Blok 21 - Patricia

23
Hipotiroid Kongenital Patricia Maiseka Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Tahun 2012 PENDAHULUAN Hipotiroid kongenital merupakan suatu bentuk kelainan berupa defisiensi hormon tiroid (tiroksin dan triiodotironin) yang diderita sejak lahir. Penyakit ini dapat disebabkan oleh gangguan primer di kelenjar tiroid, gangguan di hipotalamus dan pituitari, kurangnya iodium serta pemakaian bahan goitrogenik oleh ibu selama masa kehamilan. Berbagai bentuk pemeriksaan seperti antropometri, tes denver, skor apgar hipotiroid, uji tapis dan radiologi dapat membantu diagnosis penyakit ini selain mengacu pada gejala klinis yang tampak. Penanganan yang cepat menghindari resiko timbulnya gangguan Metabolik Endokrin II 1

Transcript of Blok 21 - Patricia

Page 1: Blok 21 - Patricia

Hipotiroid Kongenital

Patricia Maiseka

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta

Tahun 2012

PENDAHULUAN

Hipotiroid kongenital merupakan suatu bentuk kelainan berupa defisiensi hormon tiroid

(tiroksin dan triiodotironin) yang diderita sejak lahir. Penyakit ini dapat disebabkan oleh

gangguan primer di kelenjar tiroid, gangguan di hipotalamus dan pituitari, kurangnya iodium

serta pemakaian bahan goitrogenik oleh ibu selama masa kehamilan. Berbagai bentuk

pemeriksaan seperti antropometri, tes denver, skor apgar hipotiroid, uji tapis dan radiologi

dapat membantu diagnosis penyakit ini selain mengacu pada gejala klinis yang tampak.

Penanganan yang cepat menghindari resiko timbulnya gangguan pertumbuhan / kretinisme

dan retardasi mental pada anak di kemudian hari.

Patresia J Maiseka, 102010019, Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA, Jalan Arjuna Utara,

Jakarta. Email : [email protected]

Metabolik Endokrin II 1

Page 2: Blok 21 - Patricia

A. Anamnesis

Pasien anak yang mengalami hipotiroidisme secara umum terlihat kurang aktif

dibandingkan anak-anak sebayanya. Pada neonatus umumnya gejala ini belum tampak

dengan jelas. Sehingga kemungkinan kasus ini baru terungkap ketika bayi sudah berusia

lebih dari 3 bulan. Orangtua mungkin datang dengan keluhan adanya pembesaran pada

lidah anak, anak terlihat lemah dan perkembangannya terhambat dibandingkan

sebayanya, anak tidak buang air besar, kulitnya kering, hingga adanya goiter.1

Anamnesis yang digunakan merupakan allo-anamnesis, dimana pertanyaan diajukan

kepada orangtua. Tanyakan dulu anamnesis umum seperti usia bayi/anak dan jenis

kelamin. Setelah itu ditanyakan anamnesis khusus. Yang perlu ditanyakan untuk

kecurigaan kasus hipotiroid adalah:

Apakah ibu berasal dari daerah endemik?

Adakah riwayat hipotiroid berupa ditemukannya struma pada ibu?

Apakah ibu mengkonsumsi obat-obat anti-tiroid?

Bagaimana dengan perkembangan motorik bayi/anak tersebut?

Apakah sering mengalami konstipasi?

Apakah ada tonjolan di daerah abdomen khususnya di sekitar pusat?

Apakah waktu lahir, bayi mengalami kuning lebih dari 3 hari?

Apakah bayi memiliki riwayat berat badan lahir rendah?

Untuk memastikan anamnesis, lanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.

B. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, yang pertama kita perhatikan adalah adanya tanda-tanda

hipotiroid meliputi:

Lihat keadaan umum, apakah bayi tampak lemas dan jarang bergerak.

Adanya hernia umbilikalis.

Tipe wajah bayi yang khas dengan makroglosi (ekspresi bodoh).

Perhatikan fontanella pada bayi, apakah terdapat pelebaran maupun ada bagian

yang terbuka.

Adanya goiter.

Perhatikan panjang bayi / tinggi anak. Apakah ada hambatan pertumbuhan.

Metabolik Endokrin II 2

Page 3: Blok 21 - Patricia

Pemeriksaan tanda vital meliputi pemeriksaan suhu, denyut nadi, tekanan darah dan

frekuensi pernapasan. Bayi dengan hipotiroidisme kongenital umumnya mengalami

hipotermia disertai penurunan tekanan nadi.1

Pemeriksaan yang juga dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik ialah

antropometri pada bayi dan anak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai derajat

perkembangan fisik anak.

Pada bayi (usia 0 – 2 tahun) bentuk pemeriksaan antropometri yang dilakukan ialah:

Pemeriksaan panjang badan

Menggunakan infantometer. Panjang badan bayi normal menurut usia hingga 6

bulan:

Usia 1 bulan : 49,8 – 54,6 cm

Usia 2 bulan : 52,8 – 58,1 cm

Usia 3 bulan : 55,5 – 61,1 cm

Usia 4 bulan : 57,8 – 63,7 cm

Usia 5 bulan : 59,8 – 65,9 cm

Usia 6 bulan : 61,6 – 67,8 cm

Pemeriksaan berat badan

Dapat menggunakan weight infant scale maupun dacing. Berat badan bayi normal

dapat dihitung dengan rumus:

Untuk usia 1-6 bulan : Berat badan lahir + (usia dalam bulan x 600) gram

Untuk usia 7-12 bulan : Berat badan lahir + (usia dalam bulan x 500) gram

Untuk usia 1-5 tahun: 2n + 8 kg, dimana n adalah usia dalam tahun

Untuk memantau berat badan bayi dan kecepatan pertumbuhannya dapat

digunakan kartu menuju sehat.2

Pemeriksaan lingkar kepala

Ukuran rata-rata lingkar kepala untuk bayi perempuan umumnya antara 31-38 cm,

bayi laki-laki 32-36 cm. Ukuran lingkar kepala bayi akan bertambah sebanyak 2-3

cm setiap bulannya untuk 3 bulan pertama, 1 cm setiap bulannya untuk 3 bulan

berikutnya dan akan terus melambat seiring dengan bertambahnya usia.1

Sedangkan bila usia diatas 2 tahun, bentuk pemeriksaan antropometri yang dilakukan

ialah:

Metabolik Endokrin II 3

Page 4: Blok 21 - Patricia

Pemeriksaan tinggi badan

Dapat menggunakan stadiometer.

Pemeriksaan berat badan

Menggunakan timbangan berat badan.

Pemeriksaan lingkar lengan atas

Selanjutnya, dapat dilakukan Denver Development Screening Test II. Tes ini dilakukan

dengan tujuan untuk menilai 4 aspek pertumbuhan bayi dan anak, yaitu:

1. Personal Sosial

2. Motorik Halus

3. Motorik Kasar

4. Bahasa

Dibawah ini merupakan kriteria hasil pemeriksaan tes Denver

Abnormal, bila:

Didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih

Dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau

lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang

lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.2

Meragukan, bila:

Pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih

Pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama

tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

Tidak dapat dites : Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi

abnormal atau meragukan.

Normal : Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.

Umumnya pada bayi dan anak dengan hipotiroid, didapatkan gangguan perkembangan

motorik dan bahasa. Pada halaman selanjutnya dilampirkan contoh formulir tes Denver.

Metabolik Endokrin II 4

Page 5: Blok 21 - Patricia

Gambar 1: Formulir Tes Denver I

Diunduh dari : http://journals.tums.ac.ir/full_text.aspx?org_id=59&culture_var=en&journal_id=4&issue_id=1914&manuscript_id=16376&segment=en

Metabolik Endokrin II 5

Page 6: Blok 21 - Patricia

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan apgar hipotiroid pada bayi

dan anak. Tabel dibawah ini berisi gejala klinis dan besar skor yang diberikan.3

Gejala dan Tanda Skor

Hernia umbilikalis 2

Tipe wajah khas (edematous) 2

Pucat, dingin, hipotermia 1

Makroglosi 1

Hipotonia 1

Ikterus > 3 hari 1

Fontanella posterior terbuka (>3 cm) 1

Kulit kasar kering 1

Konstipasi 1

BB lahir > 3,5 kg 1

Kehamilan > 40 minggu 1

Kromosom Y tidak ada 1

Tabel 1: Skor Apgar Hipotiroid

Diambil dari: Buku Ajar Pediatrik Rudolph, halaman 1932

Dicurigai hipotiroid bila didapati skor >5

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Fungsi Tiroid

Pada pemeriksaan penunjang, dianjurkan pemeriksaan fungsi tiroid. American

Thyroid Association menganjurkan pemeriksaan fungsi tiroid pada neonates untuk

mengetahui secara dini apakah bayi menderita hipotiroidisme serta mencegah bayi

dari efek kekurangan hormon tiroid tersebut di kemudian hari.

Bentuk pemeriksaan fungsi tiroid yang diperlukan ialah pemeriksaan kadar Thyroid

Stimulating Hormon (TSH) serta kadar T4 bebas. Pada bayi yang baru lahir kadar

TSH berkisar antara 1.3 - 19 µIU/mL, kemudian menurun menjadi 0.6–10 µIU/mL

saat berusia 10 minggu, 0.4–7.0 µIU/mL saat 14 minggu dan terus menurun saat

remaja dan dewasa menjadi 0.4–4.0 µIU/mL. Sedangkan kadar T4 pada bayi baru

lahir adalah 13,4 – 19,8 µg/100 ml dan akan menurun saat bayi berusia 7 – 10 hari

yaitu sekitar 10,4 – 18,4 µg/100 ml.1,2

Metabolik Endokrin II 6

Page 7: Blok 21 - Patricia

Pada hipotiroid primer didapatkan penurunan kadar hormon tiroid (T4 dan T3) serta

peningkatan kadar TSH. Peningkatan kadar TSH ini terjadi karena feedback negatif

akibat penurunan kadar hormon tiroid. Pada kondisi subklinis dimana gejala klinis

belum terlihat didapatkan peningkatan kadar TSH, namun kadar hormon tiroid masih

dalam batas normal.

Pada hipotiroidisme sekunder dan tersier didapatkan kadar TSH dan hormon tiroid

bebas yang rendah. Bila mendapatkan hal ini, maka perlu dilakukan tes provokasi

dengan memberi TRH. Pada hipotiroidisme sekunder tidak didapati peningkatan

kadar TSH, sedangkan pada hipotiroidisme tersier akan didapati peningkatan kadar

TSH.3

Radiologi

Dapat dilakukan pemeriksaan scanning thyroid dengan bantuan Technetium (Tc-99m

pertechnetate). Pemeriksaan ultrasonografi juga dapat digunakan untuk mendeteksi

adanya goiter pada janin.

Gambar 2: USG Goiter JaninDiunduh dari: http://sonoworld.com/fetus/page.aspx?id=902

D. Diagnosis Utama

Hipotiroid kongenital merupakan suatu kelainan dimana jumlah hormon tiroid berada

pada level dibawah normal. Gambaran klinis yang terlihat adalah didapatkan bayi dengan

wajah tipikal (ekspresi bodoh) dengan pembesaran lidah/makroglosi dan fontanela

major/frontal dan atau fontanella occipital yang terbuka lebar. Bayi umumnya mengalami

ikterus fisiologis lebih dari tiga hari, yang di kemudian hari diikuti dengan hambatan

perkembangan motorik dan mental. Selain itu juga didapati gagguan perkembangan

bicara. Bayi dan anak dengan hipotiroidisme umumnya terlihat kurang aktif dibandingkan

dengan sebayanya.3

Metabolik Endokrin II 7

Page 8: Blok 21 - Patricia

E. Diagnosis Banding

Ada beberapa keadaan yang dapat dibandingkan dengan hipotiroidisme kongenital, yaitu:

1. Sindrom Down

Merupakan kelainan dimana didapatkan 1 tambahan kromosom 21. Seperti pada

hipotiroidisme kongenital, bisa didapati adanya retardasi mental, hambatan

pertumbuhan, hipotonia dan makroglosi. Namun ada beberapa hal lain yang menyertai

sindrom Down yang tidak ditemukan pada hipotiroidisme kongenital, seperti bentuk

garis tangan yang tipikal, gangguan jantung kongenital dan pemisahan otot abdomen.3

Gambar 4: Single Transverse Palmar Crease pada penderita Sindrom Down

Diunduh dari: http://www.humanhand.com/simian.html

2. Dwarfism

Dwarfism (cebol) yaitu gangguan pertumbuhan akibat gangguan pada fungsi

hormon pertumbuhan / growth hormone. Gejalanya berupa badan pendek, gemuk,

muka dan suara imatur (tampak seperti anak kecil), pematangan tulang yang

terlambat, lipolisis (proses pemecahan lemak tubuh) yang berkurang, peningkatan

kolesterol total / LDL, dan hipoglikemia. Biasanya intelengensia / IQ tetap normal

kecuali sering terkena serangan hipoglikemia berat yang berulang.Hormon

pertumbuhan ini diproduksi oleh somatrotop (bagian dari sel asidofilik) yang ada

di kelenjar hipofisis. Hormon ini merupakan hormon yang penting untuk

Metabolik Endokrin II 8

Page 9: Blok 21 - Patricia

pertumbuhan setelah kelahiran dan metabolisme normal karbohidrat, lemak,

nitrogen serta mineral.

F. Gejala Klinis

Umumnya gejala defisiensi hormone tiroid tidak terlihat saat bayi baru lahir. Deteksi

didasarkan pada tanda dan gejala yang umumnya mulai terlihat paling lambat 6-12

minggu setelah kelahiran. Berikut ini merupakan tabel yang memperlihatkan gejala klinis

yang mungkin ditemukan pada penderita hipotiroid kongenital.2

Gejala dan TandaUmur (bln)

1-3 4-6 7-24

Gejala

Konstipasi 65 48 59

Masalah Makan 60 61 35

Letargi 55 48 31

Respiratorik 30 13 1

Tanda

Hernia Umbilikalis 68 65 44

Makroglosi 65 91 100

Gambaran Wajah Khas 25 91 100

Ikterus Neonatal 28 17 15

Tangisan parau 23 30 21

Tabel 2: Persentase Gejala dan Tanda Hipotiroid Kongenital

Diambil dari: Buku Ajar Pediatrik Rudolph, halaman 1934

Gambaran wajah khas menunjukkan adanya miksudema pada bayi. Suara yang parau

terjadi akibat miksudema pada pita suara. Hipotirodisme berkepanjangan mungkin

menyebabkan timbulnya hipotonia muscular yang disertai kelumpuhan mental,

hipotermia, hernia umbilikalis, konstipasi, bradikardia, tekanan nadi yang rendah disertai

pembesaran jantung dan penurunan voltase EKG.

Gangguan metabolic juga dapat dialami, dimana terjadi gangguan sekresi ADH.

Pemberian makanan secara paksa dapat menyebabkan hiponatremia dan intoksikasi

cairan. Sebagian besar bayi menderita anemia yang tidak berespon terhadap pemberian

Metabolik Endokrin II 9

Page 10: Blok 21 - Patricia

zat besi. Retardasi mental yang terjadi mungkin akibat dari terlambat berkembangnya

sistem saraf pusat. Perkembangan sistem saraf pusat hingga 2-3 tahun bergantung kepada

kadar hormon tiroid. Kemunculan hipotiroidisme setelah masa ini tidak menyebabkan

retardasi mental.2,3

G. Etiopatogenesis

Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipotiroidisme kongenital pada

bayi. Berbagai kelainan tersebut dapat berasal dari kelenjar tiroid maupun dari luar

kelenjar tiroid yang mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid.

1. Gangguan embriogenesis tiroid (disgenesis tiroid)

Dapat terjadi pada 1 dari 4000 bayi yang baru lahir. Kasus disgenesis lebih sering

terjadi pada bayi perempuan disbanding bayi laki-laki dengan ratio 2:1. Yang

dimaksud dengan disgenesis ialah kelenjar tiroid ektopik maupun hipoplastik, maupun

bayi dengan agenesis tiroid total. Pada bayi dengan jumlah jaringan tiroid yang

berkurang, bisa didapati kadar T3 yang normal sedangkan kadar T4 rendah. Adanya

disgenesis kelenjar tiroid dapat dihubungkan dengan tiroiditis autoimun maternal. Hal

ini mungkin terjadi akibat pemindahan faktor antitiroid transplasental berupa suatu

immunoglobulin yang menduduki reseptor kerja TSH sehingga menghambat kerja

TSH.2

2. Cacat bawaan pada sintesis atau pengaruh hormon tiroid

Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab timblnya hipotiroidisme akibat

gangguan sintesis hormon tiroid, yaitu:

Defisiensi TSH kongenital

Pada beberap kasus ditemukan penurunan kadar T3 dan T4 disertai penurunan

TSH, namun penurunan ini tidak disertai dengan penurunan hormone hipofisis

anterior lainnya seperti LH dan FSH. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena

adanya mutasi satu pasangan basa pada regio CAGYC pada gen sub unit beta

yang menyebabkan perubahan konfirmational yang mencegah pengikatan sub

unit alfa dan beta.2

Menurunnya ketanggapan TSH

Pada keadaan normal, seharusnya TSH yang berikatan pada reseptor akan

mengaktifkan hormone adenilat siklase yang akan meningkatkan cAMP sehingga

memulai sintesis hormone tiroid. Namun pada kelainan ini pengikatan TSH pada

Metabolik Endokrin II 10

Page 11: Blok 21 - Patricia

reseptornya tidak diikuti dengan aktivasi adenilat siklase. Kelainan ini jarang

ditemukan.

Kegagalan pemekatan iodida

Untuk memulai pembentukan MIT dan DIT, diperlukan pengambilan iodium

darah ke dalam jaringan tiroid. Keadaan ini akan meningkatkan kepekatan

iodium dalam kelenjar tiroid hingga 50x lipat. Bila proses ini terganggu tentu

saja akan terjadi gangguan pembentukan MIT dan DIT yang akan mengganggu

sintesis hormon tiroid.2

Gangguan pembentukan iodida

Berupa gangguan dimana terdapat defisiensi enzim peroksidase yang diperlukan

untuk oksidasi iodida menjadi iodium reaktif. Meskipun demikian keadaan ini

dapat dipulihkan dengan pemberian riboflavin, sitokrom b2 teroksidasi, sitokrom

c atau NADH. Pasien ini berciri-ciri memiliki ketulian saraf kongenital pada nada

tinggi maupun ketulian komplit, gondok dalam berbagai derajat yang muncul

pada masa pertengahan maupun akhir kanak-kanak.2

Gangguan iodotirosin deiodinase

MIT dan DIT dapat bergabung membentuk T3 dan T4 (hormon tiroid). MIT dan

DIT yang tersisa akan mengalami deiodinisasi oleh enzim iodotirosin deiodinase.

Ketiadaan enzim ini menyebabkan penurunan kadar iodium karena iodotirosin

yang tidak mengalami degradasi ini akan keluar melalui urin sehingga iodium

yang seharusnya mengalami proses daur ulang menjadi terbuang. Gangguan ini

dapat bersifat parsial maupun total. Umumnya gangguan yang bersifat parsial

dapat berkompensasi jika pasien tinggal di daerah dengan kadar iodium yang

tinggi.2

Gangguan sintesis atau transport tiroglobulin

Gangguan ini dapat terjadi akibat ketidaknormalan sintesis tiroglobulin yang

dpaat menyebabkan penurunan iodinasi, penurunan efisiensi penggabungan MIT

dan DIT dan peningkatan iodinasi substrat alternatif. Gangguan ini dapat bersifat

kuantitatif (dimana ada penurunan sintesis tiroglobulin) maupun kulitatif (ada

produksi tiroglobulin abnormal).

Penunuran ketanggapan perifer terhadap efek hormon tiroid

Pada kelainan ini didapatkan kadar TSH yang normal, sedangkan kadar T4 dan

T3 sangat tinggi. Pada kelainan ini umumnya laju pertumbuhan, laju

metabolisme dan intelegensi normal. Pemberian T4 dan T3 eksogen tidak

Metabolik Endokrin II 11

Page 12: Blok 21 - Patricia

meningkatkan laju metabolism. Gambaran klinisnya ialah bisu tuli dengan bercak

pada epifisis, keterlambatan umur tulang serta adanya gondok. Seiring

berjalannya usia epifisis akan menutup, gondok akan menghilang serta kadar T4

akan menjadi normal.

Terdapat dua macam gangguan, yaitu resistensi jaringan generalisata (GTHR)

dan resistensi hipofisis. Pada GTHR, sebagian jaringan lebih resisten

dibandingkan jaringan lainnya. Manifestasi klinisnya dapat berupa hiperaktivitas,

kegelisahan, takikardia dan gondok.2,3

3. Gangguan hipofisis hipotalamus

Pada hipotiroidisme kongenital sekunder dan tersier bisa didapati defisiensi dan atau

resistensi TRH, defisiensi TSH saja, panhipopituitarisme familial dan

panhipopituitarisme disertai dengan ketiadaan sela tursika, agenesis hipofisis

kongenital. Hipopituitarisme dapat disertai dengan cacat lainnya seperti

labiopalatoschisis, displasia septo optic maupun cacat genetik seperti cacat pada gen

Pit-I dan cacat autosomal resesif lainnya. Bayi dengan defisiensi TRH dicurigai

dengan nilai T4, T3, dan TSH serum yang rendah secara persisten.

4. Ingesti obat goitrogenik oleh ibu

Dahulu obat yang paling sering dianggap sebagai penyebab ialah iodida yang

diresepkan dalam bentuk ekspetoran untuk pengobatan asma dan sebagai pengobatan

tirotoksikosis pada ibu. Janin sangat sensitive terhadap hipotiroidisme yang diinduksi

iodida. Hal ini mungkin terjadi karena mekanisme kompensasi pengambilan iodida

oleh kelenjar tiroid masih imatur. Obat lainnya yang dapat menyebabkan goiter

neonatus serta hipotiroidisme ialah PTU, sulfonamide dan sediaan hematinik yang

mengandung kobal.2

5. Kretinisme endemis

Prevalensi kretinisme endomis yang disebabkan hipotiroidisme maternal dan fetal di

daerah defisiensi iodium berat mungkin berkisar 5-8% populasi. Defisiensi iodide

menyebabkan penurunan sintesis hormone tiroid, sekresi TSH yang meningkat,

penjeratan iodida yang meningkat serta peningkatan ratio T3 terhadap T4, serta

adanya gondok.

Metabolik Endokrin II 12

Page 13: Blok 21 - Patricia

H. Epidemiologi

Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di daerah

non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000 hipotiroid kongenital

endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah Yogyakarta menunjukkan

angka kejadian 1 : 1500 hipotiroid kongenital sporadik dan 1 : 1300 bayi menderita

hipotiroid transien karena kekurangan iodium (endemis). Kekurangan hormon tiroid atau

hipotiroid pada awal masa kehidupan anak, baik permanen maupun transien akan

mngakibatkan hambatan pertumbuhan dan retardasi mental. Angka kejadian hipotiroid

kongenital di Indonesia belum diketahui, namun apabila mengacu pada angka kejadian di

Asia dan di Yogyakarta, maka di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per

tahun, diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan

966 sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium,

lahir setiap tahunnya.5

I. Penatalaksanaan

Pengobatan hipotiroidisme membutuhkan hormone tiroid eksogen. Na-L-tiroksin

merupakan obat pilihan karena potensi dan penyerapannya yang lebih baik. T4 sintetik ini

dapat menghasilkan kadar T4 dan T3 yang normal karena adanya konversi perifer.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting dalam pemantauan secara lebih lanjut. Kondisi

hipotiroid yang ringan juga tetap memerlukan perhatian. Penyesuaian dosis agar kadar T4

(normal 10-14 µg/dL) dan kadar T3 (normal 70-220 ng/dL) menjadi normal juga

diperlukan.6

Bayi dengan hipotiroidisme sementara akibat penggunaan obat goitrogenik maternal tidak

perlu diobati, kecuali bila kadar T4 serum rendah dan TSH tinggi menetap selama lebih

dari 2 minggu. Terapi untuk keadaan ini dapat dihentikan setelah 8-12 minggu. Ibu

hipertiroid yang mendapat pengobatan dengan PTU dapat tetap menyusui bayinya karena

kadar obat ini dalam ASI sangat rendah.

Terapi berlebihan dapat menimbulkan tanda patologis seperti takikardia, kegelisahan

berlebihan, terganggunya pola tidur dan temuan lain yang mengesankan adanya

tirotoksikosis.2

Tabel dibawah ini menggambarkan dosis Na-L-tiroksin yang harus diberikan pada bayi

dan anak dengan hipotiroidisme kongenital.

Metabolik Endokrin II 13

Page 14: Blok 21 - Patricia

Umur µg/kg/hari Rentang dosis (µg)

1-12 bulan 7-15 25-50

1-5 tahun 5-7 50-100

5-10 tahun 3-5 100-150

10-20 tahun 2-4 100-200

Tabel 3: Dosis Na-L-Tiroksin yang digunakan pada bayi dan anak

Diambil dari: Buku Ajar Pediatrik Rudolph, halaman 1937

J. Komplikasi

Perparahan yang dapat terjadi akibat tidak diobatinya hipotiroidisme kongenital ialah:

1. Retardasi mental

Retardasi mental terjadi akibat gangguan pembentukan sistem saraf pusat. Pada 2-3

tahun pertama kehidupan, sistem saraf pusat sangat memerlukan hormon tiroid untuk

perkembangan mielinisasi dan vaskularisasi. Selain itu kurangnya hormon tiroid dapat

mengganggu interaksi aksodendritik dan penurunan konektivitas. Pengobatan setelah

masa ini menyebabkan retardasi mental yang irreversibel.7

2. Kretinisme

Gangguan pertumbuhan dapat terjadi akibat pembentukan tulang yang berkurang

akibat defisiensi hormon tiroid. Keadaan ini dapat dipantau melalui kurva tinggi

badan terhadap usia.

K. Pencegahan

1. Menghindari konsumsi zat goitrogenik pada ibu hamil

Zat – zat tersebut dapat menyebabkan goiter janin dan adanya hipotiroidisme ketika

lahir. Beberapa zat tersebut ialah iodium dalam jumlah besar, perklorat, tiosianat,

kobal, garam arsenik, garam litium, PTU, metimazol, asam aminosalat,

aminoglutetimid, fenilbutazon, kacang kedelai dan linamarin (suatu glikosida dalam

singkong).2

2. Memberi asupan iodium yang cukup

Pada daerah endemis dianjurkan pemberian suntikan yodium dalam minyak (lipiodol

40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6

tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

Metabolik Endokrin II 14

Page 15: Blok 21 - Patricia

3. Screening test

Pada neonatus dapat dilakukan screening test apabila didapati ikterus fisiologis yang

lebih dari 3 hari. Screening test yang dilakukan berupa pemeriksaan kadar TSH dan

FT4. Bila didapati penurunan kadar FT4 dan peningkatan kadar TSH maka harus

dicurigai sebagai suatu hipotiroidisme primer. Bila kadar FT4 rendah dan kadar TSH

normal/rendah maka lakukan pemeriksaan TRH sebagai indikator adanya

hipotiroidisme sekunder/tersier.7

L. Prognosis

Bila pasien cepat terdiagnosis maka prognosisnya baik. Pasien yang terlambat didiagnosis

memiliki prognosis yang lebih buruk karena komplikasi (retardasi mental dan kretinisme)

yang mungkin terjadi.

KESIMPULAN

Hipotiroid kongenital merupakan defisiensi hormone tiroid yang diderita sejak lahir.

Disebabkan oleh gangguan di kelenjar tiroid, hipofisis, maupun hipotalamus. Selaini itu

dapat disebabkan oleh defisiensi iodium dan ingesti bahan goitrogenik oleh ibu.

Diatasi dengan pemberian hormon tiroid sintetik.

Bila diatasi dengan cepat dapat menghindarkan dari resiko komplikasi, yaitu retardasi

mental dan terhambatnya pertumbuhan.

Metabolik Endokrin II 15

Page 16: Blok 21 - Patricia

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta:

Percetakan Infomedika, 2007. h. 266-8.

2. Abraham MR, Julien IEH, Colin DR. Buku ajar pediatrik rudolph. Jakarta: EGC, 2002. h.

1930-8.

3. Vinay K, Ramzi SC, Stanley R. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC, 2007.

h. 833-5.

4. Roberts CG, Ladenson PW. Hypothyroidsm. New York : Lancet, 2004. p. 793-803.

5. Aru WS, Bambang S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta: Interna

Publishing, 2009. h. 1994-2015.

6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI, 2008. h. 433-45.

7. Van Vliet G. Hypothyroidsm in infants and children. New York: Lippincott Williams &

Wilkins, 2005. p. 1029-47.

Metabolik Endokrin II 16