biologi.doc

3
Nama : Andreas Wahyu Nugroho No. : 01 Kelas : X MIA 1 Anoa Alami Kepunahan Lokal JAKARTA (Media): Anoa akan mengalami kepunahan lokal di Suaka Margasatwa (SM) Tanjung Amolengo, Sulawesi Tenggara, yang merupakan salah satu habitat utama satwa langka tersebut. Di suaka margasatwa yang memiliki luas 604 hektare ini, populasi anoa kini tinggal lima sampai enam ekor. Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Haris Mustari mengungkapkan hal tersebut ketika dihubungi Media, akhir pekan lalu. Menurut Abdul Haris Mustari, populasi anoa di Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo yang tinggal 5-6 ekor berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya mulai 2000-2002. ''Padahal pada 1994-1995 ketika saya melakukan penelitian selama delapan bulan di sana, populasinya masih sekitar 8-12 ekor,'' katanya. Terus menurunnya populasi anoa, tutur kandidat peraih PhD dari University of New England Australia ini, karena deforestasi (perusakan hutan) dan perburuan liar. Deforestasi terutama terjadi karena konversi hutan primer yang merupakan habitat anoa menjadi lahan perkebunan jambu mete, kakao, serta illegal logging. Sedangkan perburuan liar, karena orang mengincar daging untuk dimakan dan tanduknya dijadikan trofi. Selain itu, persoalan lain yang menekan populasi anoa di Suaka Margasatwa Amolengo karena hewan yang dilindungi ini tidak lagi bisa menjelajah ke SM Tanjung Peropa, Sultra. Kedua suaka margasatwa tersebut hanya berjarak sekitar 2-3 km, dipisahkan oleh Desa Amolengo, Langgapulu, dan Ampera.

Transcript of biologi.doc

Nama

: Andreas Wahyu Nugroho

No.

: 01

Kelas

: X MIA 1Anoa Alami Kepunahan Lokal

JAKARTA (Media): Anoa akan mengalami kepunahan lokal di Suaka Margasatwa (SM) Tanjung Amolengo, Sulawesi Tenggara, yang merupakan salah satu habitat utama satwa langka tersebut. Di suaka margasatwa yang memiliki luas 604 hektare ini, populasi anoa kini tinggal lima sampai enam ekor.

Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Haris Mustari mengungkapkan hal tersebut ketika dihubungi Media, akhir pekan lalu. Menurut Abdul Haris Mustari, populasi anoa di Suaka Margasatwa TanjungAmolengo yang tinggal 5-6 ekor berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya mulai 2000-2002. ''Padahal pada 1994-1995 ketika saya melakukan penelitian selama delapan bulan di sana, populasinya masih sekitar 8-12 ekor,'' katanya.

Terus menurunnya populasi anoa, tutur kandidat peraih PhD dari University of New England Australia ini, karena deforestasi (perusakan hutan) dan perburuan liar. Deforestasi terutama terjadi karena konversi hutan primer yang merupakan habitat anoa menjadi lahan perkebunan jambu mete, kakao, serta illegal logging. Sedangkan perburuan liar, karena orang mengincar daging untuk dimakan dan tanduknya dijadikan trofi. Selain itu, persoalan lain yang menekan populasi anoa di Suaka Margasatwa Amolengo karena hewan yang dilindungi ini tidak lagi bisa menjelajah ke SM Tanjung Peropa, Sultra. Kedua suaka margasatwa tersebut hanya berjarak sekitar 2-3 km, dipisahkan oleh Desa Amolengo, Langgapulu, dan Ampera.

Padahal sekitar sepuluh tahun lalu, populasi anoa dari kedua suaka margasatwa itu masih bisa saling bertukar melalui koridor berupa hutan pinggiran sungai, perkebunan jambu mete, cokelat, dan kelapa, khususnya di bagian selatan Tanjung Peropa.

Namun, dengan bertambahnya penduduk dan permukiman di ketiga desa tersebut, anoa semakin sulit menemukan koridor pelintasan yang memungkinkan pertukaran populasi anoa di kedua suaka margasatwa ini.

''Anoa di SM Tanjung Amolengo akan mengalami kepunahan lokal atau setidaknya mengalami penurunan kualitas genetik karena populasinya sangat kecil,'' tuturnya seraya menyatakan populasi anoa di SM Tanjung Peropa yang memiliki luas 38.927 hektare masih sekitar 500 ekor.

Mustari mengaku, pejabat instansi kehutanan dan pemda sering mengatakan populasi anoa masih banyak. Padahal pernyataan populasi anoa yang dikatakan para pejabat hanya didapatkan dari cerita penduduk dan atas perkiraan saja, bukan data hasil penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan.

Sedangkan penelitian yang dia lakukan, tutur Mustari, berdasarkan metode yang sering dipakai dalam survei populasi satwa liar yaitu metode pertemuan langsung (transect), penghitungan kepadatan feses anoa (distant detect), metode konsentrasi (silent detection), dan metode jejak (foot-print analysis).

Menurut Mustari, penduduk yang berdomisili di sekitar hutan juga sering kali overestimasi terhadap populasi anoa. Mereka mengatakan populasi anoa di alam masih berlimpah, padahal apabila dicermati dan dilakukan penelitian yang saksama, populasi anoa di alam sebenarnya sangat sedikit.

Penduduk yang mengatakan anoa masih banyak umumnya karena hanya berpatokan pada jejak atau kotoran anoa di hutan. Padahal anoa termasuk satwa soliter yang hanya ditemukan satu-dua ekor dalam satu kelompok. Selain itu, anoa memiliki mobilitas yang tinggi dan wilayah jelajah harian yang luas (500 ha lebih di Amolengo), sehingga jejak dan kotoran anoa yang kelihatannyamelimpah, sebenarnya hanya milik beberapa ekor saja.

Selain anoa, satwa khas Sulawesi lainnya yang terdapat di SM Tanjung Amolengo dan Tanjung Peropa yaitu babi hutan sulawesi (Sus celebensis), kuskus beruang (Ailurops ursinus), kuskus sulawesi (Strigocuscus celebensis), rangkong (Rhyticeros cassidix dan Phenelopides exarhatus).Sumber : http://groups.yahoo.com/neo/groups/lingkungan/conversations/topics/14112