harga daging sapi

impor lebib murah

Strategi (S-T)

• Pengembangan dan

peningkatan kualitas

rumah potong

hewan di sentra

produksi

• Pengembangan

industri pakan

perdesaan

• Pengembangan

industri pedesan

yang mengolah hasil

samping (kulit,

kompos)

• Peningkatan kualitas

produksi produk

olahan industri

perdesaan

Strategi (W-T)

• Pengembangan

kerjasama

kemitraan

• Bantuan mesin

dan peralatan

industri

perdesaan

pengolahan

kulit, dan

kompos

• Pengembangan

kerjasama

kemitraan

produsen kulit

dengan

pengrajin tas,

sepatu

• Pelatihan

penerapan

SJMKP pada

produsen

pengolahan

daging

Page 116: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 111

Lampiran 4.6. Analisis SWOT Sawit

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Kesesuaian lahan dan

ketersediaan lahan.

• Potensi peningkatan

produksi dan

produktivitas

• Ketersediaan tenaga

kerja

• Jaminan pasar dalam

negeri dan ekspor

• Teknologi

pengolahan.CPO

yang mapan

• Kelembagaan dan

asosiasi yang mapan

• Kemudahan akses

perbankan.

Kelemahan (W)

• Isu lingkungan di

perkebunan

sawit

• Kurangnya

dukungan riset

dari hulu sampai

hilir

• Belum

terserapnya

sawit dari kebun

rakyat oleh PKS

• Ketersediaan

sarana produksi.

• Minimnya kondisi

infrastruktur jalan

dan pelabuhan

• Perbedaan

harga jual

ekspor dan

domestik

Peluang (O)

• Peningkatan

permintaan CPO dunia

• Pengembangan

industri produk hilir

sawit

• Pengembangan

industri produk hasil

samping sawit

• .Pengembangan

industri biodiesel

Strategi (S-O)

• Peningkatan bantuan

bibit bersertifikat bagi

perkebunan sawit

rakyat

• Peningkatan produksi

dan produktivitas

sawit melalui

penerapan SOP

budidaya sawit

• Peningkatan SDM

melalui SL PPHP

• Insentif

pengembangan

industri produk hilir

• Insentfi

pengembangan

industri hasil samping

sawit

• Insentif

pengembangan

Strategi (W-O)

• Kemitraan

antara petani

sawit dan PKS

• Pendirian PKS di

sentra produksi

sawit rakyat.

Dengan

kapasitas

minimal 30 ton

TBS per jam

• Kebijakan bea

keluar

• Dukungan

sarana produksi

• Perbaikan

infrastruktur

Page 117: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 112

industri biodiesel

Ancaman (T)

• Negative campaign

tentang sawit

• Isu perusakan

lingkungan dan

biodersivitas hutan

tropis.

• Isu dampak kesehatan

minyak sawit

• Penambahan

persyaratan mutu CPO

di pasar ekspor (DOBI).

• Dipersyaratkannya

sertifikat RSPO bagi

kebun sawit

• Pelarangan organisasi

lingkungan

internasional terhadap

budidaya sawit di

lahan gambut

• Hambatan non tarif

Strategi (S-T)

• Pengembangan

kebun sawit yang

berwawasan

lingkungan (RSPO)

diluar hutan lindung

dan tanah gambut.

• Peningkatan mediasi

didunia internasional

oleh asosiasi dan

dewan kelapa sawit

dalam rangka

mengcounter isu

lingkungan, ikatan

trans minyak sawit

dan penghapusan

biodiversivitas.

Strategi (W-T)

• Penguatan riset

di hilir untuk

mengcounter

negative

campaign

Page 118: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 113

Lampiran 4.7. Analisis SWOT Karet

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Indonesia

produsen nomor 2

terbesar dunia.

• sebaran daerah

produksi yang

cukup luas

• kemampuan

memproduksi

berbagai jenis

barang karet.

• dukungan industri

bahan penolong

• keberadaan

Asosiasi Produsen

(GAPKINDO)

• dukungan

lembaga riset

• keterlibatan

tenaga kerja yang

tinggi,

• tersedianya

teknologi

pengolahan,

• PN dan swasta

nasional mampu

memproduksi RSS

dan latek pekat.

Kelemahan (W)

• Mutu karet yang

relatif rendah.

• Belum dipahaminya

sertifikasi mutu.

• Teknologi

pengolahan lateks

masih sederhana.

• Terjadinya

pencemaran

lingkungan limbah

karet

• Rendahnya nilai

tambah industri

karet.

• Fasilitas pembiayaan

yg minim.

• Keberadaan industri

hilir yang terbatas.

• Masih lemahnya Iklim

usaha

• Lemahnya dukungan

sarana dan

prasarana

• Rendahnya tingkat

kepercayaan

terhadap produk

dalam negeri.

Peluang (O)

• Penurunan

produksi karet

pesaing utama

(Malaysia).

• Permintaan

produk hilir di

pasar ekspor.

• Peluang pasar

dan diversifikasi

produk karet.

• Perluasan areal

lahan budidaya

karet masih

terbuka

• pasokan karet

alam rata-rata

Strategi (S-O)

• Peningkatan

produksi dan

produktivitas

kebun karet

dalam rangka

meraih pasar

ekspor dan

pengembangan

ekspor industri hilir

karet.

• Pengembangan

industri hilir

pengolahan

karet.

• Insentif

pengembangan

Strategi (W-O)

• Pengembangan

pengolahan karet

pada tingkat

petani/kelompok

tani.

• Pengembangan

industri pengolahan

karet yang

memperhatikan

mutu, berdayasaing,

bernilai tambah dan

ramah lingkungan.

• Penerapan GAP,

GMP

• Peningkatan SDM

• Peremajaan kebun

Page 119: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 114

2,9 juta ton per

tahun yang

baru

dimanfaatkan

didalam negeri

sekitar 15 %.

industri hilir

karet rakyat

• Peningkatan

kemitraan petani

dan industri

pengolahan karet

Ancaman (T)

• Bahan substitusi

karet sintetik

yang lebih baik

• Peningkatan

produksi karet

pesaing lain

(Thailand).

• Hambatan non-

tarif.

• Akses modal

investasi karet

yang terbatas.

• Isu pencemaran

lingkungan.

Strategi (S-T)

• Peningkatan

penyediaan

sarana produksi

pertanian dan

manajemen

kebun Insentif

kebijakan untuk

perdagangan

mengatasi

hambatan non

tarif

• Penguatan peran

asosiasi karet

Strategi (W-T)

• Peningkatan akses

modal usaha dari

perbankan

• Pengembangan

teknologi

pengolahan karet

yang tidak

mencemari

lingkungan

• Standarisasi mutu

produk

Page 120: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 115

Lampiran 4.8. Analisis SWOT Kakao

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Produk impor

penghasil devisa

• Menyerap

tenaga kerja

• Sebaran lahan

produsen kakao

yang luas.

• Kebutuhan

teknologi

pengolahan

sederhana,

• Tersedianya

rantai pasar dan

informasi harga.

Kelemahan (W)

• Sarana fermentasi

kurang

• Ketidakseragaman

mutu

• Harga kakao

fermentasi rendah

• Produktivitas kakao

yang rendah.

• Ekspor masih dalam

bentuk tidak

terfermentasi

Peluang (O)

• Meningkatnya

konsumsi kakao

dunia.

• Menurunnya

produksi pesaing

• Tersedianya

lahan yang luas.

• Permintaan

produk olahan

kakao terus

meningkat

• Impor kakao

fermentasi

Strategi (S-O)

• Peningkatan

produksi dan

produktivitas

kebun kakao

• Pengembangan

industri hilir

pengolahan

kakao

Strategi (W-O)

• Penguatan dan

peningkatan

produksi kakao

fermentasi

• Peningkatan

produktivitas

dengan bibit

unggul

• Kemitraan

kelompok tani

dengan industri

pengolahan

Ancaman (T)

• Produk kakao

luar negeri yang

lebih baik

kualitasnya

• Tuntutan

standarisasi

• Hambatan non

tarrif

Strategi (S-T)

• Penguatan

industri

pengolahan

kakao

Strategi (W-T)

• Peningkatan mutu

kakao

Page 121: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 116

Lampiran 4.9. Analisis SWOT Daging Ayam

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Surplus lebih dari

300 ribu ton.

• Ketersediaan SDM

• Potensi agroklimat

• Tumbuhnya industri

pakan ternak di

sentra produksi

jagung

• Industri daging

ayam olahan terus

berkembang

• Dukungan

pemerintah

• Dukungan sosiasi

dan kelembagaan

Kelemahan (W)

• Industri

perdesaan pe-

ngolahan

daging ayam

belum

berkembang

• Industri

perdesaan pe-

ngolahan

daging be-lum

menerapkan

SJMKP

• Pengembangan

pakan ternak

berbasis bahan

baku lokal

belum

berkembang

• Adanya kasus

flu burung

Peluang (O)

• Konsumsi daging

ayam DN

meningkat

• Peluang ekspor

daging ayam ke

negara muslim

• Preferensi

konsumen Asia

terhadap daging

ayam cukup tinggi

• Pasar produk

daging ayam

olahan terbuka

Strategi (S-O)

• Peningkatan

kualitas rumah

potong unggas di

sentra produksi

• Peningkatan

kualitas produk

olahan dengan

penerapan SJMKP

• Peningkatan

konsumsi daging

ayam melalui

kampanye sumber

protein tinggi

Strategi (W-O)

• Pengembangan

usaha

peternakan

terintegrasi

• Penyediaan

dan

Pengembangan

mutu pakan

• Peningkatan

fasilitas RPU

(cold storage,

alat trans-portasi

berpendingin)

• Peningkatan

industri

perdesaan

pengolahan

daging ayam

Page 122: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 117

Ancaman (T)

• Ancaman impor

paha ayam dari

Amerika

• Penerapan

”Bioterrorism Act”

• Permentan No.

20/2009 ini kurang

bisa memihak

petani dan

peternak

• Konsumen

domestik tertarik

untuk membeli

karkas unggas

yang lebih murah

dari luar

• Free Trade Asean-

Australia-New

Zealand (FTA A-A-

NZ) dimana akan

mulai berlaku

tanggal 27 Agustus

2009

• Pasar ekspor

unggas masih sulit

karena terhalang

aturan Sanitary

and Phytosanitary

(SPS) karena

penyakit Avian

Influenza (AI/flu

burung).

Strategi (S-T)

• Peningkatan skala

usaha peternakan

dengan

pengembangan

kemitraan yang

berkeadilan

• Penciptaan iklim

investasi yang

kondusif

• Skema

pembiayaan untuk

mendukung

pengembangan

peternakan

unggas,

• Peraturan impor

yang dapat

melindungi

kepentingan

peternak unggas,

Strategi (W-T)

• Pelatihan

penerapan

SJMKP pada

produsen

pengolahan

daging

• Pencegahan lfu

burung dengan

menerapkan

standar

kesehatan

ternak di

peternakan

unggas

• Kampanye

menggunakan

daging ayam

oriduk dalam

negeri

Page 123: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 118

Lampiran 4.10. Analisis SWOT Buah Tropika

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Potensi

peningkatan

produksi buah

melalu perluasan

area tanam di

masyarakat

• Teknologi rekayasa

bibit unggul buah

sudah dikuasai

• Varietas buah

tropika yang ada

di Indonesia tidak

dipunyai oleh

negara lain

• Buah tropika

Indonesia sudah

masuk ke pasar

negara Eropa, Asia,

Timur tengah

• Buah pisang sudah

bisa menembus

pasar Jepang

Kelemahan (W)

• Kebun buah tidak

monokultur dan

tersebar

• Kurangnya

kemampuan SDM

dalam GAP, GMP

• Kualitas buah relatif

rendah

• Dayasaing lokal dan

internasional rendah

Kesempatan (O)

• Pasar

internasional

masih terbuka

luas

• Pasar domestik

masih terbuka

luas karena

• Konsumsi buah

penduduk

Indonesia per

kapita per tahun

masih rendah

• Berkembangkan

industri berbahan

baku buah

Strategi (S-O)

• Peningkatan lobi

ke negara

pengimpor buah

• Peningkatan

promosi dan temu

bisnis

• Kemitraan

petani/gapoktan

buah dengan

industri olahan

buah

Strategi (W-O)

• Clustering kebun

buah

• Penyediaan bibit

unggul

• Peningkatan kualitas

buah melalu

penerapan GAP,

GMP

Page 124: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 119

Ancaman (T)

• Negara

pengimpor

mensyaratkan

adanya GAP Pest

List, Packing

House yang telah

diregistrasi

• Produk buah

impor berkualitas

tinggi

Strategi (S-T)

• Pencitraan produk

buah eksotik khas

Indonesia

• Branding produk

buah eksotik

Indonesia

• Pembangunan

packing house

• Penyuluhan dan

pendampingan

penerapan GAP

Strategi (W-T)

• Sosialisasi SOP,

keamanan produk,

GAP dan GMP ke

petani produsen

• Penerapan SOP,

kemanan pangan

(HCCP, MLR) GAP,

GMP

• Dukungan kebijakan

untuk menggunakan

bahan baku buah

lokal pagi industri

• Gerakan cinta buah

lokal

Page 125: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 120

Lampiran 4.11. Analisis SWOT Produk Biofarmaka

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Kesesuaian

agroklimat sesuai

• Penyerapan tenaga

kerja baik

• Ketersediaan lahan

cukup

• Konsumsi biofarmaka

dalam bentuk jamu,

obat herbal dan

fotofarmaka dan

minuman herbal

meningkat terus

Kelamahan (W)

• Petani tidak

melakukan

pengolahan

primer/penangana

n pasca panen

yang memadai

• Ketersediaan dan

penggunaan benih

unggul/sangat

terbatas

• Usahatani

biofarmaka

terpencar.

Kesempatan (O)

• Produksi dalam

negeri belum

mencukup

kebutuhan

sendiri

• Pasar ekspor

tinggi

• Industri

pengolahan

biofarmaka

sudah

berkembang

dengan baik

Strategi (S-O)

• Peningkatan produksi

biofarmaka dengan

melakukan

ekstensifikasi

• Penguatan dan

penumbuhkembang

an industri

pengolahan

biofarmaka terutama

yang skala kecil dan

menengah

Strategi (W-O)

• Pengembangan

dan penyediaan

benih unggul

• Pemberian insentif

untuk

pengembangan

penanganan

pasca

panen/pengolaha

n primer

Ancaman (T)

• Tidak ada

jaminan harga

yang pasti

• Industri obat-

obatan kimia

berkembang

• Perhatian

pemerintah

kurang

Strategi (S-T)

• Pengembangan

benih unggul sesuai

dengan kebutuhan

industri

• Peningkatan kualitas

produk biofarmaka

Strategi (W-T)

• Perbaikan rantai

pasok dari petani

ke industri

pengolahan

biofarmaka

• Kebijakan

pendukung dan

penguat industri

biofarmaka

Page 126: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 121

Lampiran 4.12. Analisis SWOT Produk Tanaman Hias

Faktor Internal

Faktor Eskternal

Kekuatan (S)

• Potensi

peningkatan

produksi tanaman

hias

• Teknologi

rekayasa bibit

tanaman hias

sudah dikuasai

• Beragamnya jenis

tanaman hias

Indonesia

• Berkembangnya

sentra produksi

• Pasar tanaman

hias Indonesia

sudah masuk ke

pasar global

cukup besar

Kelemahan (W)

• Sentra produksi

tanaman hias masih

relatif minim

• Kurangnya

kemampuan SDM

dalam GAP dan GHP

• Teknologi pasca

panen tanaman hias

masih minim

• Adanya persaingan

antar petani dan

pelak usaha

tanaman hias

• Belum diterapkannya

cold chain

management

dengan baik

Peluang (O)

• Pasar domestik

masih terbuka

luas

• Peluang pasar

internasional

masih terbuka

Strategi (S-O)

• Pengembangan

sentra produksi

tanaman hias

• Peningkatan

promosi dan temu

bisnis

• Pengembangan

pasar bunga lokal

• Pengembangan

gerbang ekspor

Strategi (W-O)

• Penyediaan benih

bunga dan tanaman

hias

• Penyediaan fasilitas

dan prasarana ekspor

tanaman hias

• Pengembangan

packing house

• Peningkatan kualitas

tanaman hias melalui

penerapan GAP, GHP

• Penguatan

Kelembagaan Petani

Ancaman (T)

• Negara pesaing

mempunyai

kemampuan

yang lebih baik

dalam teknologi

penanganan

pasca panen

tanaman hias

Strategi (S-T)

• Pencitraan

tanaman hias

eksotik khas

Indonesia

• Branding

tanaman hias

khas Indonesia

Strategi (W-T)

• Sosialisasi SOP, GAP

dan GHP ke petani

dan pelaku uasaha

• Penerapan SOP, GAP,

GHP di tingkat petani

dan pelaku usaha

Page 127: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 122

Lampiran 4.13. Analisis SWOT Produk Minyak Atsiri

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan

• Agroklimat sesuai

• Potensi dan

keragaman

tanaman atsiri

• Pemasok utama

minyak atsiri dunia

(nilam).

• Industri sudah

mampu

memproduksi

produk turunan

minyak atsiri

• SDM dan

kemampuan IPTEK

• Kesadaran stake

holder untuk

memajukan dan

meningkatkan

dayasaing IKM/

Produk minyak

atsiri.

• Dukungan

Pemerintah

Kelemahan

• Budidaya sebagai

usaha sampingan,

tersebar dan skala

usaha kecil.

• Produk minyak atsiri

masih bernilai

tambah rendah .

• Produksi yang

belum standar

• Sistem tataniaga

yang kurang

memberikan insentif

bagi petani dan

penyuling

• Persaingan yang

tidak sehat antar

pelaku usaha

• Terbatasnya akses

sumber

pembiayaan

• Kelembagaan

lemah

Peluang (O)

• Konsumsi dunia

terhadap bahan flavour

dan fragrance yang

meningkat (5

persen/tahun).

• Kecenderungan

penggunaan bahan

alami

• Tumbuhnya industri

pangan, kosmetik yang

menggunakan produk

minyak atsiri

• Kemampuan SDM dan

IPTEK untuk

menghasilkan produk

turunan minyak atsiri

Strategi (S-O)

• Esktensifikasi

dengan

mempertimbangk

an daya serap

pasar

• Penguatan riset

dan

pengembangan

produk

• Peningkatan

peran dan

pemanfaatan

perguruan tinggi

dan lembaga

penelitian/

pengembangan

untuk

pengembangan

dan diseminasi

inovasi proses dan

Strategi (W-O)

• Klasterisasi sentra

produksi

• Penguatan pilot

project Cultiva di 5

lokasi dan replikasi

• Pengembangan

kemitraan poktan

dengan industri hilir

• Pengembangan

skema pembiayaan

yang bisa diakses

oleh industri

• Penerapan standar

harga berdasarkan

tabel mutu

• Pembinaan melalui

pendampingan

teknologi oleh PT,

Litbang, eksportir

• Penguatan

Page 128: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 123

produk atsiri.

• Insentif untuk

penelitian dan

pengembangan

produk minyak

atsiri

poktan/gapoktan

dan asosiasi

penyuling

Ancaman (T)

• Globalisasi

perdagangan dunia,

serta isue-isue non tariff

barrier.

• Negara pesaing

mampu memproduksi

minyak atsiri, dengan

produktivitas, efisiensi

produksi dan mutu

yang lebih baik.

• Munculnya produk

substitusi sintetik

• Program yang

pengembangan IKM

Minyak atsiri yang

masih belum

terintegrasi

Strategi (S-T)

• Peningkatan

efisiensi

penyulingan dan

mutu minyak atsiri

• Penguatan lobi

untuk pemasaran

ekspor

• Sinkronisasi

program

pemerintah antar

instansi yang

berkaitan dengan

pengembangan

minyak atsiri

Strategi (W-T)

• implementasi GAP

dan GHPdan GMP

• Bantuan peralatan

alat penyulingan

standard kepada

poktan

• Sosialisasi kondisi

dan peraturan yang

berlaku pada bisnis

atsiri, baik di tingkat

nasional maupun

internasional

• Pembentukan forum

komunikasi antara

poktan, dinas

pertanian, pelaku

usaha

Page 129: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 124

Lampiran 4.14. Analisis SWOT Susu

Faktor Internal

Faktor Eskternal

Kekuatan (S)

• Iklim mendukung

• Lahan dan

sumber pakan

cukup

• Teknologi

pengolahan susu

pasteurisasi telah

dikuasai

Kelemahan (W)

• Bibit sapi berkualitas

belum tersedia

cukup

• Kualitas susu rendah

• Kemampuan modal

petani terbatas,

sehingga usaha

ternak hanya

sampingan

• Kemampuan

manajerial

koperasi/Gapoktan

belum bagus

• Peternak belum

semua terkonsentrasi

pada wilayah

tertentu

Peluang (O)

• Kebutuhan susu

tinggi

• Program minum

susu segar dari

pemerintah

• Pasar substitusi

impor sebesar

1.85 juta ton/th

Strategi (S-O)

• Penciptaan

sentra sapi perah

• Peningkatan

program

konsumsi susu

segar

• Pengembangan

koperasi

pengolah susu

Strategi (W-O)

• Penyediaan bibit

unggul yang

mencukupi.

• Peningkatan skala

usaha peternak

• Peningkatan

kemampuan

produksi dan

pemasaran di

koperasi

Ancaman (T)

• Kualitas susu

impor jauh lebih

bagus

• Kebijakan

keleluasaan

impor susu

• Industri pengolah

lebih memilih

susu impor

Strategi (W-T)

• Kampanye

minum susu segar

Strategi (W-T)

• Peningkatan mutu

susu dari peternak

Page 130: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 125

Lampiran 4.15. Analisis SWOT Cassava

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Dapat tumbuh di

lahan marjinal dan

kering

• Tanaman tradisi

yang telah dikuasai

petani

• Mempunyai peran

pangan dan

bahan baku

industri

• Kesenjangan

produktivitas masih

besar

Kelemahan (W)

• Bukan sebagai

komoditi utama

• Produktivitas masih

rendah

• Varitas lokal

• Perdagangan

dalam bentuk

segar

• Industri

pengolahan

belum

berkembang

Peluang (O)

• Indonesia masih

impor tapioca

dan beberapa

produk turunan

cassava

• Permintaan

gaplek dan

tapioka besar

• Permintaan

produk turunan

besar

Strategi (S-O)

• Pengembangan

pertanian cassava

varitas unggul

• Penguatan industri

gaplek dan

tapioca

• Pengembangan

industri hilir cassava

• Pendirian Pusat

Penelitian Terpadu

Cassava

Strategi (W-O)

• Pemberian insntif

sarana produksi

• Penanaman

varitas unggul

• Pengembangan

industri hilir

Ancaman (T)

• Harga pokok

produk negara

lain lebih

rendah

• Penggunaan

lahan untuk

tanaman lain

lebih menarik

• Produk negara

lain lebih

unggul

Strategi (S-T)

• Bantuan saprotan

• Insentif bagi industri

dalam negeri

• Pengenaan tarif

impor produk

turunan cassava

yang telah

dihasilkan dalam

negeri

• Pengembangan

standar mutu

produk

Strategi (W-T)

• Pengembangan

pertanian

cassava

monokultur

modern

Page 131: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 126

Lampiran 4.16. Analisis SWOT Sagu

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Luas tanaman

sagu sekitar 1

juta hektar

• Produktivitas

tinggi (25 ton

pati kering/ha-

tahun)

• Dapat tumbuh

di lahan

marginal

(tergenang,

gambut dan

rawa)

• Industri

pengolahan

sagu sudah ada

dengan merek

produk yang

sudah dikenal

Kelemahan (W)

• Teknologi

pemanfaatan masih

sangat sederhana

dan tradisional

• Cara penebangan

yang dilakukan

mengancam

kelestarian tanaman

• Masa panen

pertama mencapai 8

tahun

• Rendemen

pengolahan dan

mutu rendah karena

keterbatasan alat

• Industri pengolahan

masih terbatas

• Industri pengolahan

untuk pangan belum

berkembang

Peluang (O)

• Teknologi budi

daya sagu

tergolong mudah

dan sederhana

• Potensi produksi

sekitar 200 kg

pati/batang atau

setara dengan 20-

25 ton per hektare

• Nilai ekonomi budi

daya sagu cukup

tinggi

• Potensi konversi

menjadi energi

(bioetanol) tinggi

Strategi (S-O)

• Pengembangan

budidaya sagu

secara luas

• Pengembangan

industri hilir

pengolahan

sagu

• Pengembangan

industri

bioetanol

berbasis sagu

Strategi (W-O)

• Perbaikan teknologi

pengolahan pati

sagu

• Perbaikan cara

pemanenan

• Pengembangan

industri kecil

pengolahan sagu

• Pengembangan bibit

unggul berumur

pendek

• Pengembangan

industri pangan

(pokok) berbasis sagu

Page 132: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 127

• Permintaan dari

tepung sagu

sebagai bahan

baku untuk industri

makanan

meningkat

• Pati sagu dapat

diolah menjadi

bahan pangan

pokok

Ancaman (T)

• Kerusakan hutan

sagu

Strategi (S-T)

• Pengembangan

budidaya sagu

berkelanjutan

Strategi (W-T)

• Pengembangan

sagu berwawasan

lingkungan

Page 133: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 128

Lampiran 4.17. Analisis SWOT Jeruk

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

• Area tanam di

masyarakat

• Teknologi rekayasa

bibit unggul sudah

dikuasai

• Varietas unik

Indonesia

Kelemahan (W)

• Kebun buah tidak

monokultur dan

tersebar

• Kurangnya

kemampuan SDM

dalam GAP, GMP

• Kualitas dan

dayasaing buah

relatif rendah

Peluang (O)

• Pasar domestik

masih terbuka luas

• Berkembangnya

industri berbahan

baku buah

Strategi (S-O)

• Kemitraan

gapoktan dgn

industri olahan buah

• Mendorong

gapoktan untuk

memiliki usaha

industri buah

Strategi (W-O)

• Clustering kebun

jeruk

• Penyediaan bibit

unggul

• Peningkatan

kualitas buah

melalui

penerapan GAP,

GMP

Tantangan (T)

• Produk jeruk impor

berkualitas tinggi

• Persepsi negative

konsumen terhadap

jeruk lokal

Strategi (S-T)

• Pencitraan produk

buah eksotik khas

Indonesia

• Pembangunan

sorting, gradin and

packing house

• Gerakan cinta buah

lokal

Strategi (W-T)

• Peningkatan

kemampuan

petani dan

Gapoktan

• Penerapan SOP,

GAP, GMP

• Dukungan

kebijakan untuk

menggunakan

bahan baku

buah lokal pagi

industri

Page 134: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 129

Lampiran B

BLUE PRINT

PENINGKATAN NILAI TAMBAH DAN DAYASAING PRODUK

PERTANIAN DENGAN PEMBERIAN INSENTIF BAGI

TUMBUHNYA INDUSTRI PERDESAAN

________________________________________________________

RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar Belakang

1. Pertanian masih merupakan sektor penting dalam perekonomian

Indonesia. Sektor pertanian telah berperan besar dalam

pembentukan PDB Nasional hingga mencapai 13-14 %. Sektor

agribisnis (pertanian serta industri dan jasa pertanian)

menyumbangkan sekitar 45% dari total nilai tambah, menyerap

75% tenaga kerja, penyedia pangan, dan tempat bergantung

sebagian besar penduduk perdesaan. Peran ini akan bertambah

di masa yang akan datang dengan berkembangnya teknologi

dan berkurangnya sumberdaya tak terbarukan, yakni pertanian

menjadi tumpuan untuk penyediaan pangan yang makin

beragam (food), pakan yang semakin bertambah (feed), dan

energi alternatif (fuel).

2. Keadaan pertanian saat ini masih belum mampu menopang

semua peran tersebut dengan baik. Pendapatan petani sebagai

pelaku terdepan masih sangat rendah karena sebagian besar

usaha tani berskala kecil.

Petani mempunyai banyak keterbatasan modal, teknologi

sederhana, akses pembiayaan, dan gangguan iklim yang

semakin tidak menentu. Akibatnya produktivitas masih relatif

rendah, kualitas komoditi belum baik, dan harga pokok masih

tinggi. Situasi ini menjadikan komoditas pertanian Indonesia kalah

bersaing dengan komoditas dari negara lain.

Page 135: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 130

3. Pertanian terpusat pada kegiatan hulu dengan dayasaing

komoditas relatif rendah. Keterbatasan skala teknis menghambat

penerapan teknologi (khususnya cost reducing technology)

menyebabkan biaya produksi menjadi lebih mahal.

Keterbatasan skala ekonomis menyebabkan pengelolaan

bersifat subsisten yang berorientasi pada pemenuhuan

kebutuhan lokal dan sesaat sehingga tidak bersaing. Hal inilah

menjadi potret umum pertanian Indonesia yakni menghasilkan

bahan baku dengan dayasaing rendah (mutu rendah dan biaya

tinggi)...

4. Tantangan ke depan yang harus dihadapi adalah meningkatkan

dayasaing komoditas pertanian dengan karakteristik yang sesuai

keinginan konsumen dan memenangi persaingan, baik pasar

domestik, maupun pasar ekspor. Pengembangan dayasaing dan

ekspansi pasar komoditas ekspor tradisional harus lebih

ditingkatkan, terutama pengembangan produk olahan. Di

samping itu, pengembangan komoditas dan produk baru yang

memiliki permintaan pasar yang tinggi juga harus dirintis.

5. Blue print ini berbasis komoditas yang meliputi pangan utama

(beras, jagung, kedelai, daging sapi), andalan ekspor (sawit,

karet, kakao dan daging ayam), emerging products yang

meliputi buah tropika (mangga, manggis, salak dan pisang),

biofarmaka, tanaman hias daun dan minyak atsiri, dan substitusi

impor (susu, tepung lokal dan jeruk).

Daya Saing Produk dan Nilai Tambah

6. Dayasaing bersifat dinamis dan akan mengalami fluktuasi dari

waktu ke waktu bergantung pada tingkat kompetisi, perubahan

perilaku permintaan, dan kemampuan dasar industri. Dayasaing

produk dicapai melalui konversi keunggulan komparatif menjadi

kenggulan kompetitif dengan penerapan teknologi,

Page 136: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 131

pengelolaan dan pengembangan pasar dari produk tersebut

terhadap jenis produk yang sama. Banyak faktor mempengaruhi

dayasaing produk (keunggulan sumberdaya, SDM, teknologi,

karakteristik produk, infrastrktur).

7. Nilai tambah dapat diartikan dari berbagai perspektif. Dari

perspektif komoditas atau produk adalah nilai yang diberikan

(attributed) kepada produk sebagai hasil dari proses tertentu

(proses produksi, penyimpanan, pengangkutan). Oleh karena itu,

nilai yang terbentuk tergantung pada banyaknya tahapan

pengolahan yang dilakukan. Secara teoritis, semakin ke hilir

penerapan proses akan semakin besar nilai tambah yang

dibentuk.

8. Peningkatan dayasaing dan nilai tambah melalui industri

perdesaan harus melalui perumusan yang komprehensif yang

melibatkan lintas sektoral yang mencakup hulu hilir sehingga

program yang dikembangkan dapat saling menunjang satu

sama lain. Dengan memperhatikan push and pull factors (faktor

pendorong dan penarik) dirumuskan insentif yang dapat

diberikan dalam aspek kebijakan dan operasional untuk

menciptakan iklim tumbuhnya industri yang kondusif, modal,

dukungan infrastruktur, penerapan teknologi, peningkatan SDM

serta fasilitasi pemasaran produk.

9. Strategi pengembangan industri perdesaan didasarkan pada

hasil analisis SWOT. Berdasarkan strategi tersebut selanjutnya

disusun strategi umum pengembangan produk yang dipilih.

Peran dari masing-masing sektoral untuk masing-masing produk

yang dikembangkan diidentifikasi melalui mapping program

lintas sektoral yang ada di Departemen terkait. Selanjutnya

strategi operasional pengembangan produk dirumuskan

berdasarkan pada strategi masing-masing produk dan

dijabarkan dalam rencana aksi yang disusun berdasarkan jangka

panjang, menengah dan pendek selama lima tahun (2010-2014).

Page 137: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 132

Strategi, Kebijakan, dan Program

10. Beradasarkan pada analisis SWOT komoditas dikembangkan

strategi spesifik dalam memanfaatkan peluang dan kekutan

serta mengatasi masalah dan ancaman. Dari strategi spesifik

tersebut dikembangkan strategi pokok yang bersifat umum

sebagai berikut: (i) perbaikan skala teknis dan ekonomis usaha

tani, (ii) pengendalian konversi lahan subur, (iii) perbaikan

teknologi budidaya dan penanganan pasca panen (perbaikan

dayasaing, (iv) peningkatan produkstivitas dan produksi, (v)

peningkatan kualitas penanganan pasca panen untuk

perbaikan mutu dan pengurangan susut, (vi) pengembangan

agroindustri (perolehan nilai tambah), (vii) penyediaan dana

pengembangan pertanian, (viii) penguatan posisi tawar produk

pertanian, (ix) penganekaragaman bahan pangan pokok dan

gula, (x) pertanian adaptif dan berkelanjutan, (xi) penguatan

kelembagaan (Poktan, Gapoktan dan Koptan), (xii) peningkatan

kualitas SDM penyuluh, petani dan pelaku industri perdesaan,

(xiii) pemberian insentif yang berorientasi penguatan dayasaing

dan penumbuhan industri perdesaan, dan (xiv) percepatan

pembangunan infrastruktur pendukung pertanian.

11. Pembangunan pertanian tidak dapat berdiri sendiri dan secara

kuat terkait dengan kementerian dan instansi lainnya. Bahkan

dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan pertanian

sebagian besar ditentukan oleh kontribusi sektor lain. Diantara

kebijakan eksternal tersebut adalah penataan lahan (redistribusi

lahan), revisi kewenangan di bidang pembinaan agroindustri,

skim kredit khusus untuk mendorong industri hilir peranian (bunga

rendah), bank pertanian, subsidi output, kebijakan perbaikan

infrastruktur dan pemberian insentif transportasi produk pertanian,

peningkatan pajak impor untuk produk hilir yang sudah mampu

Page 138: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 133

diproduksi di dalam negeri, peningkatan pajak ekspor untuk

produk primer perkebunan (khususnya biji kakao), penghilangan

pungutan retribusi produk pertanian, stabilisasi harga, dan

kebijakan pengutamaan penggunaan bahan baku lokal untuk

pemenuhan kebutuhan agroindustri dalam negeri (khususnya

susu, tepung, jagung, kakao).

12. Kebijakan teknis internal yang diperlukan dalam peningkatan

daya saing dan nilai tambah adalah bantuan sarana produksi,

bantuan mesin dan peralaran pasca panen dan pengolahan,

pembangunan infrastruktur pertanian (khususnya jaringan irigasi

tersier, jalan usahatani, embung), pelatihan dan pendampingan,

penerapan system jaminan mutu melalui instrumen SPS dan TBT,

dan penguatan promosi (pameran, iklan layanan masyarakat).

13. Selain kordinasi dan keterpaduan antar Instansi Pemerintah

(Government), keberhasilan program juga ditentukan oleh peran

aktif dunia usaha (Business) sebagai pelaku utama kegiatan

ekonomi, dan akademisi (Academic) sebagai penghasil

teknologi termasuk pemikiran ilmiah pembentuk dayasaing.

Peran aktif harus terencana, terpadu dan terprogram sehingga

terjadi keserasian yang saling terkait dan menguatkan.

Program Aksi

14. Program aksi peningkatan nilai tambah dan daya saing melalui

penumbuhan agroindustri perdesaan disusun berdasarkan

komoditas strategisn yang dianalisis berdasar kondisi terkini dan

sasaran minimum lima tahun yang akan datang. Dari analisis

tersebut disusun strategi (inti dan penguat) yang dijabarkan

dalam rencana aksi yang akan dilaksanakan setiap tahun oleh

semua pemangku kepentingan.

Page 139: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 134

15. Komoditas yang dipilih sebagai penghela tumbuhnya industri

perdesaan disesuaikan dengan komoditias prioritas yang

dikelompokkan sebagai komoditas pangan utama yang meliputi

beras, jagung, kedelai, daging sapi. Komoditas andalan ekspor

yang meliputi sawit, karet, kakao dan daging ayam. Kelompok

emerging products yang mempunyai peluang pasar yang luas

baik internasional maupun domestik seperti buah tropika

(mangga, manggis, salak dan pisang), produk biofarmaka,

tanaman hias daun dan minyak atsiri Kelompok produk yang

diarahkan untuk substitusi impor seperti susu, tepung lokal

(cassava dan sagu) serta jeruk. Pemilihan jenis komoditas ini

diharapkan dapat mewakili dari kelompok komoditi yang ada,

mempunyai potensi untuk peningkatan dayasaing dan nilai

tambah yang tinggi serta mempunyai multiplier effect yang luas

terhadap peningkatan industri perdesaan.

16. Outcome masing-masing rencana aksi pengembangan produk

adalah sebagai berikut:

a. Beras: Swasembada berkelanjutan melalui ekstensifikasi

terbatas (rice estate) penurunan susut pasca panen dan

pengolahan, penganekaragaman bahan pangan pokok dan

penumbuhkembangan industri pedesaan pengolah tepung

dan turunannya serta hasil samping. Juga penumbuhan

beras-beras berkualitas tinggi dan specialty.

b. Jagung: Swasembada berkelanjutan untuk mendukung

ketahanan pakan dan pangan dengan penurunan susut

pasca panen dan penyediaan pergudangan, serta

penumbuhkembangan industri pedesaan pengolahan pakan

dan pangan.

c. Kedelai: Menuju swasembada untuk mencukupi kebutuhan

kalori protein melalui peningkatan produktifitas dan

penguatan industri pedesaan pengolahan pangan berbasis

kedelai.

Page 140: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 135

d. Gula: Swasembada gula melalui perbaikan produktivitas dan

efisiensi, pengembangan bibit unggul, revitalisasi pabrik dan

pengembangan gula non-tebu

e. Sapi: Swasembada daging sapi untuk peningkatan kualitas

asupan gizi melalui pengembangan budidaya intensif

berkelanjutan, pengembangan mutu pakan, pengembangan

peternakan terintegrasi dengan tanaman, penguatan Rumah

Potong Hewan (RPH) dan pengembangan sistem pasokan

rantai dingin.

f. Sawit: Meningkatkan pertumbuhan nilai ekspor produk

berbasis sawit melalui peningkatan peran perkebunan sawit

rakyat, infrastruktur transportasi dan pelabuhan, dan

pengembangan industri hilir turunan minyak sawit (termasuk

bioenergy) untuk meningkatan nisbah ekspor produk olahan.

g. Karet: Peningkatan mutu melalui penerapan SNI wajib, GAP

dan GMP yang didukung oleh perbaikan produktivitas kebun

dan pengembangan industri hilir berbasis karet (khususnya

sheet)

h. Kakao: Memenuhi kebutuhan industri pengolahan dalam

negeri dan meningkatkan nilai ekspor kakao melalui

pengembangan kakao fermetasi dan penumbuhkembangan

industri pedesaan pengolahan kakao (lemak dan bubuk

kakao).

i. Kopi: Meningkatkan ekspor melalui penerapan system

jaminan mutu dan sertifikasi kopi specialty (khususnya organic,

geographical indicative), penerapan registrasi bagi para

eksportir.

j. Ayam Pedaging: Memenuhi kebutuhan dalam negeri untuk

meningkatkan asupan gizi dan meningkatkan ekspor melalui

pengembangan usaha ternak yang intensif berkelanjutan,

pengembangan pakan berbasis sumberdaya lokal, dan

penerapan system jaminan mutu pada industri pengolahan

daging ayam pedesaan, pengembangan sistem pasokan

rantai dingin.

Page 141: Blue Print NTDS - Pertanian

P a g e | 136

k. Buah Tropika (khususnya jeruk, pisang, manggis, salak,

mangga): Meningkatkan pangsa pasar (dalam negeri dan

luar negeri) buah tropika melalui penerapan system jaminan

mutu pada kegiatan on farm dan off farm, pengembangan

fasilitas grading and packing, serta penumbuhkembangan

industri pedesaan pengolahan buah, pengembangan sistem

pasokan rantai dingin, serta promosi kecintaan buah

nusantara.

l. Biofarmaka: Meningkatkan penyediaan industri farmasi dan

kosmetik dalam negeri dan meningkatkan pangsa pasar

ekspor melalui penerapan system jaminan mutu kegiatan on

farm dan off farm, penguatan industri pedesaan (poktan)

untuk melakukan pengolahan sampai simplisia.

m. Tanaman Hias: Meningkatkan ekspor tanaman hias melalui

pengembangan sentra produksi dengan pola kluster dan

penerapan teknologi pasca panen (rantai dingin) untuk

mempertahankan tingkat kesegaran tanaman hias.

n. Minyak Atsiri: Meningkatkan ekspor melalui penerapan system

jaminan mutu di on farm dan off farm, penguatan industri

pedesaan untuk melakukan proses penyulingan dengan

peralatan standar.

o. Cassava dan Sagu: Memenuhi kebutuhan tepung dalam

negeri untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan

melalui pengembangan industri pengolahan tepung (cassava

termodifikasi), pemberian insentif investasi agroindustrui

tepung di perdesaan, dan kebijakan penyerapan tepung

lokal untuk industri makanan.

p. Susu: Memenuhi kebutuhan susu dalam negeri untuk

mendukung peningkatan gizi masyarakat melalui

pengembangan industri pengolahan susu perdesaan berbasis

kluster, pemberian insentif investasi agroindustrui susu di

perdesaan, dan kebijakan penyerapan susu lokal untuk

industri pengolahan susu.