Biokompatibilitas

8
Sifat Biologi (sumber: craig, Phillips) Biokompatibilitas diartikan sebagai kemampuan suatu material untuk mendapatkan respon biologis yang tepat apabila diaplikasikan ke dalam tubuh manusia. Mengukur biokompatibilitas material tidaklah sederhana, dan metode pengukuran biokompatibilitas berkembang pesat karena saat ini sudah banyak diketahui interaksi antara dental material dengan oral tissues. Beberapa jenis tes saat ini digunakan untuk memastikan bahwa bahan-bahan baru secara biologis dapat diterima, diantaranya ada tes in vitro, hewan, dan tes penggunaan. 1. In Vitro Tests Dalam tes vitro untuk biokompatibilitas, dilakukan di luar organisme hidup, dan membutuhkan penempatan bahan atau komponen bahan dalam kontak dengan sel, enzim, atau sistem biologi terisolasi lainnya. Kontak dapat berupa langsung, yaitu ketika materi kontak dengan sistem sel tanpa hambatan, atau tidak langsung, ketika ada penghalang antara material dan sistem sel. Tes langsung dapat dibagi lagi menjadi material yang secara fisik hadir dengan sel dan hanya ekstrak material yang kontak dengan sistem sel. Tes in vitro dapat dibagi menjadi uji toksik atau pertumbuhan sel, uji metabolik atau fungsi sel, dan uji efek dari bahan material genetik didalam sel (uji mutagenesis). Tes invitro memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan tes yang lain.

description

Biokompatibilitas diartikan sebagai kemampuan suatu material untuk mendapatkan respon biologis yang tepat apabila diaplikasikan ke dalam tubuh manusia.

Transcript of Biokompatibilitas

Page 1: Biokompatibilitas

Sifat Biologi (sumber: craig, Phillips)

Biokompatibilitas diartikan sebagai kemampuan suatu material untuk mendapatkan respon biologis yang tepat apabila diaplikasikan ke dalam tubuh manusia. Mengukur biokompatibilitas material tidaklah sederhana, dan metode pengukuran biokompatibilitas berkembang pesat karena saat ini sudah banyak diketahui interaksi antara dental material dengan oral tissues. Beberapa jenis tes saat ini digunakan untuk memastikan bahwa bahan-bahan baru secara biologis dapat diterima, diantaranya ada tes in vitro, hewan, dan tes penggunaan.

1. In Vitro TestsDalam tes vitro untuk biokompatibilitas, dilakukan di luar organisme hidup, dan membutuhkan penempatan bahan atau komponen bahan dalam kontak dengan sel, enzim, atau sistem biologi terisolasi lainnya. Kontak dapat berupa langsung, yaitu ketika materi kontak dengan sistem sel tanpa hambatan, atau tidak langsung, ketika ada penghalang antara material dan sistem sel. Tes langsung dapat dibagi lagi menjadi material yang secara fisik hadir dengan sel dan hanya ekstrak material yang kontak dengan sistem sel.

Tes in vitro dapat dibagi menjadi uji toksik atau pertumbuhan sel, uji metabolik atau fungsi sel, dan uji efek dari bahan material genetik didalam sel (uji mutagenesis). Tes invitro memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan tes yang lain.

Page 2: Biokompatibilitas

Yang perlu ditekan kan adalah, dengan hanya tes in vitro, tidak dapat sepenuh nya memprediksi biokompatibilitas seluruh material.

Cytotoxicity TestsUji ini mengkaji sel mati yang disebabkan bahan material dengan mengukur jumlah sel atau pertumbuhan sel sesudah dan sebelum terkena paparan bahan material. Tes ini dilakukan dengan uji permiabiltas membran.

Tests for Cell Metabolism or Cell FunctionTes untuk biokompatibilitas ini menggunakan biosintesis atau kegiatan enzimatik sel untuk menilai respon sitotoksik. Tes yang mengukur sintesis DNA atau sintesis protein adalah contoh umum dari jenis tes ini.

Test That Use Barriers (Indirect Tests)Kontak langsung seringkali tidak dapat dilakukan antara sel dan bahan material selama uji in vivo, oleh karena itu, beberapa barrier test in vitro telah dikembangkan untuk meniru kondisi in vivo. Tes ini meliputi an agar overlay method, yang menggunakan agar untuk membentuk barrier antara sel dan bahan material, juga uji filter Millipore, dimana selapis sel tumbuh di filter dan dapat dilakukan interaksi dengan sel.Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa dentin membentuk penghalang atau barrier di mana bahan beracun atau toxic materials harus berdifusi untuk mencapai jaringan pulp.

Page 3: Biokompatibilitas

Other Assays for Cell Function

Dalam tes in vitro, telah banyak digunakan uji untuk mengukur fungsi kekebalan tubuh atau reaksi jaringan lainnya. Tes ini mengukur produksi sitokin oleh limfosit dan makrofag, proliferasi limfosit, kemotaksis, atau T-sel untuk memproduksi sel darah merah. Tes lain mengukur kemampuan suatu material untuk mengubah siklus sel atau mengaktifkan komplemen sel.

Mutagenesis AssaysUji mutagenesis menguji efek dari biomaterial pada materi genetik sel. Ada berbagai mekanisme dimana bahan material dapat mempengaruhi gen sel. Mutagen genotoksik (mutagen yang beracun) dapat langsung mengubah DNA sel melalui berbagai jenis mutasi. Setiap bahan kimia genotoksik biasanya memutasi DNA tertentu. Bahan kimia genotoksik dapat benar-benar murni mutagen atau mungkin memerlukan aktivasi atau biotransformasi untuk bisa menjadi mutagen, dalam hal ini mereka disebut promutagens.Karsinogenesis adalah kemampuan untuk menyebabkan kanker pada tubuh makhluk hidup. Mutagen belum tentu karsinogen, dan karsinogen belum tentu mutagen. Jadi,

Page 4: Biokompatibilitas

kuantitas dan relevansi suatu tes atau uji coba yang mengukur mutagenesis dan karsinogenesis sangatlah kompleks.Tes Ames adalah tes yang paling banyak digunakan untuk uji mutagenesis jangka pendek dan satu-satunya uji jangka pendek yang dianggap benar-benar valid.

2. Animal TestsTes hewan untuk biokompatibilitas, biasanya melibatkan mamalia seperti tikus, hamster, atau kelinci percobaan, yang berbeda dari tes penggunaan atau Usage Tests (yang juga sering dilakukan pada hewan).Penggunaan hewan untuk uji biokompatibilitas memungkinkan terjadinya interaksi kompleks antara bahan material dan fungsi sel , sistem dan reaksi biologi yang lengkap bisa terjadi. Dengan demikian respons biologis pada binatang percobaan lebih komprehensif dan mungkin lebih relevan daripada tes in vitro, dan hal ini adalah keuntungan utama dari tes ini. Kelemahan utama dari tes hewan adalah relevansi tes untuk penggunaan material pada in vivo (di dalam tubuh) , terutama dalam memperkirakan kesesuaian spesies hewan untuk mewakili manusia. (lihat table 6.1 diatas)

3. Usage TestsUsage Tests dapat dilakukan pada hewan atau penelitian manusia. Uji ini berbeda dari tes hewan karena uji ini mengharuskan bahan materi ditempatkan dalam situasi yang identik sesuai dengan keadaan klinis yang dimaksudkan. Usage tests pada hewan biasanya menggunakan hewan yang lebih besar yang memiliki keadaan organ mulut yang mirip dengan manusia, seperti anjing, babi kecil atau monyet. Ketika manusia yang digunakan, Usage tests disebut uji klinis. Keuntungan luar biasa untuk usage tests adalah relevansinya (lihat Tabel 6-1). Tes ini adalah gold standard, karena uji ini memberikan jawaban akhir apakah iya atau tidak suatu bahan material akan biokompatibel dan bermanfaat secara klinis. Orang mungkin bertanya, lalu, mengapa repot-repot melakukan uji in vitro atau tes hewan? Jawabannya adalah terdapat kemungkinan kerugian yang sangat besar dari uji ini. Tes ini sangat mahal, dilakukan untuk waktu yang lama, seringkali melibatkan banyak masalah etika dan hukum, untuk itu sangat sulit untuk mengontrol dan menafsirkan secara akurat, serta dapat membahayakan peserta tes. Dalam kedokteran gigi, dental pulp, periodonsium, dan gingiva atau mukosa jaringan gigi adalah target utama usage tests.

Dental Pulp Irritation TestsUmumnya, bahan material yang akan diuji pada pulpa gigi dilakukan di gigi non-karies. Pada akhir penelitian, gigi akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis, dengan jaringan nekrotik dan reaksi inflamasi yang diklasifikasikan menurut intensitas respon.

Denta Implants in BoneSaat ini, prediktor terbaik untuk keberhasilan implan adalah hati-hati dalam memilih pasien dan keadaan klinis yang ideal. Istilah berikut digunakan untuk mendefinisikan berbagai tingkat keberhasilan: early implant success for implants surviving 1 to 3 years, intermediate implant success for implants surviving 3 to 7 years, and long-term success for implants surviving more than 7 years.Dengan demikian, ada tiga tes yang biasa digunakan untuk memprediksi keberhasilan implan: (1) penetrasi probe periodontal sepanjang sisi implan, (2) mobilitas implan,

Page 5: Biokompatibilitas

dan (3) radiografi yang menunjukkan baik integrasi tulang maupun radiolusen sekitar implan.Sebuah implan tulang dianggap berhasil jika menunjukkan tidak ada mobilitas, tidak ada bukti radiografi peri implan radiolusen, memiliki sedikit vertical bone loss dan benar-benar terbungkus dalam tulang, dan memiliki adanya persisten peri-implan komplikasi jaringan lunak.

Mucosa and Gingival Usage Tests

Uji ini merupakan respon jaringan terhadap bahan material dengan kontak langsung dari jaringan gingiva dan mukosa yang dilakukan dengan penempatan rongga mulut dan perluasan subgingival. Efek material pada jaringan gingiva diamati dan respons dikategorikan menjadi; sedikit, sedang, atau berat, tergantung pada jumlah sel inflamasi mononuklear (terutama limfosit dan neutrofil) pada epitel dan jaringan ikat yang berdekatan. Kesulitan pada jenis penelitian ini adalah seeringkali adanya peradangan yang sudah ada sebelumnya di jaringan gingiva karena adanya plak bakteri atau karena kekasaran permukaan bahan restoratif.

4. Inflammatory and Allergic ReactionsBerbagai jenis respons biologis terhadap zat dapat terjadi pada manusia. Termasuk reaksi inflamasi, alergi, toksik, dan mutagenik. Namun, semua ini tidak hanya karena terkena paparan bahan material gigi. Respon inflamasi melibatkan aktivasi sistem kekebalan tubuh inang untuk menangkal beberapa tantangan atau ancaman. Peradangan dapat terjadi akibat trauma (kekuatan yang berlebihan, luka gores, dan abrasi), alergi, atau toksisitas. Secara histologis, respon inflamasi ditandai dengan edema jaringan yang disebabkan awalnya oleh infiltrasi sel inflamasi seperti neutrofil dan, kemudian pada tahap kronis, dengan tindakan monosit dan sel-sel limfosit. Hubungan antara bahan material gigi dengan reaksi inflamsi sangatlah penting karena respon inflamasi kronis dapat berupa radang pulpa dan penyakit periodontal.

Contoh reaksi alergi: