Bite Mark Analysis
-
Upload
luh-tu-pebriyanti -
Category
Documents
-
view
37 -
download
7
description
Transcript of Bite Mark Analysis
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Aplikasi ilmu forensik dalam membantu proses penyidikan di bidang hukum
tidak hanya menggunakan ilmu kedokteran namun juga menggunakan ilmu
kedokteran gigi. Forensik dengan ilmu kedokteran gigi disebut ilmu kedokteran gigi
forensik. Pada forensik kedokteran gigi, digunakan rekam medis dental individu yang
diperiksa, baik sebagai korban maupun tersangka, yang sangat membantu menentukan
keputusan akhir dari kasus yang ada (Bowers, 2004).
Perbandingan ciri-ciri khusus yang terdapat pada gigi asli maupun gigi palsu
serta restorasi-restorasi gigi memungkinkan korban yang telah membusuk, terbakar,
atau termutilasi dapat diindentifikasi sebagai individu spesifik. Identifikasi korban
yang telah meninggal merupakan tugas yang paling sering dilakukan dokter gigi
forensik namun bidang ilmu kedokteran gigi forensik yang paling menantang adalah
analisis bitemarkmanusia atau hewan yang ditemukan pada kulit atau objek-objek
pada tempat kejadian perkara. Perbandingan ciri-ciri unik yang ditemukan dengan
ciri-ciri pada gigi tersangka dapat mengungkapkan hubungan penting antara tersangka
dan korban.
Menurut William Eckert (1992), pola gigitan adalah bekas gigitan dari pelaku
yang tertera pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat
di bawah kulit sebagai pola akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku
melalui kulit korban.
Bite mark manusia umumnya tampak sebagai daerah kontusi atau abrasi
berbentuk bulat atau elips. Pada beberapa kasus, permukaan kulit dapat juga
mengalami laserasi atau potongan jaringan dapat terlepas seutuhnya. Analisis bite
mark manusia merupakan bagian ilmu kedokteran gigi forensik yang sulit karena
elastisitas kulit, lokasi anatomis, dan tekanan gigitan dapat menyebabkan berubahnya
penampakan bite mark.
BITE MARK ANALYSIS | 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI GIGI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Gigi adalah tulang keras dan
kecil-kecil berwarna putih yg tumbuh tersusun berakar di dl gusi dan
kegunaannya untuk mengunyah atau menggigit.
Menurut Pearce (1979) dalam Yuwana (2010), sebuah gigi mempunyai
mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di atas gusi, lehernya
dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang
sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa.
Gambar 1. Anatomi gigi manusia (potongan sagital)
Menurut masa pertumbuhan gigi manusia terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Gigi Susu
Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada umur 6 -9
bulan dan lengkap pada umur 2 – 2,5 tahun. Gigi susu terdiri dari
5 gigi pada setiap daerah rahang masing - masing adalah : 2 gigi
seri (incicivus),1 gigi taring (canninus), dan 2 gigi molar.
BITE MARK ANALYSIS | 2
2. Gigi Permanen
Gigi permanen berjumlah 28 – 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1 gigi
taring, 2 gigi premolar, dan 3 gigi molar pada setiap daerah
rahang. Gigi permanen menggantikan gigi susu. Antara umur 6 –
14 tahun 20 gigi susu diganti gigi permanen. Gigi molar 1 dan 2
mulai erupsi pada umur 6 – 12 tahun sedangkan gigi molar 3 mulai
erupsi pada umur 17 – 21 tahun.
2.2 DEFINISI BITE MARK
Bite mark adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit
korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit
sebagai pola akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui
kulit korban.
Pola gigitan mempunyai suatu gambaran dari anatomi gigi yang sangat
karakteristik yang meninggalkan pola gigitan pada jaringan ikat manusia baik
disebabkan oleh hewan maupun manusia yang masing-masing individu sangat
berbeda.
2.3 SEJARAH BITE MARK ANALYSIS
Dalam pertengkaran antara penyerang dan korban, ada kecenderungan
untuk gigi yang akan digunakan sebagai senjata. Kadang-kadang hanya taktik
defensif korban untuk menimbulkan cedera serius pada si penyerang misalnya
dalam serangan seksual, termasuk pembunuhan seksual, perkosaan dan
pelecehan seksual anak, para penyerang lebih sering menggigit korban
mereka. Hal ini dapat dilihat sebagai ekspresi dominasi, kemarahan dan
perilaku kebinatangan tidak banyak orang memiliki pandangan bahwa gigi
dapat menjadi senjata kekerasan sehingga identifikasi melaui bekas gigitan
jarang digunakan sampai pada tahun 1890 mulai diakui di kalangan ilmiah.
Sebuah perkembangan dalam penyelidikan bekas gigitan di AS dimulai
pada 1962 ketika diadakannya pelatihan khusus dalam forensik odontolgy di
Armed Forces Institute of Pathology (AFIP) di Washington DC. Kemudian
BITE MARK ANALYSIS | 3
pada tahun 1970, ilmu gigi forensik menjadi bagian sebuah departemen di
American Academy of Forensic Sciences (AAFS), dan diakui khusus dalam
ilmu forensik. Pada tahun 1976, American Board of odontologi Forensik
(ABFO) diselenggarakan. Ini merupakan langkah menuju profesionalisme di
bidang odontologi forensik.
2.4 KLASIFIKASI BITE MARK
Pola gigitan mempunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya
gigitan, pada pola gigitan manusia terdapat 6 kelas yaitu:
1. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisive dan kaninus.
2. Kelas II : pola gigitan kelas II seperti pola gigitan kelas I tetapi terlihat
pola gigitan cusp bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp
lingualis tetapi derajat pola gigitannya masih sedikit.
3. Kelas III : pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II
yaitu permukaan gigit insisive telah menyatu akan tetapi dalamnya luka
gigitan mempunyai derajat lebih parah dari pola gigitan kelas II.
4. Kelas IV : pola gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di
bawah kulit yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat pola
gigitan irreguler.
5. Kelas V : pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan
insisive, kaninus dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
6. Kelas VI : pola gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh
gigitan dari rahang atas, rahang bawah, dan jaringan kulit serta jaringan
otot terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dan pembukaan mulut.
BITE MARK ANALYSIS | 4
Gambar 2. Klasifikasi Pola Gigitan
Menurut Kaur, dkk (2013), terdapat tujuh tipe pola gigitan, yaitu
sebagai berikut:
1. Haemorage = titik perdarahan kecil.
2. Abrasi = tidak ada bekas kerusakan kulit.
3. Luka memar = pembuluh darah putus, memar, biru, lebam.
4. Luka laserasi = tertusuk/sobek pada kulit.
5. Pengirisan = tusukan yang rapi pada kulit.
6. Avulsi = kulit terlepas.
7. Artifact = digigit hingga bagian tubuh menjadi terpotong.
BITE MARK ANALYSIS | 5
2.5 JENIS-JENIS BITE MARK
A. Pola Gigitan Manusia
Pola gigitan pada jaringan manusia sangatlah berbeda
tergantung organ tubuh mana yang terkena, apabial pola gigitan pelaku
seksual mempunyailokasi tertentu, pada penyiksaan anak mempunyai
pola gigitan pada bagian tubuh tertentu pula akan tetapi pada gigitan
yang dikenal sebagai child abuse maka pola gigitannya hampir semua
bagan tubuh.
1. Pola gigitan heteroseksual.
Pola gigitan pada pelaku-pelaku hubungan intim antar
lawan jenis dengan perkataan lain hubungan seksual antara pria
dan wanita terdapat penyimpangan yang sifatnya sedikit
melakukan penyiksaan yang menyebabkan lawan jenis sedikit
kesakitan atau menimbulkan rasa sakit.
a. Pola gigitan dengan aksi lidah dan bibir.
Pola gigitan ini terjadi pada waktu pelaksanaan birahi
antara pria dan wanita.
b. Pola gigitan pada organ genital
Pola gigitan ini bila terjadi pada pria biasanya dilakukan
gigitan oleh orang yang dekat dengannya misalnya istrinya
atau teman selingkuhnyanya yang mengalami cemburu
buta.
c. Pola gigitan pada sekutar organ genital.
Pola gigitan ini terjadi akibat pelampiasan dari
pasangannya atau istrinya akibat cemburu buta yang
dilakukan pada waktu suaminya tertidur pulas setelah
melakukan hubungan seksual.
d. Pola gigitan pada mammae.
Pola gigitan ini terjadi pada waktu pelaksanaan senggama
atau berhubungan intim dengan lawan jenis. Pola gigitan
ini baik disekitar papilla mammae dan lateral dari
mammae. Oleh karena mammae merupakan suato organ
tubuh setengah bulatan maka luka pola gigitan yang
BITE MARK ANALYSIS | 6
dominan adalah gigitan kaninus. Sedangkan pola gigitan
gigi seri terlihat sedikit atau hanya memar saja.
Gambar 3. Bite Mark yang ditemukan pada payudara
2. Pola gigitan pada penyikasaan anak.
Pola gigitan ini dapat terjadi pada seluruh lokasi atau di
sekeliling tubuh anak-anak atau balita yang dilakukan oleh
ibunya sendiri. Hal ini disebabkan oleh suatu aplikasi dari
pelampiasan gangguan psikis dari ibunya oleh karena
kenakalan anaknya atau kerewelan anaknya ataupun
kebandelan dari anaknya.
Gambar 4. Bite Mark yang ditemukan pada otopsi anak-anak
BITE MARK ANALYSIS | 7
Pola gigitan ini terjadi akibat faktor-faktor iri dan
dengki dari teman ibunya, atau ibu anak tetangganya oleh
karena anak tersebut lebih pandai, lebih lincah, lebih
komunikatif dari anaknya sendiri maka ia melakukan
pelampiasan dengan menggunakan gigitannya dari anak
tersebut. Hal ini terjadi dengan rencana oleh karena ditunggu
pada waktu korban tersebut melewati pinggir atau depan
rumahnya dan kemudian setelah melakukan gigitan itu, ibu
tersebut melarikan diri.Lokasi pola gigitan pada bagian tubuh
tertentu yaitu daerah punggung, bahu atas, leher.
B. Pola Gigitan Hewan
Pola gigitan hewan umumnya terjadi sebagai akibat dari
penyerangan hewan peliharaan kepada korban yang tidak disukai oleh
hewan tersebut. Kejadian tersebut dapat terjadi tanpa instruksi dari
pemeliharanya atau dengan instruksi dari pemeliharanya. Beberapa
hewan yang menyerang korban karena instruksi dari pemeliharanya
biasanya berjenis herder atau doberman yang memang secara khusus
dipelihara pawang anjing di jajaran kepolisian untuk menangkap
pelaku atau tersangka. Pola gigitan hewan juga disebabkan sebagai
mekanisme pertahanan diri maupun sebagai pola penyerangan terhadap
mangsanya.
Gambar 5. Bite Mark yang ditimbulkan akibat gigitan lintah, kura-kura,
dan anjing (dari kiri ke kanan)
BITE MARK ANALYSIS | 8
2.6 IDENTIFIKASI BITE MARK
Bitemark merupakan pola yang dibuat oleh gigi pada kulit, makanan
atau substrat yang lembut tetapi dapat tertekan. Kebanyakan bitemark pada
bagian forensik adalah kontak antara gigi manusia dengan kulit dan analisis
memperlihatkan keunikan gigi yang tercatat secara akurat pada kulit.
Perempuan lebih sering digigit dibandingkan pada pria, dengan kebanyakan
gigitan terjadi pada payudara (33%) dan lengan (19%).
Gigitan biasanya tampak sebagai luka oval atau melingkar disertai
goresan, abrasi, kadang-kadang laserasi, indentasi, dan avulsi yang disebabkan
oleh gigi tertentu bisa tampak dipermukaan kulit.
Bekas gigitan menggambarkan bentuk susunan gigi dari seseorang.
Sering kali tampak sebagai bentuk busur ganda atau kadang goresan tidak
terpola. Paling sering bekas gigitan berasal dari enam gigi depan atas atau
enam gigi depan bawah, kadang juga terdapat juga bekas gigitan yang berasal
dari gigi geraham belakang.
Pada gigitan hewan (lebih besar dari pada serangan gigitan manusia)
mengakibatkan laserasi yang parah pada permukaan kulit bahkan
pengelupasan seluruh lapisan kulit. Papila mamma dan beberapa daerah atau
lokasi lain pada payudara, perut, bahu, hidung, telinga, dan jari sering menjadi
target gigitan manusia. Ekstremitas seperti kaki atau tungkai, lengan, dan
tangan sering menjadi serangan atau gigitan binatang.
Bekas gigitan akan terbentuk bila suatu benda keras (dalam hal ini
gigi) menekan benda yang lebih lunak (dalam hal ini kulit dan daging). Dalam
kasus bekas gigitan, gigi yang keras meninggalkan bekas berupa abrasi,
laserasi, dan indentasi atau luka trauma yang lain pada permukaan kulit yang
halus pada lokasi yang digigit.
Dalam investigasi, ciri utama atau karakteristik utama luka bekas
gigitan merupakan sumber atau alat identifikasi yang umum digunakan.
Menurut odontologi, bekas sirkuler atau melingkar di kulit yang terdiri dari
beberapa laserasi kecil dengan area pusat berupa ekimosis merupakan
karakteristik utama dari gigitan. Ciri ini berbeda dari kasus-kasus luka yang
diakibatkan oleh hal lain. Selain itu, ciri-ciri khusus dari suatu bekas gigitan
juga bisa menentukan bekas gigitan itu diakibatkan oleh karena gigitan anak
BITE MARK ANALYSIS | 9
atau orang dewasa, dengan membandingkan ukuran gigi, bentuk, dan lebar
dari busur gigi. Odontologi juga bisa membedakan dimensi dari goresan,
abrasi, dan laserasi sehingga dapat membantu membedakan bekas gigitan
tersebut merupakan gigitan manusia atau bukan.
Ciri, bentuk, atau anatomis dari gigi seperti patahan enamel, batas
gigitan yang tidak sesuai merupakan ciri susunan gigi perorangan yang bisa
dijadikan ciri gigi seseorang yang merupakan data berharga bagi odontologist.
Dengan demikian, jika informasi yang tersedia minimal, jenis luka atau pola
luka kadang tidak dapat diidentifikasi.
Ketika bekas gigitan ditemukan dan odontologist diminta untuk
melakukan pemeriksaan awal pada bekas gigitan tersebut biasanya yang
berwajib (pihak berwajib) menjadikannya sebagai bukti forensik penting.
Pemeriksaan awal pada bekas gigitan yang harus ditanyakan adalah sebagai
berikut:
1. Apakah luka tersebut merupakan bekas gigitan ?
2. Jika itu adalah gigitan, apakah gigitan tersebut disebabkan oleh gigitan
manusia ?
3. Apakah penampilan dari bekas gigitan sesuai dengan umur dari
tersangka yang dianggap melakukan kriminalitas atau kejahatan dan
waktu terjadinya ?
4. Apakah bekas gigitan tersebut menampakkan ciri khusus, unik,
individual, dari gigi penggigit tersebut ?
5. Dapatkah gambaran gigitan tersebut dibandingkan dengan bekas
gigitan tersangka lain yang diduga turut melakukan gigitan ?
Odontologi harus berhati-hati dalam menganalisa luka bekas
gigitan untk mendapatkan kesimpulan yang akurat sebagai bukti yang
membantu dalam pengadilan. Harus ada juga cukup data untuk
menegakkan dugaan terhadap bukti gigitan tersebut cocok atau sesuai
dengan keadaan fisik gigi seseorang.
Terdapat beberapa prosedur yang dapat dilakukan untuk menjaga
dan melindungi informasi dental forensik yaitu dengan melihat luka
tersebut sebagai bitemark yang potensial; melakukan swab saliva luka
BITE MARK ANALYSIS | 10
bekas gigitan, melakukan fotografi, membuat cetakan, dan dapat juga
dilakukan eksisi serta mengawetkan bitemark tersebut. Kejelasan dan
bentuk dari bitemark dapat berubah dalam waktu yang sangat singkat baik
pada korban yang masih hidup maupun korban mati. Fotografi dapat
dilakukan untuk mendokumentasikan bitemark karena fotografi
menghasilkan informasi yang dapat dipercaya, tetapi fotografi memiliki
kekurangan karena menggambarkan objek tiga dimensi dalam film dua
dimensi.
Bekas gigitan dan luka memar dan berubah dalam beberapa waktu,
terutama pada korban hidup, tetapi juga terjadi pada korban mati, sehingga
penting untuk melakukan fotografi serial tiap interval waktu tertentu.
Interval 24 jam dalam periode 3-5 hari telah terbukti efektif untuk
merekam fenomena kematangan luka memar. Kegunaan fotografi ini
secara umum adalah merekam lokasi gigitan pada tubuh korban
sehubungan dengan letak anatomis.
Para ahli serologi memperkirakan bahwa 80-85% dari seluruh
populasi manusia, mensekresi agglutinin yang identik dengan golongan
darah ABO pada cairan tubuh mereka (saliva atau air liur, cairan
seminalis, air mata, keringat) sehingga dapat digunakan untuk menentukan
klasifikasi golongan darah ABO masing masing individu. Pada
penampilan luka yang meragukan, penemuan enzim amilase pada luka
dapat memastikan bahwa luka tersebut merupakan bekas gigitan. Sebagai
tambahan, penelitian terakhir menunjukkan bahwa saliva juga
mengandung sel sel epitel dari permukaan dalam bibir dan mukosa mulut,
serta leukosit dari cairan atau jaringan gusi. Sel-sel ini dapat menjadi
sumber bukti DNA.
Sebuah gigitan tidak akan terjadi tanpa meninggalkan jejak saliva
sehingga langkah pertama pengambilan bukti, sebelum tubuh korban
dibersihkan,adalah melakukan swab secara hati-hati pada area gigitan
dengan menggunakan kapas swab yang agak basah untuk mengambil
saliva dan atau sel-sel mukosa permukaan kulit. Sebelum melakukan swab,
BITE MARK ANALYSIS | 11
harus ditanyakan dahulu pada orang-orang di TKP apakah area luka
tersebut belum pernah dibersihkan, disentuh, atau diubah dengan cara
apapun.
American Board of Forensik Odontology (ABFO)
merekomendasikan untuk membuat cetakan pada daerah yang tergigit;
bahan cetakan yang digunakan harus memenuhi spesifikasi dan harus
dipersiapkan berdasarkan instruksi pabrik. Bahan cetak yang biasa
digunakan adalah hidrokoloid dan light-body vinyl polysiloxane (VPS).
Polieter, dilaporkan memiliki keakuratan yang sangat baik, stabilitas
jangka panjangnya baik, good elastic recovery, dan resisten terhadap
basah. Hydrophilicity yang baik menjamin hasil cetakannya memiliki
detail reproduksi yang baik pada permukaan basah, termasuk daerah yang
sulit diakses.
Setelah foto, swab, den prosedur-prosedur lainnya telah dilakukan
pada korban, dokter gigi forensik harus pula membuat catatan detail
mengenai prosedur dan bahan yang digunakan bersama dengan batas
tanggal akhir berlakunya dan nomor seri pabrik yang membuatnya.
BITE MARK ANALYSIS | 12
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bite mark adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban
dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai pola
akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban.
Terdapat beberapa prosedur yang dapat dilakukan dalam proses menganalisa pola
gigitan yang juga berfungsi untuk menjaga dan melindungi informasi dental forensik
yaitu dengan melihat luka tersebut sebagai bitemark yang potensial; melakukan swab
saliva luka bekas gigitan, melakukan fotografi, membuat cetakan, dan dapat juga
dilakukan eksisi serta mengawetkan bitemark tersebut. Setelah semua prosedur telah
dilakukan pada korban, dokter gigi forensik harus pula membuat catatan detail
mengenai prosedur dan bahan yang digunakan bersama dengan batas tanggal akhir
berlakunya dan nomor seri pabrik yang membuatnya.
BITE MARK ANALYSIS | 13
DAFTAR PUSTAKA
Apriana, Ika, et al. 2013. Analisis Bitemark Serta Dental Print dan Adobe Photoshop
Software Untuk Memudahkan Identifikasi. Diakses di:
https://id.scribd.com/doc/154266217/BITE-MARK-SIDOARJOnew-docx,
pada 8 September 2015, pukul 15.00 WITA.
Kaur, Sandeep, et al. 2013. Oral Health and Dental Management, Volume 12, Issue 3:
Analysis and Identification of Bite Marks in Forensic Casework. Diunduh di:
http://www.omicsonline.com/open-access/2247-2452/2247-2452-12-500.pdf,
pada 7 September 2015, pukul 17.00 WITA.
Pretty, Iain. 2008. Forensic Dentistry: Bitemarks and Bite Injuries. Diunduh di:
http://www.forensic-dentistry.info/wp/wp-content/uploads/2010/05/3501048-
Dental-Update-Article-on-Bitemarks.pdf, pada 7 September 2015, pukul 17.00
WITA.
Yuwana, Christandi Prana. 2010. Makalah Anatomi Gigi. Diakses di
https://id.scribd.com/doc/42487664/MAKALAH-ANATOMI-GIGI, pada 8
September 2015, pukul 15.00 WITA.
BITE MARK ANALYSIS | 14