blabla
-
Upload
keenan-darmawan -
Category
Documents
-
view
10 -
download
2
description
Transcript of blabla
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali orang melewatkan atau tidak menyadari akan adanya
perubahan disekitarnya, seperti mengendari mobil atau motor seringkali kita tidak memperhatikan lampu
lalu lintas berwana merah. Kemudian ketika kita memperhatikan iklan di televisi, terkadang kita tidak
melihat tulisan kecil dibawah iklan tersebut. Hal-hal ini yang seringkali tidak kita perhatikan
perubahannya, terkadang saat kita tidak memperhatikan perubahan objek, kita mengalami kesalahan
persepsi. Jika seseorang mengalami kesalahan persepsi seperti pada saat si A memakai baju bunga-bunga
kuning dan kerudung hijau, lalu keesokan harinya si A memakai baju yang sama tetapi dengan kerudung
yang berbeda, lalu teman di sekitarnya tidak menyadari bahwa ia memakai baju yang sama seperti hari
kemarin. Fenomena-fenomena tersebut dapat menjadi gambaran bahwa seseorang sering kali gagal dalam
mendeteksi perubahan-perubahan suatu obyek yang ada di sekitarnya. Ditambah lagi sejumlah temuan
terbaru menunjukkan bahwa pengamat secara mengejutkan lambat dan sering gagal untuk mendeteksi
perubahan pandangan dari kedua adegan baik alami dan buatan (Blackmore, Brelstaff, Nelson, &
Troscianko, 1995; Grimes, 1996; McConkie & Currie, 1996; McConkie & Zola, 1979; O'Regan, Rensink,
& Clark, 1996; Pashler, 1988; Rensink, O'Regan, & Clark, 1996; Simons, 1996; Tarr & Aginsky, 1996).
Pengamat sangat sering tidak menyadari perubahan besar dalam lingkungan visual mereka
sampai perhatian ditarik langsung ke objek-objek dan atau dimensi yang sedang berubah.Sejumlah studi
persepsi baru-baru ini menunjukkan bahwa obyek atau peristiwa di bidang visual dapat mempengaruhi
perilaku bahkan ketika benda-benda atau peristiwa yang tidak sadar terdeteksi oleh pengamat (Chen,
1998; Graves & Jones, 1992; Kolb & Braun, 1995; Mack & Rock, 1998; McCormick, 1997; Moore &
Egeth, 1997).
Ada juga bukti bahwa rangsangan dapat diproses oleh sistem visual bahkan ketika kurangnya
kesadaran ini disebabkan oleh defisit perhatian daripada defisit visual, dengan kasus kelalaian sepihak.
Meskipun rangsangan disajikan kepada bidang visual diabaikan biasanya gagal untuk mencapai
kesadaran, rangsangan tersebut tetap dapat digunakan untuk segregasi figure–grounddan juga dapat
berkontribusi untuk ilusi geometris (Driver, Baylis, & Rafal, 1992; Ro & Rafal, 1996).
Kesadaran ialah kemampuan individu untuk mengadakan relasi (hubungan) dan limitasi
hubungan itu dengan lingkungannya seperti yang tertangkap oleh panca inderanya. Terkadang
pancaindera memiliki keterbatasan dalam menangkap suatu informasi, sehingga informasi yang didapat
dipengaruhi oleh interpretasi objek melalui indera. Kesadaran merupakan keadaan seseorang di mana ia
tahu atau mengerti dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. Sedangkan pikiran bisa diartikan dalam
banyak makna, seperti ingatan, hasil berpikir, akal, gagasan ataupun maksud atau niat.
Informasi yang didapat orang tidak hanya dari lingkungan disekitarnya, tetapi juga dari beberapa
media massa, media massa mulai dari audio, visual hingga audio visual sangat mempengaruhi persepsi
seseorang terhadap objek, tetapi terkadang manusia tidak menyadari hal-hal yang tidak menarik bagi
dirinya.
Film adalah salah satu media audio visual. Film terdiri dari adegan-adegan baik alami maupun
buatan dan dibantu dengan audio untuk memperjelas adegan tersebut. Orang sering kali tidak menyadari
adegan-adegan yang tidak menarik, sehingga mereka lebih memperhatikan pada hal yang menarik
baginya.Media audio visual khususnya film bersuara memiliki karakteristik khusus yakni dapat
menggambarkan suatu proses, kejadian dan sebagainya, dapat menimbulkan kesan ruang dan waktu,
penggambarannya bersifat tiga dimensional, suara yang dihasilkan dapat menimbulkan realita pada
gambar dalam bentuk eksperesi murni, kalau film tersebut berwarna akan dapat menambah realita objek
yang diperagakan, dan dapat menggambarkan teori sains dan animasi.
Perubahan objek yang diperagakan dalam media audio visual (film) sering tidak kita sadari keberadaanya.
Inilah yang merupakan salah satu keterbatasan orang dalam menerima informasi. Dalam menerima
informasi orang yag tidak sadar sulit dalam mengidentifikasi perubahan objek, .
Latar belakang masalah dalam uraian diatas mendorong penulis unuk mengadakan eksperimen dengan
judul “Pengaruh Kesadaran terhadap Deteksi Perubahan Objek pada Media Audio Visual (film)”.
Studi ini dengan demikian merupakan suatu penelitian eksperimen (Experimental Research), yaitu
menyelidiki kemungkinan adanya pengaruh kesadaran dalam mengindentifikasi perubahan objek pada
media audio visual (film).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Apakah terdapat kegagalan seseorang dalam mendeteksi perubahan objek pada media audio visual
(film)?
2. Bagaimana gambaran kegagalan seseorang dalam mendeteksi perubahan objek pada media audio visual
(film)?
3. Apakah terdapat pengaruh kesadaran (awareness) dalam deteksi perubahan?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi deteksi perubahan?
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1 Pembatasan Masalah
Mengenai pengaruh kesadaran terhadap deteksi perubahan objek pada media audio visual, adapun
definisi variabel-variabel yang terkandung dalam batasan permasalahan sebagai berikut:
1. Deteksi perubahan adalah proses visual yang terlibat dalam pertama kali melihat perubahan
dimana tidak hanya deteksi yang tepat (yaitu, pelaporan pengamat tentang keberadaan perubahan),
tetapi juga identifikasi (melaporkan perubahan apa itu) dan lokalisasi (pelaporan di mana itu).
2. Kesadaran adalah kemampuan individu untuk menyadari akan adanya perubahan dalam film yang
disajikan seperti halnya apa yang ditangkap oleh panca inderanya.
3. Sementara itu media audio visual (film) adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk menyalurkan
pesan informasi meliputi media yang dapat dilihat dan didengar yakni berbentuk film.
1.3.2 Perumusan Masalah
1. Apakah terdapat kegagalan seseorang dalam mendeteksi perubahan objek pada media audio
visual (film)?
2. Apakah terdapat pengaruh pengaruh kesadaran terhadap deteksi perubahan objek pada media audio
visual (film)?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat kegagalan seseorang dalam
mengidentifikasi perubahan objek pada media audio visual (film). Selain itu kami juga ingin menguji
apakah pengaruh kesadaran terhadap deteksi perubahan objek pada media audio visual (film).
1.4.2 Manfaat penelitian
a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang psikologi kognitif.
b. Memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan aplikasi keilmuan psikologi dalam bidang
psikologi kognitif.
c. Menjadi bahan pemikiran bagi para praktisi maupun ahli pada permasalahan yang dibahas.
d. Mengurangi kesalahan persepsi terhadap perubahan suatu objek.
e. Memerikan informasi mengenai cara mengurangi kegagalan dalam mendeteksi perubahan.
f. Menjadi acuan dan referensi pembanding bagi penelitian lain.
g. Membuka wawasan mengenai pengaruh kesadaran terhadap deteksi perubahan objek pada media audio
visual (film)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini membahas landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini diawali
dengan pembahasan mengenai mengenai deteksi perubahan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan
kesadaran (awrenees) dan media audio visual disertai oleh hasil penelitian terdahulu dan juga hipotesis
penelitian.
2.1 Deteksi Perubahan Objek (Detect Change Object)
Deteksi perubahan adalah proses visual yang terlibat dalam pertama kali melihat perubahan dimana tidak
hanya deteksi yang tepat (yaitu, pelaporan pengamat tentang keberadaan perubahan), tetapi juga
identifikasi (melaporkan perubahan apa itu) dan lokalisasi (pelaporan di mana itu).
Kemampuan untuk mendeteksi perubahan sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya
melihat seseorang memasuki ruangan, pada saat mengemudi, atau perubahan pada teman disekitar kita.
Namun, meskipun deteksi perubahan sangat penting dalam hidup kita, telah terbukti bahwa deteksi
perubahan sulit untuk dipelajari. Namun, belakangan ini berbagai pendekatan mulai dilakukan untuk
mengetahui detail mengenai apa, bagaimana dan dipengaruhi oleh apa sajakah deteksi perubahan itu.
Istilah deteksi perubahan berkaitan terutama untuk proses visual yang terlibat dalam pertama kali melihat
perubahan. Deteksi perubahan mungkin dianggap proses yang cukup sederhana. Namun, penelitian
empiris telah berulang kali membuktikan hal yang sebaliknya bahwa deteksi perubahan adalah hal yang
sangat kompleks. Sebagai contoh, kita sebagai pengamat cenderung menyakini dapat mendeteksi setiap
perubahan di depan kita jika perubahan itu cukup besar (Levin et al. 2000). Namun, ini tidak selalu
begitu, berdasarkan berbagai kondisi tidak biasa kita bisa tidak menyadari adanya perubahan, gagal untuk
melihat perubahan bahkan ketika perubahan itu besar, bahkan dibuat berulang kali.
PENJELASAN DAN DEFINISI
Secara khusus, konsep perubahan mencoba untuk memperjelas perbedaan (dan hubungan) antara
perubahan, gerakan, dan perbedaan. Perbedaan ini diperiksa dari perspektif dari kedua deskripsi fisik dan
mekanisme persepsi.
1. Perubahan vs Gerak (Change vs. Motion)
Kata perubahan umumnya mengacu ke suatu transformasi atau modifikasi dari sesuatu yang dari waktu
ke waktu. Dengan demikian, gagasan ini mengandalkan substansi tanpa perubahan (nonchanging) di
mana perubahan dikenakan. Lebih tepatnya, perubahan didefinisikan di sini sebagai transformasi dari
waktu ke waktu dari sebuah struktur yang jelas, abadi. Kompleksitas struktur tidak penting dimana dapat
berkisar dari partikel yang berbeda ke objek yang sangat diartikulasikan.
Dengan demikian, gerakan yang paling berguna didefinisikan sebagai variasi direferensikan ke lokasi,
sedangkan perubahan adalah direferensikan ke struktur. Sebagai contoh, gerak secara umum dapat
dijelaskan dalam hal derivatif yakni tidak ada struktur lokal lain yang diperlukan. Detektor gerak dapat
berada pada tahap awal pemrosesan visual, di mana representasi spasial memiliki kompleksitas minimal
(Hildreth & Koch 1987, Nakayama 1985). Sebaliknya, perubahan adalah dirujuk ke struktur tertentu yang
harus menjaga kontinuitas spatiotemporal, dan merupakan proses yang lebih canggih yang diperlukan.
2. Perubahan Dinamis vs Perubahan Komplit (Dynamic vs. Completed Change)
Perbedaan penting lainnya adalah bahwa antara deteksi perubahan dinamis (yaitu, melihat perubahan
dalam proses) dan deteksi perubahan komplit (yaitu, melihat bahwa sesuatu telah berubah). Secara luas,
perbedaan ini mencerminkan perbedaan antara present perfect tense progresif dan past tense.
3. Perubahan vs Perbedaan (Change vs. Difference)
Penting untuk membedakan antara perubahan dan perbedaan. Perubahan mengacu pada transformasi dari
waktu ke waktu dari struktur tunggal. Sebaliknya, perbedaan mengacu pada kurangnya kesamaan dalam
sifat-sifat dua struktur.
Konsep-konsep perubahan dan perbedaan memiliki beberapa elemen kesamaan. Keduanya dirujuk untuk
struktur, dengan sifat struktur yang penting. Dan keduanya bergantung pada gagasan kesamaan yang
diterapkan pada satu atau lebih dari sifat mereka.
Namun, kedua konsep tersebut tidak sama. Untuk mulai dengan, perubahan mengacu pada struktur
tunggal, perbedaan dua sruktur. Selanjutnya, perubahan melibatkan transformasi temporal, ukuran
kesamaan yang berkaitan dengan struktur yang sama pada titik-titik berbeda dalam waktu, ini adalah
sangat jelas dalam perubahan yang dinamis. Sebaliknya, perbedaan tidak melibatkan gagasan
transformasi, dengan kesamaan didefinisikan bukan melalui perbandingan struktur temporal yang
mungkin atau mungkin tidak ada secara bersamaan. Akibatnya tampak menjadi suatu pemesanan yakni:
(a) perubahan dinamis, dengan transformasi yang dinamis dan kontinuitas spatiotemporal; (b) perubahan
komplit, dengan transformasi disimpulkan dan mungkin lebih abstrak semacam kontinuitas, dan (c)
perbedaan, dengan transformasi tidak ada (hanya perbandingan) dan tak ada kontinuitas.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DETEKSI PERUBAHAN
Kesadaran
Kesadaran ialah kemampuan individu untuk mengadakan relasi (hubungan) dan limitasi hubungan itu
dengan lingkungannya seperti yang tertangkap oleh panca inderanya. Pengamat sering menemukan
kesulitan untuk secara sadar melihat perubahan tampilan visual dalam situasi di mana transien lokal
dikurangi atau dihapus (misalnya Phillips, 1974;. Rensink dkk, 1997). Meskipun pengamat mengharapkan
perubahan, tingkat deteksi eksplisit sangat miskin, jarang melebihi 50%.
Kontingensi Perubahan
Rancangan percobaan dari deteksi perubahan harus memastikan bahwa hasilnya bukan karena deteksi
gerak, dimana tujuannya bukanlah untuk menghilangkan deteksi gerakan langsung atau untuk mengubah
stimulus selalu disertai dengan variasi temporal dalam cahaya yang masuk.Sebaliknya, tujuannya adalah
untuk memisahkan output dari perubahan dan deteksi sistem gerak.Beberapa penelitian (misalnya, Brawn
& Snowden 1999, Castiello & Jeannerod 1991) upaya ini melalui pola temporal dari respon terhadap
perubahan mendadak. Lain-lain (misalnya, Seiffert & Cavanagh 1998) melihat bagaimana kinerja
dipengaruhi oleh berbagai jenis rangsangan. Namun, untuk sebagian besar, perubahan dan gerak telah
dipisahkan dengan membuat perubahan bergantung pada beberapa peristiwa.
Pengulangan Perubahan
Studi juga dapat dicirikan dengan jumlah perubahan dilakukan, ini kira-kira analog dengan durasi
presentasi statis dalam percobaan deteksi konvensional. Adapun eksperimen visual yang pada umumnya,
presentasi singkat dan diperpanjang adalah pendekatan komplementer, dengan kelemahan yang sebagian
besar dikompensasikan oleh kekuatan yang lain.
Isi Tampilan
Dimensi lain adalah isi dari tampilan yang digunakan. Adapun rangsangan visual pada umumnya, ini
dapat berkisar dari angka statis sederhana pada monitor komputer untuk peristiwa dinamis di dunia itu
sendiri. Tingkat realisme yang digunakan mencerminkan pilihan trade-off tertentu: tampilan sederhana
mampu menampilkan lebih banyak kontrol dan biasanya memungkinkan hasil yang akan lebih mudah
dianalisis, sedangkan tampilan realistis melibatkan faktor yang lebih sulit untuk mengimbangi, tetapi
lebih berlaku untuk tugas-tugas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam semua kasus, sejumlah besar change
blindness terjadi bila lebih dari beberapa item yang hadir.
Penampilan dinamis seperti film juga memberikan tingkat realisme yang lebih besar (misalnya,Levin &
Simons 1997, Gysen et al. 2000, Wallis & B’ulthoff 2000). Pengamat umumnya memiliki kesulitan besar
untuk mendeteksi perubahan, terutama dalam objek tidak relevan dengan peristiwa-peristiwa utama
dalam presentasi. Perubahan benda bergerak tampaknya lebih mudah dideteksi daripada perubahan ke
obyek stasioner (Gysen dkk. 2000).
Interaksi kehidupan nyata menyediakan tingkat tertinggi realisme. Sebuah contoh dari hal ini adalah
usaha Simons & Levin (1998), di mana suatu eksperimen meminta petunjuk dari seorang pengamat tanpa
disadari, percobaan dengan saklar oklusi-kontingen yang terjadi selama interaksi. Seperti dalam kasus
teknik lain, pengamat miskin dalam melihat perubahan.
Wang & Simons (1999) memberikan contoh lain, dengan pengamat mendeteksi perubahan dalam tata
letak dari satu set objek dunia nyata. Perubahan yang lebih sulit untuk mendeteksi jika tata letak ini
diputar selama kesenjangan duniawi; menarik, kinerja lebih baik jika tata letak itu diputar sebaliknya, hal
ini menunjukkan kemungkinan keterlibatan sistem vestibular.
Isi Perubahan
Kebanyakan penelitian sampai saat ini berhati-hati untuk memastikan bahwa perubahan yang dibuat
untuk menampilkan tidak memperkenalkan perubahan radikal dalam penampilan secara keseluruhan.
Bahkan dengan kendala seperti itu, bagaimanapun, perubahan dapat dilakukan dalam banyak cara. Sulit
untuk membandingkan berbagai jenis perubahan dengan satu sama lain: Performa tergantung pada
besarnya perubahan (Carlson-Radvansky & Irwin 1999, Smilek dkk, 2000, Williams & Simons 2000.),
Dan tidak ada cara sederhana untuk menyamakan visibilitas yang berbeda jenis perubahan. Namun,
banyak yang dapat dipelajari dengan meneliti bagaimana deteksi perubahan dipengaruhi oleh manipulasi
dalam setiap jenis perubahan.
Dari berbagai jenis perubahan, mungkin paling sederhana adalah bahwa dalam keberadaan item, yaitu,
penambahan atau penghapusan. Contoh dapat ditemukan dalam Rensink et al. (1997), Henderson &
Hollingworth (1999a), Aginsky & Tarr (2000), dan Mondy & Coltheart (2000).
Perubahan juga dapat dibuat untuk berbagai properti dari item; ini biasanya fitur sederhana seperti
orientasi, ukuran, bentuk, atau warna (Palmer 1988, Grimes 1996, Simons 1996, Scott-Brown & Orbach
1998). Tiga varian yang umum digunakan yaitu:
1. Perubahan ke item dengan properti yang unik di layar,
2. Perubahan untuk item dengan nilai non-unik
3. Saklar dalam sifat-sifat antara dua atau lebih item.
Perubahan properti juga bisa lebih komplek, misalnya disjungsi, di mana salah satu dari dua sifat yang
mungkin dapat berubah. Ini semudah mendeteksi perubahan properti tunggal, menunjukkan bahwa kedua
sifat ini bersamaan dikodekan (keberuntungan & Vogel 1997, Wheeler & Treisman 2001). Varian lain
adalah hubungannya, di mana semua item mengubah salah satu dari dua sifat, dengan target perubahan
dalam keduanya. Perubahan tersebut sangat sulit untuk mendeteksi, seperti tidak adanya perubahan antara
barang-barang berubah (Rensink 1999a, 2001).
Tipe lain dari perubahan adalah bahwa identitas semantik dari item dengan menata ulang bagian-
bagiannya, misalnya, atau dengan menggantikan item yang sama sekali berbeda. Contoh ini dapat
ditemukan dalam karya oleh Levin & Simons (1997), Zelinsky (1997), Archambault dkk. (1999), dan
Williams & Simons (2000). Terkait dengan ini adalah masalah bagaimana jenis perubahan terhubung ke
item yang berubah, misalnya mendeteksi perpindahan dari mobil sepanjang arah perjalanan (yaitu, bolak-
balik), versus perpindahan serupa samping.
Perubahan juga dapat dilakukan untuk pengaturan spasial (atau layout) dari item pada layar. Perawatan
harus diambil untuk menjaga jumlah item-dan-sifat mereka yang konstan untuk menghindari faktor-faktor
perancu. (Misalnya, menghapus item akan menghasilkan perubahan dalam tata letak, tetapi juga akan
mengakibatkan perubahan dalam keberadaan.)
Intensi Observer
Dimensi lain yang penting adalah intensi (niat) pengamat. Niat mempengaruhi sejauh mana seorang
pengamat akan mengharapkan perubahan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi mekanisme yang
digunakan (lihat Simons & Mitroff 2001). Hal ini sangat penting untuk penyelidikan ke dalam mekanisme
yang terlibat dalam visi sehari-hari, yang biasanya tidak ditujukan untuk deteksi perubahan
diantisipasi. Pada salah satu ujung spektrum ini adalah pendekatan disengaja. Di sini, pengamat
sepenuhnya mengharapkan perubahan dan mencurahkan semua sumber daya yang tersedia untuk
mendeteksi hal itu, dengan demikian, ini adalah cara yang baik untuk memeriksa kapasitas persepsi.
Contoh dapat ditemukan dalam bekerja dengan Pollack (1972), Pashler (1988), Jiang dkk. (2000), dan
Wright dkk. (2000). Change blindness umumnya ditemukan di bawah kondisi ini, meskipun semua
sumber daya yang telah dialokasikan untuk tugas itu.
Atensi/ Perhatian
Hasil yang paling baru dapat dijelaskan dengan tesis bahwa fokus perhatian diperlukan untuk melihat
perubahan (Rensink dkk, 1997.). Perubahan di dunia ini selalu disertai oleh sinyal gerakan dalam input;
dalam keadaan normal, sinyal ini akan menjadi unik-atau setidaknya lebih besar dari kebisingan latar
belakang-dan dengan demikian menarik perhatian ke lokasi (Klein dkk, 1992). Hal ini pada gilirannya
akan memungkinkan perubahan yang akan terlihat. Namun, jika sinyal ini terlalu lemah (misalnya, dibuat
terlalu lambat atau dibanjiri oleh transien dikaitkan dengan saccade,flicker, atau percikan), tidak akan
menarik perhatian, dan change blindness akan terjadi.
Mengingat bahwa deteksi perubahan dimediasi oleh "perhatian," penting untuk menentukan dengan tepat
apa yang dimaksud dengan istilah ini, karena beberapa makna yang berbeda dapat berasal untuk itu (lihat
misalnya, Allport 1992). Secara khusus, penting untuk menentukan apakah deteksi perubahan dimediasi
oleh perhatian terfokus diyakini untuk mengikat bersama-sama fitur dalam persepsi penampilan statis
(misalnya, Treisman & Gormican 1988).
Change blindness berkurangi untuk item yang dianggap "menarik" (Rensink et al, 1997.), Dan dengan
isyarat eksogen di lokasi perubahan (Scholl 2000). Dalam kedua jenis situasi, maka, kinerja konsisten
dengan gambar perhatian terfokus. Akhirnya, tampak bahwa priming atensional terjadi di lokasi item
terlihat berubah, dan bahwa priming tersebut tidak terjadi ketika tidak ada pengalaman visual perubahan
(Fernandez-Duque & Thornton 2000). Sekali lagi, ini mendukung pandangan bahwa kuantitas yang
relevan adalah memusatkan perhatian terlibat dalam persepsi menampilkan statis.
Cara kerja perhatian dalam mendeteksi perubahan yakni: Pertama, perhatian bisa membangun sejumlah
struktur yang relatif kompleks (misalnya, file-file objek dari Kahneman et al, 1992 atau bidang koherensi
dari Rensink 2000C.), Dengan kompleks kemudian menjadi dasar untuk deteksi perubahan. Atau,
perhatian mungkin hanya memungkinkan jumlah terbatas pada perbandingan jumlah terbatas informasi
efektif (Scott-Brown et al, 2000.). Beberapa hasil membantah kemungkinan ini yang terakhir. Pertama, ia
tidak dapat menjelaskan kegagalan untuk menggabungkan isi rinci dari fiksasi berturut-turut (Irwin 1991)
atau mengapa pencarian visual untuk item perubahan harus sulit (Rensink 2000b): Jika isi rinci dari
fiksasi berurutan atau menampilkan bisa akumulasi, yang khas Pola dibentuk dari ini harus mudah untuk
dideteksi.Kedua, ketika kedua menampilkan awal dan berubah disajikan untuk jangka waktu yang
semakin panjang, batas tercapai dalam jumlah item yang dapat dilihat untuk mengubah orientasi yang
lama (Rensink 2000b). Ini tidak akan terjadi jika penyimpanan yang terbatas, karena semua item yang
disimpan pada akhirnya akan dibandingkan, bahkan oleh mekanisme kapasitas terbatas.
Jika perhatian bentuk kompleks mampu mendukung deteksi perubahan, sebuah isu penting kemudian
bagaimana visual yang disimpan dalam memori jangka pendek (vSTM). Sebuah pandangan umum adalah
bahwa perhatian terfokus dan vSTM sebagian besar terpisah, dengan perhatian dan membangun kompleks
vSTM memelihara mereka. Namun, hasil pada deteksi perubahan mulai untuk mengubah gambar ini.
Hasil ini menunjukkan bahwa perhatian terfokus dan vSTM tumpang tindih lebih dari yang diyakini
sebelumnya, kesimpulan juga tiba di dari daerah lain studi (lihat misalnya, Cowan 1988). Memang, kedua
mungkin hanya aspek-aspek berbeda dari proses yang sama, dengan barang-barang yang diadakan di
sebuah kompleks koheren selama mereka hadir, tapi berantakan ketika perhatian ditarik (Wolfe 1999,
Rensink 2000C).
Beberapa studi (misalnya, Keberuntungan & Vogel 1997, Rensink 2000b) menunjukkan bahwa beberapa
item dapat diselenggarakan oleh perhatian pada satu waktu. Bagaimana kompleks terkait berhubungan
satu sama lain? Salah satu kemungkinan adalah bahwa setiap benar-benar independen dari yang lain
(Pylyshyn & Badai 1988). Atau, struktur tingkat yang lebih tinggi dapat menghambat apa yang dapat
dilakukan dengan mereka (Yantis 1992; Rensink 2000a, 2001).
Hasil dari deteksi perubahan studi mendukung pandangan yang terakhir. Secara khusus, tampak bahwa
meskipun perhatian dapat berpegang pada 4-5 item pada suatu waktu, ada beberapa penyatuan sifat
mereka ke tempat pengumpulan tunggal, atau perhubungan (Rensink 1999a, 2000C).
Isu penting lainnya adalah isi dari sebuah atensional kompleks yakni jumlah fitur yang disertakan, jumlah
detail untuk masing-masing fitur, dll Penelitian sebelumnya (misalnya, Kahneman et al. 1992)
menunjukkan bahwa konten ini relatif jarang, dengan hanya segelintir fitur diwakili.
Perhatian mungkin tidak peduli dengan pembangunan tujuan umum representasi, melainkan, dengan
pembangunan representasi yang lebih khusus cocok untuk tugas di tangan. Tampak bahwa setidaknya
empat sifat-misalnya, orientasi, warna, ukuran, dan adanya kesenjangan-dapat secara bersamaan
direpresentasikan dalam sebuah kompleks (Keberuntungan & Vogel 1997).
2.2 Kesadaran (Awareness)
Kesadaran ialah kemampuan individu untuk mengadakan relasi (hubungan) dan limitasi hubungan itu
dengan lingkungannya seperti yang tertangkap oleh panca inderanya. Kesadaran yang normal disebut
“compos mentis”, namun kesadaran dapat merendah yang terjadi pada berbagai kondisi fisik lemah atau
sakit yag menyebabkan kesadar seperti (cloudy) somnolens, soporius, dan bahkan comateus.
Kesadaran adalah keadaan seseorang di mana ia tahu atau mengerti dengan jelas apa yang ada dalam
pikirannya. Sedangkan pikiran bisa diartikan dalam banyak makna, seperti ingatan, hasil berpikir, akal,
gagasan ataupun maksud atau niat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kesadaran adalah keinsafan; keadaan mengerti:akan
harga dirinya timbul krn ia diperlakukan secara tidak adil. Hal yg dirasakan atau dialami oleh seseorang.
Kesadaran (conciouness) adalah kesiagaan (awareness) seseorang terhadap peristiwa-peristiwa
dilingkungannya serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi memori, pikiran, perasaan, dan
fisik( Solso, MacLin, MacLin, 2007). Kesadaran disini meliputi dua sisi yakni:
1. Kesadaran meliputi suatu pemahaman terhadap stimuli lingkungan sekitar, contohnya Anda mungkin
tiba-tiba meyadari sakit gigi, suara kicauan burung, perubahan pada film, atau rekognisi visual seorang
rekan lama.
2. Kesadaran juga meliputi pengenalan seseorang akan peristiwa mentalnya sendiri, seperti yang
ditimbulkan oleh memori dan oleh kesadaran pribadi akan jati dirinya, sebagai contoh Anda mungkin
memikirkan nama burung yang Anda lihat, nomor telepon teman lama Anda.
Studi terhadap kesadaran telah betkembang melampaui debat-debat filosofis dan focus ilmiah yang
berpusat pasda ragam kondisi kesadaran. Karakteristik karakteristik utamakerangka kerja yang
meliputi Attention, Wakefulness, Architecture, Recall of knowledge, dan Emotive. Selain itu terdapat pula
atribut sekunder yang tercakup dalam kerangka kerja ini, yaitu: novely, emergence, selectivity,
dan subjectivity ( Solso, MacLin, MacLin, 2007). Sementara itu studi mengenai deteksi perubahan
menunjukkan bahwa orang cenderung gagal untuk melihat perubahan.
Pengamat sangat sering tidak menyadari perubahan besar dalam lingkungan visual mereka sampai
perhatian ditarik langsung ke objek-objek dan atau dimensi yang sedang berubah.Sejumlah studi persepsi
baru-baru ini menunjukkan bahwa obyek atau peristiwa di bidang visual dapat mempengaruhi perilaku
bahkan ketika benda-benda atau peristiwa yang tidak sadar terdeteksi oleh pengamat (Chen, 1998; Graves
& Jones, 1992; Kolb & Braun, 1995; Mack & Rock, 1998; McCormick, 1997; Moore & Egeth, 1997).
Ada juga bukti bahwa rangsangan dapat diproses oleh sistem visual bahkan ketika kurangnya kesadaran
ini disebabkan oleh defisit perhatian daripada defisit visual, dengan kasus kelalaian sepihak. Meskipun
rangsangan disajikan kepada bidang visual diabaikan biasanya gagal untuk mencapai kesadaran,
rangsangan tersebut tetap dapat digunakan untuk segregasi figure–grounddan juga dapat berkontribusi
untuk ilusi geometris (Driver, Baylis, & Rafal, 1992; Ro & Rafal, 1996).
Pengamat sering menemukan kesulitan untuk secara sadar melihat perubahan tampilan visual dalam
situasi di mana transien lokal dikurangi atau dihapus (misalnya Phillips, 1974;. Rensink et al, 1997) .
Meskipun pengamat mengharapkan perubahan, tingkat deteksi eksplisit sangat miskin, jarang melebihi
50%.
2.3 Media Audio Visual (Film)
2.3.1Pengertian Media Audio Visual
Sebelum beranjak ke pengertian media audio visual maka terlebih dahulu kita mengetahui arti kata media
itu sendiri. Apabila dilihat dari etimologi “kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk
jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau maksudnya sebagai perantara atau
alat menyampaikan sesuatu” (Salahudin,1986: 3).
Sejalan dengan pendapat di atas, AECT (Association For Education Communication Technology) dalam
Arsyad mendefinisikan bahwa “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan
informasi” (Arsyad, 2002:11).
“Audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi), meliputi media yang dapat dilihat dan didengar” (Rohani, 1997: 97-
98).
Jadi, media audio visual adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan
informasi meliputi media yang dapat dilihat dan didengar.
2.3.2 Bentuk-bentuk Media Audio Visual
Berbicara mengenai bentuk media, disini media memiliki bentuk yang bervariasi, baik dari segi
penggunaan, sifat bendanya, pengalaman, dan daya jangkauannya, maupun dilihat dari segi bentuk dan
jenisnya.
Dalam pembahasan ini akan dipaparkan sebagian dari bentuk Media Audio Visual yang dapat
diklasifikasikan menjadi delapan kelas yaitu:
1. Media audio visual gerak contoh, televisi, video tape, film dan media audio pada
umumnaya seperti kaset program, piringan, dan sebagainya.
2. Media audio visual diam contoh, filmastip bersuara, slide bersuara, komik dengan suara.
3. Media audio semi gerak contoh, telewriter, mose, dan media board.
4. Media visual gerak contoh, film bisu
5. Media visual diam contoh mikrofon, gambar, dan grafis, peta globe, bagan, dan
sebagainya
6. Media seni gerak
7. Media audio contoh, radio, telepon, tape, disk dan sebagainya
8. Media cetak contoh, televisi (Soedjarwono, 1997: 175).
2.3.3 Film
Media audio visual yang digunakan dalam penelitian ini adalah film bersuara dimana memiliki
karakteristik khusus yakni dapat menggambarkan suatu proses, kejadian dan sebagainya, dapat
menimbulkan kesan ruang dan waktu, pengamarannya bersifat tiga dimensional, suara yang dihasilkan
dapat menimbulkan realita pada gambar dalam bentuk eksperesi murni, kalau film tersebut berwarna akan
dapat menambah realita objek yang diperagakan, dan dapat menggambarkan teori sains dan animasi.
Perubahan objek yang diperagakan dalam media audio visual (film) sering tidak kita sadari keberadaanya.
Inilah yang merupakan salah satu keterbatasan orang dalam menerima informasi. Dalam menerima
informasi orang sulit dalam mengidentifikasi perubahan objek.
Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media
komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita
seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala
bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau
tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik,
dan atau lainnya.
Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema.
Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan-
lapisan cairan selulosa, biasa di kenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harafiah
film (sinema) adalah Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie =
grhap (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat
melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.
Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera,
dan atau oleh animasi. Kamera film menggunakan pita seluloid (atau sejenisnya, sesuai perkembangan
teknologi). Butiran silver halida yang menempel pada pita ini sangat sensitif terhadap cahaya. Saat proses
cuci film, silver halida yang telah terekspos cahaya dengan ukuran yang tepat akan menghitam,
sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak terekspos akan tanggal dan larut bersama cairan
pengembang (developer).
2.5 Hipotesis
Untuk menguji hubungan kedua variabel yang akan diteliti dalam penelitian kali ini, maka akan diajukan
hipotesis atau pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih yang mengandung
implikasi-implikasi yang jelas (Kerlinger, 2000). Hipotesis yang akan diajukan adalah sebagai berikut :
H0 : Tidak Terdapat Pengaruh Kesadaran terhadap Deteksi Perubahan Objek pada Media Audio Visual
(film)
H1 : Terdapat Pengaruh Kesadaran terhadap Deteksi Perubahan Objek pada Media Audio Visual (film)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif yakni analisa data
dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik. Data penelitian hanya akan diinterpretasikan
dengan lebih objektif apabila diperoleh lewat suatu pengukuran yang disamping valid dan reliabel, juga
objektif (Anzwar 2003).
Sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah within subject design atau disebut juga dengan
penelitian N-kecil, yang berarti dalam kelompok benar-benar homogen. Ada tiga tahap penelitian
eksperimental yang terlibat dalam desain within subject. Pertama, menciptakan garis dasar perilaku. Ini
dilakukan dengan mengukur perilaku dalam penyelidikan selama waktu tertentu. Kedua,
memberikan variabel bebas dan kemudian mengukur variable terikat yang muncul, serta memperhatikan
jika adanya perubahan. Ketiga, tidak memberikan variable bebas dan terus mengukur variable
terikat selama waktu tertentu.
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel penelitian
Sutrisno dalam Arkunto (2006) mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi, dan gejala
tersebut adalah objek penelitian. Definisi variabel dalam penelitian ini adalah kesadaran dalam
mendeteksi perubahan objek, deteksi perubahan objek pada media audio visual. Variabel dibagi atas dua
macam. IV (Independent Variablel) adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut dengan variabel
bebas (X), DV (Dependent Variable) adalah variabel yang merupakan akibat atau disebut juga variabel
terikat (Y). Sedangkan SV (Secondary Variable) adalah variable yang ikut berpengaruh terhadap DV,
tetapi bukan variable yang dimanipulasi.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (IV) adalah kesadaran dalam mendeteksi perubahan
objek, sedangkan yang menjadi variabel terikat (DV) adalah deteksi perubahan objek pada media audio
visual
Sementara itu secondary variabel (SV) dalam penelitian ini adalah:
1. Atensi adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi
yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan maupun proses kognitif lainnya.
2. Motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu.
3. Penglihatan yang normal adalah penglihatan yang normal yang tidak memiliki gangguan
penglihatan dan tidak mengganggu fungsi penglihatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Menurut Ronny (2004), populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dan suatu obyek yangmerupakan
perhatian peneliti. Populasi yang diambil adalah dengan kriteria sebagai berikut:
a. Populasi berdomisili di Jakarta dan sekitarnya
b. Seluruh mahasiswa-mahasiswi semester 1 tahun 2011 Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data (Sukardi. 2005:54). Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 30 orang mahasiswa-mahasiswi semester 1 tahun 2011 Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan meggunakan teknik nonprobabilitas, yaitu teknik
sampel bertujuan atau purposive sample. Menurut Arikunto (2002), purposive sample dilakukan dengan
cara mengambil subyek bukan berdasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya
tujuan tertentu. Karakteristik utama dalam penelitian ini yakni:
· Sampel yang digunakan adalah mahasiswa-mahasiswi Psikologi UIN Jakarta
· Tidak memiliki masalah penglihatan maupun pendengaran.
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tingkat-tingkat atau urutan-urutan yang harus dikerjakan dalam suatu
penelitian (Hasan, 2002). Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah:
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Merumuskan masalah yang akan diteliti
b. Menentukan variabel yang akan diteliti, melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan
gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian.
c. Menentukan metode yang akan digunakan dalam penelitian
d. Membuat panduan ekpserimen.
e. Menyiapkan alat perlengkapan yang dibutuhkan pada proses penelitian (laptop 14 inch,
software media pleyer clasic, headset, pulpen, dan lembar panduan ekperimen)
2. Tahap Pengambilan Data
a. Menentukan populasi dan sampel yang dibutuhkan
b. Calon responden didapat dengan cara mendatangi mereka kedalam kelas mereka pada saat jam
istirahat
c. Untuk mengetahui apakah calon responden termasuk kedalam karakteristik sampel penelitian,
maka ditanyakan terlebih dahulu apakah mereka memiliki gangguan terhadap penglihatan
atau tidak. Karena dalam penelitian ini menggunakan media yang berupa audio visual.
d. Jika calon responden masuk ke dalam karakteristik sampel penelitian, maka dimintai
kesediaannya untuk menjadi responden dalam penelelitian ini.
e. Mengulangi langkah yang sama pada nomor 1 dan 2 hingga tercapai target jumlah responden
penelitian.
f. Setelah target terpenuhi, mak peneliti mengatur jadwal untuk melakukan eksperimen.
g. Pada saat penelitian responden diminta untuk menonton film (stimulus)
h. Setelah itu, peneliti menanyakan:
”Apakah anda melihat perubahan seperti adanya perubahan warna, benda, maupun aktor
dalam film tersebut?”
i. Jika responden menjawab iya maka, maka peneliti menelaah lebih jauh perubahan apa yang
dilihat oleh responden.
j. Selanjutnya peneliti memberitahukan bahwa dalam film tersebut terdapat perubahan.
k. Selanjutnya, responden diminta untuk menonton kembali film yang sama, dengan diberikan
instruksi untuk memperhatikan perubahan-perubahan dalam film tersebut.
l. Setelah itu peneliti menanyakan ”Perubahan-perubahan apa saja yang anda lihat dalam film
tersebut?”.
m. Terakhir ekperimenter menjelaskan bahwa eksprimen telah selesai dan responden
dipersilahkan untuk meninggalkan ruang eksperimen
3. Tahap Pengolahan Data
a. Melakukan analisis data dengan menggunakan persentase untuk menguji hipotesis penelitian.
4. Tahap Pembahasan
a. Menginterpretasikan dan membahas hasil eksperimen berdasarkan teori
b. Menggunakan kesimpulan hasil penelitian dengan menperhitungkan data penunjang yang
diperoleh.
Kontrol SV ( Secondary Variable )
Metode yang digunakan untuk mengontrol Secondary variabel (SV) adalah kosnstansi, yakni
menyamakan semua SV pada semua kelompok yakni sebagai berikut :
1. Mengkonstansikan atensi dalam penelitian ini dengan cara memberikan headset pada responden agar
responden fokus pada film yang ditampilkan.
2. Mengkonstansikan penglihatan yang normal bagi responden yang ikut serta dalam penelitian
eksperimen, dengan cara memilih responden yang tidak memiliki gangguan penglihatan sebelum
pelaksanaan penelitian.
3. Menyamakan motivasi responden untuk ketersediaannya dalam mengikuti penelitian ini, misalnya
tidak adanya paksaan, tidak mengharapkan insentif dan faktor eksternal lainnya.
3.5 Teknik Pengumpulan data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara adalah
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan proses Tanya jawab yang dilakukan langsung antara
pewawancara dengan responden. Menurut Donald Ary dkk seperti dikutip Yatim Riyanto,wawancara itu
bisa dibagi menjadi dua jenis.
Pertama, jenis wawancara berstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaan dan alternative jawabannya
sudah disediakan oleh pewawancara. Kedua, wawancara tak berstruktur, yaitu wawancara yang lebih
bersifat informal. Dalam wawancara yang pertanyaannya tidak dipersiapkan dengan kaku ini informan
atau responden diberi kebebasan menguraikan jawabannya serta mengungkapkan pandangannya sesuka
hati. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara terstruktur dimana telah disipakan
draft wawancara sebelumnya.
Adapun petanyaan yang ditanyakan adalah sebagai berikut:
”Apakah anda melihat perubahan seperti adanya perubahan warna, benda, maupun aktor dalam film
tersebut?”
3.6 Teknik Analisis Data
Menurut Hasan (2006: 24), pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau
angka ringkasan dengan menggunakan caracara atau rumus-rumus tertentu. Pengolahan data bertujuan
mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang lebih halus sehingga memberikan arah
untuk pengkajian lebih lanjut (Sudjana, 2001: 128). Teknik pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan penghitungan manual untuk mendapatkan hasil persentase.
Analisis Data menurut Hasan (2006: 29) adalah memperkirakan atau dengan menentukan besarnya
pengaruh secara kuantitatif dari suatu (beberapa) kejadian terhadap suatu (beberapa) kejadian lainnya,
serta memperkirakan/meramalkan kejadian lainnya. Kejadian dapat dinyatakan sebagai perubahan nilai
variabel. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh baik melalui hasil
kuesioner dan bantuan wawancara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
Deskriptif Persentase. Deskriptif persentase ini diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah
responden dikali 100 persen, seperti dikemukan Sudjana (2001: 129) adalah sebagai berikut:
P= F X 100 %n
Keterangan :
P : Persentase
f : Frekuensi
N : Jumlah responde
100% : Bilangan tetap
Penghitungan deskriptif persentase ini mempunyai langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengkoreksi jawaban hasil wawancara dari responden
b. Menghitung frekuensi jawaban responden
c. Jumlah responden keseluruhan adalah 30 orang
d. Masukkan ke dalam rumus.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
· Duque, Diego Fermandez dan Ian M. Thornton. 2007. Change Detection Without Awareness: Do
Explicit Reports Underestimate the Representation of Change in the Visual System. Visual Cognition,
7 : 323-344.
· Hadi, Sutrisno. Metodologi Research Jilid I. (1991). Yogyakarta: Andi Offset.
· Hollingworth, Andrew, dkk. 2001. Change detection in the flicker paradigm: The role of fixation
position within the scene. Memory & Cognition 2001, 29 (2), 296-304.
· Kenneth C Scott dan Harry S Orback. 1998. Contrast Discrimination, non-uniform patterns and Change
Blindness. The Royal Society: UK.
· Levin, Daniel T. dan Daniel J. Simons. 1997. Failure to Detect Changes to Attended Objects in Motion
Pictures. Psychonomic Bulletin & Review 1997, 4 (4), 501-506:
· Marr D. (1982). Vision “is a process that produces from images of the external world adescription that
is useful to the viewer and not cluttered with irrelevant information.”. WH Freeman and Co, New
York.
· Most, Steven B, dkk. 2001 How Not To Be Seen: The Contribution of Similarity and Selective Ignoring
to Sustained Inattentional Blindness. Psychological Science Vol. 12, No. 1, January 2001.
· Rensink, Ronald A. 2002. Change Detection. University of British Columbia: Canada.
· Rensink Ronald A, O’Regan JK, Clark JJ. 1997. To See or Not To See: The Need for Attention to
Perceive Changes in Scenes. Psychological Science, 8 : 36 -373.
· Rensink, Ronald A. 2000. When Good Observers Go Bad: Change Blindness, Inattentional Blindness,
and Visual Experience. University of British Columbia: Canada.