Bioteknologi Kelautan ( Pencemaran Laut)

19
TUGAS KELOMPOK BIOTEKNOLOGI KELAUTAN TENTANG PENCEMARAN LAUT Oleh: Kelompok 1 No Nama NIM 1 Syaiful Khafidzi 130341100065 2 Ahmad Handoko 130341100025 3 Rosi Noviyanti 130341100069 4 Chomairoh Asmarandiny 130341100075 6 Muhammad Imron 130341100017 5 Muhammad Wildan Ali 130341100073 7 Gita Putri Prihariyani 130341100011 PROGAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2015

description

bioremidiasi

Transcript of Bioteknologi Kelautan ( Pencemaran Laut)

TUGAS KELOMPOK BIOTEKNOLOGI KELAUTAN

TENTANG PENCEMARAN LAUT

Oleh:

Kelompok 1

No Nama NIM

1 Syaiful Khafidzi 130341100065

2 Ahmad Handoko 130341100025

3 Rosi Noviyanti 130341100069

4 Chomairoh Asmarandiny 130341100075

6 Muhammad Imron 130341100017

5 Muhammad Wildan Ali 130341100073

7 Gita Putri Prihariyani 130341100011

PROGAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2015

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sebagian besar wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang

letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia selain dimanfaatkan sebagai

sarana perhubungan lokal maupun internasional, juga memiliki sumber daya laut

yang sangat kaya dan penting antara lain sumber daya perikanan, terumbu

karang, mangrove, bahan tambang, dan pada daerah pesisir dapat dimanfaatkan

sebagai obyek wisata yang menarik. Laut juga mempunyai arti penting bagi

kehidupan makhluk hidup seperti manusia, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan biota

laut lainya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kelautan mempunyai potensi yang

sangat besar untuk dapat ikut mendorong pembangunan di masa kini maupun

masa depan. Oleh karena itu, laut yang merupakan satu sumber daya alam, sangat

perlu untuk dilindungi. Hal ini berarti pemanfaatannya harus dilakukan dengan

bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang

akan datang. Agar laut dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat

mutu yang diinginkan, maka kegiatan pengendalian dan/atau perusakan laut

menjadi sangat penting. Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan ini

merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengelolaan lingkungan hidup (Misran

2002).

Akhir-akhir ini pencemaran laut telah menjadi suatu masalah yang perlu

ditangani secara sungguh-sungguh. Hal ini berkaitan dengan semakin

meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Di

samping menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupannya,

kegiatan manusia menghasilkan pula produk sisa (limbah) yang dapat menjadi

bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan sampai di

laut. Hal ini perlu dicegah atau setidak-tidaknya dibatasi hingga sekecil mungkin

(Misran 2002).

Di Indonesia, teknologi untuk mengolah berbagai polutan dengan

menggunakan bahan-bahan kimia masih sangat mahal. Oleh karena itu

diperlukan suatu sistem pemisahan yang cukup selektif dan ekonomis untuk

menghilangkan polutan ini. Teknologi pemisahan berbasiskan membran pada

saat ini semakin terlihat atraktif sebagai alternatif pengganti proses-proses

konvensional. Teknologi pemisahan dengan membran ini mempunyai spektrum

pemisahan yang sangat luas dan selektif yang sudah diaplikasikan secara luas.

Hal yang paling penting dalam penggunaan teknologi membran dalam

bioteknologi kelautan adalah efisiensi dalam perolehan produk terutama dalam

proses produksi produk-produk biologi yang sangat murni dan mahal seperti agar

untuk kultur media atau bahkan bahan-bahan farmasi seperti antibiotik, vaksin,

dan lain-lain dalam skala besar. Hal penting lainnya adalah minimasi limbah

dalam perairan pantai serta pengurangan kandungan mikoorganisme atapun

garam dalam sistem pendingin yang menggunakan air laut sebagai media

pertukaran panas. Kedua aplikasi ini memerlukan sistem pemisahan berbasiskan

membran yang sangat selektif (Wenten dan Adityawarman 1999).

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian bioteknologi kelautan.

2. Untuk mengetahui contoh dari bioteknologi kelautan.

1.3 Manfaat

1. Dapat mengetahui pengertian bioteknologi kelautan.

2. Dapat mengetahui contoh dari bioteknologi kelautan.

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi bioteknologi

Bioteknologi merupakan penerapan teknik pendayagunaan organisme

hidup atau bagian organisme untuk membuat, memodifiksi, meningkatkan, atau

memperbaiki sifat makhluk hidup serta mngembangkan mikroorganisme untuk

penggunaan khusus (Djumhana 1995).

Menurut (Djumhana 1995) bioteknologi adalah teknologi pemanfaatan

organisme (mikroba) atau produk organisme yang bertujuan untuk menghasilkan

bahan atau jasa. Bioteknologi bukanlah hal yang baru bagi peradaban manusia.

Teknologi seperti pembuatan tape, tempe, kecap dan tuak menunjukkan

pemanfaatan mikroba untuk mengubah bahan dasar menjadi bahan yang bernilai

ekonomi lebih tinggi.

Bioteknologi dibagi menjadi 2, yaitu bioteknologi tradisional dan

bioteknologi modern.

1. Pengertian Bioteknologi Tradisional adalah bioteknologi yang bersifat

sederhana dengan menggunakan jasad renik (mikroba) alami yang pada

mulanya penggunaannya bersifat untung-untungan belum berdasarkan ilmiah.

2. Pengertian Bioteknologi Modern adalah bioteknologi yang menggunakan

organisme hasil rekayasa genetik melalui perlakuan yang mengubah landasan

penentu kemampuan hidup, dengan mengubah tatanan gen yang menentukan

sifat spesifik suatu organisme, sehingga dalam proses pengubahan dapat

berlangsung secara lebih efisien dan efektif. Selain itu juga bioteknologi

modern dituntut oleh hasil yang lebih komersial, yaitu produknya harus dapat

bersaing dalam harga, dengan menggunakan metode alternatif pembuatan

produk yang sama.

2.2 Pencemaran laut

2.2.1 Pengertian

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan

dengan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau

komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga

kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut

tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Sedangkan Konvensi

Hukum Laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS

III) memberikan pengertian bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam

lingkungan laut termasuk muara sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat

yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap sumber daya laut hayati (marine

living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap

kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar,

memerosotkankualitas air laut dan menurunkan mutu kegunaan dan manfaatnya

(Santosa 2013).

Gambar 1.Pencemaran Minyak Pada Perairan

2.2.2 Jenis-jenis polutan

Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut dapat diklasifikasikan

dalam berbagai cara Misran, (2002). menggolongkannya dari segi

konservatif/non-konservatif :

a) Golongan non-konservatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu :

1. Buangan yang dapat terurai (seperti sampah dan lumpur), buangan dari

industri pengolahan makanan, proses distilasi (penyulingan), industri-

industri kimia, dan tumpahan minyak.

2. Pupuk, umumnya dari industri pertanian.

3. Buangan dissipasi (berlebih), pada dasarnya adalah energi dalam bentuk

panas dari buangan air pendingin, termasuk juga asam dan alkali.

b) Golongan konservatif terbagi dalam dua bentuk yaitu :

1. Partikulat, seperti buangan dari penambangan (misalnya : tumpahan dari

tambang batubara, debu-debu halus), plastik-plastik inert.

2. Buangan yang terus-menerus (persistent waste) yang terbagi lagi dalam tiga

bentuk : (I) logam-logam berat (merkuri, timbal, zinkum). (ii) hidrokarbon

terhalogenasi (DDT dan pestisida lain dari hidrokarbon terklorinasi, dan

PCBs atau polychlorinated biphenyl). dan (iii) bahan-bahan radioaktif.

Seringkali polutan yang masuk ke laut berbentuk kompleks, dalam arti

dapat mengandung kedua golongan di atas yaitu konservatif dan non-

konservatif. Sebagai contoh adalah buangan yang berasal dari penduduk (limbah

domestik) yang umumnya mengandung buangan organik tetapi juga

mengandung bahan berlogam, minyak dan pelumas, deterjen, organoklorin, dan

buangan industri lainnya.

2.2.3 Sumber sumber polutan

Menurut Santosa, (2013) pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat

diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based

pollution) maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution).

Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi

secara fisik dan kimiawi.

Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based pollution)

yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : penebangan

hutan (deforestation), buangan limbah industri (disposal of industrial wastes),

buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes), buangan limbah cair

domestik (sewage disposal), buangan limbah padat (solid wastes disposal),

konversi lahan mangrove dan lamun (mangrove and swamp conversion), dan

reklamasi di kawasan pesisir (reclamation) (Santosa 2013).

Sedangkan kegiatan atau aktivitas di laut (sea-based pollution) yang

berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut antara lain : perkapalan

(shipping), dumping di laut (ocean dumping), pertambangan (mining), eksplorasi

dan eksploitasi minyak (oil exploration and exploitation), budidaya laut

(mariculture), dan perikanan (fishing) (Santosa 2013).

Sementara itu, sumber pencemaran akibat kegiatan di laut terutama

berasal dari buangan kapal-kapal baik karena kegiatan operasional rutin (sengaja)

maupun karena kecelakaan (tidak sengaja). Pencemaran akibat kecelakaan

mengakibatkan masuknya polutan dalam jumlah besar, seperti akibat kebocoran

kapal supertanker minyak yang menyebabkan laut tercemar. Yang lebih penting

lagi adalah akibat kegiatan rutin yang secara reguler membuang polutan ke

lingkungan laut karena hal ini nerupakan cara termurah untuk membuang limbah.

Contohnya adalah pembuangan limbah yang telah diolah sebagian atau belum

diolah sama sekali, limbah cair dan air pendingin dari industri, sludge, tumpahan

dari penambangan dan akibat pengerukan, mesiu yang tidak terpakai lagi, dan

buangan radioaktif. Khusus untuk radioaktif, buangannya bukan saja berasal dari

pusat pembangkit tenaga nuklir, pabrik pengolahan bahan bakar nuklir, dan

kegiatan pengolahan uranium. tetapi juga berasal dari kegiatan umum lainnya

seperti pembakaran batubara. Bila batubara dibakar maka akan memancarkan

partikel-partikel radioaktif ke atmosfer yang akan kembali lagi ke laut. Budidaya

laut (mariculture), yang membutuhkan air segar, dapat tercemar dengan

sendirinya akibat kelebihan pakan yang akhirnya mendorong terjadinya proses

eutrofikasi. dan pestisida yang digunakan agar ikan terhindar dari parasit dapat

menyebabkan matinya invertebrata lainnya (Santosa 2013).

2.3 Dampak pencemaran laut

Dampak yang timbul akibat pencemaran oleh berbagai jenis polutan

sangat beragam. Ada beberapa polutan yang dapat langsung meracuni kehidupan

biologis. Ada pula polutan yang menyerap banyak jumlah oksigen selama proses

dekomposisi. Ada polutan yang mendorong tumbuhnya jenis-jenis binatang

tertentu. Dan ada pula polutan yang berakumulasi di dalam jaringan makanan laut

yang tidak dapat dihancurkan oleh sel-sel hidup (bioaccumulation) (Misran

2002).

Masalah pencemaran yang paling besar di banyak tempat di Indonesia

adalah limbah cair domestik dan industri. Hal ini umumnya disebabkan kurang

memadainya fasilitas untuk menangani dan mengelola limbah tersebut. Adapun

limbah tersebut seperti : pestisida organoklorin, logam berat seperti merkuri,

timbal, arsen, kadmium, deterjen, dan biotoksin laut. Zat-zat ini diberi prioritas

yang tinggi karena toksisitas, persistensi, dan sifatnya yang berakumulasi dalam

organisme-organisme yang hidup di laut dan pengaruhnya pada jaringan makanan

laut menunjukkan kadar yang tinggi. Mereka masuk melalui plankton dan

kemudian dimakan oleh berbagai binatang laut seperti binatang-binatang karang

yang dapat mengumpulkan konsentrasi dari pestisida yang sangat tinggi (Misran

2002).

2.4 Pengendalian pencemaran laut

Setelah mengetahui berbagai dampak yang ditimbulkan dari polutan-

polutan lingkungan laut, maka sangatlah perlu dilakukan upaya pengendalian

bahkan pencegahan terhadap pencemaran laut mengingat akibatnya yang tidak

saja dirasakan oleh biota-biota laut tetapi juga oleh manusia. Upaya pengendalian

pencemaran laut perlu dilaksanakan sejak awal, dalam arti limbah-limbah yang

dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia, baik di darat maupun di laut, haruslah

diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke laut (Misran 2002).

Banyak sekali sumber polutan yang menyebabkan terjadinya pencemaran

di laut. Karena cakupannya sangat luas, maka pada makalah ini pengendalian

pencemaran laut lebih ditekankan pada masalah pencemaran oleh minyak yang

meliputi masalah eksplorasi, pengilangan, dan tumpahan minyak (Misran 2002).

2.5 Penanggulangan pencemaran laut

2.5.1. Limbah minyak

1. Secara mekanik

Menghilangkan minyak secara mekanik memakai boom atau barrier akan

efektif di laut yang tidak berombak dan arus tidak kuat (maksimum 1 knot). Juga

dipakai untuk minyak dengan ketebalan tidak melampaui tinggi boom. Posisi

boom dibuat menyudut, minyak akan terkumpul di sudut dan kemudian dihisap

dengan pompa. Umumnya pompa hanya mampu menghisap sampai pada

ketebalan minyak sebesar ¼ inci. Air yang terbawa dalam minyak akan terpisah

kembali (Misran 2002).

2. Absorbents.

Zat untuk menyerap minyak ditaburkan di atas tumpahan minyak dan

kemudian zat tersebut menyerap minyak tadi. Umumnya zat yang digunakan

untuk menyerap minyak adalah : lumut kering, ranting, potongan kayu. Ada pula

zat sintetis yang dibuat dari polyethylene, polystyrene, polyprophylene dan

polyurethane (Misran 2002).

3. Dispersant.

Dispersant dicampur dengan 2 komponen lain dan dimasukkan ke lapisan

minyak yang akhirnya berbentuk emulsi. Stabiliser akan menjaga emulsi tadi

agar tidak pecah. Dispersant akan menenggelamkan minyak dari permukaan air.

Keuntungan cara ini adalah mempercepat hilangnya minyak dari permukaan air

dan mempercepat proses penghancuran secara mikrobiologi. Dispersant tidak

akan berguna pada daerah pesisir karena adanya unsur timbal yang terlarut. Perlu

ditambahkan bahwa dispersant yang makin baik selalu menggunakan pelarut

yang lebih beracun untuk kehidupan laut (Misran 2002).

4. Pembakaran

Membakar minyak di laut lepas umumnya kurang berhasil, karena minyak

ringan yang terkandung telah menguap secara cepat. Selain itu panas dari api

akan diserap oleh air laut sehingga pembakaran tidak akan efektif. Masalah

pencemaran di laut tidak akan ada habisnya selama manusia masih melakukan

aktivitas atau kegiatan produksi di laut seperti menangkap ikan dengan

menggunakan mesin, membuang air bilge, pengeboran lepas pantai, dan

pembuangan minyak serta membuang bahan-bahan berbahaya yang seenaknya

tanpa menghiraukan faktor lingkungan, jadi untuk menjaga keindahan laut serta

keanekaragaman biotanya yang merupakan sumber daya alam diperlukan

kesadaran dari kita akan kelestarian alam (Misran 2002).

2.6 Contoh bioteknologi pencemaran laut

2.6.1. Bioremidiasi

Istilah bioremidiasi digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan

mikroorganisme perombak polutan untuk membersihkan lingkungan tercemar.

Kemampuan perombak tersebut berkaitan dengan kehadiran plasmid mikrobial

yang mengandung gen-gen penyedia berbagai enzim perombak polutan. Proses

bioremidiasi didasari oleh dekomposisi bahan organik di biosfer yang dilakukan

oleh bakteri dan jamur heterotropik. Mikroorganisme ini memiliki kemampuan

memanfaatkan senyawa organik alami (hidrokarbon minyak bumi) sebagai

sumber karbon dan energi. Proses dekomposisi yang terjadi menghasilkan karbon

dioksida, metan, air, biomassa mikroba dan hasil sampingan yang lebih

sederhana dibanding dengan senyawa awalnya (Pridie 2012).

Bioremidiasi dipilih sebagai teknologi remediasi unggulan karena

teknologi ini mempunyai beberapa keuntungan dan dapat menyelesaikan

permasalahan pencemaran lingkungan secara murah dan tuntas. Tabel 1

menampilkan keuntungan dan kerugian aplikasi bioremidiasi.

Tabel 1 . keuntungan dan kerugian bioremidiasi

Keuntungan Kerugian

Dapat dilaksanakan dilokasi

Penyisihan buangan permanen

Sistem biologi adalah sistem yang

murah

Diterima masyarakat

Perusakan minimum

Menghapus biaya transportasi

Dapat digabung dengan teknik

pengolahan lainnya

Tidak semua bahan kimia dapat

diolah secara bioremidiasi

Membutuhkan pemantauan yang

ekstensif

Membutuhkan lokasi tertentu

Pengotor bersifat toksik

Padat ilmiah

Berpotensi menghasilkan produk

yang tidak dikenal

(Pridie Bambang 2012).

2.6.1.1. Teknologi Bioremidiasi

Menurut Munir, (2006) perlakuan teknologi bioremidiasi digolongkan

menjadi :

a. Biostimulasi

Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan

mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan

pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika

jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan

mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba

yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar

kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan

dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun

sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh

dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat

ditemukan di area yang tercemar.

b. Bioaugmentasi

Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke

dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara

biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di

suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi

yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu

mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Dalam beberapa hal,

teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.

Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait

dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang

asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

c. Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang

tercemar.

Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:

a. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses

bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).

Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor

bio-kimiawi dan hidrogeologi.

b. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah

tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke

tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai

mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding

in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang

lebih beragam.

2.6.1.2. Bakteri pendegradasi minyak

Menurut Munir, (2006) ada beberapa bakteri yang memanfaatkan

hidrokarbon sebagai senyawa pertumbuhan serta secara tidak langsung berperan

dalam bioremediasi adalah :

1. Pseudomonas sp.

Pseudomonas sp. merupakan salah satu bakteri yang memanfaatan bakteri

menjadi biosurfaktan. Dengan demikian, jenis bakteri ini dapat dimanfaatkan

dengan baik dalam melakukan bioremediasi dengan hidrokarbon. Tetapi terdapat

beberapa faktor, salah satu faktor tersebut adalah kelarutannya yang rendah,

sehingga sulit mencapai sel bakteri. Dalam produksi biosurfaktan, berkaitan

dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan.

Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas

molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat

molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan.

Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi

hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan

meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui

beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan

akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan

sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah

masuk ke dalam sel (Pelezar, 1986).

2. Acinetobacter

Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan

panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner

pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah

gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat

memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe

bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 0C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350

0C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif.

Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon

sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh

minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber

nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah

satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan

pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber

karbon oleh beberapa strain.

3. Bacillus

Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk

batang pendek (rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang

3-5m. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu

pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-500C dan minimumnya 5-20

0C dengan pH

pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi

minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-

satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada

konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi

dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus

subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.

2.6.2. Fitoremidiasi

1. Pengertian

Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan

dari tanah atau perairan yang terkontaminasi. Akhir-akhir ini teknik reklamasi

dengan fitoremediasi mengalami perkembangan pesat karena terbukti lebih murah

dibandingkan metode lainnya, misalnya penambahan lapisan permukaan tanah.

Fitoremediator tersebut dapat berupa herba, semak bahkan pohon. Semua

tumbuhan mampu menyerap logam dalam jumlah yang bervariasi, tetapi beberapa

tumbuhan mampu mengakumulasi unsur logam tertentu dalam konsentrasi yang

cukup tinggi (Yuliana 2013).

Dipilihnya enceng gondok (Eichhornia crassipes) dan Kembang (Salvinia

molesta) sebagai agen dari fitoremidiasi karena berdasarkan penelitian-penelitian

sebelumnya tanaman ini memiliki kemampuan untuk mengolah limbah, baik itu

berupa logam berat, zat organik maupun anorganik. Penyerapan dan akumulasi

logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yang

berkesinambungan, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar

kebagian tumbuhan lain dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk

menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut (Furi 2012).

2. Proses fitoremidiasi

Menurut Musfa, (2015) berikut merupakan proses terjadinya fitormidiasi.

Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses

secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan yang berada

disekitarnya.

1. Phytoacumulation

Proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga

berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga Hyperacumulation.

Akar tanaman menyerap limbah logam dari tanah dan mentranslokasinya ke

bagian tanaman yang berada di atas tanah. Setiap tanaman memiliki kemampuan

yang berbeda untuk menyerap dan bertahan dalam berbagai limbah logam

Logam kontaminan dalam tanah: diserap oleh akar (penyerapan), pindah

ke tunas (translokasi), dan disimpan (akumulasi).

2. Rhizofiltration

Merupakan proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan oleh akar

untuk menempel pada akar. Rhizofiltration mirip dengan Phytoextraction tapi

digunakan untuk membersihkan air tanah terkontaminasi daripada tanah

tercemar. Kontaminan yang baik teradsorbsi ke permukaan akar atau diserap oleh

akar tanaman. Tanaman yang digunakan untuk rhizoliltration tidak ditanam

langsung di situs tetapi harus terbiasa untuk polutan yang pertama. Tanaman

hidroponik di tanam pada media air, hingga sistem perakaran tanaman

berkembang.

3. Phytostabilization

Merupakan penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak

mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat

(stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam

media. Untuk mencegah kontaminasi dari penyebaran dan bergerak di seluruh

tanah dan air tanah, zat kontaminan diserap oleh akar dan akumulasi, diabsorbsi

akar, terjadi pada rhizosfer (ini adalah daerah di sekitar akar yang bekerja seperti

laboratorium kimia kecil dengan mikroba dan bakteri dan organisme mikro yang

disekresikan oleh tanaman) ini akan mengurangi atau bahkan mencegah

perpindahan ke tanah atau udara, dan juga mengurangi bioavailibility dari

kontaminan sehingga mencegah penyebaran melalui rantai makanan.

4. Rhyzodegradetion

Disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plented-assisted

bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas

microba yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri.

5. Phytodegradation

Proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan

yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak

berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat

berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung

pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym yang

dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym

berupa bahan kimia yang mempercepat proses proses degradasi.

6. Phytovolatization

Proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam

bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk

selanjutnya di uapkan ke admosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air

200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.

III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bioteknologi merupakan penerapan teknik pendayagunaan organisme

hidup atau bagian organisme untuk membuat, memodifiksi, meningkatkan, atau

memperbaiki sifat makhluk hidup serta mngembangkan mikroorganisme untuk

penggunaan khusus. Bioteknologi ini dibagi menjadi 2 yaitu bioteknologi

tradisional yang menggunakan (jasad renik) mikroba alami dan bioteknologi

modern yang telah menggunakan organisme hasil rekayasa genetik.

Adapun contoh bioteknologi kelautan yaitu bioremidiasi dan fitoremidiasi.

Bioremidiasi adalah pemanfaatan mikroorganisme pendegradasi polutan untuk

membersihkan lingkungan tercemar.adapun sasaran utamanya adalah limbah

minyak. Mikroba tersebut merubah limbah minyak menjadi bahan makanannya

atau sebagai sumber energi dengan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.

Sedangkan fitoremidiasi adalah pemanfaatan tumbuhan tertentu sebagai

perombak polutan. Tumbuhan ini menyerap logam-logam berat dengan

menyimpan kemudian mengakumulasi logam berat pada bagian-bagian sel

tertentu.

3.2 Saran

Diharapkan dari makalah ini untuk lebih memperbanyak referensi, supaya

hasil makalah akan menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Djumhana, Muhammad. 1995. Hukum Dalam Perkembangan Bioteknologi.

Penerbit PT Citra Aditya Bakti : Bandung. ONLINE.

Furi, Ika. H. Dkk. 2012. Efisiensi Fitoremediasi Pada Air Terkontaminasi Cu

Menggunakan Salvinia Molesta Mitchel.

Hardyanti, Nurandani. Dkk. 2007. Fitoremediasi Phospat Dengan Pemanfaatan

Enceng Gondok (Eichhornia Crassipes) (Studi Kasus Pada Limbah Cair

Industri Kecil Laundry). Jurnal Presipitasi L. 2 (1) : 28-33.

Misran, Erni. 2002. Aplikasi Teknologi Berbasiskan Membrandalam Bidang

Bioteknologi Kelautan: Pengendalian Pencemaran. USU : 1-17.

Munir, Erman. 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremidiasi Suatu Teknologi

Akternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Pidato Pengukuhan. Fakultas

Matematika dan Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara.

Musfa. 2015. Dunia Teknologi ( Pengelahan Limbah) www.

STE.Blog.FITOREMEDIASI.htm

Pridie Bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternative Dalam Upaya

Pengendalian Pencemaran Air. Program Studi Ilmu Lingkungan Program

Pasca Sarjana UNDIP. Volume 10, Issue 1: 38-48 (2012).

Santosa, Rizky. W. 2013. DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT

OLEH PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP NELAYAN

TRADISIONAL . Lex dministratum. 1 (2) : 65-78.

Yuliana, Meta. 2013. Efektivitas Dan Efisiensi Fitoremediasi Orthofosfat Pada

Detergen Dengan Menggunakan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes).

Programme Study Management of Aquatic Resources Faculty of Marine

Science and Fisheries Maritim Raja Ali Haji of University. 1-6.