Bioremediasi Merkuri Menggunakan Mikroorganisme Pseudomonas Flourenscens
biostimulasi dan bioaugmentasi untuk bioremediasi limbah hidrokarbon
-
Upload
ambsaputra -
Category
Documents
-
view
575 -
download
5
description
Transcript of biostimulasi dan bioaugmentasi untuk bioremediasi limbah hidrokarbon
-
BIOSTIMULASI DAN BIOAUGMENTATIONUNTUK BIOREMEDIASI LIMBAH HIDROKARBON
SERTA ANALISIS KEBERLANJUTAN
HENNY PAGORAY
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
-
ABSTRACT
Henny Pagoray, Biostimulation and Bioaugmentation of BioremediationHydrocarbon Wastes and the Sustainability Analysis. Supervised by Erliza Noor,Linawati Hardjito, Zainal Alim M, Bibiana Widiyawati L. The workshop wastes usually consists the mixture of lubricant oil, diesel oil,and gasoline which spill and contaminate soil. To overcome this problem it can bedone by implementing bioremediaton. The application of this technology isexpected to be sustainable in term of ecological, economical, and social aspects.The research objectives were to optimize the degradation of total petroleumhydrocarbon (TPH) by biostimulation and bioaugmentation, and to analyzebioremediation sustainability in term of ecological, economical, and socialaspects. The biostimulation was done by adding compost at concentration of 10 %,20 %, 30 % of contaminated soil. The bioaugmentation was done by adding amixture of bacteria consisted of Arthrobacter simplex, Mycobacterium phlei, andPseudomonas aeruginosa. Those techniques were optimized by using ResponseSurface Methodology (RSM). Futhermore the bioremediation sustainability wasexamined by applying multidimensional scaling method. The result showed that adding compost and bacteria at concentration of21.28 % and 11.38 %, respectively gave the highest hydrocarbon degradation thatwas 83.43 %. The TPH content after twelve weeks of treatment was 0.83 %, thisvalue complied the government regulation that shoud be less than 1 %. Thesustainability analysis indicated that the bioremediation was sustanable in termof ecological, economical and social aspects.
Keywords: biostimulation, bioaugmentation , bioremediation, sustainability
-
BIOSTIMULASI DAN BIOAUGMENTATIONUNTUK BIOREMEDIASI LIMBAH HIDROKARBON
SERTA ANALISIS KEBERLANJUTAN
HENNY PAGORAY
DisertasiSebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LingkunganSekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
-
Judul Disertasi : Biostimulasi dan Bioaugmentation untuk Bioremediasi Limbah Hidrokarbon serta Analisis KeberlanjutanNama : Henny PagorayNRP : P062030051
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Erliza Noor Dr.Ir.Linawati Hardjito, M.Sc. Ketua Anggota
Dr.Ir. Zainal Alim Masud, DEA. Prof. Dr.Bibiana Widiyati Lay, M.Sc. Anggota Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Dekan Sekolah PascasarjanaPengelolaan Sumberdaya Alam Institut Pertanian Bogordan Lingkungan
Prof. Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,MS. Prof.Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 11 September 2009 Tanggal lulus :
-
Penguji pada ujian tertutup : Prof. Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,MS. Dr. M. Yani
Penguji pada ujian terbuka : Dr. Ir. Nono Saribanon, M.Si. Dr. Ir. Etty Riani, M.Si.
-
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Biostimulasi danBioaugmentation untuk Bioremediasi Limbah Hidrokarbon serta AnalisisKeberlanjutan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing danbelum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumberinformasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidakditerbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalamDaftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor, September 2009
Henny PagorayNIM P062030051
-
RINGKASAN
Workshop (bengkel) merupakan salah satu tempat pemeliharaan danperbaikan alat-alat transportasi. Kegiatan workshop menghasilkan buangan limbahberupa minyak pelumas, minyak diesel dan gasolin. Apabila masuk kelingkungan, maka berpengaruh terhadap ekosistem. Secara umum tanah yangterkontaminasi hidrokarbon diolah dengan metode biologi. Pengolahan secarabiologi dengan memanfaatkan mikroba sebagai pengolah limbah (bioremediasi)mengurangi bahan pencemar yang ada di lingkungan.
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh kinerja mikrobayang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan antara lain suhu, pH, kandunganair, dan ketersediaan nutrien. Pada dasarnya semua mikroba memerlukan karbonsebagai sumber energi untuk aktivitasnya. Pada kondisi sumber C telah tersediadari hidrokarbon, maka senyawa lain menjadi faktor pembatas yaitu N dan P.Kadar unsur tersebut banyak menentukan pertumbuhan mikroba. Kompos dapatdigunakan sebagai sumber mikroba dan bulking agent untuk bioremediasi. Untukmengevaluasi keberlanjutan proses bioremediasi yang dihasilkan dari aplikasiteknik bioremediasi, perlu dilakukan analisis keberlanjutan. Penerapan metodebioremediasi diharapkan sesuai dengan konsep keberlanjutan dilihat dari dimensiekologi, ekonomi dan sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk:1. Memperoleh kondisi optimal degradasi TPH dengan biostimulasi
kompos dan bioaugmentation menggunakan bakteri Arthrobacter simplex,Mycobacterium phlei dan Pseudomonas aeruginosa.
2. Melakukan analisis keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon darihasil identifikasi atribut, ditinjau dari dimensi ekologi, ekonomi dansosial.
Penelitian optimasi degradasi total petroleum hidrokarbon dilaksanakan dilaboratorium Teknologi Hasil Perikanan (THP) FPIK IPB, yaitu dengan perlakuanbiostimulasi kompos dan bioaugmentation dengan penambahan bakteriArthrobacter simplex, Mycobacterium phlei, Pseudomonas aeruginosa. Tahapawal dilakukan penelitian pendahuluan yaitu penambahan kompos 10 % w/w; 20% w/w; 30 % w/w; dan inokulan dalam bentuk cair 5 % v/w; 10 % v/w; 15 %v/w. Perlakuan yang terbaik dilanjutkan dengan penelitian optimasi menggunakanmetode respons surface methods (RSM), dengan perlakuan 30 % kompos + 15 %inokulan; 10 % kompos + 15 % inokulan; 30 % kompos + 5 % inokulan; 10 %kompos + 5 % inokulan; 20 % kompos + 10 % inokulan; 34.14 % kompos + 10 %inokulan; 5.86 % kompos + 10 % inokulan; 20 % kompos + 17.07 % inokulan; 20% kompos + 2.93 % inokulan. Kemudian dilakukan analisis keberlanjutanbioremediasi limbah hidrokarbon. Analisis keberlanjutan dilakukan di lokasipengolahan limbah bengkel Kaltim Prima Coal (KPC) Kalimantan Timur.Tahapan penelitian dilanjutkan dengan penyusunan atribut dimensi ekologi,ekonomi, sosial budaya, dan dianalisis dengan metode multidimensional scaling. Hasil analisis faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap bioremediasiyaitu: kadar air tanah berada pada kisaran 12.52 % - 21.08 %, masih berada padakondisi yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba. pH tanah 6.1 7.0 pada batasyang sesuai, sehingga organisme dapat bekerja dengan baik untuk mendegradasiTPH. Suhu lingkungan 26C 27C sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Rasio
-
C:N:P (%) yang ada dalam tanah setelah dianalisis yaitu (90:10:0.1) mampumendegradasi TPH di bawah baku mutu (1%) yaitu 5.15 % menjadi 0.83 % padaminggu ke 12. Pada kompos teridentifikasi bakteri Azotobacter sp., Micrococcusroseus, Pseudomonas aeruginosa, Micrococcus agalis, Mycobacterium sp.,Nocardia sp., Bacillus cereus, termasuk jenis bakteri yang mampu mendegradasihidrokarbon. Hasil Analisis optimasi degradasi TPH dari bioremediasi yang dilakukanmemberikan respon maksimum. Pengolahan data menggunakan SAS diperolehnilai optimum untuk degradasi TPH pada kombinasi perlakuan kompos 21.28 %dan bakteri 11.38 % yang mampu mendegradasi TPH 83.43 % pada minggu ke 12di bawah 1 % sesuai KepMen LH Nomor 128 tahun 2003. Hasil bioremediasilimbah hidrokarbon di lapangan selama 3 bulan, TPH 1.5 % turun 1.0 %terdegradasi 33.33 %. Hasil ini menjelaskan bahwa biostimulasi kompos danbioaugmentation yang dilakukan di laboratorium dapat mempercepat degradasiTPH, dibandingkan dengan bioremediasi yang dilakukan di lapangan. Hasil analisis indeks keberlanjutan bioremediasi untuk limbah hidrokarbondimensi ekologi 83.87, ekonomi 55.24, dan sosial 76.76, nilai tersebut lebih besardari 50 yang artinya termasuk kategori berkelanjutan.
-
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpamencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untukkepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunanlaporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipantersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPBDilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karyatulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
-
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih
dan limpahan berkatnya, sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan
dengan judul Biostimulasi dan Bioaugmentation untuk Bioremediasi Limbah
Hidrokarbon serta Analisis Keberlanjutan, yang merupakan salah satu syarat
penyelesaian pendidikan program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Erliza Noor selaku ketua
komisi pembimbing, Ibu Dr.Ir. Linawati Hardjito, M.Sc., Bapak Dr.Ir. Zainal
Alim Mas'ud, DEA., dan Ibu Prof.Dr. Drh. Bibiana W.Lay, M.Sc. selaku anggota
komisi pembimbing atas segala perhatian dan bimbingannya sejak penyusunan
proposal, penelitian, hingga selesai penyusunan disertasi ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor dan Dekan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta seluruh staf, atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi hingga selesai penulisan
disertasi ini. Kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Bapak Prof. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahyo, MS, atas motivasi dan
dorongan mulai dari awal diterima sebagai mahasiswa hingga penyelesaian
disertasi ini.
Terima kasih kepada Ibu Dr.Ir.Linawati Hardjito, M.Sc. yang telah
membantu peneliti untuk melakukan penelitian di Laboratoriun Bioteknologi
Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP) Fakultas Perikanan IPB.
Kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahyo, MS. dan Bapak Dr. M. Yani yang
telah memberikan saran dan perbaikan pada ujian tertutup, Ibu Dr. Ir. Nonon
Saribanon M.Si., dan Ibu Dr.Ir. Etty Riani, M.Si., sebagai penguji pada ujian
terbuka.
Terima kasih kepada rekan-rekan S3 PSL angkatan 2003, rekan S2 THP
angkatan 2005 atas kerjasamanya di Laboratorium THP FPIK IPB dan kepada
semua pihak yang tidak dapat disebut, penulis mengucapkan banyak terima kasih
atas segala bantun dan kerjasamanya.
-
Pada kesempatan ini juga diungkapkan terima kasih kepada Orang tua, July
Pagoray dan Helena Pirade, mertua Wihelmina M.T., atas kasih sayang dan doa
yang tak henti-hentinya di panjatkan kepada yang Maha Kuasa. Ungkapan terima
kasih kepada suami terkasih Dr. Ir. Taufan Purwokusumaning Daru MP., yang
selalu memberikan dukungan dan doa, serta anak-anakku terkasih F.A.Yudhistira
Yogapratama dan Anastasia S.A.Dwiputri, semoga pengorbanan selama kedua
orang tuanya mengikuti pendidikan dapat memberikan buah kebahagian bagi
mereka.
Pada akhirnya penulis harapkan agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
yang membaca dan membutuhkan informasi yang berhubungan dengan disertasi
ini.
Bogor, September 2009
Henny Pagoray
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jeneponto, Sulawesi Selatan pada tanggal 5 Desember
1965 dari pasangan July B. Pagoray dan Helena Pirade. Penulis merupakan anak
pertama dari lima bersaudara. Penulis lulus di sekolah menengah atas (SMA
Negeri 2) Makassar tahun 1984, tahun 1988 menyelesaikan studi di Universitas
Hasanuddin pada Fakultas Perternakan Jurusan Perikanan, tahun 1998
menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada program S2
program studi Ilmu Lingkungan. Pada tahun 2003 diterima sebagai mahasiswa
program S3 Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada program studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL). Penulis bekerja sebagai staf pengajar
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman,
Samarinda Kalimantan Timur sejak tahun 1990 sampai sekarang.
-
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..... xiv
DAFTAR GAMBAR ........ xv
DAFTAR LAMPIRAN .... xvii
PENDAHULUAN ....... 1
Latar Belakang ....... 1 Kerangka Pemikiran ....... 4 Perumusan Masalah ........... 4 Tujuan Penelitian ..... 5 Hipotesis Penelitian ............. 5 Manfaat Penelitian ....... 6 Novelty (Kebaruan) ......... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............... 8
Limbah Hidrokarbon ....... 8 Pengolahan Limbah dengan Bioremediasi ........... 10 Biodegradasi Hidrokarbon ....... 13 Mikroba Pendegradasi Hidrokarbon .. ....... 15 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Biodegradasi ................ 17 Bioremediasi dengan Kompos ............. 19 Bioremediasi Berkelanjutan ................... 21
Rapid Appraissal (RAP) Bioremediasi Limbah Hidrokarbon (BLH) dengan Metode Multidimensional Scaling (MDS) ................................ 23 Teori Respon Surface Methodology (RSM) ............... 26
METODE PENELITIAN .................... 30
Tempat dan Waktu Penelitian .................. 30 Bahan dan Alat ........... 30 Tahapan Penelitian .................................... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................... 42
Penelitian Pendahuluan .................................................................................. 42 Bioremediasi Skala Laboratorium ............................ .................................... 46 Optimasi degradasi Total Petroleum Hidrokarbon................................. 54 Bioremediasi Limbah Hidrokarbon serta Analisis Keberlanjutan ................ 59
PEMBAHASAN UMUM ........................................................................................ 70
-
xiii
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 74 Kesimpulan ........................ 74 Saran .................. 74
DAFTAR PUSTAKA .................. 75
LAMPIRAN ........................................................................................................... 82
-
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Review metode bioremediasi berbagai hidrokarbon ......................................... 14
2. Review penelitian bioremediasi kompos untuk limbah hidrokarbon ............ 20
3. Hasil penelitian menggunakan metode multidimensial scaling .... 25
4. Central composite design (CCD) ...................................................................... 29
5. Kisaran dan taraf peubah uji optimasi bioremediasi .... 36
6. Matriks satuan percobaan pada optimasi proses bioremediasi rancangan
komposit fraksional .. 37
7. Atribut-atribut dan skor keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon ........ 39
8. Hasil analisis TPH, pH, N total dan P total sebelum bioremediasi ..... 42
9. Hasil analisis TPH, pH, N total dan P total setelah bioremediasi ...... 43
10. Atribut setiap dimensi untuk analisis keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon ........................................................................................................ 43
11. Kandungan unsur hara kompos sampah kota .................................................... 44
12. Hasil identifikasi bakteri pada kompos, tanah yang ditambahkan minyak dan diaklimatisasi selama 1 bulan ..................................................................... 45
13. Total petroleum hidrokarbon (TPH) pada penelitian pendahuluan ................. 45
14. Hasil analisis rasio C:N:P pada bioremediasi limbah hidrokarbon ................... 51
15. Hasil identifikasi bakteri pada kompos dan tanah .............................................. 53
16. Degradasi total petroleum hidrokarbon (TPH) selama 16 minggu ..................... 55
17. Hasil analisis ragam pengaruh kompos dan bakteri terhadap degradasi TPH pada minggu XII ................................................................................................. 56
18. Atribut setiap dimensi untuk analisis keberlanjutan bioremediasi kompos untuk limbah hidrokarbon ............................................................................................ 59
19. Hasil analisis nilai stress dan koefisien determinasi keberlanjutan bioremediasi untuk limbah hidrokarbon (BLH) ..................................................................... 67
20. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai BLH dan masing-masing dimensi pada selang kepercayaan 95 % .. 67
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka berfikir penelitian bioremediasi limbah hidrokarbon dengan biostimulasi dan bioaugmentation dalam rangka menciptakan lingkungan yang berkelanjutan .......................................................................................... 72. Skema biodegradasi metana dengan mikroba ........... 13
3. Tiga dimensi Response surface................................ 27
4. Tahapan penelitian bioremediasi limbah hidrokarbon dengan biostimulasi dan bioaugmentation dalam rangka menciptakan lingkungan yang berkelanjutan ........................................................................................... 32
5. Tahapan analisis Rap-BLH menggunakan MDS dengan modifikasiRapfish............................................................................................................. 41
6. Kadar air tanah (%)pada awal dan minggu XII proses bioremediasi limbah hidrokarbon ..................................................................................................... 47
7. pH tanah pada awal dan minggu XII proses bioremediasi limbah hidrokarbon ..................................................................................................... 47
8. Suhu lingkungan selama proses bioremediasi limbah hidrokarbon ................ 48
9. C-organik (%) tanah pada awal dan minggu XII proses bioremediasi limbah hidrokarbon ....................................................................................................... 49
10. N total (%)tanah pada awal dan minggu XII proses bioremediasi limbah hidrokarbon ..................................................................................................... 50
11. P total (ppm) tanah pada awal dan minggu XII proses bioremediasi limbah hidrokarbon ...................................................................................................... 50
12. Grafik degradasi TPH (%) selama 16 minggu pengamatan ......... 52
13. Permukaan respon degradasi TPH minggu XII ................... 56
14. Grafik degradasi TPH (%) per empat minggu selama 16 minggu pengamatan 58
15. Hasil analisis keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi ekologi ................... 61
16. Hasil analisis sensitivitas bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi ekologi ............................................................................................................ 62
17. Hasil analisis keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi ekonomi ..................... 64
18. Hasil analisis sensitivitas bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi ekonomi .......................................................................................................... 64
19. Hasil analisis keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi
-
xvi
sosial .................................................................................................................. 65
20. Hasil analisis sensitivitas bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi sosial ................................................................................................................. 66
21. Nilai indeks keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi ekologi, ekonomi dan sosial ................ 66
22. Analisis Monte Carlo nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi .... 68
23. Analisis Monte Carlo nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi .. 69
24. Analisis Monte Carlo nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial . 69
25. Hasil analisis keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi ekonomi dengan menggunakan data laboratorium .............................................. 72
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kadar minyak dalam tanah yang di bioremediasi ........ 83
2. Total petroleum hidrokarbon ....................................................................... 84
3. Degradasi total petroleum hidrokarbon TPH (%) selama penelitian .......... 85
4. Data hasil pengukuran pH tanah .................................................................. 86
5. Hasil analisis ragam pengaruh kompos dan bakteri terhadap degradasi TPH Pada minggu ke 4 menggunakan software SAS ............................................ 87
6. Hasil analisis ragam pengaruh kompos dan bakteri terhadap degradasi TPH Pada minggu ke 8 menggunakan software SAS ............................................ 87
7. Hasil analisis ragam pengaruh kompos dan bakteri terhadap degradasi TPH Pada minggu ke 12 menggunakan software SAS ............................................. 88
8.. Hasil analisis ragam pengaruh kompos dan bakteri terhadap degradasi TPH Pada minggu ke 14 menggunakan software SAS ............................................ 88
9. Hasil analisis ragam pengaruh kompos dan bakteri terhadap degradasi TPH Pada minggu ke 16 menggunakan software SAS .......................................... 89
10. Hasil identifikasi bakteri .............................................................................. 90
11. C-organik, N-total dan P total tanah yang terkontaminasi limbah bengkel.... 97
12. Kadar air tanah .............................................................................................. 98
13. Total Plate Count (TPC) ................................................................................ 99
14. Atribut keberlanjutan bioremediasi untuk limbah hidrokarbon ..................... 100
15. Hasil analisis TPH dengan gas kromatografi .................................................. 101
-
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan saat ini menjadi suatu konsep pembangunan
yang telah diterapkan oleh banyak negara di dunia dalam mengelola sumberdaya
alam dari kerusakan lingkungan dan kepunahan. Konsep ini berlaku untuk seluruh
sektor pembangunan termasuk pengelolaan lingkungan agar tidak terjadi
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh adanya buangan (limbah) dari suatu
kegiatan. Salah satu kegiatan yang akan disorot pada penelitian ini yaitu limbah
bengkel (workshop) berupa campuran hidrokarbon yaitu minyak pelumas, gasolin
dan diesel.
Operasi bengkel sebagai tempat pemeliharaan dan perbaikan alat-alat
transportasi, menghasilkan limbah hidrokarbon berupa ceceran minyak pelumas,
minyak diesel dan gasolin (Tiwary 2001). Limbah bengkel ini apabila terbuang
ke lingkungan menyebabkan pencemaran di tanah.
Secara umum tanah yang terkontaminasi oleh limbah minyak yang
mengandung hidrokarbon, dapat diolah melalui proses fisik, kimia maupun
biologi. Pengolahan secara fisik seperti insinerasi (pembakaran) dan kimia
(penggunaan bahan kimia) umumnya membutuhkan biaya yang besar dan
menimbulkan polutan sekunder, dibandingkan pengolahan secara biologi
(Pedersen & Bourguin 1995; Crawford & Crawford 1996; Fermor et al. 2001).
Pengolahan secara biologi dengan memanfaatkan mikroba pada pencemaran tanah
(bioremediasi) merupakan alternatif pengolahan yang memiliki kelebihan dari
segi lingkungan yaitu efektif, biaya rendah dan proses ramah lingkungan
(Udiharto 1996; Kitts & Kaplan. 2004).
Metode bioremediasi yang dilakukan dengan penambahan nutrien atau
dikenal dengan biostimulasi, digunakan untuk mendegradasi pencemar limbah
minyak mentah (petroleum), dengan penambahan N dan P ((Schinner & Margesin
2001; Obbard & Ran 2003; Head et al. 2004; Kitts & Kaplan 2004). Metode
biostimulasi, bioaugmentation (penambahan mikroba) pada pencemaran minyak
bumi (Komar & Irianto 2000; Wijayaratih 2001; Dickson & Odokuma 2003;
Rosenberg et al. 2003). Proses bioremediasi dilakukan dengan pengomposan dan
biopile (Suortti et al. 2000), pengomposan dengan sampah biologis (Ryckeboer et
-
2al. 2003). Pada proses pengolahan secara biologi, hal yang harus diperhatikan
selain karakteristik limbah, juga kondisi-kondisi yang mempengaruhi aktifitas
bakteri (Zulfitri 1994). Hasil penelitian di atas memperlihatkan bahwa bahwa
peran mikroba sangat membantu untuk mempercepat proses biodegradasi
hidrokarbon.
Penelitian dari Bosser & Bartha (1984), menemukan beberapa mikroba
(bakteri) yang hidup di lingkungan minyak bumi, antara lain dari genera
Alcaligenes, Arthrobacter, Acinetobacter, Nocardia, Achromobacter, Bacillus,
Flavobacterium, dan Pseudomonas. Penelitian lain menemukan beberapa isolat
bakteri dari tanah yang terkontaminasi limbah minyak pelumas teridentifikasi
beberapa jenis mikroba yaitu: Bacillus megaterium, Pseudomonas diminuta,
Gluconobacter cerenius, Pasteurella caballi (Suortti et al. 2000).
Keberhasilan proses biodegradasi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan antara lain suhu, pH, kandungan air di tanah, dan ketersediaan nutrien.
Pada dasarnya semua mikroba memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk
aktifitasnya. Pada kondisi sumber C telah tersedia dari hidrokarbon, maka
senyawa lain menjadi faktor pembatas yaitu N dan P. Kadar kedua unsur ini turut
menentukan aktifitas pertumbuhan mikroba.
Kompos yang berasal dari sampah kota dapat digunakan sebagai sumber
mikroba dan bulking agen untuk bioremediasi. Kompos juga berperan
memperbaiki sifat kimia tanah seperti pH, kelembaban, struktur tanah dan
berperan sebagai sumber nutrien, dengan demikian memperbaiki lingkungan tanah
terkontaminasi bagi aktifitas mikroba asli maupun introduksi (Farmor et al. 2001).
Beberapa penelitian dengan menggunakan kompos terbukti dapat
memperbaiki tanah terkontaminasi polutan. Penelitian Mahro & Kasner (1996)
menyatakan bahwa penambahan kompos pada tanah yang terkontaminasi limbah
minyak dapat mengurangi kandungan bahan pencemar hidrokarbon dalam tanah.
Pengomposan tanah terkontaminasi khlorofenol dengan penambahan inokulan dan
penambahan nutrien memperlihatkan bahwa 80 % terdegradasi selama 2 bulan
(Laine & Jorgensn 1997). Penambahan 0.25 % urea dan bioaugmentation Bacillus
dapat mengurangi kandungan toluen hingga 97.05 % (Komar & Irianto 2000).
Penambahan pupuk 400 kg-1ha-1minggu-1 selama 6 (enam) minggu dapat
-
3menurunkan kandungan hidrokarbon di tanah hutan tropik (Dickson & Odokuma
2003).
Hasil penelitian diatas menjelaskan teknik bioremediasi untuk campuran
berbagai hidrokarbon. Pada penelitian ini ditelaah jenis limbah dari bengkel yang
merupakan campuran berbagai jenis hidrokarbon (minyak pelumas, minyak diesel
dan gasolin) dan diolah secara biologi dengan biostimulasi kompos sampah kota
dan bioaugmentation jenis Arthrobacter simplex, Mycobacterium phlei dan
Pseudomonas aeruginosa.
Penelitian yang dilakukan di laboratorium untuk mengetahui proses
degradasi dari limbah hidrokarbon, sedangkan untuk mengetahui keberlanjutan
dari bioremediasi limbah hidrokarbon dilakukan di lapangan. Penelitian lapangan
perlu dianalisis lebih lanjut dengan analisis keberlanjutan. Atribut yang digunakan
yaitu dari dimensi ekologi, ekonomi dan sosial budaya diolah menggunakan
metode multi variable non-parametrik yang disebut multidimensional scaling
(MDS). Penggunaan metode ini dalam mengevaluasi masalah pencemaran
hidrokarbon dengan bioremediasi belum pernah dilakukan. Penggunaan metode
diantaranya dilakukan pada bidang perikanan (RAPFISH), pertanian (RAP-CLS),
peternakan (RAP-SIBUSAPO), kehutanan (RAP-INSUSFORMA). Metode
multidimensional scaling (MDS) yang digunakan pada penelitian ini disebut
RAP-BLH (Rapid Appraisal Bioremediasi Limbah Hidrokarbon).
Penggunaan kompos untuk bioremediasi antara lain pada limbah
hidrokarbon dapat mendegradasi dan meningkatkan penurunan hidrokarbon.
Kompos sampah kota didapati berbagai mikroba yang mampu mendegradasi
limbah hidrokarbon. Oleh karena itu untuk mempercepat degradasi dari limbah
hidrokarbon dilakukan optimasi biostimulasi kompos dan bioaugmentation dari
jenis bakteri Arthrobacter simplex, Mycobacterium phlei dan Pseudomonas
aeruginosa. Jenis bakteri ini sudah digunakan sebelumnya untuk mendegradasi
minyak bumi. Untuk meningkatkan keberlanjutan bioremediasi yang dilakukan
dilapangan diharapkan menggunakan metode dengan biostimulasi kompos dan
bioaugmentation.
-
4Kerangka Pemikiran
Limbah minyak terdiri dari berbagai komponen hidrokarbon dari kegiatan
bengkel berupa tumpahan, ceceran atau buangan dari minyak bekas pakai, minyak
dari alat transportasi, ceceran minyak pelumas, minyak diesel dan gasolin.
Pembuangan limbah hidrokarbon menyebabkan pencemaran di tanah. Pengolahan
limbah hidrokarbon secara biologi yaitu dengan metode bioremediasi (KepMen
LH Nomor 128 tahun 2003) diantaranya dilakukan dengan biopile, landfarming
dan composting. Metode biopile membutuhkan biaya yang lebih besar jika
dibandingkan dengan metode composting, sedangkan metode landfarming
membutuhkan lahan yang luas dan sulit dikontrol. Penggunaan kompos dianggap
murah dan mudah. Kompos mengandung berbagai mikroorganisme. Pada proses
bioremediasi, kompos berfungsi sebagai sumber inokulan, dan menyediakan
tambahan unsur hara seperti N dan P untuk meningkatkan pertumbuhan mikroba.
Selanjutnya mikroba merombak bahan pencemar hidrokarbon melalui proses
kimia dengan bantuan enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroba tersebut.
Proses degradasi dari limbah hidrokarbon, selain melalui penambahan
kompos sampah kota, juga dapat dilakukan penambahan mikroba dari jenis
Arthrobacter simplex, Mycobacterium phlei dan Pseudomonas aeruginosa. Jenis
mikroba tersebut umum digunakan sebagai pendegradasi minyak mentah. Pada
penelitian ini dilakukan kajian penggunaan kompos sampah kota dan penambahan
mikroba diatas untuk mendegradasi limbah bengkel. Degradasi limbah
hidrokarbon di dalam tanah ini diupayakan dalam rangka mempertahankan
keberlanjutan sumberdaya alam (tanah).
Perumusan Masalah
Penggunaan mikroba untuk mendegradasi limbah hidrokarbon telah banyak
digunakan. Untuk mempercepat proses degradasi limbah tersebut, maka
biostimulasi kompos merupakan salah satu alternatif yang dapat mempercepat
proses degradasi. Kompos merupakan sumber inokulan dan bulking agent untuk
tanah. Oleh karena itu maka dilakukan penelitian ini untuk mengkaji upaya
pengolahan limbah hidrokarbon dengan mengoptimalkan penggunaan kompos
dan bioaugmentation mikroba. Penanganan yang tepat berdampak positif terhadap
-
5lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis keberlanjutan untuk menilai
efek penanganan limbah terhadap ekologi, ekonomi dan sosial budaya yang
merupakan lingkungan global.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini :
1. Apakah biostimulasi kompos dan bioaugmentation dengan penambahan
bakteri Arthrobacter simplex, Mycobacterium phlei dan Pseudomonas
aeruginosa dapat mempercepat degradasi bahan pencemar hidrokarbon.
2. Bagaimana keberlanjutan secara ekologi, ekonomi dan sosial, dari proses
bioremediasi untuk limbah hidrokarbon.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Memperoleh kondisi optimal biodegradasi hidrokarbon dengan biostimulasi
kompos dan bioaugmentation bakteri Arthrobacter simplex, Mycobacterium
phlei dan Pseudomonas aeruginosa.
2. Melakukan analisis keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon ditinjau
dari dimensi ekologi, ekonomi dan sosial.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan dibuktikan pada penelitian ini yaitu :
1. Biostimulasi kompos dan bioaugementation dengan penambahan bakteri
Arthrobacter simplex, Mycobacterium phlei dan Pseudomonas aeruginosa
dapat mempercepat degradasi hidrokarbon.
2. Metode multidimensional scaling (MDS) dapat digunakan untuk menilai
keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon .
-
6Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menangani tanah terkontaminasi
limbah hidrokarbon yang berasal dari bengkel, dan juga sebagai informasi
bagi pihak berkepentingan dalam hal penanganan limbah dari bengkel.
2. Memberi informasi nilai keberlanjutan secara ekologi, ekonomi, dan sosial
dari bioremediasi limbah hidrokarbon.
3. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu, khususnya dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Novelty
Kebaruan penelitian ini adalah: bioremediasi limbah hidrokarbon dari
bengkel dengan mengoptimalkan biostimulasi kompos dan bioaugmentation,
serta analisis secara komprehensif yaitu keberlanjutan bioremediasi limbah
hidrokarbon dengan pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif.
-
7Kerangka Berpikir
Keterangan : *) tidak dilakukan
Workshop (bengkel)
Pencemaran tanah
Bioremediasi
Efektifitas teknologi
Biostimulasi kompos danbioaugmentation
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian biostimulasi danbioaugmentation untuk bioremediasi limbah
hidrokarbon serta analisis keberlanjutan
Bioremediasi berkelanjutan
Pengolahan limbah
Limbah (hidrokarbon)
Biologi Fisik dan Kimia*)
Composting Landfarming*)Biopile*)
-
8 TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Hidrokarbon
Limbah minyak bumi dapat berupa tumpahan, ceceran atau buangan dari
minyak bumi maupun produk-produknya, minyak bekas pakai, dan limbah
minyak yang terkandung dalam limbah alat-alat mesin dari kegiatan industri
maupun rumah tangga (Udiharto 1996). Umumnya minyak bumi maupun
produknya merupakan campuran kompleks senyawa organik yang terdiri atas
senyawa hidrokarbon 50 sampai 95 %, dan sisanya non hidrokarbon misalnya
nitrogen, belerang, oksigen dan logam (Speight 1980). Limbah minyak yang
mengandung hidrokarbon apabila masuk ke lingkungan merupakan bahan
pencemar yang berbahaya.
Limbah yang dihasilkan pada tempat pemeliharaan dan perbaikan alat-alat
transportasi (Workshop) dapat berupa minyak pelumas, minyak diesel dan gasolin.
Hidrokarbon minyak bumi merupakan senyawa organik yang terdiri dari
rangkaian atom karbon dan hidrogen, dengan jumlah tertentu dan digolongkan
menjadi tiga jenis, yaitu hidrokarbon alifatik, hidrokarbon alisiklik, dan
hidrokarbon aromatik (Speight 1980). Fraksi hidrokarbon gasolin (C5 C12),
minyak diesel (C15 C18) dan minyak pelumas (C16 C25) (Wood et al. 1992).
Hidrokarbon alifatik atau disebut juga parafin adalah senyawa yang
mempunyai rantai atom karbon terbuka. Hidrokarbon alifatik terdiri dari alkana,
alkena dan alkuna. Hidrokarbon alisiklik adalah senyawa yang umumnya
berbentuk cincin, bersifat stabil dan tahan terhadap oksidasi. Hidrokarbon alisiklik
terdiri atas sikloalkana, sikloalkena dan sikloalkuna. Hidrokarbon aromatik
merupakan senyawa yang sangat kompleks, termasuk diantaranya senyawa-
senyawa aromatik dengan substitusi mono, di dan poli alkil maupun tanpa
substitusi. Pada minyak bumi senyawa ini jumlahnya lebih sedikit dibandingkan
dengan parafin atau naftalena. Seperti halnya sikloalkana, hidrokarbon aromatik
mempunyai cincin sederhana atau tunggal, sebagai contoh benzen terdiri dari 6
(enam) atom karbon yang berikatan ganda dan tunggal serta cincin ganda seperti
naftalen (Speight 1980). Keberadaan senyawa tersebut dalam limbah akan
menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Pencemaran hidrokarbon
-
9berpengaruh terhadap manusia, hewan dan tumbuhan (Schlegel 1994; Connel &
Miller 1995).
Metode pengolahan limbah minyak dapat dilakukan secara fisik, kimia dan
biologi. Secara fisik yaitu dengan sistem pembakaran (insinerator), secara kimia
dengan penambahan bahan kimia, dan biologi dengan memanfaatkan mikroba
yang mendegradasi bahan pencemar. Pada pembakaran mengakibatkan
pencemaran udara oleh karena menghasilkan gas hidrokarbon (HC),
karbonmonoksida (CO) berpengaruh terhadap lingkungan, sedangkan proses
kimia digunakan bahan kimia, juga memberi dampak terhadap lingkungan dan
umumnya membutuhkan biaya besar. Pengolahan limbah secara fisik yaitu
dengan insinerator membutuhkan biaya $250 $800 per cubic yard, 35 -
100 m-3 tanah (Pedersen 1995; Crawford & Crawford 1996; Udiharto 1996;
Fermor et al. 2001). Untuk itu penanganan secara biologi dengan memanfaatkan
mikroba sebagai pengolah limbah diharapkan merupakan alternatif yang efektif,
biaya rendah ($40 $100 per cubic yard, dan 5 75 m-3 tanah) dan proses
ramah lingkungan (Udiharto 1996; Fermor et al. 2001; Kitts & Kaplan 2004).
Salah satu metode yang digunakan untuk mengolah limbah workshop pada
tanah menggunakan mikroba disebut bioremediasi. Bioremediasi merupakan
proses penting untuk pemulihan lingkungan tercemar oleh berbagai bahan
pencemar termasuk limbah minyak dari bengkel. Metode ini telah digunakan
untuk mendegradasi limbah minyak pelumas, solar pada sedimen (Schinner &
Margesin 2001; Obbard & Ran 2003).
Lingkungan secara alamiah mengandung beraneka ragam mikroba.
Penanganan limbah dengan bantuan mikroba dapat dilakukan dengan
memanfaatkan mikroba yang berada di lingkungan tercemar. Mikroba diharapkan
dapat menguraikan atau mendegradasi bahan organik kompleks menjadi bahan
lebih sederhana dan aman bagi lingkungan (senyawa hidrokarbon dengan bantuan
mikroba akan berubah menjadi karbondioksida, air dan energi).
-
10
Pengolahan Limbah dengan Bioremediasi
Bioremediasi menurut Crawford & Crawford (1996) merupakan proses
biodegradasi yang produktif menghilangkan bahan berbahaya (B3) yang ada di
lingkungan dan dapat mengancam kehidupan manusia, dan biasanya terdapat pada
tanah, air dan sedimen. Swannell et al. (1996) mendefinisikan bioremediasi
sebagai usaha untuk mengatasi pencemaran lingkungan dengan melakukan
penambahan-penambahan materi atau hara pada lingkungan yang terkontaminasi
sehingga proses biodegradasi alami dapat ditingkatkan. Menurut Capone & Bauer
(1992), bioremediasi dapat dilakukan dengan menambahkan mikroba non-
indigenous, yang disebut dengan bioaugmentation atau dengan penambahan
nutrien untuk meningkatkan kemampuan mikroba indigenous, yang disebut
dengan biostimulasi. Sedangkan Fauzi & Sai'd (1996) menyatakan bioremediasi
merupakan proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen
lingkungan, tanah dan air yang telah tercemar oleh senyawa senobiotik (asing di
alam) dan bersifat rekalsitran (sulit didegradasi), sehingga senyawa tersebut
memiliki ketahanan yang tinggi di alam. Pada saat ini teknologi bioremediasi
banyak dimanfaatkan untuk menangani limbah senyawa hidrokarbon seperti oil
sludge, poly aromatic hidrocarbon (PAHs), minyak tanah, gasolin, dan minyak
diesel.
Upaya bioremediasi dengan penambahan nutrien dan mikroba secara umum
sudah banyak dilakukan terutama pada hidrokarbon spesifik. Untuk mempercepat
proses degradasi bahan pencemar hidrokarbon di tanah, penambahan kompos
dapat dilakukan, selain sebagai sumber inokulan juga sumber nutrien dalam tanah.
Penambahan nutrien dan mikroba mempercepat terjadinya degradasi bahan
pencemar hidrokarbon. White et al. (1999) menjelaskan bahwa penambahan
nutrisi menyebabkan perubahan ekologi mikroba yang dapat mempercepat proses
bioremediasi. Lee & Merlin (1999) menyatakan bahwa kelarutan nitrogen dalam
sedimen berpengaruh terhadap proses biodegradasi dan keberhasilan
bioremediasi. Bioremediasi pada tanah yang tercemar oleh bahan diesel di area
parkir rekreasi ski di Pegunungan Alpine yang dilakukan oleh Schinner &
Margesin (2001), dilakukan penambahan senyawa nitrogen, pospor dan kalium
mampu menurunkan kandungan total petroleum hidrokarbon sebesar 48 % selama
-
11
78 hari. Selanjutnya dikatakan bahwa mikroba mempunyai kemampuan
menurunkan kadar bahan pencemar organik, dan metode ini telah terbukti efisien,
ekonomis, dan ramah lingkungan. Head et al. (2004), melakukan bioremediasi
untuk mendegradasi hidrokarbon di daerah Pantai Mudflat secara biostimulasi
dengan penambahan pupuk yang mengandung senyawa nitrogen dan phospor
menyatakan mampu menurunkan 99.7 % hidrokarbon selama 3 (tiga) bulan.
Kitts & Kaplan (2004) melakukan bioremediasi di ladang minyak Guadalupe
dengan penambahan nutrien yang mengandung phospat dan ammonia, total
petroleum hidrokarbon yang terdegradasi 98 % selama 168 hari. Rosenberg et al.
(2003) menyatakan bahwa bioremediasi petroleum dapat dilakukan dengan
penambahan nutrien (berasal dari kotoran burung) sebagai sumber nitrogen dan
dilakukan penambahan mikroba yang diisolasi dari kompos (kotoran burung)
mampu mendegradasi 48 %. Secara umum, kebutuhan terpenting untuk
pelaksanaan bioremediasi yang dirangkum oleh Wisjnuprapto (1996) adalah:
a. Adanya mikroba yang melaksanakan proses, dan mampu memproduksi
enzim yang dapat mendegradasi bahan kimia beracun (senyawa sasaran).
b. Sumber energi dan akseptor elektron, karena mikroba memperoleh
energi dari reaksi-reaksi redoks yang berlangsung.
c. Kelembaban yang cukup, pH, dan suhu yang sesuai, serta tersedianya
cukup nutrien untuk pertumbuhan sel mikroba.
Keuntungan menggunakan bioremediasi dalam mengeleminasi senyawa
hidrokarbon antara lain:
a) Dapat dilakukan secara ex-situ ataupun in-situ
b) Biaya yang dibutuhkan relatif lebih kecil ($40 $100 per cubic yard, dan
5 75 m-3 tanah), bila dibandingkan dengan penanganan secara
fisik dan kimia ($250 $800 per cubic yard, pencucian 35 - 100
m-3 tanah, Pedersen 1995; Crawford & Crawford 1996; Udiharto 1996 &
Fermor et al. 2001).
c) Resiko selama proses dapat dieliminasi (metode ramah lingkungan dan
tidak menimbulkan kerusakan)
Proses bioremediasi juga memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan lokasi
area tertentu, perlunya kriteria perlakuan untuk memperoleh proses optimal dan
-
12
tidak semua bahan pencemar (bahan kimia) dapat diolah secara bioremediasi.
Pengawasan yang intensif selama proses berlangsung juga merupakan kelemahan
proses bioremediasi.
Teknologi bioremediasi dapat dilakukan dengan:
a. Bioaugmentation : penambahan kultur bakteri terhadap medium yang
terkontaminasi). Bakteri merupakan organisme yang umum digunakan
dalam bioaugmentasi untuk merombak bahan pencemar yang terdapat
dalam limbah. Contoh: bioremediasi limbah minyak di Cepu dengan
menggunakan bakteri Bacillus (Komar & Irianto 2000).
b. Biofilter : memisahkan gas organik dengan melewatkan udara melalui
suatu carrier yang dapat berupa kompos atau tanah yang mengandung
mikroba yang mampu mendegradasi bahan pencemar yang dilewatkan.
Contoh : bioremediasi bahan pencemar gasolin BTEX dengan biofilter
kompos (Vandergheynst et al. 2003).
c. Biostimulasi (stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/ atau air
tanah, yang dilakukan secara in situ atau ex situ) dengan penambahan
nutrien seperti phospor, nitrogen yang merupakan pemicu pertumbuhan.
Keberadaan sejumlah kecil bahan pencemar juga dapat difungsikan
sebagai pemicu untuk mengaktifkan enzim. Contoh: bioremediasi
minyak mentah di pantai dengan biostimulasi nitrogen dan phospor
(Head et al. 2004).
d. Bioslurry : pengolahan tanah yang mengandung bahan pencemar
hidrokarbon dengan menggunakan konsorsium bakteri pendegradasi
hidrokarbon pada bioreaktor dalam bentuk slurry. Proses ini dilakukan
pada kolam yang berfungsi sebagai bioreaktor.
e. Bioventing : teknik ini mirip dengan biostimulasi, dilakukan dengan
menyemburkan oksigen melalui tanah untuk menstimulasi pertumbuhan
mikroba. Cara ini banyak digunakan pada tanah yang tercemar limbah
minyak bumi.
f. Pengomposan: Teknik ini dilakukan dengan mencampur bahan yang
terkontaminasi dengan kompos yang mengandung mikroba. Contoh :
-
13
bioremediasi minyak diesel dengan menggunakan kompos sampah
biologis ( Ryckeboer et al. 20003).
g. Landfarming: penggunaan teknik ini untuk mendorong pertumbuhan
mikoba dengan cara tanah tercemar disebarkan pada lahan terbuka.
Contoh teknik ini digunakan untuk membersihkan sejumlah besar
tumpahan minyak dalam tanah (Yani & Fauzi 2005)
Biodegradasi Hidrokarbon
Biodegradasi secara garis besar didefenisikan sebagai pemecahan senyawa
organik oleh mikroba membentuk biomassa dan senyawa yang lebih sederhana
yang akhirnya menjadi air, karbondioksida atau metana (Alexander 1994).
Biodegradasi hidrokarbon didefinisikan sebagai suatu proses yang memanfaatkan
aktifitas mikroba untuk mengubah senyawa hidrokarbon yang kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhir berupa karbondioksida, air, dan
energi. Reaksi sebagai berikut:
mikroorganisme
CnHn + O2 CO2 + H2O + Energi
Proses degradasi limbah oleh mikroba memerlukan kondisi yang sesuai
untuk pertumbuhan mikroba. Secara umum mikroba memerlukan energi untuk
membentuk sel baru, untuk mikroba pendegradasi hidrokarbon dibutuhkan
oksigen untuk proses degradasi. Selanjutnya dijelaskan bahwa beberapa kasus
pencemaran air tanah dapat disebabkan oleh senyawa organik beracun misalnya
hidrokarbon dalam bentuk total petroleum hidrokarbon. Senyawa organik yang
beracun dapat juga didegradasi secara biologis dengan memanfaatkan enzim
(misalnya enzim metana monooksigenase) yang dihasilkan mikroba seperti
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema biodegradasi metana oleh mikroba
-
14
Proses biodegradasi hidrokarbon alifatik seperti alkana (metana) dalam
reaksinya membutuhkan oksigen, sehingga reaksi oksidasi dapat berlangsung
lebih cepat. Pada proses, mikroba menghasilkan enzim berfungsi sebagai
katalisator, seperti metana monooksigenase, metanol dehidrogenase, formaldehid
dehidrogenase dan format dehidrogenase. Dalam biodegradasi ini, metana akan
diubah menjadi metanol, formaldehid mejadi asam format dan karbondioksida
(Lehninger 1991).
Biodegradasi minyak merupakan suatu proses yang kompleks dan
tergantung komunitas mikrobanya, kondisi lingkungan dan kandungan minyak
yang akan didegradasi. Dalam proses tersebut akan terjadi penguraian
hidrokarbon oleh mikroba yang telah beradaptasi dengan baik di lingkungan
tersebut. Menurut Citroreksoko (1996) bahwa kemampuan biodegradasi terhadap
beberapa senyawa berbeda-beda. Secara umum bioremediasi limbah hidrokarbon
dilakukan pada skala pilot dan laboratorium dan waktu bioremediasi pada kisaran
3 bulan (90 hari) sampai 168 hari, dan minyak yang terdegradasi 48 % sampai
dengan 99.7 %. Beberapa hasil penelitian bioremediasi hidrokarbon disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Review metode bioremediasi berbagai hidrokarbon.HasilNo. Bahan Metode Skala
Waktu DegradasiReferensi
1. Minyakmentah dipantai
BiostimulasiN,P
pilot 3 bulan 99.7 % Head et al.2004.
2. Minyakbumidi hutantropis
Biostimulasidanbioaugmenatsi
pilot 9 minggu 86 % Dicksonet al.2003.
3. Oli padanutrienpantai
Penambahannutrien N,P,K
Lab. 45 hari 95 %alifatik
Obbard &Ran 2003
4. Minyakdisel(solar)
BiostimulasiN,P,K
pilot 78 hari 48 % TPH Schinner &Margesin.2001
5. Petroleum(C10 C32)
Biostimulasidengan N,P
pilot 168 hari 98 % TPH Kitts &Kaplan 2004.
6. minyakpelumaspada tanah
Bioremediasimetode biopile,pengomposan,nutrien
pilot 150 hari 73 % Suortti et al.2000
dilanjutkan
-
15
Tabel 1 lanjutan7. Minyak
dieselPengomposandengan sampahbiologis
pilot 12 minggu 85 % Ryckeboeret al.2003.
8. GasolineBTEX
Biofilterdengan kompos
Lab. 4 bulan 85 % Vandergheynet al. 2003.
9. Toluena,pengeboranminyakCepu
BioremediasipenambahanmikrobaBacillus danpupuk urea
Lab. 4 minggu 97.05 % Komar &Irianto 2000
10. Naftalen PenggunaanbakteriPseodomonas,dari UnitPengolahanMinyakPertamina
Lab. 28 hari 1362 ppm728.6 ppm;
813 ppm 837.2 ppm
WijayaratihY 2001.
11. Detoksifikasi tanahtercemarlumpurminyak
BiostimulasiN,PUji toxitdenganpenanamanjagung
Pilot 85 hari 97.8%,jagungtumbuhpadakandungan< 1.3 %
Lemigas2002.http://www.lemigaserdm.go.id/kode/536.2002
12. Pyrene Bioaugmentasi(penambahanmikroba)
Lab. 20 hari 61.5 % Lai et al.2004
Mikroba Pendegradasi Hidrokarbon
Mikroba pendegradasi hidrokarbon dapat ditemukan pada tanah dan air.
Pada umumnya hidrokarbon akan digunakan sebagai sumber energi pada aktivitas
mikroorganisme. Mikroba indigenus di lingkungan tercemar hidrokarbon mampu
mendegradasi hidrokarbon karena mikroba mampu menghasilkan enzim
pendegradasi hidrokarbon. Enzim tersebut berfungsi sebagai biokatalisator pada
biodegradasi (Bartha & Atlas 1987).
Dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Bosser & Bartha (1984), telah
ditemukan mikroba yang hidup di lingkungan minyak bumi, yaitu antara lain dari
genera Alcaligenes, Arthrobacter, Acinetobacter, Nocardia, Achromobacter,
Bacillus, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Oetomo (1997) menemukan jenis
mikroba yang mampu mendegradasi minyak bumi yaitu; Pseudomonas sp.,
Bacillus sp., Nocardia sp., Mycobacterium. Penelitian lain menemukan beberapa
isolat mikroba dari tanah yang terkontaminasi limbah oli teridentifikasi beberapa
-
16
jenis yaitu: Bacillus megaterium, Pseudomonas diminuta, Gluconobacter
cerenius, Pasteurella caballi (Suortti et al. 2000). (Komar & Irianto 2000)
melakukan bioremediasi dengan penambahan Bacillus sp., mampu mendegradasi
tanah tercemar toluene; Wijayaratih (2001) melakukan bioremediasi dengan
mikroba Pseudomonas sp., mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon naftalen;
Hardjito (2003) melakukan degradasi minyak bumi dengan mikroba Arthrobacter
simplex, dan Pseudomonas aeruginosa.
Isolat bakteri Flavobacterium sp. mampu mendegradasi 57 % suplemen
minyak mentah dalam 12 hari percobaan dan bahan yang terdegradasi yaitu
fluorobenzen, diklorinasi hidrokarbon, fenol, biofenil di poliklorinasi. Jenis
bakteri Azoarcus sp. mampu mendegradasi benzena, toluen, ethylbenzena dan
komponen xylen (Atlas & Bartha 1987). Biodegradasi hidrokarbon aromatik
seperti fenol dan naftalen didominasi oleh bakteri Pseudomonas, Bacillus,
Mycobacterium, Arthrobacter sp.dan Acinetobacter (Alexander 1994). Crawford
& Crawford (1996) mendeteksi jenis mikroba yang mampu mendegradasi
hidrokarbon aromatik yaitu Pseudomonas, Bacillus , Nocardia, Mycobacterium,
Arthrobacter; Acinotobacter; Flavobacteria. Kitts & Kaplan (2004) melakukan
bioremediasi total petroleum hidrokarbon di ladang minyak Guadalupe dan
menemukan jenis bakteri yang dominan terdiri dari Flavobacterium,
Pseudomonas dan Azoarcus sp.
Jenis dan jumlah mikroba berpengaruh terhadap degradasi hidrokarbon.
Menurut Schinner & Margesin (2001) bahwa pada awal penelitian jumlah
mikroba yang ditemukan adalah (6.5 0.4) x 107 CFU ml-1 dan pada akhir
penelitian baik pada tanah yang dipupuk maupun tidak dipupuk jumlah mikroba
adalah (2.7 1.7) x 106 dan (1.5 0.5) x 106 CFU ml-1. Kitts & Kaplan (2004),
jumlah bakteri ditemukan selama 3 (tiga) minggu studi 1.7 x 107 sampai dengan
1.3 x 108 CFU g-1, setelah itu menurun dan pada akhir penelitian (minggu ke 24)
naik lagi menjadi 1.0 x 108 CFU g-1. Fahruddin (2006) mendegradasi benzene
menggunakan mikroba Pseudomonas dan terdegradasi sebesar 96 % dengan
jumlah mikroba 300 x 104 CFU ml-1. Dari hasil ini terlihat bahwa jumlah mikroba
yang ditemukan termasuk cukup dan mampu menpercepat degradasi limbah
hidrokarbon.
-
17
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Biodegradasi
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi biodegradasi hidrokarbon
diantaranya adalah, suhu, pH, kadar air, nutrisi yang tersedia dan komposisi
minyak serta kemampuan mikroba untuk melakukan biodegradasi.
Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktifitas dari mikroba.
Kemampuan mikroba dalam biodegradasi minyak bumi ditentukan juga oleh
kondisi suhu lingkungan. Suhu pertumbuhan optimum mikroba dikelompokkan
sebagai psikrofil (0- 30C), mesofil (25-40C ) dan termofil (50C atau lebih )
(Chan & Pelczar 1986). Dalam suatu proses degradasi suhu berpengaruh terhadap
sifat fisik dan kimia komponen-komponen bahan pencemar. Suhu rendah
memperlambat tingkat penguapan hidrokarbon dan beberapa kasus dapat
menimbulkan sifat toksik terhadap mikroba. Mikroba tanah dan air umumnya
bersifat mesofil yaitu suhu 25-40C , dan dari golongan ini kebanyakan digunakan
untuk penanggulangan pencemaran minyak bumi (Udiharto 1996).
Oksigen
Gas-gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba ialah oksigen dan
karbondioksida. Mikroba memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respon
terhadap oksigen bebas. Menurut Chan & Pelczar (1986); Wheeler & Volk
(1988), mikroba dapat dibagi menjadi beberapa kelompok umum berdasarkan
kebutuhan oksigen yaitu aerobik (mikroba yang membutuhkan oksigen),
anaerobik (tumbuh tanpa oksigen), anaerobik fakultatif (tumbuh pada keadaan
aerobik dan anaerobik) dan mikroaerofilik (tumbuh terbaik bila ada sedikit
oksigen atmosferik).
pH
pH suatu medium merupakan ukuran keasaman atau kebasaan. pH adalah
ukuran aktifitas kadar ion hidrogen (Wheeler & Volk 1988), pH optimum
pertumbuhan bagi kebanyakan mikroba adalah pada kisaran 6.5 7.5 (Chan &
-
18
Pelczar 1986). Alexander (1994) menyatakan bahwa untuk degradasi hidrokarbon
kisaran pH terbaik adalah pada 6.0 8.0.
Kadar air
Kadar air sangat penting untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolik dari
mikroba. Tanpa air mikroba tidak dapat hidup dalam limbah minyak, mikroba
hidup aktif di interfase antara minyak dengan air. Kadar air harus berada pada
kondisi optimum yakni 10 25 %, agar transfer gas untuk proses oksigenase
dapat berjalan dengan baik (Fermiani 2003). Jika kandungan air terlalu tinggi
akan berakibat sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah .
Nutrisi
Mikroba dalam hidup dan pertumbuhannya memerlukan nutrisi atau
makanan sebagai sumber energi. Hidrokarbon minyak bumi akan dikonsumsi
oleh mikroba sebagai sumber karbon dan energi (Oetomo1997). Unsur-unsur
karbon beserta nitrogen dan phosfor yang tersedia dalam lingkungan akan
digunakan mikroba untuk pertumbuhan. Pada pencemaran minyak yaitu dengan
konsentrasi hidrokarbon yang tinggi akan terjadi ketidakseimbangan nutrisi.
Unsur karbon yang berlebihan perlu diseimbangkan dengan penambahan unsur
yang lain seperti nitrogen dan phosfor.
Nitrogen merupakan unsur pokok protein dan asam nukleat yang berperan
dalam pertumbuhan, perbanyakan sel dan pembentukan dinding sel. Beberapa
mikroba dapat menggunakan nitrogen dari atmosfer, tetapi kebanyakan
memperoleh nitrogen dalam bentuk terlarut di air. Beberapa senyawa kimia
sumber nitrogen yang banyak digunakan adalah amonium sulfat, amonium
phosfat dan amonium klorida (Nakayama 1982).
Phosfor merupakan komponen utama asam nukleat dan lemak sel membran
yang berperan dalam proses pemindahan energi secara biologi. Kebanyakan
phosfor yang siap diasimilasi adalah berbentuk fosfat yang terdapat pada pupuk.
phosfor selain penting untuk pertumbuhan mikroba, juga untuk pembentukan
asam amino, transpor energi dan pembentukan senyawa dalam reaksi metabolisme
(Baker&Herson 1994). Pemberian sumber phosfor pada biodegradasi hidrokarbon
-
19
mempunyai hubungan dengan penggunaan sumber nitrogen. Alexander (1994)
menyatakan perbandingan N dan P yang optimum untuk aktivitas mikroorganisme
adalah 5:1. Apabila limbah minyak digunakan sebagai sumber carbon dan energi,
nitrogen dan phosfor diperlukan pada perbandingan 5:1 atau 10:1. Obbard and
Ran (2003), C:N:P ratio 100:10:1 lebih baik jika dibandingkan dengan ratio C:N:P
100:1.1:0.05.
Bioremediasi dengan Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri) yang bekerja
di dalamnya (Murbandono 2001). Bahan-bahan organik dapat berasal dari
dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, dan lain-
lain.
Bahan organik yang telah mengalami pengomposan mempunyai peranan
penting bagi perbaikan mutu dan sifat tanah yaitu: memperbaiki struktur tanah;
memperbesar kemampuan tanah untuk menampung air; memperbaiki drainase dan
atau tata udara tanah sehingga kandungan air mencukupi dan suhu tanah lebih
stabil; meningkatkan pengaruh positif dari pupuk buatan (sebagai penyeimbang
bila pupuk buatan membawa efek yang negatif); dan mempertinggi daya ikat
tanah terhadap zat hara (Murbandono 2001). Kompos selain berfungsi
memperbaiki mutu dan sifat tanah juga dapat digunakan untuk memperbaiki tanah
yang terkontaminasi dengan berbagai polutan organik (Fermor et al. 2001).
Selanjutnya dijelaskan bahwa penimbunan kompos dengan penambahan nutrisi
dapat meningkatkan aktifitas penguraian oleh mikroflora asli dari tanah yang
terkontaminasi.
Aplikasi bioremediasi menggunakan kompos mempunyai beberapa
keunggulan dan lebih ekonomis dibanding dengan teknik bioremediasi lainnya,
sehingga teknologi bioremediasi kompos lebih disenangi dan diminati (US-EPA
1997;1998). Beberapa keunggulan menggunakan kompos antara lain:
1. Kompos mempunyai keragaman populasi mikroba yang terlibat dalam proses
degradasi yakni sekitar 5 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan
kandungan mikroba dalam tanah yang subur.
-
20
2. Tingginya aktifitas mikroba dalam proses yakni sekitar 20 40 kali lebih aktif
dalam hal aktifitas dehidrogenasi dibanding dengan aktifitas dalam tanah yang
subur.
3. Kompos tidak mengandung hama dan penyakit serta tidak membahayakan
pertumbuhan atau produk tanaman.
4. Kompos dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit.
5. Kompos tidak mengakibatkan pencemaran dalam tanah, air ataupun udara.
6. Kompos merupakan absorben yang sangat baik untuk senyawa-senyawa
organik maupun anorganik.
Bioremediasi dengan cara pengomposan telah digunakan untuk berbagai
jenis polutan seperti pencemar klorofenol di tanah. Bioremediasi kompos
menurunkan klorofenol hingga 80 % (44 mg kg-1 turun menjadi 10 mg kg-1)
(Laine and Jorgensen 1997). Pada tanah tercemar diazinon, penggunaan kompos
limbah media jamur dapat mendegradasi diazinon hingga 97,5 % (Jumbriah
2006). Secara umum bioremediasi limbah hidrokarbon dengan penambahan
kompos dilakukan pada skala pilot dan laboratorium membutuhkan waktu
bioremediasi antara 3 hingga 5 bulan mampu mendegradasi 25 % sampai dengan
97.5 %. Beberapa penelitian bioremediasi kompos disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2: Review penelitian bioremediasi kompos untuk limbah hidrokarbon
HasilNo. Bahan Metode SkalaWaktu Degradasi
Referensi
1. Minyakpelumaspada tanah
Bioremediasidengan biopile,pengomposan,penambahannutrien
Pilot 150 hari 73 % yaitu2400 mg kg-1menjadi 700mg kg-1
Suorttiet al. 2000.
2. Minyakdisel
Pengomposandengan sampahbiologis
pilot 12 minggu 85 % Ryckeboeret al.2003.
3. GasolinBTEX
Biofilterdengan kompos
Lab. 4 bulan 85 % Vanderg-heynstet al. 2003.
4. Klorofenol Bioremediasikompos
Pilot 2 bulan, 80 %(44 mg kg-1menjadi10 mg kg-1)
Laine &Jorgrnson1997.
dilanjutkan
-
21
Tabel 2 lanjutan5. Diazinon Bioremediasi
kompos limbahjamur
Lab. 28 hari 97,5% Jumbriah2006. Tesis
6. BahanpeledakTNT
Bioremediasipengomposan
Pilot 95 hari 92 %direduksi
Fermoret al. 2001.
7. Minyakbumi
Bioremediasidenganpengomposan,bioaugmentation
Lab. 80 jam 25 % TPHtereduksi,sedangkanpenambahanmikrobatereduksi55 %
Fermoret al. 2001
8. PAH Bioremediasidenganpengomposan,bioaugmentation
Pilot 3 bulan 55 % Fermoret al. 2001
9. Pestisida Bioremediasidenganpengomposanpotongan daundan rumput
pilot 50 hari 47 % 2,4 Dmengalamimineralisasi
Fermoret al. 2001
10 Pyrene Bioremediasikompos
Lab. 20 hari 80 % adanyakompos dantanpakompos< 5 %.
Mahro &Kasner1993
Bioremediasi Berkelanjutan
Pada pelaksanaan bioremediasi yaitu penyehatan lingkungan dengan
menggunakan mikroba, merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengurangi adanya bahan pencemar di lingkungan. Lingkungan yang tercemar
oleh suatu bahan pencemar akan berpengaruh terhadap keberlanjutan sumberdaya
alam.
Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali diperkenalkan oleh the
World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987
dengan judul Our Common Future (Kay & Alder 1999). Dalam laporan
tersebut terkandung definisi pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang
dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membatasi peluang generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhannya. Disini mengandung prinsip justice of fairness
yang bermakna manusia dari berbagai generasi yang berbeda mempunyai tugas
-
22
dan tanggung jawab satu terhadap yang lain seperti layaknya berada di dalam satu
generasi.
Konsep pembangunan berkelanjutan akan ada perpaduan antara dua kata
yang kontradiktif yaitu pembangunan (development) yang menuntut perubahan
dan pemanfaatan sumberdaya alam, dan berkelanjutan (sustainability) yang
berkonotasi tidak boleh mengubah di dalam proses pembangunan berkelanjutan.
Persekutuan antara kedua kepentingan ini pada dasarnya mengembalikan
developmentalis dan environmentalis back to basic yaitu oikos dimana
kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup disetarakan (Saragih & Sipayung
2000). Selanjutnya Kay and Alder (1999) mengemukakan adanya tiga tema yang
terkandung dalam definisi pembangunan berkelanjutan yaitu: integritas
lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan kesejahteraan (equity). Pendapat ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Munasinghe (1993) bahwa pembangunan
dikatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu: secara ekonomi dapat
efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis untuk
kelestarian lingkungan (ramah lingkungan). Konsep berkelanjutan secara umum
dapat dikelompokkan ke dalam empat dimensi yaitu ekologi, sosial ekonomi,
sosial politik, hukum dan kelembagaan (Dahuri et al. 1996; Kay & Alder (1999).
Sedangkan Susilo (2003) menyatakan bahwa bukan pengelompokan aspek besar
tersebut yang penting tetapi atribut atau kriteria dari setiap aspek yang penting.
Pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan
pada pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah
kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan hasil
berkelanjutan secara ekonomi dan jasa lingkungan termasuk keindahan alam.
Konsep lain yang masih berkaitan dengan hal tersebut adalah konsep pemanfaatan
sumberdaya tidak boleh melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan
dalam kurun waktu yang lama.
Untuk menjamin keberlanjutan dari bioremediasi limbah hidrokarbon pada
tanah dalam jangka panjang dan lintas generasi, maka penerapan konsep
pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan sebagai tanggung jawab dari generasi
sekarang terhadap hak-hak generasi yang akan datang. Penerapan konsep
pembangunan berkelanjutan menjadi lebih komprehensif untuk menjelaskan
-
23
pengertian dari suatu kegiatan dikatakan berkelanjutan. Oleh karena itu
bioremediasi limbah hidrokarbon pada tanah dikatakan berkelanjutan jika
memenuhi kriteria lebih besar dari 50 untuk masing-masing dimensi yaitu
ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Bioremediasi dikatakan memenuhi dimensi ekologi dalam konsep
pembangunan berkelanjutan jika limbah hasil bioremediasi memenuhi baku mutu,
dan tidak toksik. Atribut yang dapat digunakan untuk mencerminkan
keberlanjutan dimensi ini adalah pemanfaatan limbah hasil bioremediasi,
pemanfaatan lahan sekitarnya, kondisi tanah secara fisik (suhu, kelembaban),
kimia (pH, total petroleum hidrokarbon, nutrien N dan P) dan secara biologi yaitu
jumlah, dan jenis mikroba.
Bioremediasi dikatakan memenuhi dimensi ekonomi dalam konsep
pembangunan berkelanjutan jika bahan pencemar hasil bioremediasi dapat
dimanfaatkan. Dengan demikian atribut yang dapat digunakan untuk
mencerminkan keberlanjutan dimensi ini adalah bahwa dengan hilang atau
berkurangnya limbah tersebut maka tanah hasil bioremediasi dapat memberikan
nilai ekonomi. Lahan bekas bioremediasi akan memberikan nilai ekonomi jika
dibandingkan dengan lahan yang tercemar.
Bioremediasi dikatakan memenuhi dimensi sosial dalam konsep
pembangunan berkelanjutan antara lain adalah pemahaman masyarakat terhadap
lingkungan, kerjasama masyarakat dalam pengolahan limbah, tidak terjadi konflik
sosial. Untuk itu bioremediasi dikatakan berkelanjutan apabila ketiga dimensi
tersebut memenuhi standar yaitu indeks keberlanjutan lebih dari 50, setelah
dianalisis secara multidimensional.
Rapid Appraissal (RAP) Bioremediasi Limbah Hidrokarbon (BLH) dengan Metode Multidimensional Scaling (MDS)
Rapid Appraissal (RAP) merupakan suatu teknik multi disiplin untuk
mengevaluasi keberlanjutan berdasarkan sejumlah atribut/indikator yang mudah
untuk di skoring (Fauzi & Anna 2005). Rap-BLH merupakan singkatan dari rapid
appraissal bioremediasi limbah hidrokarbon, akan dikembangkan pada penelitian
ini.
-
24
Rapid appraissal awalnya merupakan teknik yang dikembangkan (di
University of British Columbia Canada) untuk sumberdaya perikanan secara
multidisipliner. Metode ini termasuk sederhana dan fleksibel dengan menampung
kreativitas dalam pendekatannya terhadap suatu masalah. Metode ini memasukkan
pertimbangan-pertimbangan melalui penentuan atribut yang pada akhirnya
menghasilkan skala prioritas (Fauzi & Anna 2005).
Rapid appraissal merupakan teknik penilaian secara cepat terhadap status
kelestarian sumber daya dengan melihat komponen yang terkait (Supangat 2006).
Sejumlah komponen yang terkait dapat dibandingkan dengan melihat atribut dari
setiap dimensi. Atribut dari setiap dimensi yang akan dievalusi dapat dipilih untuk
merefleksikan keberlanjutan, serta dapat diperbaiki atau diganti ketika informasi
terbaru diperoleh (Fauzi & Anna 2005). Ordinasi dari setiap atribut digambarkan
dengan menggunakan Multidimesional Scaling (MDS).
Multidimesional scaling (MDS) pada dasarnya merupakan teknik statistik
yang mencoba melakukan transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih
rendah (Fauzi & Anna 2005). Metode ini dapat menangani data non-parametric,
dan juga dikenal sebagai metode ordinasi dalam ruang (dimensi) yang diperkecil
(ordination in reduce space). Ordinasi sendiri merupakan proses yang berupa
plotting titik obyek (posisi) disepanjang sumbu-sumbu yang disusun menurut
hubungan tertentu atau dalam sebuah sistem grafik yang terdiri dari dua atau lebih
sumbu (Legendre 2003). Melalui metode ordinasi, keragaman (dispersion) multi
dimensi dapat diproyeksikan di dalam bidang yang lebih sederhana dan mudah
dipahami.
Menurut Susilo (2003) atribut-atribut pembangunan berkelanjutan dari
setiap dimensi tersebut dapat dianalisis dan digunakan untuk menilai secara cepat
status keberlanjutan pembangunan sektor tertentu dengan menggunakan metode
multi variable non-parametrik yang disebut multidimensional scaling (MDS).
Metode ini belum pernah digunakan untuk menganalisis keberlanjutan
bioremediasi limbah hidrokarbon. Metode ini pernah digunakan untuk
mengevaluasi pembangunan perikanan yang dikenal dengan RAPFISH (The rapid
appraisal of the status of fisheries) (Kavanagh 2001; Fauzi & Anna 2005).
Keberlanjutan usaha tani pola padi sawah-sapi potong terpadu (Rap-CLS)
-
25
Suwandi 2005, indeks keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil disebut
RAPSMILE (rapid appraisal os small islands development) (Susilo 2003), dan
untuk menghitung indeks keberlanjutan dari pengembangan sistem budidaya sapi
potong disebut Rap-SIBUSAPO (rapid appraisal sistem budiadaya sapi potong)
(Mersyah 2005), Model pengelolaan sumberdaya hutan berkelanjutan di sebut
Rap-Insusforma (rapid appraisal indeks sustainable for forestry management
(Marhayudi 2006), seperti tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil penelitian yang menggunakan metode multidimensional Scaling (MDS).No. Judul Penelitian Hasil Peneliti
1. Evaluasi statuskeberlanjutansumberdaya perikanan:aplikasi pendekatanRapfish (studi kasusperairan pesisir DKIJakarta)
Keberlanjutan sumberdayaperikanan yang dikelompokkanke dalam 5 dimensi yaitu ekologi,ekonomi, sosial, teknologidanetika. Atribut yang sensitifberpengaruh terhadap statuskeberlanjutan masing-masingdimensi adalah: 1. dimensiekonomi:marketable right, sectoremployment, dan other income; 2.Dimensi social: education level,environmental knowledge, fishingincome; 3. dimensi teknologi;selective gear, on-board handlingice dan gear;4. Dimensi etika:just management, illegalfishing;5. Dimensi ekologi: rangecollapse, change in level, dan sizeof fish caught.
Fauzi& Anna (2005)
2. Keberlanjutanpembangunan pulau-pulau kecil: Studi kasusKelurahan Pulaupanggang, Pulau Pari,Kepulauan Seribu, DKIjakarta
Pembangunan Pulau-Pulau kecilbelum berkelanjutan dilihat darilima dimensi yang dikaji(ekologi, ekonomi, sosial,teknologi, hukum dankelembagaan. Dimensi ekonomimemiliki nilai keberlanjutan yangpaling rendah.
Susilo (2003)
3. Desain systembudidaya sapi potongberkelanjutan untukmendukungpelaksanaan otonomidaerah di KabupatenBengkulu Selatan
Sistem budidaya sapi potongtermasuk kategori cukupberkelanjutan. Dari lima dimensiyang dikaji (ekologi,ekonomi,sosial, teknologi, hukum dankelembagaan) didapatkan bahwadimensi ekonomi memiliki nilaikeberlanjutan yang tertinggi danyang terendah adalah sosial.
Mersyah(2005)
dilanjutkan
-
26
Tabel 3 lanjutan4. Model pengelolaan
sumberdaya hutanberkelanjutan di wilayahperbatasan KalimantanBarat
Indeks keberlanjutan pengeolaansumberdaya hutan termasukdalam kategori kurangberkelanjutan dilihat dari dimensiekologi, ekonomi, sosial,teknologi, hukum, kelembagaan.Nilai indeks terendah yaitudimensi teknologi.
Marhayudi(2006)
5 Indeks KeberlanjutanPengembangan KawasanSentra Produksi Jerukdengan Rap-CITRUSStudi Kasus di KabupatenAgam, Sumatera Barat
Indeks keberlanjutanpengembangan kawasan sentraproduksi jeruk dari dimensiekologi dan sosial berkelanjutan,sedangkan untuk dimensiekonomi, teknologi, kelembagaantidak berkelanjutan
Iswari (2008)
Fauzi & Anna (2005) menyatakan bahwa prosedur rapid appraisal indeks
keberlanjutan sumberdaya dilakukan melalui lima tahapan yaitu : (1) Analisis
terhadap data sektor yang diteliti melalui studi literatur dan pengamatan
dilapangan;(2) Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur dengan
menggunakan Excell; (3) Melakukan analisis MDS dengan software SPSS
(statistical products and solution services) untuk menentukan ordinasi dari nilai
stress melalui ALSCAL (alternating lest squares approach to scaling); (4)
Melakukan rotasi untuk menentukan posisi sumberdaya pada ordinasi bad dan
good dengan excel dan visual basic; (5) Melakukan sensitivity analysis dan Monte
Carlo Analysis untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian.
Pendekatan multidimensional telah banyak digunakan untuk analisis
ekologis. Pendekatan ini juga telah dikembangkan untuk analisis lingkungan
dimana salah satu metode yang digunakan adalah metode multidimensional
scaling (Susilo 2003). Secara umum penelitian analisis indeks keberlanjutan
dengan menggunakan metode multidimensional scaling dapat digunakan untuk
mengetahui nilai keberlanjutan dari suatu kegiatan.
Teori Respon Surface Methodologi (RSM)
Response surface methodology (RSM) adalah kumpulan teknik matematika
dan statistik yang digunakan untuk membentuk model dan menganalisis problem
dalam suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah dan bertujuan untuk
mengoptimasi respon ini. Teknik ini digunakan untuk menjawab pertanyaan-
-
27
pertanyaan: (1) bagaimana pengaruh pemberian input terhadap respon; (2)
keadaan bagaimana dari input yang akan memberikan suatu hasil yang secara
bersamaan memenuhi spesifikasi yang diharapkan; (3) pada nilai input berapa
akan memberikan hasil maksimum untuk respon tertentu. RSM tidak menangani
faktor acak, dan digunakan apabila perlakuan yang diberikan tarafnya kuantitatif
(Lorenzen et al. 1993).
Sebagai contoh seorang insinyur kimia mengharapkan untuk mendapatkan
level dari temperatur (x1) dan tekanan (x2) yang dapat memaksimumkan hasil (y)
dari suatu proses. Hasil dari proses adalah fungsi dari level temperatur dan
tekanan yang dapat ditulis sebagai : y = f (x1,x2)+ ?, dimana ? adalah galat (error)
yang dapat diobservasi dari respon y. Jika ekspektasi untuk respon dinyatakan
oleh E (y)= f (x1,x2)= ?, maka surface (permukaan) dinyatakan oleh ? = f (x1,x2)
yang dikenal sebagai response surface, atau dengan perkataan lain response
surface adalah fungsi regresi dalam regresi ganda (Montgomery 1991). Untuk
mengvisualisasikan bentuk dari response surface, maka dapat digambarkan
kountur dari response surface seperti disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Gambar tiga dimensi response surface
-
28
Response surface methodology (RSM) bentuk hubungan antara respon dan
peubah bebasnya tidak diketahui. Langkah pertama dalam RSM adalah untuk
mendapatkan suatu pendugaan yang cocok untuk fungsi yang sebenarnya antara
respon dan himpunan peubah bebasnya. Untuk pendugaan ini biasanya digunakan
suatu polinomial ordo rendah (low-order polynomial). Jika respon telah
dimodelkan dengan baik oleh fungsi linear dari peubah bebasnya, maka fungsi
yang diduga adalah model ordo pertama dan kedua :
y = ?0 + ?1x1 + ?2x2 + ......... + ?kxk + ?. Persamaan (1).
y= ?0 + ? ?1x1 + ??2x2 + ... +? ??kxk + ?. Persamaan (2).
Hampir semua persoalan RSM menggunakan salah satu dari kedua model
ini. Model polinomial bukan satu-satunya model untuk menduga hubungan fungsi
yang sebenarnya, tetapi untuk wilayah yang relatif kecil maka model polinomial
dapat digunakan dengan baik.
RSM bertujuan menentukan titik operasi optimum. Bila daerah optimum
telah diperoleh maka model yang lebih luas dapat dibentuk, dan analisis dapat
menuju daerah optimum lokal. Pada Gambar 3 terlihat bahwa analisis response
surface dapat dibayangkan seperti mendaki sebuah lembah, dimana pada puncak
lembah terdapat titik respon maksimum. Jika optimum pada titik respon
minimum, maka dapat dibayangkan seperti menurun lembah.
Karakter dari RSM, setelah menemukan titik stationer, menentukan apakah
titik stasioner merupakan titik respon maksimum atau minimum atau titik pelana
(saddle point), dan juga untuk mempelajari respon yang cukup sensitif terhadap
variabel-variabel x1, x2, ..., xk. Cara yang paling mudah untuk menentukan hal
tersebut dengan meneliti contor plot dari model yang telah dibuat. Bila hanya ada
dua atau tiga peubah proses (x), maka membentuk dan menginterpretasikan contor
plot relatih mudah.
CCD (central composite design) digunakan untuk model ordo kedua. CCD
adalah rancangan yang sangat efisien untuk model ordo kedua. Ada dua parameter
dalam rancangan harus ditentukan yaitu nilai ? (1.414) dari percobaan dan nilai
titik pusat nc (0). CCD dapat dilihat pada Tabel 4.
-
29
Tabel 4. Central Composite Design (CCD)
Code VariableRunX1 X2
1 -1 -12 -1 13 1 -14 1 1 5 0 06 0 07 0 08 1.414 09 -1.414 010 0 1.41411 0 -1.414
Metode response surface ini telah digunakan untuk menganalisis
bioremediasi tanah tercemar diazinon (Jumbriah 2006), dan penggunaan surfaktan
linear alkilbenzena sulfonat (LAS) dan nisbah C/N pada bioremediasi tanah
tercemar limbah minyak bumi (Dewi 2005). Hasil penelitian Jumbriah (2006),
bakteri yang terdapat dalam kompos mampu mendegradasi diazinon sebesar
97.5%. Bentuk permukaan respon dari pengaruh interaksi ketiga faktor (waktu,
jumlah kompos, dan konsentrasi diazinon) terhadap penurunan diazinon dapat
diketahui bahwa dengan bertambahnya waktu dan jumlah kompos yang lebih
tinggi maka penurunan diazinon juga semakin besar. Interaksi antara waktu
dengan jumlah kompos mencapai titik optimum penurunan konsentrasi diazinon.
Dari perlakuan ini diketahui interaksi ketiga faktor akan mempengaruhi optimum
penurunan konsentrasi diazinon.
Kemudian metode ini juga digunakan oleh Dewi (2005) terhadap analisis
optimasi dan hasil analisis bahwa permukaan respon degradasi TPH optimum
diperoleh dengan penambahan surfaktan 1.57 % dan nisbah C/N sebesar 40:4.109
mol mampu mendegradasi TPH sebesar 82.2 % selama 42 hari. Dari perlakuan ini
diketahui interaksi antara ketiga faktor (waktu, surfaktan dan nisbah C/N) akan
mempengaruhi optimasi penurunan konsentrasi TPH.
-
30
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perairan Departemen
Teknologi Hasil Perairan (THP) Fakultas Perikanan IPB dari bulan Januari
Agustus 2007. Penelitian analisis keberlanjutan dari proses bioremediasi
dilakukan di lokasi bioremediasi limbah bengkel KPC Kalimantan Timur pada
bulan Nopember Desember 2007.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanah segar, limbah bengkel
(minyak pelumas bekas, minyak diesel bekas dan gasolin), aquades, tripton, NaCl,
yeast extract, agar, pepton, alkohol untuk sterilisasi, kloroform, heksan, gel silika,
kompos dari sampah kota, bakteri.
Alat yang digunakan yaitu: erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, cawan
petri, jarum ose (lup inokulasi), vortex, inkubator, ruang aseptik, aluminium foil,
kapas, timbangan analisis, bunsen, kertas label, lampu bunsen, tabung ependorf
steril, korek api, hot plate, oven, shaker, botol, magnetic stirrer, thermometer, pH
indikator (pH 4.0 7.0).
Tahapan Penelitian
Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan ditujukan untuk mengetahui kondisi eksisting
pengolahan limbah bengkel (metode bioremediasi). Karakteristik awal dari tanah
yang tercemar limbah bengkel diambil dari data sekunder (laporan hasil uji TPH)
di lokasi pengolahan limbah bengkel Kaltim Prima Coal (KPC). Bioremediasi
yang dilakukan di lapangan yaitu metode landfarming dengan bioaugmentation
(penambahan bakteri Petro petrio), bioremediasi dilakukan selama 3 (tiga) bulan.
Penelitian limbah bengkel pada skala laboratorium dilakukan dengan
menggunakan kompos sampah kota (Galuga, Bogor) dan bioaugmentation.
Bakteri yang digunakan merupakan inokulan dari campuran Arthrobacter simplex,
Mycobacterium phlei dan Pseudomonas aeruginosa koleksi Laboratorium
-
31
Bioteknologi THP FPIK IPB. Inokulan dikultur dengan menggunakan media
yeast extract 5 g l-1, pepton 5 g l-1, glukosa 1 g l-1, pH media 7. Inokulan
dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi media, dilakukan secara aseptik,
diinkubasi selama 24 jam. Jumlah inokulan yang digunakan pada penelitian yaitu
5 % v/w, 10 % v/w dan 15 % v/w. Penelitian dilakukan selama 1 (satu) bulan.
Kemudian dilanjutkan dengan optimasi degradasi TPH menggunakan kompos dan
bakteri selama 16 minggu. Pada penelitian dilakukan analisis terhadap tanah.
Parameter yang dianalisis yaitu: suhu, pH, kadar air tanah, C,N,P, bobot minyak,
TPH dan jenis mikroba.
Bioremediasi skala laboratorium
Pada penelitian ini sudah diketahui karakteristik awal dari tanah yang
terkontaminasi oleh minyak pelumas, minyak diesel dan gasolin yang
mengandung hidrokarbon. Kemudian dilakukan bioremediasi terhadap tanah yang
tercemar limbah hidrokarbon. Metode yang digunakan yaitu biostimulasi kompos
dan bioaugmentation. Kompos yang digunakan dianalisis terlebih dahulu jenis
mikroba. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Kompos digunakan untuk menstimulasi tanah yang tercemar. Langkah-
langkah penelitian:
1. Tanah segar sebanyak 5 kg dimasukkan ke dalam bak plastik
2. Perlakuan yang diberikan yaitu: minyak 15 % v/w (minyak pelumas 60%+
disel 20% + gasolin 20%) ; kompos 10 %, 20 %, 30 % (w/w) ; dan inokulan
5 % (v/w), 10 %(v/w), 15 % (v/w).
3. Melakukan pengadukan secara manual untuk memberikan kandungan oksigen,
3 kali seminggu, dan penyemprotan air untuk menjaga kelembaban tanah
kali/minggu.
5. Pengambilan sampel tanah untuk menghitung jumlah mikroba (populasi
mikroba) dua minggu sekali. Untuk pengamatan suhu ruang setiap hari , pH
setiap dua minggu , kadar air tanah pada awal dan akhir. Identifikasi mikroba
dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
6. Pengambilan sampel tanah untuk analisis bobot minyak yaitu setiap 2 minggu
dan untuk analisis TPH setiap bulan (4 minggu sekali) selama 16 minggu.
-
32
Tahapan Peneltian 1
Tahapan II
Tahapan III
Gambar 4. Tahapan penelitian biostimulasi dan bioaugmentation untukbioremediasi limbah hidrokarbon seta analisis keberlanjutan
Inokulan (%):5, 10, 15
Kompos (%):10, 20, 30 Mikroba
koleksi labTHP
Tanah (5 kg)+ TPH 5.15 % (simulasiLab.)
identifikasibakteri
Analisis suhu/hari,pH , bobot minyak/2 minggu selama 16minggu, Analisis TPH/ 4 minggu selama 16 minggu
Analisis suhu/hari,pH, kadar air, bobot minyak/2 minggu/TPH selama 1 bulan
Identifikasibakteri
Optimalisasi + kompos (%): 10; 20; 30 + inokulan(%): 5; 10; 15
Penurunan TPH Optimal
Analisis MDSBioremediasi limbah hidrokarbonyang berkelanjutan
Mulai
Kondisi diworkshop (survey)
Perlakuandapat dilihatpada Tabel 6
Selesai
TPH,pH,N,P, atributsecara ekologi, ekonomi
dan sosial
-
33
Metode Analisis
Parameter yang dianalisis yaitu: Suhu, pH, kadar air tanah, C, N, P, bobot
minyak,TPH, jumlah populasi dan jenis mikroba. Selama penelitian parameter
yang diamati: Suhu, pH, bobot minyak dan jumlah populasi mikroba, sedangkan
untuk analisis TPH per empat minggu .
Suhu
Suhu adalah merupakan salah satu faktor ekologis yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan (merupakan faktor pembatas).
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer raksa.
Pengamatan dilakukan pada setiap hari (mulai dari awal sampai akhir penelitian).
pH
pH tanah dapat diukur dengan menggunakan kertas lakmus (pH indikator).
5 g tanah dimasukkan dalam botol, ditambahkan 5 ml air destilasi, dikocok selama
10 menit dan diamkan selama 5 menit. Kertas lakmus dicelupkan dengan hati-hati
pada cairan bening di atas lumpur tanah. Warna kertas lakmus disesuaikan
dengan daftar warna di kotak lakmus dan dicatat pHnya. pH tanah diukur pada
setiap perlakuan setiap 2 minggu.
Kadar air (kelembaban)
Kadar air total tanah adalah kadar air tanah yang diperoleh dengan jalan
pengeringan tanah kering udara dalam oven pada suhu 105 C sehingga bobotnya
tetap (Dasar-dasar Ilmu Tanah 1996). Contoh tanah ( 10 g) dimasukkan kedalam
botol yang bersih dan kering, kemudian dimasukkaan kedalam oven pada suhu
105 C selama 24 jam.
Unsur Hara
N Total dianalisis dengan metode Kjeldahl, kadar karbon dengan metode
Walkley and Black (Black et al. 1965) dan kadar phosphor dengan metode Bray
and Kurtz (Black et al. 1965).
-
34
Metode Gravimetri
Penentuan berat minyak dalam tanah.
Tanah sebanyak 5 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan
dengan 15 ml kloroform (CHCl3), kemudian ditutup dan diaduk menggunakan
shaker pada 200 rpm selama 30 menit. Setelah itu disaring dengan kertas saring
ukuran sedang dengan bantuan corong dan ditampung hasil ekstraksinya ke dalam
botol yang sudah diketahui beratnya (y). Hasil ekstraksi disimpan hingga seluruh
kandungan chlo