BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

107
BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG Trichoderma sp. DENGAN MIKROBA INDIGENUS RESTU YUSLIDA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H

Transcript of BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

Page 1: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT

HASIL INTERAKSI KAPANG Trichoderma sp.

DENGAN MIKROBA INDIGENUS

RESTU YUSLIDA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H

Page 2: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT

HASIL INTERAKSI KAPANG Trichoderma sp.

DENGAN MIKROBA INDIGENUS

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

RESTU YUSLIDA 1070 9500 2802

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H

Page 3: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT

HASIL INTERAKSI KAPANG Trichoderma sp.

DENGAN MIKROBA INDIGENUS

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

RESTU YUSLIDA 1070 9500 2802

Menyetujui.

Pembimbing I Pembimbing II

Irawan Sugoro, M. Si. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si. NIP. 19761018 200012 1 001 NIP.19720322 200212 2 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. NIP. 19690404 200501 2 005

Page 4: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Biosolubilisasi Batubara Lignit Hasil Interaksi Kapang Trichoderma sp. dengan Mikroba Indigenus” yang ditulis oleh Restu Yuslida, NIM 107095002802 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui

Penguji 1, Penguji 2,

Priyanti, M.Si Dini Fardila, M.Si NIP. 19750526 200012 2001 NIP. 19800330 200901 2009 Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Irawan Sugoro, M.Si Megga Ratnasari Pikoli, M.Si NIP. 19761018 200012 1001 NIP. 19720322 200212 2002

Mengetahui:

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Prodi Biologi DR. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis. DR.Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. NIP. 19680117 200112 1001 NIP. 19690404 200501 2005

Page 5: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2011

Restu Yuslida 107095002802

Page 6: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

RESTU YUSLIDA Biosolubilisasi Batubara Lignit Hasil interaksi Kapang Trichoderma sp. dengan Mikroba Indigenus

JAKARTA 2011 M / 1432 H

Page 7: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah

memberikan nikmat tak terbatas, atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga

skripsi ini dapat Penulis selesaikan. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan

untuk baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang memperjuangkan

kesempurnaan agama ini sampai akhir hayat.

Skripsi dengan judul “Biosolubilisasi Batubara Lignit Hasil

Interaksi Kapang Trichoderma sp. dengan Mikroba Indigenus” disusun

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi S1 pada Program

Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yaitu :

1. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. DR. Lily Surayya E. P., M.Env.Stud., selaku Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dini Fardila, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

ii

4. Kedua Orang tuaku “Baktiku selalu” yang senantiasa mencurahkan do’a

serta dukungan baik materil maupun moril serta adik-adikku tercinta

(Umar, Sibly dan Hafidz) yang selalu membuat tersenyum.

5. Irawan Sugoro, M.Si selaku pembimbing I, Penulis mengucapkan rasa

terimakasih sekali atas kesempatan yang telah diberikan, atas pengertian

yang senantiasa tercurah, atas nasehat kehidupan yang tak pernah

terpikirkan oleh penulis dan yang utama atas ilmu bermanfaat semoga

semuanya menjadi bekal Penulis di masa depan kelak dan semoga Allah

membalas kebaikan dan keberkahan senantiasa menyertai kehidupannya

kelak . Amien.

6. Megga R. Pikoli, M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa memberikan

masukan saran dan nasehat yang bermanfaat, semoga Allah senantiasa

menyertai keberkahan dikehidupannya kelak . Amien.

7. La ode Sumarlin, M.Si dan Rina H.P, M.Si selaku penguji seminar hasil

serta Priyanti, M.Si dan Dini Fardila, M.Si selaku penguji sidang

munaqasah terimakasih atas saran dan masukan yang sangat berarti untuk

Penulis.

8. Dosen-dosen biologi tercinta terimakasih atas ilmu bermanfaat yang

senantiasa tercurah, atas perjalanan masa kuliah yang penuh suka duka

terutama dengan sekelumit tugas-tugas demi kemajuan mahasiswa

pastinya.

9. Encing Iyus, encing Mulia, encing Diding dan encing Toni terimakasih

atas motivasi dan kebaikannya sehingga teratasi semuanya dengan baik.

Page 9: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

iii

10. Sahabat tersayang Khuzaifah, Amaliah, Nasti, Fauziah, Ulan, Ririn,

Putasa, Kiki, Eri, Rose dan khusus keluarga biologi 2007 Saintek atas

semangat perjuangan yang senantiasa menghiasi hari-hari kita semua.

11. Kakak-kakak kelas Penulis senantiasa menyiratkan semangat perjuangan

untuk menyelesaikan studi dengan baik, semoga silaturahmi kita takkan

pernah terputus.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh

karena itu usul serta saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi

penyempurnaan skripsi ini.

Jakarta, Agustus 2011

Restu Yuslida

Page 10: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

iv

ABSTRAK

Restu Yuslida. Biosolubilisasi Batubara Lignit Hasil Interaksi Kapang Trichoderma sp. dengan Mikroba Indigenus. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Biosolubilisasi batubara merupakan proses mengubah padatan batubara menjadi fase cair dengan bantuan mikroba, seperti bakteri dan jamur menjadi produk yang setara dengan minyak bumi. Penelitian sebelumnya, telah diperoleh isolat kapang yang berpotensi sebagai agen biosolubilisasi batubara, yaitu Trichoderma sp. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkarakterisasi produk biosolubilisasi batubara hasil interaksi kapang Trichoderma sp. dengan mikroba indigenus batubara. Metode yang dilakukan adalah kultur submerged dengan perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) diinkubasi pada suhu ruang dengan agitasi 120 rpm. Hasil penelitian menunjukkan biosolubilisasi batubara lignit hasil interaksi antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba indigenus (perlakuan D) dalam mengsolubilisasi batubara lignit lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Karakteristik produk biosolubilisasi batubara lignit hasil interaksi antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba indigenus (perlakuan D) berdasarkan analisis senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi, serta asam humat dan fulvat menunjukkan nilai yang tertinggi pada umumnya hari kedua inkubasi. Hasil scaning pada panjang gelombang 200-600 nm produk biosolubilisasi memperlihatkan terjadinya perbedaan pola pada semua perlakuan. Hasil analisis FTIR mendeteksi terjadinya peningkatan intensitas gugus fungsi yaitu gugus hidroksil, karbonil, gugus karboksilat, eter dan aromatik pada perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) dibandingkan dengan perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) dan C (MSS + batubara mentah 5%). Hasil analisis GCMS pada produk biosolubilisasi menunjukkan senyawa yang terdeteksi didominasi senyawa alifatik rantai panjang dan umumnya berpotensi sebagai solar.

Kata kunci : Biosolubilisasi batubara, interaksi, mikroba indigenus, Trichoderma sp.

Page 11: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

v

ABSTRACT Restu Yuslida. Biosolubilization of Lignite Coal by Interaction of Trichoderma sp. Moulds with Indigenous Microbes. Undergraduate Thesis. Biology Department. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. 2011. Biosolubilization of coal is a process of converting solid coal into liquid phase by using microbes, such as bacteria and fungi into a product which is equivalent to petroleum. Previous research has succesfully isolated mold as coal biosolubilization agent, namely Trichoderma sp. The purpose of this research was to characterize the product of coal biosolubilization resulted form mold Trichoderma sp. interaction with coal indigenous microbes. The method used was submerged culture and the treatments were A (MSS + coal sterile 5%), B (MSS + coal sterile 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + raw coal 5%) and D (MSS + raw coal + Trichoderma sp.). The treatments were incubated at room temperature and 120 rpm agitation. The result showed biosolubilization resulted form interaction between Trichoderma sp. with the indigenous microbes (D treatment) gave the highest performance. The highest biosolubilization occured after second day of incubation based on the analysis of phenolic and aromatic conjugated compounds and the humic and fulvic acid concentration. The scanning of biosolubilization product showed different patterns for all treatments. The FTIR analysis of biosolubilization product has detected an increase in the intensity of hidroxyl, carbonyl, carboxylat, ether and functional group of aromatic for B (MSS + coal sterile 5% + Trichoderma sp.) and D treatment (MSS + raw coal + Trichoderma sp.) than A (MSS + coal sterile 5%) and C (MSS + raw coal 5%) treatment. The GCMS analysis showed the detected compound was dominated by long chains aliphatic for all treatment and have the same potensial as diesel.

Keywords : Biosolubilization of coal, interactions, indigenous microbe, Trichoderma sp.

Page 12: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

vi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

ABSTRAK.............................................................................................................. iv

ABSTRACT............................................................................................................ v

DAFTAR ISI........................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. x

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang................................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah.......................................................................... 4

1.3. Hipotesis........................................................................................... 5

1.4. Tujuan Penelitian.............................................................................. 5

1.5. Manfaat Penelitian............................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batubara............................................................................................ 7

2.2. Hubungan Antar Mikroba................................................................. 13

2.3. Biosolubilisasi Batubara oleh Mikroba............................................. 16

2.4. Mikroba Indigenus dan Kapang Trichoderma sp............................. 19

2.5. Kerangka Berpikir............................................................................. 22

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................... 23

3.2. Alat dan Bahan.................................................................................. 23

3.3. Prosedur Kerja................................................................................... 24

Page 13: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

vii

3.3.1 Persiapan dan Sterilisasi Alat........................................... 24

3.3.2. Persiapan Serbuk Batubara.............................................. 24

3.3.3. Pembuatan Media Minimal Salt Solution (MSS)............. 25

3.3.4.

Pembuatan Media Potato Dextrose Mineral Agar (PDMA)...........................................................................

25

3.3.5. Pembuatan Media Trypticase Soy Mineral Agar (TSMA)............................................................................

26

3.3.6. Pembuatan kultur Inokulum Spora Trichoderma sp....... 26

3.3.7. Pengujian Biosolubilisasi Batubara.................................. 26

3.3.8. Pengukuran pH Media ................................................... 28

3.3.9. Pengamatan Perubahan Populasi Bakteri dan Fungi........ 28

3.3.10. Pengukuran Biosolubilisasi Batubara melalui Analisis Senyawa Fenolik dan Aromatik Terkonjugasi serta Perubahan Pola Panjang Gelombang pada 200-600 nm..

29

3.3.11. Pengukuran Produksi Asam Humat dan Fulvat.............. 29

3.3.12. Analisis Gugus Fungsi Hasil Biosolubilisasi Batubara dengan FTIR...................................................................

29

3.3.13. Analisis Hasil Biosolubilisasi Batubara dengan Spektrometer GCMS.......................................................

30

3.3.14. Analisis Data.................................................................... 31

3.4. Skema Penelitian............................................................................ 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perubahan pH Media...................................................................... 33

4.2. Perubahan Populasi Bakteri dan Fungi.......................................... 36

4.3. Analisis Produk Biosolubilisasi...................................................... 47

4.3.1. Analisis Senyawa Fenolik dan Aromatik Terkonjugasi... 47

Page 14: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

viii

4.3.2. Perubahan Pola Panjang Gelombang pada 200-600 nm.. 51

4.3.3. Produksi Asam Humat dan Fulvat................................... 54

4.3.4. Karakteristik Gugus Fungsi Hasil Biosolubilisasi

Batubara...........................................................................

57

4.3.5 Identifikasi Senyawa Hasil Biosolubilisasi dengan

GCMS..............................................................................

61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan................................................................................... 68

5.2. Saran............................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 70

LAMPIRAN............................................................................................................ 76

Page 15: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi Media.............................................................. 24

Tabel 2. Kultur Perlakuan Biosolubilisasi Batubara....................... 27

Tabel 3. Kondisi Optimum GCMS................................................. 31

Tabel 4. Populasi kapang pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), (B (MSS + batubara steril 5%+ Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm....................................................................................

44

Tabel 5. Hasil scanning 200-600 nm pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%), dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm..................................................................

53

Tabel 6. Senyawa Hasil Biosolubilisasi Batubara Lignit dengan GCMS...............................................................................

61

Page 16: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses pembentukan Batubara......................................... 8

Gambar 2. Model Struktur Batubara dari Tingkatan berbeda..............................................................................

9

Gambar 3. Penampilan Fisik Batubara Lignit.................................... 10

Gambar 4. Penampilan Fisik Batubara Subbituminus........................ 11

Gambar 5. Penampilan Fisik Batubara Bituminus............................. 12

Gambar 6. Penampilan Fisik Batubara Antrasit................................. 12

Gambar 7. Trichoderma sp................................................................. 20

Gambar 8. Nilai pH pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.............

34

Gambar 9. Enumerasi bakteri pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm....................................................................................

37

Gambar 10. Perubahan populasi bakteri pada kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.)........................................

40

Gambar 11. Pertumbuhan khamir pada kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%), dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm................................................

46

Gambar 12. Nilai absorbansi (A) senyawa fenolik dan (B) senyawa aromatik terkonjugasi pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.....

48

Page 17: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

xi

Gambar 13. Nilai absorbansi (A) Asam Humat (B) Asam fulvat 561 nm pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm........................................

55

Gambar 14. Hasil FTIR produk biosolubilisasi (1) Kontrol media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) (2) media perlakuan A hari ke-2 (3) media perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + kapang Trichoderma sp.)hari ke-2..

58

Gambar 15.

Hasil FTIR produk biosolubilisasi (1) Kontrol media perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) (2) media perlakuan C hari ke-2 (3) media perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) hari ke-2..........

59

Gambar 16. Persentase Area senyawa hidrokarbon yang setara dengan bensin dan solar pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%), dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm hari ke-2............................................................................

65

Page 18: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Jenis Bakteri yang Terdapat pada Kultur Perlakuan........ 76

Lampiran 2. Hasil Pewarnaan Gram..................................................... 77

Lampiran 3. Jenis Kapang.................................................................... 78

Lampiran 4. Khamir pada Perlakuan Medium dengan Batubara Mentah Hari Inkubasi ke-14.............................................

79

Lampiran 5. Kolonisasi Kapang pada Batubara Perbesarn 400x.......... 80

Lampiran 6. Nilai pH............................................................................ 82

Lampiran 7. Analisis Statistik Produk Biosolubilisasi.......................... 83

Lampiran 8. Kromatogram Hasil GCMS Biosolubilisasi..................... 87

Lampiran 9. Inokulum Kapang Trichoderma sp ................................. 89

Page 19: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Batubara merupakan salah satu sumber energi yang penting di dunia

selain gas alam dan minyak bumi. Menurut IEA (2009), jumlah cadangan gas

alam 163,3 triliun ton, minyak bumi 164,5 triliun ton dan batubara 462,6 triliun

ton. Perkiraan ketersediaan sumber energi tersebut pada minyak bumi selama 50

tahun, gas bumi untuk 63 tahun dan batubara untuk 146 tahun. Menipisnya

cadangan sumber energi di dunia tanpa adanya energi alternatif dapat

menghambat produktivitas perekonomian sehingga pencarian energi alternatif

dengan kualitas yang baik perlu dilakukan. Pemanfaatan batubara tampaknya

dapat dijadikan solusi atas permasalahan ini.

Di Indonesia ketersediaan cadangan batubara berdasarkan data akhir

tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan batubara sebesar

20,98 miliar ton atau 0,5% dari total cadangan batubara terbukti di dunia.

Cadangan batubara Indonesia didominasi oleh jenis lignit (kandungan kalori

rendah) sebesar 59%, subbituminus (kandungan kalori sedang) sebesar 27%, dan

bituminus mencapai 14%, sedangkan antrasit kurang dari 0,5% (ESDM, 2010).

Ketersediaan sumber energi terutama batubara membuka peluang untuk

mengembangkannya menjadi suatu energi alternatif yang ramah lingkungan.

Page 20: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

2

Pada tahun 2010 diperkirakan batubara akan memegang peranan

sebesar 25% dari total kebutuhan energi domestik. Hal tersebut didukung oleh

pemerintah melalui Peraturan Presiden. No.5 Tahun 2006 mengenai Kebijakan

Energi Nasional (KEN), dimana penggunaan batubara akan ditingkatkan menjadi

33% dan batubara yang dicairkan sebesar 2 % pada tahun 2025 untuk mengurangi

ketergantungan terhadap minyak bumi (ESDM, 2010).

Pemanfaatan batubara terutama di Indonesia berasal dari jenis batubara

kalori rendah dan sedang, sedangkan batubara kalori tinggi kebanyakan diekspor.

Batubara dari jenis kalori rendah seperti lignit merupakan batubara yang kurang

ekonomis karena memiliki kadar air yang sangat tinggi (di atas 30%) dan nilai

kalor di bawah 5.000 kcal/kg serta mengandung abu tinggi. Hal tersebut

menyebabkan batubara dari jenis ini tidak dimanfaatkan dan diperlukan

peningkatan kualitasnya untuk dapat digunakan, antara lain dengan teknologi

gasifikasi atau liquifikasi. Batubara lignit banyak digunakan untuk pembangkit

tenaga listrik dan panas sebesar 96,4%. Namun, pembakaran lignit mengakibatkan

polusi yang cukup berbahaya karena menghasilkan sulfur oksida (SOx), nitrogen

oksida (NOx), karbon dioksida (CO2) dan logam berat (Xuchang dkk., 2000).

Dampak yang tidak baik untuk lingkungan menjadi pertimbangan yang harus

dipikirkan dalam pemakaian jenis batubara ini. Pembakaran batubara perlu

dihindari dan menerapkan alternatif pemanfaatannya merupakan solusi aman

penggunaan batubara sebagai sumber energi.

Pencairan batubara pada awalnya dianggap menjadi alternatif

pemanfaatan batubara yang baik dimana menggunakan metode kimia dan fisika

Page 21: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

3

yaitu proses sintesis Fischer-Tropsch, Bergius dan Brown Coal Liquefication

Technology (BCL). Namun, penerapan metode ini membutuhkan biaya

operasional yang cukup tinggi karena dilakukan dalam temperatur dan tekanan

yang tinggi serta memerlukan instalasi yang cukup rumit (Yoshida, 2007).

Alternatif lainnya adalah pencairan batubara dengan memanfaatkan mikroba atau

yang dikenal dengan biosolubilisasi.

Biosolubilisasi adalah proses mengubah padatan batubara menjadi fase

cair dengan bantuan mikroba, seperti bakteri dan jamur (Faison dkk., 1989).

Biosolubilisasi memiliki beberapa kelebihan di antaranya produk yang dihasilkan

tidak menghasilkan SOx dan NOx selama proses pembakaran (Fakoussa & Frost,

1999). Biosolubilisasi batubara sangat ditentukan oleh agen biologi, jenis batubara

dan kondisi lingkungan. Struktur dan kompleksitas batubara yang berbeda di

setiap daerah mempengaruhi pertumbuhan mikroba pengsolubilisasi, sedangkan

mikroba berperan sebagai katalis atau penghasil enzim pengsolubilisasi (Wise,

1990).

Sejumlah strain jamur dan bakteri filamentous diketahui mampu

berinteraksi dengan batubara kualitas rendah dengan proses ekstraselular (Faison

dkk., 1989). Hasil isolasi dan seleksi pada penelitian sebelumnya telah diperoleh

isolat kapang Trichoderma sp. yang berpotensi sebagai agen biosolubilisasi

batubara lignit (Sugoro dkk., 2011). Produk yang dihasilkan berupa senyawa yang

setara dengan minyak bumi, tetapi masih dalam jumlah yang sangat kecil.

Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui interaksi kapang terseleksi

dengan mikroba indigenus batubara seperti bakteri, khamir atau kapang lainnya.

Page 22: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

4

Mikroba indigenus merupakan mikroba-mikroba setempat atau mikroba pribumi

pada suatu substrat (Waluyo, 2009). Diharapkan akan terbentuk konsorsium yang

menguntungkan antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba indigenus. Hal

tersebut penting karena kompleksitas dan heterogenitas senyawa penyusun

batubara. Satu jenis mikroba mempunyai kemampuan metabolisme terbatas,

sehingga proses biosolubilisasi batubara kemungkinan tidak dapat dilakukan oleh

satu jenis (Brenner dkk., 2008). Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melakukan

penelitian yang membandingkan penggunaan batubara mentah dan batubara steril

dalam proses biosolubilisasi. Hasil penelitian Pokorný dkk. (2005) menyatakan

batubara lignit mentah mengandung mikroba berupa Prokariota dan Eukariota

(fungi).

Aplikasi pencairan batubara lignit yang dilakukan dengan kondisi

mentah akan menghemat biaya operasional. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini

akan dilakukan biosolubilisasi dengan menggunakan batubara mentah dan steril.

Diharapkan proses biosolubilisasi dengan batubara mentah mampu menghasilkan

produk yang lebih baik dibandingkan batubara steril. Hal tersebut akan menjadi

suatu gagasan baru dalam penerapan teknologi biosolubilisasi yang lebih

ekonomis.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana interaksi antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba

indigenus dalam mengsolubilisasi batubara lignit?

Page 23: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

5

2. Bagaimana karakteristik produk hasil biosolubilisasi batubara lignit

hasil interaksi antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba

indigenus?

1.3. Hipotesis

1. Interaksi antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba indigenus

dapat meningkatkan biosolubilisasi batubara lignit.

2. Senyawa hasil biosolubilisasi antara kapang Trichoderma sp. dengan

mikroba indigenus merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki

karakteristik bensin dan solar.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kemampuan biosolubilisasi batubara lignit hasil interaksi

antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba indigenus dalam

mengsolubilisasi batubara lignit.

2. Mengetahui karakteristik produk biosolubilisasi batubara lignit hasil

interaksi antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba indigenus.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung aplikasi pencairan

batubara mentah tanpa didahului sterilisasi dengan memberikan informasi

mengenai potensi dari interaksi antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba

Page 24: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

6

indigenus dalam mengsolubilisasi batubara lignit serta karakterisasi dari produk

biosolubilisasi batubara yang dihasilkan untuk bahan bakar alternatif.

Page 25: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batubara

Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk

dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan

oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata

batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama

jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batu bara (World Coal Institute, 2005).

Proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara disebut dengan

pembatubaraan atau coalification (Speight, 1994). Pembentukan batubara

berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang

mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan

kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroba juga memegang peranan

yang sangat penting.

Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan karbon

(Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang

berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap

endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu

pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik (Speight, 1994). Proses

pembentukan batubara dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 26: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

8

)

Gambar 1. Proses Pembentukan Batubara (Susilawati, 2008)

Proses pembentukan batubara diawali oleh adanya pertumbuhan

tumbuhan pembentuk batubara di lingkungan rawa-rawa. Tumbuhan tersebut

kemudian mati dan terbenam di rawa. Pada akhirnya sisa-sisa tumbuhan yang

mati membentuk suatu lapisan, yang kemudian menghilang di bawah permukaan

air dan terawetkan melalui proses biokimia. Adanya proses tektonik

mengakibatkan terjadinya penurunan muka tanah (subsidence), sehingga hutan

berakhir dibawah muka air, kehidupan tumbuhan pun berakhir. Selanjutnya

material klastik yang dibawa oleh sungai diendapkan di atas sisa-sisa tumbuhan

yang telah mati tersebut. Material klastik tersebut dapat berupa lapisan batu pasir,

batu lempung atau batu lanau yang kemudian menjadi tebal jika pengendapan

terjadi dalam kurun waktu yang lama. Lapisan-lapisan tersebut dikenal sebagai

lapisan pembawa batubara yang ketebalannya bisa mencapai ratusan meter. Jika

penurunan tanah (subsidence) berkurang atau adanya proses pengangkatan tanah,

daratan dapat muncul kembali di atas muka air sehingga tumbuhan dapat hidup

kembali. Daur pun berulang kembali. Dengan cara seperti ini akan terbentuk

Page 27: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

9

beberapa lapisan sisa-sisa tumbuhan dengan kehadiran batu pasir, batu lanau atau

batu lempung berselingan mengendap (Susilawati, 2008).

Dalam proses biokimia, adanya aktifitas bakteri mengubah bahan sisa-

sisa tumbuhan menjadi gambut (peat). Gambut yang telah terbentuk lambat laun

tertimbun oleh endapan-endapan lainnya seperti batu lempung, batu lanau dan

batu pasir. Seiring perjalanan waktu yang mungkin berpuluh juta tahun, gambut

ini akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimia akibat pengaruh tekanan dan

temperatur, sehingga berubah menjadi batubara. Pada proses pembatubaraan,

gambut berubah menjadi batubara lignit, subbituminus, bituminous dan batubara

antrasit (Susilawati, 2008). Berikut struktur kimia dari beberapa jenis batubara

(Gambar 2).

Gambar 2. Model Struktur Batubara dari Tingkatan Berbeda (Schulten dan Schnitzer, 1993)

Page 28: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

10

Berdasarkan kandungan karbon, oksigen, dan hidrogennya, batubara

diklasifikasikan menjadi beberapa golongan utama. Semakin banyak kandungan

energi dalam batubara, maka kandungan energi dalam batubara semakin banyak

pula. Batubara dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu lignit,

subbituminus, bituminus dan antrasit.

Lignit merupakan jenis batubara yang secara geologis tergolong jenis

batubara yang paling muda dan di dalamnya termasuk brown coal atau Low Rank

Coal (LRC). Pada umumnya warna lignit mulai dari coklat hingga hitam

kecoklatan. Lignit sebagian besar terdiri dari material kayu kering yang terkena

tekanan tinggi. Kandungan karbon pada lignit paling rendah di antara jenis lain,

yakni berkisar antara 20-35% berat sementara itu kandungan airnya lebih tinggi.

Nilai kalori lignit berdasarkan American Testing Society for Testing and Material

kurang dari 19,3 MJ/Kg. Berdasarkan nilai kalori, lignit dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu lignit A dan B dengan nilai kalori 14,7 – 19,3 MJ/Kg dan ≤ 14,7

MJ/Kg (ATS, 2009).

Gambar 3. Penampilan Fisik Batubara Lignit (www. ptba.co.id)

Page 29: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

11

Subbituminus merupakan hasil perubahan lignit dalam tekanan yang

lebih tinggi. Batubara jenis subbituminus memiliki warna hitam dengan nilai kalor

yang tinggi daripada batubara lignit. Kandungan karbon di dalam batubara ini

berkisar 35-45% dan batubara subbituminus memiliki kandungan sulfur yang

lebih rendah daripada batubara bituminus serta hasil pembakaran yang lebih

bersih (Tekmira, 2006). Nilai kalori jenis subbituminus, berdasarkan American

Testing Society for Testing and Material dari 19,3 – 26,7 MJ/Kg. Berdasarkan

nilai kalori, jenis batubara ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu subbituminus A,

B dan C dengan nilai kalori 19,3 – 22,1 MJ/Kg, 22,1 – 24,4 MJ/Kg dan 24,4 –

26,7 MJ/Kg (ATS, 2009).

Gambar 4. Penampilan Fisik Batubara Subbituminus (www. ptba.co.id)

Batubara bituminus memiliki warna hitam dengan komposisi terdiri dari

air dengan jumlah yang sangat kecil, bahan mudah menguap sekitar 15–20%

berat. Sementara itu jumlah karbonnya sebanyak 45-80% berat. Hasil pembakaran

batubara bituminus berupa api berwarna kuning yang berasap, berabu, dan

mengandung komponen sulfur yang mudah menguap. Sebagian besar penggunaan

Page 30: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

12

batubara bituminus ditujukan untuk pembangkit listrik serta dikonversi menjadi

arang (coke) yang digunakan dalam industri baja (Tekmira, 2006).

Gambar 5. Penampilan Fisik Bituminus (www. ptba.co.id)

Batubara antrasit merupakan batubara dengan tingkat metamorfik

paling tinggi. Batubara ini dikenal sebagai batubara keras dan memiliki kilau

berlian. Batubara antrasit merupakan jenis batubara dengan kandungan karbon

dan jumlah energi yang paling tinggi. Kandungan karbon dalam batubara antrasit

dapat mencapai 80-96% berat. Meskipun sulit dibakar, pembakaran batubara

antrasit tergolong pembakaran yang sangat bersih dan bebas asap (Tekmira,

2006).

Gambar 6. Penampilan Fisik Batubara Antrasit (www. ptba.co.id)

Page 31: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

13

2.2. Hubungan Antar Mikroba

Hubungan antar mikroba ditemukan di alam yang berkumpul bebas di

dalam suatu media yang sama. Hubungan antara mikroba dapat dibedakan

menjadi beberapa yaitu netralisme, kompetisi, antagonis, komensalisme,

mutualisme, sinergisme, parasitisme, dan predatorisme. Hubungan mikroba secara

netralisme merupakan hubungan yang saling menguntungkan maupun tidak saling

menguntungkan hal ini disebabkan masing-masing mikroba memerlukan zat-zat

tertentu bagi diri mereka masing-masing meskipun hidup di dalam medium yang

sama (Dwidjoseputro, 2005).

Suatu hubungan antar mikroba yang saling merugikan ditunjukkan

dengan adanya persaingan antar mikroba dalam memperebutkan kebutuhan hidup.

Hanya mikroba yang kuat mampu bertahan dibandingkan dengan mikroba lainnya

dalam persaingan tersebut sehingga hubungan yang terjadi merupakan bentuk

kompetisi. Hubungan antagonisme menyatakan suatu hubungan yang asosial

ditunjukkan adanya suatu spesies menghasilkan zat yang meracuni spesies lain

sehingga pertumbuhan spesies lain terganggu. Suatu hubungan yang menunjukkan

suatu spesies mendapatkan keuntungan, sedangkan spesies yang lain tidak

dirugikan olehnya disebut komensalisme. Mutualisme merupakan suatu bentuk

simbiosis antara dua spesies, ditunjukkan dengan masing-masing yang bersekutu

mendapatkan keuntungan dan jika berpisah satu sama lain masing-masing spesies

tidak atau kurang dapat bertahan. Sinergisme merupakan suatu hubungan antara

dua spesies yang hidup bersama dan mengadakan kegiatan yang tidak saling

mengganggu, akan tetapi kegiatan masing-masing itu justru berupa suatu urutan

Page 32: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

14

yang saling menguntungkan. Suatu hubungan yang hanya mengakibatkan

keuntungan disatu pihak saja dan pihak lain dirugikan disebut parasitisme. Suatu

hubungan antara pemangsa dan mangsa ditunjukkan dengan adanya suatu spesies

memakan spesies lain disebut hubungan predatorisme (Dwidjoseputro, 2005).

Di alam terdapat banyak mikroba dengan kekhasan metabolisme dan

kometabolisme yang dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi suatu materi

terutama senyawa organik. Suatu senyawa dengan susunan yang kompleks dan

heterogen menyebabkan suatu spesies tunggal mikroba tidak dapat mendegradasi

keseluruhan komponen penyusunnya sehingga diperlukan suatu interaksi yang

saling menguntungkan dalam bentuk konsorsium (Nugroho, 2007).

Konsorsium merupakan suatu pola interaksi antar mikroba berbeda

yang bertujuan untuk mempertahankan hidup. Di alam, mikroba tidak hidup

terisolasi secara ruang dan waktu. Terjadi hubungan yang setimbang antar

mikroba dan setiap mikroba memiliki peran masing-masing di ekosistem

tergantung dari potensi genetik. Pola konsorsium dapat diketahui dengan cara

mengisolasi dan menyeleksi mikroba dan kemudian memvariasikan dalam bentuk

kultur campur. Populasi satu jenis mikroba akan berbeda dengan ketidakhadiran

atau kehadiran jenis mikroba lainnya. Interaksi antara dua populasi berbeda,

secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan tidak adanya saling pengaruh

keduanya, satu atau keduanya saling menguntungkan atau merugikan (Brenner

dkk., 2008). Konsorsium diperlukan terutama untuk kultur dengan substrat berupa

senyawa komplek dan heterogen, seperti batubara dan minyak bumi. Menurut

Page 33: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

15

Bushil dan Slater (1981), terdapat 7 kelompok komunitas berdasarkan interaksi

antara mikroba, yaitu :

1. Struktur yang terbentuk oleh pertukaran (saling berbagi) nutrien-nutrien

spesifik di antara anggota-anggota komunitas.

2. Struktur yang terbentuk oleh pembuangan produk metabolisme yang mungkin

menghambat anggota komunitas yang memproduksinya, termasuk komunitas

yang memindahkan hidrogen.

3. Struktur yang terbentuk oleh interaksi yang menyebabkan terjadinya

modifikasi pada parameter-parameter pertumbuhan populasi yang

menghasilkan komunitas yang lebih kompetitif atau efisien (dibandingkan

dengan komponen-komponen populasinya).

4. Struktur yang terbentuk oleh terjadinya metabolisme bersama yang selaras,

yang tidak diekspresikan oleh populasi-populasi secara sendirian.

5. Struktur yang terbentuk oleh adanya kometabolisme.

6. Struktur yang terbentuk oleh adanya transfer ion-ion hidrogen.

7. Struktur yang terbentuk oleh lebih dari satu pengguna substrat primer, dengan

interaksi yang sering tidak dipahami.

Konsorsium mikroba dalam biokonversi batubara, banyak digunakan

untuk memproduksi gas metana (biogasifikasi). Jenis batubara yang digunakan

adalah kualitas rendah (Polman dkk., 1991) dan kualitas tinggi (Johnson dkk.,

1994). Selain untuk biogasifikasi, konsorsium juga dimanfaatkan untuk produksi

alkohol (Faison dkk., 1989) dan biosolubilisasi (Faison dkk., 1989; Wadhwa &

Sharma, 1998). Biokonversi batubara, tidak selalu memerlukan konsorsium.

Page 34: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

16

Penelitian biosolubilisasi umumnya hanya menggunakan kultur tunggal, bahkan

penelitian yang dilakukan oleh Gramms dkk. (1999) melaporkan bahwa interaksi

antara kapang Pleurotus dengan bakteri indigenus batubara menyebabkan

terjadinya penghambatan proses solubilisasi. Berbeda halnya dengan hasil

penelitian Sugoro dkk. (2010) yang menunjukkan terjadinya interaksi positif

antara kapang Trichoderma sp. dan Penicillium sp., dengan mikroba indigenus

batubara yang ditandai dengan tingginya tingkat biosolubilisasi dan produknya

dibandingkan dengan kontrol batubara steril.

2.3. Biosolubilisasi Batubara oleh Mikroba

Biosolubilisasi adalah proses mengubah padatan batubara menjadi fase

cair dengan bantuan mikroba, seperti bakteri dan jamur. Produknya dapat

digunakan sebagai bahan bakar dan industri kimia. Proses biosolubilisasi dapat

pula digunakan untuk mengurangi kandungan sulfur atau logam toksik pada

batubara (Faison dkk., 1989).

Sejumlah strain jamur dan bakteri filamentous diketahui berinteraksi

dengan batubara kualitas rendah, melalui proses ekstraselular untuk menghasilkan

medium yang lebih gelap selama proses kultur atau cairan gelap ketika

ditumbuhkan pada permukaan kultur agar (Faison dkk., 1989). Contoh bakteri

yang dapat dimanfaatkan untuk proses ini adalah Thiobacillus ferroxidans,

Leptospirillum ferrooxidans, dan Rhodococcus erythropolis. Sementara itu contoh

fungi yang dapat dimanfaatkan untuk proses ini diantaranya Polyporus versicolor,

Page 35: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

17

Trametes versicolor, Penicillium, Streptomyces, Phaerochaete chrysosporium,

Candida sp., dan Cunninghamella sp. (Scott dkk., 1991).

Pemanfaatan fungi untuk biosolubilisasi, pertama kali dilaporkan oleh

Cohen dan Gabriele (1982). Lignit dari Amerika dapat dibiosolubilisasi oleh fungi

Polyporus versicolor dan Poria montico. Kemudian Catcheside dan Mallett

(1991) melaporkan bahwa lignit Australia dapat disolubilisasi oleh Coriolus

versicolor, Phanerochaete chrysosporium, dan 4 spesies lainnya. Biosolubilisasi

dengan lignit Jerman menggunakan tujuh basidiomycetes telah diteliti dan

dikonfirmasi oleh Reiss (1992). Selanjutnya Machnikowska dkk. (2002)

menemukan bahwa Polish lignit dapat disolubilisasi oleh strain P. putida dan

Basaran dkk. (2003) telah sukses mengsolubilisasi lignit Turki ke bentuk cairan

hitam dengan menggunakan fungi Corilous versicolor. Saat ini, Shi dkk. (2009)

telah mengsolubilisasi lignit dengan fungi.

Fungi lainnya yang telah dilaporkan memiliki kemampuan

mengsolubilisasi batubara adalah Trametes versicolor, Penicillium, Streptomyces,

Cunninghamella sp., Mucor sp., Aspergillus sp., Pleurotus djamor dan

P.citrinopilatus, Trichoderma atroviride (Holker dkk., 2002), Lentinula edodes,

Trametes versicolar (Gotz & Fakoussa., 1999), Pleurotus chrysosporium,

Pleurotus sajor-caju, Pleurotus sapidus, Pleurotus florida (Basaran dkk., 2003),

Pleurotus ostreatus, Nematoloma frowardii, Clitocybula dusenii, Auricularia sp.,

dan Stropharia rugosoannulata. Di Indonesia, penelitian biosolubilisasi batubara

telah dilakukan oleh Sugoro dkk. (2009) dengan menggunakan fungi indigenus

dan jenis batubara subbituminus dengan produk yang dihasilkan berupa senyawa-

Page 36: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

18

senyawa yang setara dengan bahan bakar minyak dengan menggunakan kapang

Trichoderma sp. dan Penicillium sp.

Produk biosolubilisasi biasanya berupa campuran senyawa teroksidasi

yang larut dalam air dengan kisaran berat molekul 30 – 300 kDa dan banyak

memiliki gugus fungsi karboksil dan karbonil (Fakoussa dkk., 1994). Produk

biosolubilisasi batubara dengan menggunakan kapang Neurospora crassa berupa

hidrokarbon, yaitu C6H10 dan C25H26, C24H38 dan C26H14. Produk hasil solubilisasi

umumnya berupa senyawa asam karboksilat aromatik atau ester aromatik (Shi

dkk., 2009).

Di dalam proses biodegradasi terdapat beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap unjuk kerja mikroba yang digunakan. Faktor-faktor tersebut

dapat berupa kondisi lingkungan, nutrisi, lamanya waktu proses, perlakuan awal

terhadap batubara, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut memiliki efek yang

bervariasi, tergantung pada jenis mikroba yang digunakan. Pengetahuan mengenai

faktor-faktor ini diperlukan untuk memperoleh unjuk kerja yang paling optimal

sehingga jumlah sulfur yang berhasil dihilangkan dapat semaksimal mungkin.

Beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses biodegradasi di

antaranya jenis batubara, suhu, agitasi, aerasi, pH, ukuran partikel, pra-perlakuan,

jenis medium, surfaktan, konsentrasi batubara, ion logam, sumber karbon, sumber

nitrogen, dan konsentrasi inokulum (Selvi dkk., 2009).

Page 37: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

19

2.4. Mikroba Indigenus dan Kapang Trichoderma sp.

Mikroba indigenus merupakan mikroba-mikroba setempat atau

mikroba pribumi pada suatu substrat. Kehidupan mikroba indigenus tidak

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim, temperatur, maupun kelembapan

(Waluyo, 2009). Hasil penelitian Pokorný dkk. (2005) menyatakan batubara lignit

mentah mengandung mikroba berupa Prokariota dan Eukariota (fungi).

Kompleksitas dan heterogen komponen penyusun batubara mengakibatkan proses

biosolubilisasi kemungkinan tidak dapat dilakukan oleh satu jenis mikroba. Oleh

sebab itu, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji konsorsium antara mikroba

indigenus dengan kapang yang berpotensi dalam proses biosolubilisasi.

Kapang adalah kelompok mikroba yang tergolong dalam fungi. Kapang

adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen dan pertumbuhannya mudah

dilihat karena penampakannya berserabut seperti kapas. Kapang terdiri atas suatu

tallus yang tersusun dari filamen bercabang yang disebut hifa. Hifa tumbuh dari

spora yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ, dimana tuba ini

akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjang dan bercabang, kemudian

akan membentuk suatu massa hifa yang disebut miselium (Fardiaz, 1989).

Trichoderma sp. merupakan salah satu jenis kapang dengan

klasifikasinya adalah filum: Ascomycota, kelas: Euascomycetes, ordo:

Hypocreales, famili: Hypocreaceae, genus: Trichoderma, spesies: Trichoderma

sp. (Persoon ex Gray in 1801). Ciri-ciri spesifik kapang tersebut adalah miselium

memiliki septat, konidia bercabang banyak, septat, dan ujung percabangannya

merupakan sterigma, membentuk konidia bulat atau oval, berwarna hijau terang,

Page 38: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

20

berbentuk bola-bola berlendir (Fardiaz, 1989). Jamur dari genus Trichoderma

dikenal sebagai penghasil enzim hidrolitik, selulase, pektinase dan xilonase yang

mampu mendegradasi polisakarida kompleks seperti selulosa, pektin,

hemiselulosa dan xilan. Sudah banyak jamur dari genus ini digunakan untuk

kepentingan industri dan pertanian, diantaranya Trichoderma harzianum dan

Trichoderma reesei yang mampu mensekresikan selulase dan hemiselulase yang

cukup besar, sedangkan sintesis selulase akan meningkat pada serat selulosa yang

dapat larut seperti selubiosa (Martina dkk., 2002). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Sugoro dkk. (2011) kapang Trichoderma sp. memiliki kemampuan

tertinggi dalam mengsolubilisasi batubara dari 7 kapang isolat yang berhasil

diisolasi pada tanah dan batubara. Oleh sebab itu, melihat potensi yang dimiliki

kapang Trichoderma sp. dilakukan penelitian lebih lanjut terutama mengamati

produk akhir yang dihasilkan dalam proses biosolubilisasi.

Gambar 7. Trichoderma sp. (www2.Ac-lycon.com)

Fungi mendegradasi batubara terutama jenis lignit meliputi mekanisme,

diantaranya sekresi senyawa alkalin yang dapat berupa ammonia (Quigley dkk.,

Konidia

Sterigma

Konidiofora

Page 39: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

21

1988; Quigley dkk., 1989), sekresi chelator yang merupakan senyawa organik

yang berperan dalam melepaskan ikatan kompleks logam yang terikat pada

molekul batubara, seperti asam oksalat, asam malat, asam etilendiamina

tetraasetat (EDTA), asam salisilat, trietanolamina (TEA) dan 1, 10-fenantrolin

(Fakoussa, 1994), dan sekresi enzim berupa enzim pendegradasi lignin secara

umum dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu lakase (Lac) dan peroksidase

(lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP)) (Perez dkk., 2002).

Page 40: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

22

2.5. Kerangka Berpikir

Batubara Salah Satu Sumber Energi di

Indonesia

Batubara Kualitas Rendah Melimpah di Indonesia

Terutama Lignit

Gasifikasi

Peningkatan kualitas batubara lignit

Kurang diminati masyarakat dalam pemanfaatannya

Fisika Biologi Kimia

Liquifikasi

Hasil pembakaran menghasilkan asap, mengakibatkan

pencemaran udara

Biosolubilisasi

Mikroba indigenus

Kapang Trichoderma

sp.

Interaksi Mikroba indigenus &

Kapang Trichoderma sp.

Produk sumber energi alternatif yang lebih ekonomis & ramah

lingkungan

Page 41: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung mulai dari bulan Maret sampai dengan Mei

2011. Tempat penelitian dilakukan yaitu, di Badan Tenaga Nuklir Nasional

(BATAN) Pasar Jum’at, Lebak Bulus, Jakarta Selatan dan Laboratorium Pangan

Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat utama yang digunakan adalah kromatografi gas - spektrometer

massa (GCMS) Shimadzu QP 2010, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC),

spektrofotometer UV-Vis Spectronic Genesys 2, spektrometer Fourier Transform

Infra Red (FTIR), mikroskop berkamera Nikon, timbangan analitik, autoklaf,

refrigerator, shaking inkubator, pH meter dan saringan berukuran 100 mesh.

Bahan–bahan yang digunakan adalah batubara jenis lignit dengan ukuran 100

mesh yang berasal dari Sumatera Selatan, Minimal Salt Solution (MSS/ 1 g

(NH4)2SO4, 0,52 g Mg(SO4).7H2O, 5 g KH2PO4, 0,005 g FeSO4, 0,003 g

ZnSO4.7H2O dan 0,003 g MnCl2 lalu ditambah akuades hingga volumenya

mencapai 1000 ml ), Potato Dextrose Agar (PDA), Trypticase Soy Broth (TSB)

agar bakto, sukrosa, ekstrak ragi, aseton, KH2PO4, alumunium foil, akuades,

alkohol 70%, larutan fisiologis (NaCl 0,85%), alkohol 96%, lugol, crystal violet,

safranin, benzen, heksana, dietil eter, glukosa 0-250 ppm, H2SO4, K2Cr2O7,

serbuk KBr kering dan isolat kapang Trichoderma sp. Komposisi media yang

Page 42: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

24

digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Media.

* Konsentrasi dipekatkan 2 kali

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Persiapan dan Sterilisasi Alat

Alat–alat gelas yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan, lalu

disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC pada tekanan 1 atm selama 15

menit. Peralatan yang tidak tahan panas disterilkan dengan menggunakan alkohol

70% (Waluyo, 2008).

3.3.2. Persiapan Serbuk Batubara

Batubara asal Sumatera Selatan digerus dengan mortar secara aseptik di

dalam LAFC kemudian disaring menggunakan penyaring dengan ukuran 100

mesh dan diayak. Sampel batubara yang berhasil tersaring ditimbang masing-

masing 25 g sebanyak empat kali. Batubara ditempatkan ke dalam petri yang

sebelumnya dilapisi alumunium foil. Dua petri berisi batubara yang disterilisasi

Nama Media

Agar (g)

MSS (ml)

PDA (ml)

*

TSB (ml)

*

Ekstrak Ragi

(g)

Sukrosa (g)

Serbuk batubar

a (g)

Keterangan

MSS+ - 500 - - 0,05 0,5 25

Biosolubilisasi

PDMA - 500 500 - - - 1 Peremajaan kultur,

enumerasi fungi,

Kolonisasi TSMA 15 500 - 500 - - 1 Enumerasi

bakteri

Page 43: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

25

dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C dan dua petri berikutnya berisi

batubara yang dibiarkan tanpa proses sterilisasi.

3.3.3. Pembuatan Media Minimal Salt Solution (MSS)

Pembuatan media MSS dilakukan dengan cara menimbang bahan

seperti 0,52 g MgSO4.7H2O; 0,003 g ZnSO4.7H2O; 5 g KH2PO4; 0,005 g FeSO4; 1

g NH4(SO4) (Silva dkk., 2007), ditambahkan 0,003 g MnCl2 (Sugoro dkk., 2011)

sebagai modifikasi komposisi media dengan asumsi keberadaan enzim mangan

peroksidase setelah itu ditera dengan air akuades hingga 1 liter, kemudian

dilarutkan sampai homogen. Media MSS dibuat dalam 2 liter untuk media

perlakuan. Media MSS kemudian ditempatkan masing-masing 500 ml ke dalam

empat Erlenmeyer berbeda, ditambahkan dengan sukrosa 0,1% (0,5 g) dan ekstrak

ragi 0,01% (0,05 g). Campuran dihomogenkan kemudian disterilisasi selama 15

menit dalam suhu 1210C.

3.3.4. Pembuatan Media Potato Dextrose Mineral Agar (PDMA)

Media PDMA dibuat dengan menimbang PDA sebanyak 39 g

dilarutkan dengan akuades 500 ml, media ini dipekatkan dua kali. Dipersiapkan

Erlenmeyer yang berbeda untuk dibuat media MSS tanpa sukrosa dan ekstrak ragi

sebanyak 500 ml kemudian ditambahkan 0,1 % batubara dan dihomogenkan.

Media PDA dan MSS tanpa sukrosa dan ekstrak ragi + batubara, disteril di dalam

autoklaf selama 15 menit dalam suhu 1210C. Setelah selesai disterilisasi, kedua

Page 44: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

26

media itu dicampur dalam satu Erlenmeyer dihomogenkan kemudian dengan

segera dituang ke dalam cawan petri steril.

3.3.5. Media Pembuatan Media Trypticase Soy Mineral Agar (TSMA)

Media TSMA dibuat dengan menimbang sebanyak 30 g Trypticase Soy

Broth (TSB) dan 1,5 % dari volume total yaitu 15 g agar dalam 500 ml dengan

konsentrasi dipekatkan dua kali. Pada Erlenmeyer berbeda dipersiapkan media

MSS tanpa sukrosa dan ekstrak ragi 500 ml ditambah dengan 0,1 % batubara dari

volume total yaitu 1 g. Kedua media disterilisasi selama 15 menit pada suhu

1210C. Setelah sterilisasi selesai dilakukan pencampuran kedua media menjadi

satu, dihomogenkan dan segera dituang ke dalam cawan petri steril.

3.3.6. Pembuatan Kultur Inokulum Spora Trichoderma sp.

Isolat kapang Trichoderma sp. (Lampiran 9) diremajakan menggunakan

media PDMA dan diinkubasi selama 4-7 hari pada suhu ruang hingga

menghasilkan spora. Sebanyak 10 ml NaCl 0,85% steril dimasukkan ke dalam

cawan petri berisi isolat kapang, kemudian spora kapang dilepaskan menggunakan

ose hingga tampak larut di dalam larutan.

3.3.7. Pengujian Biosolubilisasi Batubara

Media MSS yang telah disterilisasi sebelumnya, ditambahkan 5%

batubara disesuaikan dengan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Setiap

perlakuan terdiri atas dua kali pengulangan (duplo). Sebanyak 500 ml masing-

Page 45: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

27

masing media ditempatkan ke dalam empat Erlenmeyer berbeda sebagai media

perlakuan. Pada perlakuan B dan D ditambahkan kultur inokulum sebanyak 10%

(106 sel/ml v/v) sedangkan perlakuan A dan C tidak diberi inokulum sebagai

kontrol. Kontrol dibedakan pada perlakuan A digunakan batubara steril

(diautoklaf) sedangkan perlakuan C digunakan batubara yang masih mentah.

Kemudian semua kultur perlakuan diinkubasi di atas shaking inkubator dengan

agitasi 120 rpm, pada suhu ruang selama 28 hari. Pencuplikan sampel kultur

dilakukan pada hari ke-0, 2, 7, 14, 21, dan 28.

Tabel 2. Kultur Perlakuan Biosolubilisasi Batubara.

Perlakuan Batubara steril

Batubara mentah

Inokulum kapang Trichoderma sp

A + - - B + - + C - + - D - + +

Keterangan + : Ditambahkan ke dalam komposisi media - : Tidak ditambahkan ke dalam komposisi media

Setiap kali dilakukan pencuplikan, sampel kultur dimasukkan ke dalam

tube kemudian disaring sebanyak 2/3 volume menggunakan kertas saring hingga

diperoleh supernatan yang sudah terpisah dari endapan batubara. Sisa kultur yang

ada di dalam tube digunakan untuk pengukuran pH, pengamatan kolonisasi secara

mikroskopis dan enumerasi kapang serta mikroba indigenos. Supernatan yang

didapat dimasukan ke dalam yellow tube untuk ditentukan kadar asam humat dan

fulvat, solubilisasi batubara menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan GCMS.

Page 46: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

28

Endapan produk dari supernatan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 550C

untuk analisa gugus fungsi menggunakan FTIR.

3.3.8. Pengukuran pH Media

Supernatan dari masing-masing perlakuan diukur nilai pH-nya

menggunakan pH meter. Pengukuran dilakukan setiap pencuplikan pada hari ke-0,

2, 7, 14, 21 dan 28.

3.3.9. Pengamatan Perubahan Populasi Bakteri dan Fungi

Media PDMA dan TSMA masing-masing dituang ke dalam petri

sebanyak 15 ml dibiarkan mengeras. Dilakukan pengenceran pada sampel pada

tiap pencuplikan. Pengenceran disesuaikan dengan lama inkubasi. Semakin lama

masa inkubasi kultur maka semakin banyak seri pengenceran yang dilakukan.

Setelah itu, larutan dari tiga pengenceran terakhir diinokulasikan pada media

PDMA dan TSMA dengan metode sebar. Pada media TSMA enumerasi dilakukan

setelah 24 jam masa inkubasi sedangkan pada media PDMA enumerasi dilakukan

setelah 4-7 hari masa inkubasi. Total jenis dan total individu yang muncul semua

dicatat untuk dilakukan perhitungan jumlah sel. Jenis bakteri dan fungi yang

muncul diamati secara makroskopis dengan mencatat ciri-ciri yang tampak

sedangkan untuk pengamatan mikroskopis dilakukan dibawah mikroskop. Khusus

untuk bakteri dilakukan pewarnaan Gram untuk mengetahui kemurnian dan

bentuk sel.

Page 47: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

29

Kolonisasi miselia kapang terhadap batubara diamati untuk mengetahui

aktifitas biosolubilisasi terutama oleh kapang. Sampel kultur diambil

menggunakan pipet bersih diteteskan di atas kaca preparat bersih diberi tanda

nama isolat sesuai perlakuan. Diamati di bawah mikroskop kolonisasi yang terjadi

dengan perbesaran 400 kali.

3.3.10. Pengukuran Biosolubilisasi Batubara melalui Analisis Senyawa Fenolik dan Aromatik Terkonjugasi serta Perubahan Pola Panjang Gelombang pada 200-600 nm

Pengukuran biosolubilisasi dilakukan dengan melakukan analisis

senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi. Produk biosolubilisasi (supernatan)

yang diperoleh selama waktu sampling dilakukan pengukuran absorbansi

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 250 dan 450

nm. Perubahan pola panjang gelombang diamati pada kisaran panjang gelombang

200– 600 nm untuk mengetahui perubahan gugus kromofor produk biosolubilisasi

batubara. Nilai absorbansi yang tinggi berbanding lurus dengan tingkat

solubilisasi batubara yang tinggi pula (Selvi dkk., 2007).

3.3.11. Pengukuran Produksi Asam Humat dan Fulvat

Supernatan dari kultur diambil sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 ml kemudian ditambahkan K2Cr2O7 5 ml diaduk dan ditambahkan

7,5 ml H2SO4 dihomogenkan kembali. Campuran larutan itu dibiarkan beberapa

saat hingga dingin, setelah itu ditambahkan air suling kurang lebih 50 ml lalu

diaduk dan kembali dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin larutan tersebut ditera

Page 48: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

30

hingga tanda batasnya, dikocok sampai homogen. Kadar asam humat dan fulvat

dalam larutan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang

561 nm, dengan menggunakan deret standar glukosa 0-250 ppm (Graham, 1948

dan Shnitzer, 1984 dalam Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air dan

pupuk Balai Penelitian Tanah 2009).

Analisis Spektrometer FTIR ini dapat digunakan untuk

mengkarakterisasi produk biosolubilisasi batubara. Produk biosolubilisasi

batubara dianalisis dengan FTIR pada range frekuensi 4000-450 cm-1. Produk

biosolubilisasi (supernatan) yang akan diuji ditentukan dari nilai biosolubilisasi

tertinggi. Produk (supernatan) yang diperoleh dilakukan dehidrasi (penghilangan

air) menggunakan alkohol 70% dengan perbandingan 3:1 kemudian di masukkan

ke dalam oven dengan suhu 550C hingga cairan menguap dan tersisa residu

produk. Residu produk yang akan diuji dicampurkan dengan serbuk KBr kering

hingga menyatu menggunakan lumpang dan serbuk campuran produk dimasukkan

ke dalam disk holder kemudian direkam dengan alat spektrometer FTIR. Kontrol

yang digunakan ekstrak produk batubara mentah dan batubara steril pada hari ke-

0.

3.3.13. Analisis Hasil Biosolubilisasi Batubara dengan Spektrometer GCMS

Supernatan dan pelarut dicampur dengan perbandingan 1:1, pelarut

yang digunakan adalah benzene: heksana: dietil eter dengan perbandingan 3:1:1.

campuran tersebut dimasukan kedalam tabung reaksi lalu divortex sampai

3.3.12. Analisis Gugus Fungsi Hasil Biosolubilisasi Batubara dengan Spektrometer FTIR

Page 49: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

31

bercampur kemudian didiamkan beberapa saat sampai terbentuk fase atas dan

bawah, fase atas dipakai untuk mengidentifikasi jenis senyawa dan menentukan

kadar hasil solubilisasi batubara dengan menggunakan GCMS selanjutnya

dimasukan ke dalam vial untuk dianalisis dengan alat GCMS. Kondisi optimum

GCMS yang digunakan sebagai berikut:

Tabel 3. Kondisi Optimum GCMS (Silva dkk., 2007)

Spesifikasi Keterangan Nama kolom Dimethyl polysiloxane Panjang kolom 30 m Diameter kolom 0,25 mm Ketebalan kolom 0,25µm df Jenis kolom Non polar Suhu kolom oven 50 oC Suhu injeksi 280 oC Cara injeksi Split Cara kontrol aliran Kecepatan linear Tekanan 90,7 kPa Total aliran 19,9 mL/menit Aliran kolom 1,54 mL/menit Kecepatan linear 45 cm/detik Jumlah sampel 5 µl Fase diam Sampel batubara cair Fase gerak Gas helium

3.3.14. Analisis Data

Data penelitian ini dianalisis menggunakan Analysis of Variance

(ANOVA) satu arah dan uji lanjutan Duncan (p=0,05), dibantu dengan program

SPSS 16 serta secara visual data meliputi parameter yang diamati disajikan dalam

bentuk kurva menggunakan program Excel 2007.

Page 50: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

32

3.4. Skema Penelitian

Analisis sampel

- Pengukuran pH media kultur - Perubahan populasi bakteri dan fungi - Analisis senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi - Perubahan pola panjang gelombang 200-600 nm - Produksi asam humat dan fulvat - Karakteristik gugus fungsi hasil biosolubilisasi batubara - Identifikasi senyawa hasil biosolubilisasi dengan GCMS

Analisis data

Pencuplikan sampel biosolubilisasi pada hari ke -

B (MSS+ batubara steril 5% +

Trichoderma sp.)

A (MSS + batubara steril

5%)

C (MSS + batubara mentah

5%)

D (MSS + batubara mentah 5% +

Trichoderma sp.)

0 2 14 21 28 7

Inkubasi pada suhu ruang di atas shaking inkubator dengan agitasi 120

rpm

Peremajaan

Inokulum spora

Isolat kapang Trichoderma sp.

Media MSS

Batubara Lignit

Batubara mentah (nonsteril)

Batubara diautoklaf (steril)

Page 51: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perubahan pH Media

Media kultur perlakuan yang diuji dalam proses biosolubilisasi

menunjukkan terjadinya perubahan pH selama inkubasi hingga hari ke-28

(Gambar 8). Secara statistik uji anova satu arah menunjukkan bahwa media

perlakuan mempengaruhi nilai pH media (p≤0,05) (Lampiran 6). Pengaruh

perlakuan terhadap nilai pH disebabkan adanya kombinasi agen pengsolubilisasi

pada masing-masing perlakuan (Tabel 2). Hasil uji statistik lanjutan yaitu uji

Duncan (p=0,05) menunjukkan perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) memiliki

nilai pH tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Perubahan pH pada perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) terjadi

akibat adanya proses agitasi. Proses agitasi mengakibatkan terlepasnya sulfur

anorganik selama masa inkubasi (Wise, 1990). Batubara mengandung sulfur

dalam bentuk anorganik dalam bentuk sulfit dan sulfat (Speight, 1994). Selain

itu, tingginya nilai pH media A (MSS + batubara steril 5%) (Gambar 8)

disebabkan tidak diinduksikan kapang Trichoderma sp. Penambahan spora

kapang Trichoderma sp. menciptakan kondisi yang lebih asam dibuktikan dengan

nilai pH media perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.)

menunjukkan nilai pH yang paling rendah (Gambar 8).

Page 52: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

34

Gambar 8. Nilai pH pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.

Pada pencuplikan hari ke-2, 7, 14, dan 21 terjadi penurunan pH dalam

semua media kultur perlakuan termasuk pada media kultur perlakuan A (MSS +

batubara steril 5%). Keadaan tersebut menunjukkan telah terjadinya aktivitas

metabolisme di dalam media yang dilakukan baik oleh mikroba indigenus maupun

oleh kapang Trichoderma sp. bahkan kolaborasi di antara keduanya kecuali pada

media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%). Penurunan pH dapat disebabkan

oleh pembentukan asam-asam organik berupa asam karboksilat, asam fulvat yang

merupakan senyawa humat yang terdapat dalam batubara. Produksi asam humat

dan fulvat sebagai produk biosolubilisasi dibuktikan dengan pengukuran kadarnya

pada parameter terjadinya biosolubilisasi (Gambar 13). Hal tersebut serupa

3.5

3.6

3.7

3.8

3.9

4

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

0 7 14 21 28

pH

Waktu (hari)

A

B

C

D

2

Page 53: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

35

dengan penelitian yang dilakukan Arianto dkk. (2005) yang menyatakan

penurunan pH disebabkan terurainya komponen batubara berupa asam humat dan

fulvat. Batubara yang mengandung senyawa sulfur (Speight, 1994) diduga

mengalami desulfurisasi yaitu pelarutan sulfur ke dalam media cair dalam bentuk

ion sulfat (SO42-) sehingga terbentuk asam sulfat (Hammel, 1996) sehingga

menciptakan kondisi media asam. Keasaman media juga disebabkan dalam proses

biosolubilisasi batubara terbentuk produk berupa fenol, aldehid dan gugus keton

(Shi dkk., 2009). Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus benzena

dan hidroksi, bersifat asam dan mudah dioksidasi lebih lanjut menjadi asam

karboksilat. Keton juga bersifat asam karena terbentuk dari oksidasi alkohol

sekunder. Keberadaan senyawa asam organik terkait erat dengan aktivitas

degradasi kapang yang melibatkan enzim di antaranya lignin peroksidase, fenol

oksidase, dan mangan peroksidase (Sugoro dkk., 2011).

Pada akhir masa inkubasi (hari ke-28) terjadi sedikit kenaikan nilai pH

kecuali pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) (Gambar 8).

Peningkatan nilai pH tersebut diduga disebabkan terbentuknya senyawa amonia

hasil penguraian senyawa piridin dalam batubara yang larut dalam media dan

bereaksi dengan air membentuk ammonium hidroksida (NH4OH) yang bersifat

basa lemah (Yin dkk., 2009). Nilai pH yang meningkat juga diduga disebabkan

lisisnya sel di dalam media kultur akibat mulai terbentuknya zat sisa metabolit

yang bersifat racun untuk sel. Sel yang lisis di dalam media, kemudian

terdeaminasi kembali sebagai sumber nitrogen untuk metabolisme mikroba yang

masih bertahan sehingga terjadi efek buffering (Kirk dkk., 1986). Keberadaan

Page 54: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

36

senyawa alkali seperti ammonium dapat meningkatkan hidrosifilitas sehingga

batubara dapat bercampur dengan air dan media (Fakoussa & Hofrichter, 1999).

4.2. Perubahan Populasi Bakteri dan Fungi

Proses biosolubilisasi batubara melibatkan berbagai macam mikroba

seperti bakteri dan fungi karena struktur penyusun batubara yang kompleks dan

heterogen. Bakteri sebagai salah satu yang ikut serta dalam proses tersebut

diamati pertumbuhan dan keanekaragaman jenisnya. Kurva enumerasi log bakteri

(Gambar 9) menandakan bahwa kehidupan bakteri berlangsung. Kultur perlakuan

D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) menunjukkan pola

pertumbuhan yang lebih teratur dibandingkan kultur perlakuan C (MSS +

batubara mentah 5%) yang terlihat fluktuatif. Kultur perlakuan A (MSS +

batubara steril 5%) dan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) tidak

terlihat pertumbuhan bakteri disebabkan penggunaan batubara yang telah

disterilisasi.

Kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) menunjukkan bahwa

bakteri langsung terdaptasi (Gambar 9) dalam media kultur ditunjukkan dengan

fase pertumbuhan yang langsung mengalami peningkatan didukung pula kondisi

pH yang menurun menandakan adanya proses metabolisme (Gambar 8). Bakteri

indigenus yang terdapat di dalam batubara memiliki kemampuan memanfaatkan

secara langsung penambahan sukrosa dan ekstrak ragi sebagai sumber karbon

primer. Setelah sumber karbon primer habis ditandai dengan menurunnya kurva

enumerasi yang cukup signifikan, diduga bakteri mulai memanfaatkan sumber

Page 55: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

37

0123456789

0 7 14 21 28

Jum

lah

log

CFU

/ml

Waktu (Hari)

A

B

C

D

2

karbon baru pada hari ke-7 sampai hari ke-14. Bakteri pada keadaan ini

melakukan sintesis enzim baru yang sesuai dengan media terutama batubara untuk

memperoleh sumber karbon sekunder. Proses adaptasi bakteri dengan kondisi

lingkungan yang baru menyebabkan terjadinya pertambahan volume sel, akan

tetapi tidak terjadi pertambahan jumlah sel (Purwoko, 2007).

Gambar 9. Enumerasi bakteri pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.

Produksi enzim pendegradasi batubara oleh bakteri untuk memperoleh

sumber karbon dari batubara mengakibatkan kurva kembali meningkat (Gambar

9) yang menandakan terjadinya peningkatan pertumbuhan bakteri hingga

mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke-21. Selanjutnya, pada hari ke-28

kurva kembali mengalami penurunan diduga media sudah banyak mengandung

senyawa-senyawa hasil degradasi yang bersifat toksik bagi bakteri sehingga

Page 56: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

38

banyak sel yang lisis. Hal ini didukung pula dengan peningkatan nilai pH

(Gambar 8). Fluktuasi kurva pertumbuhan bakteri pada kultur C (MSS + batubara

mentah 5%) diduga disebabkan oleh adanya bakteri yang saling bersaing untuk

mendominasi di dalam substrat. Hal tersebut didukung dengan keanekaragaman

bakteri yang muncul (Gambar 10).

Penambahan inokulum spora Trichoderma sp. pada kultur perlakuan D

(MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) menyajikan kurva enumerasi

yang berbeda dibandingkan kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%)

(Gambar 9). Kurva yang tercipta tampak teratur dan tidak terlalu terlihat

fluktuatif. Sama halnya pada kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%),

pada awal inkubasi kurva menunjukkan peningkatan. Hal tersebut terkait pada

penggunaan sumber karbon primer berupa sukrosa dan ekstrak ragi yang

menunjukkan bahwa bakteri indigenus sudah teradaptasi sebelumnya. Kurva

meningkat sejak awal inkubasi hingga hari ke-7 (Gambar 9). Peningkatan pada

kurva enumerasi diduga disebabkan oleh sel yang memanfaatkan penambahan

sukrosa dan ekstrak ragi sebagai sumber karbon dalam media kultur selain itu,

aktivitas dari kapang Trichoderma sp. yang diinduksikan mulai mendegradasi

batubara ikut andil dalam mempertahankan peningkatan kurva sejak awal

inkubasi. Setelah itu, kurva tampak stasioner hingga hari ke-14 diduga hal

tersebut terjadi akibat habisnya sumber karbon awal dan kemudian kurva

mengalami sedikit peningkatan kembali namun tidak meningkat setinggi seperti

pada awal inkubasi. Hari terakhir inkubasi yaitu hari ke-28 kurva mengalami

penurunan yang menunjukkan bahwa jumlah sel berkurang. Berkurangnya jumlah

Page 57: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

39

sel disebabkan terbentuknya senyawa yang bersifat toksik bagi sel sehingga sel

mengalami lisis.

Jenis bakteri yang ditemukan secara keseluruhan dari semua perlakuan

berjumlah 8, yaitu BM04, BM21, BM01, BMT01, BM02, BMT24, BM23, dan

BMT71 (Gambar 10 dan Lampiran 1). Bakteri yang ditemukan umumnya

berbentuk batang (basil) yang saling lepas (Lampiran 2). Pokorny’ dkk. (2005)

menyatakan bakteri yang ditemukan pada batubara lignit berupa batang (Bacillus).

Sebagian besar isolat bakteri yang diperoleh memiliki karakteristik Gram negatif

(Lampiran 2).

Pola pertumbuhan bakteri yang terbentuk, merupakan pola

pertumbuhan yang melibatkan beberapa jenis bakteri. Kumpulan bakteri ini

diduga membentuk suatu konsorsium dalam memanfaatkan kandungan nutrien di

dalam media kultur perlakuan. Kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%)

pada saat kurva mengalami kenaikan didominasi oleh bakteri jenis BM01 ( 2,9.

102 CFU/ml) (Gambar 10). Jenis bakteri tersebut tidak ditemukan lagi pada hari

pengamatan ke-2 dan 7 namun pada hari ke 14-28 bakteri jenis tersebut kembali

mendominasi. Diperkirakan bakteri jenis tersebut merupakan bakteri pengguna

fraksi sederhana. Kandungan sukrosa dan ekstrak ragi yang terkandung dalam

media kultur dengan mudah dimanfaatkan oleh bakteri jenis tersebut. Setelah

habis, bakteri tersebut tidak mampu merombak struktur batubara yang kompleks

dan heterogen sehingga tercipta kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

Kondisi lingkungan yang tidak mendukung dan terbatasnya nutrien diduga

mengakibatkan bakteri jenis BM01 mengalami masa dorman hingga tercipta

Page 58: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

40

0123456789

0 2 7 14 21 28

Log

CFU

/ml

Waktu (Hari)

BM04

BM21

BM01

BMT01

BM02

BMT24

BM23

BMT71 0123456789

0 2 7 14 21 28

Log

CFU

/ml

Waktu (Hari)

BM04

BM21

BM01

BMT01

BM02

BMT24

BM23

BMT71

kondisi lingkungan yang mendukung untuk kehidupannya yaitu pada masa akhir

masa inkubasi hari ke-14 hingga 28. Usaha mengamankan diri dari kondisi buruk

lingkungan menyebabkan bakteri membentuk spora terutama pada bakteri

berbentuk batang (Dwidjoseputro, 2005).

Kehadiran bakteri jenis BM04 dengan jumlah 9.104 CFU/ml (Gambar

10) mendominasi pada saat kurva menurun yang terjadi hari ke-2 hingga hari ke-

7 (Gambar 9) dan mengindikasikan kemampuannya untuk menghasilkan enzim

yang mampu merombak struktur batubara. Setelah struktur batubara terurai

menjadi fraksi yang lebih sederhana hingga hari ke-14, bakteri jenis BM01

kembali mendominasi pada hari selanjutnya hingga kurva kembali meningkat.

Masa akhir inkubasi kurva kembali menurun yang diduga memasuki fase

kematian (Gambar 9).

Gambar 10. Perubahan populasi bakteri pada kultur perlakuan C (MSS +

batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.)

Sama halnya pada kultur pelakuan C (MSS + batubara mentah 5%),

pada kultur perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) bakteri

Page 59: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

41

jenis BM01 (4,8.102 CFU/ml) pun mendominasi (Gambar 10). Peningkatan kurva

yang cukup lama hingga hari ke-7 (Gambar 9) terdapat beragam bakteri yang

mendominasi (Gambar 10). Hari ke-2 bakteri BM04 (103 CFU/ml) yang

mendominasi sedangkan pada hari ke-7 bakteri jenis BM02 (1,7.104 CFU/ml)

yang mendominasi. Keterlibatan kapang Trichoderma sp. cukup mempengaruhi

pola dominasi bakteri. Bakteri BM01 (2,3.107 CFU/ml) kembali mendominasi

pada hari ke-14, terurainya senyawa penyusun batubara menjadi fraksi sederhana

mengakibatkan memuncaknya pertumbuhan bakteri jenis tersebut. Diduga pada

hari ke-21 tercipta kondisi yang tidak mendukung kehidupan bakteri jenis BM01

yang mengakibatkan bakteri jenis ini mengalami kondisi dorman dan

mengakibatkan mendominasinya bakteri jenis lain, yaitu BM23 (3,6.107 CFU/ml).

Kehadiran bakteri jenis BM23 menunjukkan kemampuannya dalam

memanfaatkan senyawa yang tidak dapat dimanfaatkan bagi bakteri jenis BM01.

Aktivitas bakteri jenis BM23 tersebut mengakibatkan terciptanya kondisi

lingkungan yang mendukung bagi bakteri jenis BM01 sehingga bakteri jenis

tersebut kembali mendominasi pada akhir masa inkubasi (hari ke-28).

Berbagai macam bakteri yang mendominasi pada kultur perlakuan C

(MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma

sp.) (Gambar 10) menunjukkan terjadinya suksesi. Perubahan dominansi inilah

yang menyebabkan naik turunnya kurva sehingga membentuk pola pertumbuhan

konsorsium bakteri. Populasi yang dominan adalah populasi yang dapat

memanfaatkan sebagian besar sumber karbon yang terkandung di dalam kultur

perlakuan. Sumber karbon pada kultur perlakuan yang telah habis mengakibatkan

Page 60: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

42

populasi yang mendominasi akan berkurang bahkan tidak hadir dan segera

digantikan lagi oleh populasi yang lain yang lebih cocok terhadap substrat hasil

degradasi sebelumnya, demikian seterusnya.

Proses biosolubilisasi batubara yang tersusun oleh senyawa kompleks

dan heterogen secara sempurna tidak mungkin dilakukan oleh satu jenis bakteri

tetapi dilakukan oleh suatu kumpulan mikroorganisme secara sinergistik (Atlas &

Bartha, 1995). Pertumbuhan yang berfluktuatif merupakan ciri utama terjadinya

proses perombakan senyawa kompleks oleh berbagai jenis bakteri dalam bentuk

konsorsium. Batubara tersusun oleh senyawa heterogen dan kompleks, sedangkan

tiap bakteri memiliki enzim yang spesifik bekerja pada substrat tertentu sehingga

memiliki kemampuan yang terbatas dalam mendegradasinya. Oleh karena itu,

setiap jenis bakteri secara bergantian akan mendominasi konsorsium sesuai

dengan sumber karbon yang terkandung dan mampu dimanfaatkannya (Nugroho,

2007).

Penggunaan kultur campuran mengakibatkan keterlibatan beragamnya

mikroba baik bakteri dan fungi (kapang dan khamir). Proses biosolubilisasi

dengan melibatkan berbagai komponen biologis mengakibatkan terbentuknya

suatu hubungan antar mikroba baik itu hubungan yang saling menguntungkan

maupun sebaliknya. Oleh sebab itu, semua komponen populasi diamati agar

terlihat hubungan yang terbentuk.

Pada media kultur terutama C (MSS + batubara mentah 5%) dan D

(MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) terdapat beberapa jenis kapang

yang diduga terlibat dalam proses biosolubilisasi selain kapang Trichoderma sp.

Page 61: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

43

yang ditambahkan ke dalam media kultur. Jenis kapang yang ditemukan disajikan

pada Tabel 4 dan Lampiran 3. Penggunaan batubara yang telah disteril di dalam

autoklaf (kultur perlakuan A) tidak ditemui jenis kapang apapun yang tumbuh di

dalam media kecuali adanya penambahan spora kapang Trichoderma sp. pada

kultur perlakuan B (MSS++ batubara steril+ kapang Trichoderma sp.). Kapang

Trichoderma sp. yang disebar dengan metode spread plate di atas media Potato

Dektrose Mineral Agar (PDMA) tumbuh membentuk koloni yang penuh. Hal

tersebut menunjukkan bahwa kapang Trichoderma sp. dalam kultur perlakuan B

(MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) sebagai agen pengsolubilisasi

tunggal. Berbeda dengan kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) yang

melibatkan beragamnya agen biologis yang terlibat dalam proses biosolubilisasi

selain bakteri, fungi pun ikut terlibat di dalamnya. Fungi berupa kapang yang

disebar di atas media PDMA terdapat empat jenis yang berbeda yaitu KPC21,

KPC04, KPC724 dan KPC22 (Lampiran 3). Pada kultur perlakuan D (MSS +

batubara mentah 5% + Trichoderma sp.), induksi kapang Trichoderma sp.

mendominasi, yang ditandai dengan tidak ditemukannya kapang jenis lain (Tabel

4).

Penambahan inokulum Trichoderma sp. pada media perlakuan D (MSS

+ batubara mentah 5% + Trichoderma sp.), mengindikasikan bahwa kapang jenis

ini mendominasi. Kapang jenis Trichoderma sp. merupakan jamur antagonis bagi

beberapa jenis kapang lainnya di habitatnya (Purwantisari & Hastuti, 2009)

sehingga pada media perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma

sp.) hanya kapang jenis ini yang tumbuh dan tidak ditemukan kapang jenis lain.

Page 62: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

44

Tabel 4. Populasi kapang pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), (B (MSS + batubara steril 5%+ Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.

Kapang yang ditemukan

Waktu Inkubasi (hari) 0 2 7 14 21 28

A

Trichoderma sp. - - - - - - KPC22 - - - - - - KPC724 - - - - - - KPC04 - - - - - - KPC21 - - - - - -

B

Trichoderma sp. ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ KPC22 - - - - - - KPC724 - - - - - - KPC04 - - - - - - KPC21 - - - - - -

C

Trichoderma sp. - - - - - - KPC22 - +++ - - - - KPC724 - + - - - - KPC04 ++ - - - - - KPC21 ++++ +++ ++ - - -

D

Trichoderma sp. +++ +++ +++ +++ +++ +++ KPC22 - - - - - - KPC724 - - - - - - KPC04 - - - - - - KPC21 - - - - - -

Keterangan: + : Koloni tumbuh <1/3 diameter petri (9 cm) ++ : Koloni tumbuh 1/3 diameter petri (9 cm) +++ : Koloni tumbuh 1/2 diameter petri (9 cm) ++++ : Koloni tumbuh penuh diameter petri (9 cm)

Aktivitas kapang dalam proses biosolubilisasi ditandai adanya interaksi

antara miselium dengan batubara dalam bentuk kolonisasi (Lampiran 5).

Terjadinya kolonisasi membuktikan bahwa kapang indigenus maupun induksi

kapang Trichoderma sp. menggunakan substrat batubara untuk proses

metabolismenya dengan bantuan enzim yang mengakibatkan terjadinya

Page 63: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

45

biosolubilisasi. Pada umumnya enzim yang terlibat dalam degradasi lignin yang

merupakan salah satu komponen penyusun batubara terdiri dari dua kelompok

utama berupa lakase dan peroksidase (MnP dan LiP) (Chahal & Chahal, 1998).

Kolonisasi tampak jelas teramati pada media perlakuan yang telah

ditambahkan inokulum kapang Trichoderma sp. yaitu pada kultur perlakuan B

(MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) dan D (MSS + batubara mentah

5% + kapang Trichoderma sp.) (Lampiran 5). Awal inkubasi inokulum kapang

masih berupa spora dan mulai bergerminasi yang pada akhirnya berkolonisasi

bahkan menghasilkan spora baru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Sugoro dkk. (2011), menyatakan bahwa kapang Trichoderma sp. berpotensi

sebagai agen biosolubilisasi batubara lignit. Dipta (2010), membuktikan bahwa

kapang Trichoderma sp. dapat menggunakan substrat batubara namun jenis

subbituminus untuk proses metabolismenya dan dapat mengsolubilisasi batubara

dengan bantuan enzim ekstraselularnya.

Selain bakteri dan kapang, khamir juga ikut andil dalam proses

biosolubilisasi terutama kehadirannya cukup signifikan pada kultur perlakuan C

(MSS + batubara mentah 5%) (Lampiran 4). Pertumbuhan khamir dapat dilihat

pada Gambar 11 yang terlihat cukup fluktuatif dan menurun drastis pada hari ke-2

dan puncak pertumbuhan terjadi pada hari ke-14 (7,9.106 CFU/ml) dan hari ke-28

(2,1.107 CFU/ml), kehadirannya mempengaruhi keberadaan kapang. Khamir

tumbuh dan bereproduksi lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh

dengan pembentukan filamen. Khamir lebih efektif dalam memecah komponen

kimia dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan luas

Page 64: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

46

permukaan dengan volume yang lebih besar (Fardiaz, 1989). Pada kultur

perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) tidak ditemukan

khamir yang tumbuh, diduga karena adanya induksi kapang Trichoderma sp. yang

mendominasi pertumbuhan di dalam medium (Gambar 10 dan 11).

Gambar 11. Pertumbuhan khamir pada kultur perlakuan C (MSS + batubara

mentah 5%), dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.

Perubahan populasi dapat disebabkan oleh adanya perubahan pH pada

media (Gambar 8). Nilai pH yang menunjukkan keadaan yang semakin menurun

(Gambar 8) menunjukkan meningkatnya jumlah bakteri (Gambar 10). Setiap

bakteri memiliki pH optimum pertumbuhan yaitu sekitar 4 dan 9 (Pelczar & Chan,

2005) dan metabolisme bakteri sendiri dipengaruhi oleh enzim spesifik dan pada

umumnya berupa enzim yang mampu memecah lignin, kinerja enzim dipengaruhi

oleh pH. Pada fungi terutama kapang dapat tumbuh pada kisaran pH 2-8,5

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 7 14 21 28

Log

CFU

/ml

Waktu (Hari)

C

D

2

Page 65: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

47

sedangkan khamir dapat tumbuh pada kisaran pH yang lebih asam yaitu 4-4,5

(Fardiaz, 1989).

4.3. Analisis Produk Biosolubilisasi

4.3.1. Analisis Senyawa Fenolik dan Aromatik Terkonjugasi

Batubara tersusun dari senyawa lignin yang mengandung senyawa

fenolik dan aromatik terkonjugasi (Hammel, 1996). Aktivitas biosolubilisasi oleh

mikroba indigenus maupun kapang Trichoderma sp. mengakibatkan terlarutnya

batubara bercampur dengan medium dan menyebabkan terlepasnya senyawa yang

mengandung gugus fenolik maupun aromatik. Batubara yang terlarut

mengakibatkan perubahan warna pada medium sehingga pengukuran tingkat

biosolubilisasi dilakukan berdasarkan gugus kromofor yang terbentuk. Tingkat

biosolubilisasi ditentukan dengan mengukur gugus kromofor dengan absorbansi

pada 250 dan 450 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran pada

panjang gelombang 250 nm digunakan untuk mengukur adanya senyawa fenolik

sedangkan panjang gelombang 450 nm untuk mengukur adanya senyawa aromatik

terkonjugasi (Selvi dkk., 2009).

Secara statistik uji anova satu arah bahwa perlakuan mempengaruhi

keberadaan senyawa fenolik tetapi hasil yang sebaliknya ditunjukkan oleh

keberadaan senyawa aromatik terkonjugasi (p≤0,05) (Lampiran 7). Keberadaan

senyawa fenolik pada perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) dan B (MSS +

batubara steril 5% + Trichoderma sp.) menunjukkan tidak berbeda nyata sama

halnya pada perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara

Page 66: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

48

mentah 5% + Trichoderma sp.). Hal tersebut, disebabkan penggunaan batubara

steril pada perlakuan A dan B serta batubara mentah pada perlakuan C dan D.

Berdasarkan uji statistik lanjutan Duncan keberadaan senyawa aromatik

terkonjugasi, perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) memiliki absorbansi

terendah sedangkan perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS +

batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) menunjukkan nilai yang tertinggi

(Lampiran 7).

(A) (B)

Gambar 12. Nilai absorbansi (A) senyawa fenolik dan (B) senyawa aromatik

terkonjugasi pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.

Pengukuran hasil biosolubilisasi terhadap senyawa fenolik

menunjukkan nilai absorbansi tertinggi pada perlakuan B (MSS + batubara steril

5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara

mentah 5% + Trichoderma sp.) terjadi pada hari kedua inkubasi yaitu 0,528;

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0.18

0 7 14 21 28

Abs

orba

nsi (

nm)

Waktu (Hari)

A

B

C

D

2

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

0 7 14 21 28

Abs

orba

nsi (

nm)

Waktu (Hari)

A

B

C

D

2

Page 67: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

49

0,792 dan 0,876 (Gambar 12). Meningkatnya nilai absorbansi diduga telah

terjadinya proses biosolubilisasi batubara lignit padat yang diurai menjadi

batubara terlarut. Batubara terlarut mengandung senyawa fenol yang merupakan

hasil penguraian senyawa lignin penyusun terbesar batubara. Senyawa lignin

diuraikan oleh adanya aktivitas enzim lignin peroksidase yang mampu

mengoksidasi unit non fenolik lignin (Hammel, 1996). Keberadaan senyawa fenol

didukung pula dengan kondisi pH yang menurun pada hari inkubasi ke-2 (Gambar

8). Senyawa fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus benzen dan

hidroksi yang bersifat asam dan mudah dioksidasi.

Nilai absorbansi berangsur-angsur menurun pada hari inkubasi

selanjutnya meskipun ada pula sedikit kenaikan nilai absorbansi namun perubahan

tersebut dianggap tidak signifikan (Gambar 12). Perubahan tersebut disebabkan

proses biosolubilisasi terus berlangsung. Dibuktikan dengan adanya fluktuasi

pertumbuhan baik pada mikroba indigenus maupun kapang Trichoderma sp. yang

mengindikasikan terjadi aktivitas biosolubilisasi (Gambar 9 dan 11; Tabel 4).

Diduga aktivitas mikroba tersebut menghasilkan enzim lakase yang mampu

mendegradasi unit fenolik (Perez dkk., 2002).

Pengukuran absorbansi pada senyawa aromatik terkonjugasi juga

menunjukkan nilai tertinggi pada hari kedua inkubasi dari perlakuan B (MSS +

batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%), dan D

(MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.), yaitu 0,111; 0,122 dan 0,171.

Nilai absorbansi yang tinggi diduga disebabkan senyawa-senyawa seperti humat

yang terdapat pada permukaan batubara dilepaskan oleh aktivitas mikroba

Page 68: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

50

indigenus maupun kapang Trichoderma sp. yang diinduksikan ke dalam media

perlakuan dan melarut. Nilai absorbansi pada hari inkubasi selanjutnya, hampir

semua media perlakuan menunjukkan penurunan dimana fluktuasi kenaikan hanya

sedikit terjadi terutama pada hari inkubasi ke-21 untuk media perlakuan B (MSS +

batubara steril 5% + Trichoderma sp.) dan C (MSS + batubara mentah 5%)

(Gambar 12).

Penurunan nilai absorbansi pada senyawa aromatik terkonjugasi

disebabkan senyawa humat yang terlarut didegradasi lebih lanjut menjadi

senyawa turunannya berupa asam fulvat melalui penguraian ikatan konjugasi pada

senyawa aromatik (Gambar 12). Senyawa aromatik yang terbentuk didegradasi

menjadi senyawa alifatik (Ralph dan Catcheside, 1994). Pendegradasian senyawa

aromatik berupa naftasena penyusun utama senyawa humat didegradasi menjadi

senyawa naftalena (Zylstra dan Kim, 1997). Secara kualitatif terdapat perbedaan

kekeruhan supernatan selama masa inkubasi. Supernatan umumnya berwarna

kuning bening hingga berwarna cokelat. Perbedaan warna ini menunjukkan telah

adanya batubara yang terlarut kemudian bercampur dengan media dan mengubah

warna media menjadi lebih gelap (Cohen dkk.,1990).

Kultur perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.)

dan C (MSS + batubara mentah 5%) menunjukkan nilai absorbansi lebih tinggi

dibandingkan dengan kultur perlakuan B (MSS + batubara steril 5% +

Trichoderma sp.) dan A (MSS + batubara steril 5%) (Gambar 12). Perbedaan ini

disebabkan oleh keberadaan agen pengsolubilisasi yang bervariasi kecuali pada

media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) perubahan absorbansi disebabkan

Page 69: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

51

adanya proses agitasi. Keberadaan agen pengsolubilisasi sangat menentukan

pembentukkan maupun penguraian senyawa pada batubara oleh aktivitas

metabolismenya. Kondisi batubara mentah yang mengandung mikroba indigenus

ditambah lagi induksi kapang Trichoderma sp. menunjukkan aktivitas solubilisasi

tertinggi dibandingkan hanya mikroba indigenus maupun kapang Trichoderma sp.

saja. Diduga terdapat hubungan yang positif di antara agen pengsolubilisasi yang

ditunjukkan oleh keberadaan senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi.

4.3.2. Perubahan Pola Panjang Gelombang pada 200-600 nm

Supernatan yang diperoleh sebagai produk biosolubilisasi dilakukan

susuran (scan) menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang

gelombang 200-600 nm untuk mengidentifikasi struktur senyawa yang terbentuk

berdasarkan gugus kromofor. Hasil (Tabel 5) menunjukkan bahwa absorbansi dari

setiap sampel menandakan keberadaan suatu senyawa yang ditunjukkan dengan

munculnya pita absorbsi lebar pada daerah panjang gelombang yang ditentukan

yaitu 200-600 nm (Fessenden & Fessenden, 1986). Hari inkubasi ke-2 dan 7

menunjukkan tingkat biosolubilisasi yang tinggi ditunjukkan pada nilai absorbansi

yang tingginya senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi (Gambar 12) sehingga

hanya pada hari tersebut supernatan diuji susuran (scan). Hari ke-2 pada kultur

perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) absorbansi maksimum terdapat sekitar

panjang gelombang 363 nm dan 207 nm sama halnya pada hari ke-7, panjang

gelombang tersebut menggambarkan terdapatnya senyawa antrasena dan benzena.

Page 70: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

52

Perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) yang

melibatkan Trichoderma sp. sebagai agen pengsolubilisasi tunggal menunjukkan

pada hari ke-2 puncak absorbansi terdapat pada panjang gelombang 204 dan 357

nm sedangkan pada hari ke-7 terjadi pergeseran puncak absorbansi pada panjang

gelombang 216, 237 dan 303 nm (Tabel 5). Senyawa yang terdeteksi oleh

absorbansi tersebut mengindikasikan terdapatnya senyawa azulena, naftasena dan

benzena. Kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) menunjukkan puncak

absorbansi hari ke-2 pada panjang gelombang 357 dan 213 sedangkan hari ke-7

terjadi pergeseran panjang gelombang menjadi 216 nm (Tabel 5). Hal tersebut

menunjukkan terdapatnya senyawa azulena, akridin dan naftasena. Media

perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) menunjukkan

pergeseran panjang gelombang pada hari ke-2, yaitu 213 dan 357 nm sedangkan

pada hari ke-7 terjadi pergeseran puncak absorbansi pada panjang gelombang 216,

297, dan 372 nm (Tabel 5). Hal tersebut menandakan terdapatnya senyawa berupa

akridin, azulena, naftasena, naftalena dan antrasena.

Secara keseluruhan puncak absorbansi yang terbentuk pada media

perlakuan berkisar antara 200-300 nm mengindikasikan terdapatnya senyawa

aromatik yang merupakan struktur utama lignit. Keberadaan senyawa aromatik

membentuk kompleks sehingga lignit ditandai dengan wujud yang padat pada

batubara jenis ini. Proses biosolubilisasi yang berlangsung dalam media kultur

mengakibatkan senyawa utama penyusun lignit terlarut. Hal tersebut

menunjukkan kapang Trichoderma sp. dan mikroba indigenus berperan

dalam memecah ikatan kompleks lignit menjadi ikatan sederhana.

Page 71: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

53

Tabel 5. Hasil scanning 200-600 nm pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%), dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.

No.

Perlakuan Scanning 200-600 nm Hari ke-2 Hari ke-7

1 A

2 B

3 C

4 D

Page 72: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

54

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini serupa dengan penelitian Yin dkk.

(2009) yang menyatakan bahwa kisaran puncak absorbansi hasil produk

biosolubilisasi terdapat pada panjang gelombang 200-300 nm

4.3.3. Produksi Asam Humat dan Fulvat

Kurva perubahan konsentrasi asam humat dan fulvat setiap perlakuan

menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 13). Secara statistik uji anova satu arah

menunjukkan terdapat pengaruh pada tiap perlakuan terhadap kadar asam humat

(p≤0,05) (Lampiran 7). Hasil uji statistik lebih lanjut yaitu uji Duncan (p=0,05)

pada asam humat menunjukkan bahwa perlakuan B (MSS + batubara steril 5% +

Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara

mentah 5% + Trichoderma sp.) tidak terdapat perbedaan kecuali perlakuan A

(MSS + batubara steril 5%).

Pengujian statistik anova satu arah pada asam fulvat menunjukkan hasil

bahwa perlakuan mempengaruhi produksi asam fulvat (p≤0,05). Berdasarkan uji

statistik lanjutan Duncan (p=0,05) bahwa perlakuan A (MSS + batubara steril 5%)

dan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) tidak terdapat perbedaan

nyata sama halnya pula pada perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) dan D

(MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) (Lampiran 7). Perubahan nilai

absorbansi menunjukkan keberadaan asam humat dan asam fulvat yang terlarut di

dalam media kultur dan menunjukkan pola yang berbeda pada masing-masing

perlakuan (Gambar 13). Perbedaan nilai absorbansi yang muncul

Page 73: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

55

mengindikasikan adanya perbedaan kemampuan agen pengsolubilisasi dalam

mengsolubilisasi batubara.

(A) (B)

Gambar 13. Nilai absorbansi (A) Asam Humat (B) Asam fulvat 561 nm pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.

Nilai absorbansi asam humat yang terkandung pada masing-masing

perlakuan menunjukkan pola yang cenderung fluktuatif (Gambar 13). Perlakuan D

(MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) menunjukkan kandungan asam

humat tertinggi yaitu 0,199 pada hari ke-28. Perlakuan C (MSS + batubara mentah

5%) nilai absorbansi tertinggi pada hari ke-14 sedangkan perlakuan B (MSS +

batubara steril 5% + Trichoderma sp.) setelah hari ke-28 inkubasi, yaitu sebesar

0,154 dan 0,098. Perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) perubahan nilai

absorbansi yang terjadi disebabkan adanya proses sterilisasi dan agitasi yang

mengakibatkan terlepasnya struktur batubara akibat adanya suhu yang tinggi dan

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0 7 14 21 28

Asa

m H

umat

(%C

)

Waktu (hari)

A

B

C

D

20

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0 7 14 21 28A

sam

Ful

vat (

%C

)Waktu (Hari)

A

B

C

D

2

Page 74: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

56

adanya gesekan terhadap permukaan batubara. Proses sterilisasi diduga menjadi

faktor penyebab tingginya nilai absorbansi asam humat diawal inkubasi pada

perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) yaitu 0,067.

Perubahan nilai absorbansi asam fulvat cenderung berbanding terbalik

dengan asam humat (Gambar 13). Hal tersebut ditunjukkan pada saat nilai

absorbansi asam humat mengalami kenaikan, maka absorbansi asam fulvat

mengalami penurunan dan sebaliknya. Nilai absorbansi asam humat tertinggi

terjadi hampir pada semua perlakuan di hari inkubasi ke-21. Perlakuan D (MSS +

batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) menunjukkan nilai tertinggi

dibandingkan perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C

(MSS + batubara mentah 5%), dan A (MSS + batubara steril 5%) yaitu, 0,2736;

0,1482; 0,1722 dan 0,085.

Nilai absorbansi asam humat yang tinggi mengindikasikan bahwa

batubara terdegradasi sehingga senyawa humat terlarut ke dalam media perlakuan.

Asam humat merupakan hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik yang

bersifat stabil dan tahan terhadap biodegradasi. Substansi humat memiliki

kontribusi besar sebagai mantel (coat) suatu partikel hingga tidak terlapukkan dan

bersifat stabil. Selain itu, tingginya nilai absorbansi asam humat menunjukkan

masih terdapatnya senyawa yang memiliki ikatan terkonjugasi pada senyawa

aromatik komponen penyusun asam humat dalam batubara yang belum terurai ke

dalam media. Penurunan nilai absorbansi asam humat terjadi oleh adanya

penguraian asam humat terlarut menjadi senyawa turunan seperti asam fulvat atau

terdepolimerisasi menjadi gugus-gugus penyusunnya seperti gugus fenolik,

Page 75: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

57

karbolik, enolik, alifatik dan lainnya. Kondisi tersebut yang mengakibatkan

konsentrasi asam fulvat yang terlarut dalam media mengalami peningkatan

(Sugoro dkk., 2011). Hal tersebut dibuktikan pada meningkatnya nilai absorbansi

asam fulvat pada saat nilai absorbansi asam humat menurun (Gambar 13).

Terurainya senyawa batubara yang ditandai dengan keberadaan asam

humat dan fulvat ke dalam media mengindikasikan adanya aktivitas mikroba di

dalam media perlakuan kecuali pada perlakuan A (MSS + batubara steril). Media

perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) menunjukkan nilai

absorbansi asam humat dan fulvat tertinggi dibandingkan pada media perlakuan

lainnya (Gambar 13). Diduga pada media tersebut terjadinya hubungan positif

antara mikroba indigenus dengan kapang Trichoderma sp. Pendugaan tersebut

didukung pula dengan pengukuran parameter seperti, pH, dan analisis senyawa

fenolik serta aromatik terkonjugasi (Gambar 8 dan 12).

4.3.4. Karakteristik Gugus Fungsi Hasil Biosolubilisasi Batubara

Identifikasi gugus fungsi produk biosolubilisasi dilakukan dengan

menggunakan Fourier Transform infra Red (FTIR) pada masing-masing

perlakuan. Pengujian yang dilakukan dengan FTIR menggunakan batubara

kontrol lignit mentah dan steril. Sampel yang digunakan merupakan produk yang

dihasilkan dalam proses biosolubilisasi dari masing-masing perlakuan. Hasil

spektrum inframerah dari produk biosolubilisasi pada media perlakuan disajikan

pada Gambar 14 dan 15. Gugus fungsi utama yang terdeteksi pada produk

biosolubilisasi terdiri dari hidroksil fenol O-H (3200-3550 cm-1), karboksilat

Page 76: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

58

(1)

(2)

(3)

Gambar 14. Hasil FTIR produk biosolubilisasi (1) Kontrol media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) (2) media perlakuan A hari ke-2 (3) media perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + kapang Trichoderma sp.)hari ke-2.

400600800100012001400160018002000240028003200360040001/cm

-0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

%T

Smooth

3244

,27

3043,67

1654,92

1093

,64

540,07

p2

400600800100012001400160018002000240028003200360040001/cm

-0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

%T

Smooth

3244,27

3043

,67

1654,92

1093,64

540,07

p2

400600800100012001400160018002000240028003200360040001/cm

-0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

%T

Smooth

3228

,84

299

5,45

1654,92

111

2,93

669,30

p11

OH COOH CO

C-O-C

OH COOH CO C-O-C

OH COOH CO C-O-C

Page 77: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

59

(1)

(2)

(3)

Gambar 15. Hasil FTIR produk biosolubilisasi (1) Kontrol media perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) (2) media perlakuan C hari ke-2 (3) media perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) hari ke-2.

400600800100012001400160018002000240028003200360040001/cm

-0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

%T

Smooth

324

6,20

2995

,45

1654

,92

1112

,93

669

,30

p1

400600800100012001400160018002000240028003200360040001/cm

-0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

%T

Smooth

3228

,84

2893

,22

1653

,00

1093

,64

540,07

p7

400600800100012001400160018002000240028003200360040001/cm

-0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

%T

Smooth

3232,70

2873,94

1662,64

1089

,78

536,21

p10

C-O-C CO OH COOH

C-O-C OH COOH CO

C-O-C OH COOH CO

Page 78: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

60

COOH (3300-2500 cm-1), karbonil C-O (1600 cm-1), ikatan eter C-O-C (1000-

1300 cm-1) dan ikatan gugus samping aromatik (1000-500 cm-1). Terjadinya

biosolubilisasi mengakibatkan perubahan ketajaman puncak absorbansi yang

dilihat dari penurunan persen transmitan. Semakin rendah persen transmitan yang

ditunjukkan mengindikasikan besarnya kandungan suatu gugus fungsi tertentu.

Analisis FTIR dilakukan hanya pada media perlakuan setelah inkubasi

hari ke-2, hal tersebut terkait dengan analisis senyawa fenolik dan aromatik

terkonjugasi yang menunjukkan tingkat biosolubilisasi tertinggi (Gambar 12).

Hasil yang diperoleh pada produk biosolubilisasi semua gugus fungsi utama yang

ditentukan menunjukkan penurunan nilai persen transmitan dibandingkan dengan

kontrol (Gambar 14 dan 15). Terutama pada gugus samping aromatik yang

tampak meningkat pada hari inkubasi ke-2, serupa dengan analisis sebelumnya

yaitu pada uji susuran (scan) 200-600 nm yang juga menunjukkan terjadinya

peningkatan gugus samping aromatik. Produk biosolubilisasi yang dihasilkan

dalam penelitian ini sesuai dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yin

dkk. (2009) terutama pada senyawa utama yang terdeteksi kecuali adanya

senyawa siklan.

Peningkatan gugus karboksilat (COOH) mengindikasikan produk

banyak mengandung cincin samping dan oksigen hal tersebut disebabkan pada

proses biosolubilisasi melibatkan enzim yang bersifat oksidatif seperti

peroksidase. Hidayati (2011), menyatakan agen pengsolubilisasi dalam

menguraikan struktur batubara lignit menghasilkan enzim lignin peroksidase (LiP)

dan mangan peroksidase (MnP). Perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% +

Page 79: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

61

Trichoderma sp.) menunjukkan penurunan persen transmitan yang cukup besar

dibandingkan dengan perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS +

batubara steril 5%+ Trichoderma sp.) dan C (MSS + batubara mentah 5%) diduga

agen pengsolubilisasi yang beragam ditambah dengan keberadaan kapang

Trichoderma sp. mengakibatkan batubara lignit tersolubilisasi secara maksimal.

4.3.5. Identifikasi Senyawa Hasil Biosolubilisasi dengan GCMS

Identifikasi senyawa yang dihasilkan dari proses biosolubilisasi

menggunakan GCMS dinyatakan dalam persen area (Lampiran 8). Terdeteksinya

senyawa baru dan terjadinya perubahan konsentrasi senyawa mengindikasikan

terjadinya perubahan konsentrasi senyawa yang berarti telah terjadi proses

biosolubilisasi (Fakoussa , 1988). Sampel yang digunakan adalah media perlakuan

hari ke-2 yang menunjukkan nilai tertinggi pada analisis senyawa fenolik dan

aromatik terkonjugasi (Gambar 12) di masing-masing perlakuan. Analisis

menggunakan GCMS bertujuan untuk mengetahui jenis komposisi senyawa yang

terkandung di dalam produk biosolubilisasi. Hasil GCMS dapat dilihat secara

lengkap pada Tabel 6.

Tabel 6. Senyawa Hasil Biosolubilisasi Batubara Lignit dengan GCMS.

No. Nama Senyawa % Area

Perlakuan A B C D

1 1-Sikloheksileikosan (C6H11) - - - 0,60

2 2-butil-4-metilthiazol (C8H13NS) 0,26 - - -

3 Thiazol, 2-butil-5-metil- (C8H13NS) 0,29 - - -

4 Naftalen ( C10H8 ) 3,41 - 4,06 2,77

Page 80: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

62

5 1,1’-Bifenil (C12H10) - - 1,22 - 6 1,7-Dimetilnapthalene (C12H12) - - - 0,13 7 Benzophenone (C13H10O) 0,82 - - -

8 4-metil-2,6-di-tert-butilphenol (C14H22O) 1,47 - - -

9 n-Tetradekana (C14H30) - - - 0,50 10 2-Metiltetradekana (C15H32) - - - 0,14

11 1,1’-Bhipenyl, 2,2’ , 5,5’-tetramethyl (C16H18)

2,29 - 1,47 -

12 1,1-Bis(p-tolyl)ethane (C16H18) 1,06 - - -

13 2,6-Diisopropylnaphtalene (C16H20)

1,65 - 1,40 0,58

14 Dibutilphtalate (C16H22O4) 2,76 - 4,53 5,46

15 n-Hexadekana sulfonil klorida (C16H33ClO2S) 1,32 - 1,25 -

16 1-Hexadekana (C16H34) 1,43 - - 0,82

17 Dekanioc acid, heptyl ester (C17H34O2)

6,03 - 5,73 3,16

18 n-Heptadekana (C17H36 ) - - - 0,46 19 n-Heptadekanol (C17H36) - - - 0,62 20 Isobutilphthalate (C18H22O4) 6,68 48,80 5,14 - 21 3-metilheptadekana (C18H38) 1,60 - 1,39 - 22 2-Metilheptadekana (C18H38) - - - 0,52 23 2-Phenyltridecane (C19H32) 2,51 - 2,99 1,04 24 3-metiloktadekana (C19H40) 1,89 - - -

25 Pentadekana, 2,6,10,13-tetrametil- (C19H40)

1,76 - - -

26 Pristane (C19H40) - - 2,14 -

27 2,6,10,13-Tetrametilpentadekana (C19H40)

- - 1,67 -

28 Eikosan (C20H42) 2,65 - 2,14 - 30 n-1-Eikosanol (C20H42O) - - - 1,47 31 n-Heneikosan (C21H44) - - - 1,16 32 3-Metileikosan (C21H44) 2,10 - 1,93 1,55

33 2,3-Dimetilnonadekana (C21H44)

- - - 0,84

34 2,4-dimetileikosan (C22H46) - - - 0,59 35 2-Eikosiklosietanol (C22H46O2) - - - 0,72 36 n-Tricosanol (C23H48O) - - 1,21 1,06 37 9-Hexilheptadekana (C23H48) - - - 0,58

38 Bis(2-ethylhexyl) phthalate (C24H38O4)

3,19 11,86 - 1,28

39 Dioktilphthalat (C24H38O4) - - 1,92 -

Page 81: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

63

Keterangan : Perlakuan A: MSS+ + batubara steril Perlakuan B: MSS+ + batubara steril + Kapang Trichoderma sp. Perlakuan C: MSS+ + batubara mentah Perlakuan D: MSS+ + batubara mentah + Kapang Trichoderma sp.

Perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) terdeteksi 28 senyawa

sedangkan perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) hanya

terdeteksi 4 senyawa. Induksi kapang Trichoderma sp. diduga menjadi penyebab

sedikitnya senyawa yang terdeteksi (Tabel 4). Senyawa yang dihasilkan dari hasil

pendegradasian batubara diduga digunakan dalam proses metabolisme kapang

untuk pertumbuhannya. Dibandingkan dengan kontrol senyawa pada perlakuan B

40 n-tetrakosan (C24H50) - 5,12 1,65 1,42 41 2-methyltricosane (C24H50) 4,31 - 1,88 - 42 2,4-Dimetildokosan (C24H50) - - - 1,38 43 2,21-Dimetildokosan (C24H50) - - - 1,43

44 2,6,10,14,18-Pentamethyleicosane (C25H52)

3,17 - 1,90 -

45 n-Eikosilsikloheksana (C26H52) - - - 0,94

46 11-(1-Etilpropil)heneikosan (C26H54)

- - - 1,19

47 5-Ethyl-5-metiltetrakosan (C27H56)

2,33 - - -

48 n-Nonakosana (C29H60) - - 1,30 -

49 3, 11-dimetil-nonakosan (C31H64)

4,73 - - 1,14

50 n-Hentriakontana (C31H64) 5,39 - 2,61 1,39 51 11-Desildokosan (C32H66) - - - 1,03 52 n-Tritriakontana (C33H64) 6,86 - - 2,44 53 9-oktilheksakosan (C34H70) - - - 0,78

54 2,6-di-tert-butyl-4-[(2-octadecyloxycarbonyl)ethyl]-fenol (C35H62O3)

21,31 39,34 50,93 55,33

55 10-n-Heptil-10-n-oktileikosan (C35H72)

3,97 - - -

Total % Area 100 100 100 100 Jumlah senyawa 28 4 22 33

Page 82: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

64

hanya 3 senyawa yang serupa dengan kontrol yaitu isobutil phatalat (C18H22O4),

Bis(2-etilheksil) pthalat (C24H38O4) dan 2,6-di-tert-butil-4-[(2

oktadecyloxykarbonil )etil]-fenol (C35H62O3). Sebagian senyawa yang terdapat

pada kontrol terdapat penambahan persen area pada senyawa pada perlakuan B

(MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.).

Perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang

mengandung batubara mentah ditambahkan dengan kapang Trichoderma sp.

terdeteksi sebanyak 33 senyawa jika dibandingkan dengan perlakuan C (MSS +

batubara mentah 5%) sebagai kontrol yang memiliki senyawa sebanyak 22. Hal

tersebut mengindikasikan terbentuknya senyawa baru (Tabel 6). Terdapat 10

senyawa yang serupa dengan kontrol pada perlakuan D (MSS + batubara mentah

5% + Trichoderma sp.), senyawa tersebut sebagian besar menunjukkan penurunan

persen area kecuali senyawa 2,6-di-tert-butyl-4-[(2-octadecyloxycarbonyl)ethyl]-

fenol (C35H62O3). Terbentuknya senyawa baru yang terdeteksi mengindikasikan

terjadinya pendegradasian senyawa kompleks batubara menjadi senyawa terurai

baik berupa aromatik maupun alifatik dan menandakan terjadinya biosolubilisasi

oleh aktivitas agen pengsolubilisasi yaitu kapang Trichoderma sp. dan mikroba

indigenus.

Senyawa yang terdeteksi pada kontrol (perlakuan A (MSS + batubara

steril) dan C (MSS + batubara mentah 5%)) terutama yang mengandung senyawa

sulfur seperti 2-butil-4-metilthiazol (C8H13NS); thiazol, 2-butil-5-metil (C8H13NS)

dan n-hexadekana sulfonil klorida (C16H33ClO2S) tidak terdeteksi kembali pada

perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) maupun D (MSS +

Page 83: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

65

batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) (Tabel 6). Hal tersebut menandakan

terjadinya desulfurisasi. Desulfurisasi merupakan proses penghilangan kandungan

sulfur. Unsur sulfur yang menghilang diduga disebabkan oleh penggunaan unsur

tersebut sebagai sumber energi dan elektron oleh agen pengsolubilisasi (mikroba

indigenus dan Trichoderma sp.). Unsur sulfur menjadi salah satu senyawa

anorganik yang dapat digunakan mikroba sebagai sumber energi dan biosintesis

(Purwoko, 2007).

Gambar 16. Persentase Area senyawa hidrokarbon yang setara dengan bensin dan solar pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%), dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm hari ke-2.

Biosolubilisasi batubara lignit diharapkan menghasilkan produk yang

setara dengan bensin dan solar. Penelitian yang dilakukan Sugoro dkk. (2011)

menyatakan bahwa peningkatan asam humat dan fulvat serta tingginya nilai

senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi yang mengindikasikan terjadinya

0

20

40

60

80

A B C D

Pres

enta

se (%

)

Perlakuan

Solar (C10-C24)

Bensin (C7-C11)

Kerosin (C12-C15)

Page 84: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

66

biosolubilisasi menghasilkan produk yang setara dengan bensin dan solar. Namun,

dalam penelitian yang dilakukan ternyata produk biosolubilisasi yang dihasilkan

sebagian besar berpotensi sebagai komponen penyusun solar dan sedikit yang

berpotensi sebagai bensin.

Produk biosolubilisasi dianalisis dengan GCMS dan dibandingkan

dengan jumlah atom karbon bensin dan solar untuk mengetahui potensi produk

terhadap senyawa tersebut. Pada semua perlakuan menunjukkan potensi sebagai

komponen solar (Gambar 16). Perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) dari 28

senyawa yang terdeteksi, memiliki potensi sebagai bensin (C7-C11) sebesar 0%

sedangkan 61% sebagai solar (C10-C24). Perlakuan B (MSS + batubara steril 5% +

Trichoderma sp.) menunjukkan 25% sebagai komponen solar dari 4 senyawa

yang diterdeteksi. Perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) memiliki potensi

sebesar 68% sebagai solar (C10-C24) dan hanya 0% sebagai bensin (C7-C11) dari

22 senyawa yang terdeteksi. Perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% +

Trichoderma sp.) sebesar 64% berpotensi sebagai solar (C10-C24) dan 3% sebagai

bensin (C7-C11) dari 33 senyawa yang terdeteksi.

Senyawa yang terdeteksi (Tabel 6) menunjukkan sebagian besar

didominasi sebagai senyawa karbon dengan rantai panjang yaitu rantai karbon

alifatik. Meskipun, pada parameter yang sebelumnya menunjukkan bahwa

terdeteksinya rantai karbon aromatik. Hal tersebut mengindikasikan ternyata

tingginya nilai senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi serta asam humat dan

fulvat (Gambar 12 dan 13) belum tentu mengandung senyawa yang setara dengan

senyawa bensin maupun solar.

Page 85: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

67

Penggunaan batubara mentah ternyata memiliki potensi sebagai solar

maupun bensin lebih baik dibandingkan batubara steril meskipun ditambahkan

kapang Trichoderma sp. Dipta (2010) menyatakan kapang Trichoderma sp.

mampu memutus rangkaian rantai karbon panjang menjadi rantai karbon

sederhana pada batubara subbituminus. Aktivitas kapang Trichoderma sp.

terutama sebagai agen tunggal (perlakuan B) dalam mendegradasi batubara steril

terdeteksi didominasi rantai karbon panjang (Tabel 6) diduga senyawa dengan

rantai sederhana lebih banyak digunakan untuk proses metabolismenya.

Sama halnya pada penggunaan batubara mentah yang mengandung

mikroba indigenus dan kapang Trichoderma sp. yang menunjukkan senyawa

rantai panjang mendominasi namun produk senyawa yang terdeteksi lebih banyak.

Senyawa dengan rantai panjang yang mendominasi pada produk biosolubilisasi

menunjukkan pengukuran identifikasi senyawa menggunakan GCMS pada hari

ke-2 menyebabkan senyawa penyusun batubara belum terdegradasi secara

maksimal. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengukuran produk

biosolubilisasi selama proses biosolubilisasi berlangsung agar diperoleh senyawa

yang setara dengan bensin dan solar secara maksimal.

Page 86: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Biosolubilisasi batubara lignit hasil interaksi antara kapang

Trichoderma sp. dengan mikroba indigenus (perlakuan D) lebih

tinggi dibandingkan perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B

(MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) dan C (MSS +

batubara mentah 5%).

2. Produk biosolubilisasi yang dihasilkan pada perlakuan A, B, C dan

D menunjukkan tingkat biosolubilisasi tertinggi terjadi pada hari ke-

2 inkubasi berdasarkan data analisis senyawa fenolik dan aromatik

terkonjugasi serta produksi asam humat dan fulvat.

3. Hasil scaning pada panjang gelombang 200-600 nm produk

biosolubilisasi menunjukkan terjadi perbedaan pola panjang

gelombang pada masing-masing perlakuan.

4. Analisis FTIR produk biosolubilisasi menghasilkan peningkatan

intensitas gugus fungsi yaitu gugus hidroksil, karbonil, karboksilat,

eter dan aromatik.

5. Hasil identifikasi senyawa produk biosolubilisasi melalui analisis

GCMS menunjukkan senyawa yang terdeteksi didominasi senyawa

alifatik rantai panjang dan berpotensi sebagai solar pada semua

perlakuan.

Page 87: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

69

5.2. Saran

Perlu dilakukan analisa produk hasil biosolubilisasi selama proses

biosolubilisasi berlangsung agar teramati senyawa yang setara dengan bensin dan

solar secara maksimal.

Page 88: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

70

DAFTAR PUSTAKA American Testing Society (ATS). 2009. Coal. http://www.ats.org. Diakses pada

tanggal 5 Maret 2011, pk. 16.00 WIB. Arianto, D.P., W. Indro & W. Hery. 2005. Pengaruh jarak buangan air limbah

industri di daerah Jaten-Karanganyar terhadap kadar chromium dalam air dan tanah permukaan saluran air pungkuk. Caraka Tani. 5(2):20-29.

Atlas, R. & R. Bartha. 1995. Microbial Ecology. London. The

Benjamin/Cummings publishing. P. 11-13. Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Edisi 2 Analisa Tanah, Tanaman,

air, dan pupuk. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Basaran, Y., A. Denizli & B. Sakintuna. 2003. Bio-liquefaction/solubilization of

low-rank Turkish lignites and characterization of the products. Energy & Fuels. 17(4): 1068–1074.

Brenner, K., L. You., & F.H. Arnold. 2008. Engineering microbial consortia : a

new frontier in synthetic biology. Trends in Biotech. 26(9): 483 – 490. Bushil, M.E. & J.H. Slater. 1981. Mixed Culture Fermentation. Academic Press. Catcheside, D.E. & K.J. Mallett. 1991. Solubilization of Australian lignites by

fungi and other microorganisms. Energy &Fuels. 5(1): 141–145. Cavalla, M. Trichoderma sp. http://www2.aclyon.fr/enseigne/biotech/galerie/

champignons/tableau /champignons.html. Diakses 17 Maret 2011, pk. 15.09 WIB.

Chahal, P.S. & D.S. Chahal. 1998. Lignocellulosic Waste : Biological Conversion.

In : Martin, A.M. (editor). Bioconversion of Waste Material to Industrial Products. Blackie Academic & Professional. London.

Cohen, M.S. & P.D. Gabriele. 1982. Degradation of coal by the fungi Polyporus

versicolor & Poriamonticola. Appl. & Env. Microbiol. 44(1): 23–27. Cohen, S.M., B.W. Wilson & R.M. Bean. 1990. Enzymatic solubilization of coal.

In: Wise, L.D. (editor). Bioprocessing & Biotreatment of Coal. Marcel Dekker Inc. New York.

Page 89: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

71

Dipta, R. M. 2010. Biosolubilisasi batubara hasil iradiasi gamma dalam berbagai dosis oleh kapang Trichoderma sp. Skripsi: Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. ESDM. 2010. Hand Book of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2010.

http://www.ESDM.org. Diakses pada tanggal 5 Maret 2011, pk. 16.55 WIB.

Faison, B.D., Scott, C.D. & N.H. Davison. 1989. Biosolubilization of coal In

aqueous & non-aqueous media. Biotechnol. Bioeng. Symp. Ser. 85: 196. Fakoussa, R.M. 1988. Production of water-soluble coal-substance by partial

microbial liquefaction of untreated hard coal. Resourc. Conserve Recycling. 1: 251-260.

_____. 1994. The influence of different chelators on the

solubilization/liquefaction of different pretreated & natural lignites. Fuel Process Technol. 40:183–192.

Fakoussa, R.M. & P.J. Frost. 1999. In vivo-decolorization of coal-derived humic

acid by laccase-excreting fungus Trametes versicolor. Appl. Microbiol Biotechnol. (52): 60-65.

Fakoussa, R.M. & M. Hofrichter. 1999. Biotechnology and microbiology of coal

degradation. Appl. Microbiol. Biotechnol. 52: 25–40. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan & Kebudayaan

Direktorat Jendral Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. _____. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fessenden, R.J. & J.S. Fessenden. 1986a. Kimia Organik. Jilid I. Erlangga.

Jakarta. _____. 1986b. Kimia Organik. Jilid II. Erlangga. Jakarta. Gramms, G., K.D. Voigt & B. Kirsche. 1999. Degradation of polycyclic aromatic

hydrocarbons with three to seven aromatic rings by higher fungi in sterile & unsterile soils. Biodegradation. 10: 51–62.

Gotz, G.K.E. & R.M. Fakoussa. 1999. Fungal biosolubilization of Renish brown

coal monitored by Curie-Point pyrolysis/gas chromathography/mass spectrometry using tetra ethylammonium hydroxide. Appl. Microbiol. Biotechnol. 52(1):41-8.

Page 90: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

72

Hammel, K.E. 1996. Extracelluler free radical biochemistry of ligninolytic fungi.

New J Chem. 20: 195-198. Hidayati. 2011. Studi estimasi proses biosolubilisasi batubara oleh kapang hasil

isolasi dari pertambangan batubara Sumatera Selatan berdasarkan karakterisasi enzim ekstraseluler dan produk yang dihasilkan. Skripsi: Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidatullah Jakarta. Jakarta.

Holker, U., H. Schmiers, S. Grosse, M. Winkelho¨fer, M. Polsakiewicz & S.

Ludwig. 2002. Solubilization of low-rank coal by Trichoderma atroviride. J Ind Microbiol. Biotechnol. (28):207–212.

IEA. International Energy Outlook. 2009. Coal. http://www.ieo.org. Diakses pada

tanggal 5 Maret 2011, pk. 16.15 WIB. Jannah, M. 2011. Karakterisasi produk biosolubilisasi batubara lignit oleh kapang

indigenous dari tanah pertambangan Sumatera Selatan. Skripsi: Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidatullah Jakarta. Jakarta.

Johnson, E.R., K.T. Klasson, R. Basu, J.C. Volkwein, E.C. Clausen & J.L. Gaddy.

1994. Microbial conversion of high rank coals to methane. App. Biochem. & Biotechnol. 45-46: 329-38.

Kirk, T.K., S. Croan, M. Tien, K.E. Murtagh & R.L. Farrell. 1986. Production of

multiple ligninases by Phanerochaete chrysosporium: effect of selected growth conditions and use of mutant strain. Enzyme Microbiology Technology. 8:27–32.

Machnikowska, H., K. Pawelec & A. Podgo´rska. 2002. Microbial degradation of

low rank coals. Fuel Process Technol. 77-78: 17–23. Martina, A., N. Yuli & M. Sutisna. 2002. Optimasi beberapa faktor fisik terhadap

laju degradasi selulosa kayu albasia (Paraserianthes falcataria) (L.,) Nielsen & karboksimetilselulosa. Jurnal Natur Indonesia. 4(2):156-163.

Nugroho, A. 2007. Dinamika populasi konsorsium bakteri hidrokarbonoklastik:

studi kasus biodegradasi hidrokarbon minyak bumi skala laboratorium. Jurnal ILMU DASAR. 8(1): 13-23.

Pelczar, M.J & E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI-Press.

Jakarta. ______. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. UI-press. Jakarta.

Page 91: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

73

Perez J., J. Munoz-Dorado, T. de la Rubia & J. Martinez. 2002. Biodegradation &

biological treatments of cellulose, hemicellulose & lignin: An Overview. Int. Microbiol. 5:53-63.

Persoon ex Gray in 1801. Fungi. http:// doctorfungus. Org/thefungi/ Trichoderma.

php. Diakses pada tanggal 31 Maret 2011, pk.16.29 WIB. Pokorný R., P. Olejníková, M. Balog, P. Z. cák, U. Hölker, M. Janssen, J. Bend,

M. Höfer, R. Holienˇcin, D. Hudecová, & L. Vareˇcka. 2005. Characterization of microorganisms isolated from lignite excavated from the Záhorie coal mine (southwestern Slovakia). Int. Microbiol. 156: 932-943.

Polman, J.K., C.R. Breckenridge & D.R. Quigley. 1991. Characterisation of

bacteria which degrade lignite coal. Abstract of General Meeting American Society for Microbiology 91 Meet. 262.

PT. Bukit Asam (ptba). 2011. Coal Types.

http://ptba.co.id/en/library/detail/id/4/coal_types. Diakses pada tanggal 28 Mei 2011, pk. 23.30 WIB.

Purwantisari, S. & R. B. Hastuti. 2009. Isolasi & identifikasi jamur indigenous

rhizosfer tanaman kentang dari pertanian kentang organik di Desa Pakis, Magelang. Bioma. 11(2): 45-53.

Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Bumi Aksara. Jakarta. Quigley, D.R., J.E. Wey, C.R. Breckenridge & D.L. Stoner. 1988. The influence

of pH on biological solubilization of oxidized low-rank coal. Resours Conserv and Recycl. 1:163–174.

Quigley, D.R., B. Ward, D.L. Grawfordd, H.J. Hatcher & P.R. Dugar. 1989.

Evidence that microbially produced alternative materials are involved in coal biosolubilization. Appl. Biochem. Biotechnol. 20:753–763.

Ralph, J.P. & D.E.A. Catcheside. 1994. Decolourisation and depolymerisation of solubilised low rank coal by the white-rot Basidiomycetes Phanerochate crysosporium. Appl. Microbiol. Biotechnol. 42: 536-542.

Reiss, J. 1992. Studies on the Solubilization of German coal by fungi. Appl.

Microbiol. and Biotechnol. 37(6): 830–832. Schulten, H.R. & M. Schnitzer. 1993. A State of the Art Structural Concept for

Humic Substances. Naturwissenschaften. 80:29-30.

Page 92: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

74

Scott, C.D., B.D. Faison & C.A. Woodward. 1991. Anaerobic liquefaction/solubilization of coal by microorganism & isolated enzyme. Presented at The Liquefaction Contractors Review Meeting, USA Dept of Energy.

Selvi, A.P., R.B. Banerjee, L.C. Ram & G. Singh. 2009. Biodepolymerization

studies of low rank Indian coals. World J. Microbiol. Biotechnol. 25: 1713–1720.

Shi K.Y., Tao X., Yin S., Du Ying & Lv Zuo-peng. 2009. Bioliquefaction of

Fushun Lignite: characterization of newly isolated ligite liquefying fungus & liquefaction products. The 6th International Conference on Mining Science & Tech. Procedia earth & Planetary Science. 627-633.

Silva, M.E., C.J. Vengadajellum, H.A. Janjua, S.T.L. Harrisson, S.G. Burton &

D.A. Cowan. 2007. Degradation of low rank coal by Trichoderma atroviride ES11. Journ of industry Microbiol and Biotechnol. 34: 625-631.

Speight, J.G. 1994. The Chemistry & Technology of Coal, 2nd edition, Revised &

Exp&ed”, Marcel Dekker Inc., New York. Sugoro, I., M.R. Pikoli., T. Kuraesin & P. Aditiawati. 2009. Isolasi & seleksi

kapang pengsolubilisasi batubara. Jurnal Biologi & Lingkungan Al-Kauniyah UIN Syahid. (2) : 34-40.

Sugoro, I., F. Nurlidar., S. Hermanto, A. Ana, S. Dwiwahju, & P. Aditiawati.

2010. Biosolubilisasi batubara hasil iradiasi gamma oleh kapang Penicillium sp. Jurnal Prosiding Seminar Nasional Keselamatan & Radiasi. PTKML BATAN. Jakarta.

Sugoro, I., D. Indriani, D. Sasongko & P. Adiatiawati. 2011. Isolasi & seleksi

fungi dari pertambangan batubara sebagai agen biosolubilisasi. Biota UNIKA Atmajaya. Jakarta.

Susilawati, R.S. 2008. CBM-gas methan dalam batubara. Geologi Populer. Warta

Geologi. Tekmira. 2006. Batubara di Indonesia. Puslitbang Teknologi Mineral & Batubara.

Jawa Barat. Wadhwa, G. & D.K. Sharma. 1998. Microbial pretreatment of coals: A tool for

solubilization of lignite in organic solvent-quinoline. World Journal of Microbiol and Biotechnol. 14: 751-763.

Page 93: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

75

Waluyo, L. 2008. Teknik & Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UMM-Press. Malang.

_____. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. UMM-Press. Malang. Wise, D.L. 1990. Bioprocessing & Biotreatment of Coal. Marcel Dekker Inc.,

New York. World Coal Institute. 2005. Sumber Daya Batubara Tinjauan Lengkap Mengenai

Batubara. http://www.worldcoal.org. Diakses pada tanggal 3 Februari 2011, pk. 12.17 WIB.

Xuchang, X., Changhe C., Haiyin Q., Rong H., Changfu Y. & Guangming X.

2000. Development of coal combustion pollution control for SO2 & NOx in China. Fuel Process. Technol. 62: 153–160.

Yin S., Xiuxiang T., Kaiyi S. & Zhongchao, T. 2009. Biosolubilisation of Chinese

lignite. Energy. 34: 775-781. Yoshida, H. 2007. Coal Liquefaction Pilot Plant. New Energy & Industrial

Technology Development Organization. Tokyo. Zylstra, G.J. & E. Kim. 1997. Aromatic hydrocarbon degradation by

Sphingomonas yanoikuyae B1. Journal of Industrial Microbiology and Biotechnology. 408-414.

Page 94: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

76

LAMPIRAN

Lampiran 1. Jenis Bakteri yang Terdapat pada Kultur Perlakuan

Jenis Bakteri yang Ditemukan pada Semua Perlakuan

Keterangan:

1. BM04 (penampilan permukaan atas halus, mengkilat putih bening halus (polos))

2. BM21 (penampilan permukaan atas tidak menonjol, transparan tepi rata) 3. BM01 (warna putih susu pekat mengkilat, menonjol dari sisi samping tepi

halus permukaan atas menonjol) 4. BMT01(penampilan atas berwarna kuning kusam, tepi halus menonjol) 5. BM02 (tampak atas putih kusam permukaan tidak rata tepi bergelombang

tidak mengkilat, bagian atas tampak mengkerut) 6. BMT24 (mengkilat, kecoklatan) 7. BM23 (bulat, kuning kusam, permukaan atas bercorak, 8. BMT71 (timbul, putih kusam tidak mengkilat, tepi bergelombang, bentuk dari

atas permukaan kusut)

1

2

5

3

8

7

4

6

Page 95: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

77

Lampiran 2. Hasil Pewarnaan Gram

1 2

3 4

5 6

7 8

Hasil Pewarnaan Gram pada bakteri jenis 1. (BM04), 2. (BM21), 3. (BM01), 4. (BMT01), 5. (BM02), 6. (BMT24), 7. (BM23), 8. (BMT71)

Page 96: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

78

Lampiran 3. Jenis Kapang

Jenis Kapang yang Ditemukan pada Semua Perlakuan

No. Jamur Mikroskopis Isolat 1

KPC22 (Hifa putih seperti kapas rimbun)

2

KPC21 (hifa/miselium coklat muda terdapat

bagian bulat diujung & mengeluarkan sekret)

3.

KPC724 (Hifa kuning, tidak panjang dan

berserabut padat dengan kuning tua agak orange coklat dibagia tengah

menonjol)

4.

Trichoderma sp.

5.

KPC04 (Warna kuning berspora kapas putih)

Page 97: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

79

Lampiran 4. Khamir pada Perlakuan Medium dengan Batubara Mentah Hari Inkubasi ke-14

Khamir pada Perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%)

Page 98: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

80

Lampiran 5. Kolonisasi Kapang pada Batubara Perbesaran 400x

Perlakuan A (MSS + Batubara Steril 5%)

H-0

H-2

H-7

H-14

H-21

H-28

Perlakuan B (MSS + Batubara Steril 5% + Trichoderma sp.)

H-0

H-2

H-7

H-14

H-21

H-28

Perlakuan C (MSS + Batubara Mentah 5%)

H-0

H-2

H-7

Page 99: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

81

H-14

H-21

H-28

Perlakuan D (MSS + Batubara Mentah 5% + Trichoderma sp.)

H-0

H-2

H-7

H-14

H-21

H-28

Page 100: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

82

Lampiran 6. Nilai pH

Nilai pH pada Berbagai Perlakuan

Uji Statistik Anova pH

Uji Statistik Duncan pH

Hari ke-

A B C D 1 2 1 2 1 2 1 2

0 4,3 4,3 3,93 4,01 4,37 4,33 3,98 3,98 2 3,91 3,93 3,73 3,79 3,75 3,75 3,74 3,78 7 3,83 3,87 3,74 3,76 3,74 3,76 3,85 3,87

14 3,80 3,84 3,61 3,62 3,73 3,71 3,70 3,74 21 3,80 3,78 3,58 3,58 3,68 3,68 3,61 3,65 28 3,81 3,77 3,65 3,63 3,68 3,66 3,69 3,71

Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig. pH Antar

Kelompok 0,146 3 0,049 11,366 0,000

Dalam Kelompok 0,154 36 0,004

Total 0,299 39

Perlakuan N alpha = 0,05

1 2 3 B 10 3,6690 C 10 3,7140 3,7140 D 10 3,7340 A 10 3,8340

Sig. 0,132 0,498 1,000

Page 101: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

83

Lampiran 7. Analisis Statistik Produk Biosolubilisasi

Nilai Analisis Senyawa Fenolik

Hari ke-

A B C D 1 2 1 2 1 2 1 2

0 0,353 0,351 0,387 0,389 0,141 0,143 0,416 0,418 2 0,359 0,363 0,538 0,518 0,741 0,743 0,875 0,878 7 0,368 0,370 0,512 0,544 0,620 0,622 0,565 0,567

14 0,372 0,374 0,473 0,477 0,532 0,536 0,515 0,509 21 0,375 0,373 0,428 0,424 0,584 0,576 0,49 0,484 28 0,376 0,374 0,350 0,348 0,484 0,48 0,405 0,415

Uji Statistik Anova Senyawa Fenolik

Uji Statistik Duncan Senyawa Fenolik

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah F Sig.

Senyawa Fenolik

Antar Kelompok 0,317 3 0,106 9,880 0,000

Dalam Kelompok 0,385 36 0,011

Total 0,701 39

Perlakuan N alpha = 0,05 1 2

A 10 0,3704 B 10 0,4612 D 10 0,5703 C 10 0,5918

Sig. 0,057 0,645

Page 102: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

84

Nilai Analisis Senyawa Aromatik Terkonjugasi

Uji Statistik Anova Senyawa Aromatik Terkonjugasi

Uji Statistik Duncan Senyawa Aromatik Terkonjugasi

Hari ke-

A B C D 1 2 1 2 1 2 1 2

0 0,02 0,04 0,046 0,044 0,050 0,052 0,038 0,032 2 0,01 0,03 0,116 0,106 0,125 0,119 0,170 0,171 7 0,02 0,02 0,054 0,044 0,114 0,053 0,067 0,065

14 0,03 0,03 0,033 0,027 0,049 0,046 0,057 0,055 21 0,04 0,02 0,057 0,053 0,063 0,061 0,019 0,021 28 0,02 0,04 0,047 0,043 0,041 0,045 0,009 0,011

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah F Sig.

Senyawa Aromatik Terkonjugasi

Antar Kelompok 0,012 3 0,004 2,836 0,052

Dalam Kelompok 0,051 36 0,001

Total 0,064 39

Perlakuan N alpha = 0.05 1 2

A 10 0,0260 B 10 0,0580 0,0580 D 10 0,0645 C 10 0,0716

Sig. 0,066 0,455

Page 103: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

85

Nilai Asam Humat

Uji Statistik Anova Asam Humat

Jumlah Kuadrat df

Kuadrat Tengah F Sig.

As.Humat Antar Kelompok 0,054 3 0,018 10,121 0,000

Dalam Kelompok 0,064 36 0,002

Total 0,118 39

Uji Statistik Duncan Asam Humat

Perlakuan N alpha = 0,05 1 2

A 10 0,0126 B 10 0,0788 C 10 0,0816 D 10 0,1139

Sig. 1,000 0,087

Hari ke-

A B C D 1 2 1 2 1 2 1 2

0 0,0068 0,0066 0,068 0,066 0,0069 0,0075 0,0070 0,0074 2 0,005 0,009 0,094 0,090 0,0320 0,0324 0,0428 0,0426 7 0,012 0,010 0,053 0,055 0,0407 0,0409 0,0835 0,0833 14 0,012 0,014 0,099 0,095 0,153 0,155 0,161 0,167 21 0,014 0,018 0,0527 0,0529 0,0487 0,0489 0,0802 0,0802 28 0,015 0,017 0,097 0,099 0,129 0,135 0,201 0,197

Page 104: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

86

Nilai Asam Fulvat

Uji Statistik Anova Asam Fulvat

Jumlah Kuadrat df Kuadrat

Tengah F Sig.

As.Fulvat Antar Kelompok 0,078 3 0,026 14,960 0,000

Dalam Kelompok 0,063 36 0,002

Total 0,141 39

Uji Statistik Duncan Asam Fulvat

Perlakuan N alpha = 0,05 1 2

B 10 0,0536

A 10 0,0816

C 10 0,1385 D 10 0,1647

Sig. 0,141 0,169

Hari ke-

A B C D 1 2 1 2 1 2 1 2

0 0,0662 0,0664 0,008 0,004 0,0769 0,0767 0,0769 0,0767 2 0,075 0,077 0,048 0,046 0,0667 0,0669 0,1241 0,1245 7 0,074 0,078 0,074 0,074 0,1531 0,1533 0,1175 0,1177

14 0,086 0,084 0,037 0,039 0,107 0,103 0,150 0,130 21 0,084 0,086 0,01481 0,01483 0,1720 0,1724 0,2738 0,2734 28 0,087 0,085 0,093 0,095 0,1999 0,191 0,170 0,166

Page 105: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

87

Lampiran 8. Kromatogram Hasil GCMS Biosolubilisasi

Kromatogram GCMS perlakuan A

Kromatogram GCMS Perlakuan B

Page 106: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

88

Kromatogram GCMS Perlakuan C

Kromatogram GCMS Perlakuan D

Page 107: BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT HASIL INTERAKSI KAPANG ...

89

Lampiran 9. Inokulum Kapang Trichoderma sp.

A B

Inokulum Kapang Trichoderma sp. A. Kultur Murni B. Spora Perbesaran 1000x