BLENDING DALAM PADUAN SUARA STUDI KASUS …digilib.isi.ac.id/4209/6/jurnal.pdf2 Pengantar Blending...
Transcript of BLENDING DALAM PADUAN SUARA STUDI KASUS …digilib.isi.ac.id/4209/6/jurnal.pdf2 Pengantar Blending...
1
BLENDING DALAM PADUAN SUARA
STUDI KASUS VOCALISTA HARMONIC CHOIR
INSTITUT SENI INDONESIA
YOGYAKARTA
Tri Setyo Mutiara,1 Endang Ismudiati,2 Debora R Yuwono.3
Program Studi S-1 Pendidikan Musik, Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia Yogyakarta; e-mail: [email protected]
Abstrak
Pentingnya blending dalam paduan suara memunculkan banyak penelitian untuk menemukan metode
yang tepat dalam mencapai blending. Tak hanya peneliti yang melakukan kajian teoretis, para praktisi
paduan suara seperti pelatih dan konduktor juga melakukan upaya serupa. Hal ini juga terjadi di Vocalista
Harmonic Choir PSM ISI Yogyakarta. Masalah blending menjadi sebuah topik yang menarik mengingat
PSM ISI Yogyakarta termasuk sebuah paduan suara yang memiliki anggota dengan keragaman yang
tinggi dalam hal karakter suara dan keterampilan bernyanyi. Penelitian ini melakukan sebuah pendeka-
tan kualitatif untuk mengetahu teknik blending yang dipraktikkan di PSM ISI Yogyakarta melalui wa-
wancara terhadap pelatihnya, Athitya Diah Monica, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
faktor pembentuk blending dan cara pelatihan paduan suara Vocalista Harmonic Choir dalam menyatukan
suara (blending) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik blending di PSM ISI Yogyakarta meliputi
penyesuian mode bernyanyi seperti timbre, vowel, forman, vibra, dan pengaturan aspek akustik seperti ja-
rak dan formasi penyanyi.
Kata kunci: blending, paduan suara, vocalista harmonic choir
Abstrac
The importance of blending technique in choir shows many research to found the right method to get the
blending technique. Not only the research doing that theoritical review, the participants of the choir like
the conductor also do the same thing. This thing is also happened in Vocalista Harmonic Choir ISI Yogya-
karta. The problem of blending technique is being a very interesting topic while ISI Yogyakart student’s
choir is a choir which singers got some differences character of singing, and singing ability. This research
has been done with qualitative approaching in order to know how the blending technique has been prac-
ticed by interviewing the conductor, Ms. Athitya Diah Monica. This research’s goal is to describe the fac-
tors to make the blending technique and the training methods of Vocalista Harmonic Choir in uniting the
sound (blending). The result of the research shows that blending technique in ISI Yogyakarta studen’s
choir according to the adjustment of singing mode like timbre, vowel, forman, vibrato, and the accoustic
setting aspect like distance and formation of the singer.
Kyword: blending, choir, vocalista harmonic choir
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
2
Pengantar
Blending sangat di perlukan dalam
sebuah paduan suara, dan bisa dikatakan
sebagai capaian untuk membentuk suara
ansambel yang ideal. Blending dalam baha-
sa Inggris berarti membaur, sedangkan
menurut Ekholm seorang doktor musik
pendidikan di Mcgill University Montreal
mengatakan Blending adalah homogenitas
dalam paduan suara (Ekhom, 2000: 123).
Adapun menurut Backer paduan suara yang
baik adalah paduan suara yang bisa
terdengar padu dan tidak ada salah satu
karakter suara atau jenis suara yang menon-
jol (Backer, 2014: 27)
Paduan suara bisa dikatakan seke-
lompok orang yang bernyanyi bersama dan
terdiri dari dua atau lebih jenis suara dan
dipimpin oleh seorang dirigen. (Sitom-
pul,1999:1). Di dalam paduan suara terdapat
klasifikasi suara atara lain sopran, alto, ten-
or, bass (SATB). Di era sekarang, apresiasi
terhadap paduan suara cukup baik. Salah
satunya adanya festival maupun kompetisi
yang banyak diadakaan di berbagai penjuru
dunia. Selain kompetisi dan festival, apre-
siasi terhadap paduan suara juga ditunjukan
dengan melakukan kegiatan seperti konser
ataupun pergelaran. Kegiatan-kegiatan sep-
erti ini membuat paduan suara telah
mendapat tempat dihati masyarakat dan
subur perkembangannya. Mulai dari tingkat
sekolah, perguruan tinggi, organisasi-
organisasi masyarakat, hingga instansi
pemerintah maupun swasta telah memiliki
paduan suara. Setiap kelompok pasti mem-
iliki karakter dan prestasi yang berbeda-
beda, hal ini dikarenakan proses berlatih
dan kemampuan anggota yang beragam
dan dibutuhkan pelatih dengan metode
pengajaran yang baik dan beragam (Wa-
wancara Tjaroko dosen direksi koor ISI
Yogyakarta)
Vocalista Harmonic Choir (VHC)
merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa Insti-
tut Seni Indonesia Yogyakarta yang ang-
gotanya berasal dari 3 Fakultas, yaitu
Fakultas Seni Pertunjukan, Fakultas Seni
Media Rekam, dan Fakultas Seni Rupa, yang
meliputi Jurusan tari, tv, dkv, theater, sen-
dratasik, fotogravi, animasi dan musik. Vo-
calista Harmonic Choir memiliki 48 anggota
aktif yang terdiri dari berbagai etnis di In-
donesia. Mayoritas anggota adalah maha-
siswa instrumen mayor vokal jurusan musik
yang dalam bidangnya diarahkan untuk
menjadi penyanyi solo dalam berbagai gaya
antara lain opera, pop dan jazz. Dalam pad-
uan suara dibutuhkan materi penyanyi yang
baik secara alami, hal ini memudahkan da-
lam mencapai blending. Kondisi yang terjadi
di Vocalista Harmonic Choir anggotanya
didominasi oleh mahasiswa mayor vokal
yang mengakibatkan mereka mendominasi
dengan karakter suara yang spesifik.
Hal ini terjadi karna secara psikis
mereka lebih mempunyai percaya diri da-
lam bernyanyi dibanding anggota diluar
mahasiswa mayor vokal. Hal ini merupakan
pekerjaan yang cukup serius bagi pelatih
untuk mendapatkan kesetaraan kualitas
suara hingga mencapai blending yang baik.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
3
Maka perlu dilakukan penelitian tentang
teknik blending yang digunakan pelatih
Paduan Suara Mahasiswa Vocalista Harmonic
Choir, guna mendeskripsikan gambaran
proses pencapaian blending.
Dari uraian latar belakang masalah,
maka dirumuskan pertanyaan sebagai beri-
kut : (1) Apa saja faktor yang
mempengaruhi pembentukan blending pada
paduan suara? (2) Bagaimana teknik pem-
bentukan blending pada Vocalista Harmonic
Choir?
Sebuah gagasan ilmiah membutuhkan
dukungan gagasan agar tulisan tidak ter-
lepas dari masalah yang akan dibahas,
maka perlu didukung oleh suatu studi
pustaka. Berikut kajian pustaka yang
mendukung gagasan pada penelitian ini :
Ekholm E. (2000). Journal of Rehersal in Music
Education. Jurnal ini membahas tentang efek
mode bernyanyi dan pengaturan formasi
pada paduan suara secara spesifik, yang
meliputi timbre, vowel, forman, vibra dan
pengaturan jarak antar penyanyi.
Daugherty, J. (1999). International Journal of
Research in Choral Singing. Jurnal ini mem-
bahas tentang penempatan ruang paduan
suara secra acak, sinergistik dan gender,
khusus placemen paduan suara.
Decker dan Herford (1988 : 12), Choral Con-
duting Symposium. Buku ini membahas ten-
tang bunyi dari sebuah paduan suara (choral
sound)
Backer, Ph.D. (2O14), Utah Music Education
Journal Spring . Jurnal ini membahas 5 kon-
sep kunci untuk meningkatkan paduan
suara dengan memadukan resonansi dan
keseimbangan.
Deffern, H (2017). Journal of Voice , jurnal ini
membahas tentang kinerja produksi dalam
sebuah ensamble
Menjadi Dirigen II, buku ini membahas ten-
tang cara membentuk suara yang meliputi
intonasi, resonansi, artikulasi, phrasering,
ekspresi.
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif, dengan maksud memberikan pen-
jelasan dan gambaran terhadap suatu peri-
stiwa dalam situasi-situasi tertentu
(Sugiyono 2013:2). Hal ini, menjelaskan dan
mengambarkan pembentukan blending di
paduan suara Vocalista Hrmonic Choir. Beri-
kut merupakan tahapan penulis:(1) Menen-
tukan materi dan obyek penelitian(2) Tahap
Pengumpulan data yang terdiri dari Ob-
servasi, wawancara, dokumentasi
Pembahasan
1. Mode Bernyanyi
a. TIMBRE
Athitya menilai timbre sebagai salah satu
elemen penting dalam paduan suara yang
merujuk pada karakter suara individu. hal
ini dapat dilihat dari perkataannya yang
menyebutkan:
Timbre itu warna suara, sama seperti in-
strumen ada warna suaranya, antara violin 1
dengan violin lainnya walaupun ukurannya
sama tapi kalau bahan nya beda atau usia
pembuatannya violin itu beda pasti warna
suaranya beda. Sekarang tergantung
pemainnya mau geseknya seperti apa dan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
4
pake teknik apa, nanti bunyi nya yang di-
capai itu bunyinya sama. Begitu juga
dengan vokal.
Selain itu Athitya berpendapat bahwa
perbedaan timbre dalam sebuah paduan
suara adalah hal yang wajar mengingat
karakter manusia yang berbeda secara ala-
mi. hal ini dapat dilihat dari perkataannya
yang menyebutkan :
Menyamakan bunyi warna suara yang akan
diinginkan, apakah mau dibuat timbre yang
gelap, ringan, mau yang terang mau yang
kedepan atau mau yang ke atas atau tebal
itu kan tergantung kita maunya seperti apa
untuk membikinnya supaya sama. biasanya
kalau seperti itu melihatnya dari kecender-
ungan penyanyinya arahnya kemana,
misalnya kalau di PSM ISI banyak anak
vokal dan semua itu sopran-sopran asli, tid-
ak ada yang sopran tanggung, alto-altonya
mungkin alto-alto rance yang luas dari alto 2
rance nya bisa sampai ke sopran, itukan
memudahkan untuk membuat sopran
dengan alto mungkin bisa di buat terang
semua kalau bass nya itu karna bass nya kan
tidak ada yang asli bass 2, jadi bass memang
tidak bisa di buat yang berat. Jadimemu-
dahkan pelatih untuk membentuk timbre
yang terang. Mengingat paduan suara
membutuhkan keseragaman bunyi, terdapat
cara-cara tertantu yang perlu dilakukan un-
tuk mengubahkan. Misal melalui vokalisi.
Dalam vokalisi, Athitya menggunakan
teknik :
Notasi 1 Pembentukan Timbre, Pola A
Huruf I ke A arahkan bunyinya ke I semua
dan A nya jangan gelap, samakan terang
seperti I, karna do ke sol jarak intervalnya
jauh maka dibutuhkan suport. Walaupun
karakter vokal tiap orang berbeda beda jika
sesama penyanyi melakukan hal yang sama,
bunyinya akan terdengar sama.
Notasi 2 Pembentukan Timbre, Pola B
Humming 4 ketuk lalu buka perlahan
menggunakan MA. Bunyikan secara terang
dan ringan rongga resonansi sangat diper-
lukan dalam vocalising ini.
b. FORMAN
Athitya menilai forman sebagai salah satu
elemen penting dalam paduan suara yang
merujuk pada terbentuknya resonansi pen-
yanyi.Hal ini dapat dilihat dari perkataanya
yang menyebutkan:
Efek bunyi yang kedepan ada arah
bunyinya dari penyanyinya untuk
membuka rongga yang kedepan dan
ke atas, dan bisa dikatakan itu reso-
nansi.
Selain itu Athitya berpendapat bahwa
perbedaan forman penyanyi solo dan pad-
uan suara berbeda. Hal ini dapat dilihat dari
perkataannya yang menyebutkan:
forman untuk penyanyi solo dan paduan
suara berbeda, penyanyi solo cenderung
menyesaikan akustik sendiri. Mungkin
dengan iringan, mungkin format kecil
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
5
dengan piano, jika sedang dengan cember,
jika format besar seperti opera otomatis
tekniknya kan beda, tuntutan tekniknya
berbeda. Sedangkan di paduan suara diara-
hkan ke rongga yang kedepan, rongga itu
kan resonansi, terus kalo paduan suara ya
karna kita harus bernyanyi dengan memper-
timbangkan aspek warna bunyi, jadi bunyi
formannya walaupun kedepan ya tetep me-
nyesuaikan mau sejauh apa, dan dia mau
sepenuh apa resonansinya.
Mengingat paduan suara membutuhkan
keseragaman bunyi, terdapat cara-
cara/teknik tertantu yang perlu dilakukan
untuk menyamakan pemahaman antar pen-
yanyi, sebagai contoh:
Notasi 3 menyamakan pemahaman penempatan
forman
c. VOWEL
Athitya menilai vowel sebagai bagian ele-
men yang sangat penting dalam paduan
suara yang merujuk pada terbentuknya hu-
ruf vokal dan konsonan.Hal ini dapat dilihat
dari perkataanya yang menyebutkan:
Sebenernya kita menyanyi itu
menyanyikan huruf vokal dan ga
mungkin kita nyanyi huruf konsonan.
Intinya kalo kita menyanyi ya huruf
vokal harus jadi /benar dulu.
Selain itu Athitya berpendapat bahwa da-
lam paduan suara harus menyamakan pem-
ahaman huruf vokal dan mau dibentuk sep-
erti apa. Hal ini dapat dilihat dari per-
kataannya yang menyebutkan:
Menyamakan permasalahan bahasa dan
logat, kalo di paduan suara permasalahan
bahasa, misalnya orang batak bilang e’ tapi
kalo lagunya bilang harus e, ya dia harus
menyesuaikan bahwa itu e, bukan e’ jadi
fungsi vowel dalam paduan suara untuk
menyamakan pemahaman huruf dan harus
sesuai dengan partitur/lagu.
Mengingat paduan suara membutuhkan
keseragaman bunyi, terdapat cara-cara ter-
tentu yang perlu dilakukan untuk mengu-
bahkan. Misal melalui vokalisi. Dalam voka-
lisi, Athitya menggunakan teknik :
Notasi 4 menyamakan pemahaman huruf vokal,
Pola A
Notasi 5 menyamakan pemahaman huruf vokal,
Pola B
Notasi 6 menyamakan pemahaman huruf vokal,
Pola C
Pengucapan huruf konsonan harus cepat
dan jelas, imajinasikan bunyi suara diara-
hkan ke gigi atas depan dan pengunaan su-
port, fokus, placemen sangat diperlukan un-
tuk menjangkau interval yang jauh. Nyan-
yikan dengan terang dan ringan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
6
d. VIBRA
Athitya menilai vibra tidak terlalu
penting dalam paduan suara dibanding
dengan penyanyi solo.Hal ini dapat dilihat
dari perkataanya yang menyebutkan:
Fungsi vibra solois dengan paduan
suara berbeda. Vibra yang sering dipakai di
solo vokal itu tidak kita pakai di paduan
suara,vibra penyanyi solo itu wajib ber-
fungsi untuk memperkokoh bunyi dan un-
tuk memperindah bunyi agar bunyinya itu
tersusten dengan baik dan tidak turun,
kemudian dia bisa mensuport nada panjang.
Di paduan suara fungsinya hanya untuk
supaya bunyinya lebih solid, malah bukan
melemahkan frequensi tapi membuat itu
lebih solid. Tetapi jarang sekali paduuan
suara memakai vibra, kecuali ada lagu yang
dituntut untuk ada vibrato disitu, kalo
melodinya menuntut kita ada vibrato ya kita
kasih, kalo enggak ya lebih baik tidak
digunakan
2. Akustik
a. Formasi
Menurut Athitya formasi paduan
suara merupakan bagian elemen yang pent-
ing dalam paduan suara yang merujuk pada
kebutuhan bunyi lagu. Hal ini dapat dilihat
dari perkataanya yang menyebutkan:
Formasi dalam paduan suara sesuai
dengan kebutuhan lagu. Contoh misalnya
homofone dengan tidak ada suara yang ha-
rus ditonjolkan sebagai melodi ya itu
ngaturnya biasa aja SATB, kemudian per-
timbangan kususnya lagi misalnya untuk
bunyi yang lebih penuh formasinya acak,
tetapi lihat dulu kemampuan penyanyi juga,
kalo penyanyinya sudah mampu untuk
dilepas ya gapapa formasi acak. Kalo misal-
nya, tenor bass banyak pegang peranan di
lagu itu ya tenor bassnya saya taruh depan,
sedangkan sopran altonya di samping-
samping, itu untuk formasi yang SATB, kalo
formasi penyanyi itu dilihat dari kemampu-
an, dari bunyinya dia juga, biasanya yang
bunyinya kuat itu harus di belakang, terus
kemudian harus di selang seling dengan
yang masih kurang bunyinya, solanya kalo
keras sama keras kalo di dempetin malah
saling melemahkan, jadi biasanya keras,
lemah, keras, lemah gitu. Dan biasanya kalo
ini suaranya tebal, yang ini tipis, yang ini
terang, biasanya saya atur yang terang dulu,
tebal baru tipis gitu, pertimbangannya biar
yang terang ini mempengaruhi yang tebal
ini supaya dia tebal taapi terang, nah yang
tipis ini biar dia bisa tebal dulu.
Formasi yang diterapkan Athitya da-
lam konser Voice in December #6 hampir ber-
ganti-ganti setiap lagu satu kelagu beri-
kutnya, hal ini bisa dilihat dengan contoh
gambar sebagai berikut :
1)
Gambar1. Formasi SATB
(sumber: Tri Setyo M )
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
7
Contoh gambar 1 tersebut menunjukan for-
masi SATB. Menurut Athitya formasi SATB
ini digunakan jika karya/bunyi homofone
dan tidak ada suara yang harus ditonjolkan.
Jika sebuah seksi suara dituntut untuk
menyanyikan banyaak melodi utama, seksi
tersebut akan ditempatkan ditengah. Jika
tenor bass banyak memegang peranan di
lagu tersebut maka tenor bass akan taruh
barisan depan, sedangkan sopran alto di
samping, untuk formasi SATB
2.
Gambar2. Formasi acak
(sumber: Tri Setyo M )
Contoh gambar 2 berikut menujukan forma-
si acak, untuk formasi ini ketika dibutuhkan
bunyi yang lebih penuh.
3.
Gambar3. Formasi individu penyanyi
(sumber: Tri Setyo M )
Contoh gambar 3 menunjukkan for-
masi berdasarkan kemampuan dan karakter
bunyi penyanyi. Biasanya yang bunyinya
kuat itu harus dibelakang, kemudian harus
diselang-seling dengan yang masih kurang
bunyinya, jika keras sama keras kalo
didempetin malah akan saling melemahkan,
jadi biasanya keras, lemah, keras, lemah dan
perbedaan suara tebal, tipis, terang akandi-
atur yang terang dulu, tebal baru tipis, per-
timbangannya biar yang terang ini
mempengaruhi yang tebal ini supaya dia
tebal tapi terang, nah yang tipis ini biar dia
bisa tebal terlebih dahulu.
b. Proporsi penyanyi
Athitya memiliki rumus untuk pro-
porsi penyanyi dalam paduan suara yang
merujuk pada teori harmoni sebagai acu-
an.Hal ini dapat dilihat dari perkataanya
yang menyebutkan:
perbandingannya biasanya memakai 3:2:2:3
misalnya sopran 6, alto 4, tenor 4,bass 6. Jadi
sopran dengan bass itu harus lebih banyak
dari pada alto dengan tenor. Karena bi-
asanya dari komposisi bunyikan melodi
utamanya selalu di sopran, sedangkan bass
sebagai landasannya, nah bass harus kuat
dulu, karna biasanya gampangannya kalo
misalnya didalam teori harmoni bassnya
pegang rutt,soprannya pegang melodi, nah
alto dengan tenor kan hanya mengisi di tiga,
sebenernya tiga itu kan ga boleh didobel
seperti teori harmoni, nah jadi itu jangan
terlalu penuh di alto sama tenor.
c. Penjarakan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
8
Athitya menilai jarak antar penyanyi
dilihat dari tingkat kenyamanan penyanyi
dan biasanya hanya sebagai pertimbangan
mengatur jarak produksi bunyi pada saat
digedung konser ataupun kompetisi. Hal ini
dapat dilihat dari perkataannya yang me-
nyebutkan :
Dengan bernyanyi mepet kita bisa saling
merasakan dorong nafas satu sama lain, tapi
disisi lain itu juga pengaruh ke bunyi, kita
jadi ga bebas, makanya ada yang nyaman
dengan posisi yang berjauhan selama dia
masih tetap bisa mendengar sebelahnya, ta-
pi dilihat segi akustik gedungnya juga, kalo
memang akustik gedungnya meminta pen-
yanyi itu harus agak berjauhan jaraknya
karna produksi bunyinya akan lebih baik
kalau seperti itu ya mau apalagi, ya kita ha-
rus menata penyanyi dengan jarak yang ber-
jauhan, kalo gedungnya susah dan
menuntut penyanyi untuk berdekatan ya
kita harus ngumpulin penyanyi di ten-
gah,supaya bunyinya bisa lebih satu. Per-
timbangan saya mengatur jarak adalah lebih
ke produksi bunyi pada saat digedung
konser ataupun kompetisi. Dan ketika di
gedung konser ya kita butuh penyesuaian
yang cepat.
Penutup
Berdasarkan paparan dan analisis data, Vo-
calista Harmonic Choir berupaya mencapai
blending melalui beberapa strategi meliputi
penyesuaian timbre yang di ditempuh
dengan menyamakan bunyi warna/karakter
suara yang akan diinginkan, baik terang,
gelap maupun ringandengan cara
menyamakan pemahaman penyanyi untuk
membentuk timbre dan melakukan usaha
yang sama (kalo dibikin terang ya terang
semua) dimana paduan suara membutuh-
kan keseragaman bunyi. Selanjutnya vowel
yang merujuk pada terbentuknya huruf
vokal dan konsonan yang baik, penyanyi
harus menyamakancara pemahaman huruf
vokal, kosonan dan mau dibentuk seperti
apa, cara membentuknya harus sama antar
penyanyi, agar sesuai dengan yang diminta
partitur. Selain pembentukan timbre dan
vowel, penempatan Forman yang merujuk
terbentuknya rongga resonansi, penyanyi
harus menyamakan arah resonansi seperti
bunyi yang kedepan dan ada arah bunyinya
dari penyanyinya untuk membuka rongga
yang kedepan dan ke atas, semua penyanyi
harus melakukan cara yang sama dalam
penempatan arah forman. Selanjutnya per-
lakuan vibra di dalam Vocalista Harmonic
Choir tidak dipakai, hal ini menghindari dari
munculnya solois solois jika menggunakan
vibra. Formasi dan Pengaturan jarak usaha
Vocalista Harmonic Choir untuk mencapai
blending.
Beberapa usaha Formasi, Pengaturan
jarak yang berhubungan dengan akustik ju-
ga dilakukan Vocalista Harmonic Choir
dengan merubah formasi untuk kebutuhan
bunyi lagu, dimana berhubungan erat
dengan timbre dan mempertimbangkan
sesuai dengan kebutuhan lagu, untuk bunyi
yang lebih penuh akan di atur secara acak,
jika terdapat bagian yang menonjol maka
kelompok suara itu akan ditempatkan di
tengah, untuk suara yang keras diletakan
dibelakang dengan cara di selang seling an-
tara keras, lemah, keras, lemah. Jika tidak
ada yang harus ditonjolkan pada lagu VHC
akan melakukan formasi seperti biasa
(SATB). Perlakuan formasi per individu ju-
gaditerapkan pelatih agar disusun sesuai
warna suara dari terang, tebal lalu
tipismempertimbangkan agar yang terang
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
9
ini mempengaruhi yang tebal, ini supaya
dia tebal tapi terlihat terang, yang tipis ini
agar bisa tebal terlebih dahulu, itu semu-
aagar bunyi yang dihasilkan sesuai dengan
keinginan pelatih yaitu suara/bunyi yang
terang dari sopran, alto, tenor maupun bass.
Jika dibandingkan dengan konsep blending
pada tulisan Ekhlom Blending dapat dicapai
dengan dua cara yakni penyesuaian teknik
vokal (Daffern, 2017; Ekholm, 2000; Good-
win, 1980; Mann, 2014) dan melalui aspek
akustik seperti pengaturan formasi dan ja-
rak antar penyanyi (Daugherty, 2003;
Ekholm, 2000). Penentuan formasi dan jarak
antar penyanyi adalah siasat yang sering
dilakukan konduktor untuk mencapai hasil
bunyi yang lebih dikehendaki secara akus-
tik. Namun, penyesuaian teknik bernyanyi
adalah aspek yang perlu dia pahami baik
oleh konduktor dan penyanyi terutama bagi
yang berlatar belakang solois.Dengan
demikian usaha Athitya selaku pelatih pad-
uan suara Vocalista Harmonic Choir sejalan
dengan penjelasan Ekhlom bahwa Athitya
melakukan penyesuaian teknik vokal dan
penggunaan formasi dan pengaturan jarak
untuk mencapai sebuah blending dalam
paduan suara. Selain itu jika dibandingkan
dengan (Backer, 2014 hal-27) yang menjelas-
kan sebuah blending tidak berjalan dengan
baik dalam sebuah paduan suara, antara
lain bentuk huruf vokal, kualitas nada atau
intonasi, timbre (warna suara) dan ruang
resonansi yang digunakan oleh penyanyi
tidak sama. (Backer, 2014 hal-27). Dengan
demikian usaha Athitya selaku pelatih pad-
uan suara Vocalista Harmonic Choir sama
dengan penjelasan Backer, dimana Athitya
berusaha menyamakan timbre dan vowel
(huruf vokal) dengan cara vokalising.
Berdasarkan uraian data, analisis,
dan pembahasan sebelumnya serta mengacu
pada teori yang diuraikan di bab dua, dapat
ditarik kesimpulan faktor-faktor yang me-
mengaruhi blending pada paduan suara
meliputi timbre, vowel, forman, vibra, formasi,
dan penjarakan (spacing). Sedangkan teknik
pembentukan blending di Vocalista Harmonic
Choir meliputi penyesuaian teknik bern-
yanyi, yang berfokus pada penyamaan tim-
bre, penyesuaian vowell, penempatan for-
man, dan penggunaan vibra yang dis-
esuaikan dengan arahan konduktor. Selain
penyesuaian teknik bernyanyi, Pencapaian
akustik juga di terapkan pada Vocalista Har-
monic Choir. Pencapaian akustik diperoleh
melalui variasi formasi dengan pertim-
bangan tuntutan lagu dan karakter pen-
yanyi, serta variasi penjarakan yang dis-
esuaikan dengan kondisi ruangan.
Referensi
Backer, Ph.D. (2O14) 5 key Concepts to improve your choir’s Blend Resonance and Balance, Southhern
Utah University, Utah Music Education Journal Spring, hal 27
Basrowi & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya
Casarow, Pattye (T.th). Achieving Better Choral Sound. Clearwater Christian College.
Chesnokov, P. G. (2010). The Choir and How to Direct It: A Handbook For Choral Conductors.
(J.C.Rommereim, Trans ). San Diego, Chalif:Musica Russica
Deffern, H (2017). Blend in Singing Ensamble Performance:Vibrato Production in a Vocal Quartet.
Journal of Voice. 31 (3), 23-29
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2016.09.007
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
10
Daugherty, J. (2003). Choir Spacing and Formation: Choral Sound Preferences in Random, Synergistic,
and Gender-Specific Chamber Choir Placements. International Journal of Research in Choral
Singing, 1(1), hal 48-59.
Daugherty, J. (1999). Choir Spacing and Formation: Choral Sound Preferences in Random, Synergistic,
and Gender-Specific Chamber Choir Placements. International Journal of Research in Music
Eduucation, 47 (3), hal. 224-238.http://www.jstr.org/stable/3345781
Decker, Harold A. & Julius Herford. (1988). Choral Conduting Symposium. New Jersey: Eng-
lewood Cliffs.
Ekholm E. (2000). The Effect of Singing Mode and Seating Arrangment on Choral Blend and Overall
Choral Sound. Journal of Rehersal in Music Education 48 (2). Hal 123-135 A-i
10.2307/3345571
Ford, J. Kevin (2003). Perferences for Strong or Weak Singer’s Formant Resonance in Choral Tone
Qualit.International Journal of Research in Choral Singing, 1(1), hal 29-47.
Hewitt, G. (1980). How to Sing. EMI Music Publising, London: Elm Tree Books
Jenny G. (2014) “How To Achieve Excellent Tone, Balance and Blend in Your Choir”. The Musicality
Podcast.https://www.musical-u.com/learn/how-to-achieve-excellent-tone-balance-and-blend-in-
your-choir
Khan & Averill (1994). Voice. Great Britain, London
Rahardjo, S. (1990) Teori Seni Vokal. Semarang: Media Wiyata.
Rumsey, M.A. (1951). The Voice. London: Gread Britain
Saptaria, Rikrik El. (2006). Acting Handbook: Panduan Praktis untuk film dan Teater. Bandung:
Rekayasa Sains.
Sublett, V.(2009).Vibrato or Nonvibrato in Solo and Choral Singing: Is There Room for Both?Journal of
Singing,65(3),311-312.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Swenson, Aida. (1994). “Membentuk Suara Paduan Suara”. Makalah Seminar dan Lokakarya Musik
Gerejani”.
Tim PML. (2009). Menjadi Dirigen II; Membentuk Suara. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Tim PML. (2011). Menjadi Dirigen III; Membina Paduan Suara. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
Tjaroko, W. S. (1999). Diklat Mata Kuliah Direksi Koor. Yogyakarta: Jurusan Musik FSP ISI Yogya-
karta.
Yulius Istarto. (2012). Tesis Pembentukan Choral Sound. Bandung : Pasca Sarjana Universitas Pen-
didikan Indonesia .
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
11
BLENDING DALAM PADUAN SUARA STUDI KASUS VOCALISTA HARMONIC CHOIR
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
JURNAL
Program Studi S-1 Pendidikan Musik
diajukan oleh: TRI SETYO MUTIARA
NIM 14100180132
PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN MUSIK FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA Gasal 2018/2019
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta