Blok 7 - Respirasi 1

86
Struktur dan Mekanisme Pernapasan, Pembentukan Suara, Batuk dan Menelan Beby Pricilia Tanesia 102011011 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O 2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus menerus CO 2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan atmosfer. Dalam respirasi, tentu ada organ – organ yang berfungsi untuk mengangkut udara dan dan sebagai alat pertukaran udara. Namun di organ-organ tersebut tentunya akan berhubungan dengan bagian – bagian lain yang akan membentuk suara, berperan dalam proses Alamat Korespondensi : Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 1

description

Anatomi dan Fisiologi traktus respiratorius

Transcript of Blok 7 - Respirasi 1

Page 1: Blok 7 - Respirasi 1

Struktur dan Mekanisme Pernapasan,

Pembentukan Suara, Batuk dan Menelan

Beby Pricilia Tanesia102011011

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Respirasi adalah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari

atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus menerus

CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan atmosfer. Dalam respirasi, tentu ada organ –

organ yang berfungsi untuk mengangkut udara dan dan sebagai alat pertukaran udara. Namun di

organ-organ tersebut tentunya akan berhubungan dengan bagian – bagian lain yang akan

membentuk suara, berperan dalam proses menelan dan proses batuk. Tentunya semua saling

berkoordinasi satu sama lain.

Masalah

Peradangan pada pharynx.

Hipotesis

Keluhan batuk, serak dan sakit saat menelan merupakan gangguan pada sistem pernapasan.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 1

Page 2: Blok 7 - Respirasi 1

Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan struktur pernapasan dan menelan.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme pernapasan, pembentukan

suara, batuk dan menelan.

Struktur Pernapasan dan Sebagian Proses Menelan

Istilah pernapasan yang lazim digunakan, mencakup 2 proses; pernapasan luar (externa),

yaitu penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan; serta penapasan dalam

( interna), yaitu penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-

sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

Sistem pernapasan terdiri dari organ pertukaran gas (paru-paru) dan sebuah pompa

ventilasi paru. Pompa ventilasi ini terdiri atas dinding dada; otot – otot pernapasan, yang

menungkatkan dan menurunkan ukuran rongga dada; pusat pernapasan diotak yang

mengendalikan pernapasan; serta jaras-jaras dan saraf yang menghubungkan pusat pernapasan

dengan otot pernapasan.1

Gambar 1. Struktur Pernapasan2

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 2

Page 3: Blok 7 - Respirasi 1

1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis

selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat

(kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran

pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal didalam cavum nasi yang disebut

vestibulum yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara.3 Didinding

lateralnya terdapat 3 tonjolan tulang yaitu chonca nasalis superior (epitel khusus), choncha

nasalis medius dan chonca nasalis inferior(epitel bertingkat thorak bersilia bersel goblet). Dimana

chonca nasalis inferior terdapat banyak plexus venosus yang disebut sweet bodies, yang berfungsi

untuk menghangatkan udara pernapasan melalui hidung. Di sebelah posterior rongga hidung

terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae. Sedangkan yang

berhubungan dengan lubang hidung anterior atau kearah wajah disebut nares.2

Gambar 2. Dinding Lateral Hidung2

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 3

Page 4: Blok 7 - Respirasi 1

Gambar 3. Epitel Bertingkat Thorak Bersilia Bersel Goblet3

Penyangga hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan hialin. Rangka bagian tulang

terdiri dari os nasale, processus frontalis os maxillaris dan bagian nasal os frontalis. Rangka

tulang rawan hialinnya terdiri dari cartilago septum nasi, cartilago lateralis nasi dan cartilago ala

nasi major at minor.

Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari

musculus nasalis dan musculus depressor septum nasi.2

Gambar 4. Otot-otot Hidung4

Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang arteri facialis, arteri dorsalis

nasi cabang arteri opthalmika dan arteri infraorbitalis cabang arteri maxillris interna. Pembuluh

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 4

Page 5: Blok 7 - Respirasi 1

baliknya menuju vena facialis dan vena opthalmica. Sedangkan pendarahan untuk rongga hidung

terdiri dari arteri ethmoidalis anterior dan posterior, arteri sphenopalatina cabang maxillaris

interna, arteri palatina mayor dan arteri labialis superior. Dan vena-vena pada rongga hidung akan

membentuk plexus cavernosus yang terdiri dari vena sphenopalatina, vena facialis dan vena

ethmoidalis anterior dan berakhir di vena opthalmica. 3

Gambar 5. Pendarahan Hidung3

Persarafan otot-otot hidung oleh nervus facialis pada bagian motoriknya. Kulit sisi medial

punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearis dan

nasalis externus nervus opthalmicus/ N. V.1; kulit sisi lateral hidung dipersarafi oleh cabang

infraorbitalis nervus maxillaris/ N. V. 2. Sedangkan untuk rongga hidung dipersarafi oleh nervus

1, nervus V, nervus ethmoidalis anterior, nervus infraorbitalis dan nervus canalis pterygoidei.3

Kemoreseptor penghidu terletak di epitel olfaktorius/ N. 1 yaitu suatu daerah khusus dari

membran mukosa yang terdapat pada pertengahan kavum nasi dan pada permukaan chonca

nasalis superior. Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat torak bersilia yang terdiri atas 3 jenis

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 5

Page 6: Blok 7 - Respirasi 1

sel yaitu sel ofaktorius, sel penyokong dan sel basal. Dari nervus olfaktorius ini akan membentuk

bulbus olfaktorius dengan bersinaps pada dendrit-dendrit sel mitral membentuk glomerulus

olfaktorius dan akson sel mitral membentuk traktus olfaktorius. Dari traktus olfaktorius impuls

penghidu dihantarkan kepusat penghidu dikorteks serebri yaitu uncus dan bagian anterior gyrus

hipokampus dan terakhir kehipotalamus dan sistem limbik.4

Gambar 6. Alat Penghidu3

2. Pharynx

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,

yaitu traktus digestivus dan traktur repiratorius. Pharinx berperanan dalam memulai proses

menelan makanan.4

Pharinx dibagi menjadi 3 bagian yakni nasopharinx, oropharinx dan laringopharinx.

a. Nasopharinx

Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.3 Rongga nasopharinx ini tidak

pernah tertutup, berbeda dari oropharinx dan laringopharinx. Berhubungan dengan rongga hidung

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 6

Page 7: Blok 7 - Respirasi 1

melalui choanae. Sedangkan yang berhubungan dengan oropharinx melalui isthimus pharingeum.

Pada bagian posterior dari nasopharinx terdapat jaringan limfoid membentuk tonsilla pharingea

yang terdapat di reccesus pharingea. Peluasan ke arah lateral tonsilla pharingea, disebelah dorsal

nasopharinx berhubungan dengan auris media melalui osteum tuba auditiva.4

b. Oropharinx

Tersusun atas epitel berlapis gepeng tidak bertanduk.3 Pada dinding lateralnya terdapat

tonsilla palatina yang masing-masingnya terletak disinus tonsillaris. Berhubungan dengan rongga

mulut melalui isthmus oropharingeum. Makanan dalam bentuk bolus dari rongga mulut didorong

masuk ke oropharinx. Bolus menekan uvula (tekak) sehingga menutup saluran menuju ke hidung.

Hal ini menjaga supaya makanan yang masuk tidak keluar ke hidung. Proses dilanjutkan dengan

menurunnya epiglotis yang menutup glottis. Bolus melalui laringopharinx dan masuk ke

esophagus.4

Gambar 7. Proses penelanan

Makanan4

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 7

Page 8: Blok 7 - Respirasi 1

c. Laringopharinx

Epitel bervariasi tetapi sebagian besar terdiri dari epitel berlapis gepeng tidak bertanduk.3

Akan berhubungan dengan larinx melalui aditus laringis.

Pada pharinx terdapat tiga otot lingkar/sirkular yakni musculus contrictor pharingis inferior,

musculus contrictor pharingis medius dan musculus constrictor pharingis superior, serta tiga otot

yang masing – masing turun dari processus styloideus, torus tubarius cartilaginis tubae auditiva

dan palatum molle, yakni musculus stylopharingeus, musculus salpingopharingeus dan musculus

palatopharingeus.

Pendarahan pada pharinx berasal dari arteri pharingea ascendens, arteri palatina ascendens

dan ramus ronsillaris cabang arteri facialis, arteri palatina major dan arteri canalis ptrygoidea

cabang arteri maxillaris interna dan rami dorsales linguae cabang arteri lingualis. Pembulih balik

membentuk sebuah plexus yang keatas berhubungan dengan plexus pterygoidea dan kearah

bawah bermuara kedalam vena jugularis interna dan vena facialis.

Persarafan pada pharinx berasal dari plexus pharingeus yang terdiri dari nervus palatina minor

dan nervus glossopharing.2

Gambar 7. Struktur Pharinx.4

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 8

Page 9: Blok 7 - Respirasi 1

3. Laring

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Terdiri atas cartilago

threoidea, cartilago cricoidea dan cartilago arytaenoid yang merupakan tulang rawan hialin dan

cartilago epiglotis, cartilago cuneiformis dan cartilago corniculata yang merupakan tulang rawan

elastis. 2

Laring berada diantara orofaring dan trakea, dianterior laringofaring. Tersusun atas epitel

bertingkat thorak bersilia bersel gepeng kecuali ujing plika vokalis meerupakan epitel berlapis

gepeng tidak bertanduk.3

Laring dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Epiglotis mempunyai 2

permukaan. Permukaan lingual menghadap kelidah, tersusun dari epitel selapis gepeng tanpa

lapisan tanduk, merupakan bagian anterior yang selalu berkontak dengan akar lidah pada waktu

proses penelanan makanan. Permukaan laringeal menghadap kelaring tersusun dari eptel

betingkat thorak bersilia bersel goblet yang akan melanjutkan ketrakea dan bronkus dan

merupakan bagian posterior yang sering berkontak dengan makanan. Pada waktu menelan

makanan, epiglotis melipat ke bawah menutupi laring sehingga makanan tidak dapat masuk

dalam laring. Sementara itu, ketika bernapas epiglotis akan membuka.

Dibagian bawah epiglotis terdapat 2 lipatan mukosa yang menonjol ke arah lumen laring.

Pasangan lipatan mukosa bagian atas menutupi ligamentum ventriculare dan membentuk plica

vestibularis, celah antara kedua plica ventricularis disebut rima vestibuli. Pasangan lipatan

mukosa dibagian bawah menutupi ligamentum vocale dan membentuk plica vocalis yang

berkaitan dengan pembentukan suara. Kedua plica vocalis ini bersama permukaan medial kedua

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 9

Page 10: Blok 7 - Respirasi 1

cartilago arytaenoid membentuk rima glotidis/glotis. Dimana terdapat bagian yang sejajar dengan

ligamnetum vocale terdapat otot skelet yang disebut musculus vokalis yang berfungsi untuk

mengatur ketengan pita suara dan ligamentum sehingga udara yang melalui pita suara dpat

menimbulkan suara dengan nada yang berbeda-beda.5

Gambar 8. Refleks Epiglotis5

Otot pada laring terbagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok ekstrinsik dan kelompok

intrinsik. Otot-otot ekstrinsik menghubungkan laring dengan sekitarnya dan berperan dalam

proses menelan; termasuk otot-otot tersebut adalah musculus sternothyreoideus, musculus

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 10

Page 11: Blok 7 - Respirasi 1

thyreohyoid dan musculus constrictor pharingis inferior. Sedangkan musculus intrinsik laring

berperan untuk fonasi. Otot yang termasuk dalam musculus intrinsik laring adalah musculus

cricoarytaenoid posterior, musculus cricoarytaenoid lateral, musculus arytaenoid obliquus,

musculus arytaenoid transversus, musculus thyreoarytaenoid, musculus aryepigloticcus dan

sekitarnya.

Pendarahan utama laring berasal dari cabang-cabang artery thyreodea superior dan arteri

thyroidea inferior. Persarafan berasal dari cabang-cabang internus dan externus nervus laringeus

superior dan nervus reccuren dan saraf simpatis.2

Gambar 9. Laring6

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 11

Page 12: Blok 7 - Respirasi 1

4. Trakea

Trakea berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, sebagai lanjutan dari laring. Trakea

membentang mulai dari setinggi cervical 6 sampai tepi atas bebas thoracal 5. Ujung caudal trakea

terbagi menjadi bronkus principalis sinister dan dekstra. Rangka trakea berbentuk C terdiri dari

tulang rawan hialin. Cincin-cincin tulang rawan satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan

penyambung padat fibroelastis dan retikulin disebut ligamentum anulare untuk mencegah agar

lumen trakea jangan meregang berlebihan. Juga ditrakea terdapat otot polos yang berperan untuk

mendekatkan kedua tulang rawan.3

Trakea diperdarahai oleh arteri thyreodea inferior sedangkan ujung thoracalnya ddidarahi

oleh cabang arteri bronchiales. Persarafan trakea berasal dari cabang tracheal nervus vagi, nervus

recurrens dan truncus symphaticus.2

Gambar 10. Trakea dan Percabangannya3

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 12

Page 13: Blok 7 - Respirasi 1

5. Bronkus

Trakea yang berbifurkasio menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri.

Dindingnya dilapisi hanya sedikit otot polos dan dilapisi epitel bersilia yang mengandung

kelenjar mukus dan serosa. Struktur bronkus sama dengan trakea, hanya dindingnya lebih halus,

kedudukan bronkus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkus kanan sehingga bronkus kanan

lebih mudah terserang penyakit. Kedua bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada

ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan di

lapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah

tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih

tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronkus pulmonaris.

Trakea terbelah menjadi dua bronkus utama. Bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-

paru, bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar

yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa

berotot yahng mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil

salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan

lapisan silia.

Bronkus terminalis masuk ke dalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan

disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya, lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel

epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan di dalam dindingnya

dijumpai kantong-kantong udara itu. Kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 13

Page 14: Blok 7 - Respirasi 1

sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan

pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.3

6. Bronkiolus

Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus.Saluran ini lebih halus dan dindingnya lebih

tipis. Bronkiolus kiri berjumlah dua. Sedangkan bronkiolus kanan berjumlah tiga. Percabangan

ini membentuk cabang yang lebih halus seperti pembuluh.

Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat pernapasan dihangatkan dan

dilembabkan dengan uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus

terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveolus. Antara

trakea dan dan sakus alveolaris terdapat 23 kali percabangan pertama saluran udara. 16

percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi yang menyalurkan udara

kelingkungan luar. Bagian ini terdiri dari bronkus, bronkiolus terminanalis. Tujuh percabangan

berikutnya merupakan zona peralihan dari zona respirasi, tempat terjadinya pertukaran gas dan

terdiri dari bronkiolus respiratoriusm duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.2

Dinding bronkus dan bronkiolus dipersarafi oleh susunan saraf otonom. Ditemukan

banyak reseptor muskarinik dan perangsangan kolinergik mengakibatkan bronkokontriksi. Disel

mast, otot polos dan epitel bronkus didapatkan reseptor adregenik β1 dan β2. Banyak dari reseptor

tersebut tidak mempunyai persarafan. Sebagian reseptor terletak pada ganglia ujung saraf

kolinergik dan menghambat penglepasan asetilcolin.7

7. Paru-paru

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 14

Page 15: Blok 7 - Respirasi 1

Paru-paru berjumlah sepasang. Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (superior, medial dan

inferior). Paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus (superior dan inferior). Selaput pembungkus paru-

paru disebut pleura. Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura, dan dengan

demikian memisahkan lobus saru dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di

sebelah tampak paru-paru dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi bagian dalam dinding

dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma ialah

pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher ialah pleura servikalis. Pleura ini

diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran suprapleuralis (fasia sibson) dan di atas

membran ini terletak arteri subklavia.

Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk meminyaki permukaannya dan

menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang sewaktu bernapas bergerak.

Dalam keadaan sehat, kedua lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau

rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau

cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang diantaranya menjadi jelas.

Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa dengan serat elastin dan kolagen dan sel fibroblas,

dilapisi oleh sel mesotel.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 15

Page 16: Blok 7 - Respirasi 1

Gambar 11. Paru-Paru dan Bagiannya5

Gambar 12. Histologis Bronkus dan Bronkiolus3

Mekanisme Pernapasan

Inspirasi dan Ekspirasi

Paru – paru dan dinding dada adalah struktur elastic. Pada keadaan normal, hanya

ditemukan selapis tipis cairan diantara paru – paru dan dinding dada. Paru – paru dengan mudah

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 16

Page 17: Blok 7 - Respirasi 1

dapat bergeser sepnjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti

halnya 2 lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat dipisahkan.

Tekanan di dalam “ruang” antara paru – paru dan dinding kaca (tekanan intrapleura) bersifat

subatatmosferik. Pada saat kelahiran jaringan paru dikembangkan sehingga teregang, dan pada

akhir ekspirasi tenang, kecenderungan daya recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada

diimbangi oleh daya recoil dinding dada kearah yang berlawanan. Apabila dinding dada dibuka,

paru – paru akan kolaps dan apabila paru – paru kehilangan elastisitasnya, dada akan

mengembang menyerupai bentuk gentong. Proses ekspirasi tenang merupakan proses pasif yang

akan menyertai diafragma menjadi relaks dan mengembang, volume paru mengecil, beda tekanan

negative dan udara keluar.

Inspirasi merupakan proses aktif. Kontrakasi otot – otot inspirasi akan meningkatkan

volume intrakolateral. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal

sekitar - 2.5 mmHg pada awal inspirasi, menjadi – 6 mmHg. Jaringan paru semakin teregang.

Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negative, udara mengalir ke dalam paru.

Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan

ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru dan dinding

dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif dan udara mengalir

meninggalkan paru – paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang

tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun pada awal

ekspirasi, masih terdapat kontrakasi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai

peredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 17

Page 18: Blok 7 - Respirasi 1

Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai – 30 mmHg, menimbulkan

pengembangan jaringan paru yang lebih besar. Apabila ventilasi meningkat, derajat pengempisan

jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi aktif otot – otot ekspirasi yang menurunkan

volume intrakolateral. 7

Gambar 13. Mekanisme Pernapasan8

Volume Paru

Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang keluar

dari paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas ( tidal volume / TV). Jumlah udara yang

masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maximal, setelah inspirasi biasa disebut volume

cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume / IRV). Jumlah udara yang dapat dikeluarkan

secara aktif dari dalam paru melalui kontrkasi otot ekspirasi, setelah ekspirasi biasa disebut

volume cadangan ekspirasi (ekspiratory reserve volume / ERV), dan udara yang masih tertinggal

di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volme residu (residual volume / RV). Nilai

normal berbagai volume dan istilah yang digunakan untuk kombinasi berbagai volume paru

tersebut. Ruang didalam saluran napas yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas dengan

darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan. Pengukuran kapasitas vital, yaitu jumlah

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 18

Page 19: Blok 7 - Respirasi 1

udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru – paru setelah inspirasi maximal, seringkali

digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru. Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan

informasi mengenai kekuatan otot – otot pernapasan serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain.

Fraksi volume kapasitas vital yang dikeluarkan pada satu detik pertama melalui ekspirasi paksa

dapat memberikan informasi tambahan, mungkin diperoleh nilai kapasitas vital yang normal pada

nilai FEV menurun pada penderita penyakit seperti asma, yang mengalamai peningkatan tahanan

saluran udara akibat konstriksi bronkus. Pada keadaan normal, jumlah udara yang dinspirasikan

selama 1 menit sekitar 6L. Ventilasi volunteer maximal atau yang dahulu disebut kapasitas

pernapasan maximum adalah volume gas terbsesar yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan

selama 1 menit volunter. Pada keadaan normal, MVV berkisarkan antara 125 – 170 L/menit.7

Gambar 14. Grafik Volume Udara Pernapasan Manusia8

Otot – Otot Pernapasan

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 19

Page 20: Blok 7 - Respirasi 1

Gerakan diafrgma menyebabkan perubahan volume intratorakal sebesar 75 % selama

inpirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, membentuk

kubah di atas hepar dan bergerak ke bawah seperti piston pada saat berkontrkasi. Jarak

pergerakan diafragma berkisar antara 1.5 sampai 7 cm saat inpirasi dalam.

Diafragma terdiri atas 3 bagian : bagian kostal, dibentuk oleh serat otot yang bermula dari

iga – iga sekeliling bagian dasar rongga toraks, bagian krural, dibentuk oleh serat otot yang

bermula dari ligamentum sepanjang tulang belakang, dan tendon sentral, tempat bergabungnnya

serat – serat kostal dan krural. Serat – serat krural melintasi kedua sisi esophagus. Tendon sentral

juga mencakup bagian inferior pericardium. Bagian kostal dank rural diafragma dipersarafi oleh

bagian lain dari nervbus prenicus dan dapat berkontrkasi secara terpisah. Sebagai contoh, pada

waktu muntah dan bersendawa, tekanan intra – abdominal meningkat akibat kontrkasi serat kostal

diafragma, sedangkan serat – serat krural tetap lemas, sehingga memungkina bergeraknya

berbagai bahan dari lambung ke dalam esophagus.

Otot inspirasi penting lainya adalah muskulus interkostalis eksternus yang berjalan dari

iga ke iga secara miring kea rah bawah dan kedepan. Iga- iga berputar seolah – olah bersendi di

bagian punggung, sehingga ketika otot interkostalis eksternus berkontraksi, iga – iga

diabwahnnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar

diameter anteroposterior rongga dada. Diameter transversal boleh dikatakan tidak berubah.

Masing –masing otot interkostalis eksternus maupun diafragma dapat mempertahankan interkasi

yang kuat pada keadaan istirahat. Potongan melintang medulla spinalis di atas segmen servikalis

ketiga dapat berakibat fatal bila tidak diberikan pernapasan buatan, namun tidak demikiannya

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 20

Page 21: Blok 7 - Respirasi 1

halnya bila dilakukan pemotongan di bawah segmen servikalis ke lima, karena nerfus frenikus

yang mempersarafi diafragma tetap ututh, nerfus frenikus yang memersarafi diafragma tetap

utuh, nervus frenicus timbul dari medulla spinalis setinggi segmen servikal 3 – 5. Sebaliknya,

pada penderita dengan paralisis bilateral nervus frenikus yang mempersarafi diafragma tetap

utuh, pernapasan agak sukar tetapi cukup adekuat untuk mempertahankan hidup. Muskulus

skalenus dan sternokleidomastoideus di leher merupakan otot – otot inspirasi tambahan yang ikut

membantu mengangkat yang sukar dan dalam.

Apabila otot ekspirasi berkontrakasi, terjadi penurunan volume intratorakal dan ekspirasi

paksa. Kemampuan ini dimiliki oleh otot – otot interkostalis internus karena otot ini berjalan

miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga, sehingga pada waktu berkontrkasi akan

menarik rongga dada ke bawah, kontrkasi otot dinding abdomen anterior juga ikut membantu

proses ekspirasi dengan cara menarik iga – iga ke bawah dan ke dalam serta dengan

meningkatkan tekanan intra abdominal yang akan mendorong diafragma ke atas. 7

Pertukaran Gas

Tujuan utama bernapas adalah secara kontinyu memasuk O2 segar untuk diserap oleh

darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Darah bekerja sebagai sistem trnaspor untuk O2 dan CO2

antara paru dan jaringan, dengan sel jaringan mengekstraksi O2 dari darah dan mengeliminasi CO2

ke dalamnya.

Tekanan Parsial

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 21

Page 22: Blok 7 - Respirasi 1

Udara atmosfer adalah campuran gas : udara kering tipikal mengandung 79% nitrogen

(N2) dan 21% O2 , dengan presentasi CO2, uap H2O, gas – gas lain dan polutan hampir dapat

diabaikan. Secara keseluruhan, gas – gas ini menimbulkan tekanan atmosfer total sebesar 760

mmHg di permukaan laut. Tekanan total ini sama dengan jumlah tekanan yang disumbangkan

oleh masing – masing gas dalam campuran. Tekanan yang ditimbulkan oleh gas tertentu

berbanding lurus dengan presentasi gas tersebut dalam campuran udara total. Setiap molekul gas,

berapapun ukurannya, menimbulkan tekanan yang sama; sebagai contoh, sebuah molekul N2

menimbulkan tekanan yang sama dengan sebuah molekul O2. Karena 79% udara terdiri dari N2,

maka 79% dari 760 mmHg tekanan atmosfer, atau 600 mmHg, ditimbulkan oleh molekul –

molekul N2 , demikian juga, karena O2 membentuk 21% atmosfer, maka 21% dari 760 mmHg

tekanan atmosfer, atau 160 mmHg, ditimbulkan oleh O2. Tekanan ayng ditimbulkan secara

independen oleh masing - masing gas dalam suatu campuran gas yang disebut gas parsial, yang

dilambangkan oleh Pgas, Karena itu, tekanan parsial O2 dalam udara atmosfer , PO2 , normalnya

160 mmHg. Tekanan parsial CO2 atmosfer, PCO2, hampir dapat diabaikan (0.23 mmHg).

Gas – gas yang larut dalam cairan misalnya darah / cairan tubuh lain juga menimbulkan

tekanan parsial. Semakin besar tekanan parsial suatu gas dalam cairan, semakin banyak gas

tersebut terlarut.

Gradien Tekanan Parsial

Perbedaan tekanan parsial antara darah kapiler dan struktur sekitar dikenal dengan nama

gradient tekanan parsial. Terdapat gradient tekanan parsial antara udara alveolus dan darah

kapiler paru. Demikian juga terdapat gradient tekanan parsial antara darah kapiler sistemik dan

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 22

Page 23: Blok 7 - Respirasi 1

jaringan sekitar. Suatu gas selalu berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari daerah

dengan tekanan parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial rendah, serupa dengan difusi

menuruni gradient konsentrasi.

PO2 dan PCO2 Alveolus

Komposisi udara alveolus tidak sama dengan komposisi udara atmosfer karena dua

alasan. Pertama, segere setelah udara atmosfer masuk ke saluran napas, pajanan ke saluran napas

yang lembab menyebabkan udara tersebut jenuh dengan H2O. Seperti gas lainnya, uap air

menimbulkan tekanan parsial. Pada suhu tubuh, tekanan parsial H2O adalah 47 mmHg.

Humidifikasi udara yang dihirup ini pada hakekatnya “mengencerkan” tekanan parsial gas – gas

inspirasi sebesar 47 mmHg. Karena jumlah tekanan – tekanan parsial harus sama dengan 760

mmHg. Dalam udara lembab, PH2O = 47 mmHg, PN2 = 53 mmHg dan PO2 = 150 mmHg.

Kedua PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2 atmosfer karena udara segar yang masuk

bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa dalam paru dan dalam ruang rugi pada

akhir ekspirasi sebelumnya. Pada akhir inspirasi, kurang dari 15% udara di alveolus adalah udara

segar. Akibatnya pelembapan dan logis jika kita berpikir bahwa PO2 akan meningkat selama

inspirasi karena datangnya udara segarb dan menurun selama ekspirasi. Namun fluktuasi yang

terjadi kecil saja karena dua sebab. Pertama, hanya sebagian kecil dari udara alveolus total yang

dipertukarkan setiap kali bernapas. Volume udara inpirasi kaya O2 yang relative lebih kecil cepat

bercampur dengan volume udara alveolus yang tersisa dengan jumlah yang jauh lebih banyak.

Karena itu, O2 udara inspirasi hanya sedikit meningkatkan kadar PO2 alveolus total. Bahkan

peningkatan PO2 yang kecil ini berkurang oleh sebab lain. Oksigen secara terus menerus

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 23

Page 24: Blok 7 - Respirasi 1

berpindah melalui difusi pasif menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah.

O2 yang tiba di alveolus dalam udara yang baru diinpirasikan hanya mengganti O2 yang berdifusi

keluar alveolus masuk ke kapiler paru. Karena itu, PO2 alveolus relative konstan pada setiap 100

mmHg sepanjang siklus pernapasan. Karena PO2 darah paru seimbang dengan PO2 alveolus, maka

PO2 darah yang meninggalkan paru juga cukup konstan pada nilai yang sama ini. Karena itu,

jumlah O2 dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi sedikit selama siklus

pernapasan.

Situasi serupa namun terbalik terjadi pada CO2. Karbon dioksida yang secara . secara tetap

ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, CO2 berdifusi menuruni

gradient tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan kemudia dikeluarkan dari tubuh

sewaktu ekspirasi. Seperti O2, PCO2 alveolus relative tetap konstan sepanjang siklus pernapasan

tetapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu 40 mmHg.

Gradien PO2 dan PCO2 Menembus kapiler paru

Sewaktu melewati paru, darah mengambil O2 dan menyerahkan CO2 hanya dengan difusi

menuruni gradient tekanan parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Ventilasi secara terus

menerus menggantikan O2 alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradient tekanan parsial

antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk ke kapiler paru adalah darah vena

sistemik yang dipompa ke dalam paru melalui arteri – arteri paru. Darah ini yang beru kembali

dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2 dengan PO2 40 mmHg dan relative kaya CO2 dengan

PCO2 46 mmHg. Sewaktu mengalir melalui kapiler paru, darah ini terpajan ke udara alveolus.

Karena PO2 alveolus 100 mmHg adalah lebih tinggi daripada PO2 40 mmHg di darah yang masuk

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 24

Page 25: Blok 7 - Respirasi 1

paru, maka O2 berdifusi menuruni gradient tekanan parsialnnya dari alveolus ke dalam darah

sampai tidak lagi terdapat gradien. Sewaktu meninggalkan kapiler paru, darah memiliki

Gradien tekanan parsial untuk CO2 memiliki arah berlawanan. Darah yang masuk ke ,

dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus sampai PCO2 darah seimbang dengan PCO2

alveolus. Karena itu, darah yang meninggalkan paru memiliki PCO2 40 mmHg. Setelah

meninggalkan paru, darah yang kini memiliki PO2 100 mmHg dan PCO2 40 mmHg kembali ke

jantung, kemudian dipompa ke jaringan tubuh sebagai darah arteri sistemik.

Perhatikan bahwa darah yang kembali ke paru dari jaringan tetap mengandung O2 dan bahwa

darah yang meninggalkan paru tetap mengandung CO2. Tambahan O2 yang dibawa oleh darah

melebihi jumlah normal yang diserahkan ke jaringan mencerminkan cadangan O2 yang dapat

segera diambil oleh sel – sel jaringan seandainya kebutuhan O2 meningkat. CO2 yang tersisa di

darah bahkan setelah darah melewati paru berperan penting menjaga keseimbangan asam basa

tubuh, karena CO2 menghasilkan asam karbonat. Selain itu, PCO2 arteri penting untuk

merangsang pernapasan. Mekanisme ini akan dibahas kemudian.

Jumlah O2 yang diserap paru menyamai jumlah yang diekstraksi dan digunakan dalam jaringan.

Ketika jaringan melakukan metabolism secara lebih aktif, maka jaringan mengesktrak lebih

banyak O2 dari darah, mengurangi PO2 vena sistemik lebih rendah daripada 40 mmHg – sebagai

contoh, ke PO2 30 mmHg. Ketika darah ini kembali ke paru, terbentuk gradien PO2 yang lebih

besar daripada normal antara darah yang bru datang dan udara alveolus. Perbedaan PO 2 antara

alveolus dan darah kini mencapai 70 mmHg, dibandingkan gradient PO2 normal yaitu 60 mmHg.

Karena itu lebih banyak O2 berdifusi dari alveolus ke dalam darah menuruni gradient tekanan

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 25

Page 26: Blok 7 - Respirasi 1

parsial yang lebih besar sebelum PO2 darah sama dengan PCO2 alveolus. Penambahan transfer O2

ke dalam darah ini menggantikan peningkatan jumlah O2 yang dikonsumsi, sehingga penyerapan

O2 menyamai pemakaian O2 meskipun konsumsi O2 meningkat. Pada saat yang sama ketika lebih

banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah karena peningkatan gradient tekanan

parsial, ventilasi juga dirangsang sehingga O2 lebih cepat masuk ke dalam alveolus dari udara

atmosfer untuk menggantikan O2 yang berdifusi ke dalam darah. Demikian juga, jumlah CO2

yang dipindahkan ke alveolus dari darah menyamai jumlah CO2 yang diserap di jaringan.

Faktor di luar gradient tekanan parsial mempengaruhi kecepatan pemindahan gas

1. Efek Luas Permukaan Gas Selama Pertukaran Udara

Selama olah raga, luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran dapat ditingkatkan

secara fisiologis untuk meningkatkan pemindahan gas. Bahkan dalam keadaan istirahat,

sebagaian dari kapiler paru biasanya tertutup, akrena tekanan sirkulasi paru yang rendah biasanya

tidak dapat menjaga semua kapiler tetap terbuka. Selama olahraga, saat tekanan darah paru

meningkat karena bertambahnya curah jantung, banyak dari kapiler paru yang semula terttutup

menjadi terbuka. Hal ini meningkatkan luas permukaan darah yang tersedia untuk pertukaran.

Selain itu, membrane alveolus lebih teregang daripada normalnya selama olahraga karena volume

alun napas yang lebih besar. Peregangan ini menambah luas permukaan alveolus dan mengurangi

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 26

Page 27: Blok 7 - Respirasi 1

ketebalan membrane alveolus. Secara kolektif, perubahan – perubahan ini mempercepat

pertukaran gas selama olah raga.

2. Efek Ketebalan Pada Pertukaran Gas

Kurang adekuatnya pertukaran gas juga dapat terjadi akibat ketebalan sawar yang

memisahkan udara dan darah bertambah secara patologis. Dengan bertambahnya ketebalan,

kecepatan pemindahan gas berkurang karena gas memerlukan waktu waktu lebih lama untuk

berdifusi menembus ketebalan yang lebih besar. Ketebalan meingkat pada edema paru, akumulasi

berlebihan cairan interstitium antara alveolus dan kapiler paru akibat peradangan paru atau gagal

jantung kiri fibrosis paru yaoti penggantian jaringan paru oleh jaringan ikat tebal sebagai respons

terhadap iritasi kronik tertentu dan pneumonia yang ditandai oleh akumulasi cairan peradangan di

dalam atau sekitar alveolus. Pneumonia umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus pada

paru, tetapi hal ini juga dapat disebabkan oleh aspirasi tak sengaja (tersedak) makanan,

muntahan, atau bahan kimia.

3. Efek Koefisien Difusi Pada Pertukaran Gas

Kecepatan pemindahan gas berbanding lurus dengan koefisien difusi (D), suatu konstanta

yang berkaitan dengan kelarutan gas tertentu di jaringan paru dengan berat molekulnya.

Koefisien CO2 adalah 20 kali O2 karena CO2 jauh lebih mudah larut dalam jaringan tubuh

dibandingkan O2. Karena itu, kecepatan difusi CO2 menembus membrane pernapasan 20 kali

lebih cepat dibandingkan O2 untuk gradien tekanan parsiel yang sama. Perbedaan dalam koefisien

difusi ini dalam keadaan normal mengimbangi perbedaan dalam gradient tekanan parsial yang

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 27

Page 28: Blok 7 - Respirasi 1

terdapat untuk O2 dan CO2 menembus membran kapiler alveolus. Gradien tekanan parsial CO2

adalah 6 mmHg, dibandingkan dengan gradient O2 sebesar 60 mmHg.

Dalam keadaan normal, jumlah O2 dan CO2 yang dipertukarkan hampir sama – senilai respiratory

quotient. Meskipun darah dalam volume tertentu menghabiskan waktu tiga perempat detik

melewati jaringan kapiler paru, namun PO2 dan PCO2 telah mengalami penyeimbangan dengan

tekanan parsial alveolus pada saat darah tersebut baru melintasi sepertiga panjang kapiler paru,

namun PO2 dan PCO2 telah mengalami penyeimbangan dengan tekanan parsial alveolus pada saat

darah tersebut baru melintasi sepertiga panjang kapiler paru. Hal ini berarti bahwa paru dalam

keadaan normal memiliki cadangan difusi yang besar, suatu kenyataan yang menjadi sangat

penting ketika olahraga berat. Waktu yang dihabiskan oleh darah dalam transit di kapiler paru

berkurang seiring dengan meningkatnya aliran darah paru akibat peningkatan curah jantung yang

menyertai olahraga. Bahkan dengan waktu yang lebih sedikit untuk pertukaran, PO2 dan PCO2

darah normalnya dapat seimbang dengan kadar di alveolus karena cadangan difusi paru

meningkat.1

“Surfaktan” Tegangan Permukaan dan Pengempisan Paru

Permukaan air juga berusaha untuk berkontraksi untuk mendorong udara keluar dari

alveoli melalui bronki, dan dalam melakukan hal ini, juga menyebabkan alveoli (dan ruang udara

lainnya dalam paru) berusaha untuk mengempis. Karena hal ini terjadi pada semua ruang udara

paru, maka efek akhirnya akan menyebabkan daya kontraksi elastis di seluruh paru, yang disebut

daya elastis tegangan permukaan.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 28

Page 29: Blok 7 - Respirasi 1

Surfaktan merupakan bahan akatif permukaan, yang berarti bahwa ketika bahan ini

meliputi seluruh permukaan cairan, maka surfaktan akan sangat menurunkan tegangan

permukaan, surfaktan disekresikan oleh sel-sel epitel khusus yang menykrsei surfaktan, dan kita-

kira merupakan 10 persen dari sleuruh daerah permukaan alveoli. Sel-sel ini berbentuk granular,

mengandung inti lipid, disebut sel epitel alveolus tipe II.

Surfaktan merupakan campuran kompleks dari beberapa fisgolipd , preotein, dan ion-ion.

Komponen yang paling penting adalah fosfolipid dipalmitoilfofatidilkolim, surfaktan apoprotein,

dan ion kalsium. Dipalmiyoilfosfatidilkolin, bersama dengan beberapa fosfolipid yang kurang

penting lainnya, bertanggung jawab untuk menurunkan tegangan permukaan, zat-zat ini tidak

terlarut dalam carian; sebaliknya, malah menyebar ke seluruh permukaan alveoli, karena salah

satu bagian dari setiap molekul fosfolipid bersifat hirdofilik dan terlarut dalam air yang melapisi

alveoli, sedangkan bagian lemak dari molekul ini bersifat hidrofobik dan lebih mengarah ke

udara, sehingga membentuk permukaan hidrofobik lipid yang berkontak dengan udara.

Permukaan ini memiliki besar tegangan permukaan pada permukaan air murni; jumlah tepatnya

bergantung pada konsentrasi dan oreientasi molekul surfaktan pada permukaan. Arti penting dari

apoprotein surfaktan dan ion kalsium adalah bahwa bila kedua zat ini tidak ada, maka

dipalmitoilfosfatidilkolim akan menyebar secara lambat ke seluruh permukaan carian sheingga

tidak dapat berfungsi secara efektif.

Dari segi kuantitatif, tegangan permukaan pada berbagi carian yang berbeda kurang lebih adalh

sebagai berikut: air murni, 72 dyne/cm; cairan normal yang melapisi alveoli tetapi tanpa

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 29

Page 30: Blok 7 - Respirasi 1

surfaktan, 50 dyne/cm; cairan yang melapisi alveoli dengan diliputi oleh surfaktan, antara 5

sampai 30 dyne/cm.

Tekanan pengempisan yang timbul di albeoli secara nerlawanan diperngaruhi oleh radius

albeolus, yang berarti bahwa semakin kecil alveolus, maka semakin besar tekanan pengempisan

yang terjadi. Jadi, bila alveoli memiliki radius setengah dari normal, hanya 50 bahkan 100

mirkometer, maka tekanan pengempisan yang tercart diatas menjadi dua kali lipat. Peran

surfaktan, saling ketergantungan, dan jaringan fibrosa paru dalam menstabilkan ukuran alveoli.

Sekarnag, mari kita liat apa yang akan terjadi hika banyak albeoli dalam paru menjadi sangat

kecil dan yang lainnya menjadi sangat besar. Kecenderungan olaps dari alveoli yang berukuran

lebih kecil akan lebih besar daripada yang terjadi pada alveoli dengan ukrudan lebih besar. Oleh

karena itu, alveoli yang lebih kecil secara teoretis akan cenderung kolaps, lalu volumenya dalam

paru akan menurun, dan hilangnya volume ini dalam bagian paru akan menyebabkan

pengembangan alveoli yang lebih besar. Ketika alveoli yang lebih kecil menjadi semakin kecil

maka kecenderungan kolapsnya akan menjadi lebih besar menjadi lebih kecil. Oleh karena itu,

secara teoretis, semua alveoli yang lebih kecil akan kolaps secara total, dan hal ini akan

mendorong alveoli yang lebih besar untuk tetap berukuran lebih besar. Fenomena ini disebut

ketidakstabilan alveoli.

Pada prakteknya, fenomena ketidakstabilan alveoli ini tidak terjadi pada paru-paru

normal, walaupun hal tersebut dapat terjadi pada keadaan-keadaan khusus, seperti ketika

surfaktan dalam cairan alveolus jumlahnya sedikit sekali, dan pada waktu yang bersamaan

volume paru juga menurun. Terdapat beberapa alasan mengapa ketidakstabilan ini tidak terjadi

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 30

Page 31: Blok 7 - Respirasi 1

pada paru paru yang normal. Salah satunya adalah fenomena yang disebut saling ketergantungan

antara alveoli, duktus alveolus, dan ruang udara ain yang berdekatan. Artinya, setiap ruangan ini

saling berhubungan dengan ruang yang lain sedemikian rupa sehingga alveolus besar biasanya

tidak dapat berada berdekatan dengan alveolus kecil karena mereka memiliki dinding septal yang

sama. Ini adalah fenomena saling ketergantungan.

Alasan kedua mengapa ketidak stabilan ini tidak terjadi adalah, bahwa karena paru

dibangun oleh sekita 50.000 unit fungsional, yang masing-masing mengandung satu atau

beberapa duktus alveolus dan alveolinya yang berkaitan. Semua ini dikelilingi oleh septa fibrosa

yang menembus dari permukaan paru ke dalam parenkim paru. Jaringan fibrosa ini bekerja

sebagai penyangga tambahan.9

Komponen Kontrol Saraf Pada Respirasi

Neuron Inspirasi Dan Ekspirasi Di Pusat Medula

Kita menghirup dan menghembuskan napas secara ritmis karena kontrkasi dan relaksasi

bergantian otot – otot inspirasi yaitu diafragma dan otot interkostal eksternal, yang masing –

masing disarafi oleh saraf frenikus dan saraf interkostal. Badan – badansel dari serat – serat saraf

yang membentuk saraf ini terletak di medulla spinalis. Impuls yang berasal dari pusat di medulla

berakhir di badan – badan sel neuron motorik ini. Ketika neuron motorik diaktifkan maka neuron

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 31

Page 32: Blok 7 - Respirasi 1

tersebut sebaliknya mengaktifkan otot – otot pernapasan, menyebabkan inspirasi; ketika neuron –

neuron ini tidak menghasilkan impuls maka otot inspirasi melemas dan berlangsunglah ekspirasi.

Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai

kelompok repiratorik dorsal dan kelompok repiratorik ventral.

Kelompok respiratorik dorsal (KRD) terutama terdiri dari neuron inpiratorik yang serat –

serat desendens berakhir di neuron motorik yang menyarafi otot inspirasi. Ketika neuron

– neuron KRD ini melepas muatan maka terjadi inspirasi, ketika mereka tidak

menghasilkan sinyal terjadilah ekspirasi. Ekspirasi diakhiri karena neuron – neuron

inpiratorik kembali mencapai ambang dan melepaskan muatan. KRD memiliki

hubungan penting dengan kelompok respiratorik ventral.

Kelompok respiratorik ventral (KRV) terdiri dari neuron inspiratorik dan neuron

respiratorik yang keduanya tetap inaktif selama bernapas normal tenang. Bagian ini

diaktifkan oleh KRD sebagai mekanisme penguat selama periode – periode saat

kebutuhan akan ventilasi meningkat. Hal ini terutama penting pada ekspirasi aktif.

Selama bernapas tenang tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur desendens oleh neuron

ekspiratorik. Hanya ketika ekspirasi aktif barulah neuron ekspiratorik merangsang

neuron motorik yang menyarafi otot – otot ekspirasi. Selain itu, neuron – neuron

inspiratorik KRV, ketika dirangsang KRD, memacu aktivitas inspirasi ketika kebutuhan

akan ventilasi tinggi.

Pembentukan Irama Pernapasan

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 32

Page 33: Blok 7 - Respirasi 1

Selama itu KRD umumnya dianggap menghasilkan irama dasar ventilasi. Namun

pembentukan irama pernapasan sekarang secara luas dipercayai terletak di kompleks

prebotzinger, suatu rgio yang terletak dekat dengan ujung atas (kepala) pusat respiratorik

medulla. Sesuatu anyaman neuron di region ini memperlihatkan aktivitas pemacu, mengalami

potensial aksi spontan serupa dengan yang terjadi di nodus SA jantung. Para ilmuan percaya

bahwa kecepatan neuron inspiratorik KRD melepaskan muatan secara beirama didorong oleh

masukan sinaptik dari kompleks ini.

Pengaruh dari Pusat Pneumostatik dan Apneustik

Pusat pernapasan di pons melakukan “penyesuain halus” terhadap pusat di medula untuk

membantu menghasilkan inspirasi dan ekspirasi yang lancer dan mulus. Pusat pneumostatik

mengirim impuls ke KRD yang membantu “memadamkan” neuron – neuron inpiratorik sehingga

durasi inspirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apneustik mencegah neuron – neuron inspiratorik

dipadamkan, sehingga dorongan inspirasi meningkat. Dengan sistem check and balance ini, pusat

pneumostatik mendominasi pusat upneustik, membantu menghentikan inspirasi dan membiarkan

ekspirasi terjadi secara normal. Tanpa rem pneumostatik ini, pola bernapas akan berupa tarikan

napas panjang yang terputus mendadak dan singkat oleh ekspirasi. Pola bernapas yang abnormal

ini dikenal sebagai upnuapnustik. Apnusis, karena itu, pusat yang mendorong tipe bernapas ini

disebut pusat apnustik. Apnusis terjadi pada jenis tertentu kerusakan otak berat.

Refleks Hearing – Breuer

Ketika volume alun napas besar (lebih dari 1 liter), misalnya sewaktu olahraga, reflex

hearing breuer terpicu untuk mencegah inflasi paru berlebihan. Reseptor regang paru di lapisan

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 33

Page 34: Blok 7 - Respirasi 1

otot polos saluran napas yang besar. Potensial aksi dari reseptor – reseptor regang ini merambat

melalui serat saraf aferen ke pusat medulla dan menghambat neuron inpiratorik. Umpan balik

negative dari paru yang sangat teregang ini membantu menghentikan inspirasi tepat sebelum paru

mengalami pengembangan berlebihan.1

Faktor yang Mempengaruhi Pernapasan

Pengaruh Aktivitas Fisik

Berbagai mekanisme kardiovaskular dan pernapasan harus bekerja secara terpadu untuk

memenuhi kebutuhan O2 jaringan aktif dan mengeluarkan CO2 beserta panas saat melakukan

aktivitas fisik. Perubahan sirkulasi meningkatkan aliran darah ke otot, sambil mempertahankan

sirkulasi yang adekuat di bagian tubuh lain. Selain itu, ambilan O2 dari darah di otot yang bekerja

akan meningkat, dan ventilasi jugaa meningkat sehingga sejumlah O2 tambahan akan tersedia,

dan sebagian panas serta kelebihan CO2 dapat dikeluarkan.

Perubahan Ventilasi

Saat beraktivitas, jumlah O2 yang memasuki aliran darah di paru meningkat karena

adanya kenaikan jumlah O2 yang ditambahkan pada tiap satuan darah dan bertambahnya aliran

darah paru per menit. PO2 darah yang mengalir ke dalam kapiler paru menurun dari 40 menjadi

25 mm Hg atau kurang sehingga gradient PO2 alveolus-kapiler meningkat dan lebih banyak O2

yang masuk ke dalam darah.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 34

Page 35: Blok 7 - Respirasi 1

Aliran darah per menit meningkat dari 5,5 L/menit menjadi 20-35 L/menit. Dengan demikian,

jumlah O2 total yang memasuki darah juga bertambah, dari 250 L/menit saat istirahat menjadi

4000 L/menit. Jumlah CO2 yang dikeluarkan dari tiap satuan darah meningkat dan ekskresi CO2

meningkat dari 200 mL/menit menjadi 8000 mL/menit. Peningkatan ambilan O2 sebanding

dengan beban kerja yang dilakukan, sampai tercapainya batas maksimum. Di atas batas

maksimum, konsumsi O2 menetap dan kadar asam laktat darah terus meningkat. Laktat berasal

dari otot dengan resistensis aerobic cadangan energi yang tidak dapat mencukupi penggunaannya

sehingga terjadi utang oksigen.

Ventilasi meningkat tiba-tiba begitu aktivitas fisik mulai dilakukan, dan setelah suatu periode

jeda singkat, akan diikuti oleh peningkatan yang bertahap. Pada aktivitas fisik sedang, kenaikan

ventilasi terutama disebabkan oleh peningkatan kedalaman pernapasan, dan diikuti oleh

peningkatan frekuensi pernapasan bila aktivitas fisik lebih berat. Ventilasi mendadak berkurang

saat aktivitas fisik berhenti, dan setelah jeda singkat akan diikuti oleh penurunan bertahap ke nilai

sebelum latihan. Peningkatan mendadak pada awal aktivitas fisik kemungkinan disebabkan oleh

rangsang psikis dan impuls aferen dari proprioseptor di otot, tendo, dan sendi. Peningkatan yang

bertahap kemungkinan disebabkan oleh faktor humoral, walaupun selama aktivitas fisik sedang,

pH, PCO2, dan PO2 darah arteri tetap tidak berubah.

Peningkatan ventilasi sebanding dengan peningkatan konsumsi O2, namun mekanisme yang

mendasari perangsangan pernapasan masih menjadi perdebatan. Adanya peningkatan suhu tubuh

juga dapat memainkan peranan. Aktivitas fisik meningkatkan kadar K+ plasma, dan peningkatan

ini dapat merangsang kemoreseptor perifer. Selain itu, kepekaan neuron-neuron yang mengontrol

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 35

Page 36: Blok 7 - Respirasi 1

respons terhadap CO2 dapat meningkat. Fluktuasi respiratorik PCO2 darah arteri juga dapat

meningkat sehingga, meskipun PCO2 rata-rata darah arteri tidak meningkat, CO2-lah yang

berperan pada peningkatan ventilasi. O2 tampaknya juga berperan, meskipun tidak terdapat

penurunan PO2 darah arteri karena ketika suatu beban kerja tertentu dilakukan sambil bernapas

dengan 100% O2, peningkatan ventilasi yang terjadi lebih rendah 10-20% dibandingkan

peningkatan ventilasi saat bernapas dengan udara biasa. Jadi, tampaknya kombinasi berbagai

faktor berperan pada terjadinya peningkatan ventilasi saat melakukan aktivitas fisik sedang.

Jika aktivitas fisik diperberat, pendaparan jumlah asam laktat yang semakin banyak terbentuk

menghasilkan lebih banyak CO2, dan ini selanjutnya menyebabkan peningkatan ventilasi. Dengan

bertambahnya produksi asam laktat, peningkatan ventilasi dan pembentukan CO2 tetap

berimbang sehingga CO2 alveolus dan darah arteri hampir tidak berubah (pendaparan isokapnia).

Oleh adanya hiperventilasi, PO2 alveolus akan meningkat. Dengan bertambahnya akumulasi asam

laktat, peningkatan ventilasi melampaui pembentukan CO2 sehingga PCO2 alveolus dan PCO2

darah arteri berkurang. Penurunan PCO2 darah arteri merupakan kompensasi pernapasan pada

asidosis metabolic yang terjadi akibat kelebihan asam laktat. Peningkatan ventilasi tambahan

akibat asidosis bergantung pada glomus karotikus dan hal ini tidak terjadi bila glomus karotikus

diangkat.

Frekuensi pernapasan setelah aktivitas fisik dihentikan tidak akan mencapai nilai basal sampai

utang O2 dilunasi. Keadaan ini dapat berlangsung hingga 90 menit. Rangsangan untuk ventilasi

setelah beraktivitas fisik bukanlah PCO2 darah arteri, yang biasanya normal atau rendah, maupun

PO2 darah arteri, yang umumnya normal atau tinggi, namun melalui peningkatan konsentrasi H+

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 36

Page 37: Blok 7 - Respirasi 1

akibat asidemia laktat. Besar utang O2, setara dengan jumlah konsumsi O2 di atas konsumsi basal

mulai dari saat berhentinya aktivitas fisik sampai kembalinya tingkat konsumsi O2 ke nilai

sebelum beraktivitas. Sewaktu utang O2 dilunasi, konsentrasi O2 di mioglobin otot sedikit

meningkat. ATP dan fosforilkreatin disintesis kembali, dan asam laktat berkurang. Sekitar 80%

asam laktat diubah menjadi glikogen dan 20% sisanya dimetabolisme menjadi CO2 dan H2O.

Perubahan di Jaringan

Penyerapan O2 maksimum saat beraktivitas fisik dibatasi oleh kecepatan maksimum

pengangkutan O2 menuju mitokondria di otot yang sedang bekerja. Namun, pada keadaan normal

keterbatasan ini bukan disebabkan oleh kekurangan ambilan O2 di paru, dan hemoglobin dalam

darah arteri tetap tersaturasi meskipun sedang melakukan aktivitas fisik berat.

Saat beraktivitas fisik, otot yang bekerja menggunakan lebih banyak O2 sehingga PO2 jaringan

dan PO2 darah vena dari otot yang aktif turun sampai mendekati nol. Difusi O2 dari darah ke

jaringan bertambah sehingga PO2 darah di otot berkurang, dan dilatasi jalinan kapiler yang

terbuka, jarak rata-rata antara darah dengan sel jaringan sangat berkurang. Hal ini memudahkan

pergerakan O2 dari darah ke sel. Pada kisaran PO2 di bawah 60 mmHg, kurva disosiasi

hemoglobin-oksigen berada pada bagian curam sehingga untuk setiap penurunan 1 mmHg pada

PO2 akan tersedia relatif banyak O2.

Sejumlah O2 akan bertambah pula karena adanya akumulasi CO2 dan peningkatan suhu di

jaringan yang aktif-dan mungkin pula karena terdapat peningkatan 2,3-BPG di dalam sel darah

merah—kurva disosiasi bergeser ke kanan. Hasil akhirnya adalah peningkatan ekstraksi O2 tiga

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 37

Page 38: Blok 7 - Respirasi 1

kali dari setiap satuan darah. Karena peningkatan ini disertai dengan 30 kali peningkatan aliran

darah atau lebih, laju metabolism di otot dapat bertambah 100 kali lipat saat beraktivitas fisik.

Toleransi Olahraga dan Kelelahan

Toleransi olahraga memiliki dimensi waktu dan intensitas. Contohnya, seorang pria muda

bugar dapat menghasilkan daya listrik pada sebuah sepeda sekitar 700 watt untuk 1 menit, 300

watt untuk 5 menit, dan 200 watt untuk 40 menit. Selama ini dikatakan bahwa faktor-faktor yang

membatasi kinerja dalam berolahraga adalah kecepatan penyaluran O2 ke jaringan atau kecepatan

masuknya O2 ke dalam tubuh melalui paru. Faktor-faktor ini berperan, tetapi faktor lain juga

berperan dan olahraga akan berhenti jika perasaan lelah (fatigue) berkembang menjadi perasaan

payah (exhaustion). Kelelahan terjadi sebagian akibat terbombardirnya otak oleh impuls saraf

dari otot, dan penurunan pH darah akibat asidosis laktat juga menyebabkan orang merasa lelah.

Hipoksia

Hipoksia adalah kekurangan O2 di tingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat bila

dibandingkan dengan anoksia karena ketiadaan O2 di jaringan jarang dijumpai. Secara umum,

hipoksia dibagi dalam empat jenis. Berbagai klasifikasi lain telah digunakan, tetapi sistem empat-

jenis ini tetap sangat berguna bila definisi tiap-tiap istilah tetap diingat. Keempat kategori

hipoksia adalah sebagai berikut :

1. Hipoksia hipoksis (anoksia anoksis), yaitu bila PO2 darah arteri berkurang.

2. Hipoksia anemik, yaitu bila PO2 darah arteri normal namun jumlah hemoglobin yang

tersedia untuk mengangkut O2 berkurang.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 38

Page 39: Blok 7 - Respirasi 1

3. Hipoksia stagnan atau iskemik, yaitu bila aliran darah ke jaringan tidak cukup, meskipun

PO2 dan konsentrasi hemoglobin normal, dan

4. Hipoksia histotoksik, yaitu bila jumlah O2 yang dihantarkan ke jaringan memadai, namun

oleh karena kerja suatu agen toksik, sel jaringan tak mampu menggunakan O2 yang

diberikan.

Pengaruh Hipoksia Terhadap Sel

Hipoksia menyebabkan pembentukan faktor transkripsi. Faktor ini terdiri atas subunit alfa

dan beta. Pada jaringan yang mendapat oksigenasi normal, subunit alfa cepat mengalami

ubikuitinisasi dan dihancurkan. Namun, disel yang hipoksik, faktor alfa mengalami dimerisasi

bersama faktor beta, dan dimer ini mengaktifkan gen yang menghasilkan faktor angiogenik dan

eritropoietin. Banyak sel kanker yang mengalami hipoksia, dan perhatian banyak ditujukan pada

cara agar dapat memanipulasi HIF untuk mematikan sel kanker.

Pengaruh Hipoksia Terhadap Otak

Pengaruh hipoksia stagnan bergantung pada jaringan yang terkena. Pada hipoksia

hipoksik dan bentuk hipoksia umum lain, otaklah yang pertama kali terpengaruh. Contoh,

penurunan mendadak PO2 udara inspirasi sampai lebih rendah dari 20 mmHg, saat tekanan hilang

mendadak di dalam kabin pesawat terbang pada ketinggian di atas 16.000 m, menyebabkan

hilangnya kesadaran dalam 10-20 detik disusul dengan kematian dalam waktu 4-5 menit.

Hipoksia yang tidak terlalu berat menimbulkan berbagai gangguan mental yang tidak berbeda

dengan kelainan akibat alcohol, gangguan dalam mengambil keputusan, mengantuk,

berkurangnya kepekaan terhadap nyeri, rasa gembira, disorientasi, hilangnya orientasi waktu dan

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 39

Page 40: Blok 7 - Respirasi 1

sakit kepala. Gejala lain mencakup anoreksia, mual, muntah, takikardia dan, pada hipoksia berat,

dijumpai hipertensi. Kecepatan ventilasi meningkat setara dengan derajat keparahan hipoksia di

sel kemoreseptor karotis.

Rangsangan Pernapasan

Dispnea didefinisikan sebagai proses pernapasan yang sulit atau berat pada subjek secara

sadar merasakan sesak napas. Hiperpnea adalah istilah umum untuk peningkatan frekuensi atau

kedalaman pernapasan, tanpa memperhatikan sensasi subjektif penderia. Takipnea adalah

pernapasan cepat dan dangkal. Pada umumnya, individu normal tidak menyadari perubahan

pernapasannya meskipun besar ventilasi meningkat dua kali, dan bernapas masih dirasakan

nyaman sampai ventilasi bertambah 3-4 kali lipat. Ada tidaknya rasa tidak nyaman pada suatu

tingkatan ventilasi nampaknya juga bergantung pada berbagai faktor lain. Hiperkapnia dan

hipoksia (walaupun lebih jarang) menyebabkan dispnea. Faktor lain adalah usaha yang terlibat

dalam pergerakan udara ke dalam dan keluar paru (kerja pernapasan).

Pengaruh Perubahan Tekanan

Makin tinggi dari permukaan laut, tekanan makin rendah tetapi komposisi gas sama, hanya

saja tekanannya yg berubah menjadi semakin rendah. Pada ketinggian 3000m / 10000 kaki, P O

itu ± 60 mmHG menyebabkan meningkatnya rangsang ventilasi disertai hiperventilasi

menyebabkan alkalosis respitatorik. Ketinggian lebih dari 3700 m, menyebabkan euphoria dan

mudah marah. Ketinggian 5500 m menyebabkan hipoksia berat yang berdampak muscle twitch,

penurunan kesaran dan penurunan tekanan darah. Ketinggian 6100 m menyebabkan gangguan

sistem saraf pusat yang berdampak kejang – kejang dan kehilangan kesadaran.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 40

Page 41: Blok 7 - Respirasi 1

Asam Basa Garam

Alkalosis respitatorik BHCO / H CO = N / adalah keadaan yang menyebabkan

meningkatnya laju / kedalaman pernapasan / keduanya, contohnya demam, suhu tinggi, gangguan

sistem saraf pernapsan yang berdampak hiperventilasi, hipoksia dan keracunan Sali silat taraf

awal. Pada pendaki gunung yang tinggi dapt menyebabkan hiperpnoe. 7

Mekanisme Pembentukan Suara

Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk menghasilkan

kualitas suara yang baik yaitu sistem pernapasan, laring dan traktus vokalis supraglotis. Sistem

respirasi berperan sebagai pompa yang menghasilkan aliran udara konstan dan terus-menerus

melalui glotis. Hal ini didukung oleh otot-otot dada, perut dan diafragma yang berperan dalam

pernapasan. Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks terdiri dari tulang dan

beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakkan pita suara. Traktus vokalis

supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat penting karena suara yang dibentuk pada

tingkat pita suara akan diteruskan melewati traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara

dimodifikasi oleh beberapa struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum, dan dinding

faring), hidung dan sinus.

Organ tersebut berfungsi sebagai artikulator dan resonator. Pembentukan suara

merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara

respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring

diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 41

Page 42: Blok 7 - Respirasi 1

resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar

yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting

dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan

tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk :

Teori Myoelastik – Aerodinamik.

Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung

menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika

vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari

otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara

ruang subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah

glotis terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara

otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali

pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara

ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat

(kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan myoelastik

bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif pada

dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan kembali ke posisi semula (adduksi) sampai

tekanan udara ruang subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali.

Teori Neuromuskular.

Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari getaran plika

vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 42

Page 43: Blok 7 - Respirasi 1

otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan

banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri

menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien dengan

paralisis plika vokalis bilateral). 8

Mekanisme Menelan

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ

yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan

ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30

pasang otot menelan.

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam

lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi

kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase

esophageal.

Fase oral

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan

oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk

bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara

disadari. Proses ini bertahan kira-kira 0.5 detik.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 43

Page 44: Blok 7 - Respirasi 1

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah

otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletakkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah

berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian

anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus pharinx anterior, uvula dan dinding posterior pharinx

sehingga menimbulkan refleks phrinx. Arkus pharinx terangkat ke atas akibat kontraksi musculus

palato faringeus (N. IX, N.X dan N.XII).

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial N.V2 dan N. V.3 sebagai

serabut afferen (sensorik) dan N.V, N.VII, N.IX, N.X, N.XI, N.XII sebagai serabut efferen

(motorik).

Fase Faringeal

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus

palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :

1. Musculus tensor veli palatini (N.V) dan musculus Levator veli palatini (N.IX, N.X dan

N.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas

dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

2. Musculus genioglosus (N.XII, cervikal 1), musculus aryepiglotika (N.IX,N.X) musculus

crikoarytenoid lateralis (N.IX,N.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga

laring tertutup.

3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi musculus

stylohioid, (N.VII), musculus Geniohioid, musculus tirohioid (N.XII dan N.cervikal I).

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 44

Page 45: Blok 7 - Respirasi 1

4. Kontraksi musculus konstriktor faring superior (N.IX, N.X, N.XI), musculus Konstriktor

pharinx inermedius (N.IX, N.X, N.XI) dan musculus konstriktor pharinx inferior (N.X,

N.XI) menyebabkan pharinx tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi musculus criko

pharinx (N.X)

5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan

otot-otot pharinx ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke

dalam cervikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan

cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai

serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan

waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian

atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,

pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas.

Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 45

Page 46: Blok 7 - Respirasi 1

Gambar 15. Fase Menelan Makanan5

Fase Esofageal

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun

lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi musculus criko pharinx. Gelombang peristaltik

primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian

proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang

merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus

yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini

bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik

dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari

berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.5

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 46

Page 47: Blok 7 - Respirasi 1

Gambar

16. Fase Menelan Makanan5

Mekanisme Batuk

Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut

saraf nonmielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di

dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor

akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di

dapatdi laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui

disaluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma. Serabut afferen

terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari laring,trakea, bronkus,

pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus.

Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus,

menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsangdari perikardium

dan diafragma.Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula,

di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen

nervus vagus,nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis,

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 47

Page 48: Blok 7 - Respirasi 1

nervushipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring,

trakea,bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme

batuk kemudian terjadi.

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :Fase iritasi. Iritasi

dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen

cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila

reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.

Fase inspirasi. Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot

abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan

cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah

akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar

mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak

memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat

serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan

yang potensial.

Fase kompresi. Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor

kartilago aritenoidea,glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi

sampai 300 cmH2Oagar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5

detik setelah glottis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi

mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 48

Page 49: Blok 7 - Respirasi 1

Fase ekspirasi/ ekspulsi. Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif

otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang

tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-

otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme

batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat

getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

Penyebab batuk secara garis besarnya dapat disebabkan oleh rangsang sebagai berikut :

Rangsang inflamasi seperti edema mukosa dengan sekret trakeobronkial yang banyak.Rangsang

mekanik seperti benda asing pada saluran nafas seperti benda asing dalam salurannafas, post

nasal drip, retensi sekret bronkopulmoner. Rangsang suhu seperti asap rokok ( merupakan

oksidan ), udara panas/ dingin, inhalasi gas.10

Gambar 16. Fase Batuk9

Kesimpulan

Dalam sistem pernapasan terdapat bagian yang menghubungkan traktus digestivus dan

traktus respiratorius yaitu melalui pharynx. Bagian pharynx yang berhubungan traktus digetivus

yaitu oropharinx. Pharynx merupakan pintu menju laring yang berperan untuk vonasi dan

pernapasan. Jika terjadi peradangan pharynx maka tentunya akan menimbulkan keluhan seperti

batuk, serak dan sakit saat menelan.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 49

Page 50: Blok 7 - Respirasi 1

Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;

2009.h.498;524-28.

2. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s anatomy for students. 1st ed. Philadelpia:

Elsevier Churchill Livingstone; 2005.p.102-52.

3. Singh I. Teks dan atlas histologi manusia. Jakarta: Binarupa Aksara; 2006.h.115-20.

4. Woodburne RT. Essential of human anatomy. 6th ed. New York: Oxford Universty;

2007.p. 181-200.

5. Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2004.h.266-8.

6. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s atlas of anatomy. Philadelpia: Lippincott Williams &

Wikins; 2005.h.205.

7. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;2008.h.669-

708.

8. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. Philadelphia : Lippincot Williams &

Wilkins. 2005.p.479-86.

9. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;

2006.h.498-9.

10. Fishman AP. Pulmonary diseases and disorders. New York: McGraw-Hill; 2006.p.342-4.

Alamat Korespondensi :Beby Pricilia Tanesia (102011011) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl. Arjuna Utara No. 6,Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 50