biokimia tentang pencernaan

download biokimia tentang pencernaan

of 74

description

pencernaan

Transcript of biokimia tentang pencernaan

. Test MusinPercobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya musin dalam saliva. Dimana pereaksi yang digunakan adalah pereaksi millon, pereaksi benedict, pereaksi molisch, dan air sebagai kontrol. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah mengendapkan saliva dengan asam asetat encer. Kemudian diuji dengan pereaksi millon dan pereaksi benedict. Uji millon bertujuan untuk mengetahui adanya protein dan uji benedict bertujuan untuk mengetahui adanya karbohidrat. Hal ini dilakukan karena musin merupakan suatu senyawa glikoprotein (karbohidrat dan protein).Pada percobaan ini, uji millon dan uji benedict memberikan hasil yang positif dimana pada uji Millon ditandai dengan terbentuknya larutan keruh dan terdapat endapan. Sedangkan uji benedict ditandai dengan terbentuknya larutan biru. Hal ini menunjukkan bahwa dalam saliva yang digunakan terdapat protein dan karbohidrat. Reaksi yang terjadi:

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image042.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image043.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image044.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image045.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image046.gif" \* MERGEFORMAT Pereaksi millon

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image048.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image049.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image051.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image051.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image052.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image053.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image045.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image054.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image052.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image055.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image056.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image057.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image048.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image058.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image052.gif" \* MERGEFORMAT HO CH2- CH- COOH + HgNO3 HNO3 HgO CH2- NH2 CH- COOH + HNO3 NH2 Pereaksi benedict

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image061.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image061.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image062.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image063.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image060.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image064.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image063.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image065.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image060.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image060.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image066.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image063.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image065.gif" \* MERGEFORMAT CH2OH CH2OH CH2OH

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image061.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image061.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image067.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image065.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image068.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image069.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image070.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image067.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image071.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image068.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image071.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image069.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image072.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image061.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image067.gif" \* MERGEFORMAT

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image068.gif" \* MERGEFORMAT OHOH OH -H2O HO OH C + 2 Cu2+ + 5 OH- HO OH C=O HO HO OH + Cu2O + 3 H2O2. Test Tiosianat Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya tiosianat dalam saliva. Di mana ion tiosianat dapat ditemukan dalam saliva yang merupakan hasil reaksi antara sianida sebagai hasil pemecahan protein dengan senyawa belerang dalam hati. Pada percobaan ini, saliva ditambahkan HCl pekat kemudian FeCl 0,1 M untuk menghilangkan adanya ion PO43- sehingga terbentuk FePO4. Kemudian direaksikan dengan HgCl 1% yang akan membentuk Hg (II) tiosianat yang tidak berwarna. Pada percobaan ini, tidak membuktikan adanya tiosianat dalam saliva karena tidak terbentuk larutan merah (justru warna merah hilang) tetapi warna kekuningan. Reaksi yang terjadi:4 Fe (SCN)3 + 3 Hg2+ 3 Hg (SCN)42- + 4 Fe3+ (tak berwarna) 3. Test Penyusun Senyawa Anorganik SalivaPada percobaan ini, dapat diketahui kandungan dalam saliva yaitu Cl-, SO42-, Ca2+, dan PO43-. Pengujian senyawa anorganik ini dilakukan dengan pengujian ion Cl-, SO42-, Ca2+, dan PO43-. Hal pertama yang dilakukan adalah menambahkan asam asetat ke dalam saliva hingga terbentuk endapan. Kemudian endapan disaring dan filtratnya diambil untuk pengujian:a. Uji ion Cl-Filtrat ditambahkan dengan HNO3 encer untuk diasamkan, lalu ditambahkan AgNO3 yang berfungsi untuk mengidentifikasi adanya ion Cl- yang ditandai dengan adanya endapan putih (AgCl). Pada percobaan ini, ternyata tidak diperoleh endapan namun hanya larutan yang keruh. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana adanya ion Cl- ditandai dengan terbentuknya endapan. Reaksi yang terjadi:

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image075.gif" \* MERGEFORMAT Cl- + AgNO3 HNO3 AgCl + NO3- (putih) b. Uji ion PO43-Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya ion PO43-. Filtrat direaksikan dengan HNO3 encer dan ammonium molibdat. Pada percobaan ini menunjukkan hasil yang positif dimana hasil yang diperoleh terbentuk larutan kuning yang menandakan adanya ino PO43- dalam saliva tersebut. Reaksi yang terjadi:PO43- + (NH4)6 MO7O24 HNO3 (NH4)3P(MO3O10)4 (kuning)c. Uji ion SO42- Untuk mengetahui adanya ion SO42- maka digunakan pereaksi Barium klorida. Dimana jika sesuai dengan teori maka terbentuk endapan putih. Pada percobaan ini, hasil yang diperoleh adalah negatif dimana larutan yang diperoleh adalah bening. Reaksi yang terjadi:

INCLUDEPICTURE "../../../DOCUME~1/WAHYOU~1/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image076.gif" \* MERGEFORMAT SO42- + BaCl2 HNO3 BaSO4 + 2 Cl-d. Uji ion Ca2+Untuk mengetahui adanya ion Ca2+ maka digunakan pereaksi ammonium oksalat. Dimana apabila sesuai teori maka akan terbentuk endapan putih. Pada perlakuan ini, hasil yang diperoleh negative karena larutan yang dihasilkan adalah larutan bening. Hal ini berarti tidak terdapat ion Ca2+ dalam saliva tersebut. Reaksi yang terjadi:Ca2+ + (NH4)2C2O4 CaC2O4 + 2NH4+4. Tes Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas PtialinPada percobaan ini, yaitu pengaruh suhu terhadap aktivitas ptialin dilakukan pada berbagai temperatur yakni pada suhu kamar, suhu 38oC, air es dan saliva panas. Masing-masing larutan pati ditempatkan pada 4 tabung reaksi dengan temperatur yang berbeda (suhu kamar, 38oC, air es) dan pada tabung 4 digunakan saliva panas. Selanjutnya, masing-masing tabung ditambahkan larutan iod yang menghasilkan warna biru yang merupakan reaksi kompleks I2 dan amilum dari larutan pati. Setiap 5 menit dilakukan penambahan iod dan mengamati warna larutan yang terjadi.Berdasarkan pengamatan, intensitas perubahan warna dari merah pekat menjadi merah pudar adalah tabung II, I, III, IV (saliva panas, suhu kamar, suhu 38oC, dan air es). Hal ini yidak sesuai dengan teori dimana suhu optimum enzim adalah 38oC. Apabila berada pada suhu rendah maka enzim belum aktif dan jika berada pada suhu tinggi, enzim akan rusak.5. Tes Estimasi PtialinPercobaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah amilase atau ptialin yang digunakan untuk memecah pati atau amilum. Larutan pati yang digunakan adalah larutan pati yang direaksikan dengan NaCl yang berfungsi untuk menghambat hidrolisis pati. Setelah itu, ditambahkan I2 yang berfungsi untuk mengidentifikasi adanya pati di dalam larutan dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Namun, pada percobaan yang dilakukan memberikan hasil yang negatif dimana larutan yang diperoleh berwarna merah. Kesalahan ini mungkin disebabkan larutan I2 yang digunakan telah tereduksi dengan zat lain (merupakan oksidator lemah). 6. Tes Penentuan pH yang Cocok untuk Kerja SalivaPercobaan ini bertujuan untuk mengetahui pH yang cocok untuk kerja saliva. Percobaan ini digunakan larutan buffer dengan pH 9, pH 5, dan pH 7. Masing-masing larutan ditambahkan larutan pati dan larutan NaCl dimana NaCl ini berfungsi untuk menghambat hidrolisis pati. Selanjutnya, ditambahkan I2 untuk membentuk kompleks warna biru sampai keunguan. Percobaan ini dilakukan pada suhu 38oC. Hasil yang diperoleh yaitu larutan bening, yang artinya pati telah terpecah menjadi maltosa. 7. Efek Senyawa yang Menghambat / Menghancurkan Aktivitas Bakteri pada Amilase Saliva Pada percobaan ini dilakukan pengujian terhadap beberapa senyawa yang dapat menghambat / menghancurkan aktivitas bakteri pada amilase saliva. Saliva yang telah diencerkan ditambahkan toluen, kloroform, HgCl 1%, fenol 2%, NaF, dan H2O yang masing-masing menghasilkan larutan bening. Setelah itu, masing-masing isi tabung dibagi 2 dan diuji dengan pereaksi benedict dan Iod. Pada toluen, kloroform, fenol 2%, NaF, dan H2O setelah direeaksikan dengan benedict diperoleh larutan berwarna biru dan bagian yang lain setelah direaksikan dengan iod menghasilkan larutan yang berwarna coklat. Sedangkan pada HgCl2 setelah direaksikan dengan pereaksi benedict menghasilkan warna biru dan direaksikan dengan iod menghasilkan larutan berwarna biru tua (keruh). Hal ini menandakan bahwa telah terjadi penghambatan aktivitas bakteri terhadap amilase saliva. HASIL DAN PEMBAHASAN.

4.1 PENCERNAAN MAKANAN.1. Fungsi saliva dan mulut.

1. Daya amilolitik saliva.

Tabung 1. Warna larutan setelah diuji dengan yod tidak menimbulkan reaksi apapun. Warna larutan yang terjadi tetap seperti warna yod.Tabung 2. Setelah diuji dengan larutan yod warna larutan menjadi hijau lumut (belum sama dengan warna yod)Tabung 3. Setelah diuji yod, warnanya menjadi merah. Pada pengujian selanjutnya yaitu uji Benedict, warna yang terjadi adalah hijau. Dan pada pengujian terakhir yaitu uji Osazon, kristal yang terjadi tidak dapat terlihat di mikroskop.

Pada tabung pertama, larutan tidak menunjukkan hasil positif dengan pereaksi yod karena, enzim amylase yang terdapat pada saliva sudah rusak oleh pengaruh suhu yang terlalu tinggi (pemanasan). Itulah sebabnya meskipun dimasukkan ke dalam penangas air, tidak akan terjadi reaksi apapun. Pada tabung kedua, warna hijau yang terjadi adalah juga merupakan pengaruh dari asam klorida HCl yang pada manusia ditemukan pada lambung. Pada pH rendah dalam lambung, enzim amylase tidak dapat berfungsi menghidrolisis sakarida (amilum). Sedangkan pada tabung ketiga, hasil yang terjadi kurang sesuai dengan harapan, sebab kemungkinan amilum yang dipakai terlalu sedikit dan tahap hidrolisis yang terjadi belum sampai pada tahap monosakarida (glukosa). Hasil yang seharusnya didapatkan adalah dengan pengujian yod, adalah warna larutan menjadi sama dengan warna yod dengan melalui proses perubahan warna tertentu. Perubahan warna tersebut merupakan hasil antara hidrolisis amilum menjadi glukosa yang melalui tahap hidrolisis menjadi dekstrin. Sehingga dengan uji Benedict, akan terdapat endapan merah bata dan dengan uji Osazon terdapat kristal-kristal glukosa.

1. Pencernaan oleh pancreas.

1. Hidrolisis protein.

Percobaan pada tabung 1 yang berisi pankreatin, HCl dan putih telur rebus mengalami reaksi negatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman (1991) yang menyatakan bahwa Asam-asam amino dalam ikatan peptide tidak tanggap terhadap reaksi asam-basa dan asam-basa dapat menyebabkan terjadinya denaturasi yang akan menonaktifkan kerja protein (enzim) dan HCl merupakan asam kuat.

Tabung 2 yang berisi pankreazim, HCl dan putih telur rebus menunjukkan reaksi positif yang menandakan terjadinya pencernaan protein karena suasana dalam tabung 5 adalah basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (1994) bahwa hidrolisis protein oleh enzim proteolitik dalam pankreas paling baik ada suasana basa. Pada reksi yang positif ditunjukkan dengan warna larutan yang berubah menjadi bening dan pada reaksi yang negatif larutannya tetap keruh. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastroamidjojo (2005) bahwa hidrolisis protein oleh enzim proteolitik dalam pankreas paling baik pada suasana basa.

Tabung 3 yang berisi pankreazim panas, NaOH dan putih telur rebus menunjukkan reaksi positif dengan larutannya yang berwarna bening. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Allen (1984) bahwa pencernaan protein oleh ekstrak pankreas paling baik

bekerja dalam suasana basa, bila dipanaskan enzim tersebut mengalami kerusakan.

1. c. Hidrolisis lemak.

Hasil: Tabung 1Sebelum diinkubasi susu dengan tripanzim terpisah. Setelah diinkubasi minyak susu dengan tripanzim bercampur. Selanjutnya, dititrasi dengan NaOH 0,1 N, setelah terjadi perubahan warna menjadi merah muda, titrasi dihentikan. NaOH yang dibutuhkan sebanyak 0,25 mL.Tabung 2Sebelun diinkubasi antara susu, tripanzim, dan empedu terpisah. Tetapi setelah diinkubasi susu, tripanzim, dan empedu menjadi satu, atau bercampur. Selanjutnya, dititrasi dengan NaOH 0,1 N, setelah terjadi perubahan warna menjadi merah muda, titrasi dihentikan. NaOH yang dibutuhkan sebanyak 0,45 mL.Tabung 3Pada tabung ketiga, yaitu antara susu dengan air, sebelum diinkubasi maupun setelah diinkubasi, tidak terjadi percampuran antara susu dengan air. Setelah diinkubasi, selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N. hentikan titrasi setelah larutan berwarna merah muda. Sedangkan pada tabung 3 NaOH yang dibutuhkan sebanyak 0,05 mL.Pembahasan:Pada tabung 1, pembebasan asam lemak lebih cepat terjadi karena adanya tripanzim yang berfungsi sebagai katalisator, sehingga pembebasan asam lemak akan lebih banyak dibandingkan dengan tabung 3. Hidrolisis lipid menghasilkan gliserol dan asam lemak karena adanya sifat lipase pankreas atau steapsin menyerang ikatan ester triasil gliserol.Pada tabung 2, pembebasan asam lemak lebih banyak dibandingkan dengan tabung 1, hal ini dikarenakan selain adanya tripanzim yang berfungsi sebagai katalisator. Tapi bila dipandang dari fungsi empedu yang direaksikan pada tabung kedua maka hasil yang seharusnya didapat adalah jumlah titran yang dibutuhkan pada tabung kedua lebih banyak dibandingkan dari tabung pertama dan ketiga. Hal ini disebabkan karena pemecahan lemak dengan cara hidrolisis pada tabung reaksi dibantu oleh garam asam empedu yang terdapat dalam cairan empedu sebagai emulgatorPada tabung 3, pembebasan asam lemak terjadi hanya sedikit dibandingkan dengan tabung 1 dan 2. karena dalam percobaan ini tidak terdapat enzim atau zat yang berfungsi sebagai katalisator, katalisator berfungsi untuk mempercepat reaksi. Sehingga proses pemecahan lemak berlangsung lambat. Disamping itu hal ini disebabkan air dan susu merupakan cairan yang tidak saling berbaur, tetapi saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis berbeda.Tripanzim sebagai enzim yang digunakan merupakan katalis pada reaksi pemecahan molekul lipid dengan cara hidrolisis. Enzim ini bekerja optimal pada pH 5,5 sampai 7,5. Namun tahan terhadap lingkungan yang bersifat sangat asam dan dapat juga melangsungkan reaksi hidrolisis terhadap molekul triasil gliserol atau trigliserida yang mengandung asam lemak pendek atau sedang.Reaksi pada tabung pertama dan kedua adalah proses hidrolisis Untuk mengetahui proses ini berjalan atau tidak dengan menggunakan basa yang direaksikan saat titrasi yaitu NaOH 0.1 N. Proses hidrolisis menghasilkan gliserol dan asam lemak atau sabun.Penambahan 3 tetes PP 1% pada setiap tabung reaksi dimaksudkan sebagai indikator yang menandai terjadinya proses hidrolisis dengan berubahnya warna larutan menjadi merah muda pada larutan yang dititrasi dengan menggunakan NaOH.Inkubasi dilakukan pada ketiga tabung menggunakan suhu 37oC selama 60 menit. Hal ini memberikan reaksi pada tabung pertama dan kedua, sedang pada tabung ketiga tidak terjadi hidrolisis di dalamnya. Hal ini terjadi karena proses hidrolisis pada tabung reksi pertama dan kedua yang menggunakan katalis enzim yang proses kerjanya dipengaruhi oleh suhu. Suhu 37oC yang merupakan suhu optimum enzim. Faktor lain yang mempengaruhi kerja enzim selain suhu adalah pH dan konsentrasi.

4.2 GLIKOLISIS.1. Pembentukan piruvat dari glukosa.

Hasil:pembahasan:

Setelah disentrifugasi supernatant diambil dan dilakukan piruvat. Pada tabung A dan B (ensim+substrat), tabung c (substrat+H2O), dan tabung D (H2O+RW). Pada tabung A,B,dan D berwarna kuning, hal ini terjadi karena pada ke tiga tabung tersebut terdapat substrat, sehingga substrat tersebut dipecahkan oleh enzim, dan menghasilkan warna kuning yang sama pada ke tiga tabung, sedangkan pada tabung C berwarna hitam, hal ini terjadi karena pada tabung C tidak terdapat substrat, sehingga aquades diregradasi oleh enzim secara utuh, dan menghasilkan warna hitam.

1. Uji natrium Nitroprussida.

Hasil: cincin berwarna biru

Pembahasan:

Supernata yg telah dididihkan dan di tambah dengan (NH4)2SO4 dan Na-nitroprussida di campur homogen. Lalu ditambahkan ammonia pada dinding tabung, dan diamati terlihat cincin berwarna biru. Ini disebabkan karena natrium nitroprussida dan ammonia dapat bereaksi dengan air.

1. Uji 2,4-dinitrofenilhidrazin.

Hasil: terbentuk endapan kuning ke coklatan.

Pembahasan:

2,4-dinitrofenilhidrazin sering disingkat menjadi 2,4-DNP atau 2,4-DNPH. Larutan 2,4-dinitrofenilhidrazin dalam sebuah campuran metanol dan asam sulfat dikenal sebagai pereaksi Brady. Pada uji 2,4-dinitrofenilhidrazin seharusnya menghasilkan warna merah.

Masukkan beberapa tetes aldehid atau keton, atau bisa juga larutan aldehid atau keton dalam metanol, ke dalam pereaksi Brady. Terbentuknya endapan kuning atau oranye terang mengindikasikan adanya ikatan rangkap C=O dalam sebuah aldehid atau keton.

Pencernaan karbohidrat oleh enzim ptialin

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum pencernaan karbohidrat memperoleh hasil sebagai berikut :Tabel 1. Pencernaan Karbohidrat oleh Enzim PtialinTabung reaksiReagen yang dimasukkanInkubasi

15304560

15 ml amilum + 1 ml air( - )Biru ( - )Biru( - )Biru( - )Biru

25 ml amilum + 1 ml NaCl( - )Biru( - )Biru( - )Biru( - )Biru

35 ml amilum + 1 ml saliva( + )Kuning( + )Kuning( + )Kuning( + )Kuning

Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.

Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hanya tabung reaksi ke tiga saja yang bereaksi positif sedangkan tabung pertaman dan kedua mengalami reaksi negatif.Warna yang dihasilkan dari reaksi positif yaitu berwarna kuning sedangkan warna yang dihasilkan dari reaksi negatif yaitu berwarna biru. Berdasarkan pendapat Hawab (2003) bahwa larutan pati atau glikogen yang struktur makromolekulnya berbentuk heliks, dengan larutan iodium akan berwarna merah, biru sampai dengan biru tua.Tabung reaksi yang bereaksi negatif karena amilum yang sebagai sumber karbohidrat tidak dapat dipecah jika direaksikan dengan air, karena air bukan suatu enzim yang dapat memecah amilum. Hal ini sama dengan pada tabung kedua yang bereaksi negatif, yaitu amilum tidak bereaksi dengan NaCl, karena NaC juga bukan sebuah enzim sehingga tidak dapat memecah amilum. Tabung reaksi yang ketiga terjadi reaksi positif, yaitu terjadi perubahan warna kuning.Tabung reaksi ketiga amilum bereaksi dengan saliva karena saliva mengandung enzim ptialin atau amilase sehingga dapat memecah amilum. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi dan Suprianti (2005) bahwa saliva adalah cairan kental yang terdiri atas beberapa ion, zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase atau ptialin. Enzim ptialin dalam saliva adalah suatu enzim amilase, yang berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi maltose dengan proses hidrolisis.4.1.2. Pencernaan karbohidrat oleh ekstrak pankreas (EP)Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum pencernaan karbohidrat memperoleh hasil sebagai berikut :Tabel 2. Pencernaan Karbohidrat oleh Enzim PtialinTabung reaksiReagen yang dimasukkanInkubasi

15304560

45 ml amilum + 2 ml EP + 1 ml air( + )Kuning( + )Kuning( + )Kuning( + )Kuning

55 ml amilum + 2 ml EP + 1 ml HCl 0,1 N( - )Coklat( - )Coklat( - ) Coklat( - )Coklat

65 ml amilum + 2 ml EP + 1 ml NaOH 0,1 N( + )Ungu( + )Ungu( + )Ungu( + )Ungu

Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.

Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tabung reaksi ke empat dan ke enam bereaksi positif, tetapi terdapat perbedaan warna yaitu pada tabung ke empat berwarna kuning yang menunjukan terjadi reaksi, sedangkan pada tabung ke enam berwarna ungu yang menunjukan terjadi reaksi yang sempurna. Tabung reaksi yang kelima terjadi reaksi negatif yang berwarna coklat, karena amilum direaksikan dengan Ekstrak Pankreas yang dapat memecah amilum, namun kondisi yang ditentukan tidak mendukung untuk bereaksi yang berasal dari HCL yang diberikan. Seharusnya kondisi untuk mereaksikannya mendukung seperti suatu larutan yang bersifat basa karena kondisi pada usus yaitu bersifat basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi dan Supriyanti (2005) bahwa cairan yang dikeluarkan oleh pankreas mempunyai sifat basa, cairan makanan yang bersifat asam akan dinetralkan dan akhirnya bersifat basa. Tabung keempat terjadi reaksi positif karena amilum dapat bereaksi dengan ekstrak pankreas yang dapat memecah amilum, sedangkan penambahan air tersebut tidak mempengaruhi reaksi karena air memiliki pH yang netral.Tabung keenam terjadi reaksi yang sempurna berwarna ungu yaitu amilum yang bereaksi dengan ekstrak pankreas yang didukung oleh suasana basa dengan larutan NaOH yang bersifat basa seperti pada usus halus yang sebenarnya. Berdasarkan pendapat Hawab (2003) bahwa larutan akan berwarna merah, biru sampai biru tua disebabkan molekul iod terperangkap ke dalam heliks rantai polimer karbohidrat.Tabung keempat dan keenam bereaksi positif karena terdapat Ekstrak Pankreas yang berperan sebagai enzim mampu memecah amilum. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi dan Supriyanti (2005) bahwa cairan pankreas terdapat protein dan beberapa enzim, yaitu tripsin, kimotripsin, karbosopeptidase, amilase, lipase, fosfolipase, kolesteril ester hidrolase, ribonuklease, deoksiribo nuklease, dan kologenase. Amilase yang terdapat dalam cairan pankreas ini sama dengan amilase dalam saliva, yaitu berfungsi sebagai katalis dalam proses hidrolisis amilum, dekstrin dan glikogen menjadi maltosa.Hal ini diperkuat oleh pendapat Hawab (2003) yang menyatakan bahwa amilum dapat dihidrolisis oleh enzim amilase sehingga dihasilkan molekul glukosa yang bermanfaat sebagai nutrien.Hidrolisis amilum, dekstrin atau glikogen dalam usus dapat berjalan dengan cepat sebab maltosa yang dihasilkan segera dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim maltase yang terdapat dalam cairan usus.4.2.Pencernaan Protein4.2.1. Pencernaan protein oleh pepsinBerdasarkan praktikum Biokimia dengan materi Pencernaan Protein oleh Pepsin diperoleh data sebagai berikut:Tabel 3. Pencernaan Protein oleh PepsinTabungReagen yang dimasukkanInkubasi 30

DPutih telur + 2 ml Pepsin + 1 ml Air-

EPutih telur + 2 ml Pepsin + 1 ml HCl 0,45%+

FPutih telur + 2 ml Pepsin Panas + 1 ml HCl 0,45%-

Sumber: Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa pada tabung reaksi D menghasilkan reaksi negatif, ditunjukkan dengan tidak larutnya putih telur.Hal ini disebabakan karena pada tabung tersebut terdapat air yang menghambat kerja dari enzim pepsin, karena pepsin hanya bekerja pada suasana asam sedangkan air memiliki pH netral yaitu 7.Tabung F juga menghasilkan reaksi negatif, pepsin tidak dapat bereaksi karena pepsin yang digunakan sudah rusak yang disebabkan oleh pemanasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjadi (2007) yang menyatakan bahwa pencernaan protein oleh enzim bekerja pada suasana asam, apabila berada dalam suasana basa dan dipanaskan akan rusak dan tidak akan bekerja.Pada tabung E menghasilkan reaksi positif, ditunjukkan dengan terlarutnya putih telur yang dimasukkan.Ini disebabkan putih telur bereaksi dengan pepsin yang didukung oleh adanya HCl yang bersifat asam.Hal ini sesuai dengan Sumardjo (2006) yang menyatakan bahwa pepsin yang merupakan enzim proteolitik bekerja baik pada pH 2-3.4.2.2.Pencernaan protein oleh ekstrak pankreas (EP)Berdasarkan praktikum Biokimia dengan materi Pencernaan Protein oleh Pepsin diperoleh data sebagai berikut:Tabel 4. Pencernaan Protein oleh Ekstrak PankreasTabungReagen yang dimasukkanInkubasi 30

GPutih telur + 2 ml Ekstrak Pankreas + 1 ml Air-

HPutih telur + 2 ml Ekstrak Pankreas + 1 ml NaOH0,1 N+

IPutih telur + 2 ml Ekstrak Pankreas Panas + 1 ml NaOH 0,1 N-

Sumber: Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tabung reaksi G dan I menghasilkan reaksi negatif.Hal ini ditandai dengan tidak terlarutnya putih telur di kedua tabung tersebut. Hal ini dikarenakan pada tabung G terdapat air yang memliki pH 7 sedangkan ekstrak pankres akan bekerja pada suasana basa (pH >7). Pada tabung negatif I dikarenakan ekstrak pankreas tidak bekerja karena rusak oleh pemanasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ngili (2009) yang menyatakan bahwa pencernaan protein oleh enzim dari ekstrak pankreas paling baik bekerja pada suasana basa dan enzim mengalami kerusakan apabila dipanaskan.Tabung H menunjukkan reaksi positif yang ditandai terlarutnya putih telur, enzim dari ekstrak pankreas bekerja baik karena terdapat NaOH yang memiliki pH basa. Hal ini sesuai dengan Sumardjo (2006) yang menyatakan bahwa enzim yang berasal dari pankreas seperti tripsin, karboksipeptidase, kimotripsin serta enzim yang berasal dari sel epitel usus halus bekerja bersamaan pada pH yang bersifat basa.4.3. Pencernaan Lemak4.3.1.Pencernaan lemak oleh ekstrak pankreas (EP)Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum pencernaan lemak memperoleh hasil sebagai berikut :Tabel 5.Hasil Pengamatan Pencernaan Lemak oleh Ekstrak PankreasTabung reaksiReagen yang dimasukkanInkubasi

A2 ml minyak goreng + 1 ml air-

B2 ml minyak goreng + 1 ml EP-

C2 ml minyak goreng + 1 ml EP + 3 tetes empedu+

Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.Berdasarkan hasil percobaan pencernaan lemak terjadi apabila lemak dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Tabung A reaksi yang terjadi menunjukkan hasil negatif (-) karena tetesan fenolptalein (PP) yang diteteskan dalam jumlah yang sedikit yaitu sebanyak satu tetes, pada tabung reaksi B reaksi menunjukkan negatif (-) sama halnya dengan tabung reaksi A dan jumlah tetesan PP yang diberikan sebanyak 5 tetes, sedangkan pada tabung reaksi C menunjukkan reaksi positif , hal ini disebabkan karena tetesan PP yang diberikan cukup banyak yaitu sejumlah 10 tetes. Semakin banyak asam lemak yang dibebaskan, akan semakin banyak larutan NaOH yang dibutuhkan untuk menetralisirnya. Tabung C mengalami pencernaan paling baik yang menghasilkan banyak asam lemak dan gliserol.Minyak goreng teremulsi dengan sempurna oleh cairan empedu sehingga dengan mudah dicerna oleh enzim pankreas. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi dan Supriyanti (2005) bahwa lemak yang dikonsumsi oleh tubuh maka akan terhidrolisis oleh enzim lipase yang terdapat dalam cairan pankreas dan proses hidrolisis ini terjadi dalam usus halus. Tabung A mengalami sedikit tercerna sehingga menghasilkan sedikit asam lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Martoharsono (2006) yang menyatakan bahwa lipase dibantu oleh garam yang disekresikan oleh hati yang berfungsi untuk mengemulsikan makanan berlemak dan akan terbentuk emulsi partikel lipida yang lebih kecil. Tabung C bahwa lemak tidak dapat terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol karena lemak tidak larut.3.4. Glikolisis3.1. Glikolisis pada sel ragiBerdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum glikolisis pada sel ragi memperoleh hasil sebagai berikut :Tabel 6. Glikolisis Oleh Sel Ragi

Tabung reaksiReagen yang dimasukkanReaksi

45 menit

110 ml glukosa + 10 ml ragi( + )

210 ml air + 10 ml ragi( - )

310 ml glukosa + 10 ml ragi panas( - )

Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2013.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan bahwa pada saat uji glikolisis pada sel ragi menunjukkan bahwa pada tabung angsa pertama yang merupakan campuran antara glukosa dan ragi ditandai dengan munculnya gelembung saat dibiarkan selama 45 menit hal itu terjadi karena mikroba yang terdapat pada ragi dapat memecah glukosa untuk melakukan proses terjadinya glikolisis akibat dari tersedianya energi berupa glukosa dan kandungan karbohidrat pada ragi sehingga mikroba dapat melakukan proses glikolisis.Tabung kedua berisi larutan ragi dan aquades, sedangkan aquades bukan merupakan gula sehingga tidak bereaksi dengan ragi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sastrohamidjojo (2005) yang menyatakan bahwa ragi akan bereaksi pada bahan-bahan yang mengandung gula, sedangkan aquades tidak mengandung gula, oleh karena itu mikroba tidak mendapat energi untuk memecah glukosa dala proses glikolisis. Tabung ketiga berisi larutan ragi panas dan glukosa, keduanya mengandung energi bagi mikroba untuk melakukan proses glikolisis apabila ragi dalam keadaan panas maka mikroba akan mati karena suhu terlalu tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Madigan et al. (2012) bahwa untuk bertahan hidup ragi membutuhkan air, makannan, dan lingkungan yang sesuai.HASIL PENGAMATAN

A. Air Liur

1. Uji Biuret

Perlakuan Hasil Pengamatan

+ 2 mL NaOHTerbentuk 3 fase

Bagian atas: busa

Bagian tengah: kental

Bagian bawah: larutan bening

+ CuSO4

Awal

Setelah dicampur dengan baik CuSO4 tidak larut, pada larutan terdapat seperti bercak biru.

Terdapat endapan biru tua, larutan biru keunguan.

2. Uji Molish

Perlakuan Hasil Pengamatan

+ Pereaksi Molish Coklat susu busa

+H2SO4Hangat pada bagian atas, semakin kental kental coklat bening.

Terbentuk cincin ungu kehitaman. Sebagian larutan lama kelamaan berubah menjadi hitam, beruap dan semakin panas.

3. Uji Presipitasi

Perlakuan Hasil Pengamatan

Filtrate liur + asam asetat Terbentuk gel bening keputihan, Ada yang larut dan tidak larut.

4. Uji Sulfat

Perlakuan Hasil Pengamatan

+ HCl Terbentuk seperti gel

+ BaCl2Terdapat butiran-butiran putih kecil.

Larutan hasil bening.

B. Empedu

Uji Gmelin

Perlakuan Hasil Pengamatan

HNO3 + empedu Terbentuk 4 fase.

Berturut-turut dari atas ke bawah : larutan hijau, orange, kuning dan bening.

Uji Pettenkofer

Perlakuan Hasil Pengamatan

+ Sukrosa Tidak terjadi perubahan apa-apa

+ H2SO4Terbentuk 4 fase

Berturut-turut dari atas ke bawah: larutan berwarna hijau, hitam, coklat, bening kekuningan.

Fungsi Empedu sebagai Emulgator

Perlakuan Hasil Pengamatan

Tabung 1

Air + Minyak Terbentuk 2 fase

Bagian atas minyak

Bagian bawah air

Tabung 2

Air + minyak + empedu Terbentuk emulsi, hijau lumut

VI. ANALISIS DATA

Hidroksimetilforfural -naftol cincin ungu

a. Uji Presipitasi

Air liur + CH3COOH mengendap (koagulasi)

b. Uji Sulfat HCl

BaCl2 + SO42- BaSO4(s) + 2Cl

c. Uji Gmelin

Bilirubin + HNO3 kompleks kuning kemerahan

d. Uji Pattenkofer

Sukrosa + H2SO4 hidroksometilfurfural

Hidroksimetilfurfural + cairan empedu cincin ungu

e. Fungsi Empedu sebagai Emulgator

Garam-garam empedu + minyak micelles

Micelles + air larut

VII. PEMBAHASAN

Air liur atau saliva memiliki peran penting dalam system pencernaan makanan. Saliva berfungsi untuk memudahkan dalam menelan makanan, melindungi rongga mulut dari kekeringan, panas, asam dan basa, dan untuk membantu pencernaan kimiawi. Pada umumnya pH saliva berada sedikit dibawah 7.

Uji biuret pada air liur merupakan uji warna yang dilakukan untuk mengetahui adanya protein dalam air liur. Uji biuret ini khas untuk mengetahui adanya ikatan peptide yang ada pada protein. Dimana dalam suasana basa (akibat penambahan NaOH) Cu2+ akan bereaksi dengan gugus CO dan NH2 pada asam amino dalam protein sehingga membentuk suatu kompleks berwarna. Dari uji yang dilakukan didapatkan hasil positif yang artinya di dalam air liur terdapat protein. Hal ini karena air liur mengandung enzim amilase yang merupakan suatu protein dan musin yang merupakan suatu glikoprotein serta senyawa-senyawa protein lain yang juga terkandung dalam air liur (Poedjadi, 2007).

Uji molish yang dilakukan pada air liur adalah uji warna untuk mengetahui adanya karbohidrat pada air liur. Hasil yang didapat adalah positif yaitu dengan terbentuknya cincin ungu yang merupakan hasil reaksi kondensasi antara hidroksimetilfurfural dengan -naftol (Poedjadi, 2007). Hidroksimetilfurfural terbentuk dari reaksi dehidrasi dengan H2SO4 dengan gula heksosa. Hal ini dikarenakan adanya karbohidrat yang dapat berupa maltose atau glukosa (yang merupakan gula heksosa) hasil pemecahan amilum oleh enzim maltase yang masih tersisa dari proses pencernaan makanan.

Air liur yang ditambahkan asam asetat encer pada uji presipitasi menghasilkan larutan yang seperti gel. Hal ini terjadi karena adanya koagulasi dari melekul-molekul yang berupa protein (misalnya enzim amilase) yang terkandung pada air liur. Dimana protein pada penambahan asam akan menyebabkan terjadinya koagulasi. (Simanjuntak, 2003).

Uji sulfat dilakukan untuk mengetahui adanya sulfat dalam air liur. Hasil yang didapat adalah positif yang ditandai dengan adanya endapan/butiran-butiran putih BaSO4. Hal ini dikarenakan dalam air liur juga terkandung ion sulfat (Poedjadi, 2007).

Cairan empedu dihasilkan dari hati dan disimpan didalam kandung empedu yang memiliki panjang sekitar 5-7 cm dan merupakan membran berotot. Kandung empedu terbagi ke dalam sebuah fundus, badan, dan leher. Cairan empedu yang berwarna hijau tua berasal dari bilirubin yang merupakan pigmen empedu. Bilirubin ini terbentuk dari penguraian hemoglobin, asam-asam empedu, dan kolesterol. Adanya bilirubin ini dapat dibuktikan dengan reaksi gmelin sehingga diperoleh hasil positif yang menghasilkan turunan yang berwarna yang ditandai dengan adanya banyak fase yang terbentuk yang terdiri dari berbagai warna. (Trinaningsih, 2007). Hal ini terjadi akibat oksidasi bilirubin yang merupakan pigmen empedu oleh HNO3. Pada uji pettenkofer, larutan sukrosa dengan H2SO4 sehingga terbentuk gula heksosa yang kemudian membentuk suatu senyawa hidroksimetilfurfural yang dengan adanya cairan empedu akan terbentuk suatu cincin ungu.

Pada percobaan untuk membuktikan fungsi empedu sebagai emulgator ternyata didapatkan hasil yang positif yang ditandai dengan terbentuknya emulsi yang stabil dari minyak yang semula tidak bercampur dengan air. Empedu memegang peran penting dalam proses pencernaan lemak. Dimana garam-garam empedu ini mempunyai peranan sebagai pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar lemak (dalam hal ini yang digunakan adalah minyak) menjadi suspensi dari lemak. Garam-garam empedu ini bergabung dengan lemak dan membentuk micelles, yaitu kompleks yang larut dalam air. Hal inilah yang menyebabkan lemak lebih mudah terserap dalam system pencernaan (efek hidrotrofik) (Jevuska, 2009).

1. HASIL PENGAMATANBahan yang di ujiWarna AwalWarna setelah ditambahkan benedict dan dipanaskanTerjadi perubahan

YaTidak

Kanji+benedictputihBiru muda

Kanji+saliva+benedictputihBiru tua

Kanji+HCl+saliva+benedictPutihBiru muda

Kanji+NaOH+saliva+benedictputihKuning tua

1. G. ANALISIS DATACampuran yang semula berwarna putih berubah warna menjadi biru, tidak ada kerja enzim ptyalin pada saliva sehingga tidak terbentuk glukosa. Warna biru yang diperoleh hanya berasal dari warna benedict (benedict berwarna biru). Praktikum yang dilaksanakan dirancang menyerupai kinerja enzim ptyalin dalam mulut saat proses pencernaan makanan. Dalam keadaan asam, enzim ptyalin tidak dapat bekerja, terbukti setelah ditambahkan benedict dan dipanaskan tidak terjadi perubahan warna menjadi merah bata atau kuning.

Dalam keadaan basa ketika ditambahkan NaOH. Campuran tersebut ditambahkan Benedict dan dipanaskan selama 2 menit terjadi perubahan warna menjadi kuning tua. Ketika basa enzim ptialim dam saliva mampu mengubah amilum menjadi glukosa.

Hasil Pengamatan Enzim Amilase Saliva Tabung 1

Larutan amilum + saliva + HCl yang diinkubasi dalam suhu 37C yang kemudian ditetesi larutan iodium terjadi reaksi yaitu berubah menjadi ungu pekat karena enzim pada saliva yang memecah, larutan pati menjadi gula, selain itu HCl juga mengandung enzim amylase yang membuat iodium juga dapat larut karena iodium yang mengandung pati

Tabung 2

Larutan amilum + saliva + NaOH yang diinkubasi dalam suhu 37C kemudian ditetesi larutan iodium berubah keunguan. Tetapi berubah kembali seperti semula karena NaOH merupakan larutan basa kuat, enzim tidak mampu memecah menjadi gula. Perubahan warna karena amilum dan saliva yang diinkubasi selama 10 menit.

Tabung 3, 4, dan 5

Larutan amilum + saliva yang berubah hanya pada tabung 5, karena proses inkubasi yang pas yaitu pada suhu 37C. karena inkubasi yang untuk pemecahan pati adalah 37C, selain itu saliva pada manusia umumnya suhu normal 37C.

Hasil Pengamatan Enzim Amilase Cawan T-1

Singkong yang direbus dan di beri ragi, setelah di peram 2 hari dan di tetesi iodium warna yang terjadi yaitu coklat pekat, karena ragi yang berubah menjadi enzim sempurna membuat iodium larut dalam singkong.

Cawan T-2

Iodium dapat larut, tetapi tidak sempurna. Karena ragi yang hanya di peram selama 1 hari membuat enzim yang terkandung hanya sedikit.

Cawan T-3

Iodium tidak dapat larut, karena tidak terdapat enzim yang melarutkan iodium. Selain itu singkong memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi dari pada pati.

Pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase ini, sebelumnya mengambil 0,5ml amilum yang diisikan pada 4 buah tabung reaksi. Dan masing-masing tabung reaksi diberi label A, B, C, dan D. Tabung A diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 100%. Tabung B diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 75%. Tabung C diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 50%. Tabung D diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 25%.

Dari percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase tersebut menunjukkan hasil demikian:Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 100%, pada 2 menit pertama belum menunjukkan perubahan warna. Warna larutan tersebut tetap bening. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna dari bening menjadi sedikit kekuningan. Pada 2 menit ketiga menunjukkan perubahan warna menjadi kuning. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi kuning dengan sedikit keruh. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari kuning keruh menjadi kuning dengan sedikit kehitaman.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 75%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning dengan sedikit agak keruh . Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning agak hitam. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap kuning kehitaman. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi keruh agak kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh agak hitam menjadi keruh kehitaman.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 50%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning keruh dan sedikit hitam. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kehitaman. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap kuning kehitaman. Pada 2 menit keempat menunjukkan perubahan warna menjadi keruh kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh kehitaman menjadi keruh sekali dan kehitaman.

Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 25%, pada 2 menit pertama larutan tersebut berwarna kuning keruh dan sedikit kehitaman. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kehitaman. Pada 2 menit ketiga menunjukkan perubahan warna larutan menjadi keruh kehitaman. Pada 2 menit keempat tidak menunjukkan perubahan warna, warna dari larutan tersebut tetap keruh kehitaman. Dan pada 2 menit kelima menunjukkan perubahan warna dari keruh kehitaman menjadi keruh sekali dan kehitaman.Pada percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase ini, sebelumnya mengambil 0,5ml amilum yang diisikan pada 4 buah tabung reaksi. Dan masing-masing tabung reaksi diberi label A, B, C, dan D. Tabung A diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 100%. Tabung B diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 75%. Tabung C diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 50%. Tabung D diisi dengan 0,5ml amilum 1 % dan ditambah 2ml amylase 25%. Dari percobaan pengaruh konsentrasi enzim terhadap amylase (dengan ditambah Fehling Adan B )tersebut menunjukkan hasil demikian:Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 100%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan, pada 2 menit pertama menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kecoklatan. Pada 2 menit yang kedua tidak menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tidak menunjukkan adanya perubahan warna pada larutan tersebut, warnanya tetap saja kuning kecoklatan.Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 75%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan pada 2 menit pertama larutan tersebut berubah warna menjadi abu-abu. Pada 2 menit yang kedua belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap abu-abu. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih abu-abu.Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 50%, pada 0 menit berwarna putih kekuningan pada 2 menit pertama larutan tersebut berubah warna menjadi abu-abu kehitaman. Pada 2 menit yang kedua belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit ketiga tidak menunjukkan perubahan warna, warna larutan tetap abu-abu kehitaman. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih abu-abu kehitaman.Pada pemberian 0,5ml amilum yang ditambah 2ml amylase 25%, pada 0 menit berwarna abu-abu kehitaman pada 2 menit pertama larutan tersebut tetap abu-abu kehitaman. Pada 2 menit yang kedua menunjukkan perubahan warna dari abu-abu kehitaman menjadi biru kehitaman. Pada 2 menit ketiga belum menunjukkan perubahan warna. Pada 2 menit keempat dan 2 menit kelima tetap saja tidak menunjukkan adanya perubahan warna, warna dari larutan tersebut masih biru kehitaman.

VII. Pembahasan1. Pembahasan Pengaruh Ph terhadap aktivitas amylase

Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan terhadap aktivitas enzim amylase. Untuk mengetahui aktivitas amylase ini, kami melakukan 2 jenis praktikum, yaitu mengenai pengaruh PH terhadap aktivitas amylase dan konsentrasi terhadap aktivitas enzim ini. Amilase yang digunakan pada praktikum ini yaitu kecambah kacang hijau yang sudah dihaluskan, yang kemudian diambil supernatanya. Supernatan tersebut dianggap sebagai enzim dengan konnsentrasi 100 %.

Dari dasar teori di atas telah djelaskan bahwa pH sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, karena sifat ionik gugus karbosil dan asam amino mudah dipengaruhi pH. Hal ini menyebabkan konformasi enzim dan fungsi katalik enzim berubah, sehingga enzim bisa terdenaturasi dan kehilangan aktivitasnya. Aktivitas enzim tertinggi yang dapat dicapai umumnya disebut pH optimum. Enzim -amilase Liquozyme supra pada umumnya stabil pada pH optimal yaitu 5,1-5,6. Pada tahap liquifikasi perlu diperhatikan dalam pengaturan pH. pH suspensi diatur sekitar 5,3.

Apabila aktivitas enzim ini bekerja dengan baik maka larutan akan semakin bening, karena telah terhidrolisis secara sempurna, sengkan apabila enzim ini kurang bekerja secara maksimal, maka larutan akan berwarna lebih gelap, karena tidak dapat terhidrolisis secara sempurna.

Dari kedua praktikum di atas terlihat perbedaan antara kecambah yang berumur 2 hari dan kecambah yang telah berumur 4 hari. Tetapi sebenarnya perbedaan tersebut tidak begitu mencolok, karena secara umum dari hasil praktikum tersebut menunjukkan tingkatan warna yang sama, misalnya pada data yang menggunakan ekstrak enzim kecambah yang berumur 2 hari pada tabung 1 larutan tersebut berwarna putih kekuningan, sedangkan pada ekstrak enzim yang berumur 4 hari larutan tersebut menunjukkan warna putih kecokltatan. Perbedaan tersebut dikarenakan semakin lama umur tumbuhan tersebut maka semkain besar pula enzim amilasenya. Jadi apabila enzim amylasenya cukup banyak maka tingkatan hidrolisisnya pun juga semakin sulit, dari pada yang mempunyai sedikit enzim, akan epat terhidrolisis. Pada tabung 1 yaitu pengujian amilum dengan ekstrak amylase menghasilkan larutan berwarna lebih terang dengan sedikit warna gelap di tengahnya. Setelah larutan tersebut diletakkan pada 3 bagian dalam plate tetes dan didiamkan berturut-turut 10 menit pertama, hingga 10 menit ketiga, kemudian ditambahkan IKI ternyata laritan tersebut tetap berwarna putih keruh. Hal ini menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis secara sempurna. Hal ini terjadi karena penambahan IKI tidak dilakukan secara langsung, melainkan harus menunngu beberapa menit kemudian, artinya pada kondisi ini campuran amilum dan amylase terlalu lama sehingga amylase sudah melakuakn aktivitasnya untuk menghidrolisis amilum. Hal ini berarti ketika amilum di inkubasi dengan cara dibiarkan selama 10 menit pertama hingga 10 menit ketiga, larutan ini sudah mulai terhidrolisis sehingga pada saat di uji dengan IKI, larutan sudah tidak dapat terhidrolisis lagi sehingga warna larutannya pun tetap seperti sebelum ditambah dengan IKI yaitu putih gelap. Sedangkan pada tabung 2 yang telah diberi HCl (asam kuat), maka mempunyai warna yang lebih gelap, jika dibandingkan dengan tabung 1. Seharusnya enzim akan bekerja secara optimum pada konbdisi ini, yang akan menghasilkan warna yang lebih bening, karena enzim sudah terhidrolisis secara sempurna, tetapi ternyata tidak dengan percobaan kami, pada hasil percobaan yang telah kami lakukan ternyata warna larutan tersebut lebih gelap. Enzim amylase seharusnya akan terhidrolisis secara sempurna pada Ph 4,5 4,7, sedangkan pada kondisi ini memiliki Ph. Kemudian pada tabung 3 yang diberi NaOH (basa), maka warna larutan menjadi lebih terang yaitu putih kekunig-kuningan, hal tersebut menunjukkan bahwa pada waktu ini enzim bekerja secara optimal, tetapi seharusnya pada waktu ini enzim tidak dapat mengalami hidrolisisi secara optimum, karena pada kondisi ini Ph larutan mencapai 9 sedangkan seharusnya enzim akan bekerja secara optimum pada kisaran Ph 4,5-4,7. Hal tersebut mungkin dikarenakan enzim telah terhidrolisis terlebih dahulu ketika diberikan IKI, jadi ketika ditetesi dengan NaOH sudah tidak dapat bereaksi lagi, yang akan menghasilkan larutan tetap berwarna bening.Selanjutnya pada tabung ke IV yaitu 2 ml amilum 0,5% yang langsung ditetesi dengan 10 tetes IKI warna larutan berubah dari kuning kecoklatan menjadi hijau kehitaman, hal tersebut berarti amilum tersebut sudah terhidrolisis dengan sempurna. Karena IKI sesuai dengan literatur amilum merupakan polisakarida yang apabila dihidrolisis akan menjadi sakarida-sakarida. Jadi pada penambahan IKI ini amilum sudah terhidrolisis secara sempurna menjadi sakarida-sakarida penyusunnya.

Pada percobaan terakhir yaitu pada tabung ke V, 2 ml amilum 0,5% yang ditetesi dengan fehling A dan B. Pada praktikum ini setelah amilum tersebut ditetesi dengan fehling A dan B, kemudian dipanaskan. Dari hasil praktikum ini ternyata warna amilum yang semula berwarna biru tua, setelah mengalami pemanasan, warnanya tidak berubah yaitu tetap bferwarna biru tua. Hal tersebut sangat berbeda dengan teori pada sebuah literature yang kami dapatkan, menurut (Pridjosejono, 2000), amilum merupakan polisakarida yang apabila dihidrolisis akan menghasilakan maltose. Sedangkan maltose sendiri mempunyai sifat dapat mereduksi. Selain itu maltose juga merupakan disakarida yang apabila dihidrolisis akan menghasilakan 2 sakarida, sehingga pada penambahan fehling A dan B terbentuk gula reduksi yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna dari biru tua menjadi hijau kekuningan. Dari percobaan yang kami lakukan ternyata tidak seperti teori tersebut, warna pada larutan tersebut tidak berubah yaitu tetap biru tua, hal tersebut mungkin dikarenakan kurangnya dalam pemanasan, sehingga enzim tersebut belum terhidrolisis secara sempurna.2. Pembahasan Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas amylase

Amilase merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis pati menjadi gulagula sederhana. Amilase mengubah karbohidrat yang merupakan polisakarida menjadi maltosa (alfa dan beta) ataupun glukosa (gluko amilase)(Anam,2010).

Pada praktikum untuk membuktikan pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktifitas enzim amilase, digunakan kecambah kacang hijau yang berumur 2 hari dan 4 hari. Digunakan kecambah kacang hijau karena zat gizi pada biji yang sedang berkecambah berada dalam bentuk aktif. Germinasi atau perkecambahan meningkatkan daya cerna karena berkecambah merupakan proses katabolis yang menyediakan zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi hidrolisis dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Peningkatan zat-zat gizi pada kecambah kacang hijau mulai tampak kira-kira 24 48 jam saat perkecambahan (Anggraeni,2009).Maka dalam praktikum ini digunakan kecambah yang berumur 2 hari dan 4 hari.

Kandungan zat gizi/enzim pada kecambah umur 2 hari berbeda dengan kandungan enzim yang terkandung pada kecambah kacang hijau umur 4 hari. Perbedaan kandungan kadar enzim amylase pada kecambah 2 hari dan 4 hari dapat dilihat perbedaanya dengan jelas, bila dilakukan dengan HPLC. Namun pada praktikum kali ini, hanya ingin diketahui tentang pengaruh konsentrasi enzim terhadap enzim amilase yang ada di tiap kecambah.

Larutan yang digunakan dalam praktikum pengaruh konsentrasi terhadap enzim amylase adalah larutan IKI dan Fehling A dan B.

Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, yaitu Fehling A dan Fehling B. fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium tartrat. Pereksi Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO (Juwita,2008)

Pada praktikum ini, substrat yang digunakan adalah 0,5 ml amilum 1 %. Sedangkan enzim yang digunakan adalah amylase. Konsentrasi substrat yang digunakan tetap untuk masing-masing gelas ukur. Namun konsentrasi amylase yang digunakan berbeda yaitu: 100 %, 75%,50% dan 25%. Enzim amylase dapat diperoleh dari ekstrak kacang hijau yang telah ditumbuk dan ditambah akuades dengan volume tertentu, tergantung konsentrasi ekstrak yang diperlukan. Penumbukan dalam proses ekstraksi berfungsi untuk memecah kacambah sehingga mudah untuk diambil sari-sarinya.

Larutan dalam tabung reaksi yang telah diberi konsentrasi enzim yang berbeda akan diambil tiap 2 menit sekali sebanyak 5 kali. Pengulangan ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan enzim berekasi dengan subtrat. Larutan, diambil dengan pipet tetes dan diletakkan pada tiap plat tetes sebanyak 2 tetes.Kemudian diberi 2 tetes larutan IKI atau Fehling A dan B.

Fungsi dari larutan IKI adalah untuk mendeteksi butir amilum, reaksi positif ditandai dengan warna ungu sampai biru kehitaman. Fungsi dari larutan Fehling A dan B adalah untuk mengidrolisis amilum dengan terbentuknya gula reduksi

Didapatkan pada pengambilan data di 2 menit pertama yang menggunakan indicator larutan IKI, pada konsentrasi amylase 25% terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu, kuning keruh dan sedikit kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa amylase belum berhasil menghidrolisis amilum dan pati yag terkandung dalam ekstrak kecambah. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah ekstrak yang sudah terkontaminasi oleh zat-zat lain. Pada saat membuat ekstrak, praktikan tidak menggunakan sarung tangan saat memeras kecambah yang dihaluskan untuk diambil airnya. Tangan praktikan yang sebelumnya menggunakan lotion (handbody) diduga merudak kandungan ekstrak.

Sedangkan pada pengambilan data di 2 menit pertama yang menggunakan indicator Fehling A dan B, pada konsentrasi amylase 25 % terjadi perubahan warna yang mencolok yaitu, abu-abu kehitaman.Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi sedikit ,pati berhasil didrolisisn oleh amylase.Terbukti dengan dihasilkannya warna hitam

Pada 2 menit kedua pengambilan larutan ke plat tetes dan kemudian diberi IKI didapatkan konsentrasi amylase 75% berwarna kuning agak hitam. Konsentrasi 50% dan 25% menunjukkan warna kuning kehitaman. Hal ini dapat diketahui bahwa larutan sudah terhidrolisis oleh amylase. Meski masih terbentuk warna kuning. Hal ini dimungkinkan amilum yang digunakan untuk praktikum ini sudah terkontaminasi oleh udara luar terlalu lama dan zat-zat lain.

Pada uji menggunakan Fehling A dan B dari 2 menit pertama hingga 2 menit kelima, Warna konsentrasi larutan 100%, 75%, 50% dan 25 % amylase di plat tetes adalah: kuning kecoklatan, abu-abu, abu-abu kehitaman dan biru kehitaman. Namun pada 2 menit kedua warna amylase 25 % berbeda yaitu: abu-abu kehitaman, warna abu-abu kehitaman sama dengan warna larutan amylase dengan konsentrasi 50%.

Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa larutan dengan konsenrasi amylase 25% menunjukkan positif dengan uji IKI dan Fehling A dan B , yaitu warnanya menjadi hitam /abu-abu/biru kehitaman. Hal ini senuai dengan teori bahwa: enzim dalam berkerja memecah suatu substrat, diperlukan dalam jumlah sedikit. Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagaikatalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selamamolekul tersebut tidak rusak

Semakin sedikit enzim yang berperan memecah amilum maka akan semakin banyak amilum yang tidak terhidrolisis dan warna yang dihasilkan juga akan semakin pekat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:Pati (amilum)+Enzim(amilase) Disakarida (maltosa) glukosa + glukosaPercobaan mengenai aktivitas enzim amilase ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh enzim amilase terhadap larutan pati/starch yang terdapat pada kentang Solanum tuberosum. Fungsi enzim amilase untuk mengubah amilum

enzim amilase merupakan enzim yang berperan dalam mengubah amilum yang tergolong polisakarida menjadi maltosa yang tergolong oligosakarida kemudian nantinya akan diubah menjadi monosakarida.

Percobaan ini menggunakan saliva sebagai salah satu bahan percobaan karena saliva mengandung enzim amilase. Disamping amilase, disediakan pula larutan Methylen Blue sebagai indikator warna untuk mengetahui ada tidaknya amilum yang terdapat dalam sari kentang tersebut.

Empat buah tabung reaksi yang diisi dengan saliva masing-masing sebanyak 2 mL dipisahkan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama dipanaskan dengan menggunakan bunsen spiritus sampai saliva dalam kedua tabung tersebut mendidih, dan kemudian ditambahi dengan pati/starch kentang kurang lebih sebanyak saliva tersebut, serta ditambahi juga 3 tetes MB. Saat yang bersamaan, kelompok tabung yang kedua juga ditambahi dengan pati/starch kentang dengan volume yang hampir sama dan 3 tetes MB.

Hasil yang diperoleh pada tabung kelompok pertama yang diberikan perlakuan pemanasan serta penambahan MB adalah pada menit ke-2 sampai menit ke-4 warnanya menjadi biru muda dan pada menit ke-6 dan ke-8 warnanya berubah menjadi biru tua.

Kelompok tabung yang tidak dipanaskan setelah penambahan MB pada setiap interval 2 menit selama 10 menit akan dilihat kecepatan enzim dalam menguraikan amilum. Larutan yang awalnya berwarna merah cokelat karena larutan pati kentang, setelah 2 menit sampai 4 menit larutanya berubah warna menjadi berwarna biru tua, dan tetap berwarna biru tua sampai pada menit ke-10.

Perubahan ini terjadi karena larutan amilum yang digunakan mengandung amilopektin dan ada kemungkinan tidak tercampur merata dengan amilum dari kentangnya.

Perbedaan warna tersebut diperoleh karena adanya perbedaan perlakuan untuk kedua kelompok tabung tersebut. Kelompok tabung yang dipanaskan warnanya dari biru muda menjadi biru tua karena enzim amilasenya telah mengalami denaturasi walaupun tidak secara merata. Dilihat dari masih adanya perubahan warna pada menit ke-4 dan ke-6. Pada kelompok tabung yang tidak dipanaskan tidak mengalami perubahan warna dari menit ke-2 sampai ke-10 menandakan bahwa enzim bekerja dengan baik karena berada pada suhu yang optimum.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :a.SuhuOleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktig enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.b.pHUmumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.c. konsentrasi enzimSeperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.d. Konsentrasi substratHasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, jika pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.e. Zat-zat penghambatHambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosaPada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk mengetahui nutrien pakan melalui proses hidrolisis oleh enzim dan mengetahui fungsi organ sekreternya. Percobaan kali terdiri dari beberapa percobaan antara lain : fungsi saliva dalam mulut, pencernaan dalam lambung, pencernaan oleh pankreas, fungsi empedu. Cairan liur adalah campuran hasil sekresi berasal dari kelenjar submaksilaris, sublingualis, parotis serta kelenjar pipi (buccalis) yang sesungguhnya berbeda-beda. Pada percobaan 1 dilakukan untuk menguji daya amilolitik saliva dengan menggunakan 3 tabung yang diisi air kumuran yaitu dengan hasil dari tabung satu adalah 5 ml saliva didihkan kemudian didinginkan ditambah 5 ml amilum 1 % dan setelah itu ditempatkan pada penangas air 37C dari hasil menunjukkan pada 10 menit pertama warna larutan mendekati atau sama dengan iod setelah 3 menit kedua setelah larutan diber iod warna larutan tetap sama dengan iod. Sedangkan pada tabung kedua yang diisi dengan 5 ml saliva kemudian didinginkan ditambah 5 ml HCl encer ditambah 5 ml amilum 1 % ditempatkan pada penangas air 37C menunjukkan hasil pada 10 menit (1) berwarna hitam pekat, 3 menit pertama berwarna hitam, 3 menit (2) berwarna hitam, 4 (1) berwarna hitam, 5 (10 berwarna hitam 3 menit (6) berwarna coklat tua, 3 menit (7) berwarna coklat, 3 menit (8) berwarna coklat muda, 3 menit ke (9) berwarna sama dengan larutan iod.. Berbeda dengan hasil pengamatan pada tabung 3 diisi dengan 5 ml saliva didinginkan dan ditambah 5 ml amilum 1 %, ditempatkan pada penangas air 37C menunjukkan hasil pada 10 menit pertama belum terhidrolisis (warnanya merah padat) sedangkan setelah larutan diberi pada 3 menit (1) telah terhidrolisis.

Pada percobaan yang kedua ini dilakukan hidrolisis protein oleh pepsin. Pepsin merupakan enzim yang bekerja pada lambung. Enzim ini disekresi dalam bentuk yang belum aktif pepsinogen. HCl yang ada dalam cairan lambung akan mengaktivasi pepsinogen menjadi pepsin. Beberapa faktor ternyata berperan dalam merangsang sekresi lambung yang dibagi dalam 3 tahap sekresi yakni:

1. Fase psikis atau fase sefalik merangsang sekresi sebagai akibat mencium bau makanan, merasakan makanan atau melihat makanan. Jumlah sekresi fase ini diduga tergantung dari selera yang timbul setelah merasakan, mencium atau melihat makanan bersangkutan.

2. Fase gastrium sebagai rangsangan zat-zat makanan yang sudah masuk ke rongga gastrium. Fase ini jelas bersifat rangsangan mekanik dan mungkin juga rangsangan fisikokimia oleh perbedaan-perbedaan susunan zat-zat makanan. Senyawa kimia yang menyusun makanan bertindak sebagai sekretogogum dan menimbulkan respons pada sel-sel mukosa pilorus dengan mengeluarkan suatu hormon yang masuk darah dan sampai ke sel-sel kelenjar mukosa yang menyekresi cairan lambung.

3. Fase Intestinal, yaitu pada waktu makanan masuk ke rongga usus duodenum. Setelah duodenum kosong karena makanan telah mengalir ke daerah di bawahnya maka sekresi lambung berhenti.

Percobaan ini dilakukan menggunakan 3 tabung, tabung 1 adalah 1 ml pepsin ditambah 1 ml HCl 0,4 % ditambah 2 potong karmen fibrin dan ditempatkan pada penangas air dengan suhu 37C. Hasilnya lebih terhidrolisis sempurna larutan fibrinnya karena ada enzimnya subtrat dan suhu sesuai serta pH asam dari HCl (lebih mengembang, bening, kemerah-merahan ke 3). Sedangkan pada tabung kedua menggunkan air ditambah 1 ml HCl 0,4 % ditambah 2 potong karmen fibrin dan ditempatkan pada penangas air dengan suhu 37C hasilnya menunjukkan warna merah karena air rendaman karmen (sedikit mengembang karena rendaman air tetap, tidak ada enzim warna merah pudar atau tidak terhidrolisis sama sekali. Pada tabung ketiga adalah menggunakan 1 ml pepsin yang didihkan dan ditambahkan 1ml HCl 0,4 % ditambah dengan 2 potong karmen fibrin dan ditempatkan pada penangas air dengan suhu 37C yang menunjukkan hasil bahwa cairannya yang paling pekat dari ketiga perlakuan tetapi terhidrolisis sempurna karena mengalami pendidihan sehingga enzim tidak dapat menghidrolisis (mengembang sedikit karena sudah mengalami pendidihan dan pendinginan sehingga enzim tidak bekerja dengan maksimal.

Enzim-enzim cairan pankreas disekresikan dalam bentuk zimogennya tripsinogen dan khimotripsinogen. Pada percobaan ketiga dilakukan pencernaan oleh pankreas. Percobaan ini dibagi menjadi 3 bagian percobaan yang meliputi hidrolisis protein, hidrolisis amilum, hidrolisis lemak. Pada percobaan hidrolisis protein dilakukan dengan menggunakan 3 tabung, tabung pertama dengan menggunakan 1 ml ekstrak pankreas netral dan 2 tetes Na2CO3 2 % ditambah 2 potong komho merah fibrin lalu ditempatkan pada penangas air dengan 37C. Hasil menunjukkan larutan merah muda, potongan komho mengembang kemudian setelah mengalami pendinginan kemudian mengendap hal itu disebabkan karena adanya enzim yang disekresikan oleh ekstrak pancreas. Komho merah fibrin berfungsi sebagai subtrat protein sehingga protein hidrolisis terjadi sempurna. Pada tabung yang kedua menggunakan 1 ml ekstrak pankreas netral ditambah 2 tetes Na2CO3 2 % dan 2 potong komho merah fibrin dan 2 tetes larutan empedu lalu ditempatkan pada penangas air dengan 37C menunjukkan larutan berwarna merah kekuningan potongan komho mengembang waktu panas dan mengendap waktu dingin. Na2C)3 berfungsi untuk mengkondisikan basa. Sedangkan untuk tabung 3 diisi dengan 1 ml air dan 2 tetes Na2CO3 2 % ditambah 2 potong komho merah fibrin lalu ditempatkan pada pengans air dengan 37C menunjukkan hasil larutan tidak berwarna karena tidak adanya enzim. Percobaan kedua adalah menggunakan hidrolisis amilum yaitu dengan menggunakan 1 ml amilum 1 % ditambah 5 ml ekstrak pankreas netral diinkubasi pada suhu 37C warna larutan menjadi berwarna bening kekuningan kemudian dilakukan uji iod setalah 6 menit menjadi warna yod, kemudian dilakukan uji benedict setelah dipanaskan terjadi perubahan warna dari biru menjadi kuning. Pada percobaan yang ketiga untuk menguji hidrolisis lemak yang dibagi menjadi 3 tabung. Tabung pertama menggunakan 2 ml susu ditambah 1 ml ekstrak pankreas netral ditambah 2 tetes larutan empedu ditambah 4 tetes fenol red ditambah 2 tetes Na2CO3 2 %, kemudian diinkubasi pada pada suhu 37C. Hasil pengamatan menunjukkan hidrolisis lebih sempurna karena dibantu oleh empedu dan enzim. Empedu yang berfungsi sebagai pengemulsi lemah. Pada tabung 3 yang telah diisi dengan 2 ml susu ditambah 1 ml air ditambah 4 tetes fenol red ditambah 2 tetes Na2CO3 2 % kemudian diinkubasi pada suhu 37C. Hasil pengamatan menunjukkan adanya susu tanpa bantuan enzim maupun empedu sehingga tidak terjadi hidrolisis.

Cairan empedu ialah cairan ketiga yang bersama-sama dengan cairan pancreas dan cairan usus masuk ke rongga usus. Cairan empedu disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati, yang kemudian disimpan sementara di kantong empedu. Empedu yang disekresi hati ber-pH sekitar 7,7, namun kantong pHnya bervariasi 5,5-7,0 karena bikarbonatnya diserap kembali. Pada percobaan keempat adalah fungsi empedu. Percobaan ini dibagi meliputi 3 yaitu penurunan tegangan muka oleh garam kholat, uji gmelin, uji fouchet. Percobaan penurunan tegangan muka oleh garam kholat dibagi menjadi 2 yaitu tabung 1 yang berisi 2 ml air ditambah serbuk belerang menunjukkan hasil bahwa terdapat buih di dinding tabung dari serbuk belerang tidak dapat bercampur tetapi hanya mengapung. Sedangkan pada tabung yang kedua berisi 2 ml empedu ditambah serbuk belerang menunjukkan hasil bahwa serbuk belerang tenggelam di dalam larutan empedu dan mengumpul di dasar tabung. Pada percobaan 2 yaitu uji gmelin menggunakan 3 ml HNO3 pekat ditambah 1 ml empedu melalui dinding tabung menunjukkan hasil yaitu warna terlihat jernih dan tidak ada endapan. Sedangkan pada uji fouchet dilakukan percobaan dengan menggunakan 7,5 ml empedu masak ditambah 1 tetes MgSO4 jenuh dan ditambah 2,5 NaCl 10 % kemudian dimasak dan disaring menunjukkan hasil bahwa warna tampak keruh seluruhnya. MgSO4 dan BaCl2 berfungsi untuk membentuk BaSO4 yang akan mengikat bilverdin. Biliverdin jika direaksikan dengan reaksi biliverdin akan berwarna hijau.empedu memegang peran penting dalam pencernaan. empedu merupakan cairan yang bersifat asam, dan berwarna hijau yang dieksresikan oleh hepatosit hati pada sebagian besar vertebrata.ada percobaan ini dilakukan beberapa tes pada empedu. empedu menghasilkan bau amis dan berwarna hijau. warna hijau dari cairan empedu ini berasal dari penghancuran eritrosit yaitu biliverdin. untuk menentuka pH empedu, indikator universal dicelupkan kedalam cairan empedu dan diperoleh pH empedu adalah 6 itu menunjukkan bukti bahwa empedu bersifat asam.

pada uji emulsi, cairan empedu dicampur dengan aquades untuk melihat kestabilan emulsi ini, digunakan minyak kelapa yang juga dicampurkan dengan aquades sebagai pembanding. Minyak kelapa akan menghasilkan dua lapisan sedangkan pada aquades akan membentuk larutan hijau. hal ini berarti empedu lebih stabil dari pada minyak kelapa karena terdispersi secara sempurna

pada uji petenkoferuntuk assam empedu, cairan empedu yang diuji adalh cairan empedu 1:10. cairan empedu tersebut direaksikan dengan larutan glukosa 5% dan asam sulfat pekat. dari percobaan, dihasilkan dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna hijau mada dan lapisan bawah berwarna bening, sedangkan pada bidang batas cairan empedu dihasilakan cincin coklat. hal ini disebabkan karena asam empedu dengan furfural akan membentuk cincin berwarna pada bidang batas cairan.

pigmen-pigmen empedu sebagian besar berasal dari penghancuran eritrosit yang pigmen utama dan terbanyak berasal dari bilirubin dan biliferdin. pada percobaan pigmen-pigmen empedu dilakukan dengan metoda Gmelin dan smith. pada uji Gmelin digunakan cairan empedu 1:10 dan 1:50 dengan penambahan asam nitrat pekat dan pada uji Smith digunakan cairan empedu 1:10 dengan menambahkan larutan iodium. hasil oksidasi dari pigmen-pigmen empedu akan membentuk bermacam-macam warna.

Tes Keadaan Fisik Empedu

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan fisik empedu dengan memeriksa warna, bau, keadaan wujudnya, derajat keasaman (pH) dan berat jenisnya. Dan diperoleh dari hasil percobaan, empedu berwarna hijau tua, berbau amis, keadaan atau wujud ataupun bentuknya oval (lonjong) dan berair (cair), pH=8 dan empedu memiliki berat jenis sebesar 1,032 gr/ml. Hal ini sudah sesuai dengan teori, termasuk empepu yang bersifat basa.

2. Tes Musin Dan Senyawa Anorganik Pada Empedu

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa anorganik melalui mengendapkan musin yang terdapat dalam empedu, yaitu dengan menambahkan asam asetat, setelah musin mengendap, dengan mudah kita dapat mengidentifikasi zat-zat anorganik dalam empedu misalnya klorida, sulfat dan fospat. Untuk menguji adanya ion-ion klorida tersebut dilakukan dengan menyaring campuran larutan tersebut kemudian filtratnya ditambahkan perak nitrat, hasilnya terbentuk endapan putih, hal ini menandakan bahwa pengujian ini positif. Endapan putih ini merupakan AgCl. Adapun reaksinya:

Cl- + AgNO3 AgCl (endapan putih) + NO3

Untuk uji sulfat dilakukan dengan menambahkan larutan BaCl2 ke dalam filtrate. Berdasarkan teori, empedu tidak mengandung ion sulfat. Tetapi hasil percobaan terdapat endapan yang menunjukkan adanya ion sulfat. Ini terjadi kemungkinan pereaksi yang digunakan sudah terkontaminasi ataupun rusak. Persamaan reaksinya adalah :

SO42- + BaCl2 BaSO4 (endapan) + 2Cl-

Sedangkan untuk pengujian ion posfat dilakukan dengan menambahkan larutan ammonium molibdat terhadap filtrate, Seperti hasil yang diatas, berdasarkan teori tidak terdapat ion posfat dalam empedu. Tetapi dari hasil percobaan diperoleh endapan yang menunjukkan adanya ion posfat. Hal ini terjadi karena kurangnya ketelitian dalam pengamatan.

3. Tes Zat Warna Empedu

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui zat warna empedu dengan melakukan tes gmelin dan tes smith. Test gmelin dilakukan dengan mencampurkan asam nitrat pekat dalam empedu, asam nitrat ini berfungsi untuk pengoksidasi. Hasilnya diperoleh 3 lapisan, atas berwarna hijau, tengah terdapat cincin merah kecoklatan dan bagian bawah berwarna bening. Terdapatnya cincin berwwarna merah kecoklatan merupakan warna warna bilirubin. Sedangkan untuk test smith dilakukan dengan mengencerkan empedu (1 : 5) kemudian ditambahkan iod tetes demi tetes dan terbentuk larutan 2 lapisan, yaitu atas berwarna orange dan bawah berwarna hijau. Fungsi iod juga sama dengan asam nitrat pekat yaitu pengoksidasi. Adanyya warna hijau pada larutan campuran tersebut menunjukkan uji positif. Yang menunjukkan zat warna dari bilirubin terhadap penambahan larutan Iod.

4. Tes Asam Empedu

Tes keasaman empedu dilakukan dengan mencampurkan empedu encer dengan Kristal sukrosa yang berfungsi untuk meningkatkan tegangan permukaan. Kemudian dikocok hingga larut keseluruhan (homogen), kemudian ditambahkan asam sulfat pekat dihasilkan larutan terbentuk 3 lapisan. Lapisan atas berwarna hitam, tengah terdapat cincin berwarna merah kecoklatan dan lapisan bawah berwarna orange. Lapisan atas merupakan lapisan empedu, dan bawah berwarna orange merupakan lapisan yang menunjukkan derajat keasaman pada empedu yang bersifat basa.

Test Keadaan fisik EmpeduPada percobaan ini, yakni untuk mengetahui keadaan fisik empedu. Pada pengujian ini, empedu yang digunakan diencerkan terlebih dahulu diencerkan dengan aquadest. Warna dari empedu adalah hijau pekat dan meminliki bau anyir hal ini disebabkan karena empedu tersusun dari asam-asam lemah. pH yang diugunakan empedu adalah 7, sedangkan sedangkan menurut teori empedu memiliki pH antara 6,9 sampai 7,7. Keadaan wujud dari empedu yaitu kental, hal ini menunjukkan bahwa empedu yng digunakan masih kental.2. Test Musin dan Senyawa Anorganik pada EmpeduPada percobaan ini empedu yang telah diencerkan dengan aquadest diasamkan terlebih dulu dengan asam asetat 10% dengan tujuan untuk mengendapkan musin sehingga larutan yang dihasilkan adalah larutan yang berwarna hijau dan endapan hijau. Kemudian disaring dan menghasilkan garam-garam empedu dimana garam empedu ini berperan dalam absorpsi dan vitamin-vitamin A,D,E, dan K yang larut dalam lemak. Garam empedu merendahkan tegangan permukaan dan memperbesar daya pengemulsi lemak yang mempermudah kerja lipase serta garam empedu bereaksi dengan asam lemak menghasilkan senyawa kompleks yang mudah larut dan terabsorpsi sebagai hasil lipolisis, sedangkan filtrate digunakan untuk menguji:a. Uji Clorida, dimana filtrate ditambahkan dengan larutan AgNO3 dan menghasilkan endapan putih yang menandakan pada cairan empedu positi(+) mengandung ion Cl-. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suatu sampel yang ditambahkan dengan AgNO3 akan diperoleh endapan putih yang menandakan adanya ion Cl-. Klorida merupakan zat-zat anorganik yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh. Reaksinya adalah:Cl- +_AgNO3 AgCl(putih) + NO-3b. Uji sulfat, dimana filtrate ditambahkan dengan BaCl2 menghasilkan larutan yang berwarna hijau, hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa bila suatu sampel ditambahkan dengan BaCl2 maka akan diperoleh endapan putih yang menunjukkan ion sulfat yang berupa garam CuSO4 dan Cr(SO4)2. Reaksi yang terjadi:SO42- + BaCl2 BaSO4(putih) + 2Cl-c. Uji posfat, filtrate ditambahkan dengan ammonium molibdat dan menghasilkan larutan hijau pekat yang menandakan bahwa pada cairan empedu positif(+) mengandung ion PO43-. Hal ini sesuai dengan teori bahwa bila suatu sampel ditambahkan ammonium molibdat maka akan menghasilkan larutan yang berwarna hijau yang menunjukkan adanya ion PO43-. Reaksi yang terjadi adalah:HPO42- + 3NH4 + 2MoO42- + 23H+(NH4)3P(MoO10)4 + 12H2OFospat berfungsi untuk menghasilkan bilirubin serum dalam bentuk garam Na3PO4,Ca3(PO4)2,alkali posfat.3. Test GmelinZat warna empedu berasal dari pemecahan hemoglobin pada butir sel darah merah. Beberapa zat warna itu adalah bilirubin(orange,kuning,coklat) dan biliverdin(hijau). Pada percobaan ini larutan NH3 pekat ditambahkan kedalam tabung yang berisi cairan empedu. Tujuan dari penambahan HNO3 agar terjadi oksidasi zat warna empedu. Banyaknya HNO3 pekat yang dimasukkan kedalam tabung reaksi diusahakan sama banyak dengan jumlah empedu sehingga cairan empedu berada pada bagian atas (hijau) dan bagian bawah larutan HNO3(p), setelah digoyangkan menghasilkan larutan yang brwarna orange. Test gmelin empedu berdasarkan atas reaksi asam nitrat dengan zat warna menghasilkan serangkaian hasil oksida. Fungsi dari zat warna ini adalah menurungkan kadar gula darah,mencegah kelelahan otot,dan memperbaiki kerusakan hati akibat alcohol.4. Test Smith Pada pengujian ini, yakni untuk menentukan kadar bilirubin (zat warna) dalam empedu. Cairan empedu encer ditambahkan dengan aquadest kemudian dialira dengan larutan I2 0,5% dalam alcohol melalui dinding tabung, sehingga diperoleh cincin hijau diantara dua lapisan, lapisan atas(merah) dan lapisan bawah(hijau) yang merupakan cairan dari empedu. Reaksi yang terjadi:C2H5-5H C2H5-5H H -C-COOH + I2 +Ag+ H-C-COOH NH2 NH2I (Biru hijau)5. Test Asam AminoTest pada percobaan ini, yakni untuk mengetahui asam-asam empedu. Cairan empedu yang telah diencerkan 1:5 ditambahkan dengan Kristal sukrosa (gula pasir) menghasilkan larutan yang berwarna hijau. Larutan kemudian ditambahkan dengan H2SO4(p) menghasilkan larutan berwarna hitam dan terdapat endapan. Selanjutnya hasil percobaan ini dibandingkan dengan cairan empedu yang ditambahkan dengan pereaksi molisch dan ternyata hasil yang diperoleh berbeda yakni diperoleh dua lapisan, lapisan bawah(hijau pekat), lapisan atas(hijau muda).Praktikum kali ini dilakukan percobaan yang bertujuan untuk menguji sifat fisik dan kimia cairan tubuh. Dalam praktikum kali ini, cairan tubuh yang digunakan adalah air liur dan empedu. Cairan liur adalah campuran hasil sekresi berasal dari kelenjar submaksilaris, sublingualis, parotis serta kelenjar pipi. Kelenjar kadar zat lendirnya sedikit akan tetapi kaya akan enzim amilase yang dikenal dengan nama ptialin. Enzim dapat mengekskresi obat-obatan tertentu seperti alkohol dan morfin. Empedu manusia memililki warna kuning keemasan tapi kalau dibiarkan pada udara terbuka akan berubah menjadi hijau,biru,dan coklat karena pigmen empedu teroksidasi.Oksidasi pigmen empedu oleh berbagai preaksi akan menghasilkan suatu turunan yang berwarna.

Pada saliva dilakukkan beberapa pengujian yaitu penetapan pH,uji Biuret, uji Molisch, uji Presipitasi, dan uji Sulfat. Pada percobaan yang pertama yaitu uji air liur,dilakukan penetapan PH air liur dimana indikator universal dicelupkan ke dalam air liur yang tidak disaring dan didapatkan PH air liur =7. Pada umumnya PH air liur manusia adalah 6,6 jika masih segar. Pada percobaan tersebut didapatkan PH 7 karena pada saat air liur sudah didapatkan air liur tersebut tidak langsung di ukur namun di kumpulkan hingga banyak, inilah yang menyebabkan PH air liur bertambah. Karena air lir jika dibiarkan agak lama Phnya dapat meningkat karena kehilangan CO2 (Poejadi,1999).

Pada uji Biuret dan Uji Molisch,air liur tidak disaring supaya semua bahan atau kandungan yang ada didalamya utuh atau alami. Air liur berwarna bening dan berbuih kemudian di tambah dengan + 2 ml NaOH, larutan menjadi keruh di bagian atas dan bening di bagian bawah. Dimana pada pereaksi biuret dalam suasan basa akan bereaksi dengan polipeptida dan merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jumlah protein terlarut dalam larutan. Stelah itu di tambahkan + CuSO4, terbentuk warna bercak biru. Semakin banyak ditetesi CuSO4, warnanya menjadi semakin ungu. Hasil : larutan berwarna ungu karena mengandung protein. Pereaksi biuret terdiri dari CuSO4 dalam basa kuat. Pereaksi ini mengikat ikatan peptida pada sampel. Sampel harus mengandung minimal dua ikatan peptida. Jika terdapat peptida maka warna larutan akan berubah. Perubahan warna sesuai dengan kadar protein dalam larutan sampel. Semakin tinggi kadar protein sampel warna larutan semakin gelap.

Uji Molisch digunakan untuk menguji sifat kimia dan fisik dari air liur. Air liur berwarna bening dan berbuih ditambah molish, terbentuk bercak hitam, kemudian di tambah + asam sulfat, terbentuk 3 lapisan yaitu putih keruh (atas), cokelat tua (tengah), dan bening kecoklatan (bawah). Setelah dikocok, warna larutan menjadi putih keruh sedikit crem dan terdapat cincin ungu di bagian atas. Seharusnya cincin berada di tengah, tapi kemungkinan hal ini dikarenakan larutan yang buruk. Reaksi Molisch menunjukkan reaksi positif dengan terbentuknya cincin berwarna ungu pada saat penambahan asam sulfat 20 tetes terbentuk cokelat kemasan, ini menujukan terdapat kandungan karbohidrat didalam air liur. Berdasarkan uji presipitasi, dalam air liur terbentuk presipitasi amorf yang ditandai dengan adanya warna keruh pada kertas saring,setelah ditambahkan 1 tetes CH3COOH warnanya tetap yaitu keruh tapi agak encer. Untuk Uji presipitasi adalah uji pengendapan yang tak terbentuk. Uji presipitasi Adalah proses pengendapan, dimana proses pengendapan sendiri adalah cara untuk mempermudah proses pemisahan. Pada temperatur tertentu, kelarutan zat pada pelarut tertentu didefinisikan sebagai jumlahnya jika dilarutkan pada pelarut yang diketahui beratnya dan zat tersebut mencapai kesetimbangan dengan pelarut itu. Sedangkan yang disebut sebagai preipitasi amorf adalah pengendapan pelarut dalam bentuk yang amorphous atau tidak berbentuk. Uji sulfat, air liur berwarna bening di tmbah HCl, tidak terjadi perubahan. Kemudian di tambah + BaCl2, terbentuk 2 lapisan yaitu bening (bawah), dan keruh (atas). Terdapat adanya endapan putih.

Empedu yang dipakai memiliki warna hijau tua, berbentuk lonjong, lembek, dan berselaput. Pada uji Gmelin, Berwarna bening Terbentuk 3 lapisan yaitu hijau (atas), merah kekuningan (tengah), dan bening (bawah). Setelah dikocok, terbentuk 2 lapisan yaitu orange (atas) dan kuning bening (bawah), dan terasa panas pada tabung. Lapisan ini menandakan bahwa pada empedu terdapat Gmelin. Uji gmelin adalah sebuah tes empedu dalam cairan tubuh. Uji gmelin juga merupakan tes keberadaan konjugat bilirubin dalam cairan tubuh berdasarkan konversi bilirubin untuk warna warni senyawa dengan penambahan asam nitrat.

Sementara itu untuk uji pettenkofer,dia positif apabila terbentuk cincin pada perbatasan antara kedua lapisan ditengah ada cincin warana ungu kehijauan ini yang menandakan reaksi ini. Eairan empedu berwarna hijau, kemudian di tam bah larutan sukrosa terbentuk 2 lapisan yaitu hijau muda (atas) dan hijau tua (bawah), + asam sulfat pekat, terbentuk 3 lapisan yaitu yaitu hijau muda (atas), hijau kehitaman (tengah) dan hijau tua (bawah).

Fungsi empedu sebagai emulgator, Tabung I (aquades + minyak) haqsilnya Tidak dapat bercampur (emulsi tidak stabil). Tabung II aquades + minyak, tidak dapat bercampur, kemudian + empedu, larutan menjadi tercampur (emulsi stabil) dan berwarna hijau tua. Fungsi empedu sebagai emulgator hal ini dikaitkan dengan sifat empesu yang memiliki dua bagian yang jelas, satu bagian mempunyai sifat polar atau sifat hidrofil, bagian lainnya bersifat non polar atau hidrofob sehingga empedu dapat digunakan sebagai pengemulsi pada lemak. Dan juga menjadi penstabilnya dalam tubuh. Empedu dapat berfungsi sebagai emulgator apabila ditambahkan dengan minyak. Ini terbukti dengan terjadinya emulsi saat empedu ditambahkan dengnan minyak.

Pada gmellins test hasil percobaan yang kami peroleh yaitu pada larutan asam nitrat pekat tiga tetes ditambah empedu 2 ml yang belum diencerkan menghasilkan warna hijau tua dan bening terdapat cincin berwarna coklat. Sedangkan pada larutan asam nitrat pekat tiga tetes ditambah empedu 2 ml yang sudah diencerkan menghasilkan warna coklat muda dan bening. Hal ini sesuai dengan pendapat Erika Kusmawati (2011) menyatakan bahwa uji gmellins test akan memberikan nilai positif apabila membentuk warna kuning, merah, hijau, violet dan biruPada roesenbach modification gmellins test hasil percobaan yang kami peroleh yaitu pada kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquadest kemudian ditetesi dengan empedu diatas kertas saring dan ditetesi lagi larutan asam nitrat pekat 1-2 tetes maka warna yang dihasilkan adalah warna hijau tua dan ungu. Hal ini sesuai dengan pendapat Erika Kusmawati (2011) menyatakan bahwa uji ini pada penyaringan berfungsi untuk mendapatkan pigmen yang lebih spesifik karena kandungan empedu yang diperoleh larutan berwarna ungu.Pada percobaan smith test hasil yang kami dapatkan yaitu pada larutan empedu yang sudah di encerkan yang ditambahkan dengan alkohol 0,5 % tiga tetes maka yang dihasilkan adalah warna hijau dan terdapat cincin berwarna hijau tua. Hal ini sesuai dengan pendapat Erika Kusmawati (2011), menyatakan bahwa cairan empedu encer ditambahkan dengan larutan alcohol 0.5% melalui dinding tabung, sehingga diperoleh cincin hijau yang merupakan cairan dari empedu.Pada gmellins test hasil percobaan yang kami peroleh yaitu pada larutan asam nitrat pekat tiga tetes ditambah empedu 2 ml yang belum diencerkan menghasilkan warna hijau tua dan bening terdapat cincin berwarna coklat. Sedangkan pada larutan asam nitrat pekat tiga tetes ditambah empedu 2 ml yang sudah diencerkan menghasilkan warna coklat muda dan bening. Hal ini sesuai dengan pendapat Erika Kusmawati (2011) menyatakan bahwa uji gmellins test akan memberikan nilai positif apabila membentuk warna kuning, merah, hijau, violet dan biruPada roesenbach modification gmellins test hasil percobaan yang kami peroleh yaitu pada kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquadest kemudian ditetesi dengan empedu diatas kertas saring dan ditetesi lagi larutan asam nitrat pekat 1-2 tetes maka warna yang dihasilkan adalah warna hijau tua dan ungu. Hal ini sesuai dengan pendapat Erika Kusmawati (2011) menyatakan bahwa uji ini pada penyaringan berfungsi untuk mendapatkan pigmen yang lebih spesifik karena kandungan empedu yang diperoleh larutan berwarna ungu.Pada percobaan smith test hasil yang kami dapatkan yaitu pada larutan empedu yang sudah di encerkan yang ditambahkan dengan alkohol 0,5 % tiga tetes maka yang dihasilkan adalah warna hijau dan terdapat cincin berwarna hijau tua. Hal ini sesuai dengan pendapat Erika Kusmawati (2011), menyatakan bahwa cairan empedu encer ditambahkan dengan larutan alcohol 0.5% melalui dinding tabung, sehingga diperoleh cincin hijau yang merupakan cairan dari empedu.1. Pada Tes Molisch, saliva yang di uji ternyata menunjukkan ada nya cincin ungu di bagian endapan. Dan cincin ungu ini membuktikan adanya karbohidrat dalam saliva.

2. Tes Iodine menunjukkan hasil negatif. Dan hasil negatif itu membuktikan ada nya polisakarida dalam saliva.

3. Tes Benedict pada saliva ini adalah untuk membuktikan ada nya glukosa dalam saliva. Dan yang terjadi adalah dengan ada nya endapan warna merah bata pada campuran saliva dan benedict. Hal ini menunjukkan adanya glukosa dalam saliva.

4. Pada tes Musin, hasil nya adalah positif dengan ditemukan endapan warna putih yang menunjukkan adanya musin dalam saliva.

5. Tes sulfat juga positif. Dan ini menunjukkan bahwa saliva mengandung ion sulfat dengan ada nya endapan warna putih setelah diteteskan 2 tetes BaCl2.

6. Hasil Tes Fosfor menunjukkan hasil positif dengan berubah nya warna campuran menjadi biru. Hasil positif ini menunjukkan bahwa saliva mengandung orto fosfor.

Berdasarkan percobaan didapatkan hasil bahwa pada 15 menit pertama di tabung 1 saliva yang ditambahkan amilum masak, kemudian dipanaskan hingga suhu 37oC setelah itu ditambahkan iodium maka akan mendapatkan hasil positif, yaitu membentuk warna merah muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iswari dan Ari (200