Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

35
BAB I PENDAHULUAN Gangguan ginjal akut(GgGA) yang sebelumnya disebut gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan ataupun elektrolit (1) . Manifestasi GgGA sangat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala, hingga yang sangat berat dengan disertai gagal organ multipel dan keadaan ini dapat terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit baik yang diruang intensif ataupun di bangsal biasa, bahkan bisa ditemukan diluar rumah sakit atau pada populasi umum (1) . Angka kejadian GgGA sangat bervariasi mulai 5- 7% dari semua pasien yang dirawat di rumah sakit sampai dengan 30- 50% pada pasien-pasien yang dirawat di ruangan intensive care unit(ICU). Di inggris pada populasi umum Tarig Ali dkk(2007) dengan menggunakan criteria RIFFLE melaporkan angka kejadian GgGA sebesar 1.811 kasus/ juta penduduk (1,2,3) . Di negara- negara berkembang termasuk juga Indonesia jarang dilaporkan insiden GgGA pada populasi umum, Hal ini karena tidak semua pasien dirujuk ke rumah sakit. Sedangkan untuk pasien yang dirawat dirumah sakit terutama di ICU 1

description

Biomarker Pada GgGA,Medishad

Transcript of Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Page 1: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan ginjal akut(GgGA) yang sebelumnya disebut gagal ginjal akut adalah

penurunan fungsi ginjal mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti

oleh kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa

disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan ataupun elektrolit(1).

Manifestasi GgGA sangat bervariasi, mulai dari yang ringan tanpa gejala, hingga

yang sangat berat dengan disertai gagal organ multipel dan keadaan ini dapat terjadi pada

pasien yang dirawat di rumah sakit baik yang diruang intensif ataupun di bangsal biasa,

bahkan bisa ditemukan diluar rumah sakit atau pada populasi umum(1).

Angka kejadian GgGA sangat bervariasi mulai 5- 7% dari semua pasien yang

dirawat di rumah sakit sampai dengan 30- 50% pada pasien-pasien yang dirawat di

ruangan intensive care unit(ICU). Di inggris pada populasi umum Tarig Ali dkk(2007)

dengan menggunakan criteria RIFFLE melaporkan angka kejadian GgGA sebesar 1.811

kasus/ juta penduduk(1,2,3).

Di negara- negara berkembang termasuk juga Indonesia jarang dilaporkan insiden

GgGA pada populasi umum, Hal ini karena tidak semua pasien dirujuk ke rumah sakit.

Sedangkan untuk pasien yang dirawat dirumah sakit terutama di ICU berdasarkan laporan

beberapa rumah sakit di Bandung insiden GgGA didapatkan sekitar 34 %(4).

Sampai saat ini GgGA masih mempunyai angka kematian yang tinggi dan sering

kali tidak terdiagnosis, padahal dengan menggunakan kriteria diagnosis baru yaitu

kriteria RIFFLE menurut Acute Dialysis Quality Initiative(ADQI) angka kejadian GgGA

dapat diramalkan sebelumnya dan mungkin dapat dicegah terjadinya. Pada pasien yang

dirawat dirumah sakit angka kematian GgGA sekitar 30- 50 % dan dapat mencapai 70-

80% pada pasien- pasien yang dirawat di ruang intensif(4).

Gangguan ginjal akut apabila dilihat dari etiologinya dapat dibagi menjadi 3 yaitu

sebelum ginjal( pre renal ), di dalam ginjal( renal/ intrinsik ) dan setelah ginjal ( post

renal ). Pembagian ini berdasarkan lokasi terjadinya kelainan patofisiologi yang

menimbulkan GgGA(5,6,7)

1

Page 2: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Kenaikan mendadak kadar kreatinin serum sudah sejak lebih 60 tahun di gunakan

sebagai penanda biologis ( biomarker ) untuk menegakkan diagnosis GgGA. Hingga saat

ini ADQI ataupun Acute Kidney Injury Network (AKIN) masih menggunakan penanda

biologis ini untuk menegakkan diagnosis GgGA(7).

Berbeda dengan penyakit ginjal kronis (PGK) dimana kenaikan kreatinin serum

dapat terpercaya sebagai penanda turunnya laju filtrasi glomerulus, pada GgGA karena

keadaan homeostasis yang tidak stabil kenaikan kreatinin serum banyak dipengaruhi oleh

faktor-faktor non renal, seperti tingkat kalabolisme tubuh, metabolisme protein di otot,

asupan protein, status hidrasi, penggunaan obat- obatan dll. Sebaliknya dapat pula terjadi

ganguan fungsi ginjal yang tidak disertai kenaikan kreatinin serum. Selain itu ada

mekanisme tubuh untuk mempertahankan kadar serum kreatinin antara lain dengan cara

mengurangi katabolisme kreatinin di otot atau dengan meningkatkan sekresi kreatinin.

Bahkan setelah mengalami gangguan yang berat, kenaikan kreatinin serum baru terjadi 2-

3 hari lebih lambat dibandingkan saat terjadinya gangguan ginjal. Keadaan ini

menyulitkan penggunaannya untuk diagnosis dini. Oleh Karena itu diperlukanya

biomarker yang dapat menegakkan diagnosis dini GgGA dan tidak dipengaruhi oleh

faktor- faktor non renal sehingga komplikasi lebih lanjut dapat dihindarkan(7).

Menurut Biomarker Definitions Working Group ( 2001 ) yang dimaksud dengan

biomarker adalah suatu parameter biologis yang terukur dan terpercaya sebagai indikator

terjadinya suatu proses biologis, proses patologis, respon farmakologis, atau respon

terhadap intervensi terapeutik(7)

Deravajan (2007) berpendapat suatu biomarker yang ideal untuk GgGA harus

dapat memenuhi kriteria- kriteria(2) :

1. Dapat membedakan sub- tipe GgGA ( pre renal, renal dan post renal )

2. Dapat membedakan etiologi GgGA ( iskemia, toksin, sepsis, atau

kombinasi )

3. Dapat membedakan GgGA dari kelainan ginjal lainnya ( ISK,

Glomerulonefritis, nefritis intertitialis )

4. Dapat meramalkan tingkat/ beratnya GgGA

5. Dapat memantau perjalanan penyakit GgGA

6. Dapat memantau pengobatan dan cara intervensi lainnya.

2

Page 3: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Sampai saat ini belum ditemukan atau ditetapkan biomarker yang ideal untuk

GgGA. Menurut American Society of Nephrology(2005) untuk mencapai tujuan tersebut

di atas mungkin diperlukan lebih dari satu biomarker tetapi beberapa biomarker sebagai

satu panel, sebagaimana layaknya biomarker untuk infark miokard.

Tinjauan kepustakaan ini dibuat untuk lebih mengetahui biomarker- biomarker

yang dapat digunakan dalam diagnosis dini gangguan ginjal akut

3

Page 4: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

BAB II

GANGGUAN GINJAL AKUT

2.1 Etiologi dan Patogenesis

Gangguan ginjal akut apabila dilihat dari etiologinya dapat dibagi menjadi 3 yaitu

sebelum ginjal( pre renal ), di dalam ginjal( renal/ intrinsik ) dan setelah ginjal ( post

renal ). Pembagian ini berdasarkan lokasi terjadinya kelainan patofisiologi yang

menimbulkan GgGA(5,6,7).

Gambar 1. Patogenesis Gangguan Ginjal Akut(8)

4

Page 5: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

a. GgGA Pre renal

Penyebab GgGA pre renal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat

disebabkan oleh hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada

GgGA pre renal integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat

lebih baik apabila faktor penyebab dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal

tidak berhasil maka akan timbul GgGA renal berupa nekrosis tubular akut (NTA) karena

iskemia. Pada kondisi ini fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan

tekanan perfusi, melalui mekanisme vasodilatasi intra-renal. Dalam keadaan normal,

aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) relatif konstan karena diatur oleh

suatu mekanisme yang disebut otoregulasi(5,7).

Pada keadaan hipovolemia akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan

mengaktifasi baroreseptor kardiovaskuler yang selanjutnya mengaktifasi sistem syaraf

simpatis, sistem renin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan

endothelin-1 (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan

darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keaadaan ini mekanisme otoregulasi

ginjal mempertahankan aliran darah ginjal dan LFG dengan vasodilatasi arteriol aferen

yang dipengaruhi oleh refleks miogenik serta prostaglandin dan Nitric oxide (NO), serta

vasokontriksi arterial eferen yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II (A-II) dan

ET-1. Mekanisme ini bertujuan untuk mempertahankan homeostasis intra-renal(5,7).

Pada hipoperfusi ginjal yang berat ( tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg ) serta

berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut terganggu,

dimana arteriol aferen mengalami vasokontriksi, terjadi kontraksi mesangial dan

peningkatan reabsorsi Na+ dan air. Keadaan ini disebut pre renal atau GgGA fungsional,

dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal. Penanganan terhadap penyebab

hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intra-renal menjadi normal kembali(5).

Beberapa jenis obat dapat menyebabkan GgGA pre renal, antara lain nonsteroidal

anti inflammatory drugs (NSAID) karena menghambat sintesis prostaglandin yang

mengakibatkan penurunan LFG, inhibitorACE karena menurunkan produksi angiotensin-

II sehingga terjadi vasodilatasi arterial eferen dengan akibat penurunan tekanan

5

Page 6: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

hidrostatis glomerulus. Siklosporine dan taclimus dapat menyebabkan vasokontriksi

vaskuler sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal(7).

Tabel 1. Etiologi yang dapat menyebabkan gangguan ginjal pre-renal(7)

No Etiologi gangguan ginjal akut1 Kehilangan volume cairan tubuh melalui

Dehirasi : Apapun penyebabnya Perdarahan : Apapun penyebabnya Gastro-intestinal : Diare, muntah, cairan NGT,dll Ginjal : Diuretik, osmotik diuretik, insufisiensi adrena, dll. Kulit : Drain pasca operasi

2 Penurunan volume efektif pembuluh darah Infark miokard Kardiomiopati Pericarditis ( konstruktif atau tamponade jantung ) Aritmia Disfungsi katub Gagal jantung Emboli paru Hipertensi pulmonal Penggunaan ventilator

3 Redistribusi cairan Hipoalbuminemia ( sindroma nefrotik, sirosis hepatis, malnutrisi ) Syok vasodilator Peritonitis Pankreatitis Rhabdomiolitis Ascites Obat- obat vasodilator

4 Obstruksi renovaskuler Arteri renalis ( stenosis intravaskuler, embolus, laserasi trombus ) Vena renalis ( trombosis intravaskuler, infiltrasi tumor )

b. GgGA renal/ intrinsik

Penyebab utama GgGA Proses intrinsik yang mengakibatkan GgGA

dikategorikan sesuai dengan lokasi utama dimana terjadinya gangguan histologik pada

komponen struktural ginjal. Secara klasik GgGA intrinsik dapat dibagi menjadi :

1. Gangguan glomerulus akut

2. Gangguan intertitialis

3. Gangguan tubulus

6

Page 7: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Pada beberapa bentuk GgGA intrinsik tersebut, terdapat golongan yang tidak

dapat dikategorikan kedalam kategori yang klasik sehingga diusulkan untuk dapat

memasukkan dua kategori lainnya lagi yaitu: penyakit vaskuler akut dan GgGA sekunder

terhadap obstruksi intratubuler(9).

Perbedaaan utama dari suatu GgGA intrinsik dengan pre renal ataupun post renal

adalah pada GgGA intrinsik sudah terjadi gangguan struktural ginjal. Perbaikan yang

dilakukan terhadap penyakit yang menjadi etiologi GgGA intrinsik tersebut tidak selalu

diikuti oleh perbaikan struktural maupun fungsi ginjal dengan segera(9).

Penyebab utama GgGA intrinsik adalah nekrosis tubular akut (NTA) dengan

etiologi multifaktorial, dan biasanya terjadi pada keadaan - keadaan: penyakit akut

dengan sepsis, hipotensi dan penggunaan obat- abatan yang nefrotoksik. Gambar dibawah

ini menunjukkan mekanisme terjadinya nekrosis tubular akut(5,9).

Gambar 2. Mekanisme nekrosis tubular akut(10)

7

Page 8: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Tabel 2. Etiologi yang dapat menyebabkan gangguan ginjal intrinsik(7)

No Etiologi gangguan ginjal akut1 Tubular nekrosis akut

Obat- obatan : Aminoglikosida, cisplatin, ampphotericin B Iskemia : Apapun sebabnya Syok septik : Apapun sebabnya Obstruksi intratubular : Rhabdomiolisis, hemolisis,

multipel myeloma, asam urat, kalsium oksalat Toksin : Zat kontras radiologi,

karbon tetraklorid, etilen glikol, logam berat2 Nefritis intertitialis akut

Obat- obatan : Penisilin, NSAID, inhibitor ACE, allopurinol, Cimetidin, H2 blokers, proton pump inhibitors

Infeksi : Streptokokus, difteri, leptospirosis Metabolik : Hiperurikemia, nefrokalsinosis Toksin : Etilene glikol, kalsium oksalat Penyakit autoimun : SLE, cryoglobulinemia

3 Glomerulonefritis akut Pasca infeksi : Streptokokus, bakteria,

hepatitis B, HIV, abses visceral Vaskulitis sistemik : SLE, Wegener’s

granulomatous, poliarteritis nodusa, Henoch- Schonlein purpura, IgA nefritis, sindroma goodpasture.

Glemerulonefritis membranoproliperative

Idiopatik4 Oklusi Mikrokapiler : Thrombotic thombocytopenic purpura, hemolitic

uremic syndrome, disseminated intravaskuler coagulation, cryoglobulinemia, emboli kolesterol

5 Nekrosis kortikal akut.

c. GgGA post renal

GgGA post renal merupakan 10 % dari keseluruhan GgGA. GgGA post renal

terjadi akibat obstruksi pada saluran air kemih apapun etiologinya. Obstruksi akan

meningkatkan tekanan di dalam kapsula bowman dan menurunkan tekanan hidrostatik

sehingga LFG menurun. GgGA post renal dapat disebabkan oleh obstruksi yang terjadi di

bawah kandung kemih ( uretra ) atau pada kedua ureter yang akan menghambat aliran

urin dari kedua ginjal. Bila obstruksi hanya terjadi pada salah satu ureter maka GgGA

8

Page 9: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

post renal baru akan berlangsung bila ginjal sebelahnya sudah tidak berfungsi akibat

etiologi lain(5,9).

Bila etiologi penyebab obstruksi dihilangkan maka biasanya gangguan ginjal yang

terjadi cepat membaik. Pada masa penyembuhan seringkali timbul keadaan poliuria

pasca obstruksi ( > 4 liter/ hari ). Poliuria terjadi karena obstruksi saluran kemih akan

menurunkan sensitifitas tubuli terhadap anti diuretik hormon (ADH ), bila sumbatan

dihilangkan maka terjadi poliuria karena sensitivitas terhadap ADH belum pulih. Fase

poliuria biasanya terjadi singkat, beberapa hari sampai satu minggu. Pada fase poliuria

harus dijaga agar pasien tidak menjadi dehidrasi dan kekurangan elektrolit(7).

Tabel 3. Etiologi yang dapat menyebabkan gangguan ginjal post renal(7)

No Etiologi gangguan ginjal akut

1 Obstruksi ureter ( bilateral atau unilateral )

Ekstrinsik : Tumor, perdarahan/ fibrosis retroperitoneum

Intrinsik : Batu, bekuan darah, nekrosis papila ginjal, tumor.

2 Obstruksi kantung kemih atau uretra

Tumor atau hipertropi prostat

Tumor kantung kemih, neurogenic bladder

Prolaps uteri

Batu, bekuan darah, sloughed papillae

Obstruksi kateter foley

2.2 Diagnosis

Untuk mengatasi beragamnya konsep gagal ginjal akut kelompok pakar nefrologi

dan intensivis yang tergabung dalam Acute Dialysis Quality Initiative ( ADQI ) membuat

istilah, definisi baru dan konsensus pengelolaan yang lebih komprehensif berdasarkan

bukti- bukti klinis terpercaya. Pada pertemuan tahun 2002 dikemukakan istilah Acute

Kidney Injuri atau GgGA menggantikan acute renal failure. Kemudian kelompok ini

mendapat apresiasi yang lebih luas lagi sehingga sepakat membentuk jaringan yang lebih

luas disebut Acute Kidney Injury Network ( AKIN ).(1,11)

9

Page 10: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Perubahan konsep definisi kepada GgGA diharapkan dapat mengatasi kelemahan

konsep definisi GGA sebelumnya. Oleh karena itu konsep baru ini harus disertai kriteria-

kriteria diagnosis yang dapat mengklasifikasikan GgGA dalam berbagai kriteria bertanya

penyakit. Kriteria yang dibuat disebut kriteria RIFLE (1,11).

Kriteria ini dibuat dengan memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi

perjalanan penyakit GgGA, disebut kriteria RIFLE ( Risk, Injury, Failure, Loss, End-

stage renal failure ). Kriteria RIFLE pertama kali dipresentasikan pada International

Conference on Continous Renal Replacement Therapies, di Sandiago pada tahun 2003.

Kriteria ini kemudian mengalami perbaikan dan terakhir diajukan oleh Kellum, Bellomo,

dan Ronco tahun 2007. (1,11)

Gambar 3.Kriteria RIFLE Menurut ADQI

Pada tahun 2005 AKIN membuat seditkit modifikasi pada kriteria RIFLE dengan

berbagai pertimbangan salah satunya menghilangkan kriteria L dan E karena tidak

10

Page 11: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

menggambarkan tahapan penyakit tetapi prognosis, dengan demikian tahapan GgGA

menurut AKIN adalah(1):

Tabel 4. Tahapan Gangguan Ginjal Akut menurut AKIN(1)

Tahap Kriteria serum kreatinin Kriteri urin output (UO)

1 Kenaikan serum kreatinin ≥ 0,3

mg/dl atau kenaikan 1,5 sampai

2 kali kadar sebelumnya

UO < 0,5 cc/kgbb selama lebih dari 6 jam

2 Kenaikan serum kreatinin 2

sampai 3 kali kadar sebelumnya

UO < 0,5 cc/kgbb selama lebih dari 12 jam

3 Kenaikan serum kreatinin 3 kali

kadar sebelumnya, atau serum

kreatinin ≥ 4 mg/dl dengan

peningkatan akut paling sedikit

sebesar 0,5 mg/dl

UO < 0,3 cc/kgbb selama lebih dari 24 jam

atau anuria selama 12 jam.

Kriteria yang dibuat oleh AKIN di atas sebenarnya tidak berbeda dengan kriteria

RIFLE. Kriteria RIFLE R sama dengan tahap 1, RIFLE I sama dengan tahap 2, RIFLE F

sama dengan sama dengan tahap 3. Kriteria RIFLE L dan E dihilangkan karena dianggap

sebagai prognosis buka tahapan penyakit(1).

Pada tahun 2008, Bagshaw dkk mengumpulkan data pasien penyakit gawat yang

dirawat di ICU dari Australian New Zealand Intensive Care Society ( ANZIC ). Mereka

melaporkan bahwa walaupun kriteria AKIN menggunakan kadar kreatinin yang lebih

rendah ( ≥ 0,3 mg/dl ) untuk menegakkan diagnosis dini, tetapi secara keseluruhan

kriteria AKIN tidak lebih sensitif atau prediktif jika dibandingkan dengan kriteria RIFLE

dari ADQI(1).

11

Page 12: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

BAB III

BIOMARKER PADA GANGGUAN GINJAL AKUT

3.1 Definisi Biomarker

Menurut Biomarker Definitions Working Group ( 2001 ) yang dimaksud dengan

biomarker adalah suatu parameter biologis ( dapat berupa enzim, hormon, fenotipe

genetik, dll ) yang terukur dan terpercaya sebagai indikator terjadinya suatu proses

biologis, proses patologis, respon farmakologis, atau respon terhadap intervensi

terapeutik(7,12).

3.2 Biomarker yang ideal untuk GgGA

Suatu biomarker GgGA yang ideal harus dapat membantu menegakkan diagnosis

GgGA secara cepat( dini ) pada pasien- pasein yang dirawat dengan sensitivitas dan

spesifitas yang tinggi serta dapat membantu mengelompokkan resiko pasien GgGA

dengan memprediksi kebutuhan terhadap terapi pengganti ginjal, durasi dari GgGA, lama

dirawat dan angka mortalitas. Dengan menegakkan diagnosis lebih dini diharapkan terapi

dapat dilakukan lebih cepat dengan harapan angka kematian GgGA yang saat ini masih

tinggi dapat diturunkan(7,12).

Menurut Coca dan Parikh (2008), suatu biomarker harus melalui beberapa

tahapan penelitian sebelum dapat diakui sebagai suatu parameter teruji untuk

menegakkan diagnosis GgGA. Pada tahap pertama dilakukan exploitasi pre- klinikal,

yaitu apakah kadarnya menurun atau meningkat secara bermakna pada percobaan

binatang yang dibuat GgGA. Tahap dua, apakah dapat dilakukan cara pengukuran ( Elisa

atau immune assay ) secara non invasif terhadap biomarker tersebut. Pada tahap ini

dipelajari juga kemungkinan pengaruh eksternal seperti usia, jenis kelamin, dan berbagai

variabel lain terhadap kadar penanda tersebut. Pada tahap tiga ( tahap klinik ), ditentukan

apakah biomarker ini dapat mendeteksi dini terjadinya GgGA pada pasien- pasien.

Ditetapka pula sensitivitas dan spesifitasnya, serta kadar minimal untuk diagnosis yang

dapat mendeteksi penyakit. Tahap empat adalah validasi penggunaanya dalam klinik.

Perlu dilakukan penelitian cohort dengan populasi pasien yang lebih banyak sebelum

diakui sebagai biomarker yang terpercaya. Tahap lima adalah postmarketing survey.

12

Page 13: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Harus dibuktikan bahwa penanda biologis yang digunakan dapat membuat diagnosis

secara dini dan dapat memperbaiki prognosis penyakit(7,12).

Tabel 5. Tahapan- tahapan pada perkembangan biomarker(12)

Menurut Molitoris dkk (2008), biomarker yang ideal untuk GgGA diharapkan

selain dapat menegakkan diagnosis secara dini, harus dapat membuat diagnosis banding.

Artinya, dapat membedakan gangguan tubuli dari gangguan ginjal lainnya, serta dapat

menentukan letak kelainannya pada tubuli ( proksimal atau distal ) dan menemukan

penyebabnya ( iskemia atau toksin ) dan saat terjadinya gangguan ( akut atau kronis )(13).

Deravajan (2007) berpendapat suatu biomarker yang ideal untuk GgGA harus

dapat memenuhi kriteria- kriteria dibawah ini(2):

1. Dapat membedakan sub- tipe GgGA ( pre renal, renal dan post renal )

2. Dapat membedakan etiologi GgGA ( iskemia, toksin, sepsis, atau kombinasi )

3. Dapat membedakan GgGA dari kelainan ginjal lainnya ( ISK, Glomerulonefritis,

nefritis intertitialis )

4. Dapat meramalkan tingkat/ beratnya GgGA

5. Dapat memantau perjalanan penyakit GgGA

6. Dapat memantau pengobatan dan cara intervensi lainnya.

3.2 Biomarker yang sudah digunakan pada GgGA

Hingga saat ini AKIN masih menggunakan kriteria peningkatan kadar kreatinin

serum untuk menegakkan GgGA. Hal ini disebabkan karena belum adanya biomarker

lain yang cukup sensitif dan spesifik untuk menegakkan GgGA. Berbeda dengan

penyakit ginjal kronis dimana kenaikan kreatinin serum dapat dipercaya sebagai penanda

13

Page 14: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

turunnya laju filtrasi glomerulus, pada GgGA kadar kreatinin serum sedikit sekali

merepleksikan fungsi dari ginjal, hal ini disebakan oleh karena(7,12):

1. Kehilangan masa ginjal yang besar bisa terjadi tanpa disertai dengan perubahan

dari kreatinin serum karena adanya cadangan fungsi ginjal yng besar ( renal

reserve ). Sebagai contoh seorang yang telah mendonorkan salah satu ginjalnya,

biasanya tidak ada perubahan pada kadar kreatinin serum setelah operasi

meskipun orang tersebut telah kehilangan 50 % fungsi ginjalnya.

2. Perubahan kadar kreatinin serum pada pasien dengan GgGA dipengaruhi oleh

faktor- faktor antara lain: konversi non enzimatik kreatinin dan phospokreatinin di

otot rangka, pelepasan kreatinin serum ke aliran darah dan sirkulasi, filtrasi dan

ekskresi kreatinin ke dalam urine. Bahkan setelah mengalami ganguan yang berat,

kenaikan kadar kretinin serum baru terjadi 2- 3 hari lebih lambat dibandingkan

saat terjadinya gangguan ginjal.

3. Kadar kreatinin serum banyak dipengaruhi oleh faktor- faktor non renal seperti

berat badan, ras, umur, total volume tubuh, obat- obatan, metabolisme otot dan

asupan protein.

Oleh Karena itu diperlukanya biomarker yang dapat menegakkan diagnosis dini

GgGA dan tidak dipengaruhi oleh faktor- faktor non renal sehingga komplikasi lebih

lanjut dapat dihindarkan. Spesimen untuk melakukan pemeriksaan biomarker untuk

GgGA dapat berasal dari urin atau darah. Menurut Parikh dan Garg(2008) sejak tujuh

tahun terakhir telah dilaporkan lebih dari 20 penanda biologis untuk GgGA, masing-

masing mempunyai kekhususan dalam sensitivitas dan spesivitas untuk menegakkan

diagnosis dini, menetapkan GgGA yang sudah menetap, dan menentukan prognosis dan

perjalanan penyakitnya(7).

Beberapa biomarker untuk GgGA yang saat ini masih dalam tahap penelitian dan

memberikan harapan yang baik penggunaannya. Biomarker tersebut dapat dibagi sebagai

berikut:

14

Page 15: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

1.Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin (NGAL)

Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin dikenal juga dengan nama

Neutrophil Lipocalin (NL), Lipocalin 2, Siderocalin dan 25 kDa α2-microglobulin.

NGAL manusia terdiri dari disulfida dan satu rantai polipeptida 178 residu asam amino

dengan berat molekul sekitar 22 kDa, tetapi glikosilasi meningkatkan massa molekul

menjadi 25 kDa(16).

Karena ukuran molekul yang kecil dan resisten terhadap degradasi, NGAL dapat

dengan mudah dikeluarkan dan dideteksi dalam urin, baik dalam bentuk bebas maupun

dalam bentuk terikat. Kadarnya didalam urin berkorelasi dengan kadarnya

didalam .plasma ataupun serum(16).

Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin dalam keadaan normal diekskresikan

dengan kadar sangat rendah dari berbagai organ jaringan tubuh seperti ginjal, paru,

lambung, dan kolon. NGAL meningkat apabila terjadi kerusakan dari epitel. NGAL baru-

baru ini diidentifikasi sebagai salah satu protein yang paling awal dan paling besar

konsentrasinya sesaat setelah terjadi iskemia ataupun nefrotoksik ginjal pada hewan, dan

NGAL adalah protein yang mudah dideteksi dalam darah dan urin segera setelah GgGA.

Temuan ini telah melahirkan sejumlah studi untuk mengevaluasi NGAL sebagai sebuah

biomarker GgGA manusia. Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin dapat diperiksa

dengan pemeriksaan ELISA dan dalam keadaan normal kadar NGAL didalam plasma

berkisar antara 37- 106 ng/ml sedangkan didalam urine 0,7- 9,6 ng/ml(2,15,26).

Mori K dkk(2005) dalam studi cross-sectional, di unit perawatan intensif pasien

dengan GgGA akibat dari sepsis, iskemia,atau nephrotoxins ditemukan konsentrasi

NGAL lebih besar dari 10-kali didalam plasma dan 100 kali lipat dalam urin bila

dibandingkan dengan kontrol normal. Keduanya baik plasma ataupun urin konsentrasi

NGAL berkorelasi tinggi dengan kadar kreatinin serum. Pada biopsi ginjal menunjukkan

adanya akumulasi NGAL di 50% dari tubulus(17)

Mishra J et al (2005) dalam penelitian prospektif anak-anak yang menjalani

cardiopulmonary bypass, GgGA terjadi pada 28% anak, tetapi diagnosis menggunakan

serum kreatinin hanya mungkin 1-3 hari setelah operasi sedangkan dengan menggunakan

NGAL dapat dilakukan 2-6 jam setelah operasi karena konsentrasinya mencapai 10 kali

lipat atau lebih pada urin dan plasma(17).

15

Page 16: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Zappitelli dkk dalam studinya terhadap 140 anak-anak yang dirawat diruang ICU

dan membutuhkan ventilator mekanik, mendapatkan bahwa kadar NGAL didalam urin

sangat tinggi pada pasien yang terjadi perburukan terhadap derajat GgGA(19).

2.Cystatin C

Cystatin C adalah protein dengan berat molekul rendah yang berfungsi sebagai

lysosomal sistein protease inhibitor yang disintesa dan diekskresikan oleh semua sel yang

berinti. Zat ini kemudian difiltrasi oleh glomerulus untuk kemudian direabsorbsi secara

total di tubuli. Kadar cystatin C dalam darah tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,

ras, atau massa otot. Karakteristik ini membuat cystatin C menjadi biomarker yang baik

untuk menentukan laju filtrasi glomerulus dibandingkan dengan kreatinin plasma.

Cystatin C dapat diperiksa dengan pemeriksaan ELISA dan nilai normalnya berkisar

antara 0,57- 0,96 mg/L.(7,15,20).

Cystatin C bereaksi lebih cepat pada perubahan laju filtrasi glomerulus (LFG)

dibandingkan dengan kreatinin, yang bukan merupakan penanda sensitif untuk awal

penurunan LFG. Beberapa pasien dengan pengurangan LFG menampilkan tingkat

kreatinin serum dalam kisaran normal dan bahkan 50% pengurangan GFR tidak jarang

dikaitkan dengan konsentrasi normal serum kreatinin. Cystatin C akurat untuk

mendapatkan indikasi awal penurunan fungsi ginjal dan dengan demikian memungkinkan

untuk mengambil tindakan preventif(21).

Berdasarkan penelitian Herget-Rosenthal dkk(2004) dibuktikan bahwa cystatin C

adalah penanda laju filtrasi glomeruli yang lebih baik bila dibandingkan dengan kreatinin

serum. Cystatin C dapat mendeteksi terjadinya gangguan ginjal akut 1-2 hari sebelum

kenaikan kreatinin serum(22)

3.Interlukin 18 (IL-18)

IL-18 adalah cytokine proinflamasi yang terinduksi dalam proksimal tubuli

setelah terjadinya GgGA. Cysteine protease intrasel menginduksi Cytokine IL-18 dan IL-

18 menjadi bentuk aktifnya kemudian diekskresikan ke dalam urin. Kadar IL-18 pada

serum normal berkisar antara 1,2- 16,7 pg/ml. Parikh dkk(2004) dalam suatu cross

sectional study mendapatkan bahwa kadar IL-18 meningkat pada pasien- pasien dengan

16

Page 17: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

gangguan ginjal akut tetapi tidak pada pasien dengan infeksi saluran kemih, penyakit

ginjal kronis, nephritik sindrom dan GgGA pre renal(23). Selain itu kadar IL-18 dapat

digunakan pada kasus-kasus untuk tranplantasi ginjal dimana semakin tinggi kadarnya

maka semakin tinggi angka kegagalannya. Kasus yang sama juga ditemukan pada

penelitian kohort terhadap 72 orang anak yang mengalami operasi jantung. Pada penelitia

tersebut didapatkan bahwa anak yang menderita Gangguan ginjal akut setelah 4 jam

pasca operasi didapatkan kadar IL-18 yang tinggi(15,27).

Parikh dkk(2006) dalam suatu penelitian kohort juga mendapatkan bahwa terjadi

peningkatan yang signifikan IL-18 48 jam sebelum terjadinya peningkatan kreatinin

serum pada pasien-pasien dengan sindoma distres pernapasan akut yang dirawat di

ICU(24).

IL-18 sangat sensitif sekali terhadap GgGA iskemia tetapi tidak untuk yang

disebabkan oleh nephrotoksin, penyakit ginjal kronis dan infeksi saluran kemih(2).

4.Kidney Injury Molecule-1 (KIM-1)

KIM-1 adalah suatu protein trasmembran yang akan sangat meningkat kadarnya

pada tubuli proksimal setelah terjadinya iskemia dan nefrotoksik pada percobaan

binatang. Nilai KIM-1 normal berkisar antara 60- 837 pg/ml(28).

Han dkk (2008) melakukan penelitian pada pasien GgGA dan didapatkan kadar

KIM-1 dalam urin meningkat secara bermakna bila bila dibandingkan dengan pasien

penyakit ginjal kronis dan orang normal. KIM-1 lebih spesifik untuk menentukan GgGA

akibat iskemia dan nefrotoksik, kadarnya tidak meningkat pasein dengan infeksi saluran

kemih(7).

Han dkk(2006) juga mendapatkan dalam penelitian kohort dari 103 orang dewasa

yang menjalani cardiopulmonary bypass, ditemukan 31% pasien dengan GgGA dimana

kadar KIM-1 meningkat sekitar 40 % setelah 2 jam pasca operasi dan lebih dari 100 %

setelah 24 jam pasca operasi(24)

5.NA+/H+ Exchange Isoform 3 (NHE3)

NHE3 adalah suatu sodium tranporter yang terletak pada membran apikal tubuli

proksimal dan tubuli ascending. setelah terjadinya iskemia atau nefrotoksik kadarnya

akan meningkat dalam urin.

17

Page 18: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Du Cheyron et al dalam suatu penelitian cross sectional terhadap pasien GgGA

didapatkan sedikit peningkatan kadar NHE3 pada pasien GgGA pre renal dan post renal

tetapi terjadi peningkatan yang cukup tinggi pada GgGA renal sedangkan pada pasien

tanpa GgGA tidak ditemukan peningkatan NHE3(15).

6. Liver fatty acid-binding protein(L-FABP)

L-FABP adalah suatu protein yang diekspresikan di tubuli proksimal dengan

kadar normal di dalam plasma 7,1- 11 µg/L. Portilla dkk(2008) menggunakan L-FABP

untuk mendeteksi GgGA pasca operasi jantung pada anak- anak. Mereka melaporkan

bahwa L-FABP meningkat 4 jam pasca operasi dan terus meningkat bila ada GgGA(7,13).

Biomarker ganguan ginjal akut diatas dapat diperiksa dengan tehnik ELISA

dimana tehnik ini adalah suatu tehnik biokimia untuk mendeteksi adanya suatu antigen

pada suatu sampel. Sampel ataupun antigen yang akan diperiksa kemudian direaksikan

dengan suatu antibodi yang spesifik dan kemudian terbentuklah suatu komplek antigen

dan antibodi. Antibodi ini kemudian dihubungkan dengan suatu enzim dan pada tahap

akhir pemeriksaan ditambahkan suatu zat sehingga enzim tersebut dapat memancarkan

suatu sinyal- sinyal yang dapat dideteksi dengan alat(29).

Apabila kita melihat kriteria yang di kemukakan tentang biomarker yang ideal

menurut Deravajan(2007) maka nampaknya biomarker diatas dapat digunakan untuk

meramalkan beratnya GgGA, memantau perjalanan penyakit dan pengobatan serta

intervensi yang dilakukan sedangkan untuk membedakan sub- tipe, etiologi dan

membedakan GgGA dengan kelainan ginjal lainnya belum bisa dilakukan.

Sampai saat ini belum ditemukan atau ditetapkan biomarker yang ideal untuk

GgGA. Menurut American Society of Nephrology(2005) untuk mencapai tujuan tersebut

di atas mungkin diperlukan lebih dari satu biomarker tetapi beberapa biomarker sebagai

satu panel, sebagaimana layaknya biomarker untuk infark miokard(14). Dari hasil beberapa

penelitian sementara ini biomarker yang dianjurkan untuk gangguan ginjal akut

Adalah yang dapat mendiagnosis dini GgGA, mendiagnosis GgGA yang sudah menetap,

dan dapat menetukan prognosis dan mortalitas(14).

18

Page 19: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

Deravajan(2007) dari berbagai penelitian membuat resume biomaker GgGA yang

telah diproduksi sesuai dengan etiologinya sebagai berikut.

Tabel 6.Biomarker yang mungkin akan segera digunakan untuk GgGA(2)

Bila melihat tabel di atas konsentrasi NGAL meningkat lebih awal dibandingkan

dengan biomarker lain baik di urin ataupun di plasma sehingga keadaan ini dapat

digunakan untuk deteksi dini gangguan ginjal akut pada kasus-kasus seperti post operasi

jantung, pemakaian kontras, sepsis dan memantau keberhasilan terapi tranplantasi ginjal.

Sehingga sangat diharapkan dalam waktu dekat dapat digunakan NGAL sebagai

biomarker GgGA..

19

Page 20: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Gangguan ginjal akut(GgGA) yang sebelumnya disebut gagal ginjal akut adalah

penurunan fungsi ginjal mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu,

diikuti oleh kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen

dengan atau tanpa disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan ataupun

elektrolit

2. Gangguan ginjal akut apabila dilihat dari etiologinya dapat dibagi menjadi 3 yaitu

sebelum ginjal( pre renal ), di dalam ginjal( renal/ intrinsik ) dan setelah ginjal

( post renal ). Pembagian ini berdasarkan lokasi terjadinya kelainan patofisiologi

yang menimbulkan GgGA

3. Suatu biomarker GgGA yang ideal harus dapat membantu menegakkan diagnosis

GgGA secara cepat( dini ) dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi serta

dapat membantu mengelompokkan resiko pasien GgGA dengan memprediksi

kebutuhan terhadap terapi pengganti ginjal, durasi dari GgGA, lama dirawat dan

angka mortalitas

4. Sampai saat ini belum ditemukan atau ditetapkan biomarker yang ideal untuk

GgGA. Tetapi berdasarkan penelitian- penelitian terakhir dalam waktu dekat

dapat digunakan biomarker NGAL

4.2 Saran

1. Diperlukan adanya biomarker yang dapat mendiagnosis dini GgGA

20

Page 21: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

DAFTAR PUSTAKA

1. Roesly RMA.Definisi dan Klasifikasi Gangguan Ginjal Akut. Dalam buku

Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury) . Pusat

Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan

Sadikin. Bandung. 2008: 12-20.

2. Devarajan P. Emerging Biomarker for Acute Kidney Injury. Contributors to

Nefrology 2007;156:203-12.

3. Devarajan P. Novel Biomarker for the Early Prediction of Acute Kidney Injury.

Cancer Therapy 2005;3:477-488.

4. Roesly RMA. Epidemiologi Gangguan Ginjal Akut. Dalam buku Diagnosis dan

Pengelolaan Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury) . Pusat Penerbitan

Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin. Bandung.

2008: 28-40.

5. Markum HMS. Gagal Ginjal Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Editor: Sudoyo AW et al. jilid I. Edisi IV.Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.2006:585-9.

6. Soewito Ag, Parsoedi I. Gagal Ginjal Akut. Dalam ILmu Penyakit Dalam. Editor:

Soeparman, Waspadji S. jilid II. Balai Penerbi FKUI. Jakarta: 341-8.

7. Roesly RMA.Diagnosis klinik & Etiologi Gangguan Ginjal Akut. Dalam buku

Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury) . Pusat

Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan

Sadikin. Bandung. 2008: 42-66.

8. Jacob R. Acute Renal Failure. Indian J Anaesth 2003;47(5):367-72

9. Gondadiputra R.Patofisiologi Gangguan Ginjal Akut(GgGA). Dalam buku

Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury) . Pusat

Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan

Sadikin. Bandung. 2008: 68-78.

10. Fry AC, Farrington K. Manajement of Acute Renal Failure. Postgrad Med J

2006;82:106-16.

21

Page 22: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

11. Kellum JA, Bellomo R, Ronco C. The Concept of Acute Kidney Injury and the

Riffle Criteria.In:Acute Kidney Injury. Ed: Ronco C, Kellum JA, Bellomo R. S

Karger AG. Switzerland. 2007 : 10-6.

12. Coca SG, Parikh CR. Urinary Biomarker for Acute Kidney Injury: Perpectives on

Traslation. Clin J Am Soc nephrol 2008;3:481-90.

13. Molitoris B, Melnikov VY, Okusa MD el al. Technology insight: biomarker

development in acute kidney injury. What can we anticipate. Nephrology 2008;4:

154-65.

14. American Society of Nephrology. ASN Renal Research Report. J Am Soc

Nephrol(2005);16:1886-93.

15. Naud JF, Leblanc M. Biomarker in Acute Kidney Injury. Biomarker insight

2008;3:115-25.

16. Uttenthal LO. NGAL: a marker molecule for the distressed kidney?. Diakses dari:

http://www.cli.online.com

17. Mori K, Devarajan P et al. Endocytic delivery of lipocalin-siderophore-iron

complex rescues the kidney from ischemia-reperfusion injury. J Clin Invest

2005;115:610–621

18. Mishra J,Deravajan P et al. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin ( NGAL )

as a biomarker for acute renal injury following cardiac surgery. Lancet

2005;365:1231–1238

19. Urine neutrophil gelatinaseassociated lipocalin is an early marker of acute kidney

injury in critically ill children:a prospective cohort study. Crit Care 2007;11:R84.

20. Endre ZH, Westhuyzen J. Early detection of acute kidney injury: Emerging new

biomarker.Nephrology 2008;13,91-8.

21. Schmidt C. Cystatin C-a future significant marker in clinical diagnosis. Diakses

dari http://www.cli-online.com

22. Herget-Rosenthal S et al. Early Detection of Acute Renal Failure by Serum

Cystatin C. Kidney int 2004;66:1115-22.

23. Parikh CR, Jani A, Melnikov VY, Faubel S, Edelstein CL: Urinary interleukin-18

is a marker of human acute tubular necrosis. Am J Kidney Dis 2004;43:405–414.

22

Page 23: Biomarker pada Gangguan Ginjal Akut

24. Parikh CR et al. Urinary IL-18 is an early predictive biomarker of acute kidney

injury after cardiacsurgery. Kidney Int 2006;70:199–203.

25. Han WK, Waikar SS, Johnson A, Curhan GC, Devarajan P, Bonventre JV.

Urinary biomarkers for early detection of acute kidney injury. J Am Soc Nephrol

2006;17:403A.

26. Human NGAL Rapid ELISA Kit. Diakses dari http://www.Bioporto.com

27. Human IL-18 ELISA KIT. Diakses dari http://www.thermo.com

28. Chaturvedi S et al. Assay Validation for KIM-1: Human urinary renal dysfunction

biomarker.Int j Biol Sci 2009;5:128-134.

23