Blighted Ovum Ranggit

22
PRESENTASI KASUS BLIGHTED OVUM Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Diajukan Kepada : dr. Bambang Basuki, Sp.OG Disusun oleh : Ranggit Oktanita 20080310106 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Transcript of Blighted Ovum Ranggit

PRESENTASI KASUS

BLIGHTED OVUM

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada :

dr. Bambang Basuki, Sp.OG

Disusun oleh :

Ranggit Oktanita

20080310106

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

BLIGHTED OVUM

Disusun oleh :

Ranggit Oktanita 20080310106

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal

Pembimbing

dr. Bambang Basuki, Sp.OG

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi

tidak ada bayi di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga merasakan

gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal

kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut,

bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya pun

positif.

Blighted ovum (kehamilan anembryonic) yang terjadi ketika ovum yang telah

dibuahi menempel pada dinding uterus, tetapi embrio tidak berkembang. Sel

berkembang membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak membentuk embrio itu sendiri.

Blighted ovum biasanya terjadi dalam trimester pertama sebelum seorang wanita tahu

tentang kehamilannya. Tingginya tingkat kelainan kromosom biasanya menyebabkan

tubuh wanita secara alami mengalami keguguran.

B. Etiologi

Blighted ovum biasanya merupakan hasil dari masalah kromosom dan

penyebab sekitar 50% dari keguguran trimester pertama. Tubuh wanita mengenali

kromosom abnormal pada janin dan secara alami tubuh berusaha untuk tidak

meneruskan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi normal dan

sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel yang abnormal, atau kualitas

sperma atau ovum yang buruk.

Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses

pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus, penyakit

kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, angguan hormonal serta faktor

imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga dapat menyebabkan blighted

ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri semakin tua karena kualitas

sperma atau ovum menjadi turun.

a. Faktor Genetik

Abnormalitas kromosom orang tua dan beberapa faktor imunologi berhubungan

dengan blighted ovum dan abortus secara umum telah diteliti. Pada tahun 1981 Granat

dkk mendeskripsikan adanya translokasi 22/22 pada pria yang istrinya mengalami 6 kali

abortus secara berurutan,. Pada tahun 1990, Smith dan Gaha menemukan insiden yang

cukup besar dari carrier translokasi kromosom pada suatu penelitian terhadap keluarga

abortus habitualis dan didapatkan 15 balanced reciprocal translocations dan 9 fusi

robertsonian pada populasi ini. Kelainan kromosom yang paling banyak menyebabkan

abortus habitualis adalah balanced translocation yang menyebabkan konsepsi trisomi.

Kelainan struktural kromosom yang lain adalah mosaicism, single gene disorder dan

inverse dapat menyebabkan abortus habitualis. Single gene disorder dapat diketahui

dengan melakukan pemeriksaan yang seksama terhadap riwayat keluarga atau dengan

mengidentifikasi pola dari kelainan yang dikenal dengan pola keturunan.2,3,4,7,8

b. Kelainan Hormonal

Faktor–faktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan blighted

ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan dimana luteinizing

hormone (LH) hipersekresi, diabetes mellitus, dan penyakit tiroid. Perkembangan pada

kehamilan awal tergantung pada produksi estrogen yang dihasilkan oleh korpus luteum

sampai kecukupannya terpenuhi diproduksi oleh perkembangan trofoblast, yang terjadi

pada usia kehamilan 7–9 minggu. Abortus spontan terjadi pada kehamilan kurang dari

10 minggu jika korpus luteum gagal untuk memproduksi progesteron yang cukup,

adanya gangguan distribusi progesteron ke uterus, atau bila pemakaian hormon

progesteron pada endometrium dan desidua terganggu. Keguguran juga dapat terjadi

apabila trofoblas tidak dapat menghasilkan progesteron yang seharusnya menggantikan

progesteron dari korpus luteum ketika korpus luteum menghilang.2,9

Sekresi LH yang abnormal juga memiliki akibat langsung pada perkembangan

oosit, menyebabkan penuaan yang prematur, dan pada endometrium menyebabkan

maturasi yang tidak sinkron. Dipihak lain, sekresi luteinizing hormone yang abnormal

dapat menimbulkan keguguran secara tidak langsung dengan cara meningkatkan kadar

hormon testosteron. Keadaan gangguan sekresi luteinizing hormone biasanya

berhubungan dengan adanya polikistik ovarium.4

Mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya keguguran pada penderita

diabetes mellitus ialah gangguan aliran darah pada uterus terutama sekali pada kasus-

kasus dengan diabetes mellitus tahap lanjut. 4

Hipotiroid merupakan gangguan endokrin lain yang dihubungkan dengan

adanya abortus berulang, terutama sekali sebagai akibat disfungsi korpus luteum dan

ovulasi yang sering menyertai penyakit tiroid. Antitiroid antibodi juga dihubungkan

dengan abortus berulang. Karena pada awal kehamilan tubuh membutuhkan kadar

hormon tiroid yang lebih tinggi, adanya antitiroid antibodi dapat menjadi suatu petanda

bagi seseorang untuk terjadi peningkatan risiko terjadinya abnormalitas tiroid yang

dapat berakhir pada keguguran. Kelainan-kelainan regulasi hormonal tersebut juga

mampu menyebabkan kegagalan perkembangan atau pembentukan janin.2,4

c. Infeksi Saluran Reproduksi

Walaupun keguguran telah dihubungkan dengan organisme seperti Ureaplasma

urealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia trachomatis, dan Toxoplasma gondii,

namun tidak ada hubungan yang meyakinkan dengan abortus berulang. Adanya

organisme tersebut pada saat terjadinya keguguran tidak dapat dianggap sebagai bukti

organisme tersebut sebagai penyebab dari keguguran. Organisme-organisme tersebut

dapat menjadi penyebab keguguran apabila4:

Telah ada dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala pada ibu

secara nyata sehingga keadaan ini menjadi tidak terdiagnosis dan tidak diobati

Memiliki jalur untuk masuk ke lingkungan intrauteri sehingga

menginfeksi jaringan fetus dan/atau menstimulasi terjadinya proses radang.

Terdapat bukti bahwa vaginosis bakterialis berhubungan dengan keguguran dan

juga menjadi faktor risiko terjadinya persalinan preterm. Bakterial vaginosis disebabkan

karena terganggunya flora normal dari vagina. Terjadi pertumbuhan berlebih dari

bakteri anaerob dan lactobacilli yang normal tidak ada atau tidak banyak terdapat.

Tidak didapatkan adanya hubungan yang nyata dengan keguguran dan hubungan ini

masih perlu dibuktikan. Terdapat teori yang menyatakan bahwa keguguran merupakan

akibat dari aktifasi imunologi sebagai respon dari adanya organisme patologis.4

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi obligat

intraselular protozoa yakni Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii menginduksi respon

kekebalan tubuh tipe 1 yang kuat yakni T-cell-mediated. Saat respon imun berlangsung

dan terdapat respon yang dominan kuat Th 1, terjadi peningkatan IFN γ di plasenta,

yang disekresikan oleh antigen-spesifik T-sel, membatasi replikasi takizoite kemudian

akan menarik TNF α yang menghambat proliferasi sel trofoblas manusia in vitro dan

toksik untuk sel-sel trofoblas manusia. Di samping itu, IFN ɣ juga meningkatkan

produksi NO oleh sel trofoblas dan memicu apoptosis. Mekanisme dimana NO

menginduksi apoptosis tidak jelas, tetapi dapat melibatkan efek pembentukan

peroxynitrite dari NO dan superoksida dalam mitokondria. Hal ini dapat menyebabkan

kerusakan pada sel plasenta terutama sel trofoblas atau target fetoplacental lainnya

mengakibatkan kematian inembryo dan resorpsi. Mekanisme imunitas inilah yang dapat

menyebabkan terjadinya blighted ovum.

C. Patofisiologi

Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma. Namun

akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat berkembang

sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun demikian plasenta

tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan hormon HCG (human

chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur

(ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di

dalam rahim. Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan

seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena

tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar

hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon

kehamilan.

D. Gejala dan Tanda

Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali. Gejala dan tanda-

tanda mungkin termasuk:

periode menstruasi terlambat

kram perut

minor vagina atau bercak perdarahan

tes kehamilan positif pada saat gejala

ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan perdarahan

hampir sama dengan kehamilan normalE. Diagnosis

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan Penunjang (USG) diagnosis pasti, Blighted ovum dapat segera

terdeteksi segera pada pemeriksaan ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak

tampaknya fetus. Pada usia 7 minggu dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG

dapat dilakukan transabdominal maupun transvaginal, namun cara yang kedua

lebih akurat pada usia kehamilan yang sangat dini.

Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung bayi

atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada pertengahan

minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5. Sehingga, embrio dapat

terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada pemeriksaan USG tranvaginal.

Gambar 1. Gambaran USG Blighted Ovum Dibandingkan dengan Kehamilan

Normal

Tidak ditemukan fetal pole, dengan kantung gestasi (ges sac) diameter lebih

dari 10 mm tanpa yolk sac, diameter 15 mm tanpa mudigah pada USG transvaginal atau

lebih dari 25 mm pada USG transabdominal. Sedangkan pada gambar di sebelah kanan

tampak gambaran hiperechoic berupa fetal pole di dalam ges sac.

Dikutip dari William’s Gynecology

Gambar 2. Blighted ovum pada uterus bicornu unicolis

Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu pemeriksaan

dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya, pada pemeriksaan darah hormon

ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah konsepsi, dan pada tes urin pada hari ke 12-14

hari. Produksi hormone ini akan menjadi 2 kali lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan

mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia 8-11 minggu lalu menurun. Jika

penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini, dapat dicurigai terjadinya blighted

ovum.

F. Pencegahan

Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa pasangan

seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi keguguran berulang di

awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan kejadian satu kali, dan jarang terjadi

lebih dari satu kali pada wanita.

Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa

tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita yang

hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula darahnya,

melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun, menghentikan

kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang

rutin dan membiasakan pola hidup sehat.

G. Penatalaksanaan

Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah

mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalis untuk

memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena

infeksi maka maka dapat diobati agar tidak terjadi kejadian berulang. Jika penyebabnya

antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil

sungguhan. Penyebab blighted ovum yang dapat diobati jarang ditemukan, namun masih

dapat diupayakan jika kemungkinan penyebabnya diketahui. Sebagai contoh, tingkat

hormon yang rendah mungkin jarang menyebabkan kematian dini ovum. Dalam kasus

ini, pil hormon seperti progesteron dapat bekerja. Namun efek samping dari pemakaian

hormon adalah sakit kepala, perubahan suasana hati, dan lain-lain. Jika terjadi kematian

telur di awal kehamilan secara berulang, maka pembuahan buatan mungkin efektif

dalam memproduksi kehamilan. Dalam hal ini perlu donor sperma atau ovum untuk

memiliki anak. Akan tetapi, pembuahan buatan itu mahal dan tidak selalu bekerja dan

risiko kelahiran kembar seringkali lebih tinggi. Jika belum berhasil maka adopsi adalah

pilihan lain bagi banyak pasangan.

Pada pasien diterapi dengan pemberian preparat misoprostol, setelah terjadi

dilatasi servik kemudian dilakukan kuretase.

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IdentitasNama : Ny. WUsia : 41 tahunAlamat : Pendowoharjo, Sewon, BantulPekerjaan : GuruPendidikan : S1Agama : IslamTanggal masuk : 08 Juni 2013

B. AnamnesisKeluhan utama : Merasa keluar darah dari jalan lahir sejak 4 hari smrsRiwayat penyakit sekarang : Pasien datang dari Poli rujukan dari Puskesmas dengan

keterangan G5P4A0, UK = 11-3 minggu mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 4 hari smrs. Pasien merasa hamil 3 bulan. Pasien mengatakan sudah melakuakan cek urin dan hasil PP test (+).

Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga : Riwayat asma(-), DM (-), penyakit jantung (-), Hipertensi (-)

Riwayat obstetri : G5P4A0

Anak 1 : perempuan, 15 tahun, 3,4 kg, normal di bidanAnak 2 : perempuan, 14 tahun, 3,9 kg, normal di bidanAnak 3 : Laki- laki,13 tahun, 4 kg, normal di bidanAnak 4 : Laki- laki,9 tahun, 4 kg, normal di bidanAnak 5 : hamil iniHPMT : 20 Maret 2013HPL : 27 Desember 2013UK : 11-3 minggu

Riwayat haid : siklus haid pasien teratur 28 hari, durasi 7 hari, nyeri perut ringan saat hari pertama menstruasi

Riwayat perkawinan : sudah menikah 22 tahun C. Pemeriksaan Fisik

Kondisi Umum : baik, composmentis, tidak tampak anemisVital Sign : TD : 120/80 mmHg RR : 24 x/menit

HR : 80 x/menit T : 37⁰CStatus Generalisata : Kepala : mesocephal

Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera icteric (-/-)Hidung : simetris, tidak ada deformitas, sekret (-/-)Mulut : bibir tidak tampak sianosisLeher : pembesaran limfonodi (-)Thorax : simetris, ketinggalan gerak (-/-), sonor (+/+) normal, vocal fremitus (+/+) normal, vesikular (+/+) normal, COR S1-S2 regularAbdomen :supel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan (-), timpani (+), tidak ada tanda peradangan, tidak ada sikatrikExtremitas : akral hangat, nadi cukup, edema (-/-)Kulit : turgor dan elastisitas kulit baik, ujud kelainan kulit (-)

Status Ginekologi : Pemeriksaan Luar : Inspeksi : sikatrik (-), tanda radang (-), dinding perut datar, terdapat perdarahan pervaginam Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), TFU belum dapat diukur Pemeriksaan Dalam : V/U tenang, dinding vagina licin, servix teraba tebal, tidak ada pembukaan, sarung tangan lendir darah (-)

D. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium : (Darah Lengkap)

Hb : 12,6AL : 11,2AT : 321HMT : 37,1Golongan Darah : BPPT : 12,1APTT : 28,5Kontrol PPT : 13,8Kontrol APPT : 33,6HbsAg : (-)

USG : GS (+), FP (-), tidak tampak massa intrauterineE. Diagnosis Kerja

Blighted OvumF. Terapi

Dilatasi dengan misoprostol Kuretase

22.00 Dilatasi dengan misoprostol 100 mg

08 Juni 2013

05.00 Dilatasi dengan misoprostol 100 mgAx : Pasien mengeluh perdarahan pervaginam (-), nyeri abdomen (-), pusing (+) cekot – cekot, BAK lancar, BAB lancar, punggung terasa pegalPx : KU : baik, CM, tak tampak anemis

VS : TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menitHR : 80 x/menit T : 36,8⁰C

Kepala : conjungtiva anemis (-/-)Thorax : pulmo : vesikular (+/+), COR : S1 S2 regularAbdomen : nyeri tekan (-), peristaltik (+)Extremitas : akral hangat, nadi cukup

Dx : Blighted OvumTx : Curretage 09.10 Telah dilakukan curretage a/i Blighted Ovum

Dx : Post Curretage a/i Blighted OvumTx : Amoxicillin 3 x 500mg

Asam Mefenamat 3 x 500mgSF 1 x 1 tab

09 Juni 2013Ax : Pasien mengeluh perdarahan pervaginam (-), nyeri abdomen (-), pusing (+) cekot – cekot, BAK lancar, BAB lancar, punggung terasa pegalPx : KU : baik, CM, tak tampak anemis

VS : TD : 100/70 mmHg RR : 18 x/menitHR : 80 x/menit T : 36,6⁰C

Kepala : conjungtiva anemis (-/-)Thorax : pulmo : vesikular (+/+), COR : S1 S2 regularAbdomen : nyeri tekan (-), peristaltik (+)Extremitas : akral hangat, nadi cukup

Dx : Post Curretage a/i Blighted OvumTx : Amoxicillin 3 x 500mg

Asam Mefenamat 3 x 500mgSF 1 x 1 tab

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien yang merasa hamil 11-3 minggu datang ke poli dengan keluhan keluar darah tanpa disertai lendir melalui jalan lahir. Dari gejala tersebut dimungkinkan bahwa pasien mengalami abortus. Akan tetapi perlu dipastikan melalui pemeriksaan penunjang USG mengenai kondisi dalam rahim ibu sehingga dapat disimpulkan diagnosis pasti yang ada.

Pada pemeriksaan USG terlihat kantung kehamilan tanpa massa intrauterin didalamnya. Disimpulkan diagnosis dari kasus ini adalah blighted ovum atau kehamilan kosong dimana terbentuk kantung kehamilan dan plasenta tetapi tidak ada pembentukan embrio. Blighted ovum pada awalnya tidak dapat dibedakan gejalanya dari kehamilan biasa hingga terjadi abortus spontan dan telah dilakukan pemeriksaan USG.

Pada kasus ini etiologi yang paling mungkin dalah faktor usia ibu. Usia pasien 41 tahun merupakan usia resiko tinggi untuk terjadinya kehamilan. Semakin tinggi usia semakin besar resiko kerusakan ovum.

Setelah dicapai diagnosis pasti blighted ovum, tindakan selanjutnya adalah kuretase jaringan untuk menghentikan membersihkan jaringan, mencegah infeksi, sehingga rahim siap untuk kehamilan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B, Wiknjosastro H: Kelainan dalam lamanya kehamilan. Dalam: Wiknjosastro

H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1994; 302-312

2. Hill JA: Recurrent spontaneous early pregnancy loss. In: Berekj JS, Adashi EY, Hillard

PA: Novak’s gynecology 12th edition. Pennsylvania: Williams & Wilkins Co,

1996;963-979

3. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG.

First trimester abortion. In: Williams Gynecology 22nd ed. New York: McGraw-Hill;

2008:298-325

4. Porter FT, Branch DW, Scott JR. Early pregnancy loss. In: Danforth’s Obstetric and

Gynecology 10th ed. New York. Lippincott Williams & Wilkins; 2009:61-70

5. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H: Gangguan bersangkutan dengan konsepsi. Dalam:

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997; 246-250

6. Hatasaka HH: Recurrent miscarriage: epidemiologic factors, definitions and incidence.

In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 625-634

7. Byrne JLB, Ward K: Genetic factors in recurrent abortion. In: Clin obstet gynecol 37;

1994; 693-704

8. Hunt JS, Roby KF: Implantation factors. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 635-645

9. Brent RL, Beckman DA: The contributional of environmental teratogens to embryonic

and fetal loss. In: Clin obstet gynecol 37; 1994; 646-664

10. Azmanov, Dimitiar et al.2006.profile of chromosomal in different gestational age

spontaneous abortions detevted by comparative genomic hybridation. Eur J Obstet

Gynecol Reprod Biol. Epub 2006 Jun 6. Sofia. University Hospital Maichin Dom

11. Kashevarova et al. 2006. Pathogenetic effects early human embryo development.

ESHRE Annual. Prague