Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

36
Biomarker untuk Karsinoma Hepatoselulare ( ) Karsinoma hepatoselulare HCC merupakan salah satu tumor ganas yang paling sering ditemui dan memiliki angka survival . yang buruk Penanganan pasien yang berisiko mengalami HCC . masih cukup menantang Semakin banyaknya pemahaman mengenai biologi kanker dan kemajuan teknologi memungkinkan kita , untuk mengidentifikasi berbagai kejadian patologis , genetik dan molekuler yang memicu proses hepatokarsinogenesis sehingga sekarang telah ditemukan . sejumlah biomarker potensial untuk penyakit ini Berbagai biomarker ini sekarang sedang dievaluasi secara agresif guna , memastikan nilainya untuk diagnosis dini mengoptimalkan , , terapi mengurangi munculnya tumor baru dan mencegah

description

biomarker karsinoma hepatoseluler

Transcript of Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

Page 1: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

Biomarker untuk Karsinoma Hepatoselulare

Karsinoma hepatoselulare (HCC) merupakan salah satu tumor ganas yang paling

sering ditemui dan memiliki angka survival yang buruk. Penanganan pasien yang

berisiko mengalami HCC masih cukup menantang. Semakin banyaknya

pemahaman mengenai biologi kanker dan kemajuan teknologi memungkinkan

kita untuk mengidentifikasi berbagai kejadian patologis, genetik, dan molekuler

yang memicu proses hepatokarsinogenesis sehingga sekarang telah ditemukan

sejumlah biomarker potensial untuk penyakit ini. Berbagai biomarker ini sekarang

sedang dievaluasi secara agresif guna memastikan nilainya untuk diagnosis dini,

mengoptimalkan terapi, mengurangi munculnya tumor baru, dan mencegah

rekurensi setelah menjalani bedah reseksi atau transplantasi hepar. Berbagai

penanda ini bukan hanya membantu memprediksi prognosis atau rekurensi namun

juga dapat membantu menentukan modalitas terapi yang paling tepat dan dapat

menjadi target potensial baru untuk intervensi terapeutik. Pada artikel ini,

dipaparkan ringkasan data terbaru dari berbagai penelitian yang sudah

dipublikasikan mengenai berbagai biomarker jaringan dan serum yang terlibat

pada karsinoma hepatoselulare.

1. Pendahuluan

Sebagai indikator molekuler dari status biologis, biomarker yang dapat terdeteksi

dalam darah, urin, atau jaringan ini dapat bermanfaat untuk penanganan klinis dari

berbagai jenis penyakit. Ambang konsentrasi biomarker dapat digunakan untuk

mengidentifikasi adanya berbagai jenis penyakit. Fluktuasi konsentrasi berpotensi

untuk menuntun pemberian terapi sesuai dengan progresi penyakit. Telah

diidentifikasi sejumlah biomarker untuk berbagai jenis penyakit. Sedang

dilakukan penelitian untuk dapat sepenuhnya memahami dan mengevaluasi

kemaknaan klinis dari penggunaan biomarker. Kita dapat menghemat waktu dan

uang dengan menghindari penggunaan pendekatan terapi empirik dan terapi

spektrum luas untuk penyakit pada suatu organ atau sistem tertentu, dan idealnya,

biomarker dapat menjadi suatu instrumen untuk mendeteksi adanya serta progresi

Page 2: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

penyakit dan dapat memberikan petunjuk untuk pemberian terapi terarah. Banyak

jenis penyakit, terutama berbagai jenis kanker, yang dapat lebih dipahami dengan

menggunakan biomarker tumor. Karsinoma hepatoselulare (HCC) merupakan

salah satu jenis kanker yang dapat memperoleh manfaat dari kemampuan

diagnostik, terapeutik dan prognostik dari biomarker tumor.

HCC adalah tumor ganas kelima terbanyak dan penyebab ketiga terbesar

dari kematian akibat kanker. Di seluruh dunia, terdapat sekitar 626.000 kasus

HCC baru dan hampir 600.000 kematian terkait HCC tiap tahunnya dengan angka

kejadian yang setara dengan angka kematian. Walaupun mekanisme molekuler

yang menyebabkan terjadinya HCC masih belum jelas, telah diidentifikasi

sejumlah kejadian patologis, genetik, dan molekuler yang memicu terjadinya

karsinogenesis hepatoseluler.

Standar baku emas dan biomarker yang saat ini paling banyak digunakan

untuk pasien yang berisiko mengalami HCC, alfa-fetoprotein (AFP) dan

pemeriksaan ultrasonografi tiap 6 sampai 12 bulan, masih sangat jauh dari

sempurna. Kadar AFP serum lebih dari 400 ng/mL dianggap bersifat diagnostik;

namun, nilai yang tinggi ini hanya ditemukan pada sejumlah kecil pasien HCC.

Pemeriksaan ultrasonografi yang dilakukan dengan interval 3 bulan sekalipun

masih belum dapat meningkatkan angka pendeteksian HCC yang berukuran kecil

karena kekurangan pada prosedur recall.

Dengan adanya kemajuan dalam pemahaman mengenai biologi tumor,

disertai dengan perkembangan teknik seluler dan molekuler, peranan biomarker

dalam deteksi dini, penilaian sifat invasif, metastasis, serta rekurensi tumor, sudah

semakin banyak dilakukan penelitian dalam bidang ini. Berbagai penelitian ini

telah menemukan sejumlah beberapa penanda baru yang mulai dapat digunakan

untuk penyakit ini. Pada artikel ini kami mencoba memberikan gambaran umum

mengenai data yang sudah tersedia pada bidang penelitian yang sedang

berkembang pesat ini.

2. Biomarker untuk Kanker Hati

2.1. Antigen Oncofetal dan Glikoprotein

Page 3: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

2.1.1. Alpha-Fetoprotein (AFP). Pemeriksaan serologis pertama untuk

mendeteksi dan melakukan follow up klinis dari pasien dengan karsinoma

hepatoselulare adalah alpha-fetoprotein (AFP) yang telah menjadi biomarker

tumor standar untuk HCC selama bertahun-tahun. AFP merupakan suatu

glikoprotein yang dihasilkan oleh hepar janin dan yolk sac selama kehamilan.

Kadar AFP serum sering mengalami peningkatan pada HCC, namun hal ini tidak

selalu dapat ditemui. Kadar AFP dapat mengalami peningkatan pada stadium awal

HCC dan kemudian akan mengalami penurunan atua bahkan kembali normal

sebelum mulai mengalami peningkatan lagi seiring dengan terjadinya progresi

penyakit. Selain itu, peningkatan AFP juga ditemui pada kehadian hepatitis viral

akut dan kronik serta pada pasien dengan sirosis yang disebabkan oleh hepatitis C.

Mengingat adanya beberapa indikasi yang berhubungan dengan peningkatan

kadar AFP, maka kita perlu mengevaluasi kemaknaan dari konsentrasinya dalam

serum. Secara umum, peningkatan kadar AFP serum secara konsisten sebanyak

lebih dari 500 ng/mL dianggap menunjukkan adanya HCC. Konsentrasi serum

yang lebih rendah dan bersifat sementara umumnya ditemukan pada penyakit

hepar jinak. Bila pasien memiliki faktor risiko untuk HCC, seperti adanya sirosis,

peningkatan kadar AFP terbukti berhubungan dengan terjadinya HCC.

Sayangnya, konsentrasi AFP serum tidak berhubungan baik dengan nilai

prognostik HCC seperti ukuran tumor, stadium, atau progresi penyakit, dan

mungkin terdapat suatu variabilitas berdasarkan suku bangsa. Selain itu, pada

beberapa kasus HCC sama sekali tidak ditemukan adanya peningkatan AFP.

Jumlah AFP total dapat dibagi menjadi tiga glikoform yang berbeda, AFP-L1,

AFP-L2, dan AFP-L3 berdasarkan pada kapasitas ikatan mereka dengan Lens

culinaris agglutinin (LCA) dari lektin. Persentase AFP-L3 yang tinggi terbukti

berhubungan dengan diferensiasi yang buruk dan karakteristik yang ganas secara

biologis, fungsi hepar yang lebih buruk, serta adanya massa tumor yang besar.

2.1.2. Glypican-3. Glypican-3 (GPC3), suatu proteoglikan heparin sulfat yang

terikat membran, terbukti dapat beriknteraksi dengan growth factor dan

memodulasi aktivitas mereka. GPC3 berikatan dengan membran sel melalui suatu

Page 4: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

jangkar glikosil-fosfatidilinositol. GPC3 mRNA dihasilkan dalam jumlah yang

lebih banyak secara bermakna pada jaringan tumor HCC dibandingkan jaringan

hepar paraneoplastik, jaringan hepar dewasa yang sehat, dan jaringan hepar dari

pasien dengan hepatopati non-maligna. Ekspresi GPC3 (di tingkat mRNA maupun

protein) dalam serum pasien HCC nampak lebih tinggi secara bermakna

dibandingkan dengan serum indicidu dewasa sehat atau pasien dengan penyakit

yang tidak ganas. GPC3 dapat terdeteksi pada 40–53% pasien HCC dan 33%

pasien HCC yang seronegatif untuk AFP maupun Des-gamma-

karboksiprothrombin (DCP). Terbukti bahwa GPC3 terlarut (sGPC3), bagian

NH2-terminal dari GPC3, nampak lebih baik dari AFP dalam hal sensitivitas untuk

mendeteksi adanya HCC dengan diferensiasi baik atau sedang, dan pemeriksaan

pada kedua biomarker ini secara bersamaan akan meningkatkan sensitivitas total

dari 50% menjadi 72%. Baru-baru ini, sebuah penelitian telah membandingkan

angka survival antara pasien HCC dengan GPC3-positif dan GPC3-negatif. GPC3

positif berhubungan dengan prognosis yang buruk dan ditemukan sebagai faktor

prognostik independen untuk angka survival total pada analisis multivariat.

2.2. Enzim dan Isoenzim

2.2.1. Des-Gamma-Karboksi (Abnormal) Prothrombin (DCP).

DCP dihasilkan oleh hepatosit ganas akibat adanya suatu defek post-translasional

didapat dari sistem karboksilase yang bergantung pada vitamin-K. Produksi DCP

tidak berhubungan dengan defisiensi vitamin K, walaupun pemberian vitamin K

dalam dosis farmakologis dapat menekan produksi DCP untuk sementara waktu

pada sejumlah tumor. Kadar DCP lebih dari 0.1 AU/mL (100 ng/mL) pada

pemeriksaan ELISA nampak sangat sugestif untuk adanya HCC atau rekurensi

tumor. Normalisasi kadar DCP berhubungan erat dengan keberhasilan reseksi

tumor dan nampak sebagai penanda yang sangat baik untuk aktivitas tumor.

Diperkirakan bahwa kombinasi pemeriksaan AFP dan DCP akan meningkatkan

sensitivitas pemeriksaan. Hubungan antara ukuran tumor dan kadar DCP masih

belum diketahui dengan jelas. Nampaknya terdapat hubungan antara kadar DCP

dengan tumor yang berukuran besar; namun, hal ini tidak ditemukan pada tumor

Page 5: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

yang kecil (<3cm). Penelitian belah lintang kasus-kontrol yang melibatkan 207

pasien menemukan bahwa DCP lebih sensitif dan spesifik dari AFP untuk

membedakan antara HCC dari penyakit hepar yang tidak ganas. Penelitian ini

dilakukan pada 4 kelompok: subjek normal yang sehat; pasien dengan hepatitis

kronik non-sirosis, pasien dengan sirosis terkompensasi, dan pasien yang secara

histologis terbukti mengalami HCC. Baik kadar DCP maupun AFP nampak

mengalami peningkatan pada beberapa kelompok ini seiring dengan

bertambahnya derajat penyakit (mulai dari normal sampai HCC), namun nilai

DCP menunjukkan lebih sedikit overlap antar kelompok dibandingkan dengan

AFP. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bilai DCP sebesar 125 mAU/mL

memberikan sensitivitas dan spesifisitas terbaik untuk membedakan pasien HCC

dari pasien sirosis dan hepatitis kronik. Sensitivitas dan spesifisitas dari AFP total,

glikoform AFP, DCP, dan kombinasi dari kedua penanda ini telah dipaparkan

pada Tabel 1.

2.2.2. Gamma-Glutamil Transferase. Gamma-glutamil transferase (GGT) serum

pada dewasa yang sehat terutama dihasilkan oleh sel Kupffer dan sel endotel dari

duktus biliaris, dan aktivitasnya nampak mengalami peningkatan pada jaringan

HCC. GGT total dapat dibagi menjadi 13 isoenzim menggunakan polymer

acrylamide gradient gel electrophoresis, dan beberapa diantaranya hanya dapat

dideteksi dalam serum pasien HCC. Sensitivitas GGTII dilaporkan sebesar 74.0%

untuk mendeteksi HCC yang berukuran besar dan sampai sebesar 43.8% untuk

mendeteksi HCC yang kecil. Sensitivitas dapat ditingkatkan secara bermakna bila

dilakukan pemeriksaan GGTII, DCP, dan AFP secara bersamaan.

2.2.3. Alpha-1-Fucosidase Serum. Alpha-l-fucosidase (AFU) merupakan enzim

lisosom yang ditemukan pada semua sel mamalia dan berfungsi menghidrolisis

ikatan fukose glikosidik dari glikoprotein dan glikolipid. Aktivitasnya akan

mengalami peningkatan pada serum pasien HCC (1418.62 ± 575.76

nmol/mL/jam) dibandingkan dengan dalam serum pasien dewasa yang sehat

(504.18 ± 121.88 nmol/mL/jam, P < 0.05), pasien dengan sirosis (831.25 ±

Page 6: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

261.13 nmol/mL/jam), dan pasien dengan hepatitis kronik (717.71 ± 205.86

nmol/mL/jam). Dilaporkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas AFU dengan nilai

cut-off 870 nmol/mL/jam masing-masing adalah sebesar 81.7% dan 70.7%.

Pemeriksaan AFU nampak bermanfaat untuk diagnosis dini HCC saat dilakukan

bersama pemeriksaan AFP dan dapat menjadi pemeriksaan tambahan yang cukup

bermanfaat untuk AFP. Dilaporkan bahwa HCC akan terjadi dalam waktu

beberapa tahun pada 82% pasien dengan sirosis hepar yang menunjukkan tingkat

aktivitas AFU serum lebih dari 700 nmol/mL/jam. Aktivitas AFU dilaporkan

sudah mulai mengalami peningkatan pada 85% pasien sekurangnya 6 bulan

sebelum terdeteksinya HCC dari pemeriksaan ultrasonografi.

2.2.4. Human Carbonyl Reductase 2. Enzim yang dihasilkan pada hepar dan

ginjal manusia ini berperan penting pada proses detoksifikasi bahan alfa-

dikarbonil reaktif dan spesies oksigen reaktif yang berasal dari proses stress

oksidatif pada HCC. Kadar human carbonyl reductase 2 terbukti berbanding

terbalik dengan grade patologis dari HCC.

2.2.5. Golgi Phosphoprotein 2. Golgi phosphoprotein 2 (GOLPH2), suatu protein

pada aparatus Golgi, terbukti memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari AFP

untuk mendeteksi HCC. Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa protein

GOLPH2 diproduksi dalam jumlah besar pada jaringan pasien HCC (71%) dan

karsinoma duktus biliaris (85%). Kadar protein GOLPH2 serum dapat dideteksi

dan diperiksa secara kuantitatif menggunakan ELISA. Pada pasien dengan

hepatitis C, pemeriksaan ELISA serial selama perjalanan penyakit nampak

sebagai pemeriksaan penanda serum tambahan yang cukup menjanjikan untuk

survailans HCC.

2.3. Growth Factor dan Reseptornya

2.3.1. Transforming Growth Factor Beta (TGF-ß). Merupakan bagian dari

keluarga molekul polipeptida pengirim sinyal yang terlibat dalam proses regulasi

pertumbuhan sel, diferensiasi, angiogenesis, invasi, dan fungsi imun. TGF-beta

Page 7: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

adalah bentuk growth factor yang dominan pada manusia. mRNA dan protein dari

TGF-beta nampak diproduksi secara berlebihan pada HCC dibandingkan dengan

jaringan hepar di sekitarnya, terutama pada HCC yang berukuran kecil dan

berdiferensiasi baik. Namun, belum pernah ditemukan adanya hubungan antara

ekspresi TGF-beta dengan angka survival paska-hepatektomi. Kadat TGF-beta

serum nampak mengalami peningkatan pada pasien HCC dibandingkan dengan

dewasa sehat atau pasien dengan penyakit hepar yang bukan keganasan.

2.3.2. Tumor-Specific Growth Factor (TSGF). Tumor ganas melepaskan suatu

tumor-specific growth factor (TSGF) ke dalam darah perifer selama periode

pertumbuhannya. Kadar TSGF serum dapat menunjukkan adanya tumor. TSGF

dapat digunakan sebagai penanda diagnostik untuk mendeteksi HCC, dan

sensitivitasnya dapat mencapai 82% dengan nilai cut-off sebesar 62 U/mL dan

dapat menunjukkan akurasi yang lebih tinggi saat pemeriksaan dilakukan bersama

dengan penanda tumor lain. Pemeriksaan TSGF (dengan nilai cut-off 65 U/mL)

bersama dengan AFP (nilai cut-off 25 ng/mL) dan serum ferritin (nilai cut-off 240

ng/mL) dapat mencapai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 98.4%

dan 99%.

2.3.3. Epidermal Growth Factor Receptor Family. Keluarga epidermal growth

factor receptor (EGFR) terdiri atas empat reseptor tirosin kinase transmembrane

yang saling berhubungan erat: EGFR (erbB-1), c-erb-2 (Her-2/neu), c-erb-3

(HER-3), dan c-erb-4 (HER-4). Mereka berikatan dengan ligand dari keluarga

EGF, termasuk EGF, TGF-alpha, dan EGF yang berikatan dengan heparin. Kadar

EGFR yang tinggi nampak berhubungan dengan rekurensi dini dan berkurangnya

angka survival bebas penyakit setelah menjalani reseksi karsinoma hepatoselulare.

2.3.4. Hepatocyte Growth Factor/Scatter Factor. Hepatocyte growth factor/

scatter factor (HGF/SF) merupakan suatu sitokin dengan efek yang luas mulai dari

perkembangan embrionik sampai regenerasi hepar. HGF/SF berhubungan dengan

mekanisme molekuler hepatokarsinogenesis melalui sistem parakrin yang

Page 8: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

melibatkan reseptor selulernya, c-met. Ekspresi c-met yang tinggi dapat

ditemukan pada HCC tipe invasif dan nampak berhubungan dengan metastasis

dan berkurangnya angka survival total.

2.3.5. Basic Fibroblast Growth Factor. Ini merupakan polipeptida terlarut yang

berikatan dengan heparin dan memiliki efek mitogenik yang poten pada sel

endotel. Peningkatan kadarnya sampai di atas median >10.8 pg/mL terbukti dapat

memprediksi penurunan angka survival bebas penyakit. Data awal terbaru dari

penggunaan terapi terarah lenalidomide yang dapat menginhibisi fibroblast

growth factor (FGF) menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan dan pada

beberapa pasien HCC nampak memberikan hasil yang dramatis.

2.4. Penanda Molekuler

2.4.1. Asam Nukleat dalam Sirkulasi: mRNA. Analisis dari asam nukleat dalam

sirkulasi plasma dapat menjadi salah satu cara pengawasan noninvasif untuk

berbagai kondisi fisiologis dan patologis. Penggunaan deteksi asam nukleat bebas

dalam sirkulasi plasma manusia sudah pernah digunakan untuk penanganan dari

sejumlah keganasan. Prinsip dasar dari penggunaan ini berhubungan dengan

deteksi molekul asam nukleat ekstraseluler dari organ yang sakit di dalam plasma.

Analisis RNA bebas sel dalam plasma menawarkan suatu kesempatan untuk

mengembangkan suatu penanda yang berhubungan dengan patologi.

Alpha-Fetoprotein mRNA (AFP mRNA). Matsumura dkk. pertama kali

melaporkan bahwa satu sel HCC dapat di deteksi dalam sirkulasi menggunakan

metode reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR), yang

diarahkan pada AFP mRNA. Hal ini menyebabkan dilakukannya sejumlah

penelitian untuk mengevaluais manfaat dari AFP mRNA sebagai prediktor

rekurensi HCC. Diperoleh hasil yang kontroversial karena adanya penyebaran sel

tumor maupun sel hepar normal dalam darah serta kesalahan transkripsi mRNA

yang memberikan kode untuk AFP oleh sel mononuklear perifer. Masa survival

bebas rekurensi pada pasien HCC dengan serum AFP mRNA positif paska-

Page 9: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

operasi dilaporkan lebih pendek secara bermakna dibandingkan pasien HCC yang

menunjukkan hasil negatif paska-operasi (53% vs 88% setelah 1 tahun, 37% vs

60% setelah 2 tahun, P = 0.014) dan (52.6% vs 81.8% setelah 1 tahun, 15.6% vs

54.5% setelah 2 tahun, dan 0% vs 29.2% setelah 3 tahun, P < 0.001). Meta

abalisis menunjukkan bahwa ekspresi AFP mRNA satu minggu setelah operasi

nampak berhubungan dengan rekurensi HCC.

Gamma-Glutamyl Transferase mRNA (GGT mRNA). Serupa dengan AFP, GGT

mRNA dapat dideteksi dalam serum dan jaringan hepar dari dewasa yang sehat,

pasien dengan penyakit hepar, tumor hepar jinak, HCC, dan tumor sekunder

hepar. Telah ditemukan adanya dua tipe GGT mRNA, tipe A dan tipe B. Tipe B

merupakan yang lebih dominan pada jaringan kanker dan menunjukkan bahwa

berubahan ekspresi GGT mRNA hepar dapat berhubungan dengan terjadinya

HCC. Pasien dengan HCC yang memiliki GGT mRNA tipe B baik pada jaringan

kanker maupun jaringan non-kanker nampak memiliki outcome yang lebih buruk,

rekurensi lebih dini, dan angka mortalitas terkait rekurensi yang lebih tinggi.

Adanya GGT mRNA tipe B pada jaringan kanker nampak menunjukkan

hubungan secara statistik dengan kadar AFP serum yang tinggi, adanya nodul

anakan, angka rekurensi paska reseksi yang lebih tinggi dibandingkan pasien

tanpa GGT mRNA tipe B (63.6% vs 14.3%), dan angka survival paska-rekurensi

yang lebih rendah. Adanya GGT mRNA tipe B pada jaringan hepar non-kanker

nampak berhubungan bermakna dengan infeksi hepatitis C, kadar AFP serum

yang tinggi, tidak adanya infiltrasi kapsula, permeasi vaskuler, adanya nodul

anakan, rekurensi paska-reseksi, dan survival paska-rekurensi.

Insulin-Like Growth Factor II (IGF-II) mRNA. Ekspresi abnormal dari IGF-II

mRNA dapat menjadi penanda tumor yang bermanfaat untuk diagnosis dan

diferensiasi tumor, menilai adanya metastasis ekstrahepatik, serta mengawasi

terjadinya rekurensi paska-operasi pada HCC. Pemeriksaan kadar insulin-like

growth factor-II (IGF-II) serum (nilai cut-off 4.1 mg/g, prealbumin) memiliki

sensitivitas sebesar 63%, spesifisitas sebesar 90%, dan akurasi sebesar 70% untuk

Page 10: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

diagnosis HCC berukuran kecil. IGF-II dapat menjadi penanda tumor tambahan

selain AFP untuk diagnosis HCC berukuran kecil. Pemeriksaan IGF-II dan AFP

secara bersamaan (dengan nilai cut-off 50 ng/mL) dapat memperbaiki sensitivitas

menjadi 80% dan akurasi menjadi 88%.

mRNA Albumin. Albumin merupakan protein dengan jumlah terbanyak di dalam

tubuh yang disintesis oleh hepar. mRNA dari albumin dapat dideteksi dalam

plasma manusia dan dapat menjadi suatu penanda diagnostik yang sensitif dari

patologi hepar. Pemeriksaan ekstraseluler (DNA/RNA dalam sirkulasi) terbukti

lebih baik dari pemeriksaan seluler (sel tumor dalam sirkulasi) untuk mendeteksi

lesi preneoplastik dan mikrometastasis karena jumlah asam nukleat dari sel kanker

yang terdapat dalam plasma nampak lebih tinggi dari jumlah sel kanker dalam

sirkulasi dan lebih jarang dipengaruhi oleh kesalahan pengambilan sampel.

Cheung dkk meneliti sampel plasma pre-operasi yang diperoleh dari 72 pasien

HCC yang telah menjalani transplantasi hepar dan menemukan bahwa pasien

dengan kadar mRNA albumin plasma (>14.6) memilki angka rekurensi yang

lebih tinggi secara bermakna pada analisis multivariat. Kadar mRNA albumin

plasma yang tinggi dapat memprediksi angka rekurensi setelah 2 tahun dengan

sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 73% dan 70%.

MicroRNA (miRNA). MicroRNA (miRNA) merupakan keluarga RNA endogen,

berukuran kecil (21–23 nukleotida), tidak memberikan kode namun bersifat

fungsional, dan dapat ditemukan pada cacing, lalat serta mamalia termasuk

manusia. Diperkirakan bahwa terdapat sekitar 1000 gen miRNA pada genom

manusia dimana sekitar 500 gen miRNA sudah diidentifikais. Serupa dengan

mRNA, miRNA terkait HCC dapat digunakan sebagai biomarker diagnostik dan

prognostik untuk HCC dengan potensi untuk memperoleh akurasi yang lebih baik.

miRNA dapat secara akurat memprediksi apakah kanker hepar akan menyebar

dan apakah pasien kanker hepar akan memiliki masa survival yang lebih singkat

atau lebih panjang. MicroRNA meregulasi ekspresi gen dengan berikatan pada

messenger RNA spesifik dan menjegah proses translasinya menjadi protein.

Page 11: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

Karena masing-masing tipe miRNA dapat mengurangi produksi ratusan gen,

mereka dapat mengendalikan seluruh program transkripsi yang menentukan sifat

dan perilaku dasar dari sel. Sehingga, pemeriksaan profil miRNA telah menjadi

suatu metode yang sangat bermanfaat untuk menentukan fenotipe dan melakukan

subklasifikasi tumor. Dibandingkan dengan pemeriksaan profil ekspresi gen

konvensional (dimana dilakukan pemeriksaan messenger RNA dengan kode

protein), analisis miRNA memiliki beberapa keuntungan. Karena stabilitas

miRNA, dapat digunakan sampel yang sudah difiksasi menggunakan formalin

(dan bukan jaringan beku). Selain itu, pemeriksaan pada ratusan miRNA (dan

kadang jauh lebih sedikit) dapat menghasilkan informasi yang sama banyaknya

dengan pemeriksaan ribuan messenger RNA.

Banyak kelompok independen yang telah melakukan analisis

komprehensif dari miRNA pada HCC, dan telah diperoleh sejumlah besar

informasi mengenai penanda miRNA. Sejumlah gambaran khas miRNA ini

berhubungan dengan berbagai parameter biologis yang penting, seperti metastasis,

diferensiasi, infeksi HBV atau HCV, rekurensi tumor, dan survival pasien.

Beberapa miRNA terlibat pada proses karsinogenesis HCC dengan memicu stem

sel kanker dan dengan mengendalikan proliferasi sel serta apoptosis; beberapa

miRNA lain nampak berhubungan dengan progresi HCC dengan mengendalikan

migrasi dan invasi sel. miRNA terkait HCC ini bukan hanya memberikan

pengetahuan baru mengenai dasar molekuler HCC namun juga menjadi alat baru

untuk diagnosis dan prognosis HCC. Namun, saat ini baru sedikit penanda

miRNA yang berpotensi dapat digunakan pada bidang ini. Beberapa miRNA telah

divalidasi pada suatu kohort independen, sehingga dapat membukakan jalan untuk

melakukan penilaian klinis dari risiko dan outcome HCC. Area penelitian yang

cukup menjanjikan ini masih menunggu dilakukannya validasi lebih lanjut pada

berbagai penelitian prospektif di masa mendatang.

2.5. Biomarker Patologis. Pada akhirnya ada penelitian yang melaporkan

biomarker patologis untuk diagnosis dan prognosis HCC. Beberapa biomarker

diagnostik ini difokuskan pada pola pengecatan imunokimia guna membedakan

Page 12: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

nodul displastik high-grade dan HCC yang berdiferensiasi baik. Tipe pengecatan

imunokimia terbaik untuk kondisi yang sulit ini dilaporkan berupa kombinasi

heat-shock protein 70 (HSP70), glypican-3 (GPC3), dan glutamine synthetase

(GS). Untuk penggunaan prognostik, sejumlah penanda histologis dan imuno-

histokimia seperti penanda proliferasi sel (Ki67), apoptosis atau survival sel

(survivin), molekul adhesi sel (E-cadherin), serta neoangiogeneis (VEGF) nampak

menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan pada sejumlah penelitian kecil;

namun, sebagian besar penanda ini belum divalidasi pada penelitian berukuran

besar. Berbagai biomarker HCC dan penggunaan klinisnya telah diringkas pada

Tabel 2.

3. Pembahasan

Hepatokarsinogenesis merupakan suatu proses kompleks yang biasanya terjadi

setelah paparan kronik dari sejumlah lingkungan mitogenik dan mutagenik selama

bertahun-tahun yang memicu terjadinya perubahan genetik acak. Bukti terbaru

menunjukkan bahwa karakteristik biologis intrinsik dari tumor dalam hal

proliferasi dan invasi mungkin berhubungan dengan adanya berbagai komposisi

yang berbeda dan aktivitas lingkungan mikro, sehingga akan menghaislkan

outcome klinis yang berbeda-beda. HCC nampak cukup unik karena dapat

menghasilkan berbagai protein terkait tumor sehingga tipe tumor ini sangat cocok

untuk menjadi target penelitian biomarker dibandingkan jenis tumor lain. Larena

banyaknya jumlah biomarker yang dilaporkan pada penyakit ini, sangat sulit

untuk memilih biomarker mana yang paling bermanfaat secara klinis. Pada

pembahasan ini, kami mencoba untuk fokus pada biomarker yang paling banyak

digunakan dan sudah banyak diterima.

Meskipun memiliki banyak kekurangan, AFP serum masih menjadi

penanda tumor yang paling banyak digunakan pada praktek klinis. Penelitian

terbaru mendukung penggunaan AFP spesifik hepatoma sub-fraksi AFP-L3 dan

DCP dalam sirkulasi dibandingkan AFP saja untuk membedakan HCC dari

hepatopati non-maligna dan mendeteksi HCC yang berukuran kecil. Selain itu,

beberapa penanda tumor lain, seperti GPC3, GGT II, AFU, terbukti dapat

Page 13: Biomarkers for Hepatocellular Carcinoma

mendukung AFP dan DCP untuk mendeteksi HCC. Beberapa diantaranya bahkan

dapat dideteksi pada pasien HCC yang seronegatif untuk AFP maupun DCP,

sehingga menunjukkan bahwa pemeriksaan sejumlah biomarker ini secara

bersamaan dapat meningkatkan akurasi.

Namun, area penelitian yang paling menarik dan menjanjikan dari

penyakit ini adalah ditemukannay kelompok molekul baru yang disebut sebagai

miRNA. MiRNA nampak menunjukkan kelainan ekspresi pada HCC, dan

beberapa diantaranya menunjukkan keterlibatan fungsional pada karsinogenesis

dan progresi HCC. Selain itu, beberapa microRNA tertentu nampak berhubungan

dengan HCC atau berhubungan dengan subtipe HCC, yang menunjukkan potensi

penggunaan microRNA untuk stratifikasi diagnosis dan prognosis pasien HCC.

Beberapa miRNA terkait HCC ini telah divalidasi pada sejumlah kohort

independen. Ini membuka kemungkinan untuk mengembangkan suatu instrumen

klinis yang dapat digunakan untuk mengembangkan diagnosis HCC, melakukan

penilaian risiko, dan stratifikasi risiko pasien dengan tujuan akhir untuk

memberikan terapi spesifik pada tiap pasien.

4. Kesimpulan

penelitian mengenai biologi molekuler hepatokarsinogenesis telah menemukan

sejumlah biomarker yang dapat memberikan informasi tambahan dari yang

sebelumnya sudah diperoleh dari gambaran histopatologis, terutama untuk

perilaku biologis HCC seperti metastasis dan rekurensi. Sejumlah besar biomarker

terbukti berpotensi memiliki kemaknaan prediktif. Namun, sebagian besar

diantaranya telah diteliti secara retrospektif. Perlu dilakukan berbagai usaha untuk

melakukan uji klinis prospektif dalam mengevaluasi kemaknaan prognostik dari

sejumlah penanda ini. Berbagai molekul ini bukan hanya akan membantu

memprediksi prognosis pasien HCC namun juga dapat membantu memutuskan

modalitas terapi apa yang paling tepat serta merupakan target baru untuk

intervensi terapeutik.