bioteknologi peternakan

download bioteknologi peternakan

of 22

description

pengamatan semen beku ternak

Transcript of bioteknologi peternakan

21

BAB I. PENDAHULUANA. Latar BelakangBioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang peternakan pemuliaan dan reproduksi hewan.

Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan pembuatan semen beku untuk IB (Inseminasi Buatan) dengan tujuan untuk menghasilkan ternak dan produk peternakan yang berkualitas.

Inseminasi buatan merupakan teknologi bioreproduksi yang bertujuan untuk memasukkan semen pejantan ke dalam saluran reproduksi betina secara buatan. Hal ini menjadikan proses pemaksimalan dalam pengambilan semen dari pejantan menjadi suatu konsekuensi sehingga pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi semen dan pengujian kualitas semen perlu dilakukan. Evaluasi semen dilakukan karena mempunyai tujuan Evaluasi semen penting dilakukan, karena semen memiliki korelasi yang tinggi terhadap fertilitas seekor pejantan.. alasan yang lebih penting adalah karena kualitas semen berkorelasi erat dengan keberhasilan program IB yang dilakukan. Dalam praktikum mata kuliah bioteknologi peternakan ini praktikan meneliti tentang pengujian tentang semen beku. Pengujian semen beku meliputi uji motilitas, abnormalitas, life & dead, membran plasma utuh.

B. Tujuan PraktikumTujuan dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak ini adalah agar :

1. Mahasiswa dapat mengetahui evaluasi semen beku pada ternak.2. Mahasiswa dapat mengetahui peralatan tes after thawing semen beku.3. Mahasiswa dapat mengetahui motilitas, abnormalitas, life & dead, membran plasma utuh pada semen beku.C. Waktu dan TempatPraktikum Bioteknologi Peternakan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 8 Juni 2012 pukul 09.30 10.30 WIB di Laboratorium Produksi Ternak Program studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SpermatozoaSemen adalah sekresi kelamin jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi Buatan. Semen terdiri dari dua bagian, spermatozoa atau sel sel kelamin jantan yang bersuspensi didalam suatu cairan atau medium medi-gelatinous yang disebut plasma semen. Sp[ermatozoa dihasilkan didalam testes sedangkan plasma semen adalah campuran sekresi dibuat oleh epidydymis dan kelenjara kelenjar kelamin pelengkap yaitu kelenjar kelenjar vesikularis dan prostate (Toelihere,1979).

Spermatozoa dibentuk di tubuli seminiferi di dalam testis. Tubuli seminiferi tersebut berisi serangkaian komplek perkembangan germ sel yang akhirnya membentuk gamet jantan. Bentuk spermatozoa adalah sel lonjong yang terdiri dari kepala yang berisi nukleus dan ekor yang berisi aparatus yang dibutuhkan untuk pergerakan spermatozoa. Panjang spermatozoa pada sapi 50 m dan panjang bagian kepala adalah 8-10 m, lebar 4 m dan tebal 0,5 m (Hafez, 1987). Menurut White (1974), menjelaskan bahwa kepala sperma berbentuk oval pipih, dimensi kepala sperma sapi, domba, dan babi sekitar 8,0-10,0 x 4,0-4,5 dan tebal 0,5-1,5 sedangkan panjang ekor dari sperma kurang lebih 40-50 . Ekor sperma terdiri dari tiga bagian yaitu midpiece, mainpiece, dan end piece (White 1974) dan panjang 40-50 mikron (Tholihere, 1981). Ekor merupakan gudang energy untuk kehidupan dan gerak sperma yang dihasilkan melalui proses metabolic dan berlangsung pada helix mitokondria. Daerah kini kaya akan phospholipid, lecithin, dan plasmanogen. Bagian utama ekor mengandung sebagian besar mekanisme daya gerak spermatozoa dan memiliki peran penting terhadap motilitas (Tholihere, 1981). Spermatozoa tidak dapat tahan hidup untuk waktu yang lama kecuali bila ditambahkan berbagai unsur ke dalam semen, yang berfungsi untuk menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa, melindungi spermatozoa terhadap cold shock, menyediakan suatu penyanggah untuk mencegah perubahan pH akibat pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa dan memperbanyak volume semen sehingga lebih banyak hewan betina yang dapat diinseminasi dengan satu ejakulat (Toelihere, 1993). B. Evaluasi Semen

Pemeriksaan dan penilaian kualitas semen harus segera dilakukan setelah penampungan. Pemeriksaan meliputi pengamatan terhadap gambaran keseluruhan contoh semen, volume, konsentrasi dan motilitas. Pemeriksaan yang mendetail meliputi penilaian sejumlah sel yang morfologik normal, perbedaan spermatozoa dengan menggunakan satu atau beberapa metode, dan pemeriksaan ketahanan sel terhadap kondisi yang tidak baik. Metode penilaian kualitas spermatozoa tergantung pada situasi, kebutuhan dan ketersediaan alat. Penilaian kualitas spermatozoa yang paling awal dilakukan adalah penilaian warna, konsistensi, volume yang semuanya hanya membutuhkan alat yang sangat sederhana dan segera dilakukan setelah penampungan. Warna dan konsistensi semen dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa, semakin tinggi konsentrasi spermatozoa maka warna akan semakin keruh dan konsistensi semakin kental (Nurida, 2004).Evaluasi semen dilakukan karena mempunyai tujuan ekonomis dan biologis. Tujuan ekonomis diartikan hanya semen dengan kualitas baik yang diproses lebih lanjut, sedangkan tujuan biologis menurut Chenoweth (2001) adalah untuk memperoleh informasi tentang kesuburan, memperkirakan kemampuan produksi semen seekor pejantan.

Menurut Chenoweth (2001), Evaluasi semen penting dilakukan , karena kualitas semen memiliki kolerasi yang tinggi terghadap fertilitas seekor pejantan. Salisbury et al. (1978), evaluasi semen meliputi pengamatan secara umum yaitu gambaran keseluruhan semen makroskopis meliputi volume, warna, dan konsistensi dan makroskopis meliputi morfologi sperma, konsentrasi, motilitas dan prosentase sperma hidup.

Evaluasi Semen dilakukan secara Makroskopis dan Mikroskopis. Penilaian secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi (kekentalan) dan pH. Pengamatan secara mikroskopis meliputi morfologi sel sperma, konsentrasi, motilitas, dan persentase sperma hidup. Kelainan morfologi sperma adalah salah satu aspek yang langsung berpengaruh terhadap fertilitas. Penyimpangan morfologi dari stuktur sperma atau yang disebut dengan abnormal ini terjadi pada kepala atau ekor sperma. Abnormalitas sperma diklasifikasikan menjaadi dua yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer terjadi karena kelainan spermatogenesis di dalam tubuli seminiferi, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi sesudah sperma meninggalkan tubuli seminiferi dan testis karena penanganan. Dalam pewarnaan sperma untuk keperluan pengamatan morfologi ini tidak terikat pada hidup matinya sperma, seperti pada pewarnaan untuk pengamatan hidup matinya sperma. Pada saat membuat sediaan di atas gelas objek harus dihindarkan peralakuan yang kasar terhadap sperma itu misalnya cara pengadukan atau jangan sampai menyebabkan putusnya ekor atau leher sperma (Salisbury dan Vandenmark, 1985).Menurut Fitri (2009), terhadap semen yang baru ditampung dan belum diencerkan dilakukan pemeriksaan gerakan massa dan gerakan individual sperma. Berdasarkan penilaian gerakan massa, kualitas semen dapat ditentukan sebagai berikut :

a. sangat baik (+++), terlihat bergelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif serta bergerak cepat.

b. baik (++), terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan agak lamban.

c. kurang baik (+), jika tidak ada gelombang melainkan hanya gerakan individual aktif progresif.

d. buruk (N/O), bila hanya sedikit atau tidak ada gerakan individual.

Sperma sangat aktif dan tahan lama pada kondisi pH sekitar 7,0. Motilitas partial dapat dipertahankan pada pH antara 5 sampai 10. Walaupun sperma segera dimobiliser oleh kondisi-kondisi asam, pada beberapa spesies dapat dipulihkan kembali apabila pH dikembalikan ke netral dalam waktu satu jam (Toelihere, 1981). Besar kecilnya volume semen dipengaruhi oleh spesies, bangsa, umur, besar tubuh, perubahan keadaan kesehatan reproduksi, frekuensi ejakulasi dan cara penampungan (Nurida, 2004).C. Motilitas Sperma

Motilitas merupakan salah satu kriteria penentu kualitas semen yang dilihat dari banyaknya spermatozoa yang motil progresif dibandingkan dengan seluruh spermatozoa yang ada dalam satu pandang mikroskop. Menurut Evans dan Maxwell (1987) terdapat tiga tipe pergerakan spermatozoa yaitu pergerakan progresif (maju ke depan), pergerakan rotasi (gerakan berputar) dan osilator atau konvulsif tanpa pergerakan ke depan atau perpindahan posisi. Skala prosentase pergerakan dari 0 sampai 100 atau 0 sampai 10 merupakan penilaian standar untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Tolihere (1987) penentuan semen berdasarkan motilitas spermatozoa mempunyai nilai 0 sampai 5, sebagai berikut:

0 = spermatozoa immotil atau tidak bergerak;

1 = pergerakan berputar ditempat;

2 = gerakan berayun melingkar, kurang dari 50% pergerakan progresif, dan tidak ada gelombang;

3 = antara 50% sampai 80% spermatozoa bergerak progresif dan mengahasilkan gerakan massa;

4 = pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% sperma mortil;

5 = gerakan yang sangat progresif, gelombang yang sangat cepat, menunjukan 100% mortil aktif.

Gerakan massa spermatozoa merupakan cerminan dari motilitas atau gerakan individu spermatozoa. Semakin aktif clan semakin banyak spermatozoa yang bergerak kedepan motilitas semakin besar dan pergerakannya semakin cepat, gerakan massa semakin baik (Toelihere, 1987). Hafez (1987), mengemukakan bahwa syarat semen yang dapat diencerkan adalah mempunyai gerakan massa +++, gerakan individu lebih dari 65% dengan persentase abnormalitas spermatozoa tidak lebih dari 14-15%. Sedangkan Toelihere (1981), standar minimum bagi kualitas semen yang dapat dipakai untuk inseminasi buatan adalah minimal mengandung 500 juta sel/ml/ejakulat dengan gerakan massa ++/+++, serta 50% sperma yang hidup dan motil. Faktor - faktor yang mempengaruhi motilitas sperma adalah metode penampungan semen, lingkungan, penanganan dan perawatan semen sesudah penampungan, interval antara penampungan dan evaluasi semen, variasi pejantan serta variasi musim (Evans dan Maxwell, 1987).D. Abnormalitas Sperma

Semen dari berbagai pejantan mengandung beberapa bentuk spermatozoa yang abnormal. Sperma yang abnormal tidak menunjukkan fertilitas yang rendah sampai jumlah spermatozoa abnormal lebih dari 20%. Demikian juga tipe-tipe abnormalitas tidak berhubungan dengan infertilitas. Jumlah spermatozoa abnormal dapat dideteksi dengan sampel saat menghitung persentase viabilitas spermatozoa (Pane, 1993).Abnormalitas morfologi spermatozoa dibedakan menjadi tiga yaitu primer, sekunder dan tersier. Abnormalitas primer adalah abnormalitas karena kegagalan spermatogenesis dan abnormalitas sekunder terjadi selama spermatozoa melalui epididimis. Kerusakan spermatozoa setelah ejakulasi atau penanganan yang salah pada saat inseminasi buatan disebut abnormalitas tersier (Hafez, 2000).Pada kondisi musim tropis memberikan pengaruh yang signifikan pada karakteristik semen bangsa sapi Bos Taurus, yang terlihat pada abnormalitas sel spermatozoa yang tinggi, persentase hidup spermatozoa yang rendah dan konsentrasi spermatozoa yang rendah selama musim panas (Salah et al, 1992).

Sekoni dan Gustafsson (1987) melaporkan bahwa puncak abnormalitas spermatozoa terjadi selama musim panas. Frekuensi abnormalitas yang tinggi berhubungan dengan fertilitas pejantan. Adanya perbedaan sifat fisik semen segar disebabkan karena perbedaan individu ternak, umur ternak, musim, nutrisi, frekuensi ejakulat, libido, dan kondisi ternak itu sendiri (Astuti, 2000). E. Presentasi hidup dan mati sperma

Spermatozoa tidak dapat tahan hidup untuk waktu yang lama kecuali bila ditambahkan berbagai unsur ke dalam semen, yang berfungsi untuk menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa, melindungi spermatozoa terhadap cold shock, menyediakan suatu penyanggah untuk mencegah perubahan pH akibat pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa (Aminasari, 2009). Matinya sperma disebabkan makin berkurangnya cadangan makanan dan semakin tidak seimbangnya elektrolit larutan dari metabolisme pada sperma akhirnya mengalami kelelahan dan mati. Daya hidup spermatozoa selama penyimpanan dalam waktu lama pada suhu 5 dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas semen segar, kestabilan suhu selama penyimpanan, ph pengencer dan lingkungan (Toelihere, 1987).

Menutut Zesfin Et al. (2001), motilitas spermatozoa pada sapi kelompok sapi dewasa rata rata 62,22 14,77 %. Presentasi hidup spermatozoa dapat dievaluasi dengan menggunkan pewarna eosin-negrosin. Zat warna eosin-negrosin akan diserap oleh spermatozoa yang mati sehingga akan bewarna merah muda akibat permeabilitas dinding sel meninggi pada sel spermatozoa yang mati (Toelihere, 1981).Pengamatan hidup mati spermatozoa atau viabilitas dapat dilakukan dengan metode pewarnaan menggunakan zat warna eosin saja atau kombinasi eosin-nigrosin. Eosin adalah zat warna khusus untuk spermatozoa, sedangkan nigrosin hanya dipakai untuk pewarnaan dasar untuk memudahkan melihat perbedaan antara spermatozoa yang berwarna dan tidak berwarna. Prinsip metode pewarnaan eosin-nigrosin adalah terjadinya penyerapan15 zat warna eosin pada spermatozoa yang mati pada saat pewarnaan tersebut dilakukan. Hal ini terjadi karena membran pada spermatozoa yang mati tidak permeabel terhadap zat warna atau memiliki afinitas yang rendah sehingga menyebabkan spermatozoa yang mati berwarna merah (Toelihere, 1993)F. Membrane plasma utuh spermaMenurut Situmorang Et al, (2000). penurunan motilitas spermatozoa setelah pendinginan diduga disebabkan karena turunnya kandungan phospolipid dan kolesterol pada masing-masing bangsa dan pejantan. Kedua senyawa tersebut merupakan komponen membran. Phospolipid berfungsi untuk melindungi sel spermatozoa dari cold shock. Sedangkan cholesterol berperan penting dalam menjaga integritas sel spermatozoa dari variasi sistem membrane yang bertambah selama proses pendinginan. Pangestu (2002) menyatakan bahwa 50% spermatozoa mamalia akan mati setelah pembekuan dan thawing. Spermatozoa dapat rusak secara cepat dan kondisi berubah drastis secara fisik dan kimia pada suhu pendinginan dan proses pembentukan es selama pembekuan.Metabolisme dapat berlangsung dengan baik jika membran plasma sel berada dalam keadaan yang utuh, sehingga mampu mengatur lalulintas masuk dan keluar dari sel semua subtrat dan elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme. Pada membran plasma sel terdapat banyak makromolekul seperti protein, lipoprotein, glikoprotein, dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai enzim, reseptor, saluran, atau pembawa (carrier) (Subowo, 1995). Makromolekul-makromolekul ini memfasilitasi lalu lintas seluruh substrat dan elektrolit tersebut dari atau dan ke dalam sel. Substrat dan elektrolit perlu difasilitasi karena tidak dapat menembus secara difusi bebas membran plasma sel sperma yang bersifat semipermiabel (Gunawan Dan Kaiin, 2008). Spermatozoa dengan membran plasma utuh ditandai dengan ekor melingkar dan sperma yang rusak ditandai dengan ekor lurus karena tidak adanya reaksi osmotik (Hafez, 2000). Pemeriksaan terhadap membrane plasma utuh (MPU) dilakukan memakai uji yang pernah dilakukan oleh jeyendran dan Zaneveld (1986), yaitu dengan Hypoosmotic swelling test (HOS test). Prosedur pemeriksaannya adalah dengan menggunkan medium HOS berupa NaCl hipotonik 0,031 M (0,179 g NaCl dalam 100 ml aquades). Pemeriksaan secara mikroskopis dapat dilakukan dengan metode pewarnaan eosin-nigrosin dan pewarnaan Williams. Pewarnaan spermatozoa berfungsi untuk membantu proses pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa. Pewarna eosin merupakan zat warna yang bersifat asam dan mampu berpendar karena mengandung brom, dan dapat mewarnai sitoplasma. Pewarna eosin-nigrosin merupakan double staining untuk memberikan efek kontras sehingga memberi batas yang jelas pada sel. Zat warna eosin akan memberikan warna merah pada sperma mati, sedangkan spermatozoa yang hidup tetap tidak berwarna. Nigrosin akan memberikan latar belakng biru hitam. (Gunarso, 1989).

BAB III. MATERI DAN METODE

A. Motilitas Sperma

1. Materia. AlatPeralatan yang diperlukan dalam pengamatan motilitas sperma adalah Mikroskop, Gunting, Nampan, Mikropipet, object glass, cover glass, tissue, tabung N2 cair.b. BahanBahan yang digunakan adalah straw semen pejantan limousine Tan. C. Twothree dengan kode AJ 142.80746, air, larutan NaCl fisiologis dan N2 cair.2. Metode

a. Mengambil semen (straw) dari tabung N2 cair.b. Thawing semen beku dengan cara memasukkan semen ke dalam wadah air selama kurang dari 60 detik.

c. Gunting ujung semen (straw) lalu bagian ujung ditutup dengan jari.

d. Semen dikeluarkan kemudian di tampung di atas objek glass.e. Mengambil NaCl dengan menggunakan mikropipet sesuai ukuran kemudian keluarkan di objek glass lalu tutup dengan cover glass.

f. Mengamati di mikroskop dan menghitung persentase motilitasnya.

B. Abnormaliras Sperma

1. Materia. Alat

Peralatan yang diperlukan dalam pengamatan motilitas sperma adalah Mikroskop, Gunting, Nampan, Mikropipet, object glass, cover glass, tissue, tabung N2 cair.

b. BahanBahan yang digunakan adalah straw semen pejantan limousine Tan. C. Twothree dengan kode AJ 142.80746, larutan Eosin-Negrosin, air, larutan NaCl fisiologis dan N2 cair.2. Metode

a. Mengambil semen (straw) dari tabung N2 cairb. Memasukkan semen ke dalam wadah air kemudian menggunting ujung semen (straw) lalu bagian ujung ditutup dengan jari.

c. Semen dikeluarkan kemudian di tampung di atas objek glass.d. Membuat preparat ulas dengan cara mengambil pewarna eosin-negrosin dengan menggunakan mikropipet sesuai ukuran kemudian keluarkan di objek glass.

e. Mengamati di mikroskop dan menghitung persentase Sperma Normal Dan Abnormal.f. Rumus :

Abnormalitas spermatozoa = x 100% C. Persentase Hidup dan Mati

1. Materia. Alat

Peralatan yang diperlukan dalam pengamatan motilitas sperma adalah Mikroskop, Gunting, Nampan, Mikropipet, object glass, cover glass, tissue, tabung N2 cair.

b. BahanBahan yang digunakan adalah straw semen pejantan limousine Tan. C. Twothree dengan kode AJ 142.80746, larutan Eosin-Negrosin, air, larutan NaCl fisiologis dan N2 cair.2. Metode

a. Mengambil semen (straw) dari tabung N2 cair.b. Memasukkan semen ke dalam wadah air kemudian menggunting ujung semen (straw) lalu bagian ujung ditutup dengan jari.

c. Semen dikeluarkan kemudian di tampung di atas objek glass.d. Membuat preparat ulas dengan cara mengambil pewarna eosin-negrosin dengan menggunakan mikropipet sesuai ukuran kemudian keluarkan di objek glass.

e. Mengamati di mikroskop dan menghitung persentase Sperma hidup dan mati.D. Membran Plasma Utuh

1. Materia. AlatPeralatan yang diperlukan dalam pengamatan motilitas sperma adalah Mikroskop, Gunting, Nampan, Mikropipet, object glass, cover glass, tissue, tabung N2 cair dan Ependroff.b. Bahan

Bahan yang digunakan adalah straw semen pejantan Simental Charles dengan kode JJ 031 60729, larutan Eosin-Negrosin, air, larutan NaCl fisiologis dan N2 cair serta larutan Lippoosmotik.2. Metode

a. Mengambil semen (straw) dari tabung Container.b. Memasukkan semen ke dalam wadah air kemudian menggunting ujung semen (straw) lalu bagian ujung ditutup dengan jari.

c. Semen dikeluarkan kemudian di tampung di atas objek glass.d. Membuat preparat ulas dengan cara mengambil pewarna eosin-negrosin dengan menggunakan mikropipet sesuai ukuran kemudian keluarkan di objek glass.

e. Mengamati di mikroskop keadaan membrane plasma utuh.

BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Motilitas Sperma

1. Hasil Hasil Pengamatan motilitas pada semen beku dari sapi limousin Tan.C. Twothree dengan kode AJ 142.80746 adalah sebagai berikut :Tabel 1 Pengamatan Motilitas Sperma

Kualitas SemenNilai/Presentase

Motilitas50 %

Sumber : Laporan Sementara2. Pembahasan

Menurut Tolihere (1987) penentuan semen berdasarkan motilitas spermatozoa mempunyai nilai 0 sampai 5, sebagai berikut:

0 = spermatozoa immotil atau tidak bergerak;

1 = pergerakan berputar ditempat;

2 = gerakan berayun melingkar, kurang dari 50% pergerakan progresif, dan tidak ada gelombang;

3 = antara 50% sampai 80% spermatozoa bergerak progresif dan mengahasilkan gerakan massa;

4 = pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% sperma mortil;

5 = gerakan yang sangat progresif, gelombang yang sangat cepat, menunjukan 100% mortil aktif.

Berdasarkan pemeriksaan motilitas sperma pada hasil praktikum nilai presentase motilitas sperma pada semen beku sapi limousin adalah 50%. Sperma hasil pengamatan mempunyai nilai motilitas 3, sperma bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa. Hal ini menunjukkan motiitas sperma hasil pengamatan cukup bagus karena pergerakan sperma yang progesif. Banyak faktor yang mempengaruhi motilitas sperma salah satunya Adalah faktor lingkungan. Suhu merupakan faktor terpenting dalam kondisi lingkungan, karena akan berpengaruh langsung terhadap motilitas sperma.

B. Abnormalitas Sperma

1. Hasil

Hasil Pengamatan motilitas pada semen beku dari sapi limousin Tan.C. Twothree dengan kode AJ 142.80746 adalah sebagai berikut :Tabel 2. Table hasil pengamatan abnormalitas sperma

Kualitas SemenNilai/Presentase

Sperma Normal85

Sperma Abnormal

Total Sperma2

87

Sumber : Laporan sementara2. Pembahasan

Sperma yang abnormal tidak menunjukkan fertilitas yang rendah sampai jumlah spermatozoa abnormal lebih dari 20%. Demikian juga tipe-tipe abnormalitas tidak berhubungan dengan infertilitas. Jumlah spermatozoa abnormal dapat dideteksi dengan sampel saat menghitung persentase viabilitas spermatozoa (Pane, 1993).Pada hasil pengamatan semen, sperma yang abnormal terdapat 2 ekor. Abnormal pada hasil pengamatan termasuk dalam abnormalitas tersier, karena terjadi kerusakan sperma pada setelah ejakulasi atau penanganan yang salah. Sperma banyak yang normal dengan jumlah 85 dari total sperma 87 ekor.Abnormalitas sperma dapat dihitung dengan Rumus :

Abnormalitas spermatozoa = x 100% Jadi persentase abnormalitas sperma adalah [2/87]x100% = 2,3 %. Semakin sedikit presen tasi abnormal maka kualitas sperma semakin baik.C. Persentase hidup dan mati sperma

1. Hasil

Hasil Pengamatan presentasi hidup dan mati sperma pada semen beku dari sapi limousin Tan.C. Twothree dengan kode AJ 142.80746 adalah sebagai berikut :Tabel 3. Pengamatan Presentase hidup dan mati SpermaKualitas SemenNilai/Presentase

Sperma Hidup68

Sperma Mati

Total Sperma19

87

Sumber : Laporan sementara2. PembahasanMenutut Zesfin dkk, (2001) motilitas spermatozoa sapi kelompok sapi dewasa rata rata 62,22 14,77 %. Presentasi hidup spermatozoa dapat diketahui dengan menggunkan pewarna eosin-negrosin. Zat warna eosin-Negrosin akan diserap spermatozoa yang mati sehingga akan bewarna merah muda akibat permeabilitas dinding sel meninggi pada sel spermatozoa yang mati (Toelihere, 1981). Pada hasil praktikum terdapat sperma yang dapat ddiserap pada sperma merupakan yang mati terdapat 19 ekor. Jumlah sperma yang hidup adalah 68 ekor dari jumlah sperma terdapat 87 ekor. Persentase hidup sperma hasil pengamatan adalah 79,3 %, sedangkan persentase mati adalah 21,7 %. Menurut Situmorang Et al, 2000. Persentase hidup mempunyai keterkaitan dengan besarnya motilitas spermatozoa, semakin besar motilitas persentase hidup spermatozoa juga semakin tinggi.D. Membran Plasma Utuh 1. Hasil

Hasil Pengamatan Membran Plasma Utuh (MPU) sperma pada semen beku dari Pejantan sapi Simmental dengan kode JJ 031 60729 Charles.

Kualitas SemenNilai/Presentase

MPU sperma utuh87

MPU Sperma rusak

Total Sperma13

100

Sumber : Laporan Sementara2. Pembahasan

Dari hasil pengamatn didapatkan 87 % Membran plasma utuh sedangkan 13 % membrane plasma rusak. Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa sperma yang masih utuh akan berwana putih, sedangkan membrane plasma yang sudah rusak akan berubah berwarna merah karena larutan eosin-negrosin.

Gambar 1. Hasil Pengamatan Membran Plasma Utuh (MPU) Sperma

Menurut toelihere, 1981. Presentasi hidup spermatozoa dapat dievaluasi dengan menggunkan pewarna eosin-negrosin. Zat warna eosin akan diserap oleh spermatozoa yang mati sehingga akan bewarna merah muda akibat permeabilitas dinding sel meninggi pada sel spermatozoa yang mati. Pangestu (2002) menyatakan bahwa 50% spermatozoa mamalia akan mati setelah pembekuan dan thawing. Spermatozoa dapat rusak secara cepat dan kondisi berubah drastis secara fisik dan kimia pada suhu pendinginan dan proses pembentukan es selama pembekuan.BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan semen dari sapi limousin Tan.C. Twothree dengan kode AJ 142.80746 seccara mikroskopis yang meliputi gerakan masa, gerakan individu (motilitas), konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa. Berdasarkan pemeriksaan motilitas sperma pada hasil praktikum nilai presentase motilitas sperma pada semen beku sapi limousin adalah 50%. Sperma hasil pengamatan mempunyai nilai motilitas 3, sperma bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa. Hal ini menunjukkan motiitas sperma hasil pengamatan cukup bagus karena pergerakan sperma yang progesif.Hasil pengamatan semen, sperma yang abnormal terdapat 2 ekor. Sperma banyak yang normal dengan jumlah 85 dari total sperma 87 ekor. Jadi persentase abnormalitas sperma adalah 2,3 %. Semakin sedikit presen tasi abnormal maka kualitas sperma semakin baik.Persentase hidup sperma hasil pengamatan adalah 79,3 %, sedangkan persentase mati adalah 21,7 %. Persentase hidup berkaitan dengan besarnya motilitas spermatozoa, maka semakin besar motilitas persentase hidup spermatozoa juga semakin tinggi. Kematian sperma diakibatkan karena faktor suhu lingkungan, sehingga dapat terjadinya keruskana pada membran plasma pecah.Pengamatan Membran Plasma Utuh (MPU) sperma pada semen beku dari Pejantan sapi Simmental dengan kode JJ 031 60729 Charles terdapat membrane plasma utuh sebanyak 87, sedangkan yang rusak rusak hanya 13. Ditunjukkan dengan sperma yang masih utuh akan berwana putih, sedangkan membran plasma yang sudah rusak akan berubah berwarna merah karena larutan eosin-negrosin Kerusakan membrane palsam akibat suhu lingkungan dan faktor penanganan.

B. Saran

1. Perlu adanya peralatan praktikum yang memadai.

2. Perlu adanya pengarahan yang jelas tentang jalannya praktikum DAFTAR PUSTAKA

Aminasari, P.D. 2009. Skripsi: Pengaruh Umur Pejantan Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi Limousin. Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Astuti. 2000. Comparison of Progesterone Concentration on Plasma, Serum and Milk in Dairy Cows. Bull of Anim. Husband., (5):21-25.

Chenoweth, P.J. 2001. Semen Evaluation. College of Vet Med, Kansas State University. (www.ksdu.edu.Akses : 24-09-2002).Evans G. and Maxwell W.M.C. 1987. Salamons Artificial Insemination of Sheep and Goats. London. Butterworths.Fitri, Z., 2009. Penggunaan Air Kelapa Sebagai Penyeimbang Fruktosa Dalam Pengencer Terhadap Kualitas Sperma Sapi Simental. USU Repository. Medan.

Hafez,E.S.E. 1987. Reproduction in farm animals. animals. 5rd ed. Lea and Febinger. Philadelpia.

2000. Reproduction In Farm Animals. 7th Edition. Lea and Febiger. Philadelphia.

Nurida, 2004. Evaluasi Semen Cair Sapi FH Dengan dan Tanpa Seminal Plasma pada Konsentrasi Kuning Telur yang Berbeda dalam Pengencer TALP Hepes di Suhu Ruang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gunarso, W., 1989. Mikroteknik. Bahan Pengajaran. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat antar Universitas Ilm Hayat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gunawan, M. Dan Kaiin, E.M. 2008. Kualitas Sperma Sapi Beku Dalam Media Tris Kuning Telur Dengan Konsentrasi Raffinosa Yang Berbeda. Pusat Penelitian Bioteknologi Lipi, Jl. Raya Bogor Km. 46. Cibinong.

Jeyendran RS, Zaneveld LJD. 1986. Instruction influences for Hypoosmotic Swellling (HOS) Test. Short Course Reproduction / Andrology and Non Hormonal contraception. Chicago Pane, P. 1993. Pemuliaan Ternak Sapi. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Pangestu, M. 2002. Preservation of Spermatozoa : Methods and Applications. Indonesian Forum on Reproduction. Journal on Reproduction. 1 (2) : 55-56

Salah, M. S., F. D. El-Nouty and M. R. Al-Hajri. 1992. Effects of Season on Seminal Characteristics of Holstein Bulls Under Semi-Arid Environment : II. Sperm Abnormalities. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences 5 : 449-454.

Salisbury, G.W., Van Demark, N.L. & Lodge, J.R. (1978) Physiology of Reproduction and Artificial Insemination of cattle, pp. 651-655. Freeman Press. San Francisco.

Salisbury, G.W dan N.L. Vandenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sekoni, V. O. and B. K. Gustafsson. 1987. Seasonal Variations in the Incidence of Sperm Morphologycal Abnormalities In Dairy Bulls Regularly Used For AI. Br. Vet. Journal 143 : 312-317.

Situmorang, P., E. Triwulaningsih, A. Lubis., T. Sugiarti Dan Caroline W. 2000. Bogor. Pengaruh Pemberian Beberapa Substrat Yang Didapat Tinggi Pada Epididymis Dan Antioxidant Terhadap Daya Hidup Spermatozoa Yang Disimpan Dalam Suhu 5 C (Chilling Semen). Laporan Akhir T.A. 2000. Balai Penelitian Ternak.

Subowo. 1995. Biologi Sel. Angkasa. Bandung.

Toelihere, M. R.,1981. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung.

1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa, Bandung

1979.Fisiologi Reproduksi pada ternak.Angkasa;Bandung

1987. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

White,I.G.1974.Mammalian semen. Dalam : Hafez (Ed). Reproduksion in farm animals. 5rd ed. Lea and febringer. Philadelpia. Hal 112-121

Zesfin, Z. Zen, D. Putra, dan Ramadaleni. 2001. Potensi spermatozoa pada epididymis testis sapi pesisir. Panduan seminar dan abstrak. Pengembangan peternakan berbasis sumberdaya lokal. Fakultas peternakan IPB.

1

3

Keterangan ;

A = Sperma Abnormal

B = Sperma Normal

Keterangan ;

A = Sperma Abnormal

B = Sperma Normal

3

11

14

18