BIROKRASI: PELAYANAN NEGARA TERHADAP PUBLIK
Transcript of BIROKRASI: PELAYANAN NEGARA TERHADAP PUBLIK
BIROKRASI: PELAYANAN
NEGARA TERHADAP PUBLIK:
Kuliah Ke 2
Mata Kuliah Birokrasi dan Governansi Publik
Drs. Sudarmo, MA., Ph.D
Senin, 30 Agustus 2021 (JAM 07.30-10.10)
Link video: (tersedia di OCW dan Spada)
https://drive.google.com/file/d/1GbG8E7rFTb6vCZMuRG9a2FtwqblgisWa/view?usp=sharing
Tuntutan Realisasi nilai-nilai 1. Responsivitas (pemenuhan kepada setiap orang yang membutuhkan
pelayanannya tanpa hak menolak)
2. Responsibilitas (mengikuti peraturan tanpa penyelewengan da diskresi berlebihan
3. Akuntabiltas (akutabilitas sosial, akutablitas hukum/legal, dan akutabilitas
administrasi dan prosedur); keseimbangan dalam priotitas pelayaa tanpa pilih
kasih secara self-interest
4. Transparansi dan keterbukaan dan kemudahan akses informasi
5. Pemenuhan hak asasi manusia dan berkeadilan sosial
6. Tidak bebas nilai (bukan dikotomis politik-administrasi, tetapi kontinum politik-
administrasi publik yang bisa megambil bentuk pergeseran dari paradigma new
public management, public value management, new public service, good
governance melalui koreksi sound goverace dan dynamic governance, dan human
governance.
Semakin lengkap kriteria tersebut dipenuhi maka memperlihatkan tigkat taggung
jawab birokrasi; sebaliknya semakin sedikit kriteria tersebut dipenuhi maka
memperlihatkan birokrasi yang kurang bertanggung jawab
Pelayanan Birokrasi Publik : Respon untuk pelayanan yang demokratik
Ada 3 unsur yang sering menjadi persoalan
besar dalam rangka pelayanan biroktasi karena
ketiganya kadang saling mendukug tetapi pada
saat tertentu bisa salig bertalawaan atau tidak
saling medukug dan akhirnya sulit diterapkan
pada saat bersamaan; ketigaya adalah:
1. Responsiveness/responsivitas/daya tanggap
2. Responsibility/Responsibilitas
3. Accountability/Akuntabilitas
Responsiveness Dalam koteks resposivitas berarti bahwa Tuntutan dan permintaan
warganegara yang tidak boleh dilarang sedikitpun dalm dalam kongisi apapun oleh administrator pelayanan publik
Keharusan pejabat pemerintah memenuhi permintaan dan tuntutan warga negara tanpa membedakan satu sama lain
Responsif kepada siapa? (responsif kepada semua pihak, tetapi disadari ada lebih dari satu kepentingan yang ingin diprioritaskan atau mendapat pelayanan dari pemerintah; jika demikian siapa yang paling diprootitaskan. Disinilah awal pertikaia mucul dalam menerapkan kosep ini karea dihkawarirka pelaya publik aka memberika priotitas kepada pihak-pihak yag berjasa bagi diriya, misalya DPR, Menteri atau eksekutif tertentu yang diprioritaskan daripada kaum pinggiran yang dinilai tidak bermanfaat apa-apa da tidak berjasa dalam hidup si pelayaa publik).
Sering diartikan sebagai persyaratan prosedural bagi pemerintahan yang baik ketimbang sebagai persyaratan substantif. Disinilah yang menjadikan ketidakadilan bisa mucul karena the determination of someone’s eligibility lebih didasarkan pada persyarata administratif atau prosedural sehingga sering isu equity justru berkembag karea ketidakadilan berkembag disini. Orang-orang yag bear-bear miskin belum tetu aka medapat akses batuan dari pemeritah karea secara admiistratid mereka tidak memeuhi persyaratan. Sebaliknya orang yang secara substantif lebih baik kondisi ekonominya, tetapi karena secara peryaratan admiistatif masuk dalam daftar pnerima maka mereka berhak medapatkannya dibandig mereka yang benar-benar miskin.
Responsibility • Resposibilitas berarati bahwa ada Keharusan pejabat pemerintah patuh
pada nilai-nilai administrasi dan kebijakan (explisit maupun implisit)
• Para pejabat publik mengetahui hukum dan memiliki ketentuan administrasi yang tepat dari program-program yang dijalankannya
• Nilai-nilai tersebut membatasi mereka dari kebingunan dan tindakan penyimpangan serta tuntutan politik dimana mereka berfungsi
• Mengacu pada dikotomisasi politik-administrasi dimana pelayan publik tidak diperbolehkan menginterprestasikan atura yang ada sesuai kepentigannya, dan tidak boleh ada diskresi selama ataurannya sudah jelas, Bahka diskresi yang berlebihan justru sama saja meciptakan ketidakadilan.
• Kadang responsibiltas dilakukan secara berlebihan (selfish interest) sehingga tidak produktif karena tjuan pelayanan mejadi terganggu
• Di negara berkembag serigkali aturan justru dijadikan tujuan padahal aturan seharusnya menjadi alat utuk mempermudah akses pelayanan. Akibatnya resposibilitas justru mejadi hambatan bagi pelayanan yang demoktatis dan bahkan tidak menutup kemungkinan akses bagi terciptanya korupsi.
Accountability Para pejabat publik pada akhirnya harus bertanggung
jawab kepada elected public officials (cara untuk mengontrol pejabat sipil untuk menjadikannya tunduk pada keinginan elected public official).
Bisa overlap dengan responsibility ketika birokrasi terikat dengan hukum yang telah ditandatangani oleh legislatif (DPR) dan presiden; dan overlap dengan responsivesness terhadap keinginan elected officials ketimbang terhadap keahlian dan keputusan para pejabat sipil.
Bisa dijadikan untuk memberikan rasa demokrasi terbaik ketika para administrator (1) mengantisipasi preferensi yang legitimate dari elected offcials dan (2) menyesuaikan perilaku mereka
Tanggung jawab kepada publik
Kontrol Terhadap Birokrasi
Kontrol melalui Kekuatan External
Kontrol melalui Kekuatan Internal
Kontrol Eksternal (Herman Finer):
Cara terbaik untuk menegakkan accountability adalah dengan mengembangkan institusi-institusi yang secara ketat dan tegas memonitor tindakan-tindakan birokrasi publik dan menghukum mereka yang melakukan tindakan maladministrasi.
Orang-orang dalam pemerintahan adalah tidak lebih baik dari orang-orang yang ada di luar organisasi
Dalam ketiadaan kontrol-kontrol lainnya, berkenaan dengan kemungkinan adanya motif mencari keuntungan sebagaimana yang ada dalam organisasi bisnis, policy makers harus memonitor kinerja administrator publik mlalui mekanisme formal.
Kontrol Internal (Carl Friedrich)
Dimasukanya nlai-nilai yang tepat (budi pekerti)
kedalam para administrator akan menjadi kontrol yang
sangat besar bagi birokrasi
Kontrol terhadap Lembaga-lembaga formal biasanya
akan gagal karena para pejabat/pegawainya tidak
memiliki nilai-nilai demokratik dan administratif yang
kuat, moralitas dan penghayatan nilai-nilai agama
serta implementasinya/prakteknya terkait dengan
pengendalian diri individu..
Para administrator harus memiliki alat penunjuk
internal untuk memberikan petunjuk baginya ke arah
yang tepat.
Kontrol internal
Nilai-nilai dan etika.
Pofesionalisme & Tantangan
Komitmen pada program
Representative bureaucracy
Etika dan Nilai • Etika (dan nilai) berkenaan dengan tugas dan kewajiban moral.
• Cakupannya lebih dari sekedar mempertahankan legalitas dan kepastian keuangan pribadi.
• Minimal menuntut para pejabat publik untuk menghormati aturan hukum dan martabat individu (tidak berarti bahwa administrator publik bisa mencapai hanya dengan sekedar mengikuti aturan)
• Nilai-nilai juga bisa berkenaan dengan keinginan atau tujuan organisasi (misalnya efisiensi) yang menuntut para anggota organisasi menyesuaikan tindakannya dengan tujuan/keinginan/prinsisp-prinsip yang harus digunakan organisasi
• (Banyak ruang-ruang interpretasi sehingga apa yang dimaksud etis bagi bawahan (misal perilaku yang dianggapnya tepat dalam melakukan mandat) belum tentu etis bagi atasan).
• Disamping menghormati aturan hukum dan martabat individu para analis menyarankan agar para pejabat sipil perlu mengembangkan rasa tanggung jawab pribadi atas tindakan yang dilakukannya. Dengan demikian, lingkungan organisasi dan saling bersinggungan dengan para anggota organisasi dalam urusan kerja merupakan hal penting bagi pembentukan dan penegakan tanggung jawab pribadi dan tindakan etika.
Profesionalisme & Tantangn
Profesionalisme cenderung mengkomunikasikan sikap tertentu yang kadang-kdang ditujunjukkan dalam iajsah/derajat keilmuwan yang dimilikinya yang secara inherent bisa menujukkan respinsivitas dan akuntabilitas
Para profesional biasanya telah memiliki norma yang dignakan untuk pelaksanaan aktivitas pelayanan (bersama asosiasinya); dan bisa meningkatkan kualitas pelayanan; tetapi kadang membuat mereka tidak responsive terhadap terhadap ketentuan yang bertentangan dengan norma-norma keprofesionalan mereka.
Para profesional yang menginginkan untuk mendapatkan otonomi yang besar (karena keahlianya) sering mendapatkan kesulitan karena kontrol hirarkhis yang kuat.
Dimungkikan terjadi konflik antara “nilai-nilai profesiaonal yang mendasarkan pada keahlian & kemampuan teknis” dan “nilai-nilai politik yang mendasarkan pada negosiasi dan kompromi”: Para proresional mendasarkan aktivitas nya pada spesialisasi pengetahuan, keilmuwan, dan rasionalitas. Terdapat cara-caara yang benar untuk memecahkan masalah dan melakukan sesuatu. Politik dipandang sebagai sesuatu uyang berkenaan dengan negosiasi, pemilihan umum, pemberian suara/dukungan, kompromi yang semuanya merupakan pesoalan yang tidak jelas. Bagi profesional, politik merupakan kebenaran yang ambigu, kebenaran yang disesuaikan, dan keyakinan kebenaran yang bias.
Komitmen pada program
Komitmen pada sebuah program, disatu sisi
dapat memperlihatkan dan meningkatkan sikap
accountable dan responsive para
profesional/pejabat sipil, tetapi disisi lain bisa
tidak responsive dan tidak accountable
terhadap tujuan organisasi lainnya secara
keseluruhan karena mengharuskan seluruh
aktivitas organisasi hanya untuk mencapai
tujuan tertentu, semntara mengabaikan tujuan
yang lain.
Representative Bureaucracy Diasumsikan bahwa untuk menjamin adanya administrator
yang responsive perlu menciptakan birokrasi yang representatif.
Diasumsikan bahwa demokrasi dalam pelayanan akan tercipta jika birokrasi mencerminkan karkteristik kunci tentang masyarakatnya
Representatif birokrasi dalam diwujudkan dalam dua bentuk demographic representation & substantive representation
Demographic representation: mempekerjakan ras yang berbeda-beda yang ada dalam masyarakat untuk menduduki jabatan publik diberbagai level (misal 10 % untuk tionghoa, 10 % untuk arab).
Substantive representation: harus memiliki nilai, tujuan dn perilaku seperti yang diininkan kelompok yang diwakilinya. (problem: terbenturr pada budaya, norma, aturan & nilai organisasi).
Demgraphc representation tidak menjamin terciptanya substantif representation karena meeka cenderung memiliki nilai & tujuan yang berbeda satu sama lain
Kontrol External Kontrol eksteral bisa dilakukan denga berbagai cara sbb:
Membangun transparansi Informasi: informasi diciptakan sedemikian rupa
agar mirip dengna ikan dalam bejana (fishbowl), lawannya adalah silent
politics. Ikan dalam bejana artinya setiap gerak gerik pejabat publik harus
bisa dipatau oleh publik karena tersedia saluran untuk memoitor
perilakukaya
Elected officials dan lembaga-lembaga pengadilan. Lembaga-lembaga
perwakilan rakyat bisa digunakan megawasi jalannya operaisonal pelayanan
birokrasi kepada publik. Juga lembaga-lembaga peradilan bisa mejalankan
fungsiya dalam memberikan keadila bagi para pengguna jasa pelayanan
birokrasi publik
Interest groups (termasuk NGO) dan partisipasi warganegara
Contending bureaucracies (intra/intergovernmental regulation—KPK, BPK,
BPKP, Bawasda, etc. ; competing agencies-masing-masing lembaga
memperlihatkan kinerja primanya secara sehat dan seharusnya mereka
berlomba-lomba dalam berkinerja. Dalam Islam dikenal sebagai amar ma’ruf
nahi munkar yaitu berlomba-lomba berbuat kebaikan sembari menjauhi
perbuatan yang membawa pada keburukan/mudhorot ).
Faktor Kesempatan dan
kelonggaran
Salah satunya terjadi penyelewengan adalah
pemenuhan kebutuhan yang tidak mermadai
bagi pemenuhan kebutuhan yang tidsak
memadai (dialnjutykan minggu depan,
sekaligus mendalami kuliah pertama
terutama keterkaitan teori neoklasik bagi
kinerja birokrasi)