Bioteknologi Pakan Ruminansia

39
BIOTEKNOLOGI PAKAN RUMINANSIA (An assignment: Beberapa solusi terhadap masalah-masalah ketersediaan dan kualitas Pakan Ruminansia) Oleh: ABRAHAM F. PENDONG FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

description

Tulisan ini memuat tentang beberapa solusi terhadap masalah ketersediaan dan kualitas pakan ruminansia

Transcript of Bioteknologi Pakan Ruminansia

BIOTEKNOLOGI PAKAN RUMINANSIA

(An assignment: Beberapa solusi terhadap masalah-masalah ketersediaan dan kualitas Pakan Ruminansia)

Oleh:ABRAHAM F. PENDONG

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS SAM RATULANGI2011

Pertanyaan:1. Lignifikasi yang terjadi secara intensif merupakan salah satu ciri dari rumput-rumput dan limbah pertanian yang ada di daerah tropis seperti Indonesia. Hal ini yang menyebabkan kualitasnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan hijauan di daerah temperate. Berikan ulasan bagaimana teknologi pakan berperan untuk meningkatkan nilai nutrisi dari hijauan tropis. Saudara bebas mengungkapkan teknologi apa saja, dan perlu dilengkapi dengan acuan referensi yang mutkahir sebagai pendukung dari penjelasan saudara.

Ulasan :Peningkatkan nilai nutrisi hijauan pakan dan limbah pertanian tropis dapat dilakukan, disamping dengan a) perlakuan fisik dan b) perlakuan kimiawi, juga aplikasi bioteknologi nutrisi pakan, antara lain: c) perlakuan enzim; d) penambahan inoculant pada proses pembuatan silase; e) menurunkan peran zat anti-nutrisi tanaman pakan; dan f) Teknik pembuatan pakan lengkap , selanjutnya dapat diuraikan sebagai berikut:a. Perlakuan fisik Pengolahan secara fisik dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: pencacahan, penggilingan, peleting, pembasahan, pemasakan (sterilisasi), dan pemanasan (tekanan uap). Pencincangan 1-3 cm dapat meningkatkan konsumsi. Penggilingan (ukuran 0.1-0.3 cm), peleting, pemasakan (sterilisasi), pemanasan di bawah tekanan, pemanasan dengan sinar radiasi gamma 25-50 M, tekanan uap 21.1 kg/cm2 selama 10-30 detik dan sinar X bertujuan untuk memecah ikatan lignin dan merubah sifat fisiko-kimia dinding sel, memperkecil ukuran, memperluas ukuran partikel, meningkatkan akseptabilitas terhadap selulase, meningkatkan pembengkakan partikel, menurunkan derajat polimerisasi, tetapi tidak merubah komposisi kimianya (Doyle. et al. 1986).

b. Perlakuan Kimiawi Ammoniasi dan Suplementasi Nitrogen UreaPrinsipnya. Amonia sebagai gas atau dihasilkan dari urea (oleh ureas bakteri dan/atau tanaman dalam proses silase) menghidrolisis ikatan kimia/fisik antara lignin dan selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel tanaman. Hidrolisis obligasi ini membuat selulosa dan hemiselulosa lebih mudah diakses oleh mikroorganisme dalam rumen dan meningkatkan total fermentasi dan biasanya tingkat fermentasi. Beberapa hidrolisis kimia hemiselulosa juga mengakibatkan peningkatan proporsi karbohidrat larut dalam jerami. Ada beberapa jenis ammoniasi pada pakan berserat, antara lain : Silase basah dengan urea, ammoniasi menggunakan urin hewan, ammoniasi menggunakan gas amonia atau ammoniasi kering, atau kombinasi cara basah ataupun cara kering (Preston, 1986., Ditjennak, 2011). Chanjula and Ngampongsai (2008) merekomendasikan penggunaan urea sampai 3% dengan kulit singkong cacah kering (60%) dalam pakan konsentrat lokal untuk produksi ternak kambing. Selanjutnya, Lazzarini, et al. (2009) dalam penelitian pada sapi (di fistula) yang diberi jerami hijauan tropis Brachiaria decumbens Stapf berkualitas rendah, dengan kandungan protein kasar 5,08% dalam bahan kering, dengan aplikasi lima jenis perlakuan ditetapkan menurut tingkat kenaikan protein dalam diet (0, 3, 5, 7, dan 9 persen di atas kandungan protein hijauan). Suplemen terdiri dari sumber-sumber nitrogen, seperti: urea, amonium sulfat dan albumin (masing-masing 4,5:0,5:1,0). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa suplementasi senyawa nitrogen meningkatkan kandungan tingkat protein kasar dalam diet mendekati 11% mengoptimalkan penggunaan hijauan tropis kualitas rendah. Setidaknya 7% protein kasar diperlukan dalam diet untuk mempertahankan pertumbuhan mikroba dan mendukung efisien pencernaan karbohidrat jerami berkualitas rendah. Disamping, jenis suplemen nitrogen dan amoniasi, juga sudah banyak berkembang di Indonesia penggunaan suplemen Urea Molasses Blok (UMB). Ferdous, et al. (2010) melaporkan Urea Molasses Blok (UMB) dapat digunakan sebagai suplemen untuk diet berbasis jerami untuk meningkatkan kinerja anak kerbau.c. Perlakuan Enzim Komersial enzim yang digunakan dalam industri pakan ternak adalah produk fermentasi mikroba. Dibandingkan dengan ekstrak fermentasi, produk enzim ini relatif pekat (konsentrat) dan dimurnikan, mengandung spesifik aktivitas enzim terkontrol. Enzim-enzim tersebut biasanya tidak mengandung sel-sel hidup. Produk enzim untuk diet ruminansia adalah dari jamur (kebanyakan Trichoderma longibrachiatum, Aspergillus niger, A. oryzae) dan bakteri asal (kebanyakan Bacillus spp.). Beberapa produk fibrolytic enzim yang dievaluasi sebagai pakan aditif pada diet ruminansia awalnya dikembangkan sebagai aditif silase (Beauchemin, et al. , 2003).Penggunaan enzim fibrolytic sebagai aditif untuk ruminansia diet telah banyak dikembangkan dalam penelitian dengan tanggapan positif yang cukup besar .Serangkaian studi in vitro dilakukan Colombatto, et al. (2003) untuk menentukan efek penambahan enzim komersial terhadap produk hidrolisis dan fermentasi selulosa, xilan, dan campuran (1:1 wt/wt) dari keduanya. Produk enzim yang digunakan berasal dari Trichoderma reesei (Liquicell 2500, Specialty Enzim dan Biochemicals, Fresno, CA) dan terutama berisi kegiatan xilanase dan selulase. Sementara, substrat yang digunakan adalah selulosa mikrokristalin (CE, Jerman Avicel PH-101, Fluka Kimia, Seelze,), xilan dari oat spelt (XYL, X-0627, Sigma Kimia, Dorset, Inggris) dan campuran dari keduanya (CEXYL, 1:1 wt/w). Hasilnya menunjukkan, bahwa penggunaan enzim tersebut, dapat meningkatkan fermentasi selulosa dan xilan oleh efek kombinasi pra-dan post inkubasi in vitro (yaitu, peningkatan pelepasan pengurangan gula selama fase pra-perlakuan dan peningkatan hidrolitik aktivitas fraksi cair dan padat dari rumen cairan), yang tercermin dalam tingkat fermentasi yang lebih tinggi. Selanjutnya Beauchemin, et al. (2003) melaporkan hasil penambahan enzim fibrolytic pada pakan tinggi butiran secara mengejutkan lebih konsisten daripada paka tinggi-hijauan. Penerapan suatu produk enzim (Xilanase B, Biovance Technologies Inc, Omaha, NE) untuk efisiensi 95% pakan berbasis barley memperbaiki efisiensi pakan 6 sampai 12%, tergantung pada tingkat penambahan enzim. Estrada, et al. (2011) membandingkan efek dari dua campuran enzim fibrolytic (Fibrozyme dan Promote) pada kinerja pertumbuhan, pencernaan dan fermentasi rumen pada domba yang diberi pakan berbasis jagung brangkasan. Ternyata, baik Fibrozyme maupun Promote memberikan efek peningkatan kinerja pertumbuhan dan kecernaan pakan tinggi hijauan pada domba. d. Penambahan Inokulan dalam Pembuatan SilaseTujuan utama pembuatan silase adalah untuk melestarikan tanaman dengan kehilangan nilai gizi minimal dalam proses fermentasi anaerobik karbohidrat menjadi asam organik, asam laktat yang disukai, menurunkan pH. Kualitas fermentasi silase memiliki efek besar pada konsumsi pakan, pemanfaatan nutrisi dan produksi dari ternak ruminansia (terutama sapi perah).Inokulan untuk silase ataupun enzim dianggap sebagai produk alami yang aman, non-korosif untuk mesin, dan tidak menimbulkan masalah lingkungan. Sebagai konsekuensi, penggunaan bakteri inokulan dalam pengolahan silase mendapatkan perhatian besar kalangan peneliti dan produsen ternak. Ada banyak produk komersial dengan keragaman khasiat tersedia. Namun, dosis dan metode aplikasi yang menentukan bagi efektivitas.Kebanyakan inokulan tersedia secara komersial yang meningkatkan fermentasi silase mengandung bakteri asam laktat homofermentatif (LAB). Di antara LAB homofermentatif, yang paling sering digunakan adalah Lactobacillus plantarum, L. acidophilus, Enterococcus faecium dan Pediococcus acidilactici (Elferink, et al., 2000., and Jalc, et al., 2009), Lactobacillus buchneri, dan Propionibacterium acidipropionici. Inokulan komersial mengandung laktobasilus, enterococci, pediococci dan dengan campuran inokulan, seperti L. plantarum + L. buchneri, L. plantarum + Enterococcus faecium; dan L. plantarum + Pediococcus acidilactici (Jalc, et al., 2009)Berdasarkan survei studi inokulan, Muck (1993) disitasi Mhlbach (2000) menyimpulkan bahwa inokulan yang paling sukses pada silase alfalfa dan silase rumput di daerah beriklim sedang dan bahwa silase jagung keberhasilannya terbatas. Namun, Bolsen (1999) disitasi Mhlbach (2000) dengan tegas merekomendasikan bahwa inokulan bakteri harus diterapkan pada setiap tumpukan pakan yangb disilase, berdasarkan hasil dari lebih dari 200 studi skala laboratorium dan dari 28 peternakan skala percobaan di mana jenis aditif meningkatkan efisiensi fermentasi secara konsisten, pemulihan bahan kering, efisiensi penggunaan pakan, dan pertambahan berat badan per ton tanaman yang disilase pada silase jagung dan sorgum.e. Menurunkan Peran Zat Anti-Nutrisi Tanaman PakanFaktor Anti-Nutrisi (ANFs) dapat didefinisikan sebagai zat yang dihasilkan dalam pakan alami yang menyebabkan gangguan metabolisme normal tubuh dan melalui berbagai mekanisme, seperti inaktivasi beberapa zat nutrien, mengganggu proses pencernaan atau pemanfaatan metabolik pakan yang memberi efek bertentangan dengan pemanfaatan nutrisi yang optimal. Faktor anti-nutrisi tanaman dapat dibagi ke dalam kelompok labil terhadap panas, terdiri dari lektin, inhibitor proteinase dan cyanogens; sedangkan kelompok termasuk yang sensitif terhadap suhu pengolahan standar dan heat stable, antara lain, protein antigenik, tannin kental, saponin, asam amino non-protein dan mimosine. Senyawa tersebut terdapat dalam dedaunan / atau benih dari hampir setiap tanaman yang digunakan untuk pakan praktis (Aganga and Tshwenyane, 2003; Kumar, 2003).Spesis-spesis tanaman yang memiliki zat anti-nutrisi (Kumar, 2003), meliputi :Asam amino non proteinMimosine : Leucaena leucocephalaIndospecine: Indigofera spicta

Glycosides:a. Cyanogens : Acacia giraffe, A. Cunninghamii. A. Sieberiana, Barteria fistulosa, Manihot esculentab. Saponins: Albizia stipulata, Bassia latifolia, Sesbania sesbanPhytohemagglutinins: Bauhinia purpurea, Ricinus communis, Robinia pseudoacaciaPolyphenolic compounds:a. Tannins: semua tanaman vaskularb.Lignins: semua tanaman vaskularAlkaloids:N-methyl-B-phenethyl amine: Acacia berlandieri Sesbanine: Sesbania vesicaria S. puniceaTriterpenes:Azadirachtin: Azadirachta indicaLimonin: Azadirachta indica Acacia aneuraOxalate: Acacia aneuraBeberapa cara pengolahan dapat digunakan untuk mengurangi ataupun menghilangkan pengaruh faktor-faktor anti nutrisi (Aganga and Tshwenyane, 2003; Kumar, 2003), antara lain: Mimosin pada lamtoro, dapat dikurangi dengan pemanasan, ataupun dengan penambahan mineral logam, seperti : Fe2+, Al3 dan Zn+ Cyanogenic pada daun singkong daan juga Acacia dapat dihilangkan resikonya melalui proses pelayuan. Efek merugikan dari saponin dapat diatasi dengan pencucian pakan dengan air untuk mengurangi rasa pahit saponin Phytohemaggluttins adalah protein yang dapat menggumpalkan sel-sel darah merahdan mampu merusak mukosa usus. Bisa dipulihkan dengan penggunaan feses dari hewan yang diberi diet mengandung benih legum Dielaporkan bahwa kandungan tanin yang rendah dalam bijian dapat bermanfaat bagi ruminansia karena efeknya dalam mengurangi degradasi protein pakan dalam rumen yang dapat sebanding dengan peningkatan ketersediaan protein di usus halusf. Manipulasi Poses Fermentasi dalam Pakan LengkapRumen memiliki peran penting dan fungsi dalam mempersiapkan fermentasi produk akhir untuk proses biosintesis pada ternak ruminansia. Oleh karena itu penting bahwa kesehatan rumen dan terbentuknya ekologi yang optimal dalam mendukung, antara lain: aktivitas mikroorganisme rumen (bakteri, protozoa dan jamur), pH, substrat (misalnya hijauan, konsentrat/sumber karbohidrat tersedia (RAC), pakan berserat lainnya), produk akhir fermentasi (N ammonia dan asam lemak volatil/ VFA), dan sintesis mikroba dari VFA sebagai sumber energi utama berupa senyawa glukogenik dan lipogenik terutama propionat (C3), asetat (C2) dan butirat (C4), sedangkan N -NH3 adalah sumber nitrogen penting untuk sintesis protein mikroba. Manipulasi proses fermentasi rumen melalui penyajian pakan lengkap terutama bergantung pada kategori modifier yang akan diterapkan, disesuaikan dengan tujuan produksi dari ternak ruminansia yang dipelihara, apakah untuk produksi daging maupun susu, termasuk kesehatan ternak dan dampaknya terhadap lingkungan. Pertimbangan pada tujuan produksi ternak, sebagai contoh, pemanfaatan energi untuk tujuan gizi daging sapi, maka manipulasi yang dilakukan adalah meningkatkan proporsi molar propionat selama fermentasi rumen. Tujuan khusus pada peningkatan propionat rumen akan mengorbankan proporsi asetat dan butirat yang memiliki konsekuensi merugikan bagi kadar lemak susu, karena asetat dan butirat merupakan penentu kunci dari profitabilitas produksi susu. Demikian sebaliknya.Modifier (agen/senyawa pengubah) yang tersedia ada dalam bentuk pakan aditif, bisa juga dengan menggunakan pakan alami yang memiliki agen-agen/senyawa modifier dan diaplikasikan dalam campuran pakan lengkap . Modifier diklasifikasikan sebagai: 1) Senyawa pengubah profil keseimbangan (stoichiometry) asam lemak volatil (VFA); 2) Senyawa pencegah risiko asidosis; 3) senyawa yang dapat meningkatkan kecernaan nutrisi; dan 4) senyawa yang dapat menurunkan emisi metana (DiLorenzo, 2011). Agen ataupun senyawa-senyawa yang dapat memanipulasi fermentasi rumen, antara lain: IonophorePemberian ionofor dalam diet ruminansia sering menyebabkan penurunan rasio asetat/ propionate (A: P). Penurunan rasio A: P memberi indikasi bahwa kategori aditif bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja penggemukan pada sapi. Selain itu, ionofor berfungsi menghambat produksi laktate oleh rumen bakteri, sehingga menurun risiko gangguan metabolik seperti asidosis laktat (DiLorenzo, 2011). Ekstrak tanaman atau Minyak esensial. Dapat efektif dalam mengubah dengan proporsi VFA dalam rumen. Meningkatkan propionat dan menurunkan proporsi molar asetat menyebabkan penurunan produksi metana karena mengkonsumsi propionat mengurangi setara. Sebuah penelitian baru menunjukkan sifat anti-metanogenik yang potensi dari minyak cangkang biji mete ketika ditambahkan kultur cairan rumen yang diinkubasi pada tingkat dari 200 ug / mL volume. Pada proses fermentasi (in vitro) menyebabkan turunnya produksi metana dan produksi propionat meningkatkan. Sifat anti-mikroba metanogenik dari minyak tersebut karena mengandung asam fenolik antibakteri anacardic, cardanol, dan cardol, yang merupakan turunan asam salisilat. (Watanabe et al., 2010). Hu, et al. (2005) menemukan bahwa saponin yang diekstrak dari beberapa jenis tanaman memiliki efek menekan emisi metana, mengurangi jumlah protozoa rumen, dan mengubah pola fermentasi rumen serta meningkatkan kinerja ternak. Dalam percobaannya dengan penggunaan Tea Saponin (TS) pada level 2, 4, 6, dan 8 mg dalam pakan, ternyata dapat menurunkan konsentrasi metana di semua tingkat TS pada setiap waktu inkubasi (3, 6, 9, 12 dan 24 jam inkubasi). Pada 24 jam inkubasi, inklusi TS dengan 2, 4, 6 dan 8 mg menurunkan konsentrasi metana masing-masing 13, 22, 25 dan 26%. Demikian pula dengan populasi protozoa menurun masing-masing 19, 25, 45 and 79%. Disarankan bahwa penggunaan Tea Saponin bisa memodifikasi fermentasi rumen dan menghambat pelepasan metana dan amonia, yang bermanfaat untuk meningkatkan pemanfaatan nutrisi dan pertumbuhan ternak ruminansia. Szumacher-Strabel and Cieslak (2010) melaporkan penggunaan sumber pakan alternatif yang berasal dari jenis tanaman pohon yang mengandung phytofactors (agen defaunasi), ternyata dapat memperbaiki penggunaan protein melalui penghambatan proteolisis dan deaminasi, juga membatasi aktivitas mikroorganisme rumen khususnya bakteri penghasil hyper-ammonia dan mengurangi populasi protozoa.

Pertanyaan :2. Dalam mengevaluasi Nilai Nutrisi pakan ternak, faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan agar proses produksi ternak yang saudara rencanakan menghasilkan tidak saja produksi yang tinggi, tetapi juga menciptakan keseimbangan kondisi lingkungan. Lengkapi pula skenario dan ulasan saudara dengan referensi yang relevan.

Ulasan :

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan, meliputi tujuh prinsip tentang pemberian pakan pada ternak ruminansia (Kusmartono, 2011: Materi kuliah S3 Program Ilmu Ternak, 2011), antara lain:1. Ternak ruminansia sangat cocok untuk pakan hijauan karena mempunyai mikroba rumen yang dalam proses bio-fermentasi mampu meningkatkan kualitas nilai nutrien pakan 2. Mempertahankan kesehatan dan produktifitas ternak, melalui pemberian pakan yang menjamin aktivitas dan pertumbuhan mikroba, karena pada gilirannya menjadi sumber pakan ternak inang3. Kebutuhan ternak ruminansia bervariasi tergantung pada umur, fase produksi dan cuaca4. Kecukupan hijauan segar akan memasok sebagian besar kebutuhan energi dan protein ternak5. Komposisi kimia hijauan berubah tergantung pada umur tanaman, species, musim, kelembaban dan cara penyajiannya baik dalam kondisi intensif maupun ekstensif6. Pemberian pakan suplemen mungkin perlu ketika produksi hijauan rendah atau jika ternak membutuhkan pakan tersebut7. Suplementasi yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mikroba rumen untuk memanfaatkan hijauan Selanjutnnya, dijelaskan bahwa defisiensi zat-zat nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba rumen akan menurunkan efisiensi pertumbuhan mikroba dan biomasa mikroba yang pada akhirnya akan menurunkan nilai kecernaan, feed intake, terutama bila ternak diberi pakan sumber serat Prioritas utama dalam memberi pakan ternak ruminansia adalah memikirkan bahwa tidak terjadi defisiensi zat nutrisi untuk pertumbuhan mikroba rumen, yaitu jumlah biomassa mikroba yang tersedia per unit karbohidrat yang masuk rumen. Efisiensi pertumbuhan mikroba rumen juga menentukan proporsi zat nutrisi tercerna yang dapat dikonversi menjadi metan dan VFA. Produksi metan bersama-sama dengan asam asetat atau butirat, dimana produksi methan dan VFA mempunyai korelasi negatif dengan produksi sel mikroba. Model pencernaan pada ruminansia yaitu bahwa fermentasi menghasilkan sampai 20% konsumsi enrgi dapat dicerna (DE) hilang dalam bentuk panas dan methan. Protein difermentasi dalam rumen tidak otomatis menjadi sumber asam amino bagi ternak inang karena harus di hidrolisa dan diaminasi oleh mikroba. Secara umum apabila ternak ruminansia diberi pakan sumber serat diperlukan pakan suplemen untuk menyeimbangkan zat nutrisi yang dibutuhkan. Proteksi protein misalnya diperlukan untuk meningkatkan efisiensi anabolisme zat nutrisi yang diserap untuk pertumbuhan, kebuntingan dan laktasi Konsep berbasis potensi pakan lokal (di daerah) dapat memiliki nilai manfaat untuk perencanaan produksi ternak yang paling tepat yang sesuai dengan sumber daya pakan yang tersedia. Hal penting yang menjadi pertimbangan utama dalam mengevaluasi potensi pakan lokal, bahwa pakan tersebut dapat dikonsumsi, dimana kondisi dalam lingkungan rumen optimal dapat terpenuhi. Tidak tercapainya kondisi optimal rumen maka nilai potensi pakan yang dilihat dari jumlah konsumsi (intake) dan ekstraksi nutrisi dalam rumen mungkin akan terbatas. Antisipasi terhadap potensi pakan lokal yang masih kekurangan dalam hal kecukupan energi dan nutrisi dapat diatasi dengan perlakuan teknologi pengolahan seperti amoniasi, silase, penambahan enzim, zat aditif atau faktor pembatas tertentu.Menurut Orskov (1995) dalam praktek tidak selalu memungkinkan untuk mencapai kondisi optimal rumen yang paling sesuai untuk mengekspresikan nilai pakan di bawah kondisi yang optimal. Pakan juga dapat mengandung faktor-faktor antinutritisi yang tidak hanya menghambat degradasi pakan itu sendiri tapi juga mempengaruhi degradasi pakan yang menyertainya. Zat antinutrisi dapat menghambat aktivirtas mikroba rumen, juga berpengaruh pada tternak inang. Selanjutnya, ada beberapa karakteristik pakan hijaun yang mempengaruhi pengisian dan pengeluaran pakan, karakteristik dimaksud adalah: (A) tingkat kelarutan (solubilitas); (B) fraksi yang tidak larut tetapi dapat difermentasi, (C) tingkat konstan; (D) tingkat reduksi partikel pakan yang panjang menjadi partikel kecil; (E) tingkat pengeluaran partikel kecil, dan (F) volume rumen. Ini akan segera jelas bahwa A + B adalah kecernaan potensial dan menurut definisi: 100 - (A + B) akan benar-benar dicerna.Konsep ini juga jelas menggambarkan bahwa pakan berserat kasar tinggi dapat ditingkatkan dengan cara kimia, biologis atau fisik atau dengan seleksi genetik dengan berkonsentrasi pada salah satu dari tiga faktor A, B dan C. Contoh untuk perlakuan kimia memiliki efek terbesar pada nilai B. Perlakuan enzim mempengaruhi terutama pada nilai A. Seleksi genetik dapat ditujukan pada A atau B.Berdasarkan indeks atau potensi pakan tersebut, dapat membantu perencanaan dalam memprediksi potensi produksi ternak di berbagai daerah.Dalam hubungannya dengan lingkungan, dengan merebaknya isu oleh Badan Pangan Dunia (FAO) dalam Buku Laporannya Livestocks Long Shadow (FAO, 2006), yang antara lain mencatat bahwa industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%). Menurut badan tersebut jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%), sehingga dunia usaha peternakan dinbatkan sebagai kontributor terbesar terjadinya pemanasan global. Menyusul isu tersebut muncul kelompok dan gerakan (para vegan=vegetarian) yang mulai mempropagandakan pengurangan kegiatan pengembangan peternakan, bahkan ada yang lebih ekstrim, yaitu berhenti mengembangkan peternakan. Sekalipun isu tersebut masih belum akurat, tetatpi kenyataannya proses fermentasi dalam rumen ada energi yang hilang dalam bentuk gas metan, sehingga perlu melakukan manipulasi fermentasi dalam rumen agar utilisasi energi dari pakan yang dikonsumsi lebih efisien dan produk emisi gas metan berkurang. Manipulasi tersebut dapat dilakukan antara lain penggunaan ekstrak tanaman atau pakan yang mengandung saponin (agen defaunasi) dari buah Sapindus saponaria dan ekstrak limonene (minyak biji cemara Abies alba) (Szumacher, et al., 2010, juga teh saponin (Hu, et al., 2005), dimana senyawa-senyawa dari ekstrak buah dan tanaman tersebut dapat menurunkan emisi metan dari rumen.

Pertanyaan :3. Nilai Mean Retention Time (MRT) atau Fractional Outflow Rates (FOR) merupakan indikator penting dalam menentukan apakah bahan pakan tersebut perlu bahan pakan suplemen atau tidak. Apabila saudara setuju dengan statement di atas, berilah argumentasi logis ditunjukkan dengan fakta pendukung yang cukup relevan.Jawaban:Saya sependapat dengan statement di atas, mengingat bahwa MRT merupakan indikator dimana waktu tinggal pakan dalam rumen akan bergantung pada fraksi pakan yang hilang (disappearance) karena terdegradasi ataupun terabsorbsi, dan juga fraksi pakan yang outflow (FOR) meninggalkan rumen per unit waktu ke saluran cerna post ruminal sampai diekskresi via feses. Semakin panjang MRT dari fraksi pakan di rumen dapat di duga bahwa pakan tersebut termasuk pada tingkat kelarutan rendah (tinggi) sukar terdegradasi, yang berarti pakan tersbut tinggi akan komponen serat kasar dan dinding sel dan memiliki kandungan nutrisi rendah. Seperti yang dikemukakan Orskov (1995) bahwa intake pakan hijauan dibatasi oleh fator-faktor pakan hijauan yang mempengaruhi pengisian dan pengeluaran saluran cerna, terutama dalam mencapai kondisi rumen optimal. Selanjutnya dikemukakan beberapa karakteristik pakan yang mempengaruhi pengisian dan pengeluaran dimaksud, seperti yang dikemukakan di atas, karakteristik A --- > E, disamping faktor anti nutirisi pakan dan juga F (volume rumen). Dijelaskan bahwa fraksi yang benar-benar tidak tercerna dari B [(100-(A+B asimtot)] (juga dijelaskan dalam materi kuliah: slide no. 20-38, tatap muka 10 Des. 2011) akan membutuhkan ruang dan waktu di dalam saluran cerna agar bisa dicerna, yaitu C, kemudian akan mengalami perubahan partikel dari yang besar menjadi kecil D, sehingga menjadi partikel yang outflow from the rumen (E). Orskov menambahkan bahwa Ada perbedaan sangat besar dalam arus partikel kecil dari paikan hijauan berserat dan pakan yang disuplementasi protein, yaitu secara berturut turut 0,03 dan 0,06. Perbedaan ini mencerminkan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk partikel melewati masa padat isi rumen dan menjadi tersuspensi dalam fase cair dari dan keluar dari rumen. Nilai FOR 0,03 pada pakan berserat atau 3% BK/jam menindikasikasikan pakan tersebut tinggi serat dan dinding sel dan akan lama difermentasi oleh mikroba rumen, jika di konversi ke MRT berarti 1/0,03/jam=33 jam waktu tinggal di rumen, sementara untuk pakan yang menggunakan suplemen 1/0,06/jam= 17 jam waktu tinggal di rumen. Dengan waktu MRT yang lebih panjang maka dapat diduga kecernaan pakan tersebut rendah. Pertimbangan terhadap karakteristik pakan berserat berdasarkan MRT dikemukakan Van Soest (1994) dan Faichney (1980) yang disitasi Kusmartono (1996), dimana semakin panjang MRT semakin besar kemungkinan digesta tersebut mengalami perombakan mikroba rumen dan bersama dengan itu laju pengeluaran dari rumen mempengaruhi jumlah serat kasar yang dicerna. Denga demikian bisa dipahami kondisi sebaliknya, jika MRT pakan lebih pendek megindikasikan bahwa pakan tersebut memiliki tingkat kelarutan tinggi, sehingga mudah dicerna ataupun mudah terdegradasi. Bisa juga dipahami bahwa karakter pakan seperti itu merupakan pakan yang berkualitas. Sayangnya apanbila pakan yang berkualitas mudah terdegradasi maka nilai nutisi pakan terutama protein akan menurun ketika digesta pakan tersebut outflow dari rumen dan diinfusi ke dalam duodenum. Jadi fenomena yang timbul dari ekspresi MRT dan FOR, tentunya harus dipahami dengan strategi penyediaan dan pemberian pakan. Pada satu sisi pakan hijaun berserat yang sukar terdegradasi tentunya perlu disuplementasi agar dapat menunjang kondisi optimal rumen dimana mikroba mendapat cukup nutrien untuk aktivitasnya, yang pada gilirannya pakan itu sendiri akan mengalami perbaikan kualitas di rumen. Disi lain, pakan berkualitas yang memiliki tingkat kelarutan tinggi perlu perlakuan proteksi proteinnya, sehingga proporsi protein yang by pass dari rumen juga akan bisa termanfaatkan dalam pencernaan dan penyerapan di intestin. Kusmartono (1996) dalam penelitiannya pada rusa dengan penambahan condensed tannin pada pakan chicory (Chicorium intybus L) dan rumput perennial ryegrass (Lolium perenne) menemukan bahwa CT yang terkandung pada kedua jenis pakan tersebut dapat mereduksi perombakan protein dalam rumen.

4. Pemanfaatan Probiotik, Prebiotik dan antibiotik sudah umum di dunia peternakan, baik untuk tujuan produksi dan reproduksi. Saudara saya minta untuk membuat review (maksimal 2 halaman) tentang peran senyawa tersebut di atas untuk meningkatkan produksi ternak dan bisa fokus pada salah satu senyawa yang mempunyai tingkat adopsi tinggi di tingkat peternak.

Review :

1. Probiotik

Perbaikan dalam pemanfaatan pakan, produksi dan kesehatan ternak, dan keamanan pangan hewani merupakan tujuan dari studi mikroba rumen. Tujuan ini dapat dicapai dengan memfasilitasi fermentasi yang diinginkan, meminimalkan gangguan rumen, dan tidak termasuk patogen. Beberapa pakan aditif telah digunakan untuk meningkatkan kinerja produksi, efisiensi pakan dan untuk mencegah penyakit. Adalah Antibiotik, Probiotik dan Prebiotik jenis-jenis pakan aditif yang telah banyak diaplikasikan dalam pakan ternak, lebih khusus pada ternak ruminansia dalam upaya memanipulasi ekosistem mikroba dan karakteristik fermentasi dalam rumen dan saluran cerna usus ternak. Istilah "probiotik" didefinisikan sebagai "suplemen pakan mikroba hidup yang menguntungkan dapat mempengaruhi hewan inang pada konsumsi dengan meningkatkan keseimbangan mikroba ususnya" (Fuller, 1989). Istilah ini telah digunakan untuk menggambarkan kelayakan kultur mikroba, ekstrak kultur, preparasi enzim, atau kombinasi dari produk-produk tersebut. Chow (2002) mengatakan mikroorganisme probiotik diyakini memberi efek biologis melalui sebuah fenomena yang dikenal sebagai resistensi kolonisasi, dimana flora anaerobik membatasi konsentrasi flora yang berpotensi patogenik (kebanyakan aerobik) di saluran pencernaan. Modus tindakan lainnya, seperti memasok enzim atau mempengaruhi aktivitas enzim di saluran pencernaan, juga dapat mencakup beberapa efek fisiologis lain yang dikaitkan dengan probiotik.Berkaitan dengan probiotik, sekarang ini sudah banyak dikembangkan apa yang disebut pakan langsung mikroba (Direct-fed microbial, DFM) yang merupakan batasan sempit untuk probiotik sebagai pakan aditif berbasis mikroba. Kung Jr. (2001) mengemukakan, konsep asli dari pemberian mikroba untuk tenak meliputi sejumlah besar mikroba "menguntungkan" untuk ternak ketika "stres" atau sakit. Produk mikroba yang digunakan dengan cara ini pada awalnya disebut "probiotik". Namun, istilah "probiotik" tersirat bersifat kuratif. Di Amerika, klaim oleh sebuah produk untuk menurunkan angka kematian, meningkatkan kesehatan, atau untuk meningkatkan produksi (misalnya produksi susu meningkat atau konsumsi bahan kering) tidak dapat dibuat dari setiap produk kecuali jika keamanan dan keampuhan telah didokumentasikan dan disetujui oleh instansi pemerintah yang berwenang. Jadi, untuk mengatasi persyaratan ini, industri pakan dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga regulasi, lebih menerima istilah generik "pakan langsung mikroba" (DFM) untuk menggambarkan pakan aditif berbasis mikroba. Selain itu, daftar mikroorganisme yang diterima untuk digunakan dalam pakan ternak sudah dikembangkan. Sekarang ini, pakan langsung mikroba (Direct-fed microbial, DFM) telah semakin banyak dievaluasi untuk mengganti atau memfasilitasi pengurangan dalam penggunaan antibiotik.Mikroorganisme yang digunakan dalam DFM untuk ruminansia termasuk spesies Lactobacillus, Bifidobacterium, Enterococcus, Streptococcus, Bacillus dan Propionibacterium, yang semuanya yang umum digunakan dalam probiotik untuk manusia dan hewan monogastrik atau sebagai inocula untuk pengolahan produk susu. Spesies bakteri lain, seperti Megasphaera elsdenii dan Prevotella bryantii juga telah digunakan sebagai DFM untuk menstabilkan atau memperbaiki fungsi rumen. Strain bakteri DFM dapat diklasifikasikan sebagai asam laktat memproduksi, memanfaatkan asam laktat, atau mikroorganisme lainnya. Pada ternak ruminansia, rumen adalah organ pertama yang dicapai DFM pada konsumsi. DFM tumbuh dalam rumen dan secara menguntungkan memodifikasi ekosistem mikroba dan (atau) karakteristik fermentasi. Saluran usus juga dapat menjadi habitat bagi DFM. Produksi asam laktat dan pemanfaatannya dalam rumen terkait erat dengan efisiensi pakan dan kesehatan hewan. Meskipun DFM bakteri yang banyak ditekankan, DFM jamur juga biasa digunakan sebagai pakan aditif untuk diet ternak ruminansia. Kebanyakan produk ragi komersial mengandung spesies Saccharomyces dan Aspergillus (Kung Jr, 2001).Modus aksi DFM dalam rumen maupun dalam saluran cerna post ruminal (gastro-intestinal) disajikan pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Modus Aksi DFM dalam RumenProposed Mechanism

Bakteri produksi asam laktat:1. Penyediaan pasokan konstan asam laktat2. Adaptasi mikroflora keseluruhan untuk akumulasi asam laktat3. Stimulasi bakteri laktat memanfaatkan4. Stabilisasi pH rumenBakteri pengguna asam laktat 1. Konversi laktat untuk VFA (misalnya, Megasphaera elsdenii)2. Produksi asam propionat bukan asam laktat (misalnya, Propionibacterium spp.)3. Peningkatan efisiensi pakan4. Penurunan produksi metana5. Meningkatkan pH rumenDFM Jamur1. Pengurangan oksigen dalam rumen2. Pencegahan asam laktat berlebih dalam rumen3. Penyediaan faktor pertumbuhan seperti asam organik dan vitamin B4. Meningkatkan aktivitas mikroba rumen dan nomor5. Peningkatan produk akhir rumen (misalnya, VFA, protein mikroba rumen)6. Peningkatan kecernaan rumen

Sumber : Seo, et al. (2010)Tabel 2 . Modus aksi DFM dalam Saluran Cerna setelah Rumen ( the post-rumen GIT)Proposed Mechanism

1. Produksi senyawa antibakteri (asam, bakteriosin, antibiotik)2. Persaingan dengan patogen untuk kolonisasi mukosa dan / atau untuk nutrisi3. Produksi dan / atau stimulasi enzim4. Stimulasi respon imun oleh host5. Metabolisme dan detoksifikasi senyawa yang diinginkan

Sumber : Seo, et al. (2010)PrebiotikPrebiotik adalah alternatif lain yang mungkin menggantikan antibiotik. Sebuah istilah yang sangat terakhir, prebiotik biasanya berhubungan dengan oligosakarida yang tidak dicerna oleh enzim ternak, tetapi secara selektif dapat merangsang spesies bakteri usus tertentu, yang memiliki efek potensial menguntungkan pada kesehatan ternak inang (Cunha, et al., 2007). Substrat dalam diet yang dapat digolongkan sebagai prebiotik, setidaknya memerlukan tiga kriteria (Gaggia et al., 2004), yaitu : (1) substrat tidak harus terhidrolisis atau terserap di dalam perut atau usus halus, (2) harus selektif untuk bakteri komensal yang bermanfaat dalam usus besar seperti, bifidobakteri (3) fermentasi substrat harus menyebabkan efek luminal /sistemik yang bermanfaat dalam ternak inang. Prebiotik dapat diekstrak secara langsung dari sumber alami (tumbuhan, ragi, susu), atau diproduksi oleh hidrolisis asam parsial atau enzimatik dari polisakarida atau melalui reaksi transglikosilasi. Galacto-oligosakarida utama yang komersial saat ini adalah fructo-oligosakarida (FOS), yang -galakto-oligosakarida (GOS), transgalakto-oligosakarida (TOS), mannan-oligosakarida (MOS) dan xilo-oligosakarida (XOS) (Cunha, et al., 2007).Ada dua keunggulan yang jelas berhubungan dengan prebiotik: a) teknologi, karena tidak ada masalah kritis dengan panas pengolahan pakan dan kondisi asam lambung, dan b) keamanan, karena mereka tidak menggunakankan spesies mikroba asing ke usus. Mikroba bermanfaat, jika dirangsang, akan memiliki kemampuan lebih baik untuk dapat bersaing dengan mikroba yang tidak diinginkan (Cunha, et al., 2007). Selanjutnya dikemukakan. prebiotik juga dapat memiliki efek bermanfaat lainnya, terlepas merangsang bagian dari mikrobiota usus: pertama, mereka dapat mencegah adhesi patogen pada mukosa, dengan bersaing dengan reseptor gula, dan kedua mereka langsung dapat merangsang sistem kekebalan usus. Modus aksi dari prebiotik terutama telah dipelajari secara in vitro dan dengan ternak laboratorium, dan sebagian besar karya yang diterbitkan berhubungan dengan makanan manusia. Efek positif yang ditemukan pada ternak, seperti peningkatan pertambahan berat badan harian, peningkatan rasio konversi pakan dan/atau peningkatan status kesehatan, tapi efeknya cenderung bervariasi dengan oligosakarida dan kondisi pemanfaatan.Chow (2002) melaporkan, prebiotik frukto-oligosakarida (FOS) ditemukan secara alami di banyak makanan, seperti gandum, bawang, pisang, madu, bawang putih, atau daun bawang. Mereka juga dapat diisolasi secara enzimatis dari akar chicory atau disintesis dari sukrosa. Fermentasi FOS dalam usus menghasilkan sejumlah besar efek fisiologis termasuk meningkatkan jumlah bifidobacteria dalam usus, meningkatkan penyerapan kalsium, meningkatkan berat feses, memperpendek waktu transit pencernaan, dan mungkin menurunkan kadar lipid darah. Efek lain yang telah diamati pada ternak model mencakup peningkatan berat cecal dan peningkatan ekskresi nitrogen feses. Peningkatan bifidobakteri telah diasumsikan untuk manfaat kesehatan manusia dengan memproduksi senyawa untuk menghambat patogen yang potensial, dengan mengurangi kadar amonia darah, memproduksi vitamin dan enzim pencernaan. Lebuh lanjut Gaggia et al. (2004) menyatakan prebiotik ditunjukkan untuk mengubah mikroflora saluran cerna, mengubah sistem kekebalan tubuh, mencegah kanker kolon, mengurangi invasi patogen termasuk patogen seperti Salmonella dan E.coli and Entritidis mengurangi senyawa kolesterol dan mengurangi bau. Adapun efek dari pakan serat prebiotik dalam saluran pencernaan bagian atas dan bagian bawah ditunjukkan pada Tabel 3Table 3. Diet Serat Prebiotik dan Fungsi PencernaanDiet Serat dan Fungsi Pencernaan

Efek pada saluran cerna (GI) atas Perlawanan untuk pencernaan Memperlambat laju pengosongan lambung Peningkatan waktu transit oro-sekum Mengurangi penyerapan glukosa dan rendah indeks glikemik Hiperplasia dari epitel usus halus Stimulasi sekresi hormon peptida usus Efek pada saluran cerna bawah

Efek pada saluran cerna (GI) atas Bertindak sebagai makanan bagi mikrobiota kolon Bertindak sebagai substrat untuk fermentasi kolon Produksi produk akhir fermentasi (terutama asam lemak rantai pendek, SCFA) Stimulasi fermentasi saccharolytic Pengasaman isi kolon Hiperplasia epitel kolon Stimulasi sekresi hormon peptida usus Efek bulki pada produksi feses Regularisasi produksi tinja (frekuensi dan konsistensi) Percepatan transport ceco-anal

Sumber : Gaggia et al. (2004)AntibiotikEfek promotor pertumbuhan antibiotik tingkat rendah pada pakan ternak pertama kali dijelaskan pada 1940-an ketika ayam diberi makan limbah fermentasi dari residu produksi chlortetracycline. Residu tersebut ditambahkan dengan tujuan sebagai sumber vitamin B, tetapi ternyata menyebabkan stimulasi pertumbuhan yang terlampau besar untuk dijelaskan hanya sebagai efek dari vitamin, mengingat produksi pertumbuhan lebih cepat daripada kontrol (Stokestad & Jukes, 1950). Selama 50 tahun berikutnya produksi tersebut meningkatkan efek tingkat pemberian sub-terapi dari berbagai antibiotik, sehingga penggunaan antibiotik promoter pertumbuhan bercokol dalam produksi ternak, khususnya di industri peternakan yang intensif (Barton, 2000; Cunha, et al. 2007).Industri peternakan yang menggunakan antibiotik secara konvensional diklasifikasikan (Turner, 2011) sebagai berikut:1. Untuk pengobatan penyakit (menggunakan terapi). Namun, jika beberapa ternak yang ditemukan sakit, sering keseluruhan kawanan atau sekelompok ternak akan diperlakukan untuk mencegah penyebaran penyakit(dikenal sebagai metaphylaxis). Jadi tidak selalu ada perbedaan yang jelas antara pengobatan dan pencegahan. Pengobatan biasanya terjadi pada dosis tinggi untuk jangka waktu yang relatif singkat.2. Untuk pencegahan penyakit (profilaksis). Perlakuan ternak dengan, dosis sub-terapeutik antibiotik rendah dalam pakan atau air minum, ketika mereka tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit tetapi dianggap sebagai risiko infeksi. Pengobatan dapat berlangsung selama beberapa minggu, dan kadang-kadang lebih lama.3. Untuk promosi pertumbuhan (tidak lagi diizinkan seperti di Uni Eropa, tetapi masih umum di Amerika Utara dan tempat lain) dengan dosis sub-terapeutik antibiotik sangat rendah yang diberikan kepada ternak dalam pakan mereka (terutama pada pemeliharaan babi dan unggas secara intensif), untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan mereka dan produktivitas nominal. Pengobatan dapat berlangsung terus menerus dan untuk sebagian besar hidup ternak tersebut.Manfaat dari antibiotik promotor pertumbuhan timbul dari modus fungsi utamanya yang bertujuan untuk memanipulasi flora mikroba pada saluran usus pada sebagian besar spesies serta rumen ruminansia. Hasil dari interaksi dengan organisme usus saluran pencernaan adalah meningkatkan metabolisme dan penyerapan berbagai nutrisi penting, termasuk karbohidrat, protein, asam amino, mineral dan vitamin. Selain itu, sebagai akibat pemanfaatan yang disempurnakan pada susunan ransum mereka, merangsang kebutuhan ternak akan pakan menjadi lebih berkurang dan menghasilkan limbah yang sedikit. Manfaat secara luas dapat dikategorikan ke dalam perbaikan lingkungan, kinerja produksi, pengendalian penyakit, pencegahan gangguan metabolisme dan fermentasi, dan sekolompok manfaat lainnya yang terkait (Page, 2003). Sementara itu, antibiotik promotor pertumbuhan dianggap berlaku di semua tahapan produksi ternak dalam dekade terakhir, mereka sekarang menduduki tempat yang lebih baik dan penting untuk digunakan disaat respon kebutuhan menjadi besar. Sebagai contoh, sapi perah produksi tinggi berada pada risiko ketosis tingkat tinggi, penyakit metabolik serius yang berhubungan dengan kesehatan yang buruk dan secara signifikan menurun dalam produksi susu. Efek merugikan dari ketosis dapat dilumpuhkan oleh penggunaan monensin yang tepat. Penggemukan sapi dalam diet karbohidrat tinggi sangat rentan terhadap pembengkakan rumenitis dan hati. Penggunaan bijaksana tylosin dan virginiamycin secara signifikan dapat mengurangi efek yang merugikan dari penderitaan ini. Penyediaan ruminansia selama kekeringan dapat menjadi tantangan para manajer peternakan dalam upaya memenuhi kebutuhan gizi secara ekonomis dan efisien. Seleksi penggunaan antibiotik promotor pertumbuhan dapat meningkatkan pilihan pakan secara substansial, meningkatkan kesehatan hewan, mengurangi tenaga kerja dan mengurangi biaya pakan.Callaway, et al. (2003) melaporkan manfaat penggunaan salah satu jenis ionofor senyawa profilaksis antimikroba dalam pakan sapi daging, yaitu monensin ternyata memberi efek pengurangan deaminasi protein, penurunan produksi asam laktat menghasilkan pengurangan asidosis dalam rumen dan abses hati, peningkatan ketersediaan energi dan retensi nitrogen, meningkatkan efisiensi pakan, dan dengan demikian meningkatkan produktivitas ternak. Disamping itu, dilaporkan produksi metana rumen menurun 30% oleh perlakuan monensin.Keuntungan utama yang timbul dari penggunaan antibiotik promotor pertumbuhan dirangkum dalam Tabel 4.Tabel 4. Ringkasan Manfaat dari AntibiotikaPromotor Pertumbuhan san manfaat dari promotor ManfaatAntibiotic Growth Promoters

Avilamycin

BacitracinBambermycinLasalocid Monensin

Narasin

Salinomycin

KitasamycinOleandomycinTylosinVirginiamycin

MANFAAT LINGKUNGAN

Mengurangi emisi metan(primarily ruminants)

Mengurangi ekskresi nitrogen(all species)

Mengurangi pengeluaran fosfor(all species)

PENINGKATAN KINERJA PRODUKSI

Peningkatan pertambahan berat badan

Menurunkan kebutuhan pakan per unit Pertambahan berat

Memperbaiki hasil karkas

Memmperbaiki kinerja ternak babi

Improved piglet survival and growth

Meningkatkan produksi susu sapi perah

Meningkatkan pertumbuhan wool

KONTROL PENYAKIT

Nekrotik enteritis pada unggas

Clostridial enteritis pada babi

Enteropati proliferatif babi

Disentri ternak babi

Pneumonia akut pada sapi

Koksidiosis pada anak sapi dan domba

Toksoplasmosis pada domba

PENCEGAHAN GANGGUAN METABOLISME DAN FERMENTASI

Menurunkan asidosis laktat

Menurunkan laminitis

Menurunkan ketosis

Menurunkan bloat rumen

MANFAAT LAINNYA

Hemat protein

Hemat energi

Memperbaiki penyerapan mineral

Memperbaiki toleransi panas

Mengurangi bau pada babi jantan

Pengurangan resistensi antibiotik danpemindahannya

Memperbaiki status kekebalan

Litter kering dan mengurangi masalah lemah kaki pada broiler

Mengurangi lalat pada feses sapi

Source : Page (2003)Selama tiga dekade terakhir telah terjadi keprihatinan atas masalah resistensi antibiotik pada patogen manusia, yang sekarang mengarah ke perdebatan luas tentang masalah ini. Banyak perhatian telah ditujukan terhadap penggunaan antibiotik pada ternak, dengan fokus khusus pada promotors pertumbuhan antibiotik. Kekhawatiran ini telah menyebabkan publikasi sejumlah laporan dari komite dan kelompok-kelompok dalam Eropa, Inggris, Amerika Serikat dan Australia. Laporan-laporan ini semua menekankan perlunya kontrol lebih besar atas penggunaan antibiotik dalam kedokteran hewan dan peternakan, namun ada juga laporan menunjukkan ketidak-cukupan bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara penggunaan antibiotik pada ternak dan resistensi antibiotik pada patogen manusia. Beberapa laporan menunjukkan bahwa sebagian besar masalah resistensi antibiotik berasal dari obat-obatan manusia dari penggunaan yang berlebihan atau dari kontrol yang tidak memadai pada obat manusia. Namun demikian, bukti pendukung bahwa resisten antibiotik bakteri enterik (misalnya, Escherichia coli, salmonella, campylobacter dan enterococci) dapat berpindah dari ternak ke manusia melalui rantai makanan atau dengan kontak langsung, menyebabkan pembentukan suatu penyimpan komunitas gen resistensi (Barton, 2000).Terlepas dari lebih atau kurang konsistensinya, antibiotik masih meningkatkan kinerja produksi, meliputi sebagian besar manfaat ekonomi yang dialami konsumen, melalui harga yang lebih rendah dari daging, telur, dan produk ternak lainnya. Antibiotik juga memiliki keuntungan sekunder yang sering dilupakan. Dengan mengurangi penggunaan pakan per unit produksi, antibiotik dapat mengurangi jumlah lahan yang dibutuhkan untuk produksi bahan pakan, impor bahan pakan dari banyak negara, dan volume pupuk kandang (pupuk adalah kewajiban dalam banyak sistem produksi modern). Antibiotik paling banyak digunakan dalam produksi ternak juga dapat mengurangi emisi metana. Tidak mengherankan jika masih terdapat ketidak-sepakatan akhir tentang mekanisme fungsi antibiotik: senyawa ini bertindak dalam suatu sistem yang sangat kompleks, yang pasti lebih dari pemikiran yang hanya beberapa tahun lalu sebelum adopsi molekul teknik identifikasi mikrobiologi. Selanjutnya, interaksi antara mikroba dan sistem kekebalan usus, sangat kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami satu dengan yang lain hanya dapat menambah kesulitan subjek.

DAFTAR PUSTAKA

Aganga, A.A. and S.O. Tshwenyane. 2003. Feeding Values and Anti - Nutritive Factors of Forage Tree Legumes. Pakistan Journal of Nutrition 2 (3): 170-177. http://www.pjbs.org/pjnonline/fin103.pdf (17 Des. 2011)

Barton M.D. 2000. Antibiotic use in animal feed and its impact on human health. Nutr. Res. Rev., 13, 279-299. http://journals.cambridge.org/download.php..... (15 Des. 2011)

Chanjula, P and W. Ngampongsai (2008) Effect of supplemental nitrogen from urea on digestibility, rumen fermentation pattern, microbial populations and nitrogen balance. Songklanakarin J. Sci. Technol. 30 (5), 571-578. http://www.sjst.psu.ac.th (13 April 2011)

Chow, J. 2002. Probiotics and prebiotics: A brief overview. J. Renal Nut, v12, 2:7686http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1051227602442070 (15 Des. 2011)

Colombatto, D., F.L. Mould., M.K. Bha., D.P. Morgavi., K.A. Beauchemin and E. Owen. 2003. Inuence of brolytic enzymes on the hydrolysis and fermentation of purecellulose and xylan by mixed ruminal microorganisms in vitro. J. Anim. Sci. 81:10401050. http://www.animal-science.org/content/81/4/1040.full.pdf+html (17 Des. 2011)

Cunha, F.L., L. Castro-Solla., , Maertens L., M. Marounek., Pinheiro V., J. Freire and J.L.Mouro. 2007. Alternatives to Antibiotic Growth Promoters In Rabbit Feeding: A Review. World Rabbit Sci., 15: 127 140.https://ojs.upv.es/index.php/wrs/article/download/597/584 (17 Des. 2011)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Lumbung Pakan Ternak. http:// ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=eselon2&action...id (14 Nov. 2011)

Elferink, S.J.W.H. O, F. Driehuis, J.C. Gottschal, and S.F. Spoelstra. 2000. Silage fermentation processes and their manipulation. In: Silage Making in the Tropics with Particular Emphasis on Smallholders. Proceedings of the FAO Electronic Conference on Tropical Silage. Eds. Mannetje, L., et al. Rome.http://www.fao.org/docrep/005/x8486e/x8486e09.htm (17 Nov. 2011)

Estrada, G. T. , G.D. Mendoza-Martnez., J.M. P. Rodrguez., T. Q. Tristn and F. Guevara-Lara. 2011. Effects of two fibrolytic enzyme mixtures on growth performance, digestion and ruminal fermentation in lambs fed corn stover based diets. J. Appl. Anim. Res. Vol. 39, 2, p. 158-160. http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09712119.2011.565215 (15-Des. 2011)

FAO-UN. 2006. Livestocks Long Shadow: Envisronmental issues and options. FAO-Rome.ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/010/a0701e/a0701e.pdf (7 Sept. 2011)

Ferdous, S., A.K.M. Masum., M.A.S. Khan and M. A. Islam. 2010. Comparative study of the performance of buffalo calves and cow calves by feeding Urea Molasses Block with straw based diet. J. Bangladesh Agril. Univ. 8(1): 8790, docsdrive.com/pdfs/.../javaa/.../524-528.pdf(15 Des. 2011)

Gagga, F., P. Mattarelli and B. Biavati. 2010. Probiotics and prebiotics in animal feeding for safe food production. Int. J. Food Microb., 141: S15S28.http://www.pathogencombat.com/Unique../Paper/Gaggia...2010.ashx (21 Des. 2011)

Hu W.L., J.X. Liu., J.A. Ye., Y.M. Wu and Y.Q. Guo. 2005. Effect of tea saponin on rumen fermentation in vitro. J. Anim Feed Sci Technol . 120(34):333339. http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S037 .. (19 Nov. 2011)

Kumar, R., 2003. Anti-nutritive factors, the potential risks of toxicity and methods to alleviate them.http://www.fao.org/DOCREP/003/T0632E/T0632E10.htm. (17 Des. 2011)

Kung Jr, L. 2001. Direct-fed microbials for dairy cows and enzymes for lactating dairy cows: New theories and applications. In: 2001 Pennsylvania State Dairy Cattle Nutrition Workshop, Grantville, PA. pp. 86-102.http://www.das.psu.edu/research-extension/dairy/nutrition/pdf/.... (20 Des. 2011)

Kusmartono. 1996. Nutritive value of chicory (Cichorium intybus) as a special purpose forage for deer production : a thesis presented in partial fulfilment of the requirements for the degree of Doctoral of Philosophy in Animal Science at Massey University.http://www.massey.ac.nz/massey/home.cfm ; URI: http://hdl.handle.net/10179/2802 (17 Des. 2011)

Kusmartono. 2011. Materi Kuliah: Bioteknologi Nutrisi dan Pakan Ternak. Pasca Sarjana S3, Prog. Studi Ilmu Ternak. Fak. Peternakan Univ. Brawijaya

Lazzarini, I., E. Detmann., C.B. Sampaio., M.F. Paulino., S.V. Filho., M.A. de Souza and F. A. Oliveira. 2009. Intake and digestibility in cattle fed low-quality tropical forage andsupplemented with nitrogenous compounds. R. Bras. Zootec., v.38, n.10, p.2021-2030. http://www.scielo.br/pdf/rbz/v38n10/24.pdf (17 Des. 2011)

Preston, T.R. 1986. Better utilization of crop residues and by-products in animal feeding: research guidelines. FAO Animal Production And Health Paper 50/2. http://www.fao.org/DOCREP/003/X6554E/X6554E00.htm#TOC (5 Mei 2011)

rskov, E.R. 1995. Plant factors limiting roughage intake in ruminants. 1st FAO Electronic Conference on Tropical feed and feeding systems. FAO. www.fao.org/ag/AGA/AGAP/FRG/ECONF95/HTML/ERO.HTM (13 Des 2011)

Page, S.W. 2003. The role of enteric antibiotics in livestock production. A review of published literature. Advanced Veterinary Therapeutics. Avcare. Australia.http://www.animalhealthalliance.org.au/files/animalhealth/information/The..Role..of..enteric...antibiotics....pdf (17 Des. 2011)

Seo, J. K., S.W. Kim., M. H.Kim, S,D. Upadhaya, D.K. Kam and K. Jong. 2010. Direct-fed Microbials for Ruminant Animals. Asian-Aust. J. Anim. 1658 Sci. 23(12):1657-1667.http://www.performanceprobiotics.com/Downloads/Articles/DFMRuminantsReview2010.pdf(22 Des. 2011)

Szumacher-Strabel, M and A. Cieslak. 2010. Potential of phytofactors to mitigate rumen ammonia and methane production. J. Anim. and Feed Sci.19: 319337. www.ifzz.pl/index2.php?...com... (18 Nov. 2011)

Toghyani, M., M.Toghyani and S.A. Tabeidian. 2011. Effect of probiotic and prebiotic as antibiotic growth promoter substitutions on productive and carcass traits of broiler chicks. International Conference on Food Engineering and Biotechnology. IPCBEE vol.9 p82-86. IACSIT Press, Singapoore http://www.ipcbee.com/vol9/16-B042.pdf (10 Nov. 2011)

2